• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS UTILISASI DAN BIAYA KLAIM PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PESERTA BAPEL JPKM PT X DI RS P PERIODE DESEMBER 2012 NOVEMBER 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS UTILISASI DAN BIAYA KLAIM PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PESERTA BAPEL JPKM PT X DI RS P PERIODE DESEMBER 2012 NOVEMBER 2012"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS UTILISASI DAN BIAYA KLAIM PROGRAM JAMINAN

PEMELIHARAAN KESEHATAN PESERTA BAPEL JPKM PT X DI RS P

PERIODE DESEMBER 2012 – NOVEMBER 2012

ERDAYANI

1006819573

Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Abstrak

Skripsi ini membahas analisis umur, jenis kelamin, wilyah tempat tinggal dan diagnosis terhadap utilisasi klaim Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bapel JPKM PT X di RS P. Penelitian ini adalah penelitian deskriptik analitik dengan desain cross sectional atau potong lintang. Hasil penelitian menyarankan perlu memperhatikan factor lain selain factor usia, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal dan diagnosis. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah lama hari rawat dan penyedia layanan kesehatan

Kata Kunci : Utilisasi

I. PENDAHULUAN

I. 0 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dalam bentuk pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan

penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. (UU No. 36/2009).

Di Indonesia kecenderungan

peningkatan biaya kesehatan disebabkan berbagai faktor, diantaranya adalah pola

penyakit degeneratif, orientasi pada

pembiayaan kuratif, pembayaran secara out of pocket, service yang di tentukan oleh PPK, perkembangan teknologi kedokteran

dan tingkat inflasi. Dengan adanya

(2)

masyarakat memanfaatan pelayanan kesehatan menjadi rendah.

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Bapel JPKM PT. X memberikan jaminan kesehatan kepada pensiunan tenaga kerja sebuah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang jasa pelabuhan. Jaminan berupa pelayanan kesehatan yang diberikan melalui jaringan PPK yang berkerjasama dengan Bapel JPKM. Penyelenggaraan

program JPK dilaksanakan dengan

menggunakan teknik-teknik managedcare

secara berjenjang, terstruktur,

berkesinambungan dan komprehensif.

Pelayanan kesehatan meliputi rawat jalan tingkat pertama berupa pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan dokter gigi, rawat jalan tingkat lanjutan oleh dokter

spesialis, rawat inap, pemeriksaan

kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus serta pelayanan gawat darurat.

RS P adalah rumah sakit yang dimiliki oleh manajemen yang sama dengan Bapel JPKM PT X, RS P dikontrak untuk melaksanakan pelayanan kesehatan bagi peserta Bapel JPKM PT X dan merupakan PPK utama yang melayani 57 % dari

keseluruhan peserta yang terdaftar.

Pembayaran tagihan kepada PPK dilakukan dengan mekanisme fee for service , dengan sistem pelayanan kesehatan satu atap

dimana pelayanan primer dan pelayanan sekunder dilakukan dalam satu rumah sakit. Sistem satu atap memberikan kemudahan bagi peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, tetapi dengan sistem pembayaran yang menggunakan fee for service memberi peluang terjadinya moral hazard yang menjadi sumber kenaikan biaya pelayanan kesehatan yang luar biasa (Sulastomo,2005).

Pada periode Oktober-Desember

2011 rata-rata premi perbulan yang di terima Rp. 3.357.868.788,- rata-rata biaya klaim perbulan di RS P RP.2.796.022.419,- dengan persentase medical loss ratio 83%. Kemudian pada periode Januari-November 2012 rata-rata premi perbulan yang diterima adalah Rp. 3.550.301.388,- dan

rata-rata biaya klaim perbulan

Rp.2.676.259.528,- dengan persentase

medical loss ratio 75%.

Tingginya angka medical loss ratio

berhubungan dengan meningkatnya

pemanfaatan/utilisasi pelayanan kesehatan. Peningkatan pemanfaatan/utilisasi ini perlu

diatasi karena dikhawatirkan akan

membawa implikasi ekonomis yaitu Bapel

JPKM sebagai penyelenggara akan

menderita kerugian karena biaya pelayanan yang terus meningkat. Manajemen utilisasi pelayanan kesehatan merupakan solusi

yang sangat tepat dalam rangka

(3)

kesehatan. Manajemen utilisasi juga

mampu mendeteksi terjadinya moral

hazard baik oleh PPK maupun peserta dan menjadikannya usaha pengendalian biaya dikemudian hari (Thabrany, dkk, 2000).

Salah satu upaya mengatasi

tingginya pembiayaan kesehatan adalah strategi pengendalian biaya. Pelayanan kesehatan yang bermutu dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien harus dijadikan solusi. Salah satu bentuk pengelolaan pelayanan kesehatan yang memperhatikan kedua aspek tersebut adalah manajemen pemanfaatan/utilisasi. Dengan data utilisasi, memungkinkan asuradur untuk merancang paket jaminan yang kompetitif, dalam arti harga, tetapi sesuai dengan kebutuhan medis konsumen (Ilyas,2006).

