• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Konseling Gizi Terhadap Perubahan Sisa Makan Siang Pada Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap Di RSI Klaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektivitas Konseling Gizi Terhadap Perubahan Sisa Makan Siang Pada Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap Di RSI Klaten"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KONSELING GIZI TERHADAP PERUBAHAN SISA MAKAN SIANG PADA PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT INAP

DI RSI KLATEN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Disusun Oleh:

EMIRA TRI SILAWATI J 310 151 003

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)
(3)
(4)
(5)

EFEKTIVITAS KONSELING GIZI TERHADAP PERUBAHAN SISA MAKAN SIANG PADA PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT INAP

DI RSI KLATEN Abstrak

Konsumsi makanan yang sesuai dengan rencana diet sangat penting termasuk pada pasien DM. Akan tetapi masih banyak penderita DM yang belum dapat melaksanakan program diet, terbukti dengan masih banyaknya sisa makanan pasien DM tersebut yang tidak habis dimakan dan dibuang sebagai sampah. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya pengetahuan pasien DM mengenai pentingnya konsumsi makanan sesuai dengan rencana diet yang sudah ditetapkan. Edukasi melalui konseling gizi secara rutin akan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan sehingga dapat memperbaiki kepatuhan dietnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas konseling gizi terhadap perubahan sisa makan siang pada pasien diabetes mellitus rawat inap di RSI Klaten. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Jumlah subjek penelitian ada 29 pasien. Pengumpulan data sisa makanan pasien menggunakan skala Comstock 6 poin. Data dianalisis menggunakan program SPSS 21 for windows. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata sisa makanan pokok sebelum konseling gizi sebesar 61,21%, dan setelah konseling gizi sebanyak 24,31% sehingga ada selisih sebesar 36,90%. Rata-rata sisa lauk hewani sebelum konseling gizi sebesar 35,34%, dan setelah konseling gizi sebanyak 9,14% sehingga ada selisih sebesar 26,21%. Rata-rata sisa lauk nabati sebelum konseling gizi sebesar 41,55%, dan setelah konseling gizi sebanyak 18,97% sehingga ada selisih sebesar 22,59%. Rata-rata sisa sayur sebelum konseling gizi sebesar 44,83%, dan setelah konseling gizi sebanyak 8,79% sehingga ada selisih sebesar 36,03%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konseling gizi merupakan metode yang efektif untuk memperbaiki sisa makan siang pada pasien diabetes melitus di RSI Klaten.

Kata Kunci: konseling gizi, sisa makan siang, diabetes mellitus Abstract

Consumption of foods in accordance with the diet plan is very important including in DM patients. However, there are still many DM patients who have not been able to implement the diet program, as evidenced by the still abundance of food DM patients are not consumed and disposed of as waste. One influencing factor is the lack of knowledge of DM patients regarding the importance of food consumption in accordance with the established diet plan. Education through regular nutritional counseling will help patients improve their knowledge so as to improve dietary adherence. This type of research is a descriptive analytic research. The number of study subjects was 29 patients. Data collection of patients' food waste using Comstock scale of 6 points. Data were analyzed using SPSS 21 for windows program. The results showed the average of staple food

(6)

before nutrition counseling is 61.21%, and after nutritional counseling is 24.31% so there is a difference of 36.90%. The average of animal side dishes before nutrition counseling is 35.34%, and after nutritional counseling is 9,14% so there is difference 26,21%. The average of vegetable side dishes before nutrition counseling is 41.55%, and after nutritional counseling is 18.97% so there is a difference of 22.59%. The average of vegetable remaining before nutrition counseling was 44.83%, and after nutritional counseling was 8.79%, so there was a difference of 36.03%. The conclusion of this study is nutritional counseling is an effective method to improve the remaining lunch in patients with diabetes mellitus at RSI Klaten.

Keywords: counseling of nutrition, lunch leftovers, diabetes mellitus 1. PENDAHULUAN

Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan. Di Indonesia, menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013) prevalensi penderita DM pada tahun 2013 (2,1%) mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2007 (1,1%). Prevalensi DM tertinggi terdapat di provinsi D.I Yogyakarta dengan nilai prevalensi 2,6%, yang kemudian diikuti oleh D.K.I Jakarta dengan 2,5% dan Sulawesi Utara 2,4%.

Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2013.

Masih banyak penderita DM yang belum dapat melaksanakan program pengaturan diit dengan benar. Masih banyak sisa makanan pasien pada diit diabetes mellitus yang tidak dihabiskan atau menjadi sampah. Hasil penelitian Utari (2009) menunjukkan sisa makanan terbanyak yaitu pada nasi 46,5%, bubur 46,9% dan sayur 50%, dikarenakan pasien tidak nafsu makan serta kondisi tubuh yang kurang mendukung, dan tidak dari faktor makanan yang disajikan oleh puskesmas.

(7)

Sisa makanan dapat dilihat dari jumlah makanan yang masih ada di piring masing-masing pasien. Makanan yang tersisa di piring adalah suatu data kuantitatif yang bisa digunakan untuk evaluasi apakah program konseling gizi sudah efektif dan diit yang diterima pasien sudah memadai atau belum (Mifisoni, 2009). Berkaitan dengan banyaknya makanan pasien yang terbuang dan bisa dilihat oleh petugas berupa sisa makanan yang masih terdapat dalam alat makan yang ditarik kembai ke dapur setelah jam makan selesai (Astuti, 2002).

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Islam Klaten, menunjukkan masih adanya sisa makanan pada pasien diabetes mellitus, terutama di ruang rawat inap kelas III. Data pengukuran sisa makanan yang dilakukan pada bulan Agustus tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan pada pasien diabetes mellitus di RSI Klaten masih di atas standar yang ditetapkan oleh Depkes RI 2008 (≤ 20%). Selama observasi sisa makanan 16 pasien untuk nasi sebesar 25%, lauk hewani sebesar 25%, lauk nabati sebesar 20% dan sisa makanan sayur sebesar 25%. Tingginya sisa makanan bisa disebabkan oleh pengetahuan yang kurang, karena menurut hasil observasi pasien, makanan yang disajikan tidak sesuai dengan selera pasien. Pasien tidak mengetahui bahwa dalam perawatan, asupan gizi yang diperlukan dalam proses penyembuhan tidak selamanya sesuai dengan selera pasien. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti apakah ada pengaruh konseling gizi terhadap perubahan sisa makan pada pasien diabetes mellitus rawat inap di RSI Klaten, pada pasien yang mendapatkan konseling gizi.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perubahan sisa makan siang pasien pada pasien rawat inap sebelum dan sesudah dilakukan konseling gizi pada pasien diabetes mellitus kelas III. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas konseling gizi terhadap perubahan sisa makan siang pada pasien diabetes mellitus rawat inap di RSI Klaten.

2. METODE

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik (Suyanto, 2011).

(8)

Penelitian ini dilaksanakan di RS Islam Klaten pada bulan Mei-Desember 2016. Jumlah subjek yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 29 pasien dengan kriteria inklusi: 1) pasien belum pernah mendapat konseling gizi, 2) pasien bersedia menjadi responden. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani inform consent, 3) pada waktu penelitian pasien mendapat jenis makanan diit DM yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati dan sayur untuk makanan pagi, makan siang dan makan malam, 4) dirawat minimal 1 hari di RSI Klaten, 5) pasien dewasa (18-85 tahun), dan 6) Mendapatkan diet makanan biasa/ lunak. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah: 1) pasien pindah kelas perawatan pada saat dilakukan penelitian, 2) pasien pulang pada saat dilakukan penelitian, 3) pasien mengalami gangguan pengecapan/ menelan/ mengunyah, dan 4) pasien menderita komplikasi penyakit lain (ginjal, dan lain-lain).

Pengumpulan data sisa makanan pasien diperoleh melalui pengamatan (taksiran visual) dengan menggunakan skala Comstock 6 poin untuk setiap makan pagi, makan siang dan makan sore selama 2 hari dengan parameter:

0% : Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa 5% : Jika tersisa porsi hanya ¼ yang dikonsumsi. 25% : Jika tersisa porsi hanya ½ yang dikonsumsi 50% : Jika tersisa porsi hanya ¾ yang dikonsumsi

75% : Jika tersisa hampir mendekati utuh (hanya dikonsumsi sedikit atau) 100% : Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)

(Comstock, 1991)

Konseling gizi dilakukan oleh ahli gizi/ dietisien Instalasi Gizi yang berisi pengetahuan DM, tujuan, syarat dan cara pengaturan konsumsi makanan pada pasien DM, dilakukan dengan durasi 20 menit dengan media leaflet. Menurut Notoatmodjo (2005) media leaflet yang diberikan kepada pasien DM meliputi bentuk penyampaian informasi melalui lembar yang dilipat, lembar pengaturan diit DM dan lembar bahan makanan penukar. Analisis dilakukan untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah data karateristik pasien (umur dan pendidikan), dan cita rasa makanan dan data sisa makanan yang disajikan dalam bentuk tabel dan diolah dengan software

(9)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perubahan Sisa Makan Siang Sebelum dan Sesudah Konseling Gizi Sisa makanan diukur dengan menggunakan metode Comstock 6 skala point (Ratnaningrum, 2004). Ada 2 kategori sisa makanan yaitu jika sisa makanan > 25% maka dikategorikan sisa makanan banyak dan jika sisa makanan ≤ 25% maka dikategorikan sisa makanan sedikit (Renanningtyas, 2004), distribusi sisa makanan sesudah konseling pada kelompok leaflet dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.1.1 Makanan Pokok

Tabel 1.

Perubahan Sisa Makan Siang pada Makanan Pokok Sebelum dan Sesudah Konseling

Sebelum Konseling Sesudah Konseling Variabel Kategori

N % N %

Banyak (>25%) 25 86.21 10 34.48 Makanan

pokok Sedikit (<25%) 4 13.79 19 65.52

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum konseling sisa makanan pokok sedikit (<25%) lebih sedikit dibandingkan sesudah konseling sehingga terjadi peningkatan sisa makanan pokok sedikit, sebelum konseling sisa makanan pokok sedikit hanya 13,79% dan sisa makanan pokok banyak 86,21% setelah dilakukan konseling gizi sisa makanan pokok sedikit bertambah menjadi 65,52% sedangkan sisa makanan pokok banyak berkurang menjadi 34,48%.

3.1.2 Lauk Hewani

Tabel 7.

Perubahan Sisa Makan Siang pada Lauk Hewani Sebelum dan Sesudah Konseling Sebelum Konseling Sesudah Konseling Variabel Kategori

N % N %

Banyak (>25%) 15 51.72 3 10.34 Lauk

Hewani Sedikit (<25%) 14 48.28 26 89.66

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum konseling sisa lauk hewani sedikit (<25%) lebih sedikit dibandingkan sesudah konseling sehingga terjadi peningkatan sisa lauk hewani sedikit, sebelum konseling sisa lauk hewani sedikit hanya 48,28% dan sisa lauk hewani banyak 51,72% setelah dilakukan konseling

(10)

gizi sisa lauk hewani sedikit bertambah menjadi 89,66% sedangkan sisa lauk hewani banyak berkurang menjadi 10,34%.

3.1.3 Lauk Nabati

Tabel 8.

Perubahan Sisa Makan Siang pada Lauk Nabati Sebelum dan Sesudah Konseling Sebelum Konseling Sesudah Konseling Variabel Kategori

N % N %

Banyak (>25%) 12 41.38 8 27.59 Lauk

Nabati Sedikit (<25%) 17 58.62 21 72.41

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum konseling sisa lauk nabati sedikit (<25%) lebih sedikit dibandingkan sesudah konseling sehingga terjadi peningkatan sisa lauk nabati sedikit, sebelum konseling sisa lauk nabati sedikit hanya 58,62% dan sisa lauk nabati banyak 41,38% setelah dilakukan konseling gizi sisa lauk nabati sedikit bertambah menjadi 72,41% sedangkan sisa lauk nabati banyak berkurang menjadi 27,59%.

3.1.4 Sayur

Tabel 9.

Perubahan Sisa Makan Siang pada Sayur Sebelum dan Sesudah Konseling Sebelum Konseling Sesudah Konseling Variabel Kategori

N % N %

Banyak (>25%) 13 44.83 3 10.34 Sayur

Sedikit (<25%) 16 55.17 26 89.66

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum konseling sisa sayur sedikit (<25%) lebih sedikit dibandingkan sesudah konseling sehingga terjadi peningkatan sisa sayur sedikit, sebelum konseling sisa sayur sedikit hanya 55,17% dan sisa sayur banyak 44,83% setelah dilakukan konseling gizi sisa sayur sedikit bertambah menjadi 89,66% sedangkan sisa sayur banyak berkurang menjadi 10,34%.

Berdasarkan temuan sisa makanan pasien DM pada masing-masing makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur diketahui adanya perubahan rata-rata sisa makanan. Berikut tabel sajian data rata-rata sisa makanan pasien

(11)

Tabel 10.

Rata-rata Perubahan Sisa Makan Siang Sebelum dan Sesudah Konseling Gizi Rata-Rata Sisa Makanan

Kategori

Sebelum Sesudah Selisih

Makanan Pokok 61.21% 24.31% 36.90%

Lauk Hewani 35.34% 9.14% 26.21%

Lauk Nabati 41.55% 18.97% 22.59%

Sayur 44.83% 8.79% 36.03%

3.2 Pembahasan

Pada pengamatan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur ternyata setelah diberikan konseling gizi mampu meningkatkan kategori sisa makan siang sedikit menjadi lebih banyak dan menurunkan kategori sisa makan siang banyak menjadi lebih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian Salman (2002) yang menyatakan bahwa konseling gizi dengan standar diet dapat mempengaruhi pengendalian asupan zat gizi. Sedangkan sisa makanan pokok justru meningkat setelah konseling leaflet ( Moehyi,1992)

Hal ini sejalan dengan penelitian Khairunnas (2001) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan dengan hasil penelitiannya bahwa jenis hidangan yang tersisa yang paling banyak adalah makanan pokok (45%), hal ini disebabkan karena perubahan bentuk makanan yang biasa dikonsumsi di rumah dengan yang diberikan di rumah sakit.

Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Magdalena (2005) bahwa konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan penderita DM untuk Penatalaksanaan dietnya. Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pemeliharaan kesehatan dalam hal ini adalah apa yang diketahui responden mengenai penyakit diabetes mellitus dan pentingnya asupan gizi bagi penderita diabetes mellitus agar dapat mempercepat proses penyembuhan.

Pengetahuan gizi yang diberikan melalui konseling gizi memberikan pengaruh positif bagi pasien. Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Pomerleau, et al. (2005) bahwa konseling gizi dapat memberikan efek yang positif terhadap asupan sayur pada orang dewasa, terlebih

(12)

lagi pada individu yang memiliki gangguan kesehatan. Berbagai macam model konseling gizi diketahui dapat memberikan dampak positif dalam mengatasi kesulitan terhadap perubahan pola makan individu terutama pada pasien DM. Penelitian ini diperkuat dengan penelitian Salman (2002) yang menyatakan bahwa konseling gizi dengan standar diet dapat mempengaruhi pengendalian asupan zat gizi.

Penelitian dari Krishnan, dkk. (2015) menunjukkan subjek yang mendapat konseling diet intensif secara periodik tidak menunjukkan gejala perkembangan pada komplikasi diabetes, dan juga tidak berlanjut pada terapi insulin untuk pengelolaan penyakit mereka. Program konseling enam bulan dengan jelas menunjukkan bahwa intervensi ini memiliki efek positif pada pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 tanpa insulin.

Uraian di atas baik dari sisa makanan pokok (bubur, nasi), lauk hewani, lauk nabati, dan sayur, menjadi berkurang setelah diberi konseling gizi sebagaimana nilai ρ value < 0.05. Ada perbedaan antara sisa makanan antara pasien DM tipe 2 yang diberikan konseling gizi.

Disamping itu dipastikan ada pengaruh diluar konseling yang turut berpengaruh dalam sisa makanan pasien DM tipe II. Ada 2 (dua) faktor utama penyebab terjadinya sisa makanan pasien di rumah sakit, yaitu faktor motivasi diri yang meliputi faktor internal dan faktor eksternal . Dari segi faktor internal antara lain faktor keadaan psikis pasien merasa tidak senang dan putus asa karena penyakitnya yang dapat menimbulkan hilangnya nafsu makan (Moehyi, 1992), juga dapat disebabkan keadaan fisik pasien yang menentukan jenis diet dan konsistensi makanan yang diberikan, jika pasien dalam keadaan masih lemah atau ada rasa mual muntah maka butuh waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya. Adapun dari faktor eksternal mungkin disebabkan karena penampilan makanan. Untuk pasien kelas 3 makanan pasien dihidangkan dengan plato tertutup, mungkin dengan cara penyajian melalui plato kurang menarik dan porsinya juga terbatas sehingga mempengaruhi nafsu makan pasien untuk menghabiskan makanannya.

(13)

Selain kedua faktor di atas keberhasilan konseling gizi juga dipengaruhi oleh kondisi/ tempat konseling gizi karena tempat konseling gizi di ruang rawat inap sehingga pada saat konseling gizi terganggu dengan suara gaduh penunggu pasien lainnya sehingga akan berdampak pada pasien dalam memahani nasehat gizi yang disampaikan (Mappiare, 2006).

Masih adanya sisa makanan yang disajikan oleh rumah sakit dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam menghabiskan porsi makanan yang disajikan, hal ini juga dikarenakan kurangnya motivasi dari keluarga untuk selalu mengingatkan dan mematuhi aturan makanan yang disajikan seperti menghabiskan makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dari Puspita (2005) bahwa makanan tambahan biasanya dibawa oleh keluarga pasien diluar dari diet yang diberikan rumah sakit karena alasan makanan tersebut adalah makanan kesukaan pasien. Hal inilah yang menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak dihabiskan.

3.3 Keterbatasan penelitian

Ada beberapa keterbatasan penelitian dalam laporan penelitian ini. 1) Waktu penelitian antara konseling dengan penilaian perubahan perilaku pasien untuk menghabiskan makanan 1 kali makan siang sedangkan penilaian perubahan perilaku makan membutuhkan waktu yang lebih lama. 2) Tidak menanyakan makanan yang dimakan oleh pasien dari luar rumah sakit.

4. PENUTUP

Sisa makan siang pasien diabetes mellitus RSI Klaten sebelum mendapat konseling gizi, yaitu sisa makanan pokok sebanyak 86,21%, sisa lauk hewani sebanyak 51,72%&, sisa lauk nabati sebanyak 41,38%, dan sisa sayur sebanyak 44,83%.

Sisa makan siang pasien diabetes mellitus RSI Klaten sesudah mendapat konseling gizi, yaitu sisa makanan pokok sebanyak 34,48%, sisa lauk hewani sebanyak 10,34%, sisa lauk nabati sebanyak 27,59%, dan sisa sayur sebanyak 10,34%.

(14)

Ada perubahan sisa makan siang pada pasien diabetes mellitus RSI Klaten sebelum dan sesudah mendapat konseling gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Adepu, R., Rasheed, A., & Nagavi, B.G. 2007. Effect of Patient Counseling on Quality of Life in Type-2 Diabetes Mellitus Patients in Two Selected South Indian Community Pharmacies: A Study. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, July - August 2007.

Astuti, A. 2002. Perencanaan Menu Instalasi Gizi Rumah Sakit dr. Sardjito. Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Bolla, K., Santhi K.V., Afnan, K.S., Veni, P.K., & Kusuma, M. 2015. Effect Of

Diet Counseling On Type 2 Diabetes Mellitus. International Journal Of Scientific & Technology Research, Volume 4, Issue 08, August 2015. Comstock, E. M, Pierre, R. G., and Mackieman, Y. D. 1991. Measuring

Individual Plate Waste in School Lunches, J. Am. Diet. Assoc., 94, 290-297.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes Melitus. Cetakan II. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Ghimire, B., Danmei, H. & Rayamajhi, S. 2013. Nutrition Management In Type

Two Diabetes Mellitus. Nursing Research. Kemi-Tornio University Health Care and Social Services.

Hadi, C.P. 2015. Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Peningkatan Pengetahuan Keluarga tentang Hipertensi. Mutiara Medika, Vol. 15, No. 1, hlm. 67 – 74.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

(15)

Khairunnas. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadi nya Sisa Makanan pada Pasien yang dirawat Inap di Rumah Sakit dr. Achmad Mochtar Bukit Tinggi. Tesis. Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Krishnan, D., Gururajan, R., Hafez-Baig, A., Kondalasamy-Chennakesavan, S., Wickramasinghe, N