• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Buku Persyaratan dan Prosedur Perubahan PTS Periode 4 Tahun 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "3. Buku Persyaratan dan Prosedur Perubahan PTS Periode 4 Tahun 2018"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

P E R S Y A R A T A N D A N P R O S E D U R

Perubahan

Perguruan Tinggi Swasta

Periode 4 Tahun 2018

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

(2)

22

Sambutan

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti

Sejak tanggal 10 Agustus 2012 telah dilakukan pembaruan dan strategi pembangunan pendidikan tinggi melalui penerbitan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). UU Dikti mengamanatkan agar Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, serta Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta diatur dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Sementara itu, Surat Edaran Menristekdikti tanggal 21 September 2016 Nomor: 2/M/SE/lX/2016 Tentang Pendirian Perguruan Tinggi Baru Dan Pembukaan Program Studi, menyatakan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2017 akan diterapkan kebijakan pemberian izin pembukaan program studi sebagai berikut: 1. Dalam hal perubahan bentuk, pembukaan program studi akan diberikan untuk program studi di

bidang science, technology, engineering, dan mathematic (STEM);

2. Perubahan perguruan tinggi dan pembukaan program studi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dikecualikan bagi:

a. daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T); dan b. daerah tertentu dengan kondisi dan kebutuhan khusus.

Berdasarkan Permenristekdikti tersebut di atas dan memperhatikan Surat Edaran Menristekdikti, maka para pengusul perlu dipandu dalam memenuhi persyaratan dan prosedur perubahan perguruan tinggi swasta dan pembukaan pada perguruan tinggi.

Dengan mematuhi semua persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan, diharapkan usul yang diajukan dapat diproses secara tepat waktu, sehingga perguruan tinggi yang akan diubah maupun program studi yang dibuka, mampu berkontribusi positif dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsa.

Atas perhatian semua pihak, kami sampaikan terima kasih.

Jakarta, 25 Oktober 2018

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK dan DIKTI

(3)

3

Pengantar

Direktur Pengembangan Kelembagaan Perguruan Tinggi

Sepanjang tahun 2017 telah diproses berbagai usul perubahan perguruan tinggi swasta, serta pembukaan program studi yang menyertainya. Pengalaman menunjukkan bahwa persyaratan dan prosedur yang diterapkan telah mampu meningkatkan efisiensi pemrosesan usul tersebut, selain masih terdapat hal-hal yang masih dapat dikembangkan sehingga mampu mempersingkat waktu pemrosesan usul- usul yang diajukan.

Untuk memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi pemrosesan usul yang diajukan, telah diterbitkan Permenristekdikti Tentang Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, serta Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.

Proses administrasi perubahan perguruan tinggi swasta dan pembukaan program studi yang menyertainya yang telah dilakukan secara digital atau online sejak Januari 2015 masih tetap dilanjutkan, sehingga selain dapat mengurangi waktu, biaya, dan tenaga, juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang bersih dan efisien.

Penerbitan buku ‘Persyaratan dan Prosedur Perubahan Perguruan Tinggi Swasta Periode 4 Tahun 2018’ dimaksudkan untuk memandu para pihak yang akan mengusulkan perubahan PTS. Adapun persyaratan dan prosedur pembukaan program studi pada perubahan bentuk telah diatur dalam buku ‘Persyaratan dan Prosedur Pendirian dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Swasta Periode 4 Tahun 2018’

Atas bantuan dan kerja keras semua pihak dalam penerbitan Buku ini, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, 25 Oktober 2018

Direktur Pengembangan Kelembagaan Perguruan Tinggi

(4)

Daftar Isi

halaman

Daftar Isi 4

Bab 1 Pendahuluan 5

1. Latar Belakang 5

2. Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Persyaratan Minimum Akreditas 5 3. Perubahan Perguruan Tinggi Swasta 6

Bab 2 Perubahan Perguruan Tinggi Swasta 7

2.1 Pengertian 7

a.1 Perubahan Nama PTS 7

a.2Perubahan atau Pindah Lokasi PTS 8

b. Perubahan bentuk PTS 9

c. Pengalihan Pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara Lama ke Badan Penyelenggara Baru 10

d. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru 11

e. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih kedalam 1 (satu) PTS lain 12

2.2 Persyaratan 13

2.1 Persyaratan perubahan PTS 13

2.2 Persyaratan untuk penggabungan PTS terdiri atas 17

2.3 Persyaratan untuk penyatuan PTS terdiri atas 18

3 Dokumen 18

3.1Jenis Dokumen 18

3.2Dokumen untuk Penggabungan PTS 20

3.3Dokumen untuk Penyatuan PTS 21

4 Intensif untuk penggabungan dan penyatuan 22

5 Prosedur 24

5.1 Prosedur Perubahan Nama, Perubahan Lokasi, Perubahan Bentuk, Pengalihan Pengelolaan 24

5.2 Prosedur Penggabungan PTS 25

5.3 Prosedur Penyatuan PTS 26

6 Jadwal Proses Perubahan PTS 27

Bab 3 Instrument Akreditasi 28

Lampiran 29

(5)

Bab I

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Mulai tanggal 10 Agustus 2012 Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) telah menetapkan pola baru dalam perizinan pendirian perguruan tinggi dan pembukaan program studi.

Sebelum UU Dikti ditetapkan, izin pendirian perguruan tinggi maupun pembukaan program studi diterbitkan terlebih dahulu oleh Mendikbud (sekarang Menristekdikti) setelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam kurun waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam surat keputusan izin tersebut, perguruan tinggi wajib mengajukan akreditasi kepada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

Setelah UU Dikti berlaku, izin pendirian perguruan tinggi akan diterbitkan Menristekdikti apabila proposal pendirian perguruan tinggi telah memenuhi syarat minimum Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) sebagaimana ditetapkan oleh BAN-PT, dan program studi yang disyaratkan dalam perguruan tinggi tersebut juga telah memenuhi syarat minimum Akreditasi Program Studi (APS) sebagaimana ditetapkan oleh BAN-PT dan/atau Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) terkait. Dengan demikian, sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang izin pendirian PTS maupun izin pembukaan program studi baru pada PTS tersebut, BAN-PT d a n / atau LAM terkait akan menerbitkan terlebih dahulu surat keputusan tentang akreditasi minimum dari perguruan tinggi dan/ atau program studi baru tersebut. Menurut Pasal 4 ayat (3) Permenristekdikti No. 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, akreditasi minimum sebagaimana dimaksud di atas berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak izin diterbitkan.

Pengaturan pendirian perguruan tinggi tercantum dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4) UU Dikti yang menetapkan sebagai berikut:

▪ PTS didirikan oleh Masyarakat dengan membentuk badan penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri.

▪ Perguruan Tinggi yang didirikan harus memenuhi standar minimum akreditasi.

Sedangkan pengaturan penyelenggaraan program studi tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat(5) UU Dikti yang menetapkan sebagai berikut:

▪ Program Studi diselenggarakan atas izin Menteri setelah memenuhi persyaratan minimum akreditasi.

▪ Program Studi mendapatkan akreditasi pada saat memperoleh izin penyelenggaraan.

Perlu dikemukakan bahwa perubahan PTS dapat meliputi perubahan nama, perubahan lokasi, perubahan bentuk, pengalihan pengelolaan dari Badan Penyelenggaraan lama ke Badan Penyelenggaraan baru, penggabungan atau penyatuan. Kecuali perubahan nama, semua perubahan PTS harus memenuhi persyaratan dan prosedur seperti pendirian PTS baru.

2. Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Persyaratan Minimum Akreditasi

(6)

▪ SN Dikti ditetapkan oleh Menteri atas usul suatu badan yang bertugas menyusun dan mengembangkan SN Dikti;

▪ SN Dikti merupakan satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat.

Untuk melaksanakan Pasal tersebut telah diterbitkan Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, beserta perubahanya.

