• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pewarnaan Papanicolaou

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pewarnaan Papanicolaou"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pewarnaan Papanicolaou

A. Pendahuluan

Pencelupan Papanicoloau (PAP) ditemukan oleh seorang saintis bernama Dr. George papanicoloau (1832-1962). Dilahirkan di Greece, beliau menerima ijazah dari Universiti Athens pada 1904 dan PhD dalam bidang zoology dari Universiti Munich pada 1910. Dr. George Papanicoloau mula memerikasa perubahan apusan vagina wanita pada 1923. Beliau menjumpai sel yang abnormal, besar, nucleus berubah bentuk dan hiperkromatik pada wanita yang menghidap kanser uterin. Penemuan ini dianggap sebagai satu titik permulaan untuk perkembangan bidang sitologi.

Pewarnaan sediaan dikerjakan di laboratorium sitologi. Pewarnaan sediaan sitologi yang dipakai adalah pewarnaan Papanicolaou. Pewarnaan papanicolaou digunakan untuk pemeriksaan sel dalam sekret, eksdudat, transudat atau biopsi berbagai jenis organ dalam dan jaringan. Prosedur pertama yaitu pewarnaan inti dengan Hema-toxylin dan orange G serta EA sebagai cat lawan yang mewarnai sitoplasma

Prinsip pewarnaan Papanicolaou adalah melakukan pewarnaan, hidrasi dan dehidrasi sel. Pengambilan sediaan yang baik, fiksasi dan pewarnaan sediaan yang baik serta pengamatan mikroskopik yang cermat, merupakan langkah yang harus ditempuh dalam menegakkan diagnosis.

B. Pewarnaan

1. Pengumpulan spesimen dan fiksasi

Dalam pengumpulan dan persiapan untuk pemeriksaan sitologi yang utama adalah : 1. Jumlah Spesimen mewakili sel-sel dari daerah yang bersangkutan

2. Apusan harus berisi sel yang merata sehingga masing-masing dapat diamati

3. Prosedur pewarnaan dapat menghasilkan pulasan yang dapat menjelaskan keadaan sel. Spesimen untuk pemeriksaan sitologi didapatkan dari apusan vagina, rahim, mulut dan leher rahim serta ulserasi atau sedimen yang diperoleh lewat proses sentrifugasi atau filtrasi

Apusan ini segera difiksasi menggunakan larutan fiksasi semprot atau dicelupkan dalam eter alkohol. Setelah proses fiksasi tidak ada persyaratan penanganan khusus untuk preparat. Fiksasi secepatnya penting karena dapat terjadi artefak akibat pengeringan udara. Fiksasi bertujuan agar sel-sel tidak mengalami kerusakan.

Kesalahan yang sering terjadi:

Sediaan apus telah kering sebelum difiksasi (terlalu lama di luar, tidak segera direndam di dalam cairan fiksatif)

Cara fiksatif tidak mempergunakan alkohol 96%

 Penggunaan hairspray yang disemprotkan pada jarak terlalu dekat sehingga sebagian sel-sel akan tersapu dan sel tidak terfiksasi dengan baik.

(2)

2.Prosedur pewarnaan

Kesalahan di laboratorium seperti kesalahan dalam pewarnaan sediaan dan kesalahan skrining serta kesalahan inter-pretasi juga dapat mengakibatkan hasil positif palsu yang tinggi.

Suatu laboratorium sitologi yang baik tidak akan memberikan hasil negatif palsu lebih dari 10%, maka dari itu sebaiknya selalu memperhatikan pengawasan kualitas antara lain dengan:

 Pendidikan untuk meningkatkan kualitas.

 Pemeriksaan sitologi sekaligus dengan pemeriksaan kolposkopi juga merupakan suatu pengawasan kualitas.\

 Kesalahan lain yang juga dapat terjadi adalah karena kesalahan pasien yang sebelum pemeriksaan sudah mencuci vagina, mengalami keputihan yang hebat

 Sedang mengalami perdarahan/haid atau menggunakan preparat vagina.

a. Larutan cat yang digunakan : 1) Cat utama

a) Hematoxylin Ehrlich / Harrist Komposisi :

 Hematoxylin

 Potasium alumunium atau tawas

 Asam asetat pekat

 Natrium iodida 2) Cat lawan

a) EA-50 Multiple Polychrome Stain Komposisi :

 Light Green S.F. Yellowish

 Fast Green FCF

 Bismark Brown Y,

 Eosin Y,

 Asam Phosphotungstic,

 asam asetat glasial

b) EA-65 Multiple Polychrome Stain Komposisi :

 Light Green S.F. Yellowish

 Fast Green FCF

 Bismark Brown Y

 Eosin Y

 Asam Phosphotungstic

 asam asetat glasial c) Orange G stain

(3)

Phosphotungstic Acid

Orange G

Alkohol absolut

Aquadest50 and OG-6 secara umum digunakan untuk pengecatan smear vagina. EA-65 adalah modifikasi dari EA-50 khusus digunakan bersama OG-6 untuk smear dari uretra, parasentesis, sputum, lambung, dan ulkus eksternal.

3) Peringatan dan tindakan pencegahan

Larutan cat papanicolaou mudah terbakar dan beracun. Jauhka dari sumber panas. Jika kontak dengan mata bilas dengan air segera dan ikuti saran dokter, Dapat berakibat fatal atau kebutaan jika tertelan

INTISARI

Pengamatan kondisi patologis yang terjadi di dalam rongga mulut dapat dilakukan dengan membuat preparat apusan yang diperoleh dengan membuat irisan tipis dari sepotong kecil jaringan yang telah difiksasi, kemudian dipulas, dilekatkan dalam medium dengan indeks refraksi yang sesuai di atas sebuah kaca objek kemudian ditutup dengan suatu kaca tutup. Praktikum ini dilakukan dengan cara membuat preparat apus dari mukosa mulut yang didapat dari gingiva, palatum durum, palatum molle, mukosa bukal, mukosa labial, lidah, dan dorsum lidah kemudian diwarnai dengan bahan pewarna Papanicolau dan selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sel-sel yang terdapat pada masing-masing mukosa tersebut didominasi oleh sel intermediet. Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pembuatan preparat apusan sel epitel lidah, mukosa bukal atau gingiva untuk mengamati keadaan sel epitel subyek dalam keadaan normal ataupun kondisi patologis.

Kata Kunci : Papanicolau, epitelium, mukosa mulut PENDAHULUAN

Pengamatan kondisi patologis yang terjadi di dalam rongga mulut dapat dilakukan dengan membuat preparat apusan yang diperoleh dengan membuat irisan tipis dari sepotong kecil jaringan yang telah difiksasi, kemudian dipulas, dilekatkan dalam medium dengan indeks refraksi yang sesuai di atas sebuah kaca objek kemudian ditutup dengan suatu kaca tutup. Setelah hasil usapan ditempel pada gelas objek secara merata kemudian direndam dalam larutan alkohol 96% untuk fiksasi. Jaringan yang telah difiksasi kemudian direhidrasi dengan cara merendam gelas objek dalam sederetan alkohol yang konsentrasinya makin menurun. Setelah itu, baru dilakukan pemulasan atau pewarnaan yang bertujuan meningkatkan kontras alami dan untuk memperjelas berbagai unsur sel dan jaringan. Setelah dipulas, kelebihan warna dihilangkan melalui proses dehidrasi (penarikan molekul air dari dalam jaringan) yang dilakukan dengan cara merendam gelas objek dalam deretan alkohol dengan konsentrasi yang makin meningkat. Jaringan tersebut kemudian dijernihkan dengan agen penjernih seperti xilol, kloroform, benzene, dan minyak kayu sedar. Setelah dikeluarkan dari larutan

penjernih, diatas irisan jaringan tersebut diberi setetes medium saji yang mempunyai indeks refraksi hampir sama dengan indeks refraksi kaca, misalnya balsam Canada. Sajian itu ditutup dengan kaca tutup dan dibiarkan mengering (Leeson,1990).

(4)

Jaringan epitelium (epithelial tissue) terdapat dalam wujud lapisan-lapisan sel yang terkemas dengan rapat. Pada banyak epitelium, sel-sel tersebut dipatri menjadi satu oleh tight junction (persambungan ketat). Permukaan bebas pada epitelium itu terpapar ke udara atau cairan, sementara sel-sel yang berada di bagian dasar rintangan itu melekat ke suatu membran basal (Campbell, 2004).

Sel-sel epitel mukosa mulut terdiri dari empat lapisan berturut-turut dari yang paling dalam ke permukaan yaitu lapisan germinativum/basalis, lapisan spinosum, lapisan granulosum dan lapisan corneum. Stratum basalis terdiri dari selapis sel berbentuk kubus yang berbatasan dengan lamina propia dan mengandung sel-sel induk yang secara kontinyu bermitosis dan anak selnya dikirimkan ke lapisan yang lebih superfisial. Stratum spinosum terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk bulat atau oval dan mempunyai karakteristik sel yang mulai matang. Stratum granulosum terdiri dari beberapa lapis sel yang lebih gepeng dan lebih matang dari stratum spinosum dan mengandung banyak granula keratohyalin yang merupakan bakal sel keratin. Stratum corneum terdiri dari selapis atau berlapis-lapis sel (tergantung regio) berbentuk pipih yang tidak berstruktur dan tidak mempunyai inti sel. Mukosa mulut dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu mukosa pengunyahan, mukosa penutup dan mukosa khusus. Mukosa pengunyahan terdapat di regio rongga mulut yang menerima tekanan kunyah seperti gusi dan palatum durum. Jaringan epitelnya parakeratinised (mempunyai lapisan keratin tipis yang beberapa selnya da yang masih memiliki inti sel yang tidak sempurna). Mukosa penutup terdapat pada dasar mulut, permukaan inferior lidah, permukaan dalam bibir dan pipi, palatum molle dan mukosa alveolaris kecuali gusi. Tipe epitelnya nonkeratinised (tidak memiliki lapisan keratin). Mukosa khusus terdapat pada dorsum lidah, tipe epitelnya ortokeratinised (memiliki lapisan keratin yang tebal yang terdiri dari sel-sel yang sudah tidak berinti) (Puspitawati, 2003). Perbandingan antara sel basal-parabasal, sel intermediet, dan sel superfisial disebut indeks maturasi. Pada kondisi normal, jumlah sel pada lapisan superfisial sesuai dengan jumlah sel pada lapisan sel basal (Naib, 1970).

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pembuatan preparat apusan sel epitel lidah, mukosa bukal atau gingiva untuk mengamati keadaan sel epitel subyek dalam keadaan normal ataupun kondisi patologis. BAHAN DAN CARA

Praktikum ini membutuhkan alat dan bahan seperti cytobrush, gelas obyek dan glass cover slip, staining jar, mikroskop cahaya, aquades 0,9%, alkohol 96% dan bahan pengecatan Papanicolau.

Pertama kali yang harus dilakukan adalah membuat preparat apus dari sel epitel lidah, mukosa bukal, dan gingiva. Cytobrush dibasahi dengan aquades kemudian diusap memutar pada daerah yang ditentukan. Hasil usapan tadi diusapkan pada gelas obyek yang telah diberi label secara merata kemudian direndam dalam alkohol 96% untuk fiksasi.

Setelah preparat apusan jadi, langkah selanjutnya adalah pengecatan. Preparat direhidrasi dengan cara merendam gelas obyek dalam alkohol 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, dan terakhir dalam aquades, dilakukan selama 1 menit dalam tiap-tiap larutan. Selanjutnya preparat direndam dalam larutan Harri’s haematoxylin selama 5 menit kemudian dicuci di bawah air mengalir selama 10 menit. Preparat kemudian didehidrasi dengan cara merendam gela sobyek dalam alkohol 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, dan 96%, masing-masing selama 1 menit.

(5)

Preparat diletakkan di atas alas datar, ditetesi zat warna Orange G-6, dibiarkan selama 3 menit, dan dibilas alkohol 95% sebanyak 3 kali. Preparat kemudian dipulas dengan zat warna E. A 50 dan dibiarkan 6 menit kemudian dibilas alkohol 96% sebanyak 3 kali. Preparat dimasukkan ke dalam alkohol absolut tiga kali berturut-turut, masing-masing selama 3 menit kemudian dikeringkan dengan kertas saring. Kemudian preparat dimasukkan ke dalam larutan xylol I, II, III masing-masing selama 5 menit. Terakhir preparat dimounting dengan balsam canada dan diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 400x. Sel dihitung sesuai jenisnya yaitu sel basal-parabasal, sel intermediate dan sel superfisial

menggunakan 100 buah sel yang tidak saling tumpang tindih dengan kriteria masing-masing sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria Penilaian Jenis-Jenis Sel

Sel basal-parabasal Sel Intermediate Sel Superfisial Berwarna biru hingga biru

tua; bentuk bulat atau oval; inti sel bulat atau oval.

Berwarna biru atau merah muda; bentuk poligonal, bulat atau oval; inti bulat atau oval.

Berwarna orange; bentuk poligonal kadang bulat atau oval; inti bulat atau piknotik, kadang tanpa inti.

PEMBAHASAN

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2, mayoritas sel yang terdapat pada masing-masing mukosa adalah sel intermediate, kemudian sel superfisial, dan yang paling sedikit adalah sel basal. Hasil ini sesuai dengan teori Balaciart (2004) yang menyatakan bahwa sel terbanyak yang biasa ditemukan pada mukosa oral yang normal adalah intermediate sel dan bukannya basal-parabasal sel. Hal ini terjadi karena aktivitas proliferasi pada epitel mulut yang normal tampak lebih banyak terjadi pada lapisan intermediet daripada sel basal-parabasal maupun sel superfisial (Maidhof, 1979).

Dari data di atas juga dapat dilihat bahwa persentasi jumlah sel-sel superfisial lebih besar daripada sel-sel basal. Hal ini tidak sesuai dengan teori Naib (1970) yang menyatakan bahwa pada kondisi normal, jumlah sel pada lapisan superfisial sesuai dengan jumlah sel pada lapisan sel basal. Selain itu, konsep homeostasis sel epitel mengindikasikan bahwa produksi sel di lapisan yang lebih dalam seimbang dengan derajat kehilangan sel di lapisan permukaan (Puspitawati, 2003). Ketidaksesuaian ini tidak selalu menunjukkan keabnormalan karena hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor misalnya kurangnya ketelitian praktikan dalam menghitung jumlah sel, kesalahan dalam menentukan lapang pandang, atau kesalahan dalam pembuatan preparat misalnya apusan terlalu tipis sehingga hanya mengandung sedikit sel (Lusa, 2009).

KESIMPULAN

1. Epitel mukosa oral dibentuk oleh sel-sel yang memiliki karakteristik berbeda di tiap lapisannya

2. Cara pembuatan preparat apus dapat mempengaruhi hasil penghitungan jumlah sel 3. Penghitungan jumlah sel dapat digunakan untuk mengetahui keabnormalan serta

menunjukkan indeks maturasi suatu jaringan.

4. Praktikum ini dapat membuktikan teori proliferasi pada epitel mulut yang normal tampak lebih banyak terjadi pada lapisan intermediet daripada sel basal-parabasal maupun sel superfisial.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Campbell Neil, et al. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid III. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Puspitawati Ria. 2003. Struktur Makroskopik dan Mikroskopik Jaringan Lunak Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 10 (Edisi Khusus) : 462-467.

Lesson C, et al. 1990. Mempersiapkan Jaringan dalam Buku Ajar Histologi. Edisi V. Jakarta. EGC. Hal 7-8.

Naib Z M. 1970. Exfoliative Cytophatology. 2nd Edition. Boston. Little Brown and Company. Laboratorium Biologi Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta INTISARI

Sebagai jaringan yang membentuk mukosa mulut, epithelium oral merupakan barrier primer antara lingkungan oral dengan bagian jaringan yang lebih dalam. Rongga mulut dilindungi oleh mukosa terdiri atas epitel skuamosa berlapis. Pada setiap lapisan terdapat sel-sel dengan bentuk yang berbeda dan memiliki gambaran struktural yang khas. Dengan melakukan pengetesan menggunakan cytobrush, dapat diketahui jumlah sel serta struktur normalnya agar bisa dibedakan dengan struktur epitel yang mengalami patologis. Untuk itu dilakukan pengamatan terhadap 100 buah sel yang tidak saling tumpang tindih pada

preparat apusan epitel lidah, bukal, gingiva, palatum, dan dasar mulut, yang diambil secara random dalam beberapa lapang pandang. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah sel basal-parabasal, sel intermediet, dan sel superfisial dari masing-masing preparat apusan. Pada preparat apusan Lingua ventral, bukal, gingiva, palatum durum, palatum durum dengan akrilik, lingua bagian tepi, dan bibir, rata-rata didapatkan jumlah sel yang mendominasi adalah sel intermediate dan paling sedikit adalah sel basal-parabasal Kata kunci : epitel mukosa mulut, sel basal-parabasal, turn-over sel basal

PENDAHULUAN

Epitel oral adalah epitel skuamosa berlapis yang terdiri dari sel-sel yang melekat erat satu sama lain dan diatur dalam beberapa lapisan yang berbeda atau strata. Seperti epidermis dan lapisan saluran pencernaan, epitel oral mempertahankan integritas struktural oleh proses pembaharuan sel terus-menerus di mana sel-sel yang dihasilkan oleh pembelahan mitosis dalam lapisan terdalam bermigrasi ke permukaan untuk menggantikan sel yang membuka. Sel-sel epitel sehingga dapat dianggap terdiri dari dua fungsional populasi: populasi sel progenitor (fungsi yang membagi dan memberikan sel-sel baru) dan sebuah populasi sel matur (sel-sel yang terus-menerus mengalami proses diferensiasi atau pematangan untuk membentuk pelindung lapisan permukaan). 1

Pada setiap lapisan terdapat sel-sel dengan bentuk yang berbeda dan memiliki gambaran struktural yang khas. Pada lapisan basal terdapat sel-sel yang dapat membelah diri, sehingga dianggap sebagai bagian progenitor (asal) sel. Di atas lapisan basal terdapat beberapa lapis sel yang membentuk daerah sel yang matang atau yang berdiferensiasi. Sedangkan lapisan

(7)

Gambar 1. Mukosa oral non keratinisasi (mukosa bucal) dilihat dengan mikroskop cahaya2 Mukosa mulut berdasarkan kondisi permukaannya, dapat dibedakan menjadi tipe non keratinised/ tidak mempunyai lapisan keratin, parakeratinised/ mempunyai lapisan keratin tipis yang beberapa selnya ada yang masih memiliki inti sel yang tidak sempurna, atau orthokeratinised/ mempunyai lapisan keratin tebal yang terdiri dari sel-sel yang sudah tidak berinti. Ketebalan lapisan keratin ini bervariasi sesuai regionya di rongga mulut. Lingua dan dasar mulut memiliki karakteristik epitel non-keratinisasi dan tipis, bukal memiliki

karakteristik epitelnya tebal dan non-keratinisasi, sedangkan ginggiva dan palatum durum memiliki karakteristik epitel tebal dan mengalami keratinisasi.2

Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Pada kondisi normal, jumlah sel yang hilang pada lapisan superfisial seimbang dengan jumlah sel baru hasil mitosis dari sel basal. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari.3,4,5

Pada praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan melakukan prosedur pembuatan preparat apusan epitel lidah, bukal, gingiva, palatum, dan dasar mulut untuk mengamati keadaan epitel subyek dalam keadaan normal ataupun pada kondisi patologis. PEMBAHASAN

Dari hasil praktikum, didapatkan jumlah sel yang berbeda-beda pada setiap lapisan epitelium mukosa rongga mulut. Pada epitel Lingua ventral, bukal, gingiva, palatum durum, palatum durum dengan akrilik, lingua bagian tepi, dan bibir, rata-rata didapatkan jumlah sel terbanyak adalah sel intermediate dan paling sedikit adalah sel basal-parabasal.

Pengetesan exfoliated cytologic dengan menggunakan cytobrush banyak digunakan untuk pengetesan displasia, pengecekan dini squamous cell carcinoma, infeksi akibat herpes, serta mengidentifikasi lesi-lesi lain. Pada individu normal Sel intermediet dan sel suprafisial merupakan sel mayoritas pada hasil tes oral smear. Sel parabasal akan banyak muncul apabila terdapat ulserasi.8

I Sel intermediet bervariasi dalam ukuran dan bentuk, tapi biasanya memiliki diameter dua sampai tiga kali bahwa dari sel parabasal. Banyak cytologists mengklasifikasi sel-sel ini menjadi: sel intermediet kecil dengan bentuk hampir bulat atau bentuk oval dengan inti besar kemudian sel intermediet besar: bentuk poligonal dengan nukleus kecil.9

Sel superfisial merupakan sel yang paling besar (1600μm2

). Ada beberapa sel superfisial yang intinya piknotik (kecil dan gelap). inti sel superfisial berukuran 20μm2. Sel superfisial pada preparat apusan berbentuk poligonal dengan inti kecil dan bulat yang terletak di tengah. Sitoplasmanya sedikit terang, berbatas tegas, dan tercat merah (asidofilik atau eosinofilik).7 Sel skuamosa intermediate tampak berbentuk polygonal berukuran 800 – 1200μm2 dengan inti yang terletak di tengah. Ukuran selnya bervariasi tergantung lokasinya pada epithelium

(8)

sedangkan ukuran intinya relatif konstan. Sitoplasmanya tercat biru muda pada preparat PAP smear. Inti sel intermediate berbentuk vesikuler dengan ukuran 35 μm2.

Sel basal berbentuk bulat atau oval dan berukuran kira-kira 200 μm2. Sitoplasmanya tercat biru-hijau sedangkan intinya yang terletak di tengah berukuran 50μm2 dan berwarna kebiru-biruan. Di atas sel-sel basal terdapat 2-3 lapisan sel parabasal yang berbentuk seperti sel basal tetapi sitoplasmanya yang sedikit lebih terang dari sel basal. Sel parabasal jarang ditemukan pada apusan epitel yang normal. Namun, pada kasus kerusakan epitel, seperti disebabkan oleh inflamasi atau trauma mekanis, sel-sel parabasal mungkin dijumpai8

Sel epithelial baru diproduksi dengan proses mitosis pada lapisan basal, beberapa sel basal dan sel superfisial dipaksa keluar dan nantinya akan sampai di permukaan. Secara sederhana, pergantian sel dalam suatu jaringan adalah proses pembentukan sel dimana diimbangi oleh hilangnya sel.10 Proses ini disebut proses turn-over, Secara garis besar proses turn-over pada rongga mulut lebih cepat dibandingkan kulit tubuh lainnya (waktu turn-over kulit 27 hari). sel nonkeratinisasi memiliki waktu over yang lebih cepat. Palatum durum mengalami turn-over 24 hari.Bagian dasar mulut selama 20 hari, bagian bukal dan labial selama 14 hari, attached gingiva selama 10 hari dan taste buds selama 10 hari.7

Pada regio lidah diliputi oleh epitel yang spesifik dengan bermacam-macam bentuk papila. Bila epitel lidah dikenai rangsangan mekanis atau kimiawi, maka sebagai proteksi terhadap jaringan dibawahnya diperlihatkan proses degenerasi atau keratinisasi. Perubahan pola histologi pada lidah terjadi karena lidah peka terhadap badan karsinogenik.11 Pergantian sel dalam epitel oral mungkin suatu proses perbaikan yang disebabkan oleh trauma. Namun, tingkat pergantian sel dapat diubah oleh beberapa pengaruh internal (misalnya, hormon) maupun oleh faktor-faktor dalam lingkungan eksternal (misalnya, suhu, memberi makan). Perubahan dari tingkat turnover yang dapat ditampilkan oleh perubahan dalam aktivitas mitosis, atau dalam ukuran populasi sel epitel. Dengan demikian, berbeda dengan jaringan non-keratinisasi, arsitektur yang selalu konstan, gambaran histologis epitel mengalami pembaruan yang mungkin berbeda dengan faktor yang saling mengendalikan selnya.12 Dari ketujuh regio mukosa yang diamati pada praktikum ini menunjukkan jumlah sel basal-parabasal tidak sebanyak sel superficial dan intermediet. Sehingga dapat disimpulkan probandus normal dan tidak dalam kondisi inflamasi kronis atau patologis. Pada kondisi patologis seperti pada karsinoma mulut, kemunculan sel di permukaan berdasarkan lokasi sel pada karsinoma mulut7

Palatum durum, gingiva, lingua bagian dorsal Sel matur, terdapat banyak kornifikasi dan beberapa sel tanpa nukleus

Mukosa Bukal dan labial Sel matur sebagian , nucleus basofilic dan cel tercat asidofilic

Dasar mulut, linguabagian ventral,palatum mole

Sel matur sedikit, terdapat sel basophilic dengan inti nukleus berukuran besar. Untuk menentukan apakah suatu epitel berada dalam kondisi patologis atau tidak, tidak cukup hanya dengan menghitung jumlah sel pada setiap lapisannya. Kondisi patologis juga dapat ditunjukkan peningkatan sel basal dan ukuran nukleus terbukti berhubungan dengan lesi yang memiliki risiko tinggi berubah ganas, seperti pada penilaian displasia epitel..13

(9)

pada prosedur pembuatan preparat apusan, pengecatan dengan papaniculou stain atau metode pap-smear , pewarna haematoxylin digunakan untuk mewarnai nukleus sel, pewarna Orange-G 6 sebagai counterstain digunakan untuk mewarnai keratin, counterstain sekunder adalah EA (Eosin Azure), contoh EA-36, EA-50, EA-65. EA mewarnai bagian sel epitel skuamos bagian superfisial, nucleoli, silia, sel darah merah. fiksasi alkohol dilakukan untuk

mempertahankan bentuk jaringan, agar perubahan stuktur sel atau jaringan kemungkinan terjadinya kecil, sedangkan dehidrasi bertujuan agar jaringan atau sel mudah tepoles oleh parafin atau selodin sehingga sel lebih kontras dan mudah dilihat.14,15

KESIMPULAN

 Untuk mengetahui normal atau tidaknya keadaan rongga mulut, diperlukan suatu preparat apusan yang dibuat dengan metode yang benar sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang tepat.

 Pada kondisi inflamasi atau patologis dapat terjadi berbagai macam perubahan, seperti perubahan jumlah sel epitel, serta perubahan ukuran sel dan inti sel.

DAFTAR PUSTAKA

1Nanci A. 2008. Ten Cate’s Oral Histology. Development, Structure and Function. 7th Ed. St Louis: Mosby Elsevier

2

Chandra,S and Chandra,M .2004.Dental and Oral Histology and Embryology with MCQs. New Delhi: Jaypee Brothers Publishers,

3

Wasiaatmaja, Syarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press 4

Avery, James K., Steele, Pauline F., Avery, Nancy. 2002. Oral Development and Histology. 3rd edition. New York: Thieme Medical Publisher.

5

Barasch, A. Risk Factors for Ulcerative Oral Mucositis in Cancer Patients: Unanswered Questions. Oral Oncology, 2003; (39): 91.

6

Silverman, Sol. 2003.Oral Cancer, 5th edition .Ontario: American Cancer Society. 7

Balogh, M.B. and Fehrenbach, M.J. 2006. Dental embryology, Histology and Anatomy. St.Louis: Elseiver Inc.

8

Ramzy, Ibrahim. 2000. Clinical Cytopathology and Aspiration Biopsy: Fundamental

Principles and Practice, 2nd Edition., United States Of America : McGraw-Hill Professional. 9

Bowen R., 1998. Classification of Vaginal Epithelial Cells

http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/vc/cells.html diakses tangal:17 oktober 2009

10

Melfi, Rudy C., Alley, Keith E., Permar, 2000. Dorothy Permar’s Oral Embryology And

Microscopic Anatomy: A Textbook For Students In Dental Hygiene Oral Embryology & Microscopic Anatomy . Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

(10)

11

Wahyudi, Ivan, A., Astuti, Indwiani , dan Sunarintyas, Siti. Pengaruh Pemakaian Karbamid Peroksida 10% sebagai Pemutih pada Perokok terhadap Perubahan Gemma gustatoria dan Ketebalan Epitel Lidah (Kajian Histologis pada Rattus Norvegicus). Sains Kesehatan, 2005; 18(1): 112.

12

Hooper, C. E. Stevens. Cell Turnover In Epithelial Populations. The Journal of

Histochemistry & Cytochemistry, 1956; 4 (6) : 531.

13

Shabana / A.H., et al.Morphometric Analysis Of Basal Cell Layer In Oral Premalignant White Lesions And Squamous Cell Carcinoma. Journals Clinical Pathology, 1987; 40(4) : 454–458.

14

Naigaonkar, A. V. 2008. A Manual Of Medical Laboratory. Mumbai: Pragati Books Pvt. Ltd.

15

Boon, Mathilde E., Suurmeijer, Albert J. H. 1996. The Pap Smear,3rd edition. Amsterdam: Harwood Academic Publishers GmbH.

Referensi

Dokumen terkait

Sel tersebut tidak dapat dilihat, sebelum mikroskop cahaya yang baik tersedia pada awal abad ke-19 ketika semua sel hewan dan tumbuhan ditemukan sebagai kumpulan

Oral erythema multiforme (OEM) dimasukkan dalam klasifikasi diagnosis EM kategori ketiga selain tipe mayor dan minor dengan gambaran klinis berupa ulserasi pada bibir dan mukosa

Berdasarkan jenis rokok dapat dilihat pada tabel 10, lesi mukosa mulut paling banyak ditemukan pada jenis rokok putih yaitu sebanyak 65 orang (81.25%).Hal ini dikarenakan

Transmisi cahaya yang diukur tidak melewati batas yang tertera pada tabel 1, untuk wadah sediaan parenterral.Transmisi cahaya wadah kaca atau gelas tipe NP untuk sediaan oral atau

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.Jika dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik

Angular cheilitis yang disertai alopesia, diare dan ulserasi oral non-spesifik yang biasanya terdapat di lidah dan mukosa bukal, dapat diduga dikarenakan

Oral erythema multiforme (OEM) dimasukkan dalam klasifikasi diagnosis EM kategori ketiga selain tipe mayor dan minor dengan gambaran klinis berupa ulserasi pada bibir dan

Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000x dapat dilihat aktivasi dan distribusi NF-ĸB pada sel MCF-7 pada kontrol sel tanpa