• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Malcolm Provus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Program Malcolm Provus"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Program Malcolm Provus – DEM

(DISCREPANCY EVALUATION MODEL)

Beberapa kali surving untuk menemukan berbagai hal tentang Model Evaluasi Kesenjangan Provus menyuguhkan penjelasan yang sedikit, apalagi yang menggunakan bahasa Inggris, begitupula dengan buku karya-karyanya. Namun demikian, saya berusaha sedikit demi sedikit untuk memberikan beberapa informasi terkait dengan model evaluasi program tersebut. Semoga dapat membantu, baik itu untuk keilmuan saya ataupun bagai para pembaca budiman.

Model Kesenjangan (Discrepancy)

Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut.

Standar adalah: kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan dengan hasil yang efektif. Penampilan adalah: sumber, prosedur, manajemen dan hasil nyata yang tampak ketika program dilaksanakan.

Langkah Langkah dalam Evaluasi Kesenjangan

Langkah langkah atau tahap tahap yang dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan adalah sebagai berikut:

1. Pertama : Tahap Penyusunan Desain. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan

a. Merumuskan tujuan program

b. Menyiapkan murid, staf dan kelengkapan lain

c. Merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator berkonsultasi dengan pengembangan program. Contoh rumusan standar:

“Keberhasilan Program KPSM yang distandarkan adalah 70 % Warga Belajar meningkat pendapatannya dan ketrampilannya.

2. Kedua : Tahap Penetapan Kelengkapan Program Yaitu melihat apakah kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan

a. Meninjau kembali penetapan standar b. Meninjau program yang sedang berjalan

c. Meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai. 3. Ketiga : Tahap Proses (Process)

Dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut tahap “mengumpulkan data dari pelaksanaan program”.

4. Keempat : Tahap Pengukuran Tujuan (Product)

Yakni tahap mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini adalah .apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya?”

(2)

5. Kelima : Tahap Pembandingan (Programe Comparison)

Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka (ia) dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Kemungkinannya adalah a. Menghentikan program b. Mengganti atau merevisi c. Meneruskan d. Memodifikasi tujuannya.

Kunci dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

DISCREPANCY EVALUATION MODEL

Pendekatan lain yang banyak dipengaruhi pemikiran Tyler dikembangkan Provus berdasarkan pada tugas-tugas evaluasi di sebuah sekolah umum di Pittsburgh, Pensylvania. Provus (1973) memandang penilaian sebagai proses pengelolaan informasi berkelanjutan yang dirancang memberi pelayanan sebagai the watchdog of program management’dan the handmaiden of administration in the management of program development trough sound decision making .

Walaupun nampak adanya pendekatan manajemen dalam pemikiran Provus, tetapi tradisi Tyler lebih dominan. Hal ini dapat dilihat dari definisi evaluasi yang ia kembangkan. Menurut Provus, evaluasi adalah proses: 1) menyetujui berdasarkan standar (istilah lain yang digunakan secara bergantian dengan istilah tujuan), 2) menentukan apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek program dengan standar kinerja yang ditetapkan; 3) menggunakan informasi tentang kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan sebagai bahan untuk meningkatkan mengelola, atau mengakhiri program atau salah satu aspek dari program tersebut.

Pendekatan yang diperkenalkan Provus ini dinamakan Discrepancy Evaluation Model. Pendekatan ini memperkenalkan pelaksanaan evaluasi dengan langkah-langkah yang perlu dilakukan, meliputi:

1. Definisi 2. Instalasi 3. Proses 4. Produk

5. Analisis Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Analysis)

Dalam tahap definisi, focus kegiatan dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses atau aktifitas, serta pengalokasian sumberdaya dan partisipan untuk melakukan aktifitas dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Provus, program pendidikan merupakan system dinamis yang meliputi inputs (antecedent), proses, dan outputs (juga outcomes). Standar atau harapan-harapan yang ingin dicapai ditentukan untk masing-masing komponen tersebut. Standar ini merupakan tujuan program yang kemudian menjadi criteria dalam kegiatan penilaian yang dilakukan.