Menurut Pasal 3 ayat (5) huruf a Permenristekdikti No. 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, apabila perguruan tinggi atau program studi memenuhi SN Dikti, maka perguruan tinggi atau program studi tersebut memperoleh status terakreditasi dengan peringkat terakreditasi ‘Baik’. Sedangkan kriteria memenuhi standar minimum akreditasi atau memenuhi persyaratan minimum akreditasi ditetapkan berdasarkan SN Dikti oleh LAM atau BAN-PT sesuai kewenangan masing-masing, dan dituangkan dalam instrumen akreditasi pembukaan program studi dan

instrumen akreditasi pendirian perguruan tinggi.

3. Perubahan Perguruan Tinggi Swasta

Secara garis besar, izin perubahan PTS diusulkan oleh Badan Penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba (selanjutnya disebut Badan Penyelenggara1)1 kepada Menristekdikti dengan

mengajukan usul perubahan PTS yang memuat pemenuhan semua persyaratan yang diuraikan di dalam buku ini. Kebenaran dan kelengkapan persyaratan tersebut akan menentukan pemenuhan syarat minimum akreditasi dari PTS yang akan diubah, atau pemenuhan syarat minimum akreditasi program studi (jika perubahan PTS tersebut memerlukan pembukaan program studi baru). Evaluasi kecukupan tentang pemenuhan persyaratan minimum akreditasi pendirian PTS akan dilakukan oleh BAN- PT, sedangkan pemenuhan persyaratan minimum akreditasi program studi akan dilakukan oleh BAN-PT atau LAM.

Dalam hal dilakukan perubahan PTS, maka evaluasi kecukupan tentang pemenuhan persyaratan minimum akreditasi oleh BAN-PT hanya dilakukan terhadap program studi baru yang ditambahkan, sedangkan terhadap program studi yang telah memiliki status akreditasi dan peringkat terakreditasi dari BAN-PT atau LAM tidak dilakukan evaluasi kecukupan lagi. Status akreditasi dan peringkat terakreditasi dari program studi tersebut tetap berlaku sampai dengan akhir masa berlakunya status akreditasi dan peringkat terakreditasi program studi tersebut, sebagaimana telah ditetapkan oleh BAN-PT atau LAM.

Prosedur perubahan PTS, baik yang tanpa pembukaan program studi baru maupun yang dengan penambahan program studi baru, dilakukan secara daring atau online.

********

1Badan penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba adalah subyek hukum berbentuk yayasan, persyarikatan, perkumpulan,

(7)

Bab II

Perubahan Perguruan Tinggi Swasta

1.

Pengertian

1.1. Perubahan PTS telah diatur dalam Permenristekdikti Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS, yang terdiri atas:

a. Perubahan nama PTS; b. Perubahan lokasi PTS; c. Perubahan bentuk PTS;

d. Pengalihan Pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru; e. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru dan/atau;

f. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain.

Perubahan PTS sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f akan diuraikan di bawah ini.

a. Perubahan nama PTS

Nama PTS adalah kata atau frasa yang terletak setelah nama bentuk perguruan tinggi swasta. Adapun nama bentuk PTS bukan bagian dari nama PTS yang bersangkutan, misalnya Universitas Tangkuban Perahu dapat diurai sebagai berikut:

Universitas (nama bentuk PTS);

Tangkuban Perahu (kata atau frasa yang merupakan nama PTS).

Pada saat ini terdapat nama bentuk PTS dijadikan nama PTS ketika PTS tersebut berubah bentuk, misalnya semula Sekolah Tinggi Manajemen Unggul (STIMUN), kemudian bentuknya diubah menjadi Universitas namun singkatan STIMUN hendak dipertahankan dan dijadikan nama PTS, sehingga nama lengkap PTS tersebut menjadi Universitas STIMUN. Perubahan nama PTS seperti di

atas yang telah diizinkan tidak diwajibkan untuk diubah, namun terhitung mulai awal tahun 2017, perubahan nama dengan modus seperti di atas tidak diizinkan lagi.

Berdasarkan Pasal 36 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan, perubahan nama PTS wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Perubahan nama PTS adalah perubahan kata atau frasa yang merupakan nama PTS, bukan perubahan nama bentuk PTS. Dengan demikian, jika nama bentuk PTS dan kata atau frasa yang merupakan nama PTS berubah, maka perubahan tersebut termasuk dalam Perubahan Bentuk PTS.

Izin perubahan nama PTS dimuat dalam keputusan Menristekdikti tentang perubahan surat keputusan izin pendirian PTS dengan kata atau frasa yang merupakan nama lama PTS menjadi surat keputusan izin pendirian PTS dengan kata atau frasa yang merupakan nama baru PTS, tanpa perubahan nama bentuk PTS.

Terdapat berbagai alasan Badan Penyelenggara untuk mengajukan izin perubahan nama PTS yang dikelolanya, antara lain:

1. Kata atau frasa yang merupakan nama lama PTS dipandang tidak atau kurang sesuai dengan visi PTS, baik karena perubahan atau tanpa perubahan visi PTS;

(8)

Secara hukum, perubahan nama PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas, Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara dengan nama lama PTS menjadi nama baru PTS;

2. Keputusan tentang status akreditasi dan peringkat terakreditasi dari PTS dan semua program studinya dengan nama lama PTS harus dimohonkan perubahannya kepada BAN-PT atau LAM; 3. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data

dan informasi tentang PTS dengan nama lama menjadi data dan informasi tentang PTS dengan nama baru.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang perubahan izin yang berisi perubahan nama PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin perubahan nama PTS yang diajukan Badan Penyelenggara. Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang perubahan nama lama PTS dengan nama baru PTS.

b. Perubahan atau Pindah Lokasi PTS

Lokasi PTS adalah domisili PTS di kabupaten atau kota sebagaimana dicantumkan dalam keputusan Menteri tentang pendirian PTS tersebut. Dengan demikian, perubahan atau pindah lokasi PTS

adalah tindakan Badan Penyelenggara memindahkan lokasi PTS dari lokasi lama ke lokasi baru, yang ditandai dengan hal sebagai berikut:

1. pemindahan dilakukan ke luar kabupaten atau kota sebagaimana dicantumkan dalam keputusan Menteri tentang pendirian PTS tersebut;

2. kampus utama sebagai pusat pengelolaan Tridharma PTS tersebut dipindahkan ke lokasi baru; dan

3. semua program studi PTS tersebut dipindahkan penyelenggaraannya ke lokasi baru.

Izin Pindah Lokasi dimuat dalam keputusan Menristekdikti tentang perubahan surat keputusan izin pendirian PTS dengan lokasi lama menjadi surat keputusan izin pendirian PTS dengan lokasi baru PTS yang sama.

Contoh pindah lokasi PTS, Universitas Tangkuban Perahu dengan lokasi di Bandung yang dikelola oleh Yayasan Tangkuban Perahu, menjadi Universitas Tangkuban Perahu yang berlokasi di Jakarta, dan tetap

dikelola oleh Yayasan Tangkuban Perahu.

Terdapat berbagai alasan Badan Penyelenggara untuk mengajukan izin pindah lokasi PTS yang dikelolanya, antara lain:

1. Lahan dimana lokasi PTS berada telah berakhir atau diakhiri masa sewa menyewanya, sehingga Badan Penyelenggara harus telah memiliki sendiri hak atas tanah untuk lokasi PTS tersebut;

2. Pertumbuhan jumlah mahasiswa sehingga lokasi PTS semula sudah tidak memenuhi syarat menurut peraturan perundangan;

(9)

4. Usaha untuk mendekatkan PTS pada calon mahasiswa; dan/atau 5. Upaya memperluas sarana PTS.

Perlu ditegaskan bahwa pindah lokasi PTS, merupakan perpindahan lokasi PTS dan tidak disertai dengan perubahan Badan Penyelenggara, bentuk PTS (Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Akademi), status PTS (dari PTS menjadi PTN), alih kelola PTS, kecuali nama PTS.

