• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK PEMBERIAN KOMBINASI GROWTH HORMONE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK PEMBERIAN KOMBINASI GROWTH HORMONE"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ix ABSTRAK

PEMBERIAN KOMBINASI GROWTH HORMONE DAN LATIHAN FISIK MENINGKATKAN KADAR INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR-1 SERUM,

EKSPRESI RESEPTOR FOLLICLE STIMULATING HORMONE SEL GRANULOSA OVARIUM, DAN JUMLAH FOLIKEL OVARIUM

TIKUS WISTAR (RATTUS NORVEGICUS) PERIMENOPAUSE

Pada akhir umur 30-an atau awal umur 40-an terjadi penurunan yang tajam dari unit fungsional ovarium, yaitu folikel. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon yang bersumber dari ovarium, sehingga menimbulkan berbagai keluhan klinis yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita yang memasuki usia menopause. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian kombinasi GH dan latihan fisik meningkatkan kadar IGF-1 serum, ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium, dan jumlah folikel ovarium tikus Wistar perimenopause.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan rancangan the randomized post test only control group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Laboratorium Patobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, menggunakan 24 ekor tikus Wistar perimenopause sebagai sampel, dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok kontrol (P0) yang diberikan injeksi aquabidest 0,1ml/hari subkutan selama 30 hari, kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan latihan fisik berenang selama 30 menit 5 kali seminggu selama 30 hari, kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan injeksi GH subkutan dengan dosis 0,016 IU/0,1 ml setiap hari selama 30 hari, kelompok perlakuan 3 (P3) yang diberikan kombinasi injeksi GH subkutan dengan dosis 0,016 IU/0,1 ml dan latihan fisik berenang selama 30 menit 5 kali seminggu selama 30 hari. Data yang diamati, meliputi kadar IGF-1 serum, jumlah folikel ovarium, dan ekspresi reseptor FSH pada sel granulosa ovarium. Data dianalisis dengan uji One-way ANOVA multiple comparisons pada tarap signifikansi (p<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar IGF-1 serum pada kelompok P1 (334,23 ± 75,90 ng/mL) lebih tinggi daripada kelompok kontrol tetapi tidak berbeda secara signifikan (p>0,05). Rata-rata kadar IGF-1 serum pada kelompok P2 (428,69 ± 95,10 ng/mL) dan kelompok P3 (588,50 ± 84,04 ng/mL) lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol (242,03 ± 46,08 ng/mL). Rata-rata jumlah folikel primer (10,75 ± 0,52), sekunder (7,25 ± 0,52), tersier (2,67 ± 0,52) pada kelompok P1 lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan jumlah rata-rata jumlah folikel primer (2,33 ± 0,52), sekunder (1,67±0,41), tersier (0,00) pada kelompok kontrol. Rata-rata jumlah folikel primer (14,58 ±0,66), sekunder (10,25 ± 0,88), tersier (4,33 ± 0,52) pada kelompok P2 lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rata-rata jumlah folikel primer (18,33 ± 0,41), sekunder (12,25 ± 0,76), tersier (6,33 ± 0,61) pada kelompok P3 lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rata-rata ekspresi reseptor FSH pada kelompok P1 (62,58 ± 1,11), pada kelompok P2 (111,67 ± 1,40), dan pada kelompok P3 (132,67 ± 0,82 lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu 22,58 ± 1,11. Rata-rata kadar IGF-1 serum, jumlah folikel primer, sekunder, tersier, dan ekspresi reseptor FSH pada kelompok P3 lebih tinggi secara signifikan (p<0,05)

(2)

x

daripada kelompok P1 dan P2, dan kelompok P2 lebih tinggi secara signifikan daripada kelompok P1.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian GH dan kombinasi GH dan latihan fisik dapat meningkatkan kadar IGF-1 serum, jumlah folikel, dan ekspresi reseptor FSH tikus Wistar perimenopause, sedangkan latihan fisik saja dapat meningkatkan jumlah folikel dan ekspresi reseptor FSH pada tikus Wistar perimenopause tetapi tidak dapat meningkatkan kadar IGF-1 serum secara bermakna.

(3)

xi ABSTRACT

ADMINISTRATION OF GROWTH HORMONE AND PHYSICAL EXERCISE COMBINATION INCREASE SERUM INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR-1 LEVEL, FSH RECEPTORS EXPRESSION OF

OVARIAN GRANULOSA CELLS, AND NUMBER OF OVARIAN FOLLICLES OF PERIMENOPAUSAL WISTAR RATS

In the late thirties (30s) or early forties (40s) the ovaries undergo an abrupt diminution of their functional unit, the follicles. This causes a decrease in hormone levels, resulting in a variety of clinical complaints that decrease the quality of life of menopausal women. This study was aimed to investigate the administration of growth hormone and physical exercise combination increase serum insulin-like growth factor-1 level, FSH receptors expression of ovarian granulosa cells, and number of ovarian follicles of perimenopausal wistar rats.

This research was an experimental research with the randomized post test only control group design. The research was conducted at Biomedical Integrated Laboratory of Faculty of Medicine, Udayana University and Pathobiology Laboratory of Veterinary Faculty, Udayana University, using 24 perimenopausal Wistar rats as sample, divided into 4 groups. Control rats (C) were injected with aquabidest 0.1ml/day subcutaneously for 30 days. Rats of treatment group 1 (T1) swam simultaneously for 30 minutes 5 times a week for 30 days. Rats of treatment group 2 (T2) were injected with GH 0.016 IU/0.1 ml daily subcutaneously for 30 days and rats in treatment group 3 (T3) were injected with aquabidest 0.1ml/day subcutaneously and swam simultaneously for 30 minutes 5 times a week for 30 days. Observed data include serum IGF-1 levels, number of ovarian follicles, and FSH receptors expression in ovarian granulosa cells. Data were analyzed by One-Way ANOVA test multiple comparisons on significance (p <0,05).

The results showed that the mean levels of serum IGF-1 in the T1 group (334.23 ± 75.90 ng/mL) were higher compared with the control group, but not significantly different (p >0.05), whereas the mean levels of serum IGF-1 in the T2 group (428.69 ± 95.10 ng/mL) and in the T3 group (588.50 ± 84.04 ng/mL) were significantly higher (p<0,05) compared with the control group (242.03 ± 46.08 ng/mL). The mean number of primary follicles (10.75 ± 0.52), secondary follicles (7.25 ± 0.52), tertiary follicles (2.67 ± 0.52) in the T1 group were significantly higher (p<0.05) compared with the mean number of primary follicles (2.33 ± 0.52), secondary follicles (1.67 ± 0.41), tertiary follicles (0.00) in the control group. The mean number of primary follicles (14.58 ± 0.66), secondary follicles (10.25 ± 0.88), tertiary follicles (4.33 ± 0.52) in the T2 group were significantly higher (p<0.05) compared with the control group. The mean number of primary follicles (18.33 ± 0.41), secondary follicles (12.25 ± 0.76), tertiary follicles (6.33 ± 0.61) in the T3 group were significantly higher (p <0.05 ) compared with the control group. The mean number of FSH receptors expression in the T1 group (62.58 ± 1.11), in the T2 group (111.67 ± 1.40), and in the T3 group (132.67 ± 0.82) were significantly higher (p < 0.05) compared with the control group (22.58 ± 1.11). The mean levels of serum IGF-1, the number of primary, secondary, tertiary follicles, and FSH receptors expression in the T3 group were significantly higher (p<0.05) compared with T1 and T2 groups, and

(4)

xii

mean levels of serum IGF-1, number of primary, secondary, tertiary follicles and FSH receptors expression in the T2 group were significantly higher (p <0.05) compared with T1 group.

In conclusion, administration of GH alone and combination of GH and physical exercise increased serum IGF-1 levels, FSH receptors expression of ovarian granulosa cells, and number of ovarian follicles of perimenopausal wistar rats, whereas physical exercise alone increased number of follicles and FSH receptors expression of ovarian granulosa cells but, it did not increase serum IGF-1 levels significantly.

Keywords: growth hormone, physical exercise, IGF-1, ovarian follicle, FSH receptors

(5)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL LUAR... i

SAMPUL DALAM... ii

PRASYARAT GELAR... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

PANITIA PENGUJI PENELITIAN DISERTASI... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Manfaat Penelitian... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 13

2.1 Menopause………... 13

2.1.1 Definisi Menopause………... 13

2.1.2 Perubahan Hormonal oleh karena Terjadinya Menopause... 15

2.1.3 Gejala-gejala Klinik Menopause………... 21

2.2 Ovarium………... 22

2.2.1 Anatomi dan Histologi Ovarium…...... 22

2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel Ovarium………... 23

2.2.3 Perubahan Histologi Ovarium pada Wanita Premenopause……... 28

2.3 Growth Hormone (GH)…... 30

2.3.1 Regulasi Sekresi GH…... 32

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sekresi GH………... 33

2.3.3 Peran Hipotalamus dalam Pengaturan Sekresi GH………... 35

2.3.4 Mekanisme Kerja GH……… 2.3.5 Penurunan Kadar GH……….………... 36 38 2.3.6 Growth Hormone Replacement Therapy (GHRT)... 41

(6)

xiv

2.4.1 Manfaat Aktivitas Fisik dan Latihan Fisik yang Teratur... 45

2.4.2 Rekomendasi Latihan Fisik ………... 49

2.4.3 Petunjuk Pemberian Latihan menurut Resep “FITT”... 49

2.4.4 Respon Neurohormonal terhadap Latihan... 50

2.4.5 Peranan Sistem Endokrin terhadap Latihan Fisik…... 51

2.5. Growth Hormone dan Fungsi Ovarium... 54

2.6 FSH Reseptor... 57

2.7 Tikus Wistar... 59

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 65 3.1 Kerangka Berpikir... 65

3.2 Konsep Penelitian... 68

3.3 Hipotesis Penelitian... 69

BAB IV METODE PENELITIAN……….. 71

4.1 Rancangan Penelitian... 71

4.2 Lokasi dan waktu Penelitian ... 72

4.3 Ruang Lingkup Penelitian... 72

4.4 Penentuan Sumber Data... 72

4.4.1 Populasi Target…... 72

4.4.2 Populasi Terjangkau... 72

4.4.3 Sampel Penelitian …... 72

4.4.4 Besar Sampel... 74

4.4.5 Teknik Penentuan Sampel... 75

4.5. Variabel Penelitian... 4.5.1 Klasifikasi Variabel Penelitian... 76 76 4.5.2 Definisi Operasional Variabel... 76

4.5.3 Hubungan Antar Variabel... 78

4.6 Bahan Penelitian... 79

4.7 Instrumen Penelitian... 79

4.8. Prosedur dan Alur Penelitian... 80

4.8.1 Pemeliharaan Tikus... 80

4.8.2 Pembuatan Injeksi Growth Hormone... 80

4.8.3 Pemberian Perlakuan………... 81

4.8.4 Euthanasia Sampel………... 82

4.8.5 Pembuatan Sediaan Histologis... 82 4.8.6 Prosedur Pemeriksaan Imunohistokimia...

4.8.7 Alur Penelitian…………..…………... 4.9 Analisis Data……... 4.9.1 Analisis Deskriptif…... 4.9.2 Analisis Normalits ………... 4.9.3 Analisis Homogenitas…………... 84 86 87 87 87 87

(7)

xv

4.9.4 Analisis Komparasi... 87

BAB V HASIL PENELITIAN………... 88

5.1 Kadar IGF-1 Serum pada berbagai perlakuan dan kontrol... 88

5.2 Folikel Ovarium pada berbagai perlakuan dan kontrol... 91

5.2.1 Folikel Primer... 91

5.2.2 Folikel Sekunder... 94

5.2.3 Folikel Tersier... 97

5.5 Reseptor FSH pada berbagai perlakuan dan kontrol... 101

BAB VI PEMBAHASAN………... 105

6.1 Growth Hormone (GH) dan Kadar IGF-1 serum... 105

6.2 Latihan Fisik dan Kadar IGF-1 serum... 106

6.3 Kombinasi Pemberian GH dan Latihan Fisik terhadap Kadar IGF-1... 108

6.4 Growth Hormone dan Jumlah Folikel Ovarium... 110

6.5 Latihan Fisik dan Jumlah Folikel Ovarium... 6.6 Kombinasi GH dan Latihan Fisik terhadap Jumlah Folikel Ovarium…. 6.7 Growth Hormone, Latihan Fisik, dan Jumlah Reseptor FSH (FSHR)… 6.8 Kebaharuan Penelitian (Novelty)……… BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……….. 111 113 114 117 119 7.1 Simpulan... 119 7.2 Saran... 121 DAFTAR PUSTAKA... 122 LAMPIRAN-LAMPIRAN………... 130

(8)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 The Stage of Reproductive Aging ... 15

2.2 Neuroendokrin kontrol dari sistem reproduksi wanita ... 16

2.3 Kadar beberapa hormon pada masa menopause ... 20

2.4 Kadar hormon-hormon hipofisis dan hormon-hormon steroid pada wanita pascamenopause dan premenopause ... 21

2.5 Struktur histologis dari korteks ovarium ... 22

2.6 Perkembangan dan pertumbuhan folikel ovarium ... 24

2.7 Penurunan jumlah total folikel primordial dari kedua ovarium berdasarkan umur dari baru lahir sampai menopause ... 29

2.8 Perubahan anatomi pada aging ovarium pada masa premenopause ... 30

2.9 Regulasi sekresiGH ... 33

2.10 GH-IGF-1 axis ... 37

2.11 Mekanisme kerja GH pada reseptornya ... 38

2.12 Respon fisiologis tubuh oleh karena latihan fisik... 48

2.13 Chemical messengers of the nervous and hormonal systems ... 52

2.14 Efek dari metabolik hormon yang sekresinya dirangsang oleh latihan ... 52

2.15 Hormon-hormon yang terlibat dalam regulasi aktivitas fisik ... 53

2.16 Somatometidin hipotesis untuk kerja GH dan IGF-1 pada ovarium ... 56

2.17 Human GH axis: neuromodulators ... 57

2.18 Folikel ovarium tikus dewasa ... 62

3.1 Skema Kerangka Berpikir ... 67

3.2 Konsep Penelitian ... 68

4.1 Rancangan Penelitian ... 71

4.2 Hubungan antar Variabel ... 78

4.3 Alur Penelitian ... 86

5.1 Perbandingan Rerata Kadar IGF-1 Serum antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan. ... 89

5.2 Perbandingan Rerata Folikel Primer antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan ... 92

5.3 Perbandingan Rerata Folikel Sekunder antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan ... 95

5.4 Perbandingan Rerata Folikel Tersier antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan ... 97

5.5 Gambaran histologis ovarium kelompok kontrol (P0) ... 99

5.6 Gambaran histologis ovarium kelompok Perlakuan 1 (P1)……… 100

5.7 Gambaran histologis ovarium kelompok Perlakuan 2 (P2)……… 100

5.8 Gambaran histologis ovarium kelompok Perlakuan 3 (P3)……… 101

5.9 Perbandingan Rerata Reseptor FSH antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan……….. 102

(9)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Data biologis tikus 60

Tabel 5.1 Perbedaan rerata kadar IGF-1 serum antar kelompok sesudah diberikan GH, latihan fisik, dan kombinasi GH dan latihan fisik

89

Tabel 5.2 Perbandingan rerata kadar IGF-1 serum sesudah perlakuan antar kelompok

90 Tabel 5.3 Perbedaan rerata folikel primer antar kelompok

sesudah diberikan GH, latihan fisik, dan kombinasi GH dan latihan fisik

91

Tabel 5.4 Perbandingan rerata folikel primer sesudah perlakuan antar kelompok

93 Tabel 5.5 Perbedaan rerata folikel sekunder antar kelompok

sesudah diberikan GH, latihan fisik, dan kombinasi GH dan latihan fisik

94

Tabel 5.6 Perbandingan rerata folikel sekunder sesudah perlakuan antar kelompok

95 Tabel 5.7 Perbedaan rerata folikel tersier antar kelompok

sesudah diberikan GH, latihan fisik, dan kombinasi GH dan latihan fisik

97

Tabel 5.8 Perbandingan rerata folikel tersier sesudah perlakuan antar kelompok

98 Tabel 5.9 Perbedaan rerata reseptor FSH antar kelompok sesudah

diberikan GH, latihan fisik, dan kombinasi GH dan latihan fisik

102

Tabel 5.10 Perbandingan rerata reseptor FSH sesudah perlakuan antar kelompok

(10)

xviii

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

ACSM : American College of Sport Medicine

ACTH : adrenokortikotropik hormon

AHA : American Heart Association

AMH : anti-Mollerian hormone

BPS : Badan Pusat Satistik

CRH : corticotropin-releasing hormone

FSH : follicle stimulating hormone

FSHR : follicle stimulating hormone receptor

GH : growth hormone

GHR : growth hormone receptor

GHRH : growth hormone-releasinghormone

GHRT : growth hormone replacement therapy

GnRH : gonadotropin releasing hormone GPCRS : G protein-coupled receptors HPG : hipotalamus-hipofisis-gonad

HRmax : heart rate maximal

IGF-1 : insulin-like growth factor-1 IRS : insulin reseptors

LH : luteinizing hormone

METs : metabolic equivalens

MSH : melanocyte-stimulating hormone

PCOS : polycistic ovary sindrome

PCOS : polycistic ovary sindrome

POGI : Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia SRIF : somatotropin release inhibiting factor STRAW : Stages of Reproductive Aging Workshop TRH : thyrotropin releasing hormone

TSH : thyroid stimulating hormone

VO2max : Volume Oxygen maximal

(11)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Ethical clearance ... 130 Lampiran 2 Dokumentasi pelaksanaan penelitian ... 131 Lampiran 3 Tabel konversi perhitungan untuk berbagai jenis (species)

hewan uji dan manusia ... 136 Lampiran 4 Hasil analisis data ... 137

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan seorang wanita dan banyak wanita mengalami kecemasan serta ketakutan menghadapi datangnya masa ini. Semakin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat menyebabkan usia harapan hidup juga semakin meningkat dan jumlah wanita yang memasuki usia menopause dari tahun ke tahun juga semakin meningkat.

Menopause berarti berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya. Ini sebuah masa perubahan hidup bagi perempuan karena sebelumnya mengalami menstruasi setiap bulan (Pangkahila, 2011). Masa sebelum terjadinya menopause yang ditandai dengan terjadinya ketidakteraturan siklus menstruasi disebut dengan transisi perimenopause. Menopause terjadi rata-rata pada umur 51 tahun (Fritz and Speroff, 2011).

Berbagai gejala yang dirasakan pada masa menopause dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) gejala umum fisik: gejolak panas, keringat malam hari, gangguan tidur, rasa lelah, rasa gatal, nyeri tulang karena osteoporosis, sakit kepala, berdebar, sering kencing, menjadi gemuk dengan timbunan lemak di pinggang dan perut, rambut menipis, kulit berkerut; 2) gejala umum psikis: cemas, gelisah, mudah tersinggung, daya konsentrasi menurun, memori menurun; 3) gejala seksual: dorongan seksual menurun, epitel vagina menipis, perlendiran vagina berkurang saat terangsang yang mengakibatkan dispareunia (Pangkahila, 2011).

(13)

2

Seiring dengan peningkatan harapan hidup setelah tahun 80-an di seluruh dunia terutama di negara-negara maju, terjadi peningkatan proporsi penduduk perempuan pascamenopause (Lobo, 2014). Jumlah wanita pascamenopause di dunia sekitar 476 juta jiwa pada tahun 1990 dan pada tahun 2030 setidaknya jumlah ini akan bertambah menjadi 1.200 juta jiwa. Di Indonesia menurut laporan dari Badan Pusat Satistik (BPS) tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun 2035. Harapan hidup penduduk Indonesia (laki-laki dan perempuan) naik dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72,2 tahun pada periode 2030-2035. Jumlah wanita berumur 50 tahun ke atas tentunya juga mengalami peningkatan yang besar, di mana pada tahun 2010 adalah 19,5 juta, setidaknya akan menjadi 39,5 juta jiwa pada tahun 2030 (BPS, 2013).

Dengan jumlahnya yang demikian besar dan dengan rata-rata usia menopause berada pada usia 51 tahun sehingga lebih dari sepertiga dari kehidupan seorang wanita dihabiskan setelah menopause (Fritz and Speroff, 2011; Lobo, 2014). Hal ini tentu akan menjadi masalah kesehatan yang harus mendapat perhatian serius dan tantangan bagi dunia kedokteran di dalam meningkatkan kualitas hidup wanita di 1/3 bagian usia kehidupannya.

