• Tidak ada hasil yang ditemukan

ROADMAP SEKOLAH/ MADRASAH AMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ROADMAP SEKOLAH/ MADRASAH AMAN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ROADMAP

SEKOLAH/ MADRASAH AMAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI

(2)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 ii DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Landasan Hukum 3

1.3. Maksud dan Tujuan 4

1.4. Ruang Lingkup 4

1.5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan 4

BAB II PROFIL SEKOLAH/ MADRASAH AMAN DI INDONESIA 6

2.1. Gambaran Umum Pendidikan dan Bencana di Indonesia 6 2.2. Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia 15 2.3. Tantangan dan Kapasitas Sumber Daya Pelaksanaan Sekolah/

Madrasah Aman

24

BAB III TUJUAN DAN SASARAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 27

3.1. Tujuan Strategis Sekolah/ Madrasah Aman 27 3.2. Sasaran Strategis Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman 29

BAB IV KERANGKA REGULASI 32

BAB V PENATAAN KELEMBAGAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 34

5.1. Kerangka Kelembagaan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah

Aman 34

5.2. Kerangka Kerja Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman 35

5.3. Mekanisme Koordinasi 38

BAB VI KERANGKA PENDANAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 39

6.1. APBN dan APBD 39

6.2. Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM, Lembaga-lembaga PBB dan

Swasta 41

BAB VII RENCANA AKSI DAN INDIKATOR SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 43

BAB VIII SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI 51

8.1. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi 51

8.2. Mekanisme Pelaporan 53

LAMPIRAN

Lampiran 1 – Lampiran Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman Lampiran 2 – Instrumen Struktural dan Non-Struktural

(3)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 iii KATA PENGANTAR

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah yang rentan terhadap bencana termasuk gempa, tsunami dan tanah longsor. Salah satu dampak dari gempa, tsunami dan tanah longsor yang terjadi di Indonesia adalah kerusakan sarana dan prasarana bangunan, termasuk bangunan sekolah, yang mengakibatkan terganggunya proses pembelajaran siswa di sekolah. Lebih dari 7.000 sekolah rusak berat akibat gempa dan tsunami sejak tahun 2004.

Dampak tersebut akan lebih parah jika bencana terjadi pada saat proses belajar-mengajar sedang berlangsung di sekolah, karena reruntuhan bangunan dan benda sekitarnya dapat menimpa dan atau menimbun peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sekolah yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan warga sekolah siaga setiap saat termasuk dari ancaman bencana.

Sejalan dengan semangat untuk melindungi hak-hak anak atas perlindungan, keamanan dan kelangsungan hidup dan juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkesinambungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud untuk dapat menyebarkan pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana berikut fasilitas sekolah yang aman dan manajemen bencana di sekolah, di mana ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk mewujudkan Sekolah Aman. Penerapan prinsip Sekolah Aman ini dapat memberikan dampak besar bagi upaya pengurangan risiko bencana yang pada akhirnya dapat berdampak pada efisiensi anggaran, dan karenanya diperlukan sebuah roadmap untuk mewujudkan Sekolah Aman yang juga dapat diterapkan bagi madrasah. Dalam dokumen roadmap ini yang dimaksud dengan sekolah adalah sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

Penyusunan dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini merupakan hasil kerjasama antara Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri dengan UNICEF Indonesia dalam Program Pengurangan Risiko Bencana yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman bencana melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Dokumen ini juga telah mendapatkan berbagai masukan berharga dari BNPB, Arbeiter-Samariter-Bund Deutschland e.V (ASB), Plan Indonesia, Save the Children, UNESCO dan World Bank.

Diharapkan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini menjadi rujukan bagi berbagai pihak dalam pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia.

Jakarta, Desember 2015

Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri

(4)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 iv SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menekankan bahwa Penanggulangan Bencana tidak hanya terpaku pada tahap tanggap darurat/ respons saja, tetapi juga mencakup tahap pra bencana (kesiapsiagaan) dan pasca bencana (pemulihan), di mana Undang-Undang tersebut secara jelas menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana.

Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, misalnya dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler, dll. Kemudian upaya untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan – sekolah dan fasilitas pendidikan – aman dari bencana dan bukan merupakan tempat yang dapat membahayakan kehidupan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini merupakan salah satu wujud komitmen Indonesia dalam mendukung WISS (Worldwide Initiative Safe Schools) sebagaimana telah dideklarasikan di Sendai, Jepang pada saat pelaksanaan UNWCDRR ketiga. Komitmen Indonesia akan diimplementasikan kepada sekolah di Indonesia dan yang lebih utama terhadap sekolah di daerah rawan bencana.

Dokumen Roadmap ini disusun dengan pemikiran adanya kebutuhan bagi sebuah rujukan bagi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia sehingga upaya-upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengupayaan fasilitas sekolah aman dan manajemen bencana di sekolah dapat terkoordinasi sehingga kemungkinan duplikasi upaya ataupun ketidakefektifan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman dapat dihindari.

Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyambut baik penyusunan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman yang merupakan kerjasasama antara Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal dengan UNICEF Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah aktif mendukung terselesaikannya dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini. Akhir kata, kami berharap terbitnya dokumen ini benar-benar dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia dalam memastikan bahwa Sekolah/ Madrasah Aman dapat terwujud.

Jakarta, Desember 2015

Sekretaris Jenderal Kemendikbud

(5)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Secara geografis, Indonesia terletak pada persimpangan tiga lempeng bumi yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik yang sangat rentan terhadap gempa bumi hingga tsunami. Indonesia juga berada di antara persilangan dua benua dan dua samudera yang dalam waktu singkat dapat mengubah cuaca dan iklim, sehingga sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi dan timbulnya badai tropis. Curah hujan yang tinggi dapat memicu dan menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor, sementara itu, badai tropis menimbulkan gelombang laut tinggi, air pasang dan gangguan transportasi laut.

Selain itu, Indonesia yang merupakan negara maritim dengan ribuan pulau, juga terletak pada garis lengkungan cincin api atau ring of fire yang melingkupi sebagian besar dari wilayah Indonesia mulai bagian barat ke timur. Rangkaian pegunungan yang membentang dari Sumatera hingga ke bagian timur, yakni Nusa Tenggara Timur dan kemudian naik ke Maluku, membentuk barisan gunung berapi yang sangat aktif.

Kondisi di atas menyebabkan Indonesia menjadi negara di dunia yang paling rawan terhadap bencana alam, demikian menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR - Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan, rawan terjadi di Indonesia. Bahkan untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam. Oleh karenanya, Indonesia dianggap sebagai negara dengan risiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia.

UNISDR memperingkat jumlah korban pada enam jenis bencana alam terbesar di dunia, yang meliputi bencana akibat tsunami, tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan. Dan dari keenam jenis bencana alam tersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Untuk bencana alam yakni kekeringan dan angin topan kondisi Indonesia lebih baik dari negara-negara lain.

Berikut peringkat negara terdampak bencana alam selengkapnya:

1. Bencana alam tsunami - dari 265 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di peringkat pertama dengan jumlah korban yang terkena dampak lebih banyak dibandingkan dengan Jepang (4.497.645 korban), Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina (894.848 korban), yakni sebanyak 5.402.239 orang.

2. Bencana alam tanah longsor - dari 162 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di peringkat pertama dengan korban jiwa lebih banyak dibandingkan dengan India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470 korban), yakni sebanyak 197.372 orang terkena dampaknya.

3. Bencana alam gempa bumi - dari 153 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya, setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban.

4. Bencana alam banjir - dari 162 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di urutan keenam dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya

(6)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 2 berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640), China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674).

5. Bencana alam angin topan - Jepang berada di peringkat pertama dengan 22.548.120 korban, diikuti oleh Filipina, China, India, dan Taiwan.

6. Bencana alam kekeringan - peringkat pertama adalah negara China dengan korban sejumlah 71.297.700 orang, diikuti oleh India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Ethiopia.

Berdasarkan jenis ancaman dan kerugian yang sudah dipaparkan, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana diharapkan dapat menerapkan standar penanganan yang baik terhadap dampak bencana alam sehingga dapat mengurangi kerusakan dan jumlah korban jiwa.