Secara hukum, pemindahan lokasi PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas, Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara PTS di lokasi lama menjadi di lokasi baru dari PTS;

2. Status kepemilikan hak atas lahan yang digunakan sebagai kampus PTS di lokasi lama diubah dengan status kepemilikan hak atas lahan di lokasi yang baru atas nama Badan Penyelenggara yang sama. Misalnya sertifikat hak atas lahan di lokasi yang lama (di Bandung) adalah atas nama Yayasan Universitas Sangkuriang, harus diganti dengan sertifikat hak atas lahan di lokasi baru atas nama Yayasan Universitas Sangkuriang di Jakarta sebagai lokasi baru PTS;

3. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang PTS di lokasi yang lama menjadi data dan informasi tentang PTS yang sama di lokasi baru.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang perubahan izin yang berisi pemindahan lokasi PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin pemindahan lokasi PTS yang diajukan Badan Penyelenggara PTS tersebut.

Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang perubahan izin pemindahan lokasi PTS ke lokasi yang baru.

c. Perubahan bentuk PTS

Bentuk PTS adalah bentuk perguruan tinggi yang terdiri atas 6 (enam) bentuk, yaitu Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Akademi, dan Akademi Komunitas.

Perubahan bentuk PTS adalah perubahan dari suatu bentuk PTS ke suatu bentuk PTS lain dalam 5 (lima) bentuk perguruan tinggi sebagaimana dikemukakan di atas, sedangkan Akademi Komunitas

tidak boleh diubah bentuknya.

Izin Perubahan bentuk PTS dimuat dalam keputusan Menristekdikti tentang perubahan surat keputusan izin pendirian PTS dengan bentuk lama PTS menjadi surat keputusan izin perubahan PTS dalam bentuk baru.

Terdapat berbagai alasan Badan Penyelenggara untuk mengajukan izin perubahan bentuk PTS yang dikelolanya, antara lain:

1. Bentuk lama PTS tidak atau kurang sesuai dengan visi PTS;

2. Bentuk lama PTS tidak atau kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat;

3. PTS dialihkelolakan dari Badan Penyelenggara yang lama ke Badan Penyelenggara yang baru, dan Badan Penyelenggara baru yang menerima alih kelola menginginkan perubahan bentuk PTS. Jika terjadi permohonan seperti ini, maka proses perubahan bentuk PTS yang bersamaan dengan alih kelola harus dilakukan dengan tahap sebagaimana dikemukakan dalam huruf d (tentang alih kelola);

4. Bentuk PTS yang ditetapkan dalam izin pendirian tidak memenuhi lagi komposisi jumlah dan jenis program studi untuk bentuk PTS tersebut, sehingga PTS tersebut harus berubah bentuk sesuai dengan komposisi jumlah dan jenis program studi yang dapat diselenggarakannya;

(10)

Secara hukum, perubahan bentuk PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas, Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara PTS dengan suatu bentuk PTS menjadi bentuk baru PTS;

2. Keputusan tentang status akreditasi dan peringkat terakreditasi dari PTS dengan bentuk lama harus dimohonkan perubahannya kepada BAN-PT atau LAM dengan bentuk baru PTS;

3. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang PTS dengan bentuk lama PTS menjadi data dan informasi tentang PTS dengan bentuk baru PTS.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang perubahan izin yang berisi perubahan bentuk PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin perubahan bentuk PTS yang diajukan Badan Penyelenggara PTS tersebut. Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang perubahan bentuk lama PTS dengan bentuk baru PTS.

d. Pengalihan pengelolaan PTS dari Badan Penyelenggara lama ke Badan Penyelenggara baru

Pengalihan pengelolaan atau alih kelola PTS adalah:

1. pengalihan pengelolaan PTS dari suatu Badan Penyelenggara ke Badan Penyelenggara lain; atau 2. pengalihan pengelolaan PTS yang dapat dilakukan melalui cara berupa penggantian semua atau

sebagian anggota organ-organ dari suatu Badan Penyelenggara PTS, sehingga seolah-olah hanya terjadi penggantian anggota organ tetapi tidak terjadi alih kelola. Apabila cara ini yang digunakan, maka hal ini tetap dikualifikasi sebagai alih kelola PTS yang harus diproses seperti alih kelola PTS pada angka 1 (satu) di atas.

Adapun Badan Penyelenggara menurut Pasal 60 ayat (3) UU Dikti dapat berbentuk: 1. yayasan;

2. perkumpulan; dan

3. bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Baik yayasan, perkumpulan, maupun bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang - undangan memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai pengelola PTS, sehingga dapat berpengaruh pada mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi di PTS yang bersangkutan. Ketika suatu Badan penyelenggara PTS mengalami kesulitan dalam mengelola PTS, Badan Penyelenggara tersebut akan berusaha untuk menemukan cara agar pengelolaan PTS tersebut dapat terbebas dari segala kesulitan tersebut.

Berbagai cara pengalihan pengelolaan atau alih kelola PTS, sebagai berikut:

1. Alih kelola dari suatu bentuk Badan Penyelenggara tertentu ke Badan Penyelenggara lain yang memiliki bentuk sama, misalnya dari Yayasan A ke Yayasan B, atau dari Perkumpulan A ke Perkumpulan B;

2. Alih kelola dari suatu bentuk Badan Penyelenggara tertentu ke Badan Penyelenggara lain yang memiliki bentuk berbeda, misal dari Yayasan A ke Perkumpulan B, atau dari Perkumpulan A ke Persyarikatan C;

3. Penggantian dari sebagian atau seluruh anggota organ Badan Penyelenggara kepada sebagian atau seluruh anggota organ dalam satu Badan Penyelenggara yang sama, misal sebagian atau seluruh anggota organ Pembina, anggota organ Pengawas, dan/atau anggota organ Pengurus dalam Yayasan A, kepada sebagian atau seluruh anggota organ Pembina, anggota organ Pengawas, dan/atau anggota organ Pengurus dalam Yayasan A. Pergantian susunan anggota organ di dalam Badan Penyelenggara tidak selalu berarti alih kelola, kecuali penggantian susunan anggota organ tersebut memang dilakukan dengan motif alih kelola;

(11)

Apabila alih kelola PTS disertai dengan perubahan bentuk PTS, maka tahap yang harus dilalui:

1. Alih kelola PTS harus dilakukan dan memperoleh izin Menristekdikti terlebih dahulu, sehingga telah terdapat kepastian hukum tentang Badan Penyelenggara mana yang akan mengubah bentuk PTS tersebut;

2. Setelah izin alih kelola diterbitkan, Badan Penyelenggara yang menerima alih kelola PTS mengajukan perubahan bentuk PTS sesuai dengan persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan. Secara hukum, alih kelola PTS akan berakibat antara lain:

1. Izin pendirian PTS yang diterbitkan Pemerintah (Depdikbud, Depdiknas, Kemdiknas, Kemdikbud, atau Kemristekdikti) harus diubah dari izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara lama dengan izin yang diberikan kepada Badan Penyelenggara baru;

2. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang Badan Penyelenggara lama menjadi data dan informasi tentang Badan Penyelenggara baru.

Setelah BAN-PT atau LAM menerbitkan keputusan akreditasi minimum perguruan tinggi atas PTS dan penambahan program studi (jika ada) pada PTS yang dialihkelolakan, Menristekdikti akan menerbitkan izin alih kelola PTS (yang dialihkelolakan).

e. Penggabungan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru.