Selama tahap instalasi, rancangan program digunakan sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional program. Seorang evaluator perlu mengembangkan seperangkat tes kongruensi untuk mengidentifikasi tiap kesenjangan antara instalasi program atau aktifitas yang diharapkan dan yang actual. Hal ini perlu untuk meyakinkan bahwa program telah diinstal sesuai dengan rancangan yang ditetapkan.

(3)

Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak rancangan program yang sama dioperasionalkan oelh guru-guru dengan aktifitas yang berbeda-beda.

Pada tahap proses, evaluasi difokuskan pada upaya bagaimana memperoleh data tentang kemajuan para peserta program, untuk menentukan apakah perilakunya berubah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Jika ternyata tidak, maka perlu dilakukan perubahan terhadap aktifitas-aktiaitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan perlaku tersebut.

Selama tahap produk, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah tujuan akhir program tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak terminal (immediate outcomes) dan dampak jangka panjang (long term-outsomes). Dengan pemikiran ini ia mendorong evaluator untuk tidak hanya mengevaluasi hasil berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu mengadakan studi lanjut sebagai bagian dari evaluasi.

Tahap lainnnya yang ditawarkan Provus adalah analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), dimana hasil-hasil yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini menjadi sangat urgen dalam keadaan sumber daya (khususnya biaya) pembangunan pendidikan yang sangat terbatas (limited resources).

Apapun kesenjangan yang ditemukan melalui evaluasi, Provus menganjurkan agar pemecahan masalah dilakukan secara kooperatif antara evaluator dengan staf pengelola program. Proses kerjasama yang dilakukan antara lain membicarakan tentang: 1) mengapa ada kesenjangan, 2) upaya perbaikan apa yang mungkin dilakukan, 3) upaya mana yang paling baik dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Selama tahun 1950-an sampai awal 1960-an, pendekatan berorientasi tujuan sangat kuat digunakan dalam rangka evaluasi dan pengembangan kurikulum. Taba (1962) seorang ahli yang beraliran Tyler (Tylerian) mengemukakan langkah-langkah pengembangan kurikulum sebagai berikut: 1) mendiagnosis kebutuhan, 2) memformulasikan tujuan-tujuan, 3) memilih materi/ isi, 4) mengorganisasikan materi/ isi, 5) memilih pengalaman belajar, 6) megorganisasikan pengalaman belajar, 7) menentukan apa dan bagaimana evaluasi akan dilakukan. Beberapa ahli pendidikan (seperti: Gideonse, 1969; Popham, 1973) telah banyak memelopori penggunaan pendekatan berorientasi tujuan, sementara ahli lainnya (missal: Atkin, 1968) memandang bahwa spesifikasi tujuan berupa perilaku tidak banyak membantu pengembangan atau evaluasi kurikulum.

——————————————

1.

Discrepancy Model

(dikembangkan oleh Malcom Provus).

Provus mendefinisikan evaluasi sebagai alat untuk membuat pertimbangan (judgement) atas kekurangan dan kelebihan suatu objek berdasarkan diantara standar dan kinerja. Model ini juga dianggap menggunakan pendekatan formatif dan berorientasi pada analisis system. Standar dapat diukur dengan menjawab pertanyaan bagaimana program berjalan. Sementara pencapaiannya ada;ah lebih kepada apakah yang sebenarnya terjadi. Evaluator hanya boleh membantu dengan membentuk dan menjelaskan peranan standar dan pencapaian.

Dalam model evaluasi ini, kebanyakan informasi yang diperoleh berbeda dan dikumpulkan dengan beberapa cara, yaitu (Azizi, 2008):

(4)

1) Merencanakan bentuk penilaian, menentukan kemantapan suatu program.

2) Penilaian input, bertujuan membantu pihak pengurus dengan memastikan sumber yang diperlukan mencukupi.

3) Proses penilaian, memastikan aktivitas yang dirancang berjalan dengan lancer dan memiliki mutu seperti yang diharapkan.

4) Penilaian hasil, judgement di tahap pencapaian suatu hasil yang direncanakan.