Hal lain yang perlu ditindaklanjuti adalah upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan bagi bangsa Indonesia, baik bencana yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Sehingga kebiasaan yang sekiranya merusak alam dan perilaku negatif lain dapat dihindari melalui peningkatan kesadaran manusia dan kearifan terhadap alam.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menetapkan kebijakan baru dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih serius secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan, yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Berkenaan dengan Penanggulangan Bencana di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melalui Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang diarusutamakan pada sektor-sektor pembangunan, seperti misalnya pada sektor-sektor pendidikan. Pada semua peristiwa bencana, Pendidikan merupakan salah satu sektor yang terkena dampaknya, di mana hampir semua murid usia sekolah dari jenjang PAUD, SD/ MI, SMP/ MTs dan SMA/ MA ataupun SMK/ MAK, dan para guru serta tenaga kependidikan lainnya terkena dampaknya.

Dampak bencana tersebut menjadi lebih parah jika bencana terjadi pada saat berlangsung kegiatan belajar-mengajar di sekolah, seperti misalnya pada saat terjadi gempa bumi yang dapat meruntuhkan bangunan dan benda sekitarnya, dan dapat menimpa dan/ atau menimbun peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sekolah yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan warga sekolah serta siaga setiap saat termasuk dari ancaman bencana.

Sejalan dengan semangat untuk melindungi hak-hak anak atas perlindungan, keamanan dan kelangsungan hidup dan juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkesinambungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud untuk dapat menyebarkan pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana berikut fasilitas sekolah yang aman dan manajemen bencana di sekolah, di mana ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk mewujudkan Sekolah/ Madrasah Aman. Penerapan prinsip sekolah/ madrasah aman ini dapat memberikan dampak besar bagi upaya pengurangan risiko bencana yang pada akhirnya dapat berdampak pada efisiensi anggaran, dan untuk itu, diperlukan sebuah roadmap untuk mewujudkan sekolah/ madrasah aman.

Terkait dengan komponen atau pilar Fasilitas Sekolah yang Aman, isu yang menjadi sasaran adalah: 1) Sekolah-sekolah baru adalah sekolah aman, di mana lokasi sekolah relatif aman dari risiko bencana dan sekolah dibangun dengan menerapkan desain dan konstruksi yang aman terhadap bencana; dan 2) Sekolah-sekolah lama dikaji ulang – untuk menetapkan prioritas bagi retrofit dan penggantian.

(7)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 3 Untuk komponen atau pilar Manajemen Bencana di Sekolah, isu yang menjadi sasaran adalah memastikan bahwa Prosedur Operasi Standar sekolah dalam kondisi darurat sudah tersedia dan dipahami benar oleh komunitas warga sekolah, baik oleh guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, maupun oleh warga yang berada di lingkungan sekolah, termasuk oleh orang tua peserta didik maupun walisiswa.

Sedangkan komponen atau pilar Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana, isu yang menjadi sasaran adalah melakukan integrasi pencegahan dan pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat meningkatkan ketahanan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap kesiapsiagaan individu maupun masyarakat terhadap bencana.

1.2. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen pasal 28 dan Pasal 31, Pasal 34 ayat 2;

2. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

5. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non pemerintah dalam Penanggulangan Bencana;

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, tentang peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

11.Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 12. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan

Bencana;

13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana;

14. Surat Edaran Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah;

15.Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana;

16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus.

(8)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 4 1.3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini dimaksudkan untuk menjadi rujukan bagi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia dan:

1. Memberikan dasar hukum pelaksanaan sekolah aman;

2. Memberikan landasan bagi pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholder atau pemangku kepentingan sekolah aman;

3. Memberikan petunjuk, acuan dan pedoman dalam pelaksanaan sekolah aman berdasarkan pemetaan kebutuhan, ketersediaan anggaran dan ketersediaan sumber daya lainnya.

b. Tujuan

Tujuan dari Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini adalah sebagai berikut:

1) Memberikan acuan dalam penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana sesuai dengan tiga pilar sekolah aman.

2) Mengefektifkan implementasi penerapan sekolah/ madrasah aman bencana dengan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana;

3) Mendorong efektifitas kemitraan dan sinergitas penyelenggaraan penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana;

4) Mewujudkan penguatan dan pemberdayaan masyarakat sekolah dalam penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana melalui sharing kapasitas antar stakeholder dan pihak lain di luar yang terkait, melalui pelatihan/ workshop/ seminar dan praktik-praktik terbaik;

5) Mengevaluasi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman;

6) Mengidentifikasi lokasi sekolah/ madrasah pada prioritas daerah rawan bencana. 1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini adalah sebagai berikut:

1) Profil Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia yang mencakup Gambaran Umum Pendidikan di Indonesia, Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia, serta Tantangan dan Kapasitas/ Sumber Daya;

2) Tujuan, Sasaran Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Sekolah/ Madrasah Aman; 3) Kerangka Regulasi, dan Kerangka Pendanaan;

4) Penataan Kelembagaan Sekolah/ Madrasah Aman yang mencakup Kerangka Kelembagaan Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kemendikbud, Kerangka Kerja Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kemendikbud dan Mekanisme Koordinasi (internal dan eksternal);

5) Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman; 6) Sistem Pemantauan dan Evaluasi.

1.5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan

Pencapaian target penerapan Sekolah/ Madrasah Aman sesuai dengan indikatornya yang tertuang dalam Roadmap ini bersifat multi-sektor dan membutuhkan kerjasama berbagai pihak. Prinsip-prinsip pokok sekolah/ madrasah aman mendasari kerjasama lintas sektor guna mengupayakan sinergisitas dalam mewujudkan sekolah/ madrasah aman. Prinsip-prinsip pokok tersebut adalah:

(9)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 5 1) Berbasis Pengurangan Risiko Bencana

Sekolah/ Madrasah Aman ditujukan untuk mengurangi risiko bencana dan memastikan kenyamanan dan keamanan proses pembelajaran. Dalam hal ini, selain berkontribusi pada pengurangan risiko bencana geologis, misalnya gempa dan tsunami, kegiatan sekolah/ madrasah aman juga ditujukan untuk mengurangi risiko bencana yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan, misalnya banjir dan longsor, yang frekuensi kejadiannya semakin meningkat.

2) Inklusif

Penyelenggaran sekolah/ madrasah aman secara aktif melibatkan semua warga sekolah termasuk warga sekolah penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus.

3) Ramah anak

Kegiatan terkait penerapan sekolah/ madrasah aman diselenggarakan atas dasar kebutuhan, kemampuan dan partisipasi aktif anak.

4) Pemaduan ke dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan

Keberhasilan penerapan sekolah/ madrasah aman bergantung pada pemahaman, dukungan, dan praktik berkelanjutan oleh siswa, guru, dan tenaga pendidik. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman semestinya dipadukan dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.

(10)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 6

BAB II

PROFIL SEKOLAH/ MADRASAH AMAN DI INDONESIA

Pembahasan pada bab ini akan mencakup tiga bagian yaitu gambaran umum pendidikan dan bencana di Indonesia, perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia dan tantangan dan kapasitas sumber daya.

2.1. Gambaran Umum Pendidikan dan Bencana di Indonesia

Mengelola pendidikan untuk jumlah penduduk yang besar

Indonesia adalah negara dengan penduduk ketiga terbesar di dunia, di mana mengelola penduduk dengan jumlah lebih dari 240 juta jiwa tidaklah mudah. Pendidikan warga negara Indonesia adalah salah satu hal mendasar yang merupakan kewajiban pemerintah di mana Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak.

Untuk memenuhi hak terhadap pelayanan pendidikan dasar yang berkualitas, telah ditetapkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa seluruh anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam kenyataannya sampai tahun 2012 masih terdapat sekitar 2.12% anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah, dan demikian pula untuk anak usia 13-15 tahun masih terdapat sekitar 10.48% yang tidak bersekolah. Masih terdapat kesenjangan partisipasi pendidikan antar daerah, antara kota dan desa, juga antara penduduk kaya dan miskin.