Penggabungan PTS adalah menggabungkan 2 (dua) PTS atau lebih menjadi 1 (satu) PTS baru. Adapun badan penyelenggara yang mengelola PTS baru tersebut adalah :

1. Dalam hal 2 (dua) PTS atau lebih yang bergabung masing-masing dikelola oleh badan penyelenggara yang berbeda2, maka badan penyelenggara yang mengelola PTS baru tersebut adalah:

a. Salah satu badan penyelenggara dari salah satu PTS yang bergabung; atau

b. Badan penyelenggara baru sebagai hasil penggabungan dari 2 (dua) atau lebih badan penyelenggara yang mengelola PTS yang bergabung;

2. Dalam hal 2 (dua) PTS atau lebih yang bergabung dikelola oleh 1 (satu) badan penyelenggara yang sama, maka badan penyelenggara yang mengelola PTS baru tersebut adalah badan penyelenggara yang semula.

Terdapat berbagai alasan penggabungan PTS, antara lain:

a. Dalam hal terdapat kebutuhan dan/atau untuk pemenuhan syarat jumlah program studi dalam rumpun ilmu untuk suatu bentuk perguruan tinggi;

b. Badan Penyelenggara yang hendak mengubah bentuk 1 (satu) PTS yang dikelolanya dengan menambahkan program studi non STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics), tetapi terkendala karena pembukaan program studi non STEM sedang dimoratorium, dapat mengambil alih PTS lain yang memiliki program studi non STEM untuk digabungkan dengan PTS yang akan mengubah bentuknya;

c. Terdapat kesamaan visi PTS pada beberapa PTS, sehingga penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS yang baru;

Beberapa PTS yang dikelola oleh masing-masing Badan Penyelenggara tidak memiliki kemampuan lagi, baik secara akademik maupun non akademik, dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila dilakukan penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru.

Penggabungan beberapa PTS menjadi 1 (satu) PTS baru, akan berakibat sebagai berikut:

a. Semua aset (sarana, prasarana, kekayaan lain) dari beberapa Badan Penyelenggara yang PTS nya digabungkan, dapat dialihkan kepemilikannya atas nama Badan Penyelenggara yang akan mengelola PTS baru hasil penggabungan;

b. Status akreditasi dari program studi dan perguruan tinggi dapat tetap atau berubah sebagaimana

(12)

telah diuraikan di dalam angka 4 huruf b hal 23 ;

c. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang beberapa PTS yang bergabung menjadi 1 (satu) data dan informasi 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan;

d. Perubahan keputusan BAN-PT dan/atau LAM tentang status akreditasi dan/atau peringkat terakreditasi.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang penggabungan PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin penggabungan PTS yang diajukan Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola PTS hasil penggabungan. Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang penggabungan PTS dengan nama baru PTS.

f. Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain.

Penyatuan PTS adalah menyatukan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain, yang tidak mengakibatkan adanya PTS baru. Adapun badan penyelenggara yang mengelola PTS hasil penyatuan tersebut adalah :

1. Dalam hal 2 (dua) PTS atau lebih yang bersatu masing-masing dikelola oleh badan penyelenggara yang berbeda3, maka badan penyelenggara yang mengelola PTS hasil penyatuan tersebut adalah:

a. Salah satu badan penyelenggara dari salah satu PTS yang bersatu; atau

b. Badan penyelenggara baru sebagai hasil penyatuan dari 2 (dua) atau lebih badan penyelenggara yang mengelola PTS yang bersatu;

2. Dalam hal 2 (dua) PTS atau lebih yang bersatu dikelola oleh 1 (satu) badan penyelenggara yang sama, maka badan penyelenggara yang mengelola PTS hasil penyatuan tersebut adalah badan penyelenggara yang semula.

Terdapat berbagai alasan suatu Badan Penyelenggara mengajukan izin penyatuan 2 (dua) atau lebih PTS, yang masing-masing dikelola oleh Badan Penyelenggara yang berbeda atau sama, antara lain:

a. Dalam hal terdapat kebutuhan dan/atau untuk pemenuhan syarat jumlah program studi dalam rumpun ilmu untuk suatu bentuk perguruan tinggi4.

b. Terdapat kesamaan visi PTS pada beberapa PTS, sehingga penyatuan beberapa PTS tersebut oleh 1 (satu) Badan Penyelenggara akan meningkatkan akselerasi perwujudan visi PTS yang disatukan;

c. Beberapa PTS yang dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama atau berbeda tidak memiliki kemampuan lagi, baik secara akademik maupun non akademik, dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila beberapa PTS tersebut disatukan;

d. Untuk meningkatkan mutu, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan beberapa PTS.

Penyatuan 1 (satu) PTS atau lebih ke dalam 1 (satu) PTS lain, baik masing-masing dikelola oleh Badan Penyelenggara yang sama atau berbeda, akan berakibat sebagai berikut:

a. Dalam hal penyatuan 1 (satu) atau lebih PTS yang dikelola oleh 1 (satu) atau lebih Badan Penyelenggara ke dalam 1 (satu) Badan Penyelenggara yang mengelola 1 (satu) PTS, Badan Penyelenggara yang menyatukan PTS yang dikelolanya harus mengalihkan status kepemilikan semua aset (sarana, prasarana, kekayaan lain) menjadi atas nama Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan PTS;

b. Status akreditasi dari program studi dan perguruan tinggi tetap atau berubah sebagaimana telah diuraikan di dalam angka 4 huruf b hal 23 ;

c. Data dan informasi di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) harus diubah dari data dan informasi tentang beberapa PTS yang menyatukan diri menjadi 1 (satu) data dan informasi dari

3Masing-masing badan penyelenggara dapat saja mengelola lebih dari 1 (satu) PTS

4 Contoh: PTS yang terkena ketentuan wajib memenuhi kembali jumlah dan jenis program studi non STEM untuk suatu

(13)

1 (satu) PTS hasil penyatuan;

d. Perubahan keputusan BAN-PT dan/atau LAM tentang status akreditasi dan/atau peringkat terakreditasi.

Sebelum Menristekdikti menerbitkan keputusan tentang penyatuan PTS, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK dan Dikti akan mengevaluasi permohonan izin penyatuan PTS yang diajukan Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola PTS hasil penyatuan. Setelah semua persyaratan dan prosedur dipenuhi, Menristekdikti akan menerbitkan keputusan tentang penyatuan PTS dengan nama baru PTS.

2. Persyaratan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta

2.1. Persyaratan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta terdiri atas:

a. Badan Penyelenggara telah memenuhi legalitas, yaitu:

1. memiliki akta notaris pendirian Badan Penyelenggara beserta segala perubahannya (jika pernah dilakukan perubahan) dengan mencantumkan salah satu tujuan Badan Penyelenggara, yaitu menyelenggarakan pendidikan/pendidikan formal/pendidikan tinggi;

2. memiliki keputusan dari pejabat yang berwenang tentang pengesahan Badan Penyelenggara sebagai badan hukum, misalnya Keputusan Menkumham untuk Yayasan;

b. Memenuhi syarat minimum akreditasi program studi (jika perubahan PTS tersebut memerlukan pembukaan program studi baru) dan syarat minimum akreditasi perguruan tinggi sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

c. Program Diploma yang akan dibuka di dalam Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi:

• Program Diploma yang diselenggarakan Universitas, paling banyak 20 (dua puluh) persen dari jumlah Program Sarjana;

• Program Diploma yang diselenggarakan Institut, paling banyak 30 (tiga puluh) persen dari jumlah Program Sarjana;

• Program Diploma yang diselenggarakan Sekolah Tinggi paling banyak 30 (tiga puluh) persen dari jumlah Program Sarjana.

Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi yang akan membuka program diploma tidak menyelenggarakan Program Studi yang sama dengan Program Studi pada Program Diploma di Politeknik dan/atau Akademi di dalam kota atau kabupaten tempat Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi tersebut berada;

d. Dalam hal Program Studi yang akan dibuka (jika perubahan PTS tersebut memerlukan

pembukaan program studi baru) merupakan jenis pendidikan vokasi, maka badan

penyelenggara pengusul Program Studi tersebut harus bekerja sama dengan dunia usaha dan/atau dunia industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kerjasama tersebut antara lain:

• pemanfaatan tenaga ahli;

• pemanfaatan fasilitas dan laboratorium; dan/atau

• tempat magang dari dunia usaha dan/atau dunia industri;

e. Kurikulum disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

f. Dosen paling sedikit berjumlah 5 (lima) orang untuk 1 (satu) program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dengan kualifikasi:

1. paling rendah berijazah:

a) magister, magister terapan, atau yang setara untuk program diploma; dan b) magister atau yang setara untuk program sarjana;

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan program studi yang akan dibuka;

(14)

3. bersedia bekerja penuh waktu sesuai dengan Ekuivalen Waktu Mendidik Penuh (EWMP), yaitu perhitungan beban kerja Dosen setara dengan jam mendidik atau jam kerja di bidang Tridharma Perguruan Tinggi secara penuh, yaitu minimum 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per minggu;

4. belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional atau Nomor Induk Dosen Khusus, atau jika telah memiliki NIDN/NIDK dari program studi lain di PTS yang mengusulkan perubahan, dengan tetap mempertahankan nisbah dosen dan mahasiswa pada program studi yang ditinggalkan;

5. Nisbah dosen dan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada angka 4:

a) 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 45 (empat puluh lima) mahasiswa untuk rumpun ilmu agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, dan/atau rumpun ilmu terapan (bisnis, pendidikan, keluarga dan konsumen, olahraga, jurnalistik, media massa dan komunikasi, hukum, perpustakaan dan permuseuman, militer, administrasi publik, dan pekerja sosial); dan

b) 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 30 (tiga puluh) mahasiswa untuk rumpun ilmu alam, rumpun ilmu formal, dan/atau rumpun ilmu terapan (pertanian, arsitektur dan perencanaan, teknik, kehutanan dan lingkungan, kesehatan, dan transportasi);

6. bukan guru yang telah memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan;

7. bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan

8. bukan Aparatur Sipil Negara;

g. Tenaga Kependidikan paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang untuk melayani setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani Perpustakaan, dengan kualifikasi:

1. paling rendah berijazah Diploma Tiga;

2. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan

3. bersedia bekerja penuh waktu selama 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per minggu;

h. Lahan untuk kampus PTS yang akan didirikan memiliki luas paling sedikit: 1. 10.000 (sepuluh ribu) m2 untuk Universitas;

2. 8.000 (delapan ribu) m2 untuk Institut;

3. 5.000 (lima ribu) m2 untuk Sekolah Tinggi, Politeknik, atau Akademi;

(15)

i. Telah tersedia sarana dan prasarana terdiri atas:

1. Ruang kuliah paling sedikit 1 (satu) m2 per mahasiswa;

2. Ruang dosen tetap paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

3. Ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

4. Ruang perpustakaan paling sedikit 200 (dua ratus) m2 termasuk ruang baca yang harus

dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah mahasiswa;

5. Ruang laboratorium, komputer, dan sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai kebutuhan setiap Program Studi;

6. Buku paling sedikit 200 (dua ratus) judul per program studi sesuai dengan bidang keilmuan pada program studi; kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Peringatan

Persyaratan huruf a dan huruf f merupakan persyaratan mutlak, artinya apabila kedua persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka usul akan tetap dievaluasi tetapi tidak akan diproses lebih lanjut.

Pengecualian:

1. Dalam hal luas lahan untuk kampus PTS sebagaimana dimaksud pada huruf h di atas tidak dapat dipenuhi, Menteri dapat menentukan berdasarkan luas bangunan;

2. Dalam hal lahan dan/atau prasarana untuk kampus PTS sebagaimana dimaksud dalam huruf h

dan huruf i di atas belum dapat dipenuhi, Badan Penyelenggara dapat menggunakan lahan dan/atau prasarana atas nama pihak lain berdasarkan perjanjian sewa menyewa lahan dengan ketentuan sebagai berikut:

a) luas lahan sebagaimana dicantumkan pada huruf h di atas; b) perjanjian sewa menyewa dibuat di hadapan notaris;

c) perjanjian sewa menyewa lahan memuat hak opsi, yaitu hak prioritas membeli lahan tersebut apabila lahan dijual oleh pemegang hak atas lahan;

d) jangka waktu sewa paling lama 10 (sepuluh) tahun kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Persyaratan Untuk Setiap Jenis Usul

Jenis Usul

Persyaratan

a

b

c

d

e

f

g

h

i

J

Perubahan Nama

PTS Alasan tertulis perubahan nama Pindah Lokasi PTS

Perubahan Bentuk PTS

(16)

2.2. Persyaratan untuk penggabungan PTS terdiri atas:

a.

Masing-masing Badan Penyelenggara yang mengelola beberapa PTS yang akan digabungkan telah memenuhi legalitas, yaitu:

1) memiliki akta notaris pendirian Badan Penyelenggara beserta segala perubahannya (jika pernah dilakukan perubahan);

2) memiliki keputusan dari pejabat yang berwenang tentang pengesahan Badan Penyelenggara sebagai badan hukum, misalnya Keputusan Menkumham untuk Yayasan;

b.

Program studi pada PTS yang akan digabungkan hanya program studi yang paling sedikit memiliki status dan peringkat terakreditasi minimum;

c.

Masing-masing PTS yang akan digabungkan telah melaporkan penyelenggaraan pendidikan tinggi ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti);

d.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, kurikulum masing-masing program studi baru yang akan dibuka dalam PTS baru telah disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

e.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, dosen paling sedikit berjumlah 5 (lima) orang untuk setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana pada PTS baru hasil penggabungan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dengan kualifikasi paling rendah berijazah:

1) magister, magister terapan, atau yang setara untuk program diploma; 2) magister atau yang setara untuk program sarjana;

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan program studi yang akan dibuka di PTS baru hasil penggabungan;

f.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, dosen pada program studi yang akan dibuka pada PTS hasil penggabungan:

1) memenuhi usia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat diterima sebagai dosen pada program studi yang akan dibuka;

2) bersedia bekerja penuh waktu sesuai dengan Ekuivalen Waktu Mendidik Penuh (EWMP), yaitu perhitungan beban kerja Dosen setara dengan jam mendidik atau jam kerja di bidang Tridharma Perguruan Tinggi secara penuh, yaitu minimum 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per minggu;

3) belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atau Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK), atau jika telah memiliki NIDN/NIDK dari program studi lain di PTS baru hasil penggabungan, harus tetap mempertahankan nisbah dosen dan mahasiswa pada program studi yang ditinggalkan;

4) Nisbah dosen dan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada angka 3):

c) 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 45 (empat puluh lima) mahasiswa untuk rumpun ilmu agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, dan/atau rumpun ilmu terapan (bisnis, pendidikan, keluarga dan konsumen, olahraga, jurnalistik, media massa dan komunikasi, hukum, perpustakaan dan permuseuman, militer, administrasi publik, dan pekerja sosial); dan

d) 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 30 (tiga puluh) mahasiswa untuk rumpun ilmu alam, rumpun ilmu formal, dan/atau rumpun ilmu terapan (pertanian, arsitektur dan perencanaan, teknik, kehutanan dan lingkungan, kesehatan, dan transportasi);

5) bukan guru yang telah memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK);

6) bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan

7) bukan Aparatur Sipil Negara;

(17)

1) paling rendah berijazah Diploma Tiga;

2) berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan

3) bersedia bekerja penuh waktu selama 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per minggu;

h. Lahan untuk kampus PTS yang akan didirikan memiliki luas paling sedikit: 1. 10.000 (sepuluh ribu) m2 untuk Universitas;

2. 8.000 (delapan ribu) m2 untuk Institut;

3. 5.000 (lima ribu) m2 untuk Sekolah Tinggi, Politeknik, atau Akademi;

dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai atas nama Badan Penyelenggara, sebagaimana dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai.

i. Telah tersedia sarana dan prasarana terdiri atas:

1. Ruang kuliah paling sedikit 1 (satu) m2 per mahasiswa;

2. Ruang dosen tetap paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

3. Ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

4. Ruang perpustakaan paling sedikit 200 (dua ratus) m2 termasuk ruang baca yang harus

dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah mahasiswa;

5. Ruang laboratorium, komputer, dan sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai kebutuhan setiap Program Studi;

6. Buku paling sedikit 200 (dua ratus) judul per program studi sesuai dengan bidang keilmuan pada program studi; kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Peringatan

Persyaratan huruf a dan huruf e merupakan persyaratan mutlak, artinya apabila kedua persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka usul penggabungan PTS akan tetap dievaluasi tetapi tidak akan diproses lebih lanjut.

a) luas lahan sebagaimana dicantumkan pada huruf h di atas; b) perjanjian sewa menyewa dibuat di hadapan notaris;

c) perjanjian sewa menyewa lahan memuat hak opsi, yaitu hak prioritas membeli lahan tersebut apabila lahan dijual oleh pemegang hak atas lahan;

d) jangka waktu sewa paling lama 10 (sepuluh) tahun kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

e) letak lahan untuk perguruan tinggi swasta hasil penggabungan dapat berada di luar 1 (satu) kecamatan.

2.3. Persyaratan untuk penyatuan PTS terdiri atas:

a.

Badan Penyelenggara yang akan menyatukan PTS yang dikelolanya dan yang akan menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, telah memenuhi legalitas, yaitu:

1) memiliki akta notaris pendirian Badan Penyelenggara beserta segala perubahannya (jika pernah dilakukan perubahan);

(18)

b.

Program studi pada PTS yang akan disatukan hanya program studi yang paling sedikit memiliki status dan peringkat terakreditasi minimum;

c.

Masing-masing PTS yang akan disatukan telah melaporkan penyelenggaraan pendidikan tinggi ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti);

d.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, kurikulum masing-masing program studi baru yang akan dibuka dalam PTS hasil penyatuan telah disusun berdasarkan kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan tinggi;

e.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, dosen paling sedikit berjumlah 5 (lima) orang untuk setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana pada PTS hasil penyatuan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dengan kualifikasi paling rendah berijazah:

1) magister, magister terapan, atau yang setara untuk program diploma; 2) magister atau yang setara untuk program sarjana;

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan program studi yang akan dibuka di PTS hasil penyatuan;

f.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, dosen pada program studi yang akan dibuka pada PTS hasil penyatuan:

1) memenuhi usia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat diterima sebagai dosen pada program studi yang akan dibuka;

2) bersedia bekerja penuh waktu sesuai dengan Ekuivalen Waktu Mendidik Penuh (EWMP), yaitu perhitungan beban kerja Dosen setara dengan jam mendidik atau jam kerja di bidang Tridharma Perguruan Tinggi secara penuh, yaitu minimum 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per minggu;

3) belum memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atau Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK), atau jika telah memiliki NIDN/NIDK dari program studi lain di PTS hasil penyatuan, harus tetap mempertahankan nisbah dosen dan mahasiswa pada program studi yang ditinggalkan;

4) Nisbah dosen dan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada angka 3):

1. 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 45 (empat puluh lima) mahasiswa untuk rumpun ilmu agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, dan/atau rumpun ilmu terapan (bisnis, pendidikan, keluarga dan konsumen, olahraga, jurnalistik, media massa dan komunikasi, hukum, perpustakaan dan permuseuman, militer, administrasi publik, dan pekerja sosial); dan

2. 1 (satu) dosen berbanding paling banyak 30 (tiga puluh) mahasiswa untuk rumpun ilmu alam, rumpun ilmu formal, dan/atau rumpun ilmu terapan (pertanian, arsitektur dan perencanaan, teknik, kehutanan dan lingkungan, kesehatan, dan transportasi);

5) bukan guru yang telah memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK); 6) bukan pegawai tetap pada instansi lain; dan

7) bukan Aparatur Sipil Negara;

g.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, tenaga kependidikan pada program studi yang akan dibuka pada PTS hasil penyatuan, paling sedikit berjumlah 3 (tiga) orang untuk melayani setiap program studi pada Program Diploma atau Program Sarjana, dan 1 (satu) orang untuk melayani Perpustakaan PTS hasil penyatuan, dengan kualifikasi:

1) paling rendah berijazah Diploma Tiga;

2) berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan

3) bersedia bekerja penuh waktu selama 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam per minggu;

h. Lahan untuk kampus PTS yang akan didirikan memiliki luas paling sedikit: 1. 10.000 (sepuluh ribu) m2 untuk Universitas;

2. 8.000 (delapan ribu) m2 untuk Institut;

(19)

dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai atas nama Badan Penyelenggara, sebagaimana dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai.

i. Telah tersedia sarana dan prasarana terdiri atas:

1. Ruang kuliah paling sedikit 1 (satu) m2 per mahasiswa;

2. Ruang dosen tetap paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

3. Ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 (empat) m2 per orang;

4. Ruang perpustakaan paling sedikit 200 (dua ratus) m2 termasuk ruang baca yang harus

dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah mahasiswa;

5. Ruang laboratorium, komputer, dan sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai kebutuhan setiap Program Studi;

6. Buku paling sedikit 200 (dua ratus) judul per program studi sesuai dengan bidang keilmuan pada program studi; kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Peringatan

Persyaratan huruf a dan huruf h merupakan persyaratan mutlak, artinya apabila kedua persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka usul akan tetap dievaluasi, tetapi tidak akan diproses lebih lanjut.

Pengecualian:

a) luas lahan sebagaimana dicantumkan pada huruf h di atas; b) perjanjian sewa menyewa dibuat di hadapan notaris;

c) perjanjian sewa menyewa lahan memuat hak opsi, yaitu hak prioritas membeli lahan tersebut apabila lahan dijual oleh pemegang hak atas lahan;

d) jangka waktu sewa paling lama 10 (sepuluh) tahun kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

e) letak lahan untuk perguruan tinggi swasta hasil penyatuan dapat berada di luar 1 (satu) kecamatan.

3. Dokumen

3.1. Jenis Dokumen (kecuali dokumen penggabungan PTS dan Penyatuan PTS yang dikemukakan dalam

angka 3.2 dan angka 3.3.)

Dokumen yang memuat persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. di atas dibuat dengan format pdf yang harus diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id secara lengkap,

benar, dan jelas terbaca.

Dokumen yang dimaksud terdiri atas (disusun sesuai urutan di bawah ini):

a.

Surat permohonan perubahan PTS sesuai jenis usul yang disusun oleh Badan Penyelenggara dialamatkan kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

b.

Rekomendasi tertulis dari Kopertis atau Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 Dikti) di wilayah PTS sesuai jenis usul;

c.

Akta Notaris Pendirian Badan Penyelenggara sesuai jenis usul, beserta semua perubahan Akta Notaris Pendirian yang pernah dilakukan. Khusus untuk usul alih kelola, penggabungan, penyatuan, dan pemecahan PTS terdapat 2 (dua) atau lebih Akta Notaris Pendirian Badan Penyelenggara, yaitu dari Badan Penyelenggara yang melakukan perubahan dan Badan Penyelenggara yang menerima perubahan;

(20)

e.

Surat Keputusan Mendikbud, Mendiknas, atau Kemristekdikti tentang Izin Pendirian PTS dan Izin pembukaan setiap program sesuai jenis usul, kecuali untuk pendirian PTS baru dan pembukaan program studi pada pendirian PTS baru;

f.

