• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas

2.1.1 Pengertian Produktivitas

Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan luaran (output) dengan masukan (input). Dimana produktivitas merupakan ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil optimal. Produktivitas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri dalam menghasilkan barang atau jasa. Sehingga semakin tinggi perbandingannya, berarti semakin tinggi produk yang dihasilkan. Ukuran-ukuran produktivitas bisa bervariasi, tergantung pada aspek-aspek output atau input yang digunakan sebagai agregat dasar, misalnya: indeks produktivitas buruh, produktivitas biaya langsung, produktivitas biaya total, produktivitas energi, dan produktivitas bahan mentah (Samuelson dan William, 1992:133).

Dalam ilmu ekonomi pertanian produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengorbanan) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi, dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang bagus merupakan usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti usahatani yang memiliki produktivitas yang tinggi. Pengertian produktivitas ini merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur

(2)

banyaknya hasil produksi (output) yang diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Jika efisiensi fisik kemudian di nilai dengan uang maka akan dibahas efisiensi ekonomi. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan sebidang tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas tanah (Mubyarto, 1989:68). Dalam setiap panen padi, petani akan menghitung berapa hasil bruto

produksinya, yaitu luas tanah dikalikan hasil pekesatuan luas. Hasil bruto yang didapat kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan petani, yaitu biaya pupuk, bibit, biaya pengolahan tanah upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panen yang biasanya berupa bagi hasil. Setelah semua biaya-biaya tersebut dikurangi maka petani akan memperoleh hasil bersih atau hasil netto. Apabila hasil bersih usahatani besar maka akan menunjukkan rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio berarti usahatani makin efisien (Mubyarto, 1989:70).

2.1.2 Peranan Produktivitas

Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada kemampuan bangsa tersebut untuk menggapai tingkat produktivitas yang tinggi dan berkesinambungan, hal tersebut digunakan untuk mencapai kualitas produk yang lebih baik dan efisien yang lebih tinggi dalam proses produksi. Perekonomian yang mengalami perkembangan produktivitas akan cenderung memiliki kemampuan yang tinggi dalam persaingan, baik dalam bentuk harga

(3)

maupun kualitas dari produk yang dihasilkan (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995:220).

Kegiatan ekonomi yang memiliki produktivitas yang semakin berkembang akan memiliki daya tahan lebih kuat terhadap kenaikan harga input dibandingkan dengan kegiatan ekonomi yang tidak mengalami perkembangan produktivitas. Untuk dapat mengembangkan produktivitas, perekonomian harus mampu memperbaiki dirinya sendiri (self upgrading) demi untuk memperkokoh perekonomian itu sendiri (self propelling) sehingga menjamin kelangsungan pembangunan (self sustaining). Dalam hal ini teknologi harus dipandang sebagai: bagaimana mengkombinasikan berbagai input produktif dalam proses produksi dengan menggunakan teknik produksi tertentu secara efisien untuk menghasilkan output dengan kualitas yang semakin membaik dan yang dapat dipasarkan. Selain teknologi hal yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah melakukan inovasi secara terus-menerus dalam hal produk dan proses produksi (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995:261).

Dengan perkembangan produktivitas yang lebih pesat, keunggulan suatu perekonomian seperti upah tenaga kerja dapat dipertahankan seiring dengan memperbaiki kesejahteraan pekerja. Sistem pengupahan tenaga kerja harus mengikuti prinsip dimana upah tidak dapat diperkenankan melaju lebih cepat daripada laju perkembangan produktivitas (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995:266).

(4)

2.1.3 Teori Produksi

Fungsi produksi menggambarkan metode produksi yang efisien, dalam arti menggunakan kualitas bahan mentah yang minimal, tenaga kerja yang minimal dan modal yang minimal. Konsep fungsi produksi yang bersifat teknis masih perlu didukung oleh konsep tentang input-input atau faktor-faktor produksi lainnya, seperti faktor keahlian, motivasi kerja dan lain-lain. Fungsi produksi menunjukkan seberapa besar pemakaian input dan menghasilkan sejumlah output, dengan demikian dapat dikatakan bahwa besar kecilnya output yang dihasilkan sangat tergantung pada seberapa besar penggunaan input (Samuelson dan William, 1992:128).

Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variabel input). Faktor produski tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi tetap harus tetap tersedia. Sedangkan jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya, makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi yang digunakan. Faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait dengan waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut. Hubungan antara input dan output dapat di formulasikan kepada suatu fungsi produksi yang dalam bentuk matematis: Y = f (𝑋𝑋1, 𝑋𝑋2, 𝑋𝑋3, ……), dimana Y adalah total produksi fisik dan 𝑋𝑋1, 𝑋𝑋2, 𝑋𝑋3,….adalah faktor-faktor produksi. Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi, maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa

(5)

faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja (Daniel, 2002:121-122).

Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat. Secara grafis dapat digambarkan dengan semakin luasnya bidang yang dibatasi kurva Total Produksi (TP). Pada gambar 2.1, akibat kemajuan teknologi, luas kurva TP3 > TP2 > TP1. Artinya jumlah output yang dihasilkan per unit faktor

produksi semakin besar (Rahardja dan Mandala, 2004:111). Y Output Q3 TP3 Q2 Q1 TP2 TP1 X 0 L1 Tenaga Kerja

Gambar 2.1 Fungsi Produksi

Sumber: Rahardja dan Mandala (2004:112)

Tingkat total produksi berkaitan dengan tingkat produktivitas faktor-faktor produksi yang digunakan. Produktivitas yang tinggi menyebabkan total produksi yang yang sama dapat dicapai dengan biaya yang lebih rendah. Dengan kata lain, produktivitas dan biaya mempunyai hubungan terbalik. Jika produktiivitas makin tinggi, biaya produksi akan makin rendah, begitu juga sebaliknya. Perilaku biaya juga berhubungan dengan periode produksi. Dalam jangka pendek ada faktor

(6)

produksi tetap yang menimbulkan biaya tetap, yaitu biaya produksi yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi. Dalam jangka panjang, karena semua faktor produksi adalah variabel, biaya juga variabel. Artinya, besarnya biaya produksi dapat disesuaikan dengan tingkat produksi. Dalam jangka panjang, perusahaan akan lebih mudah meningkatkan produktivitas dibanding dalam jangka pendek.

2.1.4 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Pembangunan pertanian tidak dapat berdiri sendiri, pertanian mempunyai hubungan erat dan berkaitan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya, seperti sektor perdagangan, pendidikan dan sebagainya. Untuk mempercepat proses pembangunan pertanian diperlukan peningkatan kegiatan yang simultan dalam hampir semua sektor yang ada. Sektor industri dalam memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat produksi pertanian akan mempermudah petani untuk dapat meningkatkan produksi pertaniannya. Perkembangan sektor industri sekaligus juga memberikan tambahan lapangan pekerjaan. Peran pemerintah dalam peningkatan investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan dan bangunan-bangunan irigasi serta pemberian penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru dapat menciptakan iklim yang baik untuk merangsang kegiatan membangun bagi seluruh sektor pertanian (Mubyarto, 1989:221).

(7)

Menurut A.T. Mosher (dalam Mubyarto, 1989:231) perlu menganalisa syarat pembangunan pertanian dan menggolongkannya menjadi syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat-syarat-syarat pelancar. Ada lima syarat-syarat mutlak atau yang harus ada untuk adanya pembangunan pertanian.

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani 2. Teknologi yang senantiasa berkembang

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal 4. Adanya peranggsang produksi bagi petani

5. Tersedianya pengangkutan yang lancer dan kontinyu

Disamping syarat-syarat mutlak, ada lima syarat lagi yang tidak mutlak atau dapat diadakan, hal itu akan sangat memperlancar pembangunan pertanian, yang termasuk syarat-syarat atau sarana pelancar itu adalah:

1. Pendidikan pembangunan 2. Kredit produksi

3. Kegiatan gotong royong petani

4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian 5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian

Rendahnya produksi per ha dapat disebabkan karena beberapa hal, dan yang terpenting adalah karena sulitnya petani mengadopsi teknologi baru. Penguasaan teknologi yang terbatas ini sebagian besar disebabkan karena lemahnya pemodalan dan terbatasnya keterampilan berusaha tani (Soekartawi, 1999:38).

(8)

Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian dapat berhenti. Produksi berhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau karena kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit. Teknologi sangat berpengaruh pada produktivitas pertanian. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas, baik produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja (Mubyarto, 1989:234).

Perubahan secara teknis dan munculnya inovasi baru menunjukkan perubahan-perubahan teknologi seperti penemuan pupuk baru, perbaikan produk lama, ataupun perubahan dalam proses produksi barang dan jasa. Perubahan teknologi terjadi bilamana pengetahuan rekayasa dan pengetahuan teknis baru memungkinkan lebih banyak output yang bisa diproduksi dengan input yang sama, atau bilamana output yang sama dapat diproduksi dengan input yang lebih sedikit. Dalam terminologi produksi, perubahan teknologi terjadi bilamana fungsi produksi berubah dan perlu adanya inovasi proses untuk memperbaiki teknik-teknik atau pengolahan suatu produksi (Samuelson dan William, 1992:135). 2.1.5 Kebijakan Pangan

Ruang lingkup kebijakan pangan nasional dapat digolongkan menjadi tiga, pertama kebijakan dibidang produksi; kedua, kebijakan di bidang harga dan konsumsi; ketiga, kebijakan dibidang distribusi (Mubyarto, 1989).

(9)

1. Kebijakan di bidang produksi

Kebijakan di bidang produksi bertujuan untuk mencapai swasembada pangan (beras). Peningkatan produksi pangan tidak hanya menambah kenaikan produktivitas, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Peran kebijaksanaan produksi mulai terlihat hasilnya sejak berlakunya sistem BIMAS Gotong Royong tahun 1969 dan BIMAS Nasional yang disempurnakan pada tahun 1970. Program BIMAS dengan paket teknologi dan permodalan membuka peluang lebih besar untuk mengadakan inovasi teknologi, pengembangan organisasi kelembagaan, dan pengembangan sarana/prasarana seperti irigasi, pupuk dan inteksida. Pada gilirannya akan meningkatkan produksi pangan, terutama beras.

Kebijakan di bidang produksi beras di Indonesia sama halnya dengan negara berkembang lainnya, pemerintah telah mensubsidi harga pupuk dengan menjualnya pada tingkat harga lebih rendah daripada harga produksinya. Kebijakan ini ditujukan untuk memberi insentif bagi para petani.

2. Kebijakan di bidang harga

Kebijakan pangan di bidang harga pada dasarnya ditujukan untuk menjamin kepastian harga bagi produsen dan melindungi konsumen dari kenaikan harga. Kebijakan penetapan harga beras untuk menjamin stabilitas harga melalui mekanisme floor price dimaksudkan untuk melindungi petani agar tidak mengalami kerugian dan kebijakan ceiling price yang digunakan untuk melindungi konsumen serta menjaga stabilitas harga-harga lainnya. Peningkatan

(10)

produktivitas pertanian hendaknya diikuti oleh perbaikan harga pasaran komoditas pertanian atau menaikkan harga barang yang dihasilkan tenaga kerja.

3. Kebijakan di bidang distribusi

Kebijakan pangan di bidang distribusi, pada dasarnya dianut sistem mekanisme pasar terarah. Intervensi Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam pembelian produksi padi pada musim panen dan pelepasan stok pangan musim pada tanam juga melalui mekanisme pasar. Distribusi beras dari produsen ke konsumen menjadi lancar atau tidak tergantung pada jaringan organisasi tata niaga yang tersedia. Hal yang paling penting dalam kebijakan distribuasi beras adalah masalah pengangkutan. Untuk memasarkan beras secara efektif di dalam perekonomian negara kepulauan seperti Indonesia, diperlukan jaringan jalan raya, kereta api, pelabuhan, dan fasilitas pergudangan.

2.2. Teori Perdagangan Internasional

Ilmu ekonomomi internasional mengkaji adanya saling ketergantungan antarnegara. Ketergantungan ekonomi antarnegara ini dipengaruhi sumber daya yang dimiliki. Secara spesifik, ilmu ekonomi internasional mengakji teori perdagangan internasional, kebijakan perdagangan internasional serta ilmu makroekonomi pada perekonomian terbuka. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh dan kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan (Salvatore, 1997:5).

(11)

Teori perdagangan internasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory)

Dalam buku yang berjudul Principles of Political Economy And Taxation (dalam Salvatore, 1997:27) David Ricardo menjelaskan tentang keunggulan komparatif yang merupakan salah satu hukum perdagangan internasional. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memilki kerugian absolut yang lebih besar atau komoditi dengan kerugian absolut.

David Ricardo mengemukakan teori comparative advanatage (keunggulan komparatif) sebagai berikut:

a. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Teori David Ricardo yang didasarkan pada nilai tenaga kerja menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja untuk memproduksinya. Menurut teori Cost Comparative Advantage, suatu negara akan mempeoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat

(12)

berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif tidak efisien.

Dengan adanya spesialisasi pada masing-masing negara berdasarkan Cost Comparative Advantage, maka akan terjadi penghematan hari kerja. Dengan adanya penghematan hari kerja, maka akan meningkatkan jumlah produksi kedua negara tersebut.

b. Production Comperative Advantage (Labor Produktivity)

Teori David Ricardo yang didasarkan pada Production Comperative Advantage (Labor Produktivity) menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif.

2. Teori Heckscher-Ohlin

Dalam teori Heckscher-Ohlin (H-O) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan negara itu akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Dimana sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengipor komoditi-komoditi-komoditi-komoditi yang relatif padat modal (Salvatore, 1997:129).

(13)

Dari semua unsur yang menyebabkan terjadinya perbedaaan-perbedaan dalam harga-harga relatif komoditi dan keunggulan komparatif antarnegara teori Heckscher-Ohlin (H-O) mengisolasikan atau menonjolkan perbedaan dalam kelimpahan faktor secara relatif, atau kepemilikan faktor-faktor produk diantara satu negara dengan negara lain, sebagai landasan dasar atau faktor penentu utama keunggulan komparatif bagi masing-masing negara, yang sekaligus menjadi pijakan bagi berlangsungnya hubungan dagang diantara dua negara tersebut. Berdasarkan alasan tersebut, model Heckscher-Ohlin (H-O) sering disebut sebagai teori kepemilikan faktor atau teori proporsi faktor (factor proportion theory).

Model proporsi faktor Heckscher-Ohlin (H-O) dalam bentuk yang paling sederhana hampir sama dengan model faktor spesifik. Model faktor spesifik (specific factors model) pertama kali dikembangkan oleh Paul Samuelson dan Ronald Jones. Model ini mengasumsilkan adanya suatu perekonomian yang hanya memproduksi dua jenis komoditi dan perekonomian tersebut bisa mengalokasikan seluruh tenaga kerja diantara kedua sektor tersebut (full employment). Tidak seperti model Ricardo, model faktor spesifik ini memperhitumgkan pula adanya faktor-faktor produksi lain di luar tenaga kerja. Jika tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bisa berpindah (mobile factor) dan dapat beralih atau berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya, maka faktor-faktor produksi lain ini dipandang spesifik. Artinya, faktor-faktor produksi lain yang bersifat spesifik tersebut hanya dapat digunakan dalam menghasilkan barang-barang tertentu saja secara baku sehingga tidak dapat berpindah-pindah. Apabila suatu perekonomian yang hanya memproduksi dua macam komoditi, yakni produk manufaktur dan

(14)

makanan. Sekarang perekonomian tidak hanya memiliki satu jenis faktor produksi saja melainkan tiga, yaitu: tenaga kerja (L), modal (K) dan tanah (T). Produk manufaktur dibuat terutama dengan menggunakan faktor produksi modal dan tenaga kerja, sedangkan makanan diproduksi dengan menggunakan tanah dan tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan faktor produksi berpindah yang yang dapat digunakan di kedua sektor, sedangkan tanah dan modal merupakan faktor-faktor produksi yang spesifik yang hanya dapat digunakan dalam kegiatan produksi atas satu jenis komoditi saja.

Adapun dampak-dampak yang bias (condong ke salah satu satu sektor ekonomi saja) dari peningkatan sumber daya terhadap kemungkinan-kemungkinan produksi merupakan kunci untuk memahami bagaimana perbedaan-perbedaan karunia sumber daya selalu dapat menciptakan peluang bagi terjadinya hubungan perdagangan internasioal. Suatu perekonomian yang memiliki nisbah/rasio modal terhadap tenaga kerja yang tinggi secara relatif akan lebih baik atau menguntungkan bagi suatu negara jika negara tersebut berkonsentrasi pada produksi makanan, apabila dibandingkan dengan perekonomian lain yang memiliki nisbah modal terhadap tenaga kerja yang relatif rendah. Suatu perekonomian akan cenderung menjadi baik seacra relatif (kesejahteraan meningkat) jika negara tersebut memproduksi komoditi yang banyak menggunakan faktor-faktor produksi dimana perekonomian tersebut secara relatif memang lebih kaya dalam kepemilikannya daripada perekonomian yang lain

(15)

2.3 Impor

2.3.1 Pengertian Impor

Impor adalah proses perpindahan barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasionalnya.

2.3.2 Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor merupakan tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Kebijakan impor dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Hambatan tarif

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas territorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Hambatan tarif dapat meningkatkan harga barang di negara pengimpor, sehingga konsumen di negara pengimpor relatif merugi, sedangkan para produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan. Jadi, tarif cenderung menaikkan

(16)

harga, menurunkan jumlah yang dikonsumsi dan di impor, serta menaikkan produksi domestik (Salvatore, 1997:270).

2. Hambatan Nontarif (Kuota Impor)

Hambatan perdagangan bukan-tarif yang paling sering dilakukan adalah kuota impor, yaitu suatu batasan atas jumlah keseluruhan barang yang diizinkan masuk ke dalam suatu negara setiap tahunnya, yaitu dengan cara pemerintah yang bersangkutan memberikan sejumlah lisensi terbatas untuk mengimpor secara legal barang-barang yang dibutuhkan negara itu dan melarang setiap barang yang diimpor tampa disertai lisensi. Selama sejumlah barang impor yang diberi lisensi kurang dari jumlah yang diimpor tampa batasan kuota, kuota tidak hanya akan mengurangi jumlah yang diimpor tetapi juga mendorong harga barang itu di dalam negeri melonjak di atas harga dunia yang harus dibayar oleh para pemegang lisensi untuk membeli barang yang sama dari luar negeri (Samuelson, 1992:489).

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah seringkali memilih menggunakan kuota daripada memasang tarif sebagai cara untuk membatasi perdagangan impor (Samuelson, 1992:489-490), yaitu:

1) Sebagai jaminan terhadap kemungkinan peningkatan lebih jauh dalam pembelanjaan impor ketika persaingan dengan luar negeri meningkat dengan tajam. Apabila meningkatkan persaingan dagang dengan luar negeri akan menurunkan harga dunia barang-barang yang diimpor, maka tindakan dengan mengenakan kuota semata-mata adalah untuk mengetatkan pengurangan dalam jumlah yang dibelanjakan untuk kebutuhan impor.

(17)

2) Kuota memberikan keuntungan yang lebih besar bagi para pejabat pemerintah untuk menjalankan kegiatan administratif secara lebih leluasa. Pemerintah akan lebih bebas menggunakan batasan perdagangannya dengan menggunakan kuota impor dan kebijakan kuota akan memberikan mereka kekuasaan dan fleksibilitas yang lebih besar dalam berurusan dengan perusahaan-perusahaan dalam negeri.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Hehamahua (2008) dengan judul “Produksi Beras Di Indonesia”, dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, produksi gabah, produksi beras, produktivitas dan impor beras dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series periode tahun 1998-2004 yang diambil dari Departemen Pertanian, Bulog, BI dan FAO dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas lahan mempengaruhi produksi, nilai loading factor sebesar 0,503 dengan p-value sebesar 0,000. Luas lahan mempengaruhi produksi gabah, nilai loading factor sebesar 0,472 dengan p-value < 0,000. Produksi gabah mempengaruhi produksi beras, nilai loading factor sebesar 0,232 dengan p-value < 0,020, produktivitas mempengaruhi produksi beras dengan loading factor sebesar 2,32 dengan p-value < 0,309. Produktivitas berpengaruh terhadap impor beras dengan nilai loading factor sebesar -0395 dengan p-value -4508.

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2010) dengan judul “Peran Luas Panen Dan Produktivitas Terhadap Pertumbuhan Produksi Tanaman Pangan Di Jawa Timur”, dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas panen padi sawah, produksi padi sawah dan produktivitas dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series periode tahun 1990-2008 yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian. Untuk menjelaskan gambaran pertumbuhan luas panen, produktivitas dan produksi, hasil analisis dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana disertai dengan penjelasannya. Tingkat pertumbuhan baik luas panen, produktivitas maupun produksi dihitung dengan menggunakan model regresi semi logaritma. Kesimpulan dari penelitian ini adalah produktivitas sudah menjadi sumber yang lebih besar terhadap pertumbuhan produksi padi dibandingkan luas panen, pertumbuhan produksi jagung pada lima tahun terakhir lebih bersumber pada perkembangan luas panen.

Penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2013) dengan judul “Hubungan Impor Beras Dengan harga Beras Dan Produksi Beras Sumatera Utara”, dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, produksi beras di Sumatera Utara, impor beras ke Sumatera Utara, harga beras domestik dan harga beras internasional dan data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-Statistik dengan alat bantu software program Statistical Package For Social Science. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara luas lahan dengan produksi beras di sumatera utara dengan signifikansi

(19)

0,00<0,05 dan korelasi kedua variabel kuat dengan koefisien korelasi 0,956. Ada hubungan yang nyata antara impor beras dengan harga beras di Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008 < 0,05 dan korelasi kedua variabel sedang dengan koefisien korelasi 0,339. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara harga beras di Sumatera Utara dengan harga beras internasional dengan tingkat signifikansi sebesar 0,301 > 0,05 dan tidak ada korelasi antara kedua variabel dengan koefisien korelasi sebesar 0,139. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara impor beras dengan produksi beras di Sumatera Utara, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,654 > 0,05 dan tidak ada korelasi kedua variabel dengan koefisien korelasi sebesar -0,126. Dan ada hubungan yang nyata antara impor beras dengan produksi beras dengan produksi beras dengan leg 2 bulan dengan signifikansi sebesar 0,04 < 0,05.

2.5 Kerangka konseptual

Padi merupakan tanaman yang peting bagi masyarakat Indonesia, yang mana makanan pokok masyarakat indonesia adalah nasi yang dihasilkan dari padi. Padi tidak hanya di pasarkan di dalam negeri tetapi juga dalam pasaran luar negeri.

Produktivitas pertanian dapat ditingkatkan dengan melakukan efisiensi usaha (fisik) dan dengan meningkatkan kapasitas tanah. Efisiensi fisik yaitu mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input), sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga menghasilkan produksi yang besar.

(20)

Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah dihubungkan dengan tingkat produksi beras yang ada di dalam negeri, dimana produksi Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Hasil produksi yang diperoleh dipengaruhi oleh produktivitas pertanian yang kurang berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan luas lahan pertanian di Indonesia karena banyak lahan pertanian dialih fungsikan untuk pembangunan perumahan dan pembangunan pabrik, selain itu produktivitas yang semakin menurun dipengaruhi oleh kurangnya penggunaan teknologi dan inovasi baru untuk peningkatan produksi.

Dari kajian teoritis terdapat hubungan antara variabel yang dapat di lihat dalam kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut. Dari keterangan tersebut terdapat hubungan antar variabel. Variabel produktivitas yang mempengaruhi impor atau impor yang mempengaruhi produktivitas.

Gambar 2.2

Skema Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara produktivitas pertanian dengan impor beras di Indonesia.

Produktivitas Pertanian

Impor Beras

Gambar

Gambar 2.1 Fungsi Produksi

Referensi

Dokumen terkait

perekonomian, baik inflasi yang diharapkan maupun inflasi yang tidak diharapkan yaitu: penurunan jumlah uang yang dipegang sehinggga menimbulkan inflasi, mendorong

Function tersebut berguna untuk mengambil data, menampilkan data yang telah diambil dan membandingkan produk yang telah dipilih oleh user.. Function Product

Selain itu, warga emas ini tidak mempunyai kemahiran dan keyakinan terhadap penggunaan media sosial (Anderson &amp; Perrin, 2017). Penggunaan ini perlu diberi perhatian dan dibimbing

Perubahan perilaku seksual pranikah siswa membuktikan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik diskusi memberikan pengaruh terhadap pemahaman tentang perilaku seksual pranikah

(2017) menyatakan bahwa penambahan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) pada level 2, 4, dan 6% dari 100 cc air minum dapat meningkatkan berat telur, jumlah produksi telur,

Dalam amalan istighatsah di Pondok Pesantren Al-Ihsan Putri setelah kalimat tersebut ditambahai dengan kata “kifâyatunâ” yang berarti “cukupkanlah kami.” Bisa saja

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena penulis ingin menggambarkan secara faktual serta obyektif mengenai pengaruh kompetensi pedagogik guru terhadap

Soalan yang ditanyakan kepada tiga informan yang juga pengarah filem tersebut berkisar mengenai situasi sebenar industri untuk meneroka permasalahan tenaga modal insan dalam