Dalam rangka peningkatan akses pendidikan menengah yang berkualitas, Pemerintah telah menetapkan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun, di mana usia antara 7 sampai dengan 18 tahun diharapkan dapat bersekolah dan menyelesaikan pendidikan 12 tahun. Di tingkat usia 16-18 tahun, masih terdapat sekitar 2 juta anak yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun, 100 ribu diantaranya tidak pernah bersekolah, dan terdapat sekitar 1,4 juta lulusan SMP/MTs yang tak melanjutkan pendidikannya (RPJMN 2015-2019).

Upaya untuk meningkatkan partisipasi pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ketersediaan fasilitas pendidikan, daya jangkau terhadap fasilitas pendidikan, keterjangkauan pembiayaan dan kualitas layanan yang disediakan, serta persepsi terhadap nilai tambah pendidikan.

Dari data jumlah populasi, peserta didik, pendidik dan sekolah berdasarkan kohort usia sekolah, yaitu pra-sekolah dan TK (0-6 tahun), SD (7-12 tahun), SMP (13-15 tahun), SMA/SMK (16-18 tahun), dan pendidikan tinggi (19-24 tahun), dengan jumlah peserta didik 60,94 Juta, pendidik 3,973, 498 dan 340.535 sekolah (lihat Tabel 2.1) terlihat perlunya dilakukan pemetaan terhadap lokasi keberadaan mereka.

(11)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 7

Tabel 2.1 - Kohort Usia dan Jumlah Penduduk, Peserta Didik, Sekolah dan Guru

Sumber: Paparan mengenai Sekolah Aman Kemendikbud, Turki, 2014 Mengelola bencana di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan di Bab I, Indonesia adalah salah satu negara dengan wilayah yang tergolong memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Mulai dari bencana alam hingga bencana sosial berpotensi terjadi di Indonesia. Bencana alam yang berpotensi terjadi di Indonesia mulai dari banjir, angin puting beliung, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, dan gempa bumi, dapat terjadi di sepanjang kepulauan Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke. Perubahan iklim juga dapat menambah frekuensi dan volume bencana selain karena kondisi geografis Indonesia yang rentan terhadap bencana. Demikian juga dengan bencana sosial, dengan kemajemukan bangsa Indonesia – mulai dari suku, agama, sosial, ekonomi, dan politik – juga berpotensi menimbulkan konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Dengan tingkat kerawanan bencana yang tergolong tinggi, maka penting bila wacana pendidikan kebencanaan dikemukakan dan segera dilakukan. Berbagai bencana silih berganti menimpa Indonesia, di antaranya gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang telah memakan korban lebih dari 200.000 jiwa – baik karena meninggal ataupun korban cedera. Hal ini telah memacu pemerintah untuk mengelola bencana dengan lebih baik dan dengan persetujuan DPR, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang No. 24/2007 mengenai Penanggulangan Bencana.

Bencana alam yang dapat memakan korban yang besar selama ini adalah gempa bumi, tsunami dan longsor1. Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bank Dunia, 75 persen sekolah-sekolah di Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Sehingga dapat dibayangkan bila terjadi bencana, berapa banyak korban jiwa dan kerugian aset sekolah yang dapat diakibatkan oleh bencana tersebut. Oleh karenanya perhatian perlu diberikan terhadap sekolah yang berada di lokasi rawan bencana tersebut, beserta dengan peserta didik dan guru juga tenaga kependidikan yang berada di sekolah tersebut. Diperlukan pemetaan yang lebih rinci per sekolah mengenai jenis bencana yang sering dan dapat

1 Preliminary Electronic Draft “Landslides” bagian dari “Koenig and Schultz’s Disaster Medicine: Comprehensive Principles and Practices”, Iain TR Kennedy, David N Petley, and Virginia Murray, Center for Disaster Medical Sciences, Departments of Emergency Medicine and Public Health, University of California at Irvine, USA – 2015, www.cdms.uci.edu

USIA

(TAHUN) PENDUDUK(JUTA)

PESERTA DIDIK

(JUTA) SEKOLAH GURU

0 - 6 28,85 4,05 93.644 386.962 7 - 12 26,59 30,66 169.331 1.923.189 13 - 15 12,94 11,93 45.077 837.017 16 - 18 13,09 8,84 26.896 571.591 19 - 24 25,37 5,36 3.794 238.637 Total 106,84 60,94 340.525 3.973.498

(12)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 8 menimpa sekolah mereka, dan juga bekal pengetahuan seperti apa yang perlu diberikan, serta bagaimana menangani aset sekolah baik gedung maupun peralatannya agar investasi yang ada ini bisa terselamatkan.

Selain itu, berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2010 sampai 2014, sedikitnya ada 23 provinsi yang masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap gempa bumi di Indonesia2. Sedangkan berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2015 sampai 2019, terdapat 30 provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap bencana3.

Sebagian besar bangunan sekolah di Indonesia belum didesain aman terhadap gempa, tsunami, longsor dan gunung meletus, walaupun standar bangunan (peraturan konstruksi/

building code) untuk membangun sekolah sudah tersedia, sehingga peningkatan kesadaran

dan melakukan tindakan kesiapsiagaan perlu dilakukan dengan segera.

Data Bank Dunia4 menyebutkan Indonesia masuk dalam empat besar negara dengan jumlah sekolah terbanyak di dunia. Ribuan sekolah di Indonesia berada di wilayah dengan risiko gempa tinggi. Untuk Sekolah Dasar (SD) dari total 144.507, sebanyak 109.401 SD berada di provinsi dengan risiko gempa tinggi; untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), sebanyak 1.147 sekolah dari total 1.455 sekolah berada di lokasi dengan risiko gempa tinggi; untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), sebanyak 18.855 sekolah dari total 26.277 juga berada dalam risiko gempa tinggi; sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), sebanyak 7.237 sekolah dari total 10.239 SMA di Indonesia, juga berada di kawasan dengan risiko gempa yang cukup tinggi5.

Dari catatan, bencana yang terjadi dalam kurun waktu dasawarsa terakhir telah memakan korban jiwa dan kerusakan aset sekolah sangat besar. Kualitas proses belajar mengajar di area yang tertimpa bencana juga sangat terganggu dan bila kondisi gangguan terhadap proses belajar ini berlangsung lama, maka akan berdampak jangka panjang terhadap peserta didik. Gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004 telah memakan korban jiwa 120.000 meninggal, 93.088 hilang dan 4.632 luka-luka, dan lebih dari 2.000 gedung sekolah hancur dan rusak. Sedangkan gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006 telah menghilangkan 5.558 jiwa, dan 26.013 luka-luka, serta sekitar 2.900 sekolah runtuh. Secara keseluruhan dalam dasawarsa terakhir lebih dari 300.000 jiwa meninggal dan lebih dari 10.000 sekolah terkena dampak bencana, baik itu rusak berat atau runtuh. Dari hasil inventarisasi sekolah rusak yang dilaksanakan tahun 2010-2011, untuk bangunan sekolah menengah terdapat lebih dari 40 ribu ruang kelas rusak berat dan lebih dari 80 ribu rusak sedang/ringan; dan untuk sekolah dasar sekitar 110.598 ruang kelas rusak berat dan 182.500 ruang kelas rusak sedang/ringan. Menurut data BNPB, dalam 30 tahun terakhir rata-rata sebanyak 289 bencana alam terjadi setiap tahun dengan rata-rata angka kematian diperkirakan 8.000 orang per tahun.

Beberapa kejadian bencana dengan data korban dan kerusakan pada gedung sekolah terlihat dalam Gambar 2.1 berikut.

2 Renas PB 2010-2014, BNPB, hal. 169, dalam lampiran 4 3 Renas PB 2015-2019, BNPB, hal. 34-36

4 Data Bank Dunia, melalui dokumen Draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014), hal 2

(13)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 9

Gambar 2.1 - Sekolah di Indonesia yang Berisiko terhadap Bencana 2004-2013

Catatan: korban jiwa belum termasuk dalam gambar ini.

Oleh karena itu sekolah-sekolah yang terletak di daerah rawan bencana perlu dibekali dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana, baik dari segi pengetahuan bencana dalam mata pelajaran, simulasi evakuasi dan juga dari segi struktur bangunan sekolah untuk mengurangi risiko bencana.

Meningkatkan pengetahuan kebencanaan komunitas sekolah dalam rangka pengurangan risiko bencana

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2 telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan di daerah bencana yang dituangkan ke dalam terminologi pendidikan layanan khusus.

Pendidikan kebencanaan mencakup banyak aspek yang penting seputar kebencanaan. Misalnya pengenalan tentang potensi bencana yang ada di lingkungan sekitar, sejarah bencana yang pernah terjadi, bentuk antisipasi dalam menghadapi ancaman bencana, meningkatkan kesadaran terhadap tanda-tanda terjadinya sebuah bencana, dampak bencana bagi individu, keluarga, dan komunitas, cara penanganan dalam kondisi bencana, serta cara menyelamatkan diri dari bencana. Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi sebelumnya, baik itu bencana alam ataupun sosial. Juga perlu dipahami bahwa tindakan penanganan dan pengurangan risiko bencana akan berbeda-beda untuk setiap jenis bencana. Melalui pendidikan kebencanaan, tidak berarti risiko dampak bencana dapat ditekan sehingga sama sekali tidak menimbulkan dampak. Tujuan dan harapan yang ingin dicapai melalui pendidikan bencana adalah memperkecil risiko dampak bencana. Pendidikan kebencanaan juga perlu mengantisipasi penanganan bencana yang merupakan tanggungjawab kita bersama, pemerintah, lembaga kemanusiaan, badan penanganan bencana, relawan, dan profesional.

2004 2006 2009 2010 2011 2012 2013

Gempa & Tsunami di Aceh >2,000 gedung sekolahrusak berat atau hancur

Gempa di Yogyakarta, 2,900 sekolahhancur

Gempa di Sumatera Baratlebih dari2,800sekolah terdampak, denganlebih dari 40% rusak berat

Gempa & tsunami di Mentawai,

7 sekolahhancur Sekolah dasar: Rusak ringan: 182.500 kelas Rusak berat: 110.598 kelas Sekolah tk. menengah: Rusak ringan: 82.892 kelas Rusak berat: 42.428 kelas

Gempa di Jawa Barat; 2,091 sekolahrusak berat, dengan35 sekolah

hancur/ rubuh Gempa di Aceh Tengah & Bener Meriah,

(14)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 10 Meningkatkan pengetahuan kebencanaan dilakukan melalui pengembangan pengetahuan guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya. Peningkatan pengetahuan bencana untuk guru dapat dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan dan/ atau pendampingan dalam kurun waktu tertentu dan dengan menyediakan bahan-bahan ajar mengenai kebencanaan. Selain penyediaan bahan ajar, pengajaran teori dan praktik dalam pengurangan risiko bencana kepada kepala sekolah dan kepada guru perlu diutamakan, sehingga mereka dapat meneruskannya kepada peserta didik. Praktik simulasi evakuasi dapat dilakukan secara berkala di sekolah dengan melibatkan seluruh anggota komunitas sekolah.

Pengintegrasian pengetahuan pengurangan risiko bencana (PRB) ke dalam kurikulum sekolah dapat dilakukan melalui 2 pilihan cara, yaitu; 1) integrasi ke dalam kurikulum yang berjalan, dengan mengintegrasikan substansi PRB ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan ekstra kurikuler tertentu, dan 2) membuat kurikulum baru berbasis PRB, yang di dalamnya terdapat mata pelajaran, muatan lokal dan ekstra kurikuler PRB. Namun demikian, melihat beratnya beban kurikulum bagi peserta didik saat ini, serta masih minimnya kapasitas/ kemampuan guru mengenai PRB, maka prioritas pilihan yang lebih memungkinkan adalah:

1) Mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran dari kurikulum yang berjalan (misalnya pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Matematika, atau Agama),

2) Mengintegrasikan PRB ke dalam muatan lokal dari kurikulum yang berjalan,

3) Mengintegrasikan PRB ke dalam kegiatan ekstra kurikuler dari kurikulum yang berjalan, 4) Menyelenggarakan mata pelajaran PRB untuk muatan lokal di bawah kurikulum baru

berbasis PRB, dan

5) Membuat kegiatan ekstra kurikuler PRB di bawah kurikulum baru berbasis PRB.

Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah, dalam jangka pendek bertujuan untuk membuat peserta didik merasa aman saat terjadi bencana dan peserta didik dapat menjadi agen perubahan penyebaran pengetahuan terutama bagi keluarga mereka dan masyarakat di sekitarnya. Dalam jangka panjang, pengintegrasian ini bertujuan mempersiapkan anak-anak sebagai generasi mendatang dengan pengetahuan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan terhadap bencana untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang tangguh terhadap bencana.

Untuk itulah sekolah selayaknya dapat menjadi tempat yang aman terhadap bencana, sekaligus menjadi tempat di mana peserta didik mempelajari pengetahuan tentang penyelamatan diri dan pengetahuan tentang mengurangi dampak bencana. Faktor penting dan perlu diperhatikan oleh guru adalah langkah proses pembelajaran yang dikembangkan di kelas dari perencanaan, pelaksanaan, sampai penilaian pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan terkait materi pengurangan risiko bencana. Karenanya, dibutuhkan guru yang inovatif, kreatif, aktif, menyenangkan dan tangguh hingga akhirnya membentuk peserta didik yang berkarakter dan juga tangguh.

Dalam RPJMN dijelaskan mengenai konsep kebencanaan yang terintegrasi, yaitu mengurangi risiko bencana – menanggulangi bencana secara cepat – membangun kembali masyarakat dan lingkungan terdampak bencana. Dengan landasan konsep penanggulangan bencana tersebut, isu strategis yang terkait dengan kawasan rawan bencana adalah:

1) Kesadaran dan pemahaman terhadap risiko bencana dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana;

2) Sistem peringatan dini di tingkat hulu dan hilir;

3) Pengarusutaman Pengurangan Risiko Bencana (PUPRB) di seluruh sektor pembangunan; 4) Standar Pelayanan Minimum (SPM) penanggulangan bencana;

(15)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 11 5) Koordinasi pelaksanaan penanganan darurat dan pemulihan pasca bencana, termasuk

perencanaan, enganggaraan dan monitoring; dan

6) Pedoman Rencana Tata Ruang wilayah yang berbasis pengurangan risiko bencana. Fasilitas sekolah yang aman dari bencana

Sekolah merupakan sarana tempat proses belajar mengajar berlangsung di mana jumlah dan kondisi sekolah dapat mempengaruhi aksesibilitas/ keterjangkauan peserta didik untuk bersekolah. Dari tabel 2.2 dapat dilihat gambaran kondisi Sekolah/ Ruang Kelas menurut inventarisasi yang dilakukan Kemendikbud pada tahun 2011-2012. Data kondisi rusak sekolah di bawah ini bukan hanya karena bencana, tapi inventarisasi menyeluruh termasuk sekolah-sekolah yang dibangun pada tahun 1970 sampai dengan 1980 dalam program Sekolah Inpres.

Tabel 2.2 – Kondisi ruang kelas sekolah (2012 – 2013)

KONDISI RUANG KELAS

SD SMP SMA/SMK

BAIK RINGAN RUSAK RUSAK BERAT BAIK RINGAN RUSAK RUSAK BERAT BAIK RINGAN RUSAK RUSAK BERAT

427,042 188,338 170,083 78,608 21,416 169,465 142,814 13,067 5,000

Sumber: referensi data dari Kemendikbud (Rembuknas 2013)

Tabel 2.3 – Rekapitulasi Program Bantuan Rehabilitasi Ruang Belajar SMP

tahun anggaran 2012, 2013, dan 2014

No Tahun Rehab Sedang (Ruang) Rehab Berat (Ruang) Sekolah Jumlah Nominal (Rp) 1 2012 13,302 18,390 11,760 2,253,690,000,000

2 2013 1,570 165 793 85,500,000,000

3 2014 2,535 300 994 141,075,000,000

TOTAL 17,407 18,855 13,547 2,480,265,000,000

Sumber: Presentasi Kemendikbud dalam Technical Workshop on Safe School, Tokyo, 19-20 Maret 2015

Terlihat dalam dua tabel di atas bahwa ruang kelas SMP dengan kondisi rusak berat yang telah diinventarisasi pada tahun 2012-2013 jauh lebih banyak dari pada jumlah ruang kelas yang dapat diprogramkan untuk direhabilitasi setiap tahunnya antara tahun 2012-2014. Belajar dalam kondisi bangunan sekolah yang rusak sangat membahayakan keselamatan peserta didik dan tenaga kependidikan lainnya selama jam sekolah berlangsung.