Sertifikat status lahan calon kampus PTS atas nama Badan Penyelenggara, atau perjanjian

sewa menyewa lahan dengan hak opsi yang dibuat di hadapan notaris untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun, sesuai jenis usul;

g.

Perjanjian antara Badan Penyelenggara dengan setiap calon dosen tetap tentang kesediaan calon dosen tetap tersebut untuk membuat perjanjian kerja sebagai dosen tetap dengan jumlah jam kerja selama 40 (empat puluh) jam per minggu, apabila izin perguruan tinggi dan/atau program studi, sesuai jenis usul dikabulkan;

h.

Instrumen akreditasi institusi perguruan tinggi dari BAN-PT sesuai jenis usul, yang sudah diisi

oleh Badan Penyelenggara, beserta semua Lampirannya;

i.

Instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara (satu Instrumen untuk setiap program studi), beserta semua Lampirannya;

j.

Laporan Keuangan untuk periode 2 tahun terakhir yang disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sesuai jenis usul;

k.

Surat bukti kepemilikan dana Badan Penyelenggara sesuai jenis usul; dan

l.

Perjanjian kerja sama antara badan penyelenggara dengan dunia usaha dan/atau dunia industri sebagaimana dimaksud pada poin 2.1 huruf d, untuk setiap program studi jenis pendidikan vokasi yang diusulkan.

Format beberapa dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l

dapat dilihat dalam Lampiran.

Perhatian:

Badan Penyelenggara bertanggungjawab atas kebenaran data dan informasi yang dimuat dalam semua Dokumen di atas. Badan Penyelenggara yang memberikan data dan informasi yang tidak benar dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 242 ayat (1) juncto ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dokumen Untuk Setiap Jenis Usul (kecuali dokumen penggabungan PTS dan Penyatuan PTS

yang dikemukakan dalam angka 3.2 dan angka 3.3.)

Catatan: 1)*Untuk setiap program studi jenis pendidikan vokasi yang diusulkan.

(21)

3.2. Dokumen Untuk Penggabungan PTS

Dokumen yang harus diserahkan untuk memenuhipersyaratan yang dimaksud pada angka 2.2. di atas dibuat dengan format pdf dan harus diunggah ke laman: silemkerma.ristekdikti.go.id.

Dokumen untuk usul penggabungan PTS terdiri atas:

a.

Akta Notaris pendirian masing-masing Badan Penyelenggara yang menggabungkan diri, beserta semua perubahan Akta Notaris Pendirian yang pernah dilakukan;

b.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan masing-masing Badan Penyelenggara yang menggabungkan diri sebagai badan hukum;

c.

Surat permohonan penggabungan beberapa PTS menjadi 1 (satu) PTS baru yang disusun bersama oleh beberapa Badan Penyelenggara yang akan menggabungkan PTS yang dikelolanya dan dialamatkan kepada Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti;

d.

Surat Keputusan Mendikbud, Mendiknas, atau Menristekdikti tentang Izin Pendirian masing PTS yang akan digabungkan dan Izin pembukaan setiap program studi pada masing-masing PTS yang akan digabungkan;

e.

Sertifikat status lahan calon kampus PTS baru atas nama Badan Penyelenggara yang akan bergabung, atau Perjanjian sewa menyewa lahan antara beberapa Badan Penyelenggara yang akan bergabung dengan pemegang status hak atas lahan paling lama sampai dengan 21 Desember 2035 (jika memerlukan luas lahan tambahan);

f.

Instrumen akreditasi BAN-PT untuk penggabungan (jika terjadi perubahan bentuk PTS), yang

sudah diisi oleh beberapa Badan Penyelenggara yang akan menggabungkan PTS yang dikelolanya, beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

g.

Dalam hal PTS baru memerlukan penambahan program studi baru, instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM yang sudah diisi oleh beberapa Badan Penyelenggara yang akan menggabungkan PTS yang dikelolanya (satu Instrumen untuk setiap program studi), beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

h.

Rekomendasi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) di wilayah calon PTS baru hasil penggabungan tentang:

1) tingkat kejenuhan berbagai program studi baru di dalam PTS baru;

2) tingkat keberlanjutan PTS baru tersebut jika diberi izin penggabungan oleh Pemerintah;

3) kelengkapan dan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen setiap program studi yang akan dibuka dalam PTS baru (dalam hal memerlukan penambahan program studi); dan

i.

Akta Notaris penggabungan beberapa badan penyelenggara menjadi 1 (satu) Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan (jika PTS hasil penggabungan dikelola oleh Badan Penyelenggara Baru);

j.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan Badan Penyelenggara baru hasil penggabungan sebagai badan hukum (jika PTS hasil penggabungan dikelola oleh Badan Penyelenggara Baru);

Format beberapa dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf

a

sampai dengan huruf

j

dapat dilihat dalam Lampiran.

Perhatian:

Beberapa Badan Penyelenggara yang akan menggabungkan PTS yang dikelolanya bertanggung-jawab atas kelengkapan dan kebenaran data serta informasi yang dimuat dalam semua dokumen di atas. Pengurus Badan Penyelenggara tersebut yang memberikan data dan informasi yang tidak benar dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 242 ayat (1) juncto ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

3.3. Dokumen Untuk Penyatuan PTS

Dokumen yang harus diserahkan untuk memenuhipersyaratan yang dimaksud pada angka 2.3. di

(22)

Dokumen untuk usul penyatuan PTS terdiri atas:

a.

Akta Notaris pendirian masing-masing Badan Penyelenggara yang akan menyatukan PTS yang dikelolanya dan yang menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, beserta semua perubahan Akta Notaris tersebut yang pernah dilakukan;

b.

Surat Keputusan dari pihak yang berwenang tentang pengesahan semua Badan Penyelenggara yang dimaksud pada huruf a sebagai badan hukum;

c.

Surat permohonan penyatuan beberapa PTS menjadi 1 (satu) PTS yang disusun oleh Badan Penyelenggara yang akan menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, dan dialamatkan kepada Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti;

d.

Surat Keputusan Mendikbud, Mendiknas, atau Menristekdikti tentang Izin Pendirian masing-masing PTS yang akan disatukan dan Izin pembukaan setiap program studi pada masing-masing-masing-masing PTS yang disatukan;

e.

Sertifikat status lahan calon kampus PTS yang akan disatukan atas nama Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan atau atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, atau perjanjian sewa menyewa lahan antara Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan dengan pemegang status hak atas lahan paling lama sampai dengan 21 Desember 2035 ;

f.

Instrumen akreditasi BAN-PT untuk penyatuan PTS (jika terjadi perubahan bentuk PTS), yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya, beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

g.

Dalam hal PTS hasil penyatuan memerlukan penambahan program studi baru, instrumen akreditasi pembukaan program studi dari BAN-PT/LAM yang sudah diisi oleh Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan, atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya (satu Instrumen untuk setiap program studi), beserta semua Lampiran yang diwajibkan;

h.

Laporan Keuangan untuk periode 2 tahun terakhir yang disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari:

• Badan Penyelenggara yang akan menyerahkan pengelolaan PTS dan Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan; atau

• Badan Penyelenggara akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya menjadi satu PTS; dan

i.

Rekomendasi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) di wilayah calon PTS hasil penyatuan tentang:

1) tingkat kejenuhan berbagai program studi baru di dalam PTS baru;

2) tingkat keberlanjutan PTS baru tersebut jika diberi izin penggabungan oleh Pemerintah; 3) kelengkapan dan kualifikasi akademik 6 (enam) calon dosen setiap program studi yang akan

dibuka dalam PTS baru (dalam hal memerlukan penambahan program studi).

j.

Akta Notaris penggabungan beberapa badan penyelenggara menjadi 1 (satu) Badan Penyelenggara baru yang akan mengelola 1 (satu) PTS baru hasil penggabungan (jika PTS hasil penyatuan dikelola oleh Badan Penyelenggara Baru);

(23)

Format beberapa dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf k dapat dilihat dalam Lampiran.