Berdasarkan pertimbangan atas

pengelolaan jaminan kesehatan yang lebih baik maka tujuan penelitian ini adalah menganalisa pemanfaatan (utilisasi) dan

biaya untuk mengetahui gambaran

pemanfatan/utilisasi dan biaya pelayanan kesehatan jaminan peneliharaan kesehatan peserta bapel JPKM PT X. Hasil kajian ini

dapat dijadikan bahan pertimbangan

pengelolaan jaminan kesehatan yang lebih baik berdasarkan kebutuhan peserta.

II. METODELOGI

Penelitian ini merupakan penelitan cross sectional dengan pengumpulan data, untuk jenis penelitian ini , baik untuk data variabel bebas ( independent variable) maupun variabel terikat (dependent variable)

dilakukan secara bersama-sama atau

sekaligus (Notoadmojo, 2002). Desain yang

digunakan adalah deskriptif dengan

menggunakan data sekunder untuk

menggambarkan utilisasi dan biaya

pengguna pelayanan kesehatan pada produk Bapel JPKM PT X periode Desember 2011- November 2012.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah program jaminan kesehatan Bapel JPKM PT X pada periode November 2011-Desember 2012. Populasi penelitian adalah seluruh klaim rawat inap dan rawat jalan yang di ajukan oleh rumah sakit kepada Bapel JPKM.. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh klaim yang sudah memenuhi persyaratan eligibilitas, metode total sampel dipilih karena jumlah kasus yang ada memungkinkan untuk dilakukan telaah sehingga tidak dilakukan pemilihan sampel. Cara pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan mengambil data dari sistem data base rumah sakit dalam bentuk Microsoft windows excel.

Penelitan ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Penyajian data hasil

(4)

penelitian kuantitatif berupa gambaran tingkat pemanfaatan/utilisasi peserta Bapel JPKM PT X periode Desember 2011 sampai dengan November 2012. Penyajian data akan diakhiri dengan gambaran tingkat

pemanfaatan/utilisasi berdasarkan umur,

jenis kelamin, wilayah tempat tinggal dan diagnosis peserta bapel JPKM PT X.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini kualitas data kuantitatif sangat dipengaruhi oleh validitas dan kelengkapan data rekapitulasi klaim peserta Bapel JPKM PT X di RS P. Jumlah total klaim periode Desember 2011 sampai dengan November 2012 adalah 54.412 klaim dengan jumlah peserta yang berkunjung 2867 peserta. Data sekunder lain yang dikumpul adalah data kepesertaan Bapel JPKM PT X yang terbaru yaitu data rekonsiliasi peserta bulan Desember 2012 yaitu 8100 orang.

A. Utilisasi dan Biaya Perjenis Layanan

1. Rawat Jalan

Pemanfaatan rawat jalan pada

pelaksanaan jaminan kesehatan Bapel JPKM PT X dibagi menjadi pelayanan kesehatan pertama dengan dokter umum dan gigi serta pelayanan kesehatan rujukan dengan dokter spesialis.

Tabel 1

Pemanfaatan Rawat Jalan Peserta Bapel JPKM pT X Di RS P

Periode November 2011-Desember 2012

Jumlah kunjungan di rawat jalan tingkat pertama sebanyak 23.740 per tahun jika dibandingkan dengan jumlah peserta sebanyak 8100 maka rata-rata setiap peserta menggunakan fasilitas sebanyak kurang lebih 2-3 kali kunjungan pertahun. Angka utilisasi per bulan untuk rawat jalan tingkat pertama adalah 24%. Jika dibandingkan dengan indikator standar Jamkesmas yang menetapkan RJTP 15% dari total peserta (Depkes,2008), maka terdapat overutilisasi dalam pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama. Hal ini disebabkan oleh kemudahan akses pelayanan kesehatan yang berada sekitar tempat tinggal peserta. Kemudahan akses pelayanaan kesehatan akan membuat utilisasi akan pelayanan kesehatan tersebut meningkat sehingga perlu

dibuat sistem pengendalian dalam

penerapannya (Gnawali,2009).

Jumlah kunjungan di rawat jalan tingkat lanjut sebanyak 29.871 per tahun jika dibandingkan dengan jumlah peserta sebanyak 8100 maka rata-rata setiap peserta menggunakan fasilitas sebanyak kurang lebih 3-4 kali kunjungan pertahun. Angka utilisasi per bulan untuk rawat jalan tingkat

No Jenis Layanan Jumlah Kunjungan

Setahun Jumlah Peserta Utilisasi Perbulan

1 RJTP 23,740 8,100 24% 2 RJTL 29,871 8,100 31%

(5)

lanjut adalah 31%. Pada pelayanan RJTP terdapat 23.740 kunjungan, sehingga angka utilisasi pada pelayanan rujukan adalah sebesar 26% dari angka utilisasi RJTP. Jika merujuk ke standar indikator nasional

sebesar 12% dari angka RJTP

(Depkes,2008), maka pada pelayanan

rujukan mengalami overutilisasi.

Penyebabnya adalah dengan kondisi sistem pelayanan satu atap memberikan kemudahan bagi peserta untuk melakukan kunjungan pada pelayanan tingkat lanjut.

Biaya untuk pelayanan rawat jalan selama periode Desember 2011 sampai dengan November 2012 adalah sebesar Rp. 18.934.506,828, dimana biaya ini terdiri dari 6.539.373.249 rupiah untuk pelayanan pada

rawat jalan tingkat pertama dan

12.395.133.579 rupiah untuk biaya rawat jalan tingkat lanjut. Rerata biaya per peserta untuk pelayanan rawat jalan tingkat pertama adalah 275.458 rupiah dan rawat jalan tingkat lanjut sebesar 414.955 rupiah.

Komponen tertinggi pada

pemanfaatan pada unit rawat jalan adalah obat. Rata-rata R/ dalam lembar resep perbulan adalah sebesar 6.816 untuk RJTP dan 5.896 untuk RJTL, jika dibagi dengan jumlah kunjungan maka rata-rata jumlah R/ pada setiap kunjungan RJTP adalah 2 R/ dan rata-rata jumlah R/ pada setiap kunjungan RJTL adalah 3 R/. Angka rata-rata jumlah

R/ pada kunjungan rawat jalan masih normal jika dibandingkan dengan indikator WHO untuk pemberian obat rasional minimal 3 R/ perlembar resep. Unit cost harga R/ pada RJTP sebesar 106.462 rupiah dan RJTL 240.309 rupiah. Angka ini tidak wajar dibandingkan dengan indicator WHO untuk Unit cost harga R/ sebesar Rp.35.528,60. Besarnya unit cost harga R/ ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sistem penentuan harga jual serta bervariasinya jenis dan harga obat (PAMJAKI,2008).

2. Rawat Inap

Pemanfaatan rawat Inap pada

pelaksanaan jaminan kesehatan Bapel JPKM PT X dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Pemanfaatan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap rata-rata

kunjungan perbulan adalah 67 pasien perbulan dengan unit cost rawat inap adalah 16.485.618 rupiah. Tingginya biaya ini lebih disebabkan oleh perbedaan kelas perawatan yang menyebabkan makin bervariasinya biaya untuk rawat inap. Angka utilisasi per bulan untuk rawat inap sebesar 0,8% dari

total peserta, artinya tiap peserta

menggunakan pelayanan rawat inap sebesar

No Jenis Layanan Jumlah Kunjungan

Setahun Biaya Utilisasi Perbulan 1 RI 801 13,204,980,356 10% 2 Rerata 67 16,485,618

(6)

0,098 kali dalam setahun. Bila dibandingkan dengan standar indikator keberhasilan angka utilisasi rujukan minimal 1,5 (Depkes,2008), maka pelaksanaan jaminan kesehatan Bapel JPKM PT X memenuhi satndar tersebut dalam pelaksanaannnya. Tetapi bila dilihat standar LOS (Length of Stay) pada indikator standar nasional sebesar 7 hari, maka LOS pada jaminan kesehatan Bapel JPKM PT X sebesar 10 hari melebihi indikator standar nasional. Hal ini menindikasikan adanya overutilisasi atau moral hazard dalam pelaksanaannya. Unit cost rawat inap per harinya sebesar 1.831.735 rupiah. Biaya ini lebih disebabkan oleh biaya akomodasi dan obat yang merupakan komponen utama dalam pelayanan rawat inap.

Secara keseluruhan jumlah

kunjungan dan biaya yang terjadi setiap bulannya mengalami fluktuasi. Kunjungan dan biaya tertinggi terjadi pada bulan Maret 2012 yaitu sebesar 5.523 kunjungan dan

biaya sebesar 3.069.146.076 rupiah,

kunjungan terendah terjadi pada bulan Agustus 2012 sebesar 3.986 dan biaya terendah terjadi pada bulan November 2012 sebesar 2.228.678.325 rupiah

Terdapat perbedaan pada

pemanfaatan biaya pelayanan kesehatan antara klaim rawat jalan dan rawat inap. Pada klaim rawat jalan 61% biaya digunakan untuk obat, 49% biaya jasa dan

penunjang diagnosis, pada periode satu tahun persentase biaya ini cenderung stabil.

Sementara pada klaim rawat inap

penggunaan biaya obat rata-rata 37 % dan sisanya untuk biaya jasa, kamar dan penunjang diagnostik.

Tabel 3

Persentase Pemanfaatan Biaya Obat

B. Utilisasi dan Biaya Pelayanan

berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi berdasarkan jenis kelamin peserta yang melakukan kunjungan, paling banyak dilakukan oleh peserta berjenis

kelamin perempuan sebesar 59%,

sedangkan untuk peserta laki-laki yaitu 41%.

Tabel 4

Utilisasi peserta berdasarkan Jenis Kelamin

Angka ini menggambarkan bahwa angka kesakitan pada perempuan lebih

tinggi dibandingkan dengan laki-laki

(HIAA,1997) berkaitan dengan fungsi

biologis misalnya menyusui, sterilisasi atau

Jenis Layanan Biaya Obat Total Biaya Persentase Biaya Obat

Rawat Jalan 7,319,109,133 11,615,397,695 18,934,506,828 61% Rawat Inap 8,302,770,623 4,902,209,733 13,204,980,356 37% Total 15,621,879,756 16,517,607,428 32,139,487,184

No Jenis Kelamin Rawat Inap Rawat Jalan Frekuensi (N) Persentase (%) 1 Laki-laki 276 1,198 1,474 41% 2 Perempuan 266 1,862 2,128 59%

542

3,060 3,602 100% Total

(7)

penyakit yang berhubungan dengan adanya proses kehamilan, persalinan dan lain-lain.

Berdasarkan biaya klaim rawat inap pasien berjenis kelamin laki-laki lebih dominan dengan biaya 6.811.926.640

rupiah dan pasien berjenis kelamin

perempuan menggunakan biaya

6.393.053.716 rupiah. Biaya klaim rawat jalan di dominasi oleh pasien berjenis

kelamin perempuan dengan biaya

11.683.104.774 rupiah dan pasien berjenis kelamin laki-laki menggunakan biaya sebesar 7.251.402.045 rupiah.

Kelompok penelitian ini adalah kelompok pensiunan dan pasangannya, yang artinya angka kesakitan tidak berhubungan dengan penyakit yang terkait dengan maternity, kunjungan dan biaya kesehatan dikeluarkan untuk penyakit pada lanjut usia. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap ancaman kesehatan termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak kerusakan metabolik dan struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes

melitus, dan kanker) yang akan

menyebabkan episode terminal seperti stroke, infark miokard (penyakit jantung iskemik),gagal ginjal dsb.

Menurut beberapa teori, jenis

kelamin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap utilisasi, Balck dan Skipper (2000) menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat ketidakmampuan yang lebih tinggi

daripada laki-laki. Dalam Black dan

Huebner (1972) juga disebutkan bahwa wanita lebih berisiko untuk sakit.

C. Utilisasi dan biaya Pelayanan

berdasarkan Umur

Distribusi utilisasi dan biaya

menurut umur dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelompok umur yaitu umur 1-25 tahun, 26-55 tahun, dan >55 tahun. Dari 3 (tiga) kelompok umur tersebut, terlihat bahwa 70% kunjungan dilakukan oleh kelompok umur > 55 dengan biaya sebesar 28.072.452.766 rupiah, 14% kunjungan dilakukan oleh kelompok umur 26-55 tahun dengan biaya3.221.177.096 rupiah dan

kelompok umur 1-25 tahun sebesar

kunjungan sebesar 17% dengan biaya 845.857.322 rupiah

(8)

Tabel 5

Utilisasi dan Biaya Peserta berdasarkan Umur

Pola penyakit pasien rawat jalan dengan kelompok umur 26 - 55 tahun lebih

banyak yang menderita penyakit

hypertensive desease, diabetes mellitus, osteo arthritis, low back pain dan gastritis. Sedangkan pola penyakit pasien lansia (> 55 tahun) rawat jalan di rumah sakit tampak lebih banyak didominasi penyakit-penyakit degeneratif. Sedang untuk kelompok umur 1-25 tahun penyakit yang banyak diderita pasien jalan adalah ISPA, gastritis, gangren pulpa dan asthma bronchiale.

Pola penyakit rawat inap juga berbeda menurut kelompok umur. Pada kelompok umur 1-25 tahun menunjukkan bahwa pola penyakit yang diderita adalah demam tifoid, DHF, febris dan ISPA. Pada kelompok umur 26-55 tahun adalah chronic kidney desease, DM, hypertensive desease dan cholelitiasis dan pada kelompok umur >55 tahun adalah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan penyakit degeneratif seperti Gastro Entritis, diabetes melitus, hypertensive desease, CAD.

Dengan demikian dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa pola penyakit berbeda tidak saja antara pasien rawat jalan dan rawat inap tetapi diantara pasien rawat jalan dan pasien rawat inap pola penyakitnya juga berbeda menurut kelompok umur. Pola penyakit penduduk

balita berbeda dengan pola penyakit

penduduk dewasa dan berbeda pula dengan pola penyakit penduduk lansia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Thabrany (2005) yang menyatakan kejadian

sakit cukup bervariasi menurut usia.

Kejadian kesakitan ditentukan pada usia balita dan usia tua, dengan pola distribusi klasik menyerupai huruf ‘U’. Berdasarkan

hasil penelitian Thabrany (1996)

menemukan puncak angka kesakitan terjadi pada kelompok usia 0–1 tahun dan 56–60 tahun. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa kelompok usia 26-55 tahun hanya berkontribusi sebesar 14%.

Thabrany, dkk menyatakan bahwa

untuk melakukan utilization review,

diperlukan data dasar diantaranya adalah data demografi termasuk diantaranya usia. Hal ini sangat penting bagi pengelola JPK mengingat adanya perbedaan resiko sakit

pada klasifikasi masing-masing usia

tersebut. Berdasarkan hasil analisis ini

dimana diagnosis menurut usia

menunjukkan diagnosis penyakit adalah

No Umur Rawat inap Rawat Jalan Frekuensi (N) Biaya Persentase (%) 1 1-25 Tahun 45 556 601 845,857,322 17% 2 26-55 Tahun 60 435 495 3,221,177,096 14% 4 > 55 Tahun 437 2,069 2,506 28,072,452,766 70% 542 3,060 3,602 32,139,487,184 100% Total

(9)

diagnosis yang berhubungan penyakit degeneratif, yang sifat dan karakteristiknya memerlukan biaya yang besar, maka perlu di lakukan kerjasama dengan PPK untuk

melakukan pengobatan yang effektif

sehingga dapat melakukan efisiensi terhadap biaya.

D. Utilisasi dan Biaya Pelayanan

berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal

Tabel 6

Utilisasi peserta berdasarkan Wilayah Tempat Tingggal

Distribusi wilayah tempat tinggal peserta yang melakukan kunjungan di RS P selama periode Desember 2011 sampai dengan November 2012 pada klaim rawat inap dan rawat jalan, terbesar berasal dari wilayah Jakarta Utara sebanyak 2.081 peserta. Sedangkan kunjungan terendah berasal dari wilayah Jakarta barat sebanyak 34 peserta.

Bila dilihat dari pola penyakit berdasarkan wilayah tempat tinggal tidak

ada perbedaan, hal ini dikarenakan

kelompok penelitian ini adalah pensiunan, maka penyakit yang mendominasi adalah

pola penyakit penduduk lansia. Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh wilayah tempat tinggal yang berada di wilayah yang sama dengan RS P atau dari peserta yang berada diluar wilayah Jakarta dengan akses yang lebih mudah ke RS P. Menurut Andersen dan Anderson (1979) mengatakan lokasi dari pelayanan kesehatan mempengaruhi tingkat utilisasi pelayanan kesehatan.

E. Utilisasi Pelayanan berdasarkan 10 Diagnosis Terbanyak

Rawat Jalan

10 diagnosis yang paling banyak di klaim oleh peserta Bapel JPKM PT X periode Desember 2011 sampai dengan November 2012 mencakup 59% dari keseluruhan klaim rawat jalan yang terjadi, pada analisis ini diagnosis penyakit tertinggi adalah hypertensi desease sebanyak 8.722 klaim, diagnosis terendah dari 10 diagnosis tersebut adalah dislipidemia sebanyak 1.006.

Tabel 7

Sepuluh Diagnosis Terbanyak Pada Klaim Rawat Jalan

No Wilayah Tempat Tinggal Rawat Inap Rawat Jalan Frekuensi (N) Persentase (%)

1 Jakarta Timur 38 69 107 2% 2 Jakarta Barat 10 24 34 1% 3 Jakarta Pusat 6 43 49 1% 4 Jakarta Selatan 11 47 58 2% 5 Jakarta Utara 347 2,081 2,428 68% 6 Bodetabek 114 704 818 23% 7 Lain-lain 16 92 108 3% 542 3,060 3,602 100% Total

No Diagnosis Frekuensi (N) Persentase (%)

1 Hypertensive diseases 8,722 30%

2 Coronary atrial desease (CAD) 4,063 14%

3 Other specified Diabetes mellitus 3,980 14%

4 Osteo Arthritis 3,048 11%

5 Low Back Pain 2,030 7%

6 Gastritis 1,908 7%

7 Acute upper respiratory infections of multiple and unspe 1,485 5% 8 Ginggivitis and Periodontal disease 1,370 5%

9 AsthmaA Bronchiale 1,214 4%

(10)

Hasil analisis biaya klaim menurut pola penyakit pada layanan rawat jalan

menghasilkan bahwa penyakit yang

menghabiskan biaya terbesar adalah

diabetes mellitus dengan biaya 503.696.422 rupiah dan setiap peserta menghabiskan biaya sebesar 533.963 rupiah, sedangkan penyakit yang menghabiskan biaya terkecil

dari 10 penyakit tersebut adalah

Dislipidemia dengan biaya 324.176.722 rupiah dan biaya perpeserta 322.243 rupiah.

Tabel 8

10 Diagnosis Berbiaya Tinggi pada Klaim Rawat Jalan

Pada klaim rawat jalan dengan biaya perpeserta paling tinggi adalah diagnosis Chronic Renal Failure sebesar 1.345.078 rupiah dengan total kunjungan 561. Menurut Mansjoer (2001) Chronic Renal Failure (gagal ginja kronik) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan

irreversible. Gagal ginjal terminal

digolongkan ringan adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh sehingga harus dibantu dialysis atau transplantasi. Kondisi ini

memerlukan pengobatan yang berkelanjutan dan berbiaya tinggi.

Rawat Inap

Diagnosis yang paling banyak di klaim oleh peserta Bapel JPKM PT X periode Desember 2011 sampai dengan November 2012 adalah Diabetes Mellitus sebanyak 68 klaim. Diagnosis terendah dari 10 penyakit tersebut adalah Denggue haemoragic fever sebanyak 17 klaim.

Tabel 9

Sepuluh Diagnosis Terbanyak Pada Klaim Rawat inap

Hasil analisis biaya klaim menurut pola penyakit pada layanan rawat inap

menghasilkan bahwa penyakit yang

menghabiskan biaya terbesar adalah

diabetes mellitus dengan biaya 547.002.500 rupiah dan setiap peserta menghabiskan biaya sebesar 8.044.154 rupiah, sedangkan penyakit yang menghabiskan biaya terkecil dari 10 penyakit tersebut adalah Dispepsia dengan biaya 84.385.300 rupiah dan biaya perpeserta 4.018.348 rupiah. Bila di lihat

No Diagnosis Frekuensi (N) Biaya Biaya/Peserta

1 Other specified Diabetes mellitus 3,980 2,125,171,399 533,963 2 Coronary atrial desease (CAD) 4,063 1,893,184,088 465,957 3 Hypertensive diseases 8,722 1,222,474,097 140,160 4 Osteo Arthritis 3,048 844,974,324 277,223 5 Chronic Renal Failure 561 754,588,716 1,345,078 6 CVD / CVA 684 378,181,256 552,897 7 Ginggivitis and Periodontal disease 1,370 348,888,165 254,663 8 AsthmaA Bronchiale 1,214 334,373,932 275,432 9 Low Back Pain 2,030 330,432,001 162,774 10 Dislipidemia 1,006 324,176,722 322,243

No Diagnosis Frekuensi (N) Persentase (%)

1 Other specified Diabetes mellitus 68 19%

2 Diarrhoe and Gastroentritis of presumed infecious51 14%

3 Hypertensive diseases 48 13%

4 Coronary atrial desease (CAD) 44 12%

5 Chronic Kidney disease 39 11%

6 Congestive Heart Failure 28 8%

7 Stroke not specifed as haemorrhage or infarction27 7%

8 Dyspepsia 21 6%

9 Thypoid and Parathypoid fever 19 5%

(11)

dari biaya perpeserta maka biaya tertinggi

pada penyakit hydrocephalus sebesar

31.345.533 rupiah dan biaya terendah pada

penyakit diarrhoe and gastroenteritis

sebesar 2.415.794 rupiah. Rata-rata lama hari rawat pada 10 diagnosis terbanyak rawat inap adalah 10 hari, hal ini sesuai dengan kelompok peserta yang merupakan

usia tua. Pada usia ini memiliki

kecendrungan menderita penyakit kronis dan degenaratif.

Tabel 10

10 Diagnosis Berbiaya Tinggi Pada Klaim Rawat Inap

Priyanto (2005) menyatakan menurut Barber Johnson rata-rata rawat inap adalah rerata lama hari dirawatnya seorang pasien. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi dan mutu pelayanan apabila di terapkan pada diagnosis tertentu untuk perawatan lebih lanjut. Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2011) secara umum nilai ALOS yang ideal adalah 6-9 hari. Pada hasil analis klaim rawat inap yang memiliki rata-rata hari rawat 10 hari, menunjukkan kecendrungan keterkaitan dengan diagnosis

penyakit kronik yang lebih memakan waktu lama hari rawat. Lama hari rawat merupakan faktor morbidity yang berhubungan dengan utilisasi dan biaya pelayanan kesehatan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Bedasarkan hasil yang telah

didapatkan dalam penelitian ini, maka

dapat disimpulkan bahwa asuransi

kesehatan yang pesertanya merupakan pensiunan, merupakann asuransi yang sangat beresiko. Hal ini terbukti dengan dari angka utilisasi dan medical loss ratio Bapel JPKM PT X yang semakin

meningkat. Semakin tinggi angka

presentase medical loss ratio berarti semakin banyak biaya yang dikeluarkan oleh Bapel JPKM untuk membiayai pelayanan kesehatan bagi pesertanya atau semakin sedikit presentase keuntungan yang diperoleh.

Pemanfaatan pelayanan menurut

jenis kelamin menjelaskan bahwa pada jenis layanan rawat inap, jenis kelamin laki-laki melakukan pemanfaatan sebesar 51%. Pada jenis layanan rawat jalan peserta yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak

melakukan pemanfaatan sebesar 61%.

Pemanfaatan pelayanan menurut usia

menjelaskan bahwa kelompok usia 1-25 tahun adalah kelompok usia yang memiliki

No Diagnosis Frekuensi (N) Alos Biaya Biaya/Peserta

1 Other specified Diabetes mellitus 68 12 547,002,500 8,044,154 2 Coronary atrial desease (CAD) 44 12 330,562,100 7,512,775 3 Chronic Kidney disease 39 13 327,693,850 8,402,406 4 Stroke not specifed as haemorrhage or infarction 27 14 287,094,350 10,633,124 5 Hypertensive diseases 48 7 196,136,900 4,086,185 6 Congestive Heart Failure 28 11 159,797,800 5,707,064 7 Diarrhoe and Gastroentritis of presumed infecious 51 7 123,205,500 2,415,794 8 CVD / CVA 13 8 97,174,900 7,474,992 9 Hydrocephalus 3 17 94,036,600 31,345,533 10 Dyspepsia 21 11 84,385,300 4,018,348

(12)

kunjungan terendah sebesar 3% pada jenis layanan rawat jalan. Berbeda dengan pelayanan rawat inap, kelompok usia yang

memiliki kunjungan terendah adalah

kelompok usia 26-55 tahun sebesar

14%.Pola penyakit pada peserta JPK Bapel JPKM PT X memiliki trend yang berbeda bila dilihat berdasarkan kelompok umur. Trend penyakit pada kelompok umur 55 tahun adalah peyakit degeneratif yaitu

hypertensive disease, Coronary atrial

desease (CAD), Diabetes mellitus, Osteo Arthritis, Low Back Pain dll. Pada peserta kelompok umur 1-25 tahun trend penyakit

adalah non kronis seperti gangguan

pernapasan atas, gastritis, ganggren pulpa dll.

Pemanfaatan pelayananan rawat inap menjelaskan diagnosis terbanyak adalah yang berhubungan dengan diagnosis pada usia lanjut. Rata-rata hari rawat adalah 10 hari, melebihi rata-rata hari rawat inap yang ideal yaitu 7 hari. Secara biaya, dengan trend penyakit yang ada pada peserta JPK Bapel JPKM PT X memiliki konsekuensi pembiayaan yang tidak sedikit, apalagi dengan kepesertaan hanya satu kelompok yang homogen, sehingga tidak terjadi subsidi silang antar peserta.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan dan biaya pelayanan kesehatan yang terjadi dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah adalah kepesertaan yang

bersifat homogen dan berusia lanjut

memiliki trend penyakit degenerative.

Dengan pola penyakit degenerative

pelayanan kesehatan memerlukan biaya yang tinggi dan berkelanjutan. Faktor non alamiah adalah kemungkinan moral hazard yang dilakukan oleh peserta maupun oleh PPK, hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah kunjungan berulang dan jumlah rujukan, untuk pembuktian kemungkinana tersebut perlu dilakukan penelitaian lebih lanjut dan lebih mendalam lagi.

Pelaksanaan yang lebih baik dimasa

yang akan datang, diharapkan dapat

mengacu pada konsep managed care yaitu

mengintegrasikan pembiayaan dan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan

dengan kendali biaya dan kendali mutu pada pelayanan kesehatan. Penerapan sistem pelayanan berjenjang yang telah tertuang dalam Standar Operational Procedure (SOP) dalam pelaksanaannya belum berjalan dengan baik, perlu komitmen bersama dengan PPK dan Bapel JPKM PT X agar konsisten dalam menerapkannya.

Pengendalian biaya dan utilisasi sangat ditentukan oleh peran gatekeeper. Tujuan dari sistem gatekeeping ini adalah mengurangi biaya pelayanan kesehatan

(13)

khususnya, menghindari duplikasi tes diagnostik dan konsultasi yang tidak perlu dengan spesialis. Dalam hal ini yang dapat disebut sebagai gatekeeper adalah dokter umum atau dokter keluarga. Tingginya angka rujukan yang melebihi standar nasional menunjukkan sistem ini dalam pelaksanaannya belum berjalan dengan baik. Berlakunya kepesertaan wajib secara nasional pada program jaminan sosial sesuai dengan UU No 40/2004 tentang SJSN pada tahun 2014, dimana peserta Bapel JPKM saat ini merupakan cakupan peserta yang wajib menjadi peserta BPJS, mengharuskan Bapel JPKM PT X agar dapat memodifikasi program JPK yang sesuai dengan kebutuhan dimasa yang akan datang untuk menjaga keberlangsungan Bapel JPKM PT X.

B. Saran

Bagi Bapel JPKM PT X perlu dikembangan Sistem informasi manajemen yang terintegrasi untuk pengelolaan data kepesertaan, data klaim, keluhan dan layanan pelanggan yang berkelanjutan agar dapat dilakukan telaah utilisasi (utilization review) yaitu prospective, concurrent dan retrospective dan perlu dibentuk unit kerja khusus yang bertugas untuk melakukan

kajian utilisasi pemanfaatan jaminan

kesehatan peserta dan menetapkan standar indikator mutu pelayanan. Perlu dilakukan

program pencegahan berupa kegiatan

promosi kesehatan untuk mengendalikan risiko komplikasi dari penyakit degeneratif, karena komplikasi yang mungkin terjadi akan menimbulkan risiko status kesehatan yang buruk dan biaya pelayanan tinggi dan perlu dilakukan pemetaan wilayah tempat tinggal peserta untuk perencanaan dan

pengelolaan provider sebagai fasilitas

pelayanan kesehatan pada PPK tingkat pertama dengan meakukan selektif provider yang akan digunakan disesuaikan dengan sebaran peserta Bapel.

Bagi Rumah Sakit P perlu dilakukan sosialisasi mengenai kesepakatan bersama antara Bapel JPKM PT X dengan RS P serta

kebijakan kedua belah pihak lebih

ditingkatkan kepada pegawai RS P sehingga

ada kesepahaman.Perlu dilakukan

pembuatan pedoman pedoman diagnosis dan terapi bagi tenaga medis untuk pengangan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien dan perlu dilakukan perbaikan system informsi yang terintegrasi dari seluruh unit pelayanan dan terkomputerisasi

DAFTAR REFERENSI

Adisamito, Wiku. 2008 Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG).Kelayakan Penerapannya di Indonesia, Depok :

(14)

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 17 Januari

2012. Diakses dari

http://staff.blog.ui.ac.id/wiku- a/files/200/02/kebijakan-standar-pelayanan-medik-drg_edited.Pdf. Anderson,Ronald.1975. Equity in Health

Service,Emperical in Social Policy, Unite States of America : Balinger publish Company.

Azwar Azrul. 1996. Pengantar

Administrasi Kesehatan, Edisi

Ketiga, Jakarta :Binarupa Aksara

Balck,Kenneth dan Skipper,Harold D 2000,Life and Health Insurance new

Jersey : Pentice Hall

international,Inc

Bundorf, M.K. 2002. Employee demand for

health insurance and employer

health plan choices. Journal of health economics, 21(1), pp.65-88 Depkes RI. 2008. Kurikulum dan Modul

Pelatihan Aplikasi SIM Jamkesmas Berbasis WEB. Jakarta.

Depkes. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.

(Online) http://www.depkes.go.id/

downloads/SKN%20final.pdf,

diakses pada tanggal 25 November 2012

Gabel, J. 1999. Job Based Health

Insurance 1977-1998 : The

Accidental System Under Security.

Health Affairs, 18, pp.62-74.

Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/11845926.

Gnawali, D.P. et al. 2009. The Effect of Community-Based Health Insurance on the Utilization of Modern Health Care Services : Evidence from

Burkina Faso. Health policy

(Amsterdam, Netherlands), 90(2-3),

pp.214-22. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/19036467 diakses pada tanggal 25 November 2012

Handajani,2010,

Adianto,dkk.(2010).Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pola Kematian Pada Penyakit Degeneratif di Indonesia. Buletin Penelitian

Sistem Kesehatan

(Vol.B,42-53)Jakarta:Depkes RI.

HIAA Health Insurance Association of America, Part A. 1997. Fundamental of Health Insurance, Washington: The association

Hendrartini, J. 2009. Pedoman

Implementasi Sistem Jaminan

Kesehatan Bagi PPK dan Rumah Sakit. Yogyakarta: Central of Health Service management FK UGM.

(15)

Health Insurance Association of America (HIAA) 2008. Managed Care Part A

: Mengintegrasikan

Penyelenggaraan dan Pembiayaan Kesehatan (F. Saefuddin et al., eds.). Jakarta: PAMJAKI.

Ilyas,Yaslis,2003. Mengenal Manajemen

Asuransi, Review Utilisasi,

Manajemen Klaim dan Fraud.

Depok: FKM UI

Kongstvedt, P.R. 2009. Managed care : What It Is and How It Works? 3rd ed. Sudbury, Massachusetts: Jhones and Bartlett Publisher

Nugroho,Imam Pratomo. Gambaran

Utilisasi Pelayanan Pasien Rawat Inap KLB DBD RSUD Budhi Asih

thun 2009, Skripsi:Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Murti Bhisma. 2000. Dasar-dasar Asuransi Kesehatan, Jakarta: Kanisius

Sulastomo. 2002. Asuransi Kesehatan Sosial : Sebuah Pilihan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Sulastomo.2001.Asuransi Kesehatan Sosial Sebuah Pilihan, Edisi Pertama. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Sulastomo.2005 Sistem Jaminan Sosil

Nasional (SJSN). Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Thabrany Hasbullah. 2003. Social Health

Insurance Implementation in

Indonesia. Executive meeting on

Development of Social Health

Insurance in Indonesia. Jakarta. Thabrany,dkk.2005. Dasar-Dasar Asuransi

Bagian A. Jakarta : PAMJAKI Thabrany,dkk.2005. Dasar-Dasar Asuransi

Bagian B. Jakarta : PAMJAKI Thabrany,dkk.2005. Managed CareBagian

A. Jakarta : PAMJAKI

Thabrany,dkk.2000. Pedoman Manajemen

Utilisasi Pelayanan Kesehatan.

Depok:Pusat kajian ekonomi

Kesehatan,Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Kesehatan Thabrany Hasbullah. 2005. Pendanaan

Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia. Ed. 1. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Yin, R.K. 2006. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Schwenkglenks, M., Preiswerk, G.,

Lehner, R., Weber, F. & Szucs, T.D.

2006. Economic Efficiency of

Gatekeeping Compared with Fee for Service plans : a Swiss example, pp.

24-30. Journal Epidemiol

Community Health (60),

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaturan restorative justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan bentuk penerapan restorative justice

Dua varian waktu sonikasi yang dilakukan untuk mengetahui waktu sonikasi terbaik dalam proses terdispersinya nanopartikel di dalam matriks epoksi resin yang berpengaruh pada

Bahan yang digunakan adalah gipsum, ruangan dengan papan gipsum, dan ruangan tanpa papan gipsum.Gipsum dengan ukuran 1 cm x 3 cm diletakkan pada tempat objek dalam LIBS, Laser Nd:

alamat penyedia : KARANGREJO BARAT NO.9 RT.002 RW.002

kompetensi dalam PBP menggunakan tugas proyek sebagai model pembelajaran. Para peserta didik bekerja secara nyata, memecahkan persoalan di dunia nyata yang dapat

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung 07/Ba-HPL/Fisik II/BM-APBD/PU/X/2014 Tanggal 03 Oktober

Untuk itu dengan melakukan perencanaan arsitektur enterprise ini, maka organisasi mendapatkan hasil berupa pedoman atau pondasi yang sesuai dengan kebutuhan bisnis

Penelitian ini dilakukan di Desa Pejeng , Gianyar, Bali yang bertujuan untuk mengetahui: (1) Sejarah berdirinya Pura Pusering Jagat yang ada di Desa Pejeng, Kecamatan