• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Mahasiswa dan Budaya Akademik Perguruan Tinggi

Peguruan tinggi merupakan wahana tenaga ahli yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan kepada pembangunan. Perguruan tinggi sebagai wadah untuk menciptakan kader-kader pemimpin bangsa memerlukan suatu pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan instansi non-pendidikan. Hal ini karena dalam perguruan tinggi berkumpul orang-orang berilmu dan bernalar (Artawan, 2004). Lingkungan akademik perguruan tinggi adalah ruang lingkup tempat proses belajar dan tempat berlangsungnya visi dan misi perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi (Kurniawan 2005). Di dalam lingkungan akademik terdapat beberapa komponen, yaitu dosen, mahasiswa, manajemen peguruan tinggi dan sarana untuk mendukung kegiatan perkuliahan.

Salah satu komponen dalam perguruan tinggi adalah mahasiswa. Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai peserta didik yang terdaftar secara sah dan belajar di perguruan tinggi (Kurniawan, 2005). Sejalan dengan hal tersebut, maka Takwin (2008) juga mendefinisikan mahasiswa sebagai calon pembaharu, calon cendekiawan dan calon penyangga keberlangsungan hidup masyarakat. Tiga hal itu menjadi tujuan yang akan dicapai oleh mahasiswa melalui perguruan tinggi. Hal tersebut merupakan dasar bagi penentuan kualitas-kualitas psikologis apa yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa. Tujuan-tujuan itu juga menjadi dasar pertimbangan bagi penentuan kegiatan-kegiatan apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh mahasiswa.

Menurut Kurniawan (2005) budaya akademik sebagi suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Pemilikan budaya akademik seharusnya menjadi keinginan semua insan akademik, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi

(2)

mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik setinggi-tingginya. Bagi mahasiswa faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik adalah terprogramnya kegiatan belajar, giat untuk memburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, aktif organisasi dan sebagainya (Purwanto, 2000). Melalui aktivitas seperti itu diharapkan budaya mutu dapat dikembangkan secara bertahap dan menjadi kebiasaan dalam perilaku mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruan tinggi.

2.1.2 Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi orang dewasa” (Hurlock, 2005). Remaja merupakan masa peralihan antar masa anak dan masa dewasa, yakni antara 12 sampai 21 tahun (Gunarsa dan Gunarsa, 2006). Mengingat pengertian remaja, menunjukkan ke masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya. Masa remaja mulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik, yakni pada umur 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada wanita dan pada laki-laki sedikit lebih tua. Saat berakhirnya masa remaja juga sulit ditentukan mengingat pengertian “mandiri” yang berbeda-beda. Masyarakat yang majemuk dengan kebudayaan dan peradaban yang tinggi memerlukan masa remaja yang panjang untuk menjalani semua persiapan pendewasaan agar mampu hidup “mandiri”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja masa kini bisa mencapai masa dewasa pada umur 20 tahun atau 21 tahun.

Monks dan Knoers (1998) mengemukakan suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 sampai 21 tahun dengan pembagiannya sebagai berikut:

1. Usia 12-15 tahun termasuk ke dalam masa remaja awal,

2. Usia 15-18 tahun termasuk ke dalam masa remaja pertengahan dan, 3. Usia 18-21 tahun termasuk ke dalam masa remaja akhir.

(3)

Sarwono (2002) mengelompokkan remaja menjadi dua tahap yang didasarkan pada usia tahap perkembangan masa remaja yaitu: (1) Tahap remaja awal (14-17 tahun untuk laki-laki dan 13-17 tahun untuk wanita) dengan ciri-ciri, yaitu status sosial belum jelas antara anak-anak dan dewasa, terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang pesat, masa peningkatan emosi, masa tidak stabil (cepat merasa bosan, sulit konsentrasi dan lain-lain), dan merasa banyak masalah; (2) Tahap remaja akhir (18-21 tahun untuk laki-laki dan wanita) dengan ciri-ciri yang lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir, mengalami pertumbuhan fisik yang lamban, bertambah realistis, meningkatnya kemampuan untuk memecahkan masalah, serta tidak terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang.

Mengacu kepada definisi beberapa ahli tersebut, maka mahasiswa dapat dikategorikan sebagai individu yang berada dalam fase remaja akhir dalam kategori perkembangan sosial. Hal ini karena usia mahasiswa yang pada umumnya berkisar antara 17-24 tahun. Ahmadi dan Sholeh (2005) mengemukakan bahwa individu pada usia mahasiswa berada dalam vitalitas optimum. Perkembangan intelektualnya berada pada taraf operasional formal, sehingga kemampuaan nalarnya tinggi dan dapat mengembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis mengenai hal yang abstrak dan hipotesis.

2.1.3 Karakteristik Remaja

Kurt Lewin (dalam Azwar, 2003) merumuskan suatu model hubungan perilaku (ranah psikomotor) yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E). Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan sosial dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan kemampuan individu, bahkan kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal ini terlihat pada individu yang bersifat submisif (lebih mengutamakan penerimaan lingkungan daripada keinginan pribadi).

(4)

Kemampuan seseorang untuk melakukan sebuah tindakan didorong oleh motif-motif untuk memenuhi kebutuhan, minat serta potensi yang ada pada diri individu tersebut. Motivasi sendiri didefinisikan sebagai suatu dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu (Slavin, 1991). Pengertian motivasi juga merujuk pada faktor-faktor yang terdapat dalam diri seseorang (seperti halnya kebutuhan, harapan dan minat) yang menggerakkan, memelihara, dan mengarahkan perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Huffman et.al, 1995). McClelland (1976) menyatakan bahwa dalam lingkungan akademis, tinggi rendahnya motivasi belajar seseorang cenderung dilihat dari prestasi atau nilai akademisnya. Nilai akademis inilah yang biasanya dijadikan alat untuk mengukur kemampuan peserta didik. Oleh karena itu motivasi belajar sering disamakan dengan motivasi berprestasi.

Adapun karakteristik yang berkaitan dengan kreativitas dan kompetensi mahasiswa menurut beberapa penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Jenis Kelamin

Tjahjoanggoro (1994) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa makin tua usia seseorang, maka makin tinggi derajat keberhasilan kegiatan yang dilakukannya karena pengalaman yang ia miliki. Selain itu disebutkan pula bahwa laki-laki cenderung memiliki kesuksesan dalam karir yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sejalan dengan ini Azzahra (2009) juga menyatakan bahwa kecenderungan laki-laki lebih besar dalam mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan dan Program Pengembangan Kewirausahaan. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk berwirausaha dikarenakan mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menyejahterakan kehidupannya.