Perhatian:

Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan atau Badan Penyelenggara yang akan menyatukan beberapa PTS yang dikelolanya bertanggungjawab atas kebenaran data dan informasi yang dimuat dalam semua Dokumen di atas. Pengurus Badan Penyelenggara yang menerima penyatuan yang memberikan data dan informasi yang tidak benar dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 242 ayat (1) juncto ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

4. Insentif Untuk Penggabungan dan Penyatuan PTS

Agar penguatan mutu PTS melalui penggabungan PTS dan penyatuan PTS dapat diwujudkan, maka terdapat insentif berupa pengecualian terhadap beberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam berbagai Peraturan Menristekdikti, yaitu:

a. Pengusulan penggabungan PTS dan penyatuan PTS secara digital atau online dapat diajukan sesuai jadwal, untuk kemudian diproses sesuai urutan tanggal pengunggahan usul penggabungan PTS atau penyatuan PTS (first in first out/FIFO) ke laman silemkerma.ristekdikti.go.id;

b. Jika untuk penggabungan PTS dan penyatuan PTS terdapat program studi non STEM yang diperlukan, maka dapat dilakukan dengan cara:

• mencari PTS yang memiliki program studi non STEM untuk digabungkan atau disatukan dalam rangka penggabungan PTS atau penyatuan PTS tersebut; atau

• membuka program studi non STEM yang dibutuhkan agar penggabungan PTS dan penyatuan PTS dapat dilakukan, meskipun pada saat ini sedang dilakukan moratorium pembukaan program studi non STEM;

(24)

d. Dalam hal akan dilakukan penggabungan PTS dan penyatuan PTS, ternyata keberadaan lahan untuk kampus dan sarana PTS hasil penggabungan PTS atau penyatuan PTS belum memenuhi syarat yang ditentukan oleh ketentuan peraturan Perundang-undangan, maka dapat diberikan pengecualian sebagai berikut:

• luas lahan dengan diskresi Menristekdikti;

• lokasi dapat terletak di luar wilayah 1 (satu) kecamatan;

• perjanjian sewa menyewa lahan dan/atau sarana dibuat di hadapan notaris, dengan memuat hak opsi, yaitu hak prioritas membeli lahan tersebut apabila lahan dijual oleh pemegang hak atas lahan sebelum masa sewa berakhir;

• jangka waktu sewa menyewa lahan paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak perjanjian sewa menyewa ditandatangani;

• jangka waktu sewa menyewa sarana paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak Permenristek tentang Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, serta Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta ditandatangani.

sesuai dengan keputusan yang ditetapkan Badan Akreditasi Nasional

(25)

e. Penggabungan PTS dan penyatuan PTS dapat dilakukan antar PTS yang berada dalam wilayah koordinasi lebih dari satu LL Dikti, dengan memberitahukan dan/atau memohon rekomendasi dari Kepala LL Dikti setempat;

f. Jika usul penggabungan PTS dan penyatuan PTS tersebut mengakibatkan program studi tertentu harus diselenggarakan di wilayah kabupaten/kota yang tidak berbatasan langsung dengan kampus utama PTS hasil penggabungan atau penyatuan, maka program studi tersebut dapat diberi status sebagai Program Studi Di luar Kampus Utama (PSDKU), dengan mengecualikan keberadaan program studi sejenis di kampus utama PTS hasil penggabungan atau penyatuan; g. Jika usul penggabungan PTS dan penyatuan PTS tersebut mengakibatkan terdapat program studi

keagamaan yang berada di bawah pembinaan Kementerian Agama, atau terjadi penggabungan dan penyatuan PT Keagamaan ke PTS, maka penggabungan dan penyatuan PT Keagamaan termasuk program studi tersebut dapat dialihkan menjadi PTS termasuk program studi di dalam PTS hasil penggabungan dan penyatuan, dengan syarat harus mendapatkan surat izin pengalihan Perguruan Tinggi Keagamaan dan program studi tersebut dari Kementerian Agama;

h. Jika usul penggabungan PTS dan penyatuan PTS tersebut mengakibatkan jumlah program pendidikan vokasi melebihi batas maksimal dan larangan lokasi sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:

• Program Diploma yang diselenggarakan Universitas, paling banyak 20 (dua puluh) persen dari jumlah Program Sarjana;

• Program Diploma yang diselenggarakan Institut, paling banyak 30 (tiga puluh) persen dari jumlah Program Sarjana;

• Program Diploma yang diselenggarakan Sekolah Tinggi paling banyak 30 (tiga puluh) persen dari jumlah Program Sarjana;

• Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi yang akan membuka program diploma tidak menyelenggarakan Program Studi yang sama dengan Program Studi pada Program Diploma di Politeknik dan/atau Akademi di dalam kota atau kabupaten tempat Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi tersebut berada;

maka PTS hasil penggabungan atau penyatuan tersebut dibebaskan dari ketentuan tentang program pendidikan vokasi sebagaimana dikemukakan di atas.

5. Prosedur

5.1. Prosedur perubahan nama, perubahan lokasi, perubahan bentuk, dan pengalihan pengelolaan PTS (kecuali prosedur penggabungan PTS dan Penyatuan PTS yang dikemukakan dalam angka 5.2 dan angka 5.3.)

Prosedur perubahan nama, perubahan lokasi, perubahan bentuk, dan pengalihan pengelolaan, dilakukan secara daring (on-line) melalui laman silemkerma.ristekdikti.go.id.

Prosedur pengajuan usul sebagai berikut:

a.

Badan Penyelenggara membuat Surat Permohonan izin sesuai jenis usul kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

b.

Badan Penyelenggara meminta rekomendasi L2 Dikti secara tertulis sesuai jenis usul. L2 Dikti memberi rekomendasi apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

▪ rekam jejak Badan Penyelenggara PTS sesuai jenis usul;

▪ tingkat kejenuhan berbagai program studi yang akan dibuka sesuai jenis usul;

▪ tingkat keberlanjutan PTS tersebut jika diberi izin oleh Menristekdikti sesuai jenis usul;

▪ keberadaan dan pemenuhan kualifikasi akademik 5 (lima) calon dosen untuk setiap program studi, sesuai jenis usul;

▪ keberadaan lahan calon kampus sebagaimana dimaksud pada angka 3.1. huruf e;

c.

Badan Penyelenggara menyiapkan dan menyusun dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3.1. ;

d.

Badan Penyelenggara mengunggah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3.1. sesuai urutan di atas dengan format pdf, ke laman silemkerma.ristekdikti.go.id;

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada variabel 3 dengan ukuran diameter bell yang paling besar, partikel batu bara berbenturan dengan wall sebelum menumbuk permukaan layer dolomite

Harry tak menutup mata, sebagai perusahaan bahan peledak yang sepenuhnya dimiliki negara, perusahaan tak hanya semata mengejar profit, namun bagaimana menjadikan PT Dahana

Pada sesi wawancara dengan CNBC Trump menyatakan bahwa meskipun dia telah menunjuk Powell sebagai “orang yang tepat” untuk memimpin the Fed, tetap dia tidak menyetujui

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Harga Saham pada

  Keenam   model   tersebut   meliputi: Perawatan  Masyarakat,  Pengorganisasian  Masyarakat  dan  Pembangunan  Masyarakat  pada  gugus profesional;;  dan  Aksi

rasa tanggung jawab dalam diri siswa karena secara tidak langsung siswa. harus melaksanakan tugas sesuai

eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu.. perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang diilakukan pelanggan

Dekan Fakultas Bahasa dan seni universitas Negeri Yogyakarta menugaskan/memberikan izin kepada.. Keperluan : Sebagai peserta Forbildungs Seminar zu Berufsperkspekhven des