Menurut Provus evaluasi adalah untuk membangun dan affirmatif, tidak untuk menghakimi. Model Evaluasi Discrepancy/ Pertentangan ( Provus, 1971) adalah suatu model evaluasi program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum evaluasi. Kapan saja kita sedang mencoba untuk mengevaluasi sesuatu, ditekankan bahwa kita harus mempunyai pemahaman tepat dan jelas atas hal yang dievaluasi, untuk menetapkan standar.

Model ini merupakan suatu prosedur problem-solving untuk mengidentifikasi kelemahan (termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk mengambil tindakan korektif. Di dalam kasus suatu sistem yang kompleks seperti suatu proyek, obyek evaluasi bisa belum jelas dan sukar untuk dipahami. Klarifikasi obyek evaluasi obyek adalah sangat perlu untuk membuat evaluasi terlaksana.

Dengan model ini, proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai cara memfasilitasi perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada waktu yang sama mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di masa depan. Argumentasi Provus, bahwa semua program memiliki daur hidup (life cycle). Karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas evaluasi banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya.

1. Dalam definition stage (tahap definisi), staf program mengorganisir a) gambaran tujuan, proses, atau aktivitas dan kemudian b) menggambarkan sumber daya yang diperlukankan. Harapan atau standar ini adalah dasar dimana evaluasi berkelanjutan tergantung.

2. Dalam installation stage (langkah instalasi), desain/ definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal program. Gagasannya adalah untuk menentukan sama dan sebangun, sudah atau tidaknya program telah diterapkan sebagaimana desainnya.

3. Dalam product stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan program. Gagasannya adalah untuk memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau efek.

4. Dalam product stage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa yang membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome. Dalam tahap 4 ini pertanyaannya adalah “Apakah sasaran program telah dicapai?” Harapannya adalah untuk merencanakan

follow up jangka panjang pemahaman atas dampak.

5. (optional) tahap cost-benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil dengan yang dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.

(5)

Pada masing-masing empat tahap perbandingan standard dengan capaian program untuk menentukan bila ada pertentangan. Penggunaan informasi pertentangan selalu mengarah pada satu dari empat pilihan:

1. Dilanjutkan ke tahap berikutnya bila tidak ada pertentangan.

2. Jika terdapat pertentangan, kembali mengulang tahap yang ada setelah merubah standar program.

3. Jika tahap 2 tidak bisa terpenuhi, kemudian mendaur ulang kembali ke langkah 1– tahap definisi program, untuk menggambarkan kembali program tersebut, kemudian memulai evaluasi pertentangan lagi pada tahap 1.

4. Jika tahap 3 tidak bisa terpenuhi pilihannya adalah mengakhiri program.

1. Discrepancy Model (dikembangkan oleh Malcom Provus).

Provus mendefinisikan evaluasi sebagai alat untuk membuat pertimbangan (judgement) atas kekurangan dan kelebihan suatu objek berdasarkan diantara standar dan kinerja. Model ini juga dianggap menggunakan pendekatan formatif dan berorientasi pada analisis system. Standar dapat diukur dengan menjawab pertanyaan bagaimana program berjalan. Sementara pencapaiannya ada;ah lebih kepada apakah yang sebenarnya terjadi. Evaluator hanya boleh membantu dengan membentuk dan menjelaskan peranan standar dan pencapaian.

Dalam model evaluasi ini, kebanyakan informasi yang diperoleh berbeda dan dikumpulkan dengan beberapa cara, yaitu (Azizi, 2008):

1)Merencanakan bentuk penilaian, menentukan kemantapan suatu program.

2)Penilaian input, bertujuan membantu pihak pengurus dengan memastikan sumber yang diperlukan mencukupi.

3) Proses penilaian, memastikan aktivitas yang dirancang berjalan dengan lancer dan memiliki mutu seperti yang diharapkan.

4)Penilaian hasil, judgement di tahap pencapaian suatu hasil yang direncanakan.

