• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (

Garcinia

mangostana

L.) TERHADAP HITUNG LEUKOSIT DAN

DIFERENSIASI LEUKOSIT TIKUS (

Rattus norvegicus

L.)

JANTAN SETELAH DIPAPARI KEBISINGAN

SKRIPSI

CHRESTINA R PAULINA

100805063

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (

Garcinia

mangostana

L.) TERHADAP HITUNG LEUKOSIT DAN

DIFERENSIASI LEUKOSIT TIKUS (

Rattus norvegicus

L.)

JANTAN SETELAH DIPAPARI KEBISINGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

CHRESTINA R PAULINA

100805063

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia

mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

Kategori : Skripsi

Nama : Chrestina R Paulina

Nomor Induk Mahasiswa : 100805063 Program Studi : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Februari 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Masitta Tanjung, S.Si., M.Si Prof.Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed NIP: 197109102000122001 NIP:196602091992031003

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (

Garcinia

mangostana

L.) TERHADAP HITUNG LEUKOSIT DAN

DIFERENSIASI LEUKOSIT TIKUS (

Rattus norvegicus

L.)

JANTAN SETELAH DIPAPARI KEBISINGAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2015

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS

(Garcinia mangostana L.) TERHADAP HITUNG LEUKOSIT DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT TIKUS (Rattus norvegicus L.) JANTAN SETELAH DIPAPARI KEBISINGAN” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof.Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Masitta Tanjung, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas segala saran, arahan, pengetahuan, motivasi dan waktu yang telah disediakan bagi penulis. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku Dosen Penguji I dan kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku Dosen Penguji II atas segala arahan, masukan serta waktu yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nursahara Pasaribu M.Sc dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Sc selaku Ketua dan Sekertaris Departemen Biologi FMIPA USU. Kepada Ibu Dr. It Jamilah, M.Sc selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan bagi penulis, kepada seluruh Dosen di Departemen Biologi FMIPA USU untuk segala ilmu dan pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis selama ini, Ibu Nurhasni Muluk selaku Laboran di Laboratorium Fisiologi Hewan, Ibu Roslina Ginting, Bang Erwin selaku staf pegawai di Departemen Biologi.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan buat kedua orang tua: B. Sidabutar dan A. Sinaga buat kasih dan dukungan seta semangat bagi penulis. Terima kasih juga atas semangat dan dukungan yang selalu diberikan oleh abang dan Kakak terkasih: Bang Gortap, Bang Andi, Bang Ivan, Kak Sesma, dan juga teman-teman, khususnya: Anita, Santa, Yantika, Edward, Norton, Icha, Sunarti, Zais, Bang Adi Gunawan, Kak Asmitra, dan Kak Artha kepada Penulis hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, penulis pada khususnya dan para pembaca serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih. Damai sejahtera beserta kita. Amin.

Medan, Februari 2015

(6)

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

TERHADAP HITUNG LEUKOSIT DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT TIKUS (Rattus norvegicus L.) JANTAN SETELAH DIPAPARI

KEBISINGAN

ABSTRAK

Paparan kebisingan yang melampaui daya adaptasi dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti stress yang merusak atau distres. Ekstrak kulit manggis mengandung senyawa-senyawa aktif yang memiliki aktivitas farmakologi yang dapat mengurangi dampak dari distress ini. Jumlah leukosit dan jenis leukosit digunakan untuk mengetahui ada atau tidak gangguan kesehatan yang sedang terjadi di dalam tubuh. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 kelompok perlakuan dan 5 ulangan. (P0) kontrol blank, (P1) kontrol yang diberi ekstrak kulit manggis dari hari pertama hingga hari ke-16 dan (P2) kontrol yang diberi kebisingan dari hari pertama hingga hari ke-16 dan akuades. Kelompok selanjutnya diberi ekstrak kulit manggis dari hari pertama hingga hari ke-16 dan kemudian diberi kebisingan dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: (P3) 25-50 dB, (P4) 55-80dB, (P5) 85-110 dB dari hari ke 9 hingga hari ke-16. Volume ekstrak kulit manggis yang diberikan sebanyak 0,5 ml/hari/oral. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah total leukosit, jumlah sel limfosit dan jumlah sel monosit serta menurunkan jumlah sel neutrofil. Hasil uji statistik yang telah dilakuan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari jumlah leukosit, jumlah sel neutrofil, basofil, limfosit dan eosinofil, namun berbeda nyata pada jumlah sel monosit.

(7)

THE EFFECT OF MANGOSTEEN PEEL EXTRACT (Garcinia mangostana L.) TO LEUCOCYTE COUNT AND LEUCOCYTE DIFFERENTIATION

OF MALE RATS (Rattus norvegicus L. ) AFTER NOISE EXPOSURE

ABSTRACT

Exposure to noise that exceeded the ability of adaptation can lead to various medical disorders, such as distress caused by stresses. Mangosteen peel extract contains active compounds that have pharmacological activity which could lessen the impact of distress. Number of leucocytes and leucocytes types are used to determine whether there is or there isn’t medical disorders that are occurring in the body. This study was an experimental study using complete randomized design (CRD) with 6 treatment group and 5 replications. (P0) was a blank control, (P1) was given control of mangosteen peel extract from the 1st day until 16 st day and (P2) was given both control of noise from the 1st day until 16 st day and distilled water. The next groups were given a mangosteen peel extract from the 1st day until 16 st day and then given noise with different noise levels, namely: (P3) 25-50 dB, (P4) 55-80dB, (P5) 85-110 from 9 st day to 16 st day. The volume of mangosteen peel extract was given is 0.5 ml /day/oral. The results showed an increase in total number of leucocytes, lymphocytes and monocytes cell count but decreased in neutrophils cell counts. The results of statistical tests showed there is no significant differences from the amount of leucocytes, neutrophils, basophils, lymphocytes and eosinophils cells count but significantly different in the number of monocytes.

(8)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN

2.1.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan 5

2.2 Leukosit 7

2.3 Hitung Jenis Leukosit 8

2.3.1 Granulosit 9

2.3.1.1 Neutrofil 9

2.3.1.2 Basofil 9

2.3.1.3 Eosinofil 10

2.3.2 Agranulosit 11

2.3.2.1 Limfosit 11

3.4.1 Penyediaan Hewan Penelitian 15

3.4.2 Pembuatan Kotak Perlakuan Sampel 15

3.4.3 Pembuatan Larutan Kulit Manggis Garsia 16

3.4.4 Cara Kerja Penelitian 16

3.4.4.1 Pemeriksaan Keadaan Normal 16

(9)

3.4.5 Pengambilan Darah Tikus 17

3.5 Parameter Pengamatan 18

3.5.1 Perhitungan Jumlah Leukosit 18

3.5.2 Pembuatan Sediaan Apus 18

3.5.3 Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit 19

3.5.4 Analisis Statistik 19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) 20

4.2 Hitung Jenis Leukosit 22

4.2.1 Eosinofil 23

4.2.2 Basofil 24

4.2.3 Neutrofil 24

4.2.4 Limfosit 26

4.2.5 Monosit 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan 6

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

3.4.2 Kotak Perlakuan Sampel 16

4.1 Jumlah Leukosit Tikus 20

4.2.3 Jumlah Sel Neutrofil 23

4.2.4 Jumlah Sel Limfosit 25

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Data Pengamatan Jumlah Leukosit Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan

33

Lampiran 2 Data Pengamatan Rata-Rata Hitung Jenis Jumlah Sel Leukosit Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan

34

Lampiran 3 Analisis Statistik Jumlah Leukosit Tikus Jantan

35

(13)

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

TERHADAP HITUNG LEUKOSIT DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT TIKUS (Rattus norvegicus L.) JANTAN SETELAH DIPAPARI

KEBISINGAN

ABSTRAK

Paparan kebisingan yang melampaui daya adaptasi dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti stress yang merusak atau distres. Ekstrak kulit manggis mengandung senyawa-senyawa aktif yang memiliki aktivitas farmakologi yang dapat mengurangi dampak dari distress ini. Jumlah leukosit dan jenis leukosit digunakan untuk mengetahui ada atau tidak gangguan kesehatan yang sedang terjadi di dalam tubuh. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 kelompok perlakuan dan 5 ulangan. (P0) kontrol blank, (P1) kontrol yang diberi ekstrak kulit manggis dari hari pertama hingga hari ke-16 dan (P2) kontrol yang diberi kebisingan dari hari pertama hingga hari ke-16 dan akuades. Kelompok selanjutnya diberi ekstrak kulit manggis dari hari pertama hingga hari ke-16 dan kemudian diberi kebisingan dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: (P3) 25-50 dB, (P4) 55-80dB, (P5) 85-110 dB dari hari ke 9 hingga hari ke-16. Volume ekstrak kulit manggis yang diberikan sebanyak 0,5 ml/hari/oral. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah total leukosit, jumlah sel limfosit dan jumlah sel monosit serta menurunkan jumlah sel neutrofil. Hasil uji statistik yang telah dilakuan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari jumlah leukosit, jumlah sel neutrofil, basofil, limfosit dan eosinofil, namun berbeda nyata pada jumlah sel monosit.

(14)

THE EFFECT OF MANGOSTEEN PEEL EXTRACT (Garcinia mangostana L.) TO LEUCOCYTE COUNT AND LEUCOCYTE DIFFERENTIATION

OF MALE RATS (Rattus norvegicus L. ) AFTER NOISE EXPOSURE

ABSTRACT

Exposure to noise that exceeded the ability of adaptation can lead to various medical disorders, such as distress caused by stresses. Mangosteen peel extract contains active compounds that have pharmacological activity which could lessen the impact of distress. Number of leucocytes and leucocytes types are used to determine whether there is or there isn’t medical disorders that are occurring in the body. This study was an experimental study using complete randomized design (CRD) with 6 treatment group and 5 replications. (P0) was a blank control, (P1) was given control of mangosteen peel extract from the 1st day until 16 st day and (P2) was given both control of noise from the 1st day until 16 st day and distilled water. The next groups were given a mangosteen peel extract from the 1st day until 16 st day and then given noise with different noise levels, namely: (P3) 25-50 dB, (P4) 55-80dB, (P5) 85-110 from 9 st day to 16 st day. The volume of mangosteen peel extract was given is 0.5 ml /day/oral. The results showed an increase in total number of leucocytes, lymphocytes and monocytes cell count but decreased in neutrophils cell counts. The results of statistical tests showed there is no significant differences from the amount of leucocytes, neutrophils, basophils, lymphocytes and eosinophils cells count but significantly different in the number of monocytes.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat disebabkan oleh tingkat stres

yang tinggi. Tingkat kebisingan yang tinggi tanpa disadari merupakan penyebab

tingkat stres yang tinggi di kalangan masyarakat perkotaan, khususnya di

Indonesia. Menurut Budiman (2004), kebisingan merupakan peningkatan suara

dengan gelombang kompleks yang tidak beraturan, sehingga kebisingan menjadi

salah satu stresor bagi individu. Saat ini kebisingan mulai meningkat di berbagai

Negara. Jika terjadi berulang kali dan terus menerus sehingga melampaui daya

adaptasi individu, maka berakibat terjadinya kondisi stres yang merusak atau

sering disebut distres.

Karena ada kisaran sensitivitas, telinga dapat mentoleransi bunyi-bunyi

yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah dibandingkan pada frekuensi

tinggi (Harrington & Gill, 2005). Menurut Keputusan Menteri Negara

Lingkungan No. KEP 48/MENLH/111996 bahwa baku tingkat kebisingan untuk

daerah perumahan dan pemukiman adalah 55dB dan kawasan industri adalah

70dB. Maka berdasarkan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 nilai ambang

batas kebisingan yang diperbolehkan adalah 85dB selama 8 jam per hari.

Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan

terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas

kebisingan, dan lamanya seseorang berada di tempat atau di dekat bunyi tersebut,

baik dari hari ke hari maupun seumur hidupnya (Rosidah, 2003). Penelitian

sebelumnya melaporkan paparan akut terhadap kebisingan dapat meningkatkan

respon imun, paparan yang bersifat kronik akan menekan fungsi imun seluler dan

humoral (Kui-cheng and Makoto, 2007).

Penelitian lain menunjukkan bahwa stres akibat stresor suara dapat

meningkatkan kadar kortisol, menurunkan jumlah limfosit dan IgG serum, namun

(16)

2

jumlah leukosit yang dapat mewakili kesatuan sistem imun untuk mengetahui

perubahan respon imun (Budiman, 2004). Menurut Chusna (2008), pemberian

kebisingan dapat menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit dan menyebabkan

terjadinya peningkatan persentase jumlah neutrofil (sering disebut sebagai

pergeseran hitung jenis ke arah kanan) dan terjadi penurunan persentase limfosit.

Seiring dengan adanya slogan “back to nature”, maupun krisis ekonomi

yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat terutama

masyarakat golongan menengah ke bawah, penggunaan obat tradisional menjadi

alternatif pengobatan disamping obat modern. Pemanfaatan tanaman obat tersebut

meliputi pencegahan, pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan. Banyak

tanaman obat tradisional yang telah dipasarkan antara lain sebagai pencegahan

ataupun pengobatan suatu penyakit (Nugroho, 2009).

Manggis merupakan salah satu buah yang kulitnya dapat dikembangkan

menjadi obat. Kulit buah manggis setelah diteliti ternyata mengandung beberapa

senyawa sepert dengan aktivitas farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin,

pengobatan penyakit jantung, antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan

atau terapi penyakit HIV. Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah

manggis yang dilaporkan memiliki beberapa aktivitas farmakologi adalah

golongan xanthone (Nugroho, 2009).

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, sejauh ini belum diketahui

pengaruh kadungan dalam ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.)

terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus norvegicus

L.) jantan yang dipaparkan kebisingan.

1.2Rumusan Permasalahan

Tingkat kebisingan yang melampaui daya toleransi yang terjadi secara terus

menerus akan mempengaruhi keadaan fisiologis dan psikologis seseorang.

Kebisingan ini akan menimbulkan stres yang berdampak pada masalah kesehatan

seperti mudah terkena infeksi, penurunan vitalitas tubuh dan mempengaruhi

modulasi hormon.

Untuk menanggulangi dampak dari stres ini dibutuhkan suatu alternatif,

(17)

berbagai senyawa yang dapat menghambat dampak kebisingan tersebut. Ekstrak

kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa yang diduga dapat

mengurangi berbagai dampak kesehatan yang terjadi akibat stres yang

ditimbulkan oleh kebisingan ini. Maka penelitian pengaruh pemberian ekstrak

kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis

leukosit pada tikus jantan (Rattus norvegicus L.) jantan yang telah terpapar

kebisingan ini perlu dilakukan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui

pengaruh pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap

jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus norvegicus L.) jantan

yang dipapari kebisingan.

1.4Hipotesis

a. Pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dapat

meningkatkan jumlah total leukosit pada tikus (Rattus norvegicus L.)

jantan yang telah dipapari kebisingan.

b. Pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dapat

mempengaruhi jumlah normal hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus

norvegicus L.) jantan yang telah dipapari kebisingan.

1.5Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Menambah khasanah keilmuan dan pengetahuan tentang dampak kebisingan

bagi kesehatan dan pengaruh dari pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia

mangostana L.) terhadap efek yang ditimbulkan oleh kebisingan.

b. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya maupun instansi yang

(18)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang

merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan penyebab “penyakit

lingkungan” yang penting (Slamet, 2006). Menurut Budiman (2006), Bising

merupakan peningkatan suara dengan gelombang kompleks yang tidak beraturan,

sehingga bising merupakan salah satu stresor bagi individu. Saat ini kebisingan

mulai meningkat di berbagai negara, padahal seperti kita ketahui bahwa bila

terjadi berulang kali dan terus menerus sehingga melampui daya adaptasi individu

maka berakibat terjadi kondisi stres yang merusak atau sering disebut distress.

Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga dapat

mengganggu atau bahkan membahayakan kesehatan (KEMENKES NO

1405/MENKES/XI/2002). Sumber bunyi yang mengakibatkan bising tersebut

diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu bising interior dan eksterior. Bising

interior bersumber dari kegiatan manusia, alat rumah tangga, mesin pabrik, alat

musik, radio, motor, kompresor pendingin, dan lain-lain. Sedangkan bising

eksterior merupakan bising yang dihasilkan dari transportasi dan alat kontruksi.

Kebisingan merupakan salah satu faktor pencemar fisik yang menjadi masalah

kesehatan lingkungan. Intensitas bising yang melebuhi nilai ambang batas dapat

menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan pada manusia.

Keterpaparan terhadap kebisingan dan getaran yang melebihi nilai ambang

batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan

pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian

permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gagguan emosional

yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu

juga menimbulkan efek visceral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan

(19)

dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising

(Harrington & Gill, 2005).

Studi terbaru menyebutkan bahwa stres dapat mempengaruhi perubahan

hormon, subset limfosit dan produksi oksigen reaktif. Suatu penelitian

menyebutkan bahwa stres bising kronik dapat meningkatkan lipid peroksidase dan

secara bersamaan dapat menurunkan antioksidan. Sebagai hasilnya, tampak

ketidakseimbangan radikal bebas pada area hipokampus dan korteks prefrontal

medial yang berhubungan dengan gangguan memori spasial. Jadi, mekanisme

yang mendasari perubahan respon imun yang diinduksi paparan bising tidak

hanya perubahan neuroendokrin tetapi juga ketidakseimbangan status oksidatif

(Kui-Cheng and Makoto, 2007).

Disamping itu, kebisingan juga memberikan dampak negatif terhadap

psikoneuroimunologi. Bising yang menjadi stresor dapat memodulasi respon

imun. Telah dilaporkan bahwa karyawan yang bekerja di tempat yang mempunyai

tingkat kebisingan yang tinggi sering mengalami gangguan kesehatan dan mudah

terinfeksi selain mengalami gangguan pendengaran, gangguan emosi dan

insomnia pada malam hari. Bila hal tersebut tidak segera diperhatikan, pada

akhirnya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan selanjutnya dapat

menurunkan produktivitas kerja (Budiman, 2004).

2.1.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa di dengar. Makin

rendah level suara terlemah yang didengar berarti makin rendah nilai ambang

pendengaran, berarti makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi

nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap

(patofisiologis) (Rosidah, 2004).

Nilai ambang batas (NAB) kebisikan adalah intensitas tertinggi dan

merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa

mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup

lama/terus menerus. Penting untuk diketahui bahwa dalam menetapkan standar

NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua

(20)

6

gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing

individu (Keputusan MENLH, 1996).

Lingkungan kerja industri, tingkat kebisingan biasanya tinggi sehingga

harus ada batas waktu pajanan kebisingan. Batasan kebisingan yang diberikan

oleh The Workplace and Safety (Noise) Compliance Standar 1995, SL No 381

adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan suara 85 dB (A), dengan refrensi

20 micropascal (National Institute for Occupation Safety and Health, 1998). Di

beberapa Negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undang- undang,

seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang

menetapkan nilai ambang batas 90dBA, Belgia dan Brazilia 80 dBA Denmark,

Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dBA (Suheryanto, 1994).

Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah

85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diatur dalam Keputusan

Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.51/MEN/1999 tentang

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja (Kepmenaker,

1999). Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang

kebisingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan

No Waktu Pemajanan Per Hari Tingkat Suara Dalam dB (A)

1 8 jam 85

Sumber : US Department of Health and Human Service, Occuational Noise Exposure (Revised Criterial 1998), Public HealthService Centre for Disease Control and Prevetion, NationalInstitute for Occupational Safety and Health, Cincinnati, Ohio,June 1998

Di Indonesia nilai ambang batas kebisingan ditetapkan 85 dBA

berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No.

(21)

sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP 48/MENLH/1119

96 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Baku tingkat kebisingan

No PERUNTUKAN KAWASAN/ LINGKUNGAN KEGIATAN

TINGKAT KEBISINGAN dB(A)

a. Peruntukan Kawasan

1. Perumanan dan pemukiman 55

2. Perdagangan dan jasa 70

3. Perkantoran dan perdagangan 65

4. Ruang terbuka hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintah dan fasilitas umum 60

7. Rekreasi 70

1. Rumah sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Keterangan:

Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Tahun 1996

2.2 Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.

Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000

sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila

kurang dari 5000 disebut leukopenia (Effendi, 2003). Leukosit dibedakan menjadi

dua seri yaitu seri granulosit dan seri agranulosit. Disebut seri granulosit karena

pada pengecatan Romanowsky ditemukan granula spesifik pada sitoplasma sel

tersebut yang dapat dibedakan menjadi tiga jenis sel yaitu neutrofil, eosinofil, dan

basofil. Pada leukosit seri agranulosit tidak mengandung granula spesifik dan

tidak memiliki nukleus yang berlobus yang dapat dibedakan menjadi dua jenis sel

(22)

8

Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula

spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair,

dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak

mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk

ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit;

monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis

leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat

dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.

Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit

tertentu dan pada sebagian besar prekursor (pra zatnya) (Effendi, 2003).

Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.

Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit

limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah

dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk

digunakan. Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang

terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Guyton, 1983).

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral

organism terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid

dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan

menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.

Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah

4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai

12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam

sel-seldarah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15

tahun persentase khas dewasa tercapai (Effendi, 2003).

2.3 Hitung Jenis Leukosit

Hitung Jenis (differential) merupakan suatu cara untuk menghitung lima

jenis sel darah putih, yaitu neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil

masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit. Persentase ini

(23)

limfosit 30% dan leukosit 10.000, limfosit mutlak adalah 30% dari 10.000 atau

3.000 (Yayasan Spirita, 2013).

2.3.1 Granulosit

2.3.1.1 Neutrofil

Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki

masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50 % neutrofil dalam

darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil memasuki

jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Hoffbrand,

2006). Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna, mempunyai inti sel yang

terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik

halus atau granula, serta banyaknya sekitar 60 -70 % (Handayani, 2008).

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi,

sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12

um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula

spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik. Neotrofil mempunyai

metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob

maupun anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob

sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu

membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Effendi, 2003).

2.3.1.2 Basofil

Basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil

daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam

protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5 %

di sumsum merah (Handayani, 2008). Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah,

ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya

bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali

granul menutupi inti, granul bentuknyaireguler berwarna metakromatik, dengan

campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan

(24)

10

utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal

ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan (Effendi, 2003).

Jumlah basofil di dalam sirkulasi darah relatif sedikit. Di dalam sel basofil

terkandung zat heparin (antikoagulan). Heparin ini dilepaskan di daerah

peradangan guna mencegah timbulnya pembekuan serta statis darah dan limfe,

sehingga sel basofil diduga merupakan prekursor bagi mast cell. Basofilia

meupakan peningkatan jumlah basofil dalam sirkulasi. basofilia pada hewan

domestik dapat terjadi karena hipotirodismus ataupun suntikan estrogen.

Penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah atau basopenia dapat terjadi

karena suntikan corticosteroid pada stadium kebuntingan (Frandson, 1992).

2.3.1.3 Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9 um

(sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, reticulum

endoplasma mitokondria dan aparatus golgi kurang berkembang. Mempunyai

granula ovoid yang dengan eosin asidofilik, granula adalah lisosom yang

mengandung asam fosfat, ketepsin, ribonuklease, tetapi tidak mengandung

lisosim. Eosinofil memiliki pergerakan amuboid, dan mampu melakukan

fagositosis, lebih lambat tetapi lebih selektif disbanding neutrofil. Eosinofil

mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari

pembekuan khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi.

Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat

(Effendi, 2003)

Sel eosinofil ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik

dan alergi. Pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar membantu

dekstruksinya dan fagositosis berikutnya (Hoffbrand, 2006). Fungsi utama

eosinofil adalah detoksifikasi baik terhadap protein asing yang masuk ke dalam

tubuh melalui paru-paru ataupun saluran cerna maupun racun yang dihasilkan

oleh bakteri dan parasit. Eosinofilia pada hewan domestic merupakan peningkatan

jumlah eosinofil dalam darah. Eosinofilia dapat terjadi karena infeksi parasit,

reaksi alergi dan kompleks antigen-antibodi setelah proses imun (Frandson,

(25)

2.3.2 Agranulosit

2.3.2.1 Limfosit

Limfosit memiliki nukleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel

limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7 sampai

dengan 15 mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan

bakteri masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T

dan limfosit B (Handayani, 2008).

Sistem imun tubuh terdiri atas dua komponen utama, yaitu limfosit B dan

limfosit T. Sel B bertanggung jawab atas sintesis antibodi humoral yang

bersirkulasi yang dikenal dengan nama imunoglobulin. Sel T terlibat dalam

berbagai proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma

merupakan imunoglobulin yang disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma

merupakan sel khusus turunan sel B yang menyintesis dan menyekresikan

imonoglo-bulin ke dalam plasma sebagai respon terhadap pajanan berbagai

macam antigen (Murray, 2003).

2.3.2.2 Monosit

Monosit memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit, protoplasmanya

besar, warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik sedikit

kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang. Monosit dibentuk di dalam sumsum

tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses

pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsiya sebagai

fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih

(Handayani, 2008).

Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga

tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuklear (sistem retikuloendotel) dan

mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk

imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus

dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa

(26)

12

dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocompetent dengan antigen

(Effendi, 2003).

2.4 Manggis (Garcinia mangostana L)

Menurut Odianti (2010), bahwa klasifikasi dari manggis (Garcinia mangostana L)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Guttiferanales

Famili : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L

Manggis hanya diketahui sebagai tanaman budidaya. Pembudidayaan

tanaman ini telah lama hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara saja, yaitu di

Indonesia, New Guinea, Mindanao (Filipina), Semenanjung Malaysia, Thailand,

Burma, Vietnam, hingga Kamboja. Pada dua puluh tahun belakangan ini, Manggis

telah tersebar ke berbagai negara tropis lain seperti Sri Lanka, India Selatan,

Amerika Tengah, Brazil dan Queensland. Manggis merupakan tanaman budidaya

di daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh subur pada kondisi dengan banyak

mendapat sinar matahari, kelembaban tinggi, dan musim kering yang pendek

(untuk menstimulasi perbungaan). Pada kondisi kering, diperlukan irigasi untuk

menjaga kelembapan tanah. Tumbuhan ini ditanam hingga ketinggian 1000 m dpl

(20 -40°C) di daerah tropis, namun pertumbuhan maksimal berlangsung di daerah

dataran rendah (Verheij, 2010).

Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat

Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan

Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia (Prihatman, 2009).

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang sering

dimanfaatkan buahnya, baik dimakan mentah maupun diolah menjadi olahan

(27)

tidak hanya pada buahnya saja, tetapi juga pada kulitnya. Dari beberapa penelitian

disebutkan bahwa pericarp/kulit buah manggis merupakan bagian yang

mengandung konsentrat xanthone paling tinggi dibandingkan dengan bagian

lainnya. Bahkan, tercatat ada 200 jenis xanthone di alam, tetapi sekitar 40 jenis di

antaranya menumpuk di kulit buah manggis (Susiani, 2009).

Infusa kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung berbagai

senyawa yang mampu bertindak sebagai antioksidan diantaranya mangostin,

saponin, garsinon, tannin, polifenol, flovanoid dan xantone. Telah dilakukan

penelitian terhadap ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan

95%, serta etil asetat lalu disimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis mempunyai

potensi sebagai penangkal radikal bebas (Weecharangsan et al. 2006).

Antioksidan menghambat pembentukkan radikal bebas dengan bertindak

sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi

bentuk yang lebih stabil. Aktivitas antioksidan erat kaitanya dengan kemampuan

menyumbangkan elektron hidrogen pada gugus (OH-) reaktif, sehingga

penambahan senyawa antioksidan tersebut dapat menghambat atau memperlambat

reaksi pembentukan peroksida. Antioksidan mentransfer atom hidrogen ke radikal

bebas hasil oksidasi menjadi senyawa non-radikal, sehingga tidak merusak sel-sel

di sekitarnya (Novarina et al. 2013).

Menurut Moongkardi et al (2004), bahwa ekstrak kulit buah manggis

berfungsi sebagai antiploriferasi, antioksidan dan induksi apoptosis pada sel

kanker payudara manusia. Ekstrak kulit manggis juga telah teruji sebagai

antimikroorganisme, melalui penelitian yang dilakukan oleh Suksamrarn et al

(2003) terhadap antituberkulosis xanthone diperolehlah hasil bahwa alpha

mangostin, gamma mangostin, dan gacinone E memiliki kemampuan

antituberkulosis yang kuat. Ketiga senyawa tersebut menghambat kuat terhadap bakteri

(28)

14

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Juni 2014 hingga September

2014 di Laboratorium Fisiologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, dan

dilanjutkan dengan penelitian pemeriksaan darah di Balai Labratorium Kesehatan,

Medan, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang hewan penelitian, kotak

perlakuan sampel yang terbuat dari gabus dan dilapisi dengan busa serta triplek

polywood kedap suara, multi player, speaker, amplifier, sound level meter, timer

(pengukur waktu), OAE (Otoacoustic emission), spit 1 ml, jarum gavage, neraca

timbangan, jarum pentul, bak bedah, dissecting set, gelas ukur 10 ml, kamera

digital, beaker glass, tabung Na-EDTA, mikroskop, batang pengaduk, spatula,

object glass, cover glass, spidol permanen, kamar hitung, aspirator leukosit, pipet

leukosit, chamber, freezer, sarung tangan, masker, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah tikus Wistar jantan (Rattus norvegicus L.)

pakan, sekam, akuades, ekstrak Kulit manggis G, tissue, larutan turk, zat warna

giemsa, metanol.

3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam kelompok percobaan. Percobaan

menggunakan tiga kontrol dan tiga kelompok perlakuan dengan masing-masing 5

ulangan. Kontrol pertama (P0) kontrol blank, (P1) kontrol yang diberi perlakuan

ekstrak kulit manggis G dan kontrol yang kedua (P2) merupakan kontrol yang

(29)

yang diberikan adalah pemberian perlakuan bising dengan tingkat kebisingan

yang berbeda, yaitu untuk P3= 25-50 dB, P4= 55-80 dB, P5= 85-100 dB. Dan

pemberian ekstrak kulit manggis G diberikan pada hari pertama hingga hari ke-

16.

Jumlah ulangan untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan

rumus Federer (Wahyuni, 2008), yaitu:

(t-1)(n-1)> 15, dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, dibutuhkan jumlah

ulangan minimal 5 ekor dari tiap perlakuan.

3.4 Persiapan Penelitian

3.4.1 Penyediaan Hewan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tikus (Rattus norvegicus L.) jantan yang

berumur 8-12 minggu dengan berat badan 150-250 g, yang diperoleh dari Balai

Pengujian Penyidikan Veteriner (BPPV) Sumatera Utara, Medan sebanyak 50

ekor dan dipelihara di Kandang Pemeliharaan Tikus di Departemen Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera

Utara, Medan. Kandang terbuat dari bahan plastik (ukuran 40x30x10 cm), yang

ditutupi dengan penutup yang terbuat dari kawat kasa. Kandang diberi alas sekam

yang pergantian sekam dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu (Smith &

Mangkoewidjojo, 1988). Pemberian pakan dilakuakan secara adlibitum dan diberi

minum air ledeng (Hrapkiewichz & Medina, 2007).

3.4.2 Pembuatan Kotak Perlakuan Sampel

Kotak perlakuan sampel terbuat dari gabus yang dilapisi dengan busa serta

triplek polywood kedap suara, kemudian speaker diletakkan menempel pada

bagian atas kotak yang bagian atasnya telah diberi lubang untuk ventilasi dan agar

bagian depan speaker bisa masuk menghadap bagian dalam kotak serta untuk

mengukur intensitas bising. Intensitas diukur pada 4 titik yang berbeda dan tidak

melebihi 1 dB, kemudian terdapat Multy Player 3 (SONY) yang berisi file

rekaman suara bising dengan frekwensi 1 hingga 10 kHz, amplifier akan mengatur

kekerasan intensitas bising sesuai dengan volume suara yang dibutuhkan. Sound

(30)

16

pada kotak perlakuan, dan digunakan juga timer sebagai pengukur waktu

perlakuan bising yang akan digunakan untuk perlakuan.

1

5

4

Gambar 3.4.2 Kotak Perlakuan Sampel. (1) Kotak perlakuan dari gabus dan dilapisi triplek, (2) Speaker yang dihubungkan dengan Mp3 dan amplifier, (3) kandang plastik tempat tikus perlakuan, (4) kaca untuk mengamati tikus perlakuan, (5) pintu

3.4.3 Pembuatan Larutan Kulit Manggis Garcia

Ekstrak kulit manggis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

kulit manggis dengan merk dagang G. Penggunaan ekstrak kulit manggis untuk

pencegahan penyakit pada manusia adalah 1 kapsul sebanyak 3 kali/hari. Dosis

dikonversikan dengan tabel konversi (Laurence & Bacharach, 1964), sehingga

ditemukan dosis yang sesuai untuk tikus.

Perhitungan dosis:

1 kapsul = 400 mg, 400 mg x 3 kapsul/hari= 1200 mg

Nilai konversi x 1200 mg= 21,6 mg. Pemberian ekstrak kulit manggis pada tikus

dilakukan satu kali/ hari dengan jumlah 21,6 mg di dalam 0,5 ml pelarut.

3.4.4 Cara Kerja Penelitian

3.4.4.1 Pemeriksaan Keadaan Normal

Tikus yang akan diberi perlakuan terlebih dahulu diperiksa keadaan

normalnya dengan menggunakan alat OAE (Otoacoustic Emisson), dengan cara

2

(31)

mengukur gerakan gendang telinga untuk menanggapi getaran dari dalam koklea,

getaran ini dihasilkan oleh suara yang berasal dari alat OAE (Otoacoustic

Emisson). Kapasitas koklea untuk menghasilkan suara berkaitan erat dengan nilai

ambang batas pendengaran dan mekanisme ini sangat mudah rusak (Kemp, 1997).

Hasil normal pada awal pemeriksaan ini dijadikan acuan untuk melakukan

percobaan, dan pemeriksaan akan terus dilakukan setiap harinya untuk memeriksa

ada atau tidaknya kerusakan yang terjadi.

3.4.4.2 Pembagian Kelompok Sampel

Hewan percobaan dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu terdapat

dua kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan dengan masing-masing

perlakuan terdapat lima ulangan.

a. Perlakuan 1 (P0): kontrol blank

b. Perlakuan 2 (P1): kontrol 1, diberi ekstrak kulit manggis G dari hari

pertama hingga hari ke-16

c. Perlakuan 3 (P2): kontrol 2 (diberi perlakuan bising 85-100 dB, dan diberi

pelarut akuades dari hari pertama hingga hari ke-16)

d. Perlakuan 4 (P3): diberi ekstrak kulit manggis G dari hari pertama

hingga hari ke- 16, dan diberi perlakuan bising sebesar

25-50 dB pada hari ke 9-16

e. Perlakuan 4 (P3): diberi ekstrak kulit manggis G dari hari pertama

hingga hari ke- 16, dan diberi perlakuan bising sebesar

55-80 dB pada hari ke 9-16

f. Perlakuan 5 (P4): diberi ekstrak kulit manggis G dari hari pertama

hingga hari ke- 16, dan diberi perlakuan bising sebesar

85-110 dB pada hari ke 9-16

3.4.5 Pengambilan Darah Tikus

Pengambilan darah tikus setelah dilakukan pembiusan yaitu dengan cara

pemberian eter yang setelah tikus tidak sadar dilanjutkan dengan dislokasi leher,

(32)

18

jantung dan hati dengan menggunakan spuit 1 ml, lalu dimasukkan kedalam

tabung Na-EDTA.

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1 Perhitungan Jumlah Leukosit

Setelah pengambilan darah dilakukan dan darah dimasukkan ke dalam

tabung Na-EDTA untuk mencegah pembekuan, kemudian darah dihisap dengan

pipet leukosit hingga angka 0,5 lalu larutan Turk dihisap hingga angka 11. Setelah

itu pipet di letakkan secara horizontal untuk menghindari larutan mengalir keluar.

Di tutup kedua ujung pipet dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk,

kemudian digoyang-goyangkan dengan arah membentuk angka delapan selama

3-5 menit. Dibuang 3 tetes larutan dari ujung pipet, selanjutnya ujung pipet

ditempelkan pada salah satu bilik hitung yang telah diberi gelas penutup dan

kertas tissu pada sisi lainnya. Cairan pada pipet akan mengalir memenuhi bilik

hitung, kamar hitung didiamkan selama beberapa menit agar leukosit mengendap.

Selanjutnya dilakukan perhitungan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x

bidang besar kamar hitung. Dihitung bidang A+B+C+D, pada tiap bidang luasnya

1 mm per segi, dengan rumus (A+B+C+D)x10x20

4 = a x 50 ul

Keterangan:

a= A+B+C+D

Faktor 10= dalamnya kamar hitung 0,1 mm

Faktor 20= pengenceran darah 20 kali

Faktor 4= seluruh permukaan yang dihiung 4 mm persegi

Nilai normal= 4000-11000/mm3 (Kokasih, 1984).

3.5.2 Pembuatan Sediaan Hapus

Diteteskan 1 tetes darah pada 2-3 mm dari ujung kaca objek. Kaca

penghapus diletakkan dengan sudut 30-40 derajat terhadap kaca objek didepan

tetes darah. Kaca penghapus ditarik kebelakang hingga menyentuh tetesan darah

dan darah dibiarkan mengalir sepanjang kaca penghapus, dengan gerakan bagus

didorong kaca penghapus kearah depan hingga terbentuk apusan darah sepanjang

(33)

apus diletakkan pada dua batang gelas diatas bak tempat pewarnaan, lalu difiksasi

didalam methanol absolute selama 2-3 menit, kemudian sediaan digenangi dengan

zat warna Giemsa 5% lalu dibiarkan selama 20-30 menit, dibilas dengan air

mengalir, kemudian dikeringanginkan (Kokasih, 1984).

3.5.3 Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

Apusan diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x, kemudian

dicari bagian eritrosit yang tersebar merata. Setelah bagian yang merata

ditemukan, perbesaran lensa dianti dengan perbesaran 40x, kemudian 100x, lalu

sediaan diberi minyak imersi. Setelah itu, digolongkan dan dicatat setiap sel

berinti pada setiap daerah lapang pandang hingga genap 100 sel dan dibuat

masing-masing presentasenya (Kokasih, 1984).

Nilai Normal Hitung Jenis Leukosit (Dharma, 2007):

Eusinofil : 1-3 % Neutrofil Segmen : 50-7 %

Basofil : 0-1 % Limfosit : 20-40 %

Neutrofil Batang : 2-6 % Monosit : 2-8 %

3.5.4 Analisis Statistik

Data yang diperoleh terlebih dahulu disusun kedalam bentuk tabel,

kemudian dianalisis dengan bantuan program statistik komputer yakni program

SPSS versi 20 dan diuji dengan ANOVA pada taraf 5% untuk membandingkan

(34)

20

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis

(Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung leukosit dan Diferensiasi Leukosit

Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan dapat dilihat

pada data dan pembahasan berikut:

4.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit)

Pengamatan terhadap jumlah sel darah putih (leukosit) tikus jantan yang diberi

ekstrak kulit manggis yang dipapari kebisingan dapat dilihat pada Gambar 4.1:

Gambar 4.1 Jumlah Leukosit Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang diberi Kulit Manggis (Garsinia mangostana L.) setelah Dipapari Kebisingan. P0= kontrol blank, P1= ekstrak kulit manggis dari hari 1-16, P2= kebisingan 85-110 dB dan akuades dari hari 1-16. Dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: P3= 25-50, P4= 55-80 dB, P5= 85-110 dB dan diberi ekstrak kulit manggis dari hari 1-16

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah total leukosit pada tikus

(35)

kelompok perlakuan lainnya, setelah diberi perlakuan jumlah leukosit mengalami

penurunan. Hal ini mungkin terjadi akibat adanya stres, misalnya akibat dari

pencekokan. Jumlah total leukosit pada P1= 4270 sel/mm3, pada P2= 4650

sel/mm3, P3= 5022 sel/mm3, P4= 5370 sel/mm3 dan pada P5= 5890 sel/mm3.

Jumlah leukosit dari setiap perlakuan masih dalam keadaan normal. Jumlah

leukosit normal tikus berkisar antara 3-15x103 sel/mm3 atau sekitar 3000-15000

sel/mm3 (Mitruka, 1981; dan Loeb, 1989 dalam Kusumawati, 2004).

Berdasarkan hasil analisis statistik, diperoleh bahwa masing-masing

perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hasil analisis statistik

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Kelompok perlakuan P1 yang diberi

ekstrak kulit manggis memiliki nilai total leukosit lebih rendah daripada P2 yang

diberi perlakuan kebisingan sebesar 85-110 dB. Hal ini mungkin terjadi karena

kebisingan dapat menyebabkan stres, sehingga leukosit banyak terpakai sebagai

pertahanan tubuh, kemudian tubuh memproduksi leukosit. Menurut Budiman

(2004), bahwa pekerja yang bekerja di tempat dengan tingkat kebisingan yang

tinggi, sering mengalami gangguan kesehatan dan mudah terserang infeksi. Stres

akibat bising yang berlangsung cepat ataupun lama disertai dengan intensitas

suara yang berbeda dapat menyebabkan modulasi respon imun. Tetapi

penambahan leukosit ini masih dalam rentang normal dan tidak bermakna,

menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap mencit Balb/c yang

dipapari kebisingan >85 dB dapat meningkatkan jumlah leukosit mencit tetapi

tetap dalam batas normal jumlah leukosit. Rata-rata jumlah leukosit kelompok

perlakuan nilainya lebih tinggi dari nilai kelompok kontrol tetapi peningkatan

tersebut tidak bermakna (Inayah, 2008).

Pada perlakuan yang diberikan ekstrak kulit manggis terjadi peningkatan

jumlah total leukosit, yaitu pada perlakuan P3, P4, dan P5. Hal ini terjadi karena

adanya zat xanthone yang terdapat pada kulit manggis, sehingga walaupun

leukosit terpakai sebagai pertahanan tubuh akibat stress yang ditimbulkan oleh

kebisingan, namun leukosit dapat cepat bertambah karena adanya zat xanthone

yang berasal dari ekstrak kulit manggis ini. Senyawa xanthone yang terdapat

dalam kulit buah manggis yang bersifat sebagai immunomodulator dapat

(36)

22

dengan peningkatan komponen sel darah lainnya yaitu peningkatan pada eritrosit

sebanyak 10% (Fauziah et al. 2013).

4.2 Diferensiasi Leukosit

Pengamatan diferensiasi leukosit yaitu eosinofi, basofi, neutrofil, limfosit

dan monosit dapat dilihat pada Gambar 4.2:

Gambar 4.2 (a) Eosinofil (b) Limfosit (c) Monosit (d) Neutrofil

4.2.1 Eosinofil

Pengamatan terhadap jumlah sel Eosinofil tikus jantan yang diberi ekstrak kulit

manggis yang dipapari kebisingan dapat dilihat pada Gambar 4.2.1:

a b

(37)

Gambar 4.2.1 Jumlah Sel Eosinofil Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan. P0= kontrol blank, P1= ekstrak kulit manggis dari hari 1-16, P2= kebisingan 85-110 dB dan akuades dari hari 1-16. Dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: P3= 25-50, P4= 55-80 dB, P5= 85-110 dB dan diberi ekstrak kulit manggis dari hari 1-16

Dari pengamatan terhadap jumlah sel eosinofil tikus jantan yang diberi

ekstrak kulit manggis yang dipapari kebisingan, maka diperoleh jumlah sel

eosinofil pada P0= 0,2%, pada P1= 0,2%, pada P2= 0,6, pada P3= 0, pada P4=

0,2 dan pada P5= 0. Dapat kita lihat bahwa jumlah sel eosinofil pada P1 lebih

tinggi daripada jumlah sel eosinofil pada perlakuan yang lainnya. Tetapi hal ini

tidak berpengaruh karena perbedaan jumlah sel eosinofil ini masih dalam rentang

keadaan normal dan tidak berpengaruh secara bermakna setelah di analisis

statistik. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kebisingan tidak berpengaruh terhadap eosinofil karena kebisingan

merupakan salah satu stressor dan menyebabkan penyakit yang diakibatkan oleh

tingkat stress yang tinggi, sedangkan sel eosinofil berperan sebagai detoksifikasi

benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti parasit ataupun bakteri. Menurut

Hoffbrand (2006), bahwa fungsi utama eosinofil adalah detoksifikasi baik protein

asing yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru ataupun saluran pencernaan

(38)

24

kulit manggis berperan dalam menjaga kestabilan jumlah sel eosinofil, karena

mengandung senyawa-senyawa yang berfungsi untuk membantu mengurangi

benda-benda asing yang masuk kedalam tubuh. Kulit buah manggis mengandung

senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiinflamasi, antihistamin,

antibakteri, antijamur, kanker, hipertensi, stroke dan terapi HIV (Nugroho, 2009).

4.2.2 Basofil

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, tidak ditemukan kehadiran

sel basofil di dalam darah. Basofil jumlahnya 0-1% di dalam darah, basofil

merupakan sel utama pada tempat peradangan yang dikenal dengan

hipersensitifitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil memiliki hubungan

dengan kekebalan (Effendi, 2003). Namun kebisingan tidak berpengaruh terhadap

jumlah sel basofil. Menurut Chusna (2008), melalui penelitian yang dilakukan

terhadap mencit balb/c bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada persentase

jumlah eosinofil (p=0,7) dan basofil (p=0,3) antara kelompok kontrol dan

perlakuan. Hasil uji t-test juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada

persentase jumlah neutrofil batang (p=0,2) dan monosit (p=0,4) antara kelompok

kontrol dengan perlakuan. Hasil pengamatan jumlah basofil dapat dilihat pada

Lampiran 2.

4.2.3 Neutrofil

Dari uji analisis statistik yang telah dilakukan terhadap jumlah sel neutrofil tikus

yang diberi ekstrak kulit manggis dan dipapari kebisingan setelah diuji ANOVA,

maka diperoleh hasil bahwa tidak adanya perbedaan nyata antara tiap perlakuan.

Hasil uji statistik secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Untuk lebih

(39)

Gambar 4.2.3 Jumlah Sel Neutrofil Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan. P0= kontrol blank, P1= ekstrak kulit manggis dari hari 1-16, P2= kebisingan 85-110 dB dan akuades dari hari 1-16. Dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: P3= 25-50, P4= 55-80 dB, P5= 85-110 dB dan diberi ekstrak kulit manggis dari hari 1-16

Pada Gambar 4.2.3 dapat dilihat bahwa adanya peningkatan sel neutrofil

yang fluktuatif antara tiap perlakuan, adanya perbedaan jumlah sel neutrofil ini

menunjukkan adanya reaksi yang terjadi antara perlakuan yang dipapari

kebisingan dengan parlakuan yang tidak dipapari kebisingan. Jumlah neutrofil

pada tiap perlakuan memiliki nilai yang masih berada dalam kadar normal, yaitu

P0= 20,8% P1= 22,6%, P2= 19,8%, P3= 24,1%, P4= 19%, P5= 17,4%.

Jumlah sel neutrofil terbanyak terdapat pada P2, hal ini diduga terjadi

karena konsentrasi ekstrak kulit manggis yang diberikan masih bekerja dengan

baik pada tingkat kebisingan 25-50 dB, karena tingkat kebisingan tersebut masih

dalam ambang batas normal pendengaran. Tetapi pada tingkat kebisingan yang

lebih tinggi yaitu pada perlakuan P3 dan P4 jumlah sel neutrofil terus menurun,

hal ini terjadi karena pada tingkat kebisingan tersebut sudah mulai menimbulkan

stress yang berdampak pada kesehatan. Menurut Chusna (2008), bahwa

pemberian kebisingan dapat menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit dimana

terjadi peningkatan persentase jumlah neutrofil (sering disebut sebagai pergeseran

(40)

26

Dengan menggunakan ekstrak kulit manggis dapat menekan kerusakan

tersebut. Walaupun sel neutrofil terpakai dalam menjaga imunitas nonspesifik

dalam tubuh, namun senyawa xanthone dalam ekstrak kulit manggis tetap

menjaganya dalam keadaan stabil. Menurut Fauziah et al (2013), bahwa xanthone

merupakan senyawa aktif dalam kulit buah manggis yang bersifat sebagai

immunomodulator, sehingga bisa menstabilkan eritrosit di dalam tubuh. Hal ini

didukung oleh pendapat Ruslami (2010) yang menyatakan bahwa

immunomodulator adalah senyawa yang dapat menormalkan atau

mengoptimalkan kerja sistem imun sehingga komponen dalam darah stabil.

4.2.4 Limfosit

Pengamatan terhadap jumlah sel Limfosit tikus jantan yang diberi ekstrak kulit

manggis yang dipapari kebisingan dapat dilihat pada Gambar 4.2.4:

Gambar 4.2.4 Jumlah Sel Limfosit Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan. P0= kontrol blank, P1= ekstrak kulit manggis dari hari 1-16, P2= kebisingan 85-110 dB dan akuades dari hari 1-16. Dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: P3= 25-50, P4= 55-80 dB, P5= 85-110 dB dan diberi ekstrak kulit manggis dari hari 1-16

Jumlah sel limfosit yang didapatkan dari penelitian ini adalah P0= 74,4%, P1=

67,6%, P2= 71,2%, P3= 63,2%, P4= 71%, dan P5= 74%. Dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pemaparan kebisingan dapat

(41)

kebisingan dapat menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit terjadi penurunan

persentase limfosit pada kelompok perlakuan secara bermakna. Menurut Budiman

(2004), bahwa terjadi peningkatan kadar kortisol serta penurunan jumlah limfosit

dan kadar IgG serum akibat waktu paparan selama 1 jam dengan intensitas suara

40-50 dB maupun intensitas suara > 85 dB. Demikian pula pada paparan selama 2

jam dengan intensitas suara 40-50 dB maupun intensitas suara > 85 dB.

Dibandingkan waktu 2 jam dan 1 jam paparan pada intensitas suara > 85 dB

terjadi peningkatan lebih tinggi untuk kadar kortisol serta penurunan jumlah

limfosit dan IgG serum yang lebih rendah, daripada intensitas suara 40-50 dB.

Dari uji analisis statistik yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa tidak

adanya perbedaan nyata antara tiap perlakuan.

Limfosit sangat berperan dalam menjaga sistem kekebalan tubuh, sehingga

dengan adanya kebisingan sebagai gangguan terhadap kesehatan tubuh, maka

limfosit akan berkurang jumlahnya. Sel limfosit berperan dalam membentuk

atibodi yang bersirkulasi dalam darah atau dalam system kekebalan seluler

(Frandson, 1992). Tetapi dapat dilihat dari gambar diatas bahwa pemberian

ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan jumlah limfosit. Jumlah limfosit

terbanyak terdapat pada P4 dengan tingkat kebisingan 85-110 dB, yang pada

dasarnya merupakan tingkat kebisingan diatas ambang batas pendengaran

manusia. Menurut Mardiana (2011), bahwa kelebihan senyawa xanthone pada

kulit buah manggis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan

tingkat depresi dan menstabilkan fungsi jaringan dalam tubuh.

4.2.5 Monosit

Pengamatan terhadap jumlah sel Monosit tikus jantan yang diberi ekstrak kulit

(42)

28

Gambar 4.2.5 Jumlah Sel Monosit Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan. P0= kontrol blank, P1= ekstrak kulit manggis dari hari 1-16, P2= kebisingan 85-110 dB dan akuades dari hari 1-16. Dengan tingkat kebisingan yang berbeda, yaitu: P3= 25-50, P4= 55-80 dB, P5= 85-110 dB dan diberi ekstrak kulit manggis dari hari 1-16

Berdasarkan uji analisis statistik yang telah dilakukan, bahwa ada

perbedaan nyata antara P0 dengan P5. Hasil uji statistik dapat dilihat secara

lengkap di Lampiran 5. Jumlah sel monosit dari setiap perlakuan adalah P0=

3,8%, P1= 9,6%, P2= 8,4%, P3= 11,2%, P4= 9,8% dan P5= 8,8%. Dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Chusna (2008), diketahui bahwa kebisingan

tidak mempengaruhi jumlah sel monosit, namun dalam penelitian ini jumlah

monosit bertambah pada perlakuan yang diberikan ekstrak kulit manggis. Hal ini

mungkin terjadi karena ekstrak kulit manggis memiliki berbagai macam manfaat

yang baik untuk tubuh. Monosit berperan sebagai fagosit sel atau benda asing

didalam tubuh, dan zat yang terdapat di kulit manggis dapat meningkatkan jumlah

monosit didalam tubuh. Menurut Fauziah et al (2013), bahwa senyawa xanthone

yang terdapat dalam kulit buah manggis yang bersifat sebagai immunomodulator

dapat meningkatkan jumlah leukosit. Peningkatan jumlah leukosit 10 % juga

(43)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dan

pemaparan kebisingan terhadap tikus (Rattus norvegicus L.) jantan dapat

meningkatkan jumlah total leukosit. Pemberian perlakuan secara statistik

tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna (>0,05) antara kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan.

b. Pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dan

pemaparan kebisingan terhadap tikus (Rattus norvegicus L.) jantan dapat

meningkatkan jumlah sel limfosit dan jumlah monositserta dapat

menurunkan jumlah sel neutrofil. Jumlah hitung jenis leukosit ini masih

dalam jumlah normal, namun uji statistic menunjukkan adanya perbedaan

bermakna jumlah monosit antara kontrol blank dengan perlakuan yang

diberi larutan kulit manggis dan kebisingan 85-110dB.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih besar

dengan tingkat kebisingan serta waktu pemaparan yang lebih lama.

b. Perlu dilakukan penelitian dengan parameter sistem imun yang lebih

(44)

30

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, W. 2004. Modulasi Respon Imun Pada Mencit Balb/C yangn Stres Akibat Stressor Suara. [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Chusna, M. 2008. Pengaruh Kebisingan terhadap Hitung Jenis Leukosit Mencit Balb/C. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro, Fakultas Kedokteran.

Dharma, R., S,I., dan R,R. 2007. Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin.

Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta

Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Antiinflamasi Alergik dalam Tubuh. Medan: Fakultas Kedokteran Bagian Histologi. Hl, 1-3

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Fauziah, N., Ramadhan, S., dan Gustina, I. 2013. Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostan L. ) terhadap Hematokrit mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster. [Skripsi]. Padang: STKIP, Pendidikan Biologi.

Guyton, A.C.1983. fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. ECG. Jakarta.

Handayani, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta.

Harrington dan F.S Gill. 2005.Buku Saku Kesehatan Kerja. 3(1). ECG. Jakarta.

Hoffbrand, V. 2006. At a Glance Hematology. EMS. Jakarta

Hrapkiewicz, K and Medina, L. 2007. Laboratory Animal. Blackwell Publishing. USA.

Inayah. 2008. Pengaruh Kebisingan terhadap Jumlah Leukosit Mencit Balb/C. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro, Fakultas Kedokteran.

Kemp, D.T. 1997. Understanding and Using Otoacoustic Emission. Illustration Acknowledgement. Otodynamics Ltd. London.

(45)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika

di Tempat Kerja. Jakarta.

Kokasih, E. 1984. Hematologi dalam Praktek. Fakultas Kedokteran USU. Medan.

Kui-Cheng, Z. and Makoto, A. 2007. Modulation of Immune Function and Oxidative Status Induced by Noise Stress. J. Occup. Health. 49: 8-32.

Laurance, D.R and Bacharach, A.L. 1964. Evaluation of Drug Activities: Pharmacometrics. London: Academic Press. Pp. 273.

Lawrence, W.L. The Pahgocytic Leucocyte Morphology Kinetics and Function. In: Stiene-Martin, C.A and Koepke, J.A. 1998. Clinical Hematology Principles, Procedures, Correlation. 2nd Ed. Lippincott. Philladelphia. Pp 14-303.

Moongkardi, P., Kosem, N., Kaslungkas., Luanratang, O., Pongpan, N., and Neungton, N. 2004. Antiploriferation, Antioxidation and Induction of Apoptosis by Garcinia mangostana (Mangosteen) on SKBR3 Human Breast Cancer Cell Line. J. Ethnopharmacol. 90(1): Pp 161-165.

Merdiana, L. 2011. Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mitruka, B. M and Rawnsley, H. M. 1981. Clinical Biochemical and Hematological. Reference Values in Normal Experimental Animals and Normal Human., Loeb W. F and Quimby, F. W. 1989.The clinical Chemistry of Laboratory Animals. Di dalam: Kusumawati, D. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 9

Murray, R. K. 2003. Biokimia Harper. ECG. Jakarta.

Novarina, S. I. N., Dewa, K. M dan Djoko, L. 2013. Pengaruh Infusa Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Penderita Hiperglikemia. 6(2). Surabaya: Universitas Airlangga.

[NIOSH] National Institute for Occupational Safety and Health. 1998.

Occupational Noise Exposure. USA.

(46)

32

Odianti, G. T. 2010. Uji Aktivitas Alfa Mangostin Kulit Buah Manggis (Garcinia

mangostana L) terhadap staphylococcusaureus dan Pseudomonas

aeruginosa Multiresisten Antibiotik. [Skripsi]. Surakarta: Universitas

muhammadiyah, Fakultas Farmasi.

Prihatman, K. 2000. Manggis (Garcinia mangostana L). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. BPP Teknologi. Jakarta.

Rosidah. 2004. Studi Kejadian Hipertensi Akibat Bising pada Wanita yang Tinggal di Sekitar Lintasan Kereta Api di Kota Semarang Tahun 2004. Semarang: Universitas Diponegoro, Magister Kesehatan Lingkungan Program Pasca Sarjana.

Ruslami, R. 2010. Peranan Immunomodulator untuk Penanganan Penyakit. [Skripsi]. Bandung: Universitas Padjajaran, Fakultas Kedokteran, Departemen Farmakologi dan Terapi.

Slamet, J.S. 2006. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Smith, J.B dan Mangkowidjoyo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Suheryanto, R. 1994. Pengaruh Kebisingan Mesin Pabrik Tekstil Terhadap Pendengaran Karyawan. Ilmu Penyakit THT. Surabaya: Universitas Airlangga/ RS Dr. soetomo, Fakultas Kedokteran.

Susiani, P. 2009. Kulit Si Ratu Buah Lumbung Antioksidan Super.[19 April 2014] http://www.agrinaonline.com/redesign2.php?rid=12&aid=1938.

Wahyuni, A.S. 2008. Statistika Kedokteran. Bambodoea Communication. Jakarta.

Verheij, E.W.M. 2010. Garcinia mangostana L. Edible fruits and nuts. 2:177. [28 April 2014] http://www.proseanet.org/prohati3/printer.php?photoid=263.

Weecharangsan, W., Opanosopit, U., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun, U and Siripong, P. 2006. Antioksidative and Neuroprotective Activities of Extract from The Fruit of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn). Med Princ Pract. 15(4): 281-287.

(47)

LAMPIRAN 1

Data Pengamatan Jumlah Leukosit Tikus Jantan yang Diberi Ekstrak Kulit

Manggis yang Dipapari Kebisingan

Perlakuan Jumlah Leukosit (sel/mm

3

)

Rata-rata

U1 U2 U3 U4 U5

P0 5650 7100 7600 5450 6500 6460

P1 5950 4850 4050 5000 4500 4720

P2 4800 5100 5250 4000 3500 4650

P3 5600 5350 5800 5360 3000 5022

P4 6850 4250 5000 6750 4000 5370

(48)

34

LAMPIRAN 2

Data Pengamatan Rata-Rata Hitung Jenis Jumlah Sel Leukosit Tikus Jantan yang

Diberi Ekstrak Kulit Manggis yang Dipapari Kebisingan

Jenis

Leukosit

Rata-rata Hitung Jenis Sel Leukosit (%)

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Eosinofil 0,2 0,2 0,6 0 0,2 0

Basofil 0 0 0 0 0 0

Neutrofil 3,8 22,2 19,8 24,8 19 17,4

Limfosit 20,8 67,6 71,2 63,2 71 74

(49)

LAMPIRAN 3

Analisis Statistik Jumlah Leukosit Tikus Jantan

ANOVA Dependent Variable: Jlh_Leukosit

Bonferroni

Gambar

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Tabel 2.2 Baku tingkat kebisingan
Gambar 3.4.2 Kotak Perlakuan Sampel. (1) Kotak perlakuan dari gabus dan dilapisi triplek, (2) Speaker yang dihubungkan dengan Mp3 dan amplifier, (3) kandang plastik tempat tikus perlakuan, (4) kaca untuk mengamati tikus perlakuan, (5) pintu
Gambar 4.1 Jumlah Leukosit Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang diberi Kulit Manggis (Garsinia mangostana L.) setelah Dipapari Kebisingan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu ketika diteteskan metil jingga dari yang semula berwarna putih gading menjadi warna kuning soft yang menunjukan Ph > 4,0 disebut larutan basa dan ketika.

Penelitian ini digunakan untuk menjawab permasalahan yaitu apakah penggunaan metode Contextual Teaching And Learning (CTL) pada mata pelajaran IPS materi menghargai perjuangan

laksanaan, den penilaian penbelajaran, makc pembinaan guru dalam rangka peningkatan lcualitas profesionalnya tidak saja menggunakan pendekatnn dari atas ke banah melainkan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Pengaruh Pemaparan

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini pada analisis data yang diarahkan untuk dapat mencari serta menemukan upaya yang dilakukan seorang guru dalam meningkatkan

Pada hari ini selasa tanggal tiga puluh satu bulan juli tahun dua ribu dua belas, berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi, penawaran dan pembuktian

(2) Besarnya tarif Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dalam Lampiran III yang

Eksistensi Seni Patung Tradisional Di Dsa Singapadu Kaler, Gianyar, Bali Seni Murni FSRD FUNDAMENTAL 40,000,000 DIPA.. I Dewa Putu