2. Prestasi Akademik

Menurut Soekarwati et al. (1986), salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar adalah pendidikan. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang yang biasanya diukur melalui tes kemampuan seperti tes prestasi dan tes bakat. Tes Prestasi adalah tes yang dilakukan untuk mengukur

(5)

saat ini. Tes bakat adalah tes yang dilakukan untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang jika dilatih. Jahi (1988, dalam Malta, 2008) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki seseorang.

Salam (1997) mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Tes kemampuan yang biasanya dilakukan dalam lingkungan pendidikan biasanya berupa nilai prestasi akademik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki prestasi akademik yang baik berarti memiliki kemampuan kognitif yang baik pula. Prestasi akademik dengan demikian merupakan nilai yang dimiliki seseorang yang didapat melalui tes prestasi. Prestasi akademik dalam penelitian ini dibatasi pada jumlah indeks prestasi kumulatif remaja sampai pada saat penelitian ini dilakukan.

3. Pengalaman organisasi

Pengalaman organisasi merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan berorganisasi yang dialami seseorang selama terlibat dalam sebuah organisasi. Pengalaman dapat mengarahkan perhatian seseorang pada minat, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapinya (Batoa, 2007). Manalu (2009) menyatakan bahwa pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah.

Pengalaman organisasi dengan demikian dapat berupa jumlah kuantitatif, yaitu jumlah organisasi dan jumlah tahun yang dialami dan mempengaruhi tindakan seseorang dalam kehidupannya. Pengalaman organisasi dalam penelitian ini adalah jumlah organisasi dan lamanya waktu dalam tahun yang telah dialami individu dalam kegiatan berorganisasi

(6)

Selain ketiga karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya terdapat satu karakteristik lain yang berhubungan dengan kreativitas sehubungan dengan kompetensi yaitu motivasi berprestasi. Menurut McClelland (1976 dalam Hawadi, 2001), motivasi berprestasi adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang dengan titik berat pada bagaimana prestasi tersebut dicapai. Motif inilah yang mendorong individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu standar keunggulan tertentu. Motivasi dapat memberi arah dan tujuan pada kegiatan berprestasi serta mempertahankan kemampuan (ability) berprestasi dan mendorong mahasiswa untuk menyukai dan mengikuti program pengembangan kreativitas.

Motivasi merupakan keinginan untuk mengarahkan sekuat tenaga agar tercapai tujuan yang terorganisir, dilakukan melalui kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan individu (Robbins, 1996). Menurut Mc Clelland (1976 dalam Hawadi, 2001), kebutuhan manusia terdiri dari tiga macam, yaitu: 1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement)

Dorongan untuk mengungguli atau untuk mencapai sesuatu sesuai standar dan berusaha keras untuk sukses.

2. Kebutuhan berkuasa (need for power)

Kebutuhan untuk membuat orang lain patuh kepadanya dan tidak untuk sebaliknya.

3. Kebutuhan berafiliasi (need for affiliation)

Keinginan untuk mendapatkan persahabatan dan hubungan interpersonal yang erat.

Huffman et.al (1995) menyatakan bahwa kebutuhan berprestasi merupakan kebutuhan untuk mencapai kesuksesan, untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain, dan untuk menguasai tugas-tugas yang menantang. Beberapa karakteristik yang terdapat pada individu berprestasi antara lain:

1. Cenderung untuk menyukai tugas-tugas yang tingkat kesulitannya sewajarnya saja. Mereka menghindari tugas-tugas yang terlampau mudah karena mereka hanya menghadapi tangtangan atau kepuasan yang sedikit saja. Mereka juga

(7)

2. Cenderung untuk menyukai tugas-tugas yang hasilnya cukup jelas. Mereka mencari situasi dimana mereka dapat menerima umpan balik bagi kinerjanya. Mereka lebih suka menerima kritikan yang keras tetapi berasal dari orang yang kompeten daripada seorang teman tetapi tidak berbobot kritikannya. 3. Lebih menyukai untuk menangani pekerjaan dengan tanggungjawab sendiri.

Mereka dapat merasa puas manakala tugas itu dapat dikerjakan dengan baik. 4. Lebih menyukai pekerjaan atau tugas yang sulit.

5. Mampu melakukan pekerjaan lebih baik daripada orang lain.

Hawadi (2001) menyatakan bahwa secara umum, motif untuk berprestasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu (ekstrinsik) dan motivasi yang datang dari dalam individu itu sendiri (intrinsik). Pada kenyataannya, ada individu yang motif berprestasinya lebih bersifat intrinsik sedangkan individu lain lebih bersifat ekstrinsik. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor individual

Penelitian yang dilakukan Hawadi (2001) menunjukkan bahwa hanya individu yang mempersepsikan dirinya untuk berkompetensi dalam bidang akademik yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Individu tipe ini dikatakan lebih menyukai tugas yang menantang dan selalu berusaha mencari kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

2. Faktor situasional

Besar kecilnya jumlah individu dalam suatu kelompok berpengaruh terhadap pembentukan ragam motivasi mahasiswa. Kelompok besar cenderung bersifat formal, penuh persaingan dan kontrol. Situasi seperti ini cenderung menekankan pentingnya kemampuan bukan penguasaan bahan. Sebaliknya pada kelompok yang lebih kecil, individu akan merasa leluasa mengatur dirinya.

Harter (1981 dalam Hawadi, 2001) menyatakan tiga hal yang mempengaruhi motivasi berprestasi dalam kaitannya dengan kemampuan, yaitu:

(8)

1. Kompetensi yang dirasakan oleh individu. Hal ini dipengaruhi persepsinya tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap tingkat prestasi yang sesungguhnya. Semakin tinggi prestasi seseorang, maka semakin besar kompetensi yang dimilikinya.

2. Afek dalam kegiatan belajar di lingkungan universitas. Ada tiga afek yang berkaitan dengan mata pelajaran, pengajar dan lingkungan sosial belajar (teman sebaya).

3. Persepsi tentang kontrol. Individu dengan persepsi tentang kontrol internal mempunyai harapan tinggi untuk berhasil dan terdorong untuk bekerja keras. Individu tersebut yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung pada usaha sendiri.

Menurut beberapa definisi mengenai motivasi berprestasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang berasal dari dalam diri responden untuk mencapai prestasi. Dorongan tersebut kemudian akan menyebabkan individu akan berupaya untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuannya.

2.1.4 Teman Sebaya

Remaja juga merupakan golongan yang paling mudah mendapatkan pengaruh budaya karena emosi mereka yang masih labil. Menurut Hurlock (2005), dalam bersosialisasi, selain dengan keluarga, remaja juga bersosialisasi dengan kelompok teman sebaya. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman dalam kelompok. Mudah dimengerti apabila teman sebaya dapat mempengaruhi sikap, penampilan, minat, pembicaraan, perilaku dan kemampuan. Remaja cenderung memilih teman bermain yang mempunyai tingkah laku sama, khususnya yang berasal dari tempat tinggal dan sekolah, serta kebiasaan remaja yang sama. Trock (2003) menyatakan bahwa teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling mengenal satu sama lain dengan baik. Mansoer (2008) juga menjelaskan bahwa teman sebaya adalah individu lain yang membantu remaja menemukan identitas dan menyelesaikan konflik.

(9)

Gunarsa dan Gunarsa (2006) menyatakan bahwa salah satu ciri khas remaja adalah kecenderungan untuk membentuk kelompok dan kecenderungan melakukan kegiatan berkelompok. Karakter tersebut menjadi dasar bahwa remaja menyukai untuk melakukan kegiatan bersama dengan teman sebayanya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung sebagai berikut:

1. Kesamaan latar belakang

Mansoer (2008) menyatakan bahwa nilai yang umum dijadikan acuan atau dasar dalam memilih teman adalah nilai moral, penampilan fisik, status sosial, kepemimpinan dan kecerdasan. Monks dan Knoers (1998) juga menjelaskan bahwa, dalam perkembangan masa remaja terdapat gerakan memisahkan diri dari orang tua menuju ke arah teman-teman sebaya yang mengerti mereka dan berada dalam nasib yang sama. Kesamaan latar belakang ini menjadi penting karena remaja akan merasa nyaman berada dalam kelompok yang dirasakannya memiliki kesamaan nasib dan karakteristik sehingga mereka tidak merasa asing atau risih.

2. Kesamaan minat

Pada masa kanak-kanak, individu cenderung memilih teman untuk kegiatan bermain. Seiring perkembangannya remaja akan membentuk pengelompokkan baru yang sesuai dengan minatnya karena teman masa kanak-kanak dianggap tidak lagi dapat sejalan dengan mereka. Sejalan dengan pernyataan tersebut maka Hurlock (2005) menyatakan bahwa pada masa remaja, individu menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan kepadanya ia dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orangtua ataupun guru.

3. Dukungan

Penelitian yang dilakukan oleh Anawati (2003) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa remaja merasa nyaman berteman dengan kelompoknya karena mereka mendapatkan dukungan yang kuat baik secara fisik dan mental. Dukungan kelompok ini kemudian akan mengarah kepada solidaritas emosional. Berbagai wacana mengenai kenakalan remaja yang sering

(10)

diungkapkan menyatakan bahwa keterkaitan emosi yang berujung pada solidaritas inilah yang membuat sering terjadinya kasus kenakalan remaja. Hal ini karena dukungan kelompok akan mengarah pada solidaritas emosional yang meliputi perasaan pengertian, saling membutuhkan, merasa percaya dan aman, kemudian merasa dicintai dan diperhatikan, dihormati dan dihargai pendapatnya serta saling membantu.

Menurut penelitian yang dilakukan Pritini (2006) didapatkan hasil bahwa teman sebaya biasanya memberikan dukungan berupa dukungan semangat, dukungan fisik, dukungan ego, fungsi komparasi sosial, dan sumber kasih sayang. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya.

4. Sumber informasi

Hubungan dengan teman sebaya akan menjadi sangat penting karena mereka mulai melakukan gerakan melepaskan diri dari keluarga. Sifat dan karakteristik remaja yang mulai menuntut kebebasan dan senang melakukan eksperimen untuk mengembangkan kretivitas mengakibatkan mereka haus akan informasi dari lingkungan luar. Pritini (2006) dalam penelitiannya menunjukkan hampir semua remaja (92%) mendapat berbagai informasi tersebut dari teman.

5. Intensitas interaksi

Remaja menjalin persahabatan dengan teman sebaya dalam perkembangan sosialnya. Interaksi tersebut menjadi wadah bagi remaja untuk belajar kemampuan menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Interaksi sosial remaja dengan teman sebaya mengakibatkan seringkali keputusan yang mereka ambil merupakan hasil perbincangan antara mereka. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Mansoer (2008), mendapatkan hasil mengenai interaksi remaja, yakni rata-rata remaja berinteraksi dengan teman sebaya setiap hari 1 jam (5-6 jam/minggu) di luar sekolah.

Trock (2003) menjelaskan bahwa interaksi yang cukup sering antara remaja dan teman sebayanya dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif. Melalui interaksi teman sebayalah remaja belajar mengenai pola

(11)

hubungan timbal balik dan setara. Remaja menggali prinsip kejujuran dan keadilan dengan cara mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktivitas teman sebaya yang sedang berlangsung.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah individu dengan tingkat kedewasaan dan usia yang relatif sama dan saling mengenal baik.

2.1.5 Interaksi Sosial Teman Sebaya

Widayanti (2005) menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk individual dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individual mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan interaksi dengan dirinya sendiri, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Dorongan atau motif sosial pada manusia menyebabkan manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Oleh karena itulah terjadi interaksi sosial antara manusia dengan manusia yang lain. Menurut Bonner (2004 dalam Nisriyana, 2007), interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.

Beberapa uraian di atas dapat menunjukkan bahwa interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing- masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi. Soekanto (2002 dalam Nisriyana, 2007) menyatakan bahwa dalam kenyataan sehari-hari terdapat tiga bentuk interaksi sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kerja sama (Co-operation)

Kerja sama akan timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, mempunyai pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi

(12)

kepentingan-kepentingan tersebut. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

b. Persaingan (Competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai proses dimana perorangan atau kelompok bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada menjadi pusat perhatian umum dengan cara usaha-usaha menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

c. Pertentangan/pertikaian (Conflict)

Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Walaupun pertentangan merupakan proses disosiasif yang agak tajam, akan tetapi pertentangan sebagai salah satu bentuk proses sosial juga mempunyai fungsi positif bagi masyarakat.

Nisriyana (2007) menyatakan bahwa interaksi sosial sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks dimana dapat dibedakan beberapa faktor yang mendasarinya, yaitu imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a. Faktor Imitasi

Imitasi adalah proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui sikap, penampilan, gaya hidupnya, bahkan apa saja yang dimiliki orang lain (Rahman, 2000 dalam Nisriyana, 2007). Imitasi tidak lain adalah contoh mencontoh, tiru meniru, ikut mengikuti. Imitasi bukan menjadi dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel Tarde (dalam Gerungan, 2000), melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak (Gerungan, 2000).

(13)

mengakibatkan individu tersebut menjadi tidak berkembang dan menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis. Imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan dimana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, mereka melakukan dari apa yang mereka lihat. Adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia, yang mendangkalkan kehidupannya.

b. Faktor Sugesti

Sugesti dalam ilmu sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu (Gerungan, 2000). Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya kemudian diterima oleh pihak lain (Soekanto, 2002). Sugesti adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri, maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan.

Secara garis besar terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu sugesti karena hambatan berfikir, sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah, segesti karena otoritas, sugesti karena mayoritas dan sugesti karena “will to believe” (Gerungan, 2000).

c. Faktor Identifikasi

Identifikasi adalah upaya yang dilakukan seorang individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu lain yang ditirunya (Rahman, 2000 dalam Nisriyana, 2007). Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. (Gerungan, 2000).

Sebenarnya manusia itu, ketika masih belum cukup kuat memiliki norma, sikap-sikap, cita-cita atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia berada. Oleh karena itu manusia terus menerus menguatkan norma

(14)

dan cita-citanya itu, terutama di dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan situasi-situasi kehidupannya serba ragam.

d. Faktor Simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain (Gerungan, 2000). Di dalam proses simpati perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya (Soekanto, 2002). Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga pada proses identifikasi. Saling mempengaruhi dalam interaksi sosial yang berdasarkan simpati, jauh lebih mendalam akibatnya daripada yang terjadi atas dasar imitasi atau sugesti.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan saling pengaruh atau saling mengubah tingkah laku antara manusia. Apabila dikaitkan dengan faktor pendukung terbentuknya kelompok teman sebaya dan kecenderungan melakukan kegiatan berkelompok yang telah dijelaskan sebelumnya maka interaksi sosial yang terjadi antara remaja dan teman sebaya dapat dilihat melalui intensitas interaksi dan dukungan.

2.1.6 Kreativitas

Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain (Moustatis, 1967 dalam Citra, 2008). Menurut Hulbeck (1945, dalam Citra, 2008), tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Munandar, 2002). Campbell (1986) menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya:

(15)

1. Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan.

2. Berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan dan mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. 3. Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan

dapat dibuat di lain waktu.

Siagian (1986 dalam Mariani, 1995) juga menyatakan bahwa dengan kreativitas yang tinggi berarti seseorang dapat mengabstraksikan sesuatu sehingga dapat melihat sesuatu itu baik atau berbahaya, dapat melihat ke depan, lebih peka dan berani mengambil sikap tanpa ragu-ragu dan bertanggung jawab. Menurut Torrance (1988, dalam Citra 2008), kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek, yaitu:

1. Aspek Pribadi

Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan lingkungannya.

2. Aspek Pendorong

Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan.

3. Aspek Proses

Ditinjau sebagai proses, kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.

4. Aspek Produk

Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna.

Campbell (1986) menyatakan bahwa ciri-ciri kreativitas terdiri dari tiga kategori sebagai berikut:

1. Ciri-ciri pokok: kunci untuk melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan, cara baru dan penemuan.

(16)

2. Ciri-ciri yang memungkinkan: yang membuat mampu mempertahankan ide-ide kreatif, sekali sudah ditemukan tetap hidup.

3. Ciri-ciri sampingan: tidak langsung berhubungan dengan penciptaan atau menjaga agar ide-ide yang sudah ditemukan tetap hidup, tetapi kerap mempengaruhi perilaku orang-orang kreatif.

Ciri-ciri diatas kemudian sejalan dengan pernyataan Hawadi (2001) yang menyebutkan ciri-ciri kreativitas sebagai berikut:

1. Memiliki rasa ingin tahu yang mendalam. 2. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot.

3. Memberikan banyak gagasan, usul-usul terhadap suatu masalah . 4. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu. 5. Mempunyai/ menghargai rasa keindahan.

6. Menonjol dalam satu atau lebih bidang studi.

7. Dapat mencari pemecahan masalah dari berbagai segi. 8. Mempunyai rasa humor.

9. Mempunyai daya imajinasi (misalnya memikirkan hal-hal yang baru dan tidak biasa).

10. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah yang berbeda dengan orang lain (orisinil).

11. Kelancaran dalam menghasilkan bermacam-macam gagasan. 12. Mampu menghadapi masalah dari berbagai sudut pandangan.

Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

2.1.7 Kompetensi

Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor ini dikemukakan oleh Simpson (1956, dalam Huzaifah,

(17)

2009) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif.

Menurut Sofo (2003) istilah kemampuan didefinisikan sebagai apa yang diharapkan di tempat kerja dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, As’ad (2000) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual, seperti intelegensia, manual skill dan traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Selain itu kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (Sedarmayanti, 2003).

Kemampuan pada individu paling tidak ditentukan oleh tiga aspek kondisi dasar yaitu; kondisi sensoris dan kognitif, pengetahuan tentang cara respon yang benar dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do (As’ad, 2000). Kemampuan tersebut kemudian dapat dilihat dengan mengukur kompetensi yang sesuai dengan kriteria yang menjadi acuan.

Shellabear (2002 dalam Murfiani, 2006) menyatakan bahwa kompetensi adalah penerapan dari pengetahuan yang bersifat interpersonal, pembuatan keputusan dan keterampilan (psychomotor skills) yang diharapkan dalam menjalankan suatu peran. Pendapat tersebut sesuai dengan definisi dari Cooper dan Graham (2001 dalam Murfiani, 2006) yang menyatakan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan atau kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan.

(18)

Secara lebih mendalam Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi dalam tiga bagian yaitu:

1. Karakteristik pokok atau mendasar dimana kompetensi hampir dapat dipastikan sudah ada dan menjadi bagian dari kepribadian seseorang sehingga dapat diperkirakan perilaku seseorang dalam berbagai situasi dan tugas-tugas pekerjaan. Kompetensi ini dapat mengindikasikan seseorang dalam cara berpikir, berperilaku dan pandangan tentang berbagai situasi. Terdapat lima tipe dari kompetensi ini, yaitu motivasi, ciri atau sifat, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Tiga tipe kompetensi yang pertama merupakan kompetensi yang ada dalam diri seseorang tetapi tidak terlihat secara nyata (tersembunyi) dan dua tipe terakhir dapat dilihat secara nyata. 2. Kompetensi dapat menyebabkan atau memperkirakan perilaku dan kinerja

seseorang. Melalui perilaku seseorang dapat diketahui kompetensi yang ada pada dirinya.

3. Kriteria sebagai acuan perlu ada untuk dipergunakan dalam menilai pekerjaan yang dilakukan dengan baik atau buruk.

Beberapa pendapat mengenai kompetensi tersebut memperlihatkan bahwa kompetensi selalu mengandung kemampuan yang didalamnya mencakup adanya pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menjalankan suatu peran. Dikaitkan dengan teori belajar menurut Benyamin Bloom (1972 dalam Murfiani, 2006), maka Murfiani (2006) menyatakan bahwa kompetensi belajar seseorang dapat terbagi dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Domain kognitif diartikan sebagai kompetensi mengembangkan intelektual yang berkaitan dengan pengetahuan yang menyangkut tentang konsespsi dan fakta.

2. Domain afektif diartikan sebagai kompetensi untuk menerima nilai-nilai dan menjadikannya sebagai dasar melakukan suatu kegiatan.

3. Domain psikomotorik diartikan sebagai kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik dari sejumlah bagian tubuh manusia, terutama tangan untuk

(19)

Menurut Irrianto (1995), seseorang dapat dikategorikan sebagai individu yang “kompeten” hanya jika dia memiliki kemampuan untuk menangani suatu tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itulah konsep kompetensi setidaknya meliputi tiga persoalan, yaitu:

2. Sebuah kerangka acuan dasar dimana kompetensi dikonstruksikan dengan melibatkan pengukuran standar yang diakui oleh kalangan yang relevan. Hal ini mengindikasikan terjadinya kesepadanan antara kemampuan individu dengan standar yang ditetapkan oleh pengguna.

3. Kompetensi tidak hanya sekedar dapat ditunjukkan namun harus dapat dibuktikan dalam menjalankan fungsi-fungsi kerja yang diberikan.

4. Kompetensi merupakan sebuah nilai yang merujuk pada satisfactory performance of individual yang dengan kata lain bukanlah sebuah “lembaga” yang memberikan sertifikat atau ijazah kepada lulusannya, tanpa mengetahui bagaiman kelanjutannya, apakah dapat digunakan atau tidak dalam menunjang pekerjaannya

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa adalah kemampuan menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara konsisten dan sesuai dengan standar yang diterapkan dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa.

2.1.8 Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan salah satu bentuk upaya yang ditempuh oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti dalam meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta memperkaya budaya nasional. Program Kreativitas Mahasiswa dilaksanakan pertama kali pada tahun 2001, yaitu setelah dilaksanakannya program restrukturisasi di lingkungan Ditjen Dikti. Kegiatan

(20)

pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang selama ini sarat dengan partisipasi aktif mahasiswa, diintegrasikan ke dalam satu wahana yang diberi nama Program Kreativitas Mahasiswa (Dikti, 2010).

Program Kreativitas Mahasiswa dikembangkan untuk mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang baik. Dalam rangka mempersiapkan diri menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan, mandiri dan arif, mahasiswa diberi peluang untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap tanggungjawab, membangun kerjasama tim maupun mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni (Dikti, 2010). Kriteria mengenai inti kegiatan seperti materi kegiatan, strata pendidikan, jumlah anggota, dosen pendamping, alokasi biaya, laporan akhir dan luaran dalam PKM disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

No Kriteria Jenis Kegiatan

PKMP PKMT PKMK PKMM PKMI 1 Inti Kegiatan (Karya) Kreatif, inovatif dalam penelitian Kreatif, inovatif dalam mencipta-kan karya teknologi Kreatif, inovatif dalam membuka peluang usaha Kreatif, inovatif dalam membantu masyarakat Kreatif, dalam penulisan artikel ilmiah

2 Materi kegiatan Sesuai bidang ilmu, lintas bidang dianjurkan Semua bidang ilmu, lintas bidang dianjurkan

Karya kelompok yang telah dilaksanakan 3 Strata Pendidi-kan Diploma, S1 4 Jumlah Anggota 3-5 orang 5 Alokasi

Pendana-an Lihat pengumuman Dikti setiap periode anggaran

6 Laporan Akhir Hasil Kerja Artikel

7 Luaran Artikel, paten

Paten, model desain, piranti lunak, jasa Barang dan jasa komersial Jasa, desain, barang Publikasi di jurnal ilmiah Sumber: Dikti, 2010

(21)

Perbedaan kelima jenis kegiatan PKM menimbulkan konsekuansi teknis pelaksanaan yang berlainan. Berikut adalah karakteristik dari masing-masing PKM:

1. PKM Penelitian (PKMP) merupakan kreativitas yang inovatif dalam menemukan hasil karya melalui penelitian pada bidang profesi masing-masing. Kreativitas penemuan gagasan, ketepatan metode penelitian dan sumbangan berupa informasi bagi kemajuan ilmu pengetahuan merupakan pertimbangan utama.

2. PKM Penerapan Teknologi (PKMT) merupakan kreativitas yang inovatif dalam menciptakan suatu karya teknologi (prototipe, model, peralatan, proses) yang dibutuhkan oleh suatu kelompok masyarakat (kelompok tani, industri kecil, pengusaha/pedagang kecil, koperasi atau kelompok produktif lain) yang akan dijadikan mitra kerja. PKMT mewajibkan mahasiswa bertukar pikiran dengan mitra, karena produk PKMT merupakan solusi atas persoalan yang diprioritaskan mitra. Dasar teknologi yang akan diterapkan sudah tersedia, bukan dicari melalui penelitian dalam program ini. Namun demikian untuk penyesuaian bisa dilakukan kalibrasi dan uji coba seperlunya dalam rangka adaptasi.

3. PKM Kewirausahaan (PKMK) merupakan kreativitas penciptaan ketrampilan berwirausaha dan berorientasi pada profit, umumnya didahului oleh survai pasar, karena relevansinya yang tinggi terhadap terbukanya peluang perolehan profit bagi mahasiswa. Perlu ditegaskan di sini bahwa penciptaan ketrampilan berusaha yang dimaksud adalah untuk mahasiswa pengusul PKMK, begitu juga pelaku aktivitas usaha/bisnis yang didanai dalam PKMK adalah kelompok mahasiswa pengusul PKMK. Kelompok mahasiswa pengusul sebagai wirausahawan baru bisa menjalin kerjasama dengan kelompok masyarakat produktif, namun dana PKMK tidak dimaksudkan untuk membantu peningkatan ekonomi kelompok masyarakat tertentu. Dalam PKMK sama sekali tidak diijinkan dilakukannya penelitian/ percobaan untuk mencari temuan.

4. PKM Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM) merupakan kreativitas yang inovatif dalam melaksanakan program membantu masyarakat, yaitu program

(22)

yang mampu memberikan peningkatan kecerdasan, keterampilan, dan pengetahuan masyarakat seperti penataan dan perbaikan lingkungan, pelatihan keterampilan kelompok masyarakat, pengembangan kelembagaan masyarakat, penciptaan karya seni dan olah raga, dan sebagainya. PKMM menuntut ditetapkannya masyarakat sasaran strategis dan persoalannya sebelum menyusun proposal. Pengetahuan atau teknologi yang akan digunakan dalam kegiatan pengabdian sudah harus dikenal dan dikuasai. Tidak ada kegiatan penelitian dalam PKMM.

5. PKM Penulisan Ilmiah (PKMI) merupakan kegiatan penulisan ilmiah dari suatu hasil karya mahasiswa dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (praktek lapang, KKN, PKM, magang, dan sebagainya). Usulan PKMI berupa artikel ilmiah yang siap cetak dan tulisan yang dibuat berasal dari hasil karya mahasiswa peserta yang telah selesai dilaksanakan.

Mengingat luasnya bidang keilmuan yang ada serta topik dapat sangat menyebar, untuk memudahkan evaluasi dan alokasi evaluator maka mulai tahun 2006 pengajuan usulan PKM dalam setiap jenis PKM dikelompokkan lagi ke dalam tujuh kelompok bidang ilmu, yaitu:

1. Bidang Kesehatan, yang meliputi: Farmasi, Gizi, Kebidanan, Kedokteran, Kedokteran Gigi, Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, Psikologi.

2. Bidang Pertanian, yang meliputi: Kedokteran Hewan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Pertanian, Peternakan, Teknologi Pertanian.

3. Bidang MIPA, yang meliputi: Astronomi, Biologi, Geografi, Fisika, Kimia, Matematika.

4. Bidang Teknologi dan Rekayasa, yang meliputi: Informatika, Teknik, Teknologi Pertanian.

5. Bidang Sosial Ekonomi, yang meliputi : Agribisnis (Pertanian), Ekonomi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Bidang Humaniora, yang meliputi : Agama, Bahasa, Budaya, Filsafat, Hukum, Sastra, Seni.

7. Bidang Pendidikan, yang meliputi Program Studi Ilmu-Ilmu Pendidikan di bawah Fakultas Kependidikan.

(23)

Program studi lain yang belum termasuk dalam pengelompokan bidang ilmu di atas, pengusul dapat memilih kelompok bidang ilmu yang terdekat. Perlu diketahui bahwa pengelompokan bidang ilmu tersebut tidak ada hubungannya dengan kuota kebidangan, tetapi akan digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan kedekatan bidang evaluator dengan usulan yang dievaluasi dan dalam penjurian Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) bidang PKM.

Proposal yang disusun mahasiswa sesuai format dan sistematika yang telah ditetapkan dapat diajukan ke DP2M secara kolektif oleh perguruan tinggi setelah disahkan pembantu/Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.

Dikti akan memilih kelompok program yang layak diundang sebagai peserta Seminar Program Kreativitas Mahasiswa Tingkat Nasional berdasarkan hasil monitoring dan Laporan Akhir Program. Penghargaan akan diberikan kepada program yang inovatif, merangsang pengembangan diri, dan berdampak luas untuk manfaat ilmu pengetahuan dan atau masyarakat. Kegiatan ini dikoordinasikan dalam kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional.

Secara rinci Dikti (2010) menyebutkan bahwa tujuan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/ atau kesenian serta memperkaya budaya nasional.

2. Mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang baik.

3. Mempersiapkan peserta didik menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan, mandiri dan arif dengan cara memberikan peluang untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap, tanggung jawab, membangun kerjasama tim dan mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni.

Tujuan yang telah diuraikan di atas kemudian menjadi landasan dalam penilaian usulan proposal kegiatan PKM yang secara garis besar dijelaskan oleh Dikti (2010) sebagai berikut:

(24)

2. Kemampuan mengusulkan gagasan yang kreatif dan inovatif dalam pembuatan proposal.

3. Adanya kesesuaian metode.

4. Mampu menyusun proposal secara sistematis.

5. Adanya kegunaan atau kontribusi terhadap masyarakat. 6. Potensi paten atau publikasi.

7. Kemampuan menyusun penjadwalan yang lengkap, jelas, dan sesuai. 8. Kemampuan merinci biaya yang lengkap dan wajar.

2.2 Kerangka Pemikiran

Masa remaja merupakan masa peralihan yang dialami seorang individu dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Dalam fase ini, remaja dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu remaja awal yang berusia antara 13-17 tahun dan remaja akhir yang berusia antara 18-24 tahun yang kemudian dalam penelitian ini akan dikhusukan pada mahasiswa yang termasuk dalam golongan remaja akhir. Pada masa remaja akhir, terbentuknya kreativitas akan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu karakteristik pribadi dan interaksi sosial. Motivasi atau tujuan dalam diri remaja juga memiliki peranan penting karena hal tersebut menjadi dasar dan kontrol untuk mencapai suatu keberhasilan yang ingin dicapai oleh remaja.

Pada fase remaja akhir, seorang individu juga mulai dihadapkan pada persiapan dirinya menuju kedewasaan. Hal ini ditandai oleh karakteristik yang dimiliki remaja tersebut. Karakteristik inilah yang kemudian mempengaruhi kreativitas dan selanjutnya mempengaruhi kompetensi dalam mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa. Hal ini sesuai dengan rumusan tentang perilaku dimana perilaku merupakan fungsi dari karakteristik individu dan lingkungan sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan kreativitas yang dimiliki individu dipengaruhi oleh karakteristik individu dan interaksi sosialnya. Karakteristik individu yang berkaitan dengan perilaku pada penelitian ini adalah jenis kelamin, prestasi akademik dan pengalaman organisasi dan motivasi berprestasi.

Interaksi sosial merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kompetensi seseorang yang dapat dibagi lagi menjadi tiga komponen, yaitu

(25)

pengaruh sosial media massa, teman sebaya dan orang tua. Penelitian ini akan mengkhususkan pada interaksi sosial teman sebaya terhadap kreativitas yang selanjutnya berhubungan dengan kompetensi remaja akhir dalam mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai faktor eksternalnya. Hal ini dikarenakan teman sebaya merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh paling besar dalam perkembangan remaja.

Teman sebaya mempengaruhi kreativitas remaja melalui dua variabel utama, yaitu intensitas interaksi dan dukungan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hampir sebagian waktu remaja akan dihabiskan untuk berkumpul bersama teman sebayanya. Intensitas yang cukup sering antara remaja dan teman sebaya kemudian mengakibatkan terbentuknya kelompok teman sebaya yang siap memberikan informasi dan dukungan. Kecenderungan remaja untuk menghabiskan waktu bersama teman sebaya ini didasarkan atas kebutuhan mereka yang ingin dihargai, menginginkan seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak berbicara, seorang yang dapat diandalkan dan seseorang yang dapat memberikan mereka dukungan tanpa harus merasa digurui. Selain itu alasan mereka menghabiskan sebagian waktu dengan teman sebaya dikarenakan remaja merasa nyaman berada dalam lingkungan orang yang memiliki kesamaan latar belakang seperti usia, penampilan fisik, minat, status sosial dan kecerdasan.

Dukungan yang terjadi dalam interaksi dengan teman sebaya berupa dukungan semangat, dukungan fisik, dukungan ego, fungsi komparasi sosial, dan sumber kasih sayang. Dukungan ini juga dapat terjadi melalui pemindahan perasaan. Keberhasilan atau cerita sukses seorang teman mengenai keterlibatannya dalam kegiatan PKM akan membuat remaja memiliki pengetahuan (kognitif) dan perasaan (afektif) terhadap kegiatan PKM. Adanya informasi yang diberikan oleh teman sebaya inilah yang kemudian akan membentuk sikap remaja. Sikap yang terbentuk pada diri remaja ini kemudian akan menjadi dasar terbentuknya sebuah perilaku nyata (overt behaviour) yang lebih lanjut dapat mempengaruhi kompetensi remaja dalam menjalankan suatu kegiatan.

Kemampuan selalu terkandung dalam kompetensi yang mencakup adanya pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menjalankan suatu tugas.

(26)

Pengetahuan dapat mengindikasikan seseorang dalam cara berpikir, berperilaku dan pandangan tentang berbagai situasi. Sikap digunakan untuk menerima nilai-nilai dan menjadikannya sebagai dasar melakukan suatu kegiatan. Keterampilan dapat digunakan untuk memperkirakan perilaku dan kinerja seseorang yang terlihat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi kerja yang diberikan.

Keterangan :

: Hubungan antar variabel

Interaksi Sosial Teman Sebaya - Intensitas interaksi - Dukungan Karakteristik Individu -Jenis kelamin -Prestasi akademik -Pengalaman organisasi -Motivasi berprestasi Kreativitas Kompetensi Remaja pada PKM - Pengetahuan - Sikap - Keterampilan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kompetensi dalam Mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1= Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan kreativitas mahasiswa.

H2= Diduga terdapat hubungan nyata antara interaksi sosial teman sebaya dengan kreativitas.

(27)

H3= Diduga terdapat hubungan nyata antara kreativitas dengan kompetensi remaja pada PKM.

2.4 Definisi Operasional

Berikut ini dikemukakan rumusan batasan dan operasionalisasi dari masing-masing variabel yang akan digunakan untuk memudahkan dalam menguji hipotesa penelitian. Variabel-variabel yang akan dioperasionalisasikan tersebut adalah:

A. Karakteristik individu.

Faktor yang mempengaruhi kompetensi remaja, yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri. Karakteristik individu dapat didefinisikan sebagai keadaan individu yang berkaitan langsung dengan pribadinya, meliputi jenis kelamin, prestasi akademik, pengalaman organisasi dan motivasi berprestasi.

1. Jenis kelamin (skala nominal).

Kondisi fisiologis organ-organ seks responden yang dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan.

Pengkategorian jenis kelamin terdiri dari:

1. Laki-laki (kode = 1)

2. Perempuan (kode = 2)

2. Prestasi akademik (skala ordinal).

Prestasi hasil belajar yang diperoleh oleh responden setelah mengalami proses belajar mulai dari awal masuk Institut Pertanian Bogor sampai semester terakhir yang ditempuh responden pada saat penelitian dilakukan yang diakumulasikan dalam Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Pengkategorian prestasi akademik terdiri dari:

1. Rendah (skor = 1)

2. Sedang (skor = 2)

(28)

3. Pengalaman Organisasi (skala ordinal).

Keterlibatan responden dalam berbagai organisasi sejak menempuh pendidikan formal sampai saat penelitian ini dilakukan.

Pengkategorian pengalaman organisasi terdiri dari: 1. Rendah (nilai <4)

2. Sedang (nilai 4-6) 3. Tinggi (nilai 7-9)

4. Motivasi berprestasi (Skala ordinal).

Dorongan untuk melakukan sesuatu yang berasal dari dalam diri responden untuk mencapai prestasi dengan meningkatkan kompetensi atau kemampuannya.

Untuk mengukur indikator motivasi berprestasi diberikan sebanyak 12 pertanyaan. Pertanyaan tersebut dapat ditanggapi oleh responden dengan jawaban selalu (S), kadang-kadang (K) dan tidak pernah (T). Jawaban responden kemudian diberi skor dengan ketentuan seperti yang terlihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2 Skor Jawaban Responden untuk Pernyataan Motivasi

Jenis Pernyataan Skor Pernyataan

S K T Positif 3 2 1 Negatif 1 2 3 Skor jawaban responden dari 12 pernyataan motivasi tersebut kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor terendah adalah 12 dan skor tertinggi adalah 36. Hasil akumulasi skor tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengkategorian motivasi terdiri dari:

1. Motivasi berprestasi rendah (nilai 12-19) 2. Motivasi berprestasi sedang (nilai 20-27)

(29)

3. Motivasi berprestasi tinggi (nilai 28-36) B. Interaksi sosial teman sebaya.

Hubungan saling pengaruh atau saling mengubah tingkah laku antara responden dengan teman sebaya meliputi intensitas interaksi dan dukungan. 1. Intensitas interaksi (skala ordinal).

Waktu yang dihabiskan responden untuk bertemu atau berkumpul dengan teman sebaya setiap harinya. Untuk mengukur indikator intensitas interaksi diberikan 4 pertanyaan dengan skor terendah 4 dan skor tertinggi 16.

Pengkategorian intensitas interaksi terdiri dari 1. Intensitas rendah (nilai 4-6)

2. Intensitas sedang (nilai 7-9) 3. Intensitas tinggi (nilai 10-12) 2. Dukungan (skala ordinal)

Dorongan yang memacu individu untuk melakukan sesuatu yang berasal dari luar diri individu (teman sebaya). Untuk mengukur indikator dukungan teman sebaya, diberikan sebanyak 7 pertanyaan dengan skor tertinggi 21 dan skor terendah 7.

Pengkategorian dukungan terdiri dari: 1. Dukungan rendah (nilai 7-11) 2. Dukungan sedang (nilai 12-16) 3. Dukungan tinggi (nilai 17-21) C. Kreativitas (skala ordinal)

Kemampuan mengeluarkan ide, gagasan atau kegiatan yang baru, berguna dan dapat dimengerti. Untuk mengukur indikator kreativitas, diberikan sebanyak 10 pertanyaan dengan skor tertinggi 30 dan skor terendah 10.

Pengkategorian kreativitas terdiri dari: 1. Kreativitas rendah (nilai 10-16) 2. Kreativitas sedang (nilai 17-23)

(30)

3. Kreativitas tinggi (nilai 24-30)

D. Kompetensi remaja pada PKM (skala ordinal)

Tindakan nyata yang dapat diamati dan dapat dilihat yang mencakup tiga komponen, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Adapun rancangan kuesioner untuk seluruh variabel kompetensi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rancangan Kuesioner Komponen Kompetensi

Komponen Kemampuan

Aspek yang diukur Sosialisasi Informasi Pencarian data dan Informasi Pengerjaan Proposal PKM Pengumpulan Pengetahuan √ √ √ √ Sikap - √ √ √ Keterampilan √ √ √ -

1. Pengetahuan (skala ordinal)

Kemampuan mengembangkan intelektual yang berkaitan dengan informasi yang menyangkut tentang konsespsi dan fakta mengenai Program Kreativitas Mahasiswa.

Pengetahuan remaja terhadap PKM ini akan diukur melalui 7 pertanyaan yang masing-masing akan diberi skor 1 untuk pilihan “tidak”, skor 2 untuk pilihan “ya”. Skor jawaban responden dari 7 pernyataan sikap tersebut kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 16. Hasil akumulasi skor tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengkategorian pengetahuan terdiri dari: 1. Pengetahuan rendah (nilai ≤7) 2. Pengetahuan sedang (nilai 8-11) 3. Pengetahuan tinggi (nilai 12-14)

(31)

2. Sikap (skala ordinal)

Kemampuan untuk menerima nilai-nilai dan menjadikannya sebagai dasar melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan Program Kreativitas Mahasiswa.

Sikap remaja terhadap PKM ini akan diukur melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan tersebut dapat ditanggapi oleh responden dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS) yang didasarkan pada skala likert seperti yang tertera pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Skor Jawaban Responden untuk Pernyataan Sikap

Jenis Pernyataan Skor Pernyataan SS S TS STS Positif 4 3 2 1 .

Skor jawaban responden dari 10 pernyataan sikap tersebut kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor terendah adalah 10 dan skor tertinggi adalah 40. Hasil akumulasi skor tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengketagorian sikap terdiri dari: 1. Sikap negatif (nilai 10-25) 2. Sikap positif (nilai 26-40) 3. Keterampilan (skala ordinal)

Kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik dari sejumlah bagian tubuh manusia, terutama tangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan terkait dengan Program Kreativitas Mahasiswa.

Keterampilan remaja terhadap PKM ini akan diukur melalui 12 pertanyaan. Pertanyaan tersebut dapat ditanggapi oleh responden dengan jawaban Tidak Terampil (TT), kurang terampil (K), terampil (T) dan

(32)

sangat terampil (ST). Jumlah tersebut didasarkan pada skala seperti yang tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Skor Jawaban Responden untuk Pernyataan Keterampilan

Jenis Pernyataan

Skor Pernyataan

TT KT T ST Positif 1 2 3 4

Skor jawaban responden dari 12 pernyataan keterampilan tersebut kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor terendah adalah 10 dan skor tertinggi adalah 48. Hasil akumulasi skor tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengkatagorian keterampilan terdiri dari: 1. Keterampilan rendah (nilai 12-23) 2. Keterampilan sedang (nilai 24-35) 3. Keterampilan tinggi (nilai 36-48)

Gambar

Tabel 1 Kriteria Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
Gambar 1  Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Berkaitan dengan  Kompetensi dalam Mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
Tabel 2 Skor Jawaban Responden untuk Pernyataan Motivasi
Tabel 5 Skor Jawaban Responden untuk Pernyataan Keterampilan  Jenis

Referensi

Dokumen terkait

Proses yang terjadi pada proses penyisipan melibatkan aliran informasi berupa citra host dan citra label yang kemudian diproses dengan menggunakan algoritma yang telah

Graf merupakan minimum spanning tree , agar terhubung maka ditentukan , yaitu himpunan sisi tidak berarah pada yang berpadanan dengan yang menghubungkan 1

Sementara di Nusantara, Marxisme  mulai  berkembang setelah abad ke-20, yaitu setelah kedatangan Henk Sneevliet pada tahun 1913, ia adalah seorang pendiri  ISDV

pada proyek Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo antara lain data umum proyek, data teknis proek, mutu bahan, dan data tanah dan wilayah gempa.. Dengan data- data tersebut maka dapat

Untuk memperoleh keunggulan daya saing secara global, puskesmas dituntut mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dengan harga yang wajar bersaing dimana tujuan utama

Dengan memanfaatkan grid computing sebagai suatu rendering farm maka dapat melakukan proses render dengan menggunakan tools bantuan yaitu yadra yang dapat

Rata – rata nilai kalor yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 3714,16 kal /gr, tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, jepang, Amerika Serikat dan Indonesia, rata

Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala, setelah memperhatikan pernyataan kesediaan membimbing, menetapkan saudara-saudara yang namanya tercantum di bawah ini