(16)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 12

Gambar 2.2 – Rehabilitasi ruang kelas rusak berat tingkat SD/ SMP

Sumber: Presentasi Kemdikbud, Rembuknas 2013.

Pemahaman mengenai ‘building code’ atau standar bangunan (peraturan konstruksi) dan pemahaman mengenai bencana masih kurang, di mana hal ini berakibat pada pemilihan lokasi sekolah yang seadanya (tanpa mempertimbangkan aspek keamanan terhadap risiko bencana) dan kualitas konstruksi yang masih sangat rendah. Dalam periode sampai dengan tahun 2000 situasi ekonomi Indonesia masih kurang kuat, di mana pembiayaan pembangunan sekolah masih ditentukan dari pusat karena masih tersentralisasi dan masih sedikit anggaran yang dialokasikan untuk operasi dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas sekolah, sehingga kondisi sekolah yang sudah kurang baik sering dibiarkan sampai benar-benar rusak berat. Namun demikian akses terhadap pendidikan dasar terus meningkat secara siknifikan dan pendaftar terus bertambah.

Pada tahun 1999 sistem pemerintahan melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti peraturan pembagian urusannya pada tahun 2000, memutuskan kewenangan pengelolaan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama diberikan kepada Kabupaten/ Kota, dan kemudian pada tahun 2005 biaya operasional sekolah (BOS) diserahkan ke satuan pendidikan/ sekolah.

Beberapa tahun kemudian, kebijakan pengelolaan BOS ini diikuti dengan kebijakan pelaksanaan rehabilitasi sekolah dan pembangunan unit sekolah baru (USB) yang dikelola oleh satuan pendidikan sendiri (swakelola). Terjadi pro dan kontra pada awal pelaksanaannya karena dinilai kepala sekolah tidak mempunyai kemampuan teknis tentang perbaikan/ pembangunan sekolah, namun waktu terus berjalan dan telah membuktikan bahwa banyak bangunan sekolah yang dibangun secara swakelola ternyata memiliki kualitas lebih baik dari pada yang dibangun oleh pihak ketiga dengan sistem pelelangan. Dengan membangun secara swakelola, tingkat partisipasi masyarakat menjadi lebih tinggi dalam membantu pembangunan/ rehabilitasi sekolah, sehingga sering terjadi bahwa anggaran yang tadinya misalkan dialokasikan untuk 2 ruang kelas, ternyata dapat menjadi 3 ruang kelas atau ditambah perbaikan tempat sanitasi. Namun memang tidak semua upaya

2,566 3.21% 6,257 7.83% 9,428 11.79% 34,842 43.58% 26,848 33.58% Total Anggaran Rp. 5.544.4 M

Rehabilitasi Ruang Kelas Rusak Berat SD/SMP

SD: 79.941 Ruang Kelas Kemajuan Fisik 450 1.48% 175 0.58% 750 2.47% 915 3.01% 28,100 92.46% 100 Persen 1-25 Persen 26-50 Persen 51-75 Persen 76-99 Persen Total Anggaran Rp. 2.190.5 M SMP: 30.287 Ruang Kelas Kemajuan Fisik 100 Persen 1-25 Persen 26-50 Persen 51-75 Persen 76-99 Persen

…menjamin pemenuhan standar pelayanan minimal dalam pembelajaran… Capaian Utama 2012:

Merehabilitasi >110 ribu ruang kelas rusak berat SD dan SMP negeri dan swasta

Terdapat sasaran baru sebanyak 12.000 ruang yang direhabilitasi mulai Oktober 2012 dengan menggunakan

anggaran optimalisasi dan efisiensi

(17)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 13 membangun secara swakelola ini berhasil, karena ada sebagian kecil yang juga menghadapi masalah, antara lain karena komitmen yang kurang.

Pendataan sekolah rusak di atas telah dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah untuk merehabilitasi dan membangun baru sekolah yang rusak total secara bertahap. Program ini dilakukan secara nasional secara menyeluruh antara 2012-2014 secara bertahap dan masih berlanjut sampai sekarang secara terbatas.

Program rehabilitasi nasional dan pembangunan unit sekolah baru ini memberi peluang agar pekerjaan rehabilitasi juga menerapkan prinsip-prinsip sekolah aman, terutama untuk daerah yang rawan bencana. Cara pengelolaan baik melalui lelang pihak ketiga atau swakelola dimungkinkan bagi penerapan Sekolah/ Madrasah Aman ini. Untuk itu, pedoman teknis yang sesuai dengan sumber dana yang disediakan perlu memuat cara-cara dan teknik penerapan sekolah aman bencana. Mengikuti cara sosialisasi yang dilakukan, teknis penerapan sekolah aman juga dapat dilakukan melalui pemberian bimbingan teknis yang merupakan bagian dari sosialisasi ataupun pelatihan rutin yang dilakukan setiap tahun oleh Kemendikbud.

Selain kondisi rusak ringan, sedang dan berat, juga ada sekolah yang rusak total, oleh karena itu program pembangunan Unit Sekolah Baru juga mencakup sekolah-sekolah yang rusak total. Pembangunan Unit Sekolah Baru untuk meningkatkan akses belajar SMP akan dapat meningkatkan jumlah lulusan SD yang dapat tertampung dalam sekolah lanjutan pertama sehingga program wajib belajar 9 tahun dapat tercapai. Saat ini sudah mulai diterapkan program wajib belajar 12 tahun di mana seluruh lulusan sekolah menengah pertama dapat tertampung semua dalam sekolah lanjutan atas.

Pelatihan terhadap konsultan perencana dan pengawas telah dilakukan, atau untuk swakelola biasanya dapat menggunakan fasilitator untuk mendampingi pembangunan. Biasanya sekolah membentuk panitia pembangunan sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah, didampingi guru, orang tua murid (Komite Sekolah) dan/ atau ahli yang kompeten yang dipilih, yang bisa saja berasal dari daerah tersebut atau dari daerah sekitarnya. Pembangunan SMP sudah melakukan pendampingan dengan menggunakan fasilitator. Pada tahun 2015, Direktorat Pembinaan SMP telah melakukan pelatihan sekolah aman terhadap sekitar 100.000 orang (modul pelatihan sudah tersedia).

Pada tahun 2015 yang sama, Direktorat Pembinaan SD menargetkan untuk dapat merehabilitasi 9.811 ruang kelas yang masuk dalam kategori rusak sedang dan rusak berat dengan anggaran sebesar Rp 751,2 M. Untuk bangunan SD baru, pada tahun 2014 Direktorat Pembinaan SD telah membangun 15 bangunan SD baru dengan anggaran Rp 17,28 M dan pada tahun 2015 sebanyak 17 bangunan SD baru dengan anggaran Rp 22,84 M.

Pelaksanakan percontohan/ uji coba terhadap sekolah aman secara struktural telah dilakukan terhadap 180 sekolah di tiga provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan didampingi oleh fasilitator yang menjadi kunci keberhasilan uji coba sekolah aman pada tahun 2012. Komitmen Kepala Sekolah menjadi kunci utama pelaksanaan Sekolah Aman, di mana mayoritas Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dari daerah percontohan tersebut senang mendapat ilmu baru mengenai Sekolah Aman dan dapat menerapkannya dalam pelaksanaan rehabilitasi sekolah (pembangunan rehabilitasi sekolah percontohan dibiayai dengan DAK 2012).

(18)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 14 Pada kegiatan pemetaan risiko bencana sekolah akan dilakukan ‘overlay’ (penumpukan atau pelapisan) peta letak sekolah menurut koordinat letak sekolah dan peta daerah rawan bencana yang terbaru yang dikeluarkan oleh BNPB - di mana kegiatan ini sudah mulai dilakukan per tahun 2015. Pemetaan ini akan mempertimbangkan jumlah peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah karena mereka dapat menjadi potensi risiko bencana. Selain itu informasi mengenai sekolah rusak di peta risiko bencana tersebut akan dapat dipakai untuk menentukan prioritas sekolah mana saja yang perlu direhabilitasi terlebih dahulu, setelah melewati pengkajian dan verifikasi melalui sistem yang perlu diciptakan secara efektif dan efisien. Kegiatan ini merupakan bagian awal dari pekerjaan dalam rangka mewujudkan sekolah aman di masa depan.

Menjaga keberlangsungan dan kualitas proses belajar mengajar selama terjadinya bencana – Pendidikan di Masa Darurat

Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat sudah dilaksanakan sejak lama oleh Kemendikbud melalui Unit Layanan Khusus tingkat SD, SMP, SMA/ SMK untuk merespon kondisi darurat dengan memberikan pelayanan pendidikan di daerah bencana. Yang sudah berjalan adalah pemindahan tempat belajar, bisa dengan mendirikan tenda, atau memindahkan ke sekolah lain atau ke fasilitas umum lain, menyediakan bahan ajar, dan menyediakan perlengkapan proses belajar mengajar. Yang terpenting adalah untuk menjaga agar proses belajar mengajar tetap dapat berlangsung dengan tetap memprioritaskan keselamatan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lain sehingga mereka tidak terpapar pada risiko dampak bencana lebih lanjut. Harapan di masa mendatang adalah memastikan bahwa kualitas proses belajar mengajar di masa darurat dapat selalu ditingkatkan agar peserta didik tidak kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pendidikan jarak jauh bagi daerah yang terisolasi juga sudah mulai dapat dilakukan.

Di samping itu, seringkali dalam kondisi kedaruratan, dibutuhkan bantuan koseling (psikososial) untuk mengatasi guncangan mental peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan yang terdampak. Untuk isu ini, Kemendikbud sudah mulai menyediakan pendampingan berupa konseling untuk setiap jenjang pendidikan bekerja sama dengan pihak-pihak lain, misalnya Perguruan Tinggi, NGO/ LSM, dll.

Saat ini, BNPB sedang merencanakan “Sister City” untuk bencana, di mana untuk daerah yang terkena bencana, unit pelayanan umum dapat bekerjasama dengan unit pelayanan di kota lain yang telah mempunyai komitmen sebagai sister city, terutama untuk pendidikan. Sekolah di daerah bencana akan diperbolehkan menggunakan fasilitas sekolah yang terdapat

di sister city yang ditunjuk, misalnya dengan menggunakan sekolah pada sore hari. Sebagai

contoh, kebijakan ini sudah mulai dilakukan terlebih dahulu oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang6.

6 walaupun bukan dengan menggunakan konsep sister city melainkan konsep kerjasama antar sekolah yang berada di kecamatan yang berbeda.

(19)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 15

2.2. Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia

Berbagai kejadian bencana yang sudah digambarkan pada Gambar 2.1, selain telah menimbulkan korban jiwa, juga telah menghancurkan banyak sekolah dan madrasah (serta fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit).

Gempa di Samudera Hindia dan tsunami yang menimpa Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 (dan juga melanda Srilanka, India, Thailand, Maldives, dan Somalia), telah merusak 2.240 sekolah7; kemudian gempa 2006 yang melanda Jawa Tengah dan Yogyakarta telah merusak 3.920 sekolah8; gempa 2009 di Jawa Barat (2 September 2009) telah merusak 981 sekolah9; sementara gempa 2009 di Sumatera Barat (30 September 2009) telah merusak 270.000 bangunan termasuk lebih dari 3.500 ruang kelas, 85 rumah sakit dan fasilitas kesehatan10.

Dampak bencana ini akan menjadi lebih besar dan berpotensi untuk menimbulkan lebih banyak korban jiwa jika bencana ini terjadi pada saat jam sekolah, seperti misalnya gempa yang melanda Sumatera Barat pada tahun 2009 yang merengut banyak jiwa peserta didik.

Namun, gempa bumi bukan satu-satunya kejadian bencana yang dapat menghancurkan bangunan sekolah, karena ancaman bencana lain seperti tsunami, longsor, banjir, angin kencang (misalnya puting beliung), dan kebakaran juga merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia.

Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bank Dunia, ternyata 75 persen sekolah-sekolah di Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Menurut penelitian ini juga, frekuensi dari terjadinya gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir dan tanah longsor terus meningkat, serta banyak memakan korban dan merusak bangunan termasuk gedung sekolah. Sekolah yang rentan terhadap bencana tidak saja meningkatkan risiko keamanan terhadap peserta didik, para guru dan tenaga kependidikan lain, namun juga dapat mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar di sekolah tersebut.

Pada bulan April 2010 di Filipina dilakukan kampanye “Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit

Aman” (One Million Safe Schools and Hospital Campaign) secara global yang diprakarsai oleh

UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) yang bertujuan untuk membuat agar sekolah dan rumah sakit aman terhadap bencana. Kampanye global ini ditujukan untuk meningkatkan keselamatan dari 1 juta sekolah dan rumah sakit, di mana konstruksi bangunan yang buruk, tidak adanya atau kurangnya pelatihan keselamatan, serta kurangnya peralatan kedaruratan dapat meningkatkan jumlah kematian akibat gempa bumi dan bencana lain. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan memobilisasi sumber daya untuk berbagai tugas, mulai dari memperbaiki dan merenovasi bangunan, hingga pindah ke lokasi yang lebih aman jika diperlukan; untuk membeli perangkat keselamatan seperti alat pemadam kebakaran dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Inisiatif ini merupakan bagian dari Kampanye Global

Sekolah Aman 2006-2007 (2006-2007 Global Campaign on Safe Schools) dan juga Kampanye

Global Rumah Sakit Aman 2008-2009 (2007-2008 Global Campaign on Safe Hospitals).

7 http://www.disasterwatch.net/TsunamiFacts_archive.html

8 Preliminary Damage and Loss Assessment, Yogyakarta and Central Java Natural Disaster, A joint reportBAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006

9 Earthquake devastates Indonesia’s West Java province - World Socialist Web Site, 5 September 2009 10 http://www.unisdr.org/archive/14779

(20)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 16 Pada bulan Juli 2010, Indonesia – melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (pada waktu itu masih bernama Kementerian Pendidikan Nasional) dan Kementerian Kesehatan – bergabung dalam kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman dan memberikan komitmen untuk meningkatkan keamanan dari 3.156 sekolah dan 105 Rumah Sakit sebagai bagian dari keterlibatan Indonesia terhadap kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman. Para pejabat tinggi dari tiga kementerian – Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – yang juga didampingi oleh Kepala BNPB, meluncurkan Kampanye Nasional Sekolah dan Rumah Sakit Aman, di mana kampanye ini diorganisir bersama antara BNPB dan Platform Nasional bagi Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB). Di acara ini, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berjanji untuk memastikan bahwa ribuan sekolah akan mentaati standar sekolah aman, dan beliau juga mendorong dinas pendidikan di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/ kota untuk berpartisipasi dalam kampanye ini.

Inisiatif Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia

1. Juli 2010: Indonesia bergabung dalam kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit

Aman dan meluncurkan Kampanye Nasional Sekolah dan Rumah Sakit Aman. Dalam acara ini, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berjanji untuk memastikan bahwa ribuan sekolah akan mentaati standar sekolah aman, dan beliau juga mendorong dinas pendidikan di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/ kota untuk berpartisipasi dalam kampanye ini.

2. Desember 2010: Seminar Nasional Sekolah Aman, yang diselenggarakan oleh Plan

International Indonesia bekerjasama dengan Kemendiknas, BNPB dan UNESCO.

3. 2010-2011: Kemendikbud melakukan Pemetaan Sekolah berbasis GIS (geographic

information system) dan pemantauan yang dilakukan dengan mengintegrasikan data sekolah dan Sistem Informasi dan Manajemen Pendidikan (EMIS) untuk mengumpulkan data mengenai sekolah, yang kemudian dikategorikan menjadi rusak berat/ hancur, rusak sedang (rusak namun masih bisa diperbaiki), dan rusak ringan (dapat diperbaiki dengan mudah).

4. 2011: BNPB menyusun peta risiko bencana, yang didukung oleh Bank Dunia berdasarkan

permintaan dari Kemendikbud, untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah yang berlokasi di daerah rawan bencana di mana kemudian sekolah-sekolah ini akan mendapat prioritas untuk direhabilitasi dan/ atau direkonstruksi. Pengkajian ini mengindikasikan bahwa 75% sekolah di Indonesia ternyata berlokasi di daerah rawan bencana (terutama gempa bumi).

5. 18 Februari 2011: BNPB dengan didukung oleh Kemendikbud, Kementerian PU (Cipta

Karya), BPPT – Kementerian Negara Riset dan Teknologi, BAPPENAS, Planas PRB, Kerlip, Plan Indonesia, UNESCO Jakarta, dan PPMB ITB menerbitkan “Panduan Teknis

Rehabilitasi Sekolah Aman dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2011”.

6. 25 Agustus 2011: Sekretariat Nasional Sekolah Aman dibentuk. Sekretariat Nasional ini

langsung berada di bawah Wakil Menteri Kemendikbud dan dikelola oleh Perkumpulan Kerlip (sebuah LSM Indonesia), dan didanai oleh Bank Dunia.

(21)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 17 Pada tahun 2013, Sekretariat Nasional Sekolah Aman ini diserahterimakan kepada BNPB dan antara tahun 2013-2014 BNPB membuat draft Blue Print Sekretariat Nasional Sekolah Aman.

7. September 2011: Berdasarkan hasil pemetaan, Kemendikbud meluncurkan Gerakan

Nasional Rehabilitasi Sekolah dan kegiatan ini ditargetkan untuk bisa terselesaikan di

akhir tahun 2012. Untuk program ini, Kemendikbud telah mengalokasikan Rp 17,4 Triliun11 melalui DAK dan APBN yang dikelola oleh Kemendikbud. Kementerian Agama juga melakukukan kegiatan yang sama bagi rehabilitasi madrasah, dan Kemenag mengalokasikan Rp 3 Triliun untuk kebutuhan ini. Program Rehabilitasi Sekolah ini merupakan amanat yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang dikoordinasikan melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Sejak Gerakan Nasional Rehabilitasi Sekolah ini diluncurkan, Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan DAK sekitar 7,4 Triliun per tahunnya di luar APBN, yang secara khusus dialokasikan bagi rehabilitasi dan konstruksi sekolah. DAK ini ditransfer langsung ke pemerintah daerah.

8. Mei 2012: BNPB mengeluarkan Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Dari Bencana (Perka 4/2012) dan pedoman ini diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan didampingi BNPB pada peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012.

9. Mei 2012: Kemendikbud dan BNPB melaksanakan percontohan/ uji coba terhadap lebih dari 200 sekolah aman (2012 – 2013), dengan dukungan dari Bank Dunia (GFDRR dan BEC-TF), Plan Indonesia, dan mitra-mitra lainnya di 6 provinsi: Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi NTB dan Provinsi NTT. Proyek percontohan ini dilaksanakan di sekolah-sekolah yang sebelumnya telah menerima DAK Pendidikan di tahun 2012. Selain itu, Kementerian Agama juga mengimplementasikan sekolah/ madrasah aman di 17 provinsi12.

10.Oktober 2012: Indonesia menjadi tuan rumah acara 5th Asian Ministerial Conference for

Disaster Risk Reduction (AMCDRR) yang dilaksanakan di Yogyakarta, di mana terdapat tiga kegiatan bertemakan Sekolah Aman, yaitu:

• Sesi pre-konferensi “Sharing Experiences of Safe Schools and Hospitals”;

• Sesi Khusus “Global Program for Safe Schools and Hospitals” – di mana Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan bersama pejabat tinggi UNISDR langsung mengawal dialog ini;

• Sesi tambahan (side event) “Children’s Participation on Safe School”.

Untuk kedua sesi pertama di atas, Kemendikbud berperan sebagai tuan rumah dengan dukungan dari GFDRR/ Bank Dunia, sementara sesi ketiga didukung oleh Plan Indonesia. Deklarasi Yogyakarta sebagai hasil dari acara 5th AMCDRR dan disetujui oleh Kepala Negara, Menteri, dan Kepala Delegasi dari negara-negara Asia dan Pasifik, menghimbau para pemangku kepentingan PRB untuk:

11 Pada tahun 2011, pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp 1,597 triliun untuk merehabilitasi 21.500 ruang kelas/belajar rusak berat. Tahun 2012 ini, telah disiapkan dana sebesar Rp 15,822 triliun untuk merehabilitasi 173.344 ruang kelas/belajar rusak berat. Diambil dari http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-rehabilitasi-sekolah

(22)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 18 (i) berpartisipasi penuh dalam konsultasi menuju pasca Agenda Pembangunan 2015

dan pasca Kerangka PRB 2015;

(ii) mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana (PRB) dan adaptasi perubahan iklim (API) di tingkat lokal ke dalam rencana pembangunan nasional; (iii) melakukan kajian risiko finansial terhadap bencana dan pendanaan terhadap risiko

(asuransi) di tingkat lokal;

(iv) memperkuat tata kelola risiko dan kemitraan di tingkat lokal; (v) membangun ketangguhan masyarakat/ komunitas lokal;

(vi) mengidentifikasikan langkah-langkah akuntabilitas bagi pelaksanaan kerangka PRB pasca 2015 yang lebih efektif, komitmen politis untuk melaksanakannya di semua tingkatan, kesadaran, pendidikan dan akses public terhadap informasi;

(vii) membangun dan menjaga kapasitas serta mandat hukum pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan sector swasta untuk mengintegrasikan PRB ke dalam perencanaan penggunaan lahan dan ke dalam pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap bencana; dan

(viii) mengimplementasikan isu-isu lintas sektoral, seperti misalnya kerentanan sosial-ekonomi dan keterpaparannya, jender, disabilitas serta keragaman budaya.

11.2012-2013: Australia Education Partnership with Indonesia (AEPI) membantu

Kemendikbud dalam membuat model konstruksi sekolah berbasis masyarakat dan

membangun 764 sekolah aman baru di 28 provinsi.

12.2013: BNPB menerbitkan Direktori Sekolah Aman dalam kaitannya dengan

diterbitkannya Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Bencana.

13.Oktober 2013: Terdapat dua acara terkait Sekolah Aman yang dilakukan pada Peringatan

Bulan PRB di Provinsi NTB: 1) Kunjungan untuk melihat implementasi sekolah aman di SDN 1 Telagawaru, Kabupaten Lombok di mana proyek ini didanai oleh GFDRR/ World Bank; 2) Seminar Sekolah Aman, yang diorganisir oleh Save the Children.

14.2013-2014: BNPB melakukan beberapa pertemuan/ workshop untuk menyusun dan

kemudian untuk memfinalkan Blue Print Sekretariat Sekolah Aman. Namun hingga Oktober 2014, Blue Print ini belum difinalkan.

15.Juni 2014: Kemendikbud membentuk Sekretariat Penanggulangan Bencana bidang

Pendidikan (Sekretariat PB Kemendikbud) dengan tujuan: 1) meningkatkan upaya-upaya

penanggulangan bencana bidang pendidikan (tahap kesiapsiagaan, tahap tanggap darurat (atau respons), dan tahap pemulihan) untuk periode 2014-2015; 2) untuk menyusun kebijakan, strategi, dan rencana aksi 2015-2019 terkait program penanggulangan bencana bidang pendidikan; dan 3) untuk meningkatkan koordinasi institusi terkait penanggulangan bencana bidang pendidikan, baik koordinasi internal (antara Unit Utama Kemendikbud) maupun koordinasi eksternal (dengan Kementerian/ Lembaga lainnya, NGO/ LSM, Badan PBB, lembaga donor, dll.). Melalui wadah Sekretariat Penanggulangan Bencana Kemendikbud ini, implementasi sekolah aman menjadi lebih kuat.

16.22-26 Juni 2014: Kemendikbud mengikuti kegiatan 6th AMCDRR di Bangkok. Pada acara

ini, Kemendikbud memaparkan pelajaran yang diambil (lessons learned) dari pelaksanaan Pilar 1 Sekolah Aman yaitu Fasilitas Sekolah Aman.

(23)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 19

17.Oktober 2014: Saat pelaksanaan kegiatan Peringatan Bulan PRB di Bengkulu, BNPB

secara resmi menyerahkan Sekretariat Nasional Sekolah Aman kembali kepada

Kemendikbud.

18.30-31 Oktober 2014: Kemendikbud mengikuti First Meeting of Safe School Country

Leaders, yang diadakan di Istanbul, Turki, di mana pada kesempatan ini Kemendikbud memaparkan pencapaian dan kemajuan dari implementasi sekolah aman di Indonesia.

19.4-7 November 2014: Kemendikbud mengikuti Regional Consultative Meeting on

Education and Resilience in East Asia and the Pacific: Programmes and Policies that Promote Social Cohesion and Comprehensive School Safety yang diadakan di Quezon City, Filipina, di mana pada kesempatan ini Kemendikbud memaparkan kebijakan praktik yang baik (good practice) terkait ketahanan/ ketangguhan (resilience) terhadap bencana alam dan perubahan iklim.

20.Januari - Juni 2015: Penyusunan modul standar Sekolah Aman yang Komprehensif yang

merefleksikan ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif: 1) Fasilitas Sekolah Aman, 2) Manajemen Bencana di Sekolah, dan 3) Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko.

Terdapat beberapa tahapan dalam menyusun modul-modul standar ini:

(1)Desk study review atau penelaahan terhadap kebijakan serta materi lain terkait Sekolah Aman yang sudah tersedia, baik yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, Kemenag, BNPB, NGO/ LSM ataupun Badan PBB, dan lembaga donor. Hasil yang diharapkan dari kegiatan desk study review ini adalah tersusunnya sebuah katalog kebijakan dan perangkat bagi ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif.

(2)Penyusunan modul standar Sekolah Aman berdasarkan hasil desk study review. Kebijakan, materi dan perangkat yang sudah dikumpulkan tersebut kemudian dikompilasi berdasarkan ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif, yang diharapkan dapat mendukung rencana Kemendikbud untuk membekali fasilitator (Sekolah Aman yang Komprehensif) dengan pengetahuan terkait sumber daya yang tersedia, di mana mereka kemudian akan memfasilitasi pelatihan bagi guru. Kemendikbud berencana untuk mencetak modul standar tadi dan mendistribusikannya kepada fasilitator Sekolah Aman yang Komprehensif.

(3)Pemaparan modul standar Sekolah Aman yang Komprehensif kepada Unit Utama Kemendikbud dan juga para pemangku kepentingan bidang pendidikan.

Saat sedang penyusunan modul standar Sekolah Aman ini, Plan Indonesia menawarkan Kemendikbud untuk membantu menyusunkan panduan fasilitator Sekolah Aman yang Komprehensif, di mana hal ini akan dilakukan melalui Program ASEAN Safe School

Initiative (ASSI) – untuk Indonesia, Program ASSI dilaksanakan bersama oleh Plan

Indonesia, Save the Children dan World Vision. Sampai saat ini, panduan fasilitator masih dalam tahap penyempurnakan untuk kemudian rencananya akan diujicobakan.

21.23-24 Februari 2015: Kemendikbud mengikuti technical meeting on the Istanbul

Roadmap for the Worldwide Initiative for Safe Schools (WISS) yang diadakan di Jenewa, Swiss, di mana pada kegiatan ini Kemendikbud memaparkan capaian implementasi Sekolah Aman yang Komprehensif di Indonesia.

22.14-18 Maret 2015: Kemendikbud mengikuti 3rd UN Conference on Disaster Risk

Reduction (WCDRR) yang diselenggarakan di Sendai, Jepang. Di konferensi ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen bagi: 1) implementasi Worldwide Initiative on Safe Schools (WISS), terutama melalui penyusunan rencana aksi bagi sekolah aman; dan 2)

(24)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 20 untuk memastikan tercapainya alokasi 20% APBN tahunan bagi pendidikan (dan bagi sekolah aman).

23.19-20 Maret 2015: Kemendikbud mengikuti Technical Workshop on Safer School

Facilities yang diadakan di Tokyo, Jepang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh GFDRR13/ World Bank dan merupakan bagian dari Global Program for Safe School (GPSS) yang diluncurkan oleh GFDRR. Kegiatan ini dihadiri oleh negara-negara yang direncanakan akan terlibat dalam GPSS, termasuk Indonesia yang diwakili Kemendikbud.

24.19-22 Mei 2015: Kemendikbud mengikuti World Education Forum 2015 di Incheon,

Korea Selatan, di mana Kemendikbud memaparkan kemajuan pelaksanaan Sekolah Aman di Indonesia.

25.Mei - September 2015: Penyusunan Roadmap Sekolah Aman. Awalnya, pada bulan Mei

dilakukan kegiatan untuk memfinalkan draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman, namun dalam kesempatan ini peserta kegiatan menyadari bahwa diperlukan penyusunan kebijakan dan perencanaan sekolah aman yang lebih luas sehingga akhirnya kegiatan diubah menjadi penyusunan draft 0 dari Roadmap Sekolah Aman di mana di dalamnya terdapat kelembagaan sekolah aman yang membahas mengenai Sekretariat Sekolah Aman.

Setelah dokumen Roadmap Sekolah Aman ini difinalkan maka tahap selanjutnya adalah melakukan serah terima Sekretariat Nasional Sekolah Aman secara formal kepada Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

26.29-30 September 2015: Konferensi Nasional Sekolah Aman 2015 di Jakarta - dengan

tema “Mewujudkan Komitmen Sekolah Aman Bencana dalam Pelaksanaan Sendai

Framework for Disaster Risk Reduction”, yang diikuti oleh Kemendikbud, BNPB, Kemenag,

KemPPA, Kemdagri, KemPUPR, DPRD, Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten, Ormas Keagamaan, Konsorsium Pendidikan Bencana, Peserta Didik, Guru dan Tenaga Kependidikan, Perusahaan, Media Massa, Perguruan Tinggi, dan Kwartir Nasional Pramuka. Peserta secara bersama mendeklarasikan untuk:

a. Memastikan seluruh pengampu kebijakan, penyelenggara lembaga pendidikan, guru, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik memahami pengurangan risiko bencana;

b. Memperkuat manajemen risiko bencana pada lembaga pendidikan;

c. Mendorong peningkatan investasi dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk Ketangguhan pada Lembaga Pendidikan;

d. Meningkatkan kesiapsiagaan bencana di sekolah/ madrasah/ lembaga pendidikan untuk respon yang efektif, dan mengelola proses pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dengan prinsip “membangun kembali dengan lebih baik”; e. Mendorong peran serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Ristek dan Dikti, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DPR RI, DPRD,

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya program rastra pemerintah berharap untuk dapat memenuhi sebagian kebutuhan pangan (beras) keluarga miskin dan sekaligus mengharapkan dapat mengurangi

Kualitas bunga potong mereka belum bisa dikategorikan untuk konsumsi ekspor ke luar negeri, tetapi cukup berarti dalam memenuhi permintaan konsumen di dalam

Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah

REKRUTMEN D3 KERJASAMA PLN – POLIBAN TAHUN 2018 Peserta yang dinyatakan lulus Tes Adaftif PLN (TAP) dan Psikotes serta telah mendaftar melalui aplikasi rekrutmen

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri YogyakartaA. Diperiksa oleh :

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran Practice Rehearsal Pairs materi rumus dan fungsi

Setelah membuat Keputusan Rekapitulasi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bandung kemudian membuat Keputusan mengenai Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala