• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kebisingan Terhadap Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur Wistar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kebisingan Terhadap Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur Wistar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebisingan

Kebisingan merupakan salah satu hasil samping pemanfaatan teknologi manusia.

Sumber kebisingan didapat mulai dari mesin-mesin di pabrik, lalu lintas kendaraan dan lain-lain (Saryawati, 2008). Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap berbagai tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguan berupa gangguan audiotory, misalnya gangguan terhadap gangguan pendengaran dan gangguan non audiotory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stress (Buchari, 2007).

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang definisi kebisingan seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/MenKes/Per/XI/1987: Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama pendengaran (Dirjen P2M dan PLP Depkes RI, 1993). Sedangkan menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE 01/Men/1978: Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat

kerja (Suheryanto, 1994).

Dampak kebisingan di suatu daerah besar pengaruhnya bagi kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat, hewan ternak maupun satwa liar dan gangguan terhadap ekosistem alam. Bagi kesehatan manusia, kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada sistem pendengaran dan pencernaan, stres, sakit kepala, peningkatan tekanan darah serta dapat menurunkan prestasi kerja (Gunarwan, 2004).

(2)

batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising. Demikian juga dengan getaran yang dapat menimbulkan efek vaskuler dan efek neurologik, meskipun belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitif getaran diduga dapat menyebabkan perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan hipertensi (Harrington & Gill, 2005).

2.1.1. Tingkatan Kebisingan

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:

a. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level = Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (= steady noise) dalam ukuran dB, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.

b. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.

c. Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.

Menurut Suma’mur (1992), kebisingan dibedakan menurut tingkatannya dan jenisnya adalah sebagai berikut:

(3)

misalnya: suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spectrum yang berfrekuensi sempit (contoh: suara gergaji, katup gas).

b. Kebisingan putus-putus misalnya suara lalu lintas, suara pesawat udara yang tinggal landas.

c. Kebisingan impulsive (=Impact of impulsive noise) seperti pukulan martil, tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain.

Secara umum telah disetujui bahwa untuk amannya, pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dB. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dB, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah (Pulat, 1997).

Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan

hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama atau terus menerus, selanjutnya ditulis NAB. Penting untuk diketahui bahwa di dalam

menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing individu (Rusli, 2008).

2.2. Leukosit

(4)

6000-10000 sel/mm3 (Pearce, 2008). Bila jumlahnya lebih dari normal keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari normal disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal (Bellanti, 1993).

Sel darah putih bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Granulosit atau sel polimorfonuklear merupakan hampir 75 persen dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut sel berbulir atau granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia. Tidak adanya granulosit disebut agranulositosis, yang dapat timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika. Oleh karena itu apabila makan obat-obat tersebut, pemeriksaan darah sebaiknya sering dilakukan untuk mengetahui keadaan ini seawal mungkin (Pearce, 2008).

Leukosit mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Untuk

mengungkapkan keadaan kesehatan tubuh melalui sel-sel leukosit perlu diperhatikan mengenai jumlahnya dan morfologinya cukup mengamati sediaan

apus darah. Sediaan apus darah yang baik memperagakan penyebaran yang rata-rata sel pada bagian tengah. Bagian pinggir dan bagian tebal dari sediaan biasanya berkumpul sel-sel leukosit, namun bagian itu tidak dianjurkan untuk dipakai mempelajari morfologinya (Subowo, 2008).

(5)

invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di dalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan atau penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan (Sherwood, 1996). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung (Guyton, 1996).

Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit atau beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal dirangsang, baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis. Sebagian besar stimulasi fisiologis seperti olahraga, emosi, pemaparan terhadap suhu yang ekstrim, mengakibatkan leukositosis (Widman 1983). Sel darah putih menghabiskan sebagian besar waktunya di luar sistem sirkulasi, berpatroli di dalam cairan interstisial dan sistem limfatik, dimana sebagian besar pertempuran melawan pathogen dilakukan. Secara normal, satu millimeter kubik darah manusia mempunyai sekitar 5000 sampai 10.000 leukosit. Jumlah sel ini akan meningkat untuk sementara waktu ketika tubuh sedang berperang melawan suatu

infeksi (Campbell, 2004).

2.3. Hitung Jenis Leukosit

(6)

Neutrofil, eosinofil, dan basofil dikategorikan sebagai granulosit (sel yang banyak mengandung granula) atau polimorfonulkeus (banyak bentuk nucleus). Nukleus sel-sel ini tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan beragam bentuk, dan sitoplasma mereka mengandung banyak granula terbungkus membran (Sherwood, 1996).

Tiga jenis granulosit berdasarkan afinitas mereka terhadap zat warna yaitu eosinofil memiliki afinitas terhadap zat warna merah eosin, basofil cenderung menyerap warna biru basa dan neutrofil bersifat netral, tidak memperlihatkan kecenderungan zat warna. Monosit dan limfosit dikenal sebagai agranulosit (sel tanpa granula) atau mononukleus (satu nucleus). Keduanya memiliki sebuah nukleus besar tidak bersegmen dan sedikit granula. Monosit lebih besar daripada limfosit dan memiliki nucleus berbentuk oval atau seperti ginjal. Limfosit, leukosit terkecil, ditandai oleh nucleus bulat besar yang menempati sebagian besar sel (Sherwood, 1996). Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun (Guyton, 1996).

2.3.1. Limfosit

Limfosit membentuk sekitar 20% jumlah seluruh sel darah putih. Limfosit

diproduksi di dalam kelenjar getah bening dan di jaringan limfatik yang terdapat di dalam limfa, hati, dan organ-organ lain. Limfosit juga dapat bergerak secara amuboid, tetapi tidak bersifat fagositik akitif (Watson, 1997).

(7)

kontiniu beredar diantara jaringan limfoid, limfe, dan darah, dengan menghabiskan waktu beberapa jam saja di dalam darah. Dengan demikian, hanya sebagian kecil limfosit total yang transit di darah dalam setiap waktu tertentu (Sherwood, 1996).

2.3.2. Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-sel ini merupakan 60-70% dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0,3-0,8 πm) mendekati batas revolusi optik, berwarna salmonpink oleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua yaitu (1) Azurofilik yang mengandung enzyme lisozom dan peroksidase, (2) Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Neutrofil jarang mengandung reticulum endoplasma granuler, sedikit mitokondria, apparatus golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri

yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan

peroksida dan halide bekerja pada molekul tirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya (Effendi, 2003).

Neutrofil merupakan komponen paling banyak dari sel darah putih. Letaknya terbanyak di pinggiran dalam kapiler dan pembuluh kecil, dan hal ini disebut marginasi. Apabila terjadi perlukaan pada jaringan, neutrofil dimobilisasi dari posisi marginal ke daerah yang terluka itu, dan menembus dinding kapiler di antara sel-sel (diapedesis), kemudian dengan gerakan amuboid masuk ke jaringan untuk memfagositasikan partikel-partikel asing (Frandson, 1992).

2.3.3. Monosit

(8)

kuda. Monosit melakukan gerak amuboid dan bersifat fagositik dan merupakan bagian dari sistem retikulo-endotial (Watson, 1997).

Monosit ditemui dalam darah, jaringan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk immunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. Dalam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel imunokompeten dengan antigen (Effendi, 2003).

2.3.4. Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9 µm (sedikit lebih kecil dari neurofil). Inti biasanya berlobus dua, reticulum emdosplasma, mitokondria dan apparatus golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofilik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis,

lebih lambat tapi lebih selektif dibandingkan dengan neutrofil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil

untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairannya diubah oleh proses-proses patologi (Effendi, 2003). Eosinofil memiliki struktur granula sitoplasma yang kasar dan besar, nucleus berlobus duan dan berdiameter 12 πm sampai 15 πm (Sloane, 2003).

2.3.5. Basofil

(9)

bermigrasi dari sistem sirkulasi, tetapi para peneliti membuktikan bahwa basofil berasal dari sumsum tulang sedangkan sel mast berasal dari sel prekursor yang terletak di jaringan ikat. Baik basofil maupun sel mast membentuk dan menyimpan histamin dan heparin, yaitu zat-zat kimia kuat yang dapat dikeluarkan apabila sel-sel tersebut mendapat rangsangan yang sesuai. Pengeluaran histamin penting dalam reaksi alergi, sedangkan heparin mempercepat pembersihan partikel-partikel lemak dari darah setelah kita makan makanan yang berlemak (Sherwood, 1996).

Dalam sirkulasi darah, basofil sangat mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di luar kapiler tubuh. Sel ini mengeluarkan heparin ke dalam darah yaitu zat yang dapat mencegah koagulasi darah. Basofil melakukan fungsi-fungsi yang sama dalam aliran darah mungkin darah hanya mentranspor ke jaringan tempat ia kemudian menjadi sel mast dan berfungsi mengeluarkan heparin. Sel mast dan basofil juga melepaskan histamin walaupun hanya dalam sejumlah kecil bradikinin dan serotonin (kontraksi pembuluh darah), sel mast dalam jaringan yang meradang melepaskan senyawa ini selama meradang (Syaifuddin, 2009).

2.4. Tikus Putih

Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Spesies tikus yang

paling dikenal adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir di semua Negara. Tikus memiliki kemampuan alat indera untuk mencium, menyentuh, mendengar, melihat, mengecap, serta kemampuan fisik yaitu menggali, memanjat, meloncat, mengerat, berenang, menyelam dan kepandaian memipihkan tubuh (Flatened). Para ilmuan telah memunculkan banyak strain atau “galur” tikus khusus untuk eksperimen, salah satunya tikus wistar albino, yang pada saat ini menjadi salah satu strain tikus paling popular yang digunakan untuk penelitian laboratorium. Tikus wistar ditandai oleh kepala lebar, panjang telinga, dan memiliki ekor panjang yang selalu kurang dari panjang tubuhnya (Prasetya, 2012)

(10)

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Classis : Mammalia Subclassis : Placentia Ordo : Rodentia Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith & Mangkoewidjojo, 1987). Tikus jantan cenderung lebih tidak dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen pada tikus jantan relatif rendah dibandingkan dengan tikus betina dan adanya stres akut dapat menyebabkan penurunan kadar estrogen pada tikus betina yang berefek imunostimulasi sehingga dapat mengaburkan efek stres bising terhadap hormon-hormon stres, yang dihasilkan oleh aksis dan SimpatetikMedula Adrenal (SMA) seperti kortisol dan

Referensi

Dokumen terkait

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Pasal 105 Peraturan Menteri

Didalam penjelasan Dokumen Pengadaan yang berisi gambar – konstruksi, ketentuan pelaksanaan bestek diharapkan Penyedia betul – betul teliti

Acara : Pembuktian Kualifikasi, Klarifikasi dan Verifikasi Dokumen Penawaran (dengan membawa serta berkas dokumen asli). Demikian disampikan, atas perhatiannya diucapkan

Pada hari ini selasa tanggal tiga puluh satu bulan juli tahun dua ribu dua belas, berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi, penawaran dan pembuktian

(2) Besarnya tarif Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dalam Lampiran III yang

What is the correlation between high school students’ reading motivation dimensions (challenge in reading, curiosity in reading, reading enjoyment, social reasons for

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini pada analisis data yang diarahkan untuk dapat mencari serta menemukan upaya yang dilakukan seorang guru dalam meningkatkan

a) Ivan P. Pavlov: teori belajar Dari percobaannya tersebut Pavlov menyimpulkan bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan di batasi oleh rangsangan