Menurut Provus evaluasi adalah untuk membangun dan affirmatif, tidak untuk menghakimi. Model Evaluasi Discrepancy/ Pertentangan ( Provus, 1971) adalah suatu model evaluasi program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum evaluasi. Kapan saja kita sedang mencoba untuk mengevaluasi sesuatu, ditekankan bahwa kita harus mempunyai pemahaman tepat dan jelas atas hal yang dievaluasi, untuk menetapkan standar.

Model ini merupakan suatu prosedur problem-solving untuk mengidentifikasi kelemahan (termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk mengambil tindakan korektif. Di dalam kasus suatu sistem yang kompleks seperti suatu proyek, obyek evaluasi bisa belum jelas dan sukar untuk dipahami. Klarifikasi obyek evaluasi obyek adalah sangat perlu untuk membuat evaluasi terlaksana.

Dengan model ini, proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai cara memfasilitasi perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada waktu yang sama mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di masa depan. Argumentasi Provus, bahwa semua program memiliki daur hidup (life cycle). Karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas evaluasi banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya.

(6)

1. Dalam definition stage (tahap definisi), staf program mengorganisir a) gambaran tujuan, proses, atau aktivitas dan kemudian b) menggambarkan sumber daya yang diperlukankan. Harapan atau standar ini adalah dasar dimana evaluasi berkelanjutan tergantung.

2.Dalam installation stage (langkah instalasi), desain/ definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal program. Gagasannya adalah untuk menentukan sama dan sebangun, sudah atau tidaknya program telah diterapkan sebagaimana desainnya.

3.Dalam product stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan program. Gagasannya adalah untuk memperhatikan kemajuan kemudian menentukan dampak awal, pengaruh, atau efek.

4.Dalam product stage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa yang membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome. Dalam tahap 4 ini pertanyaannya adalah “Apakah sasaran program telah dicapai?" Harapannya adalah untuk merencanakan follow up jangka panjang pemahaman atas dampak.

5. (optional) tahap cost-benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil dengan yang dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.

Pada masing-masing empat tahap perbandingan standard dengan capaian program untuk menentukan bila ada pertentangan. Penggunaan informasi pertentangan selalu mengarah pada satu dari empat pilihan:

1.Dilanjutkan ke tahap berikutnya bila tidak ada pertentangan.

2. Jika terdapat pertentangan, kembali mengulang tahap yang ada setelah merubah standar program.

3.Jika tahap 2 tidak bisa terpenuhi, kemudian mendaur ulang kembali ke langkah 1– tahap definisi program, untuk menggambarkan kembali program tersebut, kemudian memulai evaluasi pertentangan lagi pada tahap 1.

4.Jika tahap 3 tidak bisa terpenuhi pilihannya adalah mengakhiri program.

EVALUASI PROGRAM MENGGUNAKAN MODEL

“DISCREPANCY” PROVUS

Tatang M. Amirin. Edisi 15 Januari 2013

Dalam dunia pendidikan evaluasi itu setidaknya ada dua macam. Pertama evaluasi

pendidikan yang biasanya lebih mengkhusus pada evaluasi hasil belajar murid/mahasiswa.

Kedua, evaluasi program, program lembaga pendidikan (kadang orang menuliskan evaluasi program pendidikan–tentu bisa berbeda konotasinya). Kedua macam evaluasi itu berbeda jauh. Evaluasi pendidikan itu mengevaluasi (assess) program pendidikan (program belajar-mengajar). Tegasnya mengevaluasi apakah program (proses) pendidikan telah berjalan dengan baik. Yang dijadikan tolok ukur (standar) utamanya lazimnya “kepahaman” murid atau mahasiswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari. Tentu bisa juga yang dievaluasi itu proses pendidikannya (pelaksanaan PBM/KBM–sudah berjalan baik atau tidak). Evaluasi program (lembaga pendidikan) berbeda objek atau sasarannya; yang dievaluasi adalah program (rencana kerja) lembaga pendidikan.

