• Tidak ada hasil yang ditemukan

pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan diberlakukannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan diberlakukannya"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, menimbulkan implikasi terhadap perluasan tugas dan kewenangan dalam penyelenggaraan bidang-bidang pemerintahan di daerah, termasuk

bidang-bidang pemerintahan yang tadinya ditangani oleh instansi vertikal dilimpahkan menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Konsekuensi dari keadaan ini adalah adanya penataan kembali kelembagaan di tingkat daerah yang disesuaikan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah mengandung misi untuk mengembangkan potensi lokal dengan mengangkat partisipasi masyarakat/public menuju kemandirian daerah. Dalam konstelasi inilah penataan kelembagaan perangkat daerah hams dilakukan.

Begitu pula dalam bidang pendidikan,

otonomi daerah berimplikasi

langsung bagi manajemen penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang selama ini dilaksanakan secara terpusat hampir sepenuhnya

diserahkan ke daerah melalui sistem desentralisasi penyelenggaraan

(2)

Undang-undang tersebut, maka akan memberikan peluang yang lebih besar

bagi daerah untuk mengelola pendidikan secara mandiri.

Penerapan otonomi daerah di bidang pendidikan oleh sejumlah

kalangan dianggap sebagai suatu tuntutan yang wajar bahkan sudah

seharusnya dilakukan. Burhanuddin (1999:2-3) mengemukakan sejumlah

alasan pentingnya penerapan otonomi daerah di bidang pendidikan:

(1) tantangan globalisasi dunia menimbulkan persaingan kehidupan

antar bangsa yang berdampak pada tuntutan peningkatan kualitas

sumber daya manusia melalui penyelenggaraan sistem pendidikan yang

bermutu, agar benar-benar mampu menyiapkan sumber daya manusia

yang siap menghadapi tantangan zaman; (2) pendidikan memiliki

peranan strategis dalam usaha memajukan kehidupan sumber daya

manusia di masa mendatang; (3) penyelenggaraan pendidikan harus

mengacu kepada kepentingan masyarakat yang kompleks dan terns

berubah di masa-masa yang akan datang; (4) usaha-usaha pendidikan

harus menyerap aspirasi individu Sumber Daya Manusia (SDM) yang

muncul dewasa ini; (5) berkembangnya tuntutan demokrasi di segala

bidang, termasuk di bidang pendidikan memberi peluang otonomi

penataan sistem pendidikan nasional; (6) potensi sumber daya manusia,

alam, material, struktural, sosial, dan budaya merupakan modal

pelaksanaan otonomi pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman; (7)

otonomi pendidikan dapat menjawab tuntutan kebutuhan pendidikan

masa depan sesuai dengan situasi dan kondisi, kebutuhan, dan nilai-nilai yang berkembang di daerah.

Berdasarkan pandangan di atas maka

misi yang diemban dalam

penerapan'kebijakan otonomi daerah di bidang pendidikan adalah : (1)

menyelenggarakan sistem pendidikan yang mampu mengantisipasi

kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK); (2) membangun

sistem pendidikan yang mampu merespon kepentingan anggota

masyarakat dalam rangka mengembangkan SDM di masa-masa

mendatang; (3) menata manajemen pendidikan yang dapat menyerap

aspirasi segenap anggota masyarakat dalam menyongsong era global;

(4) meningkatkan pendayagunaan potensi daerah sesuai dengan situasi,

kondisi dan kemampuan yang dimilikinya dalam penyelenggaraan

pendidikan; (5) meningkatkan demokrasi penyelenggaraan pendidikan

secara berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di

(3)

Kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di Kabupaten Bandung

ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten

Bandung Nomor 7Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat

Daerah Kabupaten Bandung yang memuat pengaturan berbagai bidang

pembangunan termasuk bidang pendidikan. Dalam Perda tersebut dinyatakan

bahwa pengelolaan bidang pendidikan yang tadinya ditangani oleh dua

instansi, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani Sekolah

Dasar (SD) dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebagai bagian dari

Pemerintah Daerah dan Kantor Inspeksi Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan yang menangani SD, SLTP, dan SLTA sebagai bagian dari

instansi vertikal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang ada di daerah,

demerger" menjadi satu perangkat yang menangani pendidikan, yaitu Dinas

Pendidikan Kabupaten Bandung.

Penggabungan kedua instansi tersebut membawa dampak timbulnya

permasalahan baru pada restrukturisasi kelembagaan dan kepegawaian.

Sebagai akibat dari penggabungan ini terjadi kelebihan pegawai, di mana

jumlah pegawai yang berasal dari kedua instansi ini sebanyak 200 orang (

Pegawai Dinas P&Ksebanyak 87 orang, Pegawai Departemen sebanyak 82

orang, pegawai pindahan dari Kantor Kecamatan sebanyak 10 orang, sekolah

sebanyak 3orang dan Bappeda Iorang, ditambah pegawai honorer sebanyak

17 orang), sedangkan pegawa! yang dapat diserap oleh struktur organisasi

(4)

sekitar 125 orang. Permasalahan lain yang dihadapi Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama, berkenaan dengan penyeleksian pegawai yang tidak sesuai dengan kriteria yang berlaku, dimana faktor kedekatan sangat dominan dalam proses penempatan pegawai dan pemanfaatan yang tidak optimal bagi pegawai yang berkualitas dan mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan pada Dinas Pendidikan yang baru. Menurut Burhanuddin (1999: 7) dampak dari era globalisasi termasuk perubahan organisasi, menuntut adanya tenaga yang jauh lebih professional, tenaga yang bukan saja mampu mengadopsi IPTEK dari luar, melainkan mampu mengadaptasikan dan mengembangkannya.

Kedua, berkenaan dengan upaya menyalurkan pegawai yang tidak terserap, yaitu sebanyak 75 orang. Masalah ini memerlukan strategi manajemen dari Kepala Dinas Pendidikan untuk dapat mendayagunakan potensi pegawai dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan lainnya.

Ketiga, banyaknya pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang garapan yang ditekuninya yang mengakibatkan pelaksanaan pendidikan tidak dilakukan secara professional.

Keempat, pengembangan pegawai yang tidak terencana dengan baik, yang mana disatu pihak ada pegawai yang terus menerus mengikuti

pendidikan dan latihan dan di pihak lain ada pegawai yang belum pemah mengikutinya sama sekali, jadi tidak adanya pemerataan dalam proses

(5)

Kondisi-kondisi di atas menggambarkan perlunya upaya yang serius

dari Kepala Dinas Pendidikan dalam mendayagunakan pegawai sebagai aset utama organisasi agar pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan dapat

berjalan secara efektif.

B. Fokus Penelitian

Landasan yuridis formal tentang kepegawaian, khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pada mulanya didasarkan pada ketentuan yang

tertuang dalam UU.No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

sebagaimana telah diubah dengan UU.No.43 Tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 14, 15 dan 16 Tahun 1994, yang diubah dengan PP.No.96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS; PP.No.97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS; PP.No.98 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS. Sedangkan yang berkaitan langsung

dengan pengembangan karier PNS, merujuk pada

PP.No.99 Tahun 2000

tentang Kenaikan Pangkat PNS, dan PP.No.100 Tahun 2000 tentang

Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, dan PP.No.101 Tahun 2000

tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.

Khusus yang berkenaan dengan pengembangan PNS, pada dasamya

berkaitan dengan aspek mutasi promosi PNS ke jenjang karier yang lebih

tinggi. Artinya, dapat dikatakan bahwa pengembangan karier PNS tersebut

merujuk sebagaimana dasar pertimbangan yang tertuang dalam PP.No.100

Tahun 2000, yaitu, bahwa dalam rangka perencanaan, pengembangan, dan

pembinaan karier serta peningkatan mutu kepemimpinan dalam jabatan

(6)

struktural dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang pengangkatan

PNS dalam jabatan struktural.

Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasamya berlaku bagi seluruh PNS, baik bagi tenaga administratif maupun tenaga -fungsional. Tenaga administratif ialah PNS yang diberi tugas dan wewenang melaksanakan pekerjaan di lingkungan kantor-kantor pemerintah yang secara eksplisit tertuang dalam jenjang dan struktur jabatannya dalanvstniktur hirarki organisasi. Sedangkan tenaga fungsional, tidak tertuang secara eksplisit namun memiliki tugas dan wewenang teknis sesuai dengan jenis dan karakteristik pekerjaan yang bersifat khusus dan spesifik.

Dengan demikian, upaya pencapaian misi organisasi akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan (skills) dan motivasi (motivation) yang dimiliki oleh para PNS tersebut dalam melaksanakan peranan dan

fungsinya, baik sebagai tenaga administratif maupun tenaga fungsional. Apabila para pegawai memiliki kemampuan profesional dan motivasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya, maka hal ini memungkinkan

tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan secara efektif.

Motivasi merupakan salah satu bagian terpenting dalam meningkatkan kinerja PNS. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam diri individu (instrinsik) dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitamya (ekstrinsik). Kedua faktor ini menjadi sumber kekuatan yang dapat membuat seseorang berprestasi dengan baik. Tanpa motivasi produktivitas kerja akan sulit tercapai, sebab motivasi merupakan

(7)

faktor terpenting untuk mencapai kepuasan dalam upaya mengubah nasib

individu maupun instansi, dimana ia menggantungkan diri. Kepuasan kerja

pegawai akan tercipta oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan, seperti

kepemimpinan para pejabat, iklim kerja dan hubungan kerja yang manusiawi.

Artinya, apabila kepuasan kerja tercapai akan meningkatkan motivasi pegawai

untuk kerja.

Dengan demikian, kemampuan dan motivasi para pegawai tidak dapat

tumbuh dengan sendirinya, tetapi perlu ditumbuhkembangkan melalui

berbagai kegiatan pendayagunaan. Melalui kegiatan tersebut, memungkinkan

para pegawai tumbuh dan mampu mengadakan penyesuaian dalam

melaksanakan tugasnya.

Dalam UU.No.8 Tahun 1974 jo UU.No.43 Tahun 1999, disebutkan

bahwa pembinaan PNS diarahkan untuk menjamin lancamya penyelenggaraan

tugas pemerintah dan pengembangan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Oleh sebab itu PNS sebagai unsur Aparatur Negara dituntut untuk

meningkatkan kualitas kemampuan dan produktivitasnya agar lebih memiliki

sikap dan perilaku yang mempunyai ciri berintikan disiplin tinggi, nalar dan

wawasan tinggi, prestasi tinggi, kehandalan dan profesionalisme yang mantap,

tingkat dan daya juang yang tinggi serta bersih dan berwibawa.

Dalam perpindahan jabatan dan atau perpindahan wilayah kerja harus

berpegang kepada prinsip yang jelas sesuai dengan ketentuan bahwa

pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Namun

demikian, PP.No.100 Tahun 2000 tidak menegaskan tentang prinsip mutasi

(8)

c

promosi dan persyaratan teknis lainnya sebagaimana yang tertuang la^pi^f /

PP.No.15 tahun 1994 pasal 7 ayat (2) yang secara jelas menetapkan

perpindahan jabatan harus berpegang kepada 3 (tiga) prinsip yaitu: (1)

Pembinaan Karier, (2) Peningkatan Kemampuan Pegawai, (3) Kebutuhan

organisasi.

Permasalahan-permasalahan

yang

lerjadi

di

lingkungan

Dinas

Pendidikan Kabupaten Bandung sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang

masalah, menunjukkan indikasi bahwa dalam pola pengembangan karier PNS

belum dilaksanakan sesuai dengan ketiga prinsip tersebut dengan baik, karena

masih dihadapkan kepada sejumlah fakta antara lain: (1) Persyaratan jabatan

belum dapat dipedomani sepenuhnya; (2) DP3 belum dilaksanakan

berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979; (3) Belum

ada scoring pejabat; (4) Belum ditetapkan anggaran (APBD) bagi mereka yang mutasi/perpindahan jabatan/wilayah kerja.

Kajian tentang faktor-faktor yang mempengamhi pelaksanaan mutasi/perpindahan jabatan yang telah dilakukan, diantaranya: (1) Aceng Muhtaram & Johar Permana (1997) tentang "Analisis Kebijakan Mutasi dan Promosi Jabatan Kepala Sekolah Dasar dan Pengaruhnya terhadap Kinerja

Kepala Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas P & K Propinsi Jawa Barat"; (2)

Bahtiar Irianto (1998) tentang "Kontribusi Pola Karier Multy-Track terhadap Kinerja Pejabat Struktural di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat"; (3) Endang Ro'in (1999) tentang " Analisis Pola Karier Pegawai Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi

(9)

Jawa Barat dilihat dari aspek Rumusan, Implementasi dan Evaluasi

Kebijakan".

Ketiga topik penelitian tersebut, pada hakekatnya menggunakan

sampel-sampel tenaga administratif, bukan pada sampel tenaga fungsional.

Juga belum berkaitan dengan unsur bagaimana mendayagunakan pegawai

administrartif yang ada sebagai dampak dari suatu implementasi kebijakan

terhadap kinerja pegawai yang terkena kebijakan. Penulis berkeyakinan

bahwa, bukan bermaksud mendikotomikan jabatan administratif dengan

jabatan fungsional, justru karena jabatan administratif inilah yang "konon"

sebelum adanya kebijakan otonomi daerah sering dipandang sebagai jabatan

yang lebih menyenangkan karena banyak menghasilkan uang tambahan selain

gaji dibandingkan dengan jabatan fungsional. Apakah setelah kebijakan

desentralisasi pendidikan, gambaran seperti itu masih dirasakan oleh para

pegawai administratif? Ataukah sebaliknya, karena tidak mampu mengisi

struktur yang ramping padahal tenaga malah lebih banyak karena dua lembaga

digabungkan?

Fenomena yang tampak dalam implementasi kebijakan kepegawaian di

lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, khususnya yang

berkenaan dengan tenaga/pegawai administratif kurang memberikan

kesempatan yang adil. Sekalipun persyaratan jabatan telah dipenuhi, tetapi

seringkali yang menduduki jabatan tersebut kurang memenuhi persyaratan,

sehingga memunculkan berbagai tudingan kolusi dan nepotisme. Akibatnya,

bukan saja pada motivasi kerja pegawai yang terkena dampak kebijakan

(10)

tersebut, yang lebih parah tentunya pada kinerja dan produktivitas wafe^P^.-^P* ^

melaksanakan tugas.

Vk. '*^9*PUS^^^^

Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pola pendayagunaan pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung belum didukung oleh perangkat sistem yang solid sebagai bentuk perubahan dalam manajemen seleksi dan promosi jabatan. HaL ini" menunjukkan pula bahwa kebijakan pengembangan dan pendayagunaan pegawai belum teranalisis sebagai suatu kebijakan yang utuh dan terintegrasi

secara empirical, evaluative dan normative, yang dapat dijadikan pedoman bagi implementasi kebijakan tersebut.

Sejalan dengan uraian-uraian di atas, maka dapat diasumsikan bahwa aspek-aspek yang berhubungan dengan peningkatan kinerja pegawai dapat

dimunculkan melalui kebijakan dalam mendayagunakan pegawai tersebut. Dengan demikian, penelitian yang berkenaan dengan pendayagunaan pegawai administratif seperti dijelaskan di muka sangat penting untuk dilakukan.

C. Rumusan Masalah dan Problematik Penelitian

Berdasarkan fokus permasalahan sebagaimana dipaparkan di atas, maka permasalahan penelitian berkenaan dengan Vroses pembinaan kinerja melalui

pendayagunaan tenaga administratif dalam rangka memenuhi tuntutan

implementasi desentralisasi pendidikan, baik secara kuantitatif maupun

secara kualitatif

Pokok permasalahan tersebut, difokuskan pada problematik penelitian sebagai

(11)

11

1. Bagaimana gambaran empirik tentang tenaga administratif di lingkungan

Kantor Dinas Pendidikan

Kabupaten

Bandung setelah

kebijakan

desentralisasi diberlakukan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif?

a.

Bagaimana kewenangan Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya

desentralisasi pendidikan?

b.

Bagaimana gambaran kuantitatif tenaga administratif di lingkungan

Kantor Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya kebijakan

desentralisasi pendidikan?

c. Bagaimana gambaran kualitatif tenaga administratif di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?

2. Bagaimana proses pendayagunaan tenaga administratif di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan?

a. Bagaimana proses penempatan tenaga administratif setelah diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?

b. Bagaimana proses pemanfaatan tenaga administratif sehubungan dengan diberlakukannya desentralisasi pendidikan?

c. Bagaimana proses pengembangan tenaga administratif sehubungan

dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?

d. Hambatan dan upaya apa dalam upaya mendayagunakan, memanfaatkan dan mengembangkan tenaga administratif setelah diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?

(12)

12

3. Bagaimana model pendayagunaan pegawai dalam rangka peningkatan

kinerja tenaga administratif di lingkungan Kantor Dina Pendidikan

Kabupaten Bandung?

a.

Bagaimana tujuan dan sasaran yang dirumuskan dalam upaya

mendayagunakan tenaga administratif?

b.

Bagaim«!ia

kriteria

yang

dijadikan

acuan

dalam

upaya

mendayagunakan tenaga administratif?

c.

Bagaimana prosedur operasional dalam upaya mendayagunakan

tenaga administratif?

d.

Bagaimana

dukungan

informasi

yang

diperlukan

dalam

pendayagunaan tenaga administratif?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka maksud utama

penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan proses pembinaan kinerja melalui

pendayagunaan tenaga administratif dalam rangka memenuhi tuntutan

implementasi desentralisasi pendidikan.

Berdasarkan maksud tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dan

penelitian ini ialah:

1. Dapat menunjukkan gambaran empirik tentang tenaga administratif baik

secara kuantitatif maupun kualitatif di lingkungan Kantor Dinas

Pendidikan

Kabupaten

Bandung

setelah

kebijakan

desentralisasi

(13)

13

2. Dapat menunjukkan gambaran empirik tentang proses pendayagunaan

tenaga administratif di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung

sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan;

3. Dapat merumuskan suatu,model pendayagunaan pegawai dalam rangka

peningkatan kinerja tenaga administratif di lingkungan Kantor Dina Pendidikan Kabupaten Bandung.

E. Manfaat penelitian

Kajian terhadap pentingnya penelitian ini dilihat dari segi teoritis dan dari segi praktis/operasional. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa penelitian sebagai alat ilmu bergerak antara teori dan praktek. la berusaha

menghasilkan atau mengkaji penerapan teori dalam suatu kehidupan praktis. Berikut dikemukakan pentingnya penelitian tersebut.

Secara teoritis, penelitian ini berusaha mengkaji secara mendalam kegiatan pendayagunaan tenaga administratif yang mencakup penempatan,

pemanfaatan, dan pengembangan personil pendidikan. Oleh karena itu, penelitian secara teoritis dapat memperkaya khasanah ilmu administrasi pendidikan, terutama dalam bidang manajemen personil khususnya pendayagunaan tenaga kependidikan dalam suatu organisasi. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut oleh para mahasiswa administrasi pendidikan guna mempertajam wawasan keilmuannya berkenaan

dengan pendayagunaan tenaga kependidikan.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat terhadap tiga aspek yakni

(14)

14

dapat memperluas wawasan peneliti tentang praktek manajemen personil pendidikan khususnya pendayagunaan tenaga administratif di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Kepala Dinas untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembinaan dan pengembangan tenaga administratif melalui kebijakan yang ditetapkannya.

Kedua, aspek nstitusi, berkenaan dengan kegunaan penelitian bagi

lembaga pendidikan khususnya Kantor Dinas Pendidikan, yang mana dapat

memberikan kontribusi dalam menemukan masalah-masalah yang berkenaan

dengan pengelolaan tenaga kependidikan dan memberikan alternatif jika ada

perubahan atau penyesuaian dalam sistem pengelolaan pada umumnya, dan

pendayagunaan tenaga administratifpada khususnya.

Ketiga, berkenaan dengan aspek kemasyarakatan, yaitu bahwa dengan

ditemukannya

cara terbaik bagi

penyelenggaraan

pengelolaan

tenaga

kependidikan khususnya tenaga administratif, maka akan mampu memberikan

keluaran yang berguna dan

akan lebih meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat pada umumnya.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini antara lain

istilah pendayagunaan, pengembangan, kinerja, dan tenaga administratif.

Pertama, istilah pendayagunaan. Pendayagunaan didefmisikan sebagai

upaya yang memungkinkan suatu sumber daya memberikan kontribusi secara

(15)

15

Nawawi

(1984:75)

mengartikan

"pendayagunaan

sebagai

kegiatan

administrasi dalam arti yang luas, yakni agar volume dan beban kerja dapat

diwujudkan secara berdaya dan berhasil guna dalam pencapaian tujuan

organisasi". Sehubungan dengan itu, berarti pendayagunaan merupakan bagian

dari fungsi administrasi, dalam penelitian ini adalah administrasi pendidikan.

Pemanfaatan number daya pendidikan itu sendiri secara optimal

melibatkan berbagai proses atau fungsi manajemen yang merupakan inti dan

administrasi pendidikan. Proses atau fungsi tersebut oleh Engkoswara (1987)

dibagi atas tiga, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan atau

pengawasan. Proses tersebut menurutnya sebagai wilayah kerja administrasi

pendidikan. Adapun masalah penelitian ini berada pada penerapan fungsi

manajemen yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan rencana dan penilaian atau

pembinaan.

Dalam bidang administrasi pendidikan penelitian ini termasuk pada

masalah administrasi personil, yang fungsi-fungsinya menurut Castetter

(1996:5) adalah: "planning, bargaining, recruitment, selection, induction,

appraisal, development, compensation, justice, continuity, and information".

Kedua, berkenaan dengan istilah pengembangan. Secara teoritis, istilah

ini merujuk pada fungsi dan salah satu unsur manajemen atau pendayagunaan

personil. Diidentifikasi dari definisi berikut ini: "pendayagunaan personil

ialah penempatan dan pemanfaatan tenaga yang ada sesuai dengan

kemampuannya dan volume kerja setiap bidang atau unit kerja" (U. Husna

(16)

16

personil pimpinan harus memperhatikan perencanaan pengembangan tenaga,

pengaturan kerja dan penghematan tenaga. Dengan demikian, unsur-unsur

pendayagunaan personil yang esensial adalah: (1) Penempatan personil, yaitu

yang berkenaan dengan keserasian personil dalam unit-unit kerja organisasi

atau lembaga. (2) Pemanfaatan, yaitu yang berkenaan dengan volume kerja

atau beban tugas dalam setiap organisasi kerja. (3) Pengembangan personil,

yaitu yang berkenaan dengan potensi atau kemampuan kerja personil dalam

melaksanakan beban tugas yang diberikan dan dipercayakan padanya.

Ketiga, istilah kinerja. Istilah ini memjuk pada konsep unjuk

pelaksanaan tugas (performance). Konsep umum tentang kinerja diturunkan

dari teori yang mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil perpaduan antara

kemampuan seseorang dengan motivasinya. McAfee dan Poffenberger

(1982:3) menggambarkan secara matematik, bahwa Job Performance =

Ability x Motivation. Berdasarkan rumus tersebut dapat dikatakan bahwa,

kinerja merupakan hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi.

Kemampuan merupakan hasil perpaduan antara pendidikan, pelatihan dan

pengalaman. Sedangkan pengertian motivasi, diartikan sebagai suatu daya

pendorong (drivingforce) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu.

Keempat, istilah tenaga administratif. Istilah ini diturunkan tidak lepas

dari landasan yuridis formal tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang pada

mulanya didasarkan pada ketentuan yang tertuang dalam UU.No.8 tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan

(17)

Tahun 1994, yang diubah dengan PP.No.96 Tahun 2000 tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS; PP.No.97 Tahun 2000

tentang Formasi PNS; PP.No.98 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS.

Sedangkan yang berkaitan langsung dengan pengembangan karier PNS,

merujuk pada PP.No.99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS, dan

PP.No.100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS daW.i Jabatan Struktural,

dan PP.No.101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.

Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasamya berlaku bagi

seluruh PNS, baik bagi tenaga administratif maupun tenaga fungsional.

Tenaga Administratif ialah PNS yang diberi tugas dan wewenang

melaksanakan pekerjaan di lingkungan kantor-kantor pemerintah yang secara

eksplisit tertuang dalam jenjang dan struktur jabatannya dalam struktur hirarki

organisasi. Sedangkan tenaga fungsional, tidak tertuang secara eksplisit

namun memiliki tugas dan wewenang teknis sesuai dengan jenis dan

karakteristik pekerjaan yang bersifat khusus dan spesifik.

Berdasarkan keempat konsep tersebut, maka istilah pendayagunaan

tenaga administratif yang digunakan dalam penelitian ini, diartikan sebagai

salah satu upaya dalam konteks manajemen kepegawaian dalam rangka

peningkatan kinerja pegawai yang dimaksud. Upaya tersebut tidaklah

menyangkut keseluruhan fungsi dan unsur-unsur manajemen kepegawaian,

karena upaya ini lebih bersifat kepada langkah-langkah emergens! dan

strategis yang difokuskan pada variabel-variabel yang diduga signifikan

(18)

kepegawaian. Variabel-variable tersebut berkenaan dengan faktor: (1) tujuan

dan sasaran, (2) kriteria acuan, (3) prosedur operasional, dan (4) dukungan

system informasi manajemen kepegawaian.

G. Anggapan Dasar Penelitian

Penelitian ini bermula dari perlu adanya upaya pendayagunaan tenaga administratif yang mencakup penempatan. pemanfaatan, dan pengembangan sebagai akibat dari diberlakukannya Otonomi Daerah melalui Undang-undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Otonom. Di Kabupaten Bandung kebijakan

tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 7 Tahun 2001 yang kemudian direalisasikan dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Bandung Nomor 45 Tahun 2001 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Di satu pihak tuntutan organisasi baru hanya membutuhkan sebagian pegawai, dan di pihak lain persediaan pegawai terlalu banyak. Keadaan ini akan menimbulkan berbagai macam permasalahan yang bila dibiarkan akan mengakibatkan

menurunnya kinerja organisasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang

bersifat strategis, tanpa merugikan salah satu pihak, baik organisasi maupun

pegawai itu sendiri.

Kepala Dinas Pendidikan sebagai pimpinan pada lembaga tersebut

mempunyai peranan penting dalam melaksanakan upaya-upaya strategis,

dengan melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi agar penempatan,

(19)

19

pemanfaatan, dan pengembangan tenaga administratif berjalan dengan baik

dan kinerja organisasi dapat terlaksana secara efektif.

Untuk mengkaji permasalahan tersebut, secara teoritis diperlukan

rujukan yang berkenaan dengan konsep kebijakan pengembangan karier

pegawai dalam konteks teori pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh

suatu organisasi. Aset yang paling berharga yang keberadaannya perlu

penanganan yang serius dan konsisten. Pengembangan sumber daya manusia

mutlak dilakukan apabila organisasi terbesar adalah dengan mengembangkan

SDM agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien sehingga mencapai

produktivitas.

Ada pun konsep-konsep yang dapat dijadikan titik-tolak dalam

melakukan kajian terhadap masalah yang diteliti antara lain::

1. SDM yang baik ditujukan kepada peningkatan kontribusi yang dapat

ditentukan oleh para pekerja dalam organisasi ke arah terciptanya tujuan

organisasi. (Siagian, 1996:27);

2. "Personnel development is the system improvement processed quality and

quantity personnel to solve the personnel problem (Castetter, 1981:231);

3. Pengembangan karier sebagai "suatu pendekatan formal yang digunakan

oleh organisasi untuk menjamin tersedianya pegawai yang sesuai dengan

kualitas dan yang berpengalaman ketika dibutuhkan" (Mondy &Noe III,

(20)

20

4. Aktivitas-aktivitas manajemen karier untuk pengembangannya dapat

dilaksanakan dalam bentuk internal staffing yang termasuk didalamnya

adalah promotion and lateral transfers (Cascio, 1990:364-366);

5. Program pengembangan karier yang efektif adalah yang berhubungan

dengan penyesuaian karier yang diberikan sesuai kebutuhan organisasi

melalui program pendidikan, pelatihan, mutasi dan promosi yang

berkesinambungan (Flippo, 1993:291).

Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, penulis berpendapat bahwa, perubahan daiam sistem pembinaan dan pendayagunaan pegawai dalam konteks perubahan organisasi hanya mungkin dilaksanakan kalau dituangkan dalam bentuk employment policy, sebagai salah satu guider atau pedoman untuk aktivitas implementasi dalam human resources policy.

H. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan problematik penelitian tersebut dikembangkan kerangka

pikir penelitian seperti pada gambar berikut.

Pertama, kajian tentang studi kebijakan menggunakan pendekatan

yang bersifat komprehensif dan interdisipliner. Kebijakan pengembangan

karier pegawai ialah salah satu teknik dalam kebijakan pengembangan sumber daya manusia, untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Mengapa pimpinan organisasi melakukan kebijakan itu, dan bagaimana dampaknya terhadap pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya?

Berdasarkan rujukan Dunn 0995:4-14), bahwa kajian tentang studi kebijakan pola pengembangan pegawai perlu menggunakan pendekatan yang

(21)

^!>S*

•SK

bersifat komprehensif, yaitu analisis kebijakan yang dilakukan Verge?

perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penilaian kebijakan. \__^?puS^

Langkah pertama, diarahkan pada analisis perumusan kebijakan yang

meliputi komponen-komponen yang secara eksplisit tennuat dalam rumusan kebijakan. Langkah kedua, adalah tahap implementasi, yang diduga pada tahap inilah persyaratan, kriieria, bahkan tujuan pola pendayagunaan pegawai tidak dipedulikan lagi. Untuk membuktikan dugaan tersebut, maka pada langkah ketiga diarahkan pada pengukuran efektivitas pelaksanaan kebijakannya, yang berkenaan dengan keberhasilan yang diraih, yaitu sejauhmana rambu-rambu yang telah ditetapkan telah dilaksanakan, kegagalan-kegagalan dalam melaksanakan kebijakan, dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhinya, sehingga ditemukan suatu pola pendayagunaan yang dapat meningkatkan kinerja pegawai.

Kedua, kajian terhadap kinerja pegawai. Kinerja yang baik dapat

dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi. Sebab kemampuan tanpa

motivasi atau motivasi tanpa kemampuan, keduanya tidak dapat menghasilkan

output yang tinggi. Untuk memperjelas ungkapan tersebut, McAfee dan

Poffenberger (1982:3) menggambarkan secara matematik, yaitu: Ability x

Motivation = Job Performance. Berdasarkan rumus tersebut dapat dikatakan

bahwa, kinerja merupakan hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi.

Kemampuan mempakan hasil perpaduan antara pendidikan, pelatihan dan

pengalaman. Sedangkan pengertian motivasi, diartikan sebagai suatu daya

pendorong (drivingforce) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu.

(22)

22

Berdasarkan pokok-pokok pikiran seperti yang telah diuraikan di muka, maka dikembangkan pola pikir penelitian dalam bentuk kerangka, seperti diilustrasikan pada Gambar 1.1.

- Gambar 1.1

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Gambaran Kuantitatif dan Kualitatif Tenaga Pegawai Daerah Problema Tenaga Kependidikan di Organisasi Disdik Kebijakan Pendayagunaan dan Pengembangan Pegawai MASALAH POKOK

Perlunya Model Peningkatan Kinerja melalui Pendavaeunaan Pcaawai Gambaran Tuntutan Kinerja Pegawai dalam rangka implementasi Otda —• —• —• Tujuan dan s a s a r a n Kriteria a c u a n Model Peningkatan ' Kinerja melalui Pendayagunaan Pegawai Prosedur operasional SIM Kepegawaian Gambaran Ideal Kinerja Pegawai dalam pelaksanaan Desentrasilasi Pendidikan Gambaran Peningkatan Kinerja Pegawai

(23)

23

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka masalah penelitian

dimulai dari kajian terhadap gambaran kuantitatif dan kualitatifkepegawaian

dan tuntutan kinerja pegawai yang diharapkan sesuai kehendak kebijakan desentralisasi pendidikan di daerah. Dari kedua gambaran tersebut hams sampai ditemukannya problema-problema kepegawaian, khususnya di lingkungan organisasi kependidikan (Dinas Pendidikan). Masalah ini sebetulnya menyangkut kajian yang sangat komprehensif, baik terhadap rumusan kebijakan, implementasi maupun evaluasi kebijakan. Akan tetapi difokuskan pada implementasi kebijakan yang diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam evaluasi kebijakan, yang pada akhimya dapat pula menjadi bahan rujukan dalam merumuskan kebijakan pengembangan kepegawaian s e c a r a u m u m .

Implementasi kebijakan pengembangan pegawai akan dikaji melalui

variabel-variabel yang saling mempengaruhi yaitu variabel tujuan dan sasaran, kriteria, prosedur operasional dan dukungan sistem informasi

kepegawaian. Keempat variabel ini diduga mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja pegawai, baik pada kondisi sebelum, selama

maupun sesudah dilaksanakannya kebijakan desentralisasi pendidikan.

Untuk merumuskan model peningkatan kinerja pegawai melalui pendayagunaan pegawai yang ada, ditelusuri melalui kajian terhadap indikator-indikator: Pertama, terhadap aspek tujuan dan sasaran rumusan

kebijakan, yang mencakup: (1) Perencanaan karier pegawai; (2)

(24)

dalam pembinaan karier; (4) Peningkatan mutu kepemimpinafy %a

Optimalisasi pelaksanaan tugas-tugas.

\*fc*?*jS^

Kedua, terhadap aspek kriteria normative, ditelusuri melalui

indikator-indikator: (1) rumusan yang jelas tentang jabatan-jabatan yang

menjadi jenjang karier bagi pegawai; (2) rumusan yang jelas tentang

persyaratan jabatan yang dijadikan acuan normatif dalam jenjang karier

jabatan; (3) instrumen yang dijadikan alat ukur dan seleksi dalam menduduki

jabatan.

Ketiga, terhadap aspek prosedur operasional ditelusuri dari

indikator-indikator: (1) kejelasan petunjuk pelaksanaan yang mengatur batas dan

wewenang tentang pola karier jabatan; (2) mekanisme sistem pelaksanaan

pengembangan jabatan; (3) sistem pemantauan dan evaluasi perencanaan,

pengembangan, pembinaan jabatan.

Keempat, terhadap aspek sistem informasi manajemen (SIM)

kepegawaian ditelusuri dari indikator-indikator: (1) kejelasan bagian/unit yang bertugas mengumpulkan dan mengelola data tentang kepegawaian (2) perangkat sistem pemrosesan data kepegawaian yang digunakan; (3) keterpercayaan data kepegawaian untuk dijadikan informasi dalam pembuatan keputusan tentang karier jabatan pegawai.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Setiap Pemilik, Pengelola, Manager, Pimpinan dan Penanggung Jawab, Kawasan Tanpa Rokok yang tidak melarang adanya tempat untuk merokok di dalam gedung dan penyediaan rokok

Kebijakan ini didasarkan pada asumsi negara bahwa wilayah maritim merupakan kekuatan nasional selain aspek wilayah daratan, sebab laut merupakan jalur perdagangan

Begitu besarnya pengaruh pemasaran jasa pendidikan yang dilakukan suatu lembaga pendidikan, oleh karena itu saat ini banyak lembaga pendidikan yang

111 kompresor pada mata pelajaran Teknologi Mekanik dengan menggunakan pembelajaran reciprocal teaching dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi masalah rendahnya

1) Guru mengatur tempat duduk siswa sebelum kegiatan membaca menggunakan media Big Book dimulai, agar mereka lebih mudah mengikuti kalimat yang diucapkan oleh guru.

Tujuan sistem informasi ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk dapat melakukan promosi objek-objek wisata yang berada

Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan

ke-8 samapi dengan hari ke-14 mengalami penurunan prosentase indeks SPADI yang cukup signifikan, yang berarti terjadi peningkatan kemampuan fungsional bahu pasien