Fungsi reproduktif yang normal dari wanita meliputi siklus repetitif dari perkembangan folikel, ovulasi, dan persiapan endometrium untuk implantasi. Pola yang teratur dari siklus ovulasi ini dicapai melalui fungsi yang baik dan integrasi dari sinyal stimulasi dan inhibisi dari hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (Hall, 2

(14)

3

2014). Pada akhir umur 30-an atau awal umur 40-an terjadi penurunan yang tajam unit fungsional ovarium, yaitu folikel. Penurunan jumlah folikel yang merupakan sumber dari hormon-hormon ovarium yang memberikan umpan balik kepada hipotalamus dan hipofisis menyebabkan ketidakteraturan dari sistem hormonal dan disorganisasi dari aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hal ini menyebabkan terjadinya status endokrin yang tidak menentu dan sulit diprediksi (unpredictable) yang diikuti oleh berbagai kelainan klinis (Batrinos, 2013).

Pada masa menopause, produksi hormon estrogen dan progesteron sangat berkurang sehingga kadarnya dalam darah sangat kecil (Pangkahila, 2011). Selain itu, terjadi peningkatan kadar follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Peningkatan kadar FSH ini diharapkan dapat menyebabkan percepatan pertumbuhan dan diferensiasi dari sel granulosa, tetapi pada saat bersamaan justru terjadi banyak folikel yang atresia (Lobo, 2014).

Atresia folikel dihubungkan dengan penurunan responsifitas terhadap FSH dan penurunan level reseptornya oleh karena transcriptional down-regulation atau penurunan stabilitas dari reseptornya. Penelitian pada wanita premenopause dengan ketidakteraturan siklus menstruasi, menyatakan bahwa terdapat korelasi antara peningkatan kadar serum FSH dan penurunan dari reseptor FSH. Perubahan ini nampaknya paralel dengan perubahan pada morfologi dan jumlah folikel. Pada pasien pascamenopause reseptor FSH tidak lagi terdeteksi (Ascoli and Narayan, 2014). Peran sental dari FSH dalam perkembangan ovarium dan oogenesis yang normal membuat reseptor FSH menjadi target yang unik untuk kepentingan klinik dalam pengaturan fertilitas dan fungsi endokrin.

(15)

4

Pada usia 25-30 tahun yang disebut tahap subklinis dari penuaan terjadi penurunan kadar GH di samping juga estrogen dan testosteron. Dengan bertambahnya usia, amplitudo GH pulse juga berkurang. Sekresi GH berkurang 50% setiap tujuh tahun setelah usia 18-25 tahun. Pada tahap transisi dari proses penuaan yaitu usia 35-45 tahun kadar hormon menurun sampai 25%. Pada tahap selanjutnya yaitu pada usia 45 tahun ke atas atau tahap klinik, penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan juga hormon tiroid. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap 3 tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata (Pangkahila, 2011).

GH bekerja baik secara langsung melalui reseptornya dan secara tidak langsung dengan merangsang produksi insulin-like growth factor-1 (IGF-1) (Mukherjee and Shalet, 2009). GH adalah modulator penting dari reproduksi wanita. Penelitian-penelitian tentang peranan GH pada fungsi ovarium yang dilakukan pada tikus antara lain: Silva, et al., (2009), melaporkan bahwa GH adalah faktor kelangsungan hidup (survival factor) folikel primer dan mengatur diferensiasi sel granulosa serta menghambat apoptosis dan atresia folikel. Penelitian lainnya pada tikus melaporkan bahwa GH juga menambah sekresi IGF-1 oleh sel granulosa dan sel tekha, steroidogenesis di sel granulosa, serta perkembangan dan pematangan oosit. Hal ini juga telah menunjukkan bahwa GH bertanggung jawab untuk menjaga sensitivitas sel granulosa terhadap gonadotropin. Di sisi lain, seks steroid yang berasal dari gonad meningkatkan 4

(16)

5

pelepasan GH, dan sinergi antara seks steroid dan GH mempromosikan pengembangan dan pematangan folikel (Glabowska, et al., 2012; Hull and Harvey, 2014).

GH dilaporkan memodulasi kerja FSH pada sel granulosa dengan meningkatkan sintesis lokal IGF-1. IGF-1 memperbesar efek kerja dari gonadotropin pada tingkat sel granulosa dan sel teka IGF-1 sinergis dengan FSH dan LH menstimulasi produksi estrogen dan progesteron oleh sel granulosa, dengan demikian berfungsi sebagai follicular survival factor (Kucuk, et al., 2008).

Selain menggunakan obat-obatan yang berupa zat kimia latihan fisik telah diakui oleh masyarakat merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kesehatan fisik dan psikologis serta telah didukung oleh fakta-fakta. Sangatlah penting untuk menaruh perhatian pada latihan fisik yang dilakukan oleh wanita yang merupakan bagian yang besar dari penduduk dunia (Miri, et al. 2013). Masalahnya apakah olahraga yang dilakukan itu sudah benar dan cukup untuk membuat tubuh sehat. Jadi tujuan berolahraga dalam kaitan dengan memelihara kesehatan haruslah aktivitas fisik yang cukup dan bermanfaat bagi kesehatan tapi tidak berlebihan agar tidak mengakibatkan tekanan bagi tubuh dan jiwa (Pangkahila, 2007).

Latihan fisik merupakan stimulus yang kuat bagi sekresi GH. Tetapi mekanisme yang pasti bagaimana latihan fisik dapat meningkatkan sekresi GH masih perlu diklarifikasi lebih lanjut (Frystyk, 2009). Sekresi GH dikontrol oleh sejumlah hormon-hormon hipothalamus, neurotransmiter, dan IGF-1. IGF-1 merupakan mediator hilir utama (primary mediator downstream) bagi kerja GH,

(17)

6

dan kadar IGF-1 pada sirkulasi mempunyai peran penting dalam regulasi umpan balik sekresi GH. Hal ini merupakan alasan kuat mengapa dilakukan berbagai penelitian terhadap hubungan antara IGF-1 dan GH dengan latihan fisik (Frystyk, 2009).

Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap efek dari latihan fisik terhadap kadar IGF-1 plasma dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian melaporkan terjadinya peningkatan kadar IGF-1 oleh karena latihan fisik (Alemany, et al., 2008; De palo, et al., 2008), tidak ada perubahan kadar IGF-1 (Kanaley, et al., 2005; Stokes, et al., 2005). Kim et al., (2015) menyatakan bahwa efek dari latihan fisik terhadap sekresi IGF-1 bergantung kepada suplementasi energi dan intensitas, tipe, dan durasi dari latihan fisik dan memerlukan investigasi lebih lanjut.

Dengan demikian besarnya jumlah wanita yang akan memasuki usia menopause beserta permasalahan kesehatan yang ditimbulkan merupakan tantangan bagi dunia kesehatan. Perawatan medis yang khususnya ditujukan pada wanita menopause menjadi aspek penting dari kedokteran modern. Telah dibuat estimasi dengan model matematika bahwa ovarium akan tetap berfungsi sampai umur 71 tahun jika penurunan cepat jumlah folikel yang terjadi pada saat premenopause tidak terjadi (Batrinos, 2013). Penelitian dan uji coba terapiutik selama 2,5 abad terakhir telah terfokus pada masa setelah terjadinya menopause sedangkan aspek dan masalah endokrin dan fungsi lain pada periode perimenopause telah lama diabaikan dan hanya mengalami peningkatan perkembangan selama beberapa tahun terakhir (Batrinos, 2013).

(18)

7

Dengan demikian perlu dilakukan penelitian terhadap hal-hal yang dapat mempertahankan atau bahkan mungkin meningkatkan fungsi ovarium sebelum habisnya folikel ovarium pada saat menopause. Melihat dari beberapa efek positif dari latihan fisik dan terhadap kadar GH dan IGF-1 tersebut dan GH dan IGF-1 merupakan modulator yang penting bagi reproduksi wanita, maka akan dilakukan penelitian terhadap pemberian GH dan latihan fisik dapat meningkatkan kadar IGF-1 serum, jumlah ekspresi reseptor FSH ovarium, dan jumlah folikel ovarium. Selain itu kombinasi pemberian GH dan latihan fisik diharapkan akan mempunyai manfaat yang lebih besar daripada hanya menggunakan GH atau latihan fisik saja.

Pada penelitian ini digunakan tikus wistar (Rattus norvegicus) betina. Secara genetik dan mekanisme endokrin tikus mempunyai karakteristik dan peran yang sama dengan mamalia lainnya termasuk manusia. Walaupun manusia dan binatang secara teknik dapat menunjukkan perbedaan, tetapi secara level anatomi dan fisiologis adalah mirip (Alexandru, 2011). Tikus dikatagorikan memasuki usia pertengahan dan kemampuan reproduksinya sudah menurun pada umur 9-14 bulan. Karena itu pada penelitian ini akan digunakan tikus wistar betina usia 14 bulan. Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Litamos, 2010 pada mencit berumur 14 bulan yang memiliki persamaan dengan wanita fase perimenopause di mana pada ovariumnya sudah nampak adanya tanda-tanda penuaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

(19)

8

1. Apakah kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan GH dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan GH?

2. Apakah ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan GH dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan GH?

3. Apakah jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan GH dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan GH?

4. Apakah kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan latihan fisik?

5. Apakah ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan latihan fisik?

6. Apakah jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan latihan fisik?

7. Apakah kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan GH?

(20)

9

8. Apakah ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan GH?

9. Apakah jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan GH?

10. Apakah kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan latihan fisik? 11. Apakah ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus

wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan latihan fisik? 12. Apakah jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus

norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan latihan fisik?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk memperdalam dan menambah kajian teori baru mengenai peranan dari pemberian kombinasi growth hormone dan latihan fisik terhadap kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum, ekspresi reseptor FSHsel granulosa ovarium, dan jumlah folikel ovarium dalam memelihara fungsi ovarium tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause.

(21)

10 1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk membuktikan bahwa kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan GH dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan GH.

2. Untuk membuktikan bahwa ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan GH dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan GH.

3. Untuk membuktikan bahwa jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan GH dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan GH.

4. Untuk membuktikan bahwa kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan latihan fisik. 5. Untuk membuktikan bahwa ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium

lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

6. Untuk membuktikan bahwa jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

7. Untuk membuktikan bahwa kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan

10

(22)

11

kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan GH.

8. Untuk membuktikan bahwa ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan GH.

9. Untuk membuktikan bahwa jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan GH.

10. Untuk membuktikan bahwa kadar Insulin-Like Growth Factor-1 serum lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan latihan fisik.

11. Untuk membuktikan bahwa ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan latihan fisik.

12. Untuk membuktikan bahwa jumlah folikel ovarium lebih tinggi pada tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause yang diberikan kombinasi GH dan latihan fisik dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan latihan fisik. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah dan memperdalam 11

(23)

12

pemahaman tentang peranan dari growth hormone dan latihan fisik terhadap kadar insulin-like growth factor-1, ekspresi reseptor FSH sel granulosa ovarium, dan jumlah folikel ovarium dapat memelihara fungsi ovarium tikus wistar (Rattus norvegicus) perimenopause.

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk mengatasi berbagai gejala yang terjadi pada masa menopause, dimana pada langkah selanjutnya kemungkinan dapat diambil manfaat praktis pada manusia setelah dilakukan uji klinis.

Referensi

Dokumen terkait

yang menyebabkan pergeseran norma kesusilaan ini terjadi. Pada dasarnya, pembangunan Waduk Lapangan Sindangpano memiliki. tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Nilai koefisien korelasi yang negatif tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara faktor umur dengan tingkat pelibatan masyarakat dalam kegiatan kebun bibit rakyat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi pupuk organik cair menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap variabel jumlah buah tomat, hal ini

31 Dinas Pertanian Kota Semarang Belanja Modal Konsultan Perencana Pembangunan Instalasi Air Outlet Berpendingin. Penyediaan Sarana Produksi Pertanian/

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna ( Thunnus spp) adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof.

(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6), Bupati atau Pejabat yang

skripsi yang berjudul “ Tindak Pidana Perpajakan Dengan Data Fiktif Pajak Pertambahan Nil ai” ini dengan baik.. Limpah terima kasih juga saya sampaikan kepada papa dan

Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas