• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Serangan kelompok teroris Al-Qaeda terhadap World Trade Center dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001 menjadi peristiwa yang mengubah kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sebagai respon akan teror dan ratusan korban jiwa yang muncul akibat penyerangan tersebut. Melalui Bush Doctrine, Presiden George W. Bush Jr., menyatakan peperangan terhadap terorisme, atau yang dikenal dengan istilah War on Terror. Doktrin ini menyerukan negara-negara lain untuk berperang melawan terorisme bersama Amerika Serikat, dan mengecam negara-negara yang membantu teroris tersebut berkembang.

Kebijakan War on Terror Bush terfokus pada Afghanistan dan Irak. Afghanistan dianggap sebagai negara yang tidak demokratis serta dikontrol oleh kelompok Taliban dan Al Qaeda yang aktif dalam terorisme. Sedangkan Irak dianggap memiliki senjata pemusnah massal dan Saddam Hussein, presidennya saat itu, dianggap memiliki keterkaitan dengan Al Qaeda. Amerika Serikat menyerang Afghanistan melalui Operation Enduring Freedom pada tahun 2001, menurunkan pemerintahan yang ada, dan mendorong terjadinya demokratisasi dengan terpilihnya Hamir Karzai. Invasi terhadap Irak dilakukan pada Maret 2003 dan menggulingkan Saddam Hussein dari pemerintahan.

Barack Obama memilih untuk meneruskan kebijakan War on Terror dengan beberapa perubahan, seperti yang ia paparkan untuk pertama kali dalam pidatonya di National Defense University pada bulan Mei 2013. 3 Obama akan menarik Amerika dari peperangan yang tidak lagi efektif untuk memenuhi tujuan War on Terror, seperti di Irak, yang diakhiri pada tahun 2013 – perencanaan yang kemudian harus berubah karena kemunculan ISIL. Obama memilih untuk

3 New York Times, Obama’s Speech on Drone Policy (daring), 23 May 2013,

<http://www.nytimes.com/2013/05/24/us/politics/transcript-of-obamas-speech-on-drone-policy.html?pagewanted=all>, diakses pada 17 Januari 2015.

(2)

2

fokus pada proses transisi pemerintahan dan penarikan pasukan di Afghanistan dan pada negara-negara yang memiliki masalah dengan terorisme, yaitu Pakistan, Yaman, dan Somalia.4

Tulisan ini akan membahas kebijakan War on Terror Obama di Pakistan. Pakistan menjadi aktor yang penting untuk dirangkul Amerika Serikat dalam upaya memberantas terorisme. Pemerintah Islamabad memiliki sejarah memberikan dukungan terhadap Taliban Afghanistan sebagai upayanya menjaga kontrol dan pengaruh atas negara tersebut apabila pemerintahannya telah terbentuk kembali. Presiden Pervez Musharraf menghentikan dukungan resminya terhadap Taliban karena ia mengkhawatirkan konsekuensi politik dan ekonomi dari Amerika Serikat apabila Pakistan tidak terlibat dalam War on Terror5, dan karena kelompok seperti Al Qaeda juga menimbulkan ancaman internal bagi Pakistan. 6

Selain itu, Pakistan berbatasan langsung dengan Afghanistan sepanjang 2400 km di Durand Line.7 Sejumlah anggota Al Qaeda dan Taliban melarikan diri dari peperangan di Afghanistan dan memasuki wilayah Pakistan. Di area perbatasan, Pakistan juga memiliki FATA (Federally Administered Tribal Areas), wilayah yang dikuasai oleh suku-suku di Pakistan dan diberikan semi otonomi untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini berarti sedikitnya keberadaan dan pengaruh Islamabad di wilayah tersebut. FATA kemudian menjadi daerah aman bagi Al Qaeda, Taliban, dan kelompok teroris lain karena masyarakatnya cenderung simpatik8 dan jangkauan pemerintah sangat minimal.

4 Loc.cit.

5 A. J. Tellis, Pakistan and War on Terror: Conflicted Goals, Compromised Performance, Carnegie Endowment for International Peace, Washington, 2008, hal. 12.

6 Ibid, hal. 9

7 A. Gul, ‘Pakistan: Afghan Border Dispute 'Amicably' Resolved’, VoA News (daring), 15 April 2013,

<http://www.voanews.com/content/afghanistan-pakistan-border-gate-durand-line/1641879.html>, diakses pada 15 Maret 2015.

(3)

3

Peta 1: Daerah perbatasan Afghanistan dan Pakistan

Sumber: BBC News Asia, 5 Februari 2013

Amerika Serikat di bawah George W. Bush melakukan berbagai kerjasama dalam operasi counterterror di Pakistan, seperti pertukaran informasi intelijen, kolaborasi pasukan militer, dan penggunaan tiga airbase di Pakistan untuk pesawat Amerika.9 Amerika Serikat juga memberikan bantuan finansial sebesar satu juta dollar pada tahun 2004 dan bantuan ekonomi dan keamanan sejumlah tiga juta dollar untuk didistribusikan selama lima tahun.10 Dalam pendekatannya, Bush mengerahkan operasi militer yang merupakan kombinasi dari tentara darat dan unmanned aerial vehicles (UAVs) atau drones. UAV merupakan pesawat tanpa awak yang diterbangkan untuk

9 Hussain, T., US-Pakistan Engagement: The War on Terrorism and Beyond, United States Institute of Peace, Special Report, Agustus 2005, hal. 5-6

(4)

4

fungsi pengawasan dan mampu pula meluncurkan serangan udara terhadap target. Amerika menggunakan UAV untuk pertama kalinya di Pakistan pada bulan Juni 2004.11

Dalam kampanye Global War on Terror, pemerintah Pakistan mulai mengupayakan tindakan counterrorism di wilayahnya. Hubungan antara Pakistan-Amerika Serikat menguat pada masa awal implementasi war on terror. Meskipun demikian, pada awal implementasinya, pemerintah Pakistan cenderung menghindari penyerangan terhadap jaringan senior Taliban apabila mereka tidak melakukan aksi yang membahayakan.12

Barack Obama membawa perubahan dalam pendekatannya terhadap Pakistan dengan cara menghindari operasi militer darat dan lebih dominan dalam menggunakan strategi targeted killing melalui pesawat tanpa awak. Ia juga berusaha meningkatkan pemberian bantuan terhadap Pakistan yang tidak hanya terpusat pada bantuan militer, namun juga bantuan sosial, ekonomi, dan pemerintahan terkait performa mereka dalam memberantas terorisme.13

Sedangkan targeted killing sendiri merupakan upaya pembunuhan anggota terorisme menggunakan operasi khusus dalam unit kecil dan pesawat tanpa awak, dan dilaksanakan oleh Central Intelligence Agency (CIA). Jumlah penggunaan drones pada masa Obama meningkat tajam dibandingkan pada masa Bush, 51 serangan berbanding dengan 360 serangan.14 Strategi ini memiliki pencapaian, seperti terbunuhnya Abu Yahya al-Libi, Atiyah Abd al-Rahman, dan letnan Al-Qaeda lainnya.15 Hingga bulan Juni 2013, operasi pesawat tanpa awak diperkirakan telah membunuh 2,039-3,370 jiwa, dimana 1,585-2,733 jiwa di antaranya merupakan militan.16

11 N. Chomsky dan A. Vltchek, On Western Terrorism: From Hiroshima to Drone Warfare, Pluto Press, London, 2013, hal. 178

12 Tellis, Op.cit, hal. 7.

13 Lansford, T., R. P. Watson dan J. Covarrubias, America’s War on Terror: Second Edition, Surrey, Ashgate Publishing Limited, 2009, hal. 204.

14 The Bureau of Investigative Journalism, Get the data: Drone wars (daring),

<http://www.thebureauinvestigates.com/category/projects/drones/drones-graphs/>, diakses pada 17 Januari 2015. 15 D. Walsh dan E. Schmitt, ‘Drone Strike Killed No. 2 in Al Qaeda, U.S. Officials Say’, The New York Times (daring), 5 June 2012, <http://www.nytimes.com/2012/06/06/world/asia/qaeda-deputy-killed-in-drone-strike-in-pakistan.html?pagewanted=all&_r=0>, diakses pada 2 November 2014.

16 M. Evangelista dan H. Shue, The American Way of Bombing: Changing Ethical and Legal Norms, from Flying Fortresses to Drones, Cornell University Press, New York, 2014, hal. 194.

(5)

5

Penulis akan membahas perubahan kebijakan War on Terror pada masa Obama dan alasan dibalik pengambilan keputusan tersebut. Penulis akan memfokuskan analisis terhadap operasi targeted killing, yang notabene menjadi upaya penting Amerika Serikat dalam memberantas terorisme di Pakistan. Sebagaimana yang disebutkan Obama dalam pidatonya di National Defense University pada tahun 2013, “Dalam konteks ini, Amerika Serikat telah mengambil langkah mematikan yang ditargetkan kepada Al Qaeda dan afiliasinya, termasuk menggunakan pesawat yang dikendalikan dari jauh, yang biasa disebut dengan istilah drones.”17

John O. Brennan, Asisten Presiden untuk Keamanan dalam Negeri dan Kontraterorisme, juga mengeluarkan pidato yang membahas aspek legalitas dan etika dari penggunaan pesawat tanpa awak. Ia berkata, “Ya, sesuai dengan ketentuan hukum sepenuhnya, …, pemerintah Amerika Serikat menggunakan serangan yang ditargetkan pada teroris Al Qaeda, yang dalam beberapa kesempatan dilakukan menggunakan pesawat yang dikendalikan dari jauh, atau dikenal secara umum dengan sebutan drones.”18

Penulis berpendapat bahwa pembahasan mengenai metode targeted killing menjadi penting mengingat administrasi Obama secara drastis meningkatkan penggunaan metode ini dalam upaya anti terornya, dan merupakan metode yang relatif baru dalam kontraterorisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan menjawab satu rumusan masalah, yaitu: Mengapa Obama memilih kebijakan targeted killing dalam War on Terror di Pakistan?

C. Landasan Konseptual

1. Theory of Decision Making

17New York Times, Obama’s Speech on Drones Policy (daring), 23 May 2013,

<http://www.nytimes.com/2013/05/24/us/politics/transcript-of-obamas-speech-on-drone-policy.html?pagewanted=all&_r=0>, diakses pada 25 Maret 2015

18 M. Zenko, ‘How the Obama Administration Justifies Targeted Killings’, Council on Foreign Relations (daring), 5 July 2012, <http://blogs.cfr.org/zenko/2012/07/05/how-the-obama-administration-justifies-targeted-killings/#>, diakses pada 7 September 2015.

(6)

6

Richard C. Snyder, H. W. Bruck dan Burton Sapin menawarkan salah satu teori untuk menganalisis kebijakan luar negeri melalui faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Dalam buku Foreign Policy Decision Making: An Approach to the Study of International Politics, faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua setting, yaitu eksternal setting dan internal setting.19 External setting ialah faktor-faktor dan kondisi yang terjadi di luar negara sebagai subjek yang diteliti, seperti kondisi politik internasional atau perilaku negara lain. Relevansi dari faktor-faktor ini akan ditentukan oleh pembuat kebijakan berdasarkan apa yang menurut ia penting. Dalam perspektif realis, faktor eksternal dapat berupa ancaman terhadap kekuatan dan survivabilitas suatu negara.20

Pada War on Terror, faktor eksternal yang berpengaruh ialah: 1) Pergerakan kelompok terorisme seperti Al Qaeda dan Taliban yang menetap di daerah FATA Pakistan, membaur dengan penduduk sipil dengan lokasi yang sukar dijangkau, sehingga membutuhkan strategi yang efisien dan memberikan keunggulan taktikal, dan 2) Pengaruh kepentingan strategis Pakistan terhadap War on Terror dan kondisi keamanan dan politik Pakistan. Islamabad bertindak selektif dalam mentarget kelompok terorisme. Intelijen dan militer Pakistan sempat mendukung mujahidin dan militan yang berada di Afghanistan dan FATA. Kebijakan keamanan yang diambil Amerika Serikat harus dapat meminimalisir pengaruh kepentingan strategis Pakistan dalam tindakan War on Terror yang ia ambil agar efektif.

Faktor kedua ialah faktor internal atau faktor domestik, seperti opini, budaya, dan ideologi publik, birokrasi, kelompok sosial, dan karakter pemimpin. Tindakan suatu negara diambil dari kondisi internalnya, baik faktor non-manusia ataupun faktor yang muncul dari dinamika masyarakat. Dalam tulisan ini, penulis akan melihat kondisi ekonomi Amerika Serikat yang menghadapi peningkatan hutang nasional sehingga penganggaran keamanan harus dipotong pada tahun 2015, menuntut negara tersebut untuk lebih efisien dan efektif dalam menyusun strategi keamanan. Penulis juga akan melihat sebagai faktor internal tambahan yaitu opini publik Amerika Serikat terhadap metode War on Terror dan karakteristik unilateralisme dalam kebijakan Barack Obama.

19 R. C. Snyder, H. W. Bruck dan B. Sapin, Foreign Policy Decision Making: An Approach to the Study of International Politics, New York, The Free Press of Glencoe, 1962, hal. 201-204

20 R. K. Beasley, Foreign Policy in Comparative Perspective, Los Angeles, Sage Publications Inc., 2013,

(7)

7

2. Unilateralisme

Unilateralisme merupakan strategi kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang menitikberatkan pada self-help dalam pelaksanaannya. Tindakan mencapai kepentingan nasional dilakukan dengan sendiri, menggunakan prioritas dan kepentingan negara itu sendiri sebagai parameter atau landasan dalam perilakunya, dan tidak mengindahkan kepentingan pihak lain.

Terdapat beberapa karakteristik dari unilateralisme21, yaitu: 1. Penggunaan konsep deterrence

Merupakan kebijakan untuk mengontrol perilaku suatu aktor menggunakan ancaman.22 Untuk memastikan pihak tertentu tidak membahayakan Amerika Serikat, deterrence dicapai dengan memakai persenjataan yang jauh lebih unggul dibandingkan lawannya. 2. Pre-emptive strike

Pre-emptive strike merupakan serangan dengan bentuk pencegahan, sehingga dilakukan sebelum pihak lawan menyerang kita. Sebagai bentuk self-defense dan respon terhadap aksi terorisme, target dari war on terror tidak hanya aktor tertentu yang terlibat dalam 9/11 namun juga semua aktor yang berada dalam jaringan Al Qaeda dan Taliban.

3. Penekanan pada kekuatan Amerika Serikat

Unilateralisme menunjukkan kekuatan dan kapabilitas Amerika Serikat secara militer, ekonomi, teknologi, dan politik yang jauh lebih tinggi dibandingkan aktor internasional lain. Sehingga, mereka menjadi aktor satu-satunya pada saat ini yang mampu melakukan aksi unilateral dan menekankan American Primacy.

4. Kemauan untuk bertindak sendirian

Aksi unilateral ditunjukkan dengan keinginan untuk melepaskan diri dari norma atau perjanjian yang telah disusun dengan negara atau aktor lain, dan bersedia memenuhi kepentingan nasionalnya tanpa bantuan pihak lain.

5. Penggunaan retorik demokrasi

Justifikasi terhadap tindakan unilateral Amerika Serikat, terutama pada masa Obama, menggunakan kata-kata pemenuhan nilai-nilai kebebasan dan demokrasi.

21 N. K., Göksel, From “Multilateral Engagement” to “New Unilateralism”, Sosyal Bilimler Enstitüsü Dergisi, Dokuz Eylül Üniversitesi, Volume 9, Issue 1, 2007, hal.183-189.

22 I. McLean, dan A. McMillan, The Concise Oxford Dictionary of Politics: Third Edition, New York, Oxford University Press, 2009, hal.147.

(8)

8

Amerika Serikat menjadi lebih asertif dan melakukan upaya pemenuhan kepentingan secara unilateral pasca peristiwa 9/11. Dalam upaya counterterrorism, Amerika menggunakan intervensi militer pada Pakistan dan Afghanistan untuk menjatuhkan rezim atau kelompok-kelompok yang berkontribusi dalam aktivitas terorisme. Konsep unilateralisme menjelaskan implikasi yang mungkin terjadi apabila sebuah negara memutuskan untuk melakukan tindakan pemenuhan kepentingan secara unilateral.

Penulis menggunakan kedua konsep di atas dengan menggunakan analisis faktor internal dan eksternal yang berpengaruh, serta karakteristik kebijakan luar negeri Amerika Serikat di bawah Obama untuk menjelaskan mengapa faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh dalam pendekatan kebijakan War on Terror di Pakistan. Karakteristik kebijakan luar negeri unilateralisme yang menekankan pada kesediaan untuk bertindak sendiri dalam memenuhi kepentingannya. Karakteristik ini mempengaruhi bagaimana Obama merespon kondisi eksternal di Pakistan. Metode targeted killing akan menunjukkan bahwa Amerika bertindak sendiri tanpa bergantung pada kapasitas pemerintah Pakistan dalam menindaki terorisme.

D. Metode pengumpulan data

Penulis akan menggunakan metode kualitatif, melalui studi literatur dan riset online. Sumber literatur yang digunakan ialah jurnal, buku, artikel majalah dan koran, dan teks pidato Barack Obama yang menjelaskan kebijakan politik luar negeri Amerika, war on terror di Pakistan, dan drones. Riset daring akan menggunakan pencarian data pada situs resmi kantor pemerintahan, artikel daring, koran digital, dan situs resmi lembaga-lembaga pendidikan dan independen yang melakukan riset terhadap kebijakan war on terror. Data yang diambil ialah data sekunder yang sudah diolah oleh lembaga riset ataupun instansi terkait.

E. Hipotesa

Kebijakan War on Terror di Pakistan pada masa Obama yang terfokus pada penggunaan strategi targeted killing diambil karena adanya faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi. Setting eksternal yang dimaksud ialah berkembangnya terorisme di Federally Administered Tribal Area dan kondisi keamanan serta politik Pakistan. Setting internal yang dimaksud adalah

(9)

9

defisit anggaran Amerika Serikat yang membuat strategi keamanan yang diambil harus lebih efektif dan efisien serta opini publik.

F. Sistematika Penulisan Bab I

Bab ini akan menjelaskan latar belakang dan rumusan masalah yang akan di jawab di dalam skripsi ini, landasan konseptual sebagai alat untuk menjawab rumusan masalah, metode penelitian, dan asumsi sementara.

Bab II

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan faktor-faktor dan kondisi di Pakistan, terutama di Federally Administered Tribal Area yang mempengaruhi dipilihnya penggunaan pesawat tanpa awak oleh Obama dalam War on Terror.

Bab III

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan faktor-faktor dan kondisi domestik Amerika Serikat yang mendorong pemilihan strategi pesawat tanpa awak terhadap Pakistan.

Bab IV

Bab ini akan memaparkan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan menjelaskan keterbuktian hipotesa sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

terlibat melakukan transaksi tidak harus bertemu atau berhadapan secara langsung. Bisa saja para pihak yang telah melakukan transaksi tersebut berada pada tempat atau.

Penelitian ini membuktikan, bahwa untuk memprediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan Indonesia dapat menggunakan beberapa rasio keuangan satu tahun

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Secara amnya, jika dilihat purata min bagi setiap bahagian seperti dalam jadual 7, dapat digambarkan bahawa persepsi pelajar terhadap aktiviti kokurikulum berada dalam

Berdasarkan hasil penelitian dan pem- bahasan yang dilakukan maka kepatuhan pajak WPOP yang terdaftar pada KPP Batu dan Kepanjen terbukti dipicu oleh niatnya untuk

Meskipun kamus dapat berguna dalam menyediakan suatu definisi kata tetapi ia tidak menggambarkan secara akurat arti dan variasi arti kata yang biasa digunakan pada bahasa