Masih ada lagi evaluasi yang bukan evaluasi pendidikan dan program lembaga pendidikan, yaitu evaluasi lembaga pendidikan itu sendiri, lazimnya bersifat administratif. Akreditasi sekolah dan perguruan tinggi yang dievaluasi itu kelembagaannya (organisasi atau

(7)

tatapamongnya, perencanaan program, personilnya, sarana prasarananya, administrasi pelaksanaan kegiatan akademik, dan sebagainya). Evaluasinya menggunakan standar tertentu. Jadi, yang menajdi tujuan evaluasi adalah sudahkah lembaga itu memenuhi standar yang ditentukan.

Untuk melakukan evaluasi program lembaga pendidikan itu ada banyak model yang bisa digunakan, salah satunya (yang dianggap relatif sederhana untuk dilakukan) adalah evaluasi ketidaksesuaian (discrepancy) yang dikembangkan oleh Malcolm Provus.

Tidak sedikit yang sulit memahami konsep yang ditawarkan Provus, sehingga pada saat menerapkannya menjadi tidak pas atau salah sama sekali. Oleh karena itu, mudah-mudahan tepat, dalam tulisan ini akan dicoba dijelaskan model dimaksud.

Seperti umumnya evaluasi, yang jadi pegangan mengevaluasi adalah patokan atau standar yang telah ditentukan. Evaluasi pendidikan (hasil belajar) standarnya bisa hanya berupa benar atau salah. Misalnya mengerjakan soal Matematika. Jika murid bisa menjawab benar sekian persen dari soal, maka dikatakanlah bahwa pendidikan (pengajaran–dan kegiatan belajar murid) gagal atau berhasil. Keberhadilan atau kegagalan itu pun pakai standar pula, misalnya 75% sudah dianggap berhasil. Di Indonesia sekarang digunakan istilah kkm (kriteria ketuntasan minimal). Maksudnya kriteri (patokan, standar) untuk menentukan apakah murid sudah “tuntas” menguasai materi pelajaran (mastery) dengan menetapkan “batas minimal” sekian persen dari keseluruhan materi yang diajarkan/dipelajari.

Ihwal standar ini pada saat melakukan evaluasi program memang menjadi bahan perdebatan, karena tidak mudah menetapkannya, tetapi bagaimanapun harus ditetapkan terlebih dahulu. Sekolah bertaraf internasional (ketika masih “hidup”), misalnya, secara kelembagaan dapat dikatakan memenuhi persyaratan (ketentuan) jika misalnya guru-gurunya sudah sekian persen lulusan minimal S2.

Sasaran (Objek) Evaluasi Discrepancy

Discrepancy itu dimaksudkan ketidaksesuaian (bukan kesenjangan, atau perbedaan–memang

perbedaan, tetapi maknanya beda!). Yang dimaksudkan adalah ketidaksesuaian, ketidakselarasan antara dua hal yang seharusnya, idealnya, harapannya, sama (“A

discrepancy exists between things which ought to be the same”). Sinonimnya “incongruity,

disagreement, discordance, contrariety, variance.”

Objek sasaran evaluasi program (lembaga pendidikan, misalnya) dengan menggunakan model dicrepancy Provus itu ada lima aspek (kadang ada yang menyebutnya cuma empat), yaitu sebagai berikut.

1. Design (rancangan; program design). Yang dimaksud adalah ranncangan kegiatan atau program kerja. Oleh karena itu ada yang menyebutnya dengan program definition (penetapan program). Yang dievaluasi mengenainya adalah ada tidaknya unsur input, proses, dan output (sesuatu itu–lahan, personil, sarana prasarana, sumber daya–sekarang berkeadaan seperti apa, mau diproses dengan cara bagaimana, agar menjadi seperti apa). “Diteliti-evaluasi” kemudian kekomprehensifan dan kosistensi (keselarasan) internal rancangan tersebut.

2. Installation (program installation; penyediaan perangkat-perlengkapan yang dibutuhkan program). Agar program bisa dilaksanakan, lembaga pembuat program itu tentu harus

(8)

menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukungnya. Jadi, yang dievaluasi adalah ketepatan berbagai sumber daya, perangkat dan perlengkapan yang tersedia untuk pelaksanaan program. Jika diprogramkan meningkatkan kemampuan mahasiswa mengajar, misalnya, apakah sudah “disiapkan” tempat latihan mengajar yang baik.

3. Process (program process). Yang dimaksud adalah proses pelaksanaan program. Di dalamnya termasuk kepemimpinan dan penugasan-penugasan (instruction). Yang dievaluasi adalah keterkaitan (kegayutan) antara sesuatu yang akan diubah, dibangun, dikembangkan dsb. dengan kegiatan (proses) untuk mengubah, membangun, mengembangkannya. Jika diharapkan sekian orang staf bisa studi lanjut, maka proses yang gayut adalah “menyiapkan” mereka untuk bisa studi lanjut, misalnya meningkatkan kemampuan bahasa Ingggris, meningkatkan penguasaan metodologi penelitian dan penulisan karya ilmiah, bukan “menugaskan studi lanjut.”

4. Product (program product, hasil program). Yang dievaluasi adalah efektivitas desain atau rancangan program; tegasnya apakah tujuan atau target program bisa tercapai.

5. Cost (biaya, pengeluaran). Yang dimaksud adalah implikasi (kemanfaatan) sosial politik ekonomi apa yang diharapkan bisa tergapai dari pelaksanaan program tersebut.

Untuk setiap tahapan (stage) tersebut ada standar kriteria tertentu yang telah ditetapkan untuk mengevaluasinya. Mengevaluasinya, dengan demikian, secra sederhana hanya dengan membandingkan “apa yang nyata terjadi” dengan standarnya (ada ketidaksesuaian, diskrepansi, ataukah tidak).

Dari hasil evaluasi itu pilihan tindak lanjutnya salah satu dari empat berikut. 1. Jika tidak ada diskrepansi, lanjut ke tahap evaluasi berikut.

2. Jika ada diskrepansi, ulangi evaluasi lagi pada tahap yang sekarang dilakukan jika sudah ada perubaha, entah pada standarnya, atau pada pelaksanaannya.

3. Jika pilihan kedua tidak bisa dipenuhi, balik lagi ke tahap pertama (perumusan program) untuk menyusun ulang program, lalu melakukan evaluasi ulang pada tahap 1 tersebut.

4. Jika pilihan ketiga itu tidak bisa dipenuhi, maka tiada pilihan lain selain menghentikan program.

Nah, jadi jangan sampai salah menggunakan berbagai model evaluasi. Jika ingin mengevaluasi lembaga, lembaganya yang akan dievaluasi, misalnya sudahkah memenuhi standar sebagai sekolah berstandar nasional, gunakan standar evaluasi lembaga. Jika yang akan dievaluasi hasil kegiatan belajar-mengajar, gunakanlah model-model evaluasi hasil belajar. Model diskrepansi (DEM-discrepancy evaluation model) tepatnya digunakan untuk evaluasi program lembaga, termasuk lembaga pendidikan. Jika program pendidikan (KBM/PBM) akan dievaluasi juga, yang dievaluasi program dan pelaksanaan programnya itu, bukan hasil belajar peserta didik.

(9)

3. Model Provus (Discrepancy Evaluation Model)

Provus (1973) memandang penilaian sebagai proses pengelolaan informasi berkelanjutan yang dirancang memberi pelayanan sebagai the watchdog of program

management’dan the handmaiden of administration in the management of program development trough sound decision making.

Walaupun nampak adanya pendekatan manajemen dalam pemikiran Provus, tetapi tradisi Tyler lebih dominan. Hal ini dapat dilihat dari definisi evaluasi yang ia kembangkan. Menurut Provus, evaluasi adalah proses: 1) menyetujui berdasarkan standar (istilah lain yang digunakan secara bergantian dengan istilah tujuan), 2) menentukan apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek program dengan standar kinerja yang ditetapkan; 3) menggunakan informasi tentang kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan sebagai bahan untuk meningkatkan mengelola, atau mengakhiri program atau salah satu aspek dari program tersebut.

Pendekatan yang diperkenalkan Provus ini dinamakan Discrepancy Evaluation Model. Pendekatan ini memperkenalkan pelaksanaan evaluasi dengan langkah-langkah yang perlu dilakukan, meliputi:

1) Definisi

Dalam tahap definisi, focus kegiatan dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses atau aktifitas, serta pengalokasian sumberdaya dan partisipan untuk melakukan aktifitas dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Provus, program pendidikan merupakan system dinamis yang meliputi inputs (antecedent), proses, dan outputs (juga

outcomes). Standar atau harapan-harapan yang ingin dicapai ditentukan untk masing-masing

komponen tersebut. Standar ini merupakan tujuan program yang kemudian menjadi criteria dalam kegiatan penilaian yang dilakukan

2) Instalasi

Selama tahap instalasi, rancangan program digunakan sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional program. Seorang evaluator perlu mengembangkan seperangkat tes kongruensi untuk mengidentifikasi tiap kesenjangan antara instalasi program atau aktifitas yang diharapkan dan yang actual. Hal ini perlu untuk meyakinkan bahwa program telah diinstal sesuai dengan rancangan yang ditetapkan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak rancangan program yang sama dioperasionalkan oelh guru-guru dengan aktifitas yang berbeda-beda.

(10)

Pada tahap proses, evaluasi difokuskan pada upaya bagaimana memperoleh data tentang kemajuan para peserta program, untuk menentukan apakah perilakunya berubah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Jika ternyata tidak, maka perlu dilakukan perubahan terhadap aktifitas-aktiaitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan perlaku tersebut.

4) Produk

Selama tahap produk, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah tujuan akhir program tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak terminal (immediate outcomes) dan dampak jangka panjang (long term-outsomes). Dengan pemikiran ini ia mendorong evaluator untuk tidak hanya mengevaluasi hasil berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu mengadakan studi lanjut sebagai bagian dari evaluasi.

5) Analisis biaya-manfaat

Tahap lainnnya yang ditawarkan Provus adalah analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), dimana hasil-hasil yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini menjadi sangat urgen dalam keadaan sumber daya (khususnya biaya) pembangunan pendidikan yang sangat terbatas (limited resources).

Apapun kesenjangan yang ditemukan melalui evaluasi, Provus menganjurkan agar pemecahan masalah dilakukan secara kooperatif antara evaluator dengan staf pengelola program. Proses kerjasama yang dilakukan antara lain membicarakan tentang: 1) mengapa ada kesenjangan, 2) upaya perbaikan apa yang mungkin dilakukan, 3) upaya mana yang paling baik dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka (ia) dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Kemungkinannya adalah a. Menghentikan program b. Mengganti atau merevisi c. Meneruskan d. Memodifikasi tujuannya.

Kunci dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yang dilakukan secara pendekatan sistem melalui identifikasi input, proses, output, maupun outcome telah

Evaluasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yang dilakukan secara pendekatan sistem melalui identifikasi input, proses, output, maupun outcome telah

Instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) merujuk pada delapan SNP, yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

Menurut Stufflebeam dalam Arikunto Dan Jabar (2010:1) mendefinisikan bahwa “Evaluasi Merupakan Penggambaran Proses, Mencari Dan Memberikan Informasi Yang Berguna Untuk

Menurut Stake (1975: 13) setidaknya terdapat dua model dominan evaluasi; Pertama, evaluasi yang menekankan pada kebakuan dan struktur yang ketat, Fokus evaluasi ini

Penelitian ini menggunakan model evaluasi berorientasi pada tujuan ( goal-oriented) yang dikembangkan oleh Ralph Winfred Tyler. Data dikumpulkan dengan menggunakan

Pendekatan dalam evaluasi dampak program & aksi pemberdayaan Masyarakat Pelaksanaan evaluasi terhadap dampak program bertujuan untuk menilai seberapa jauh tingkat efekti!itas

Karakteristik evaluasi model discrepancy yaitu proses untuk 1 menyetujui standar yang digunakan untuk tujuan, 2 menentukan apakah ada perbedaan antara kinerja dari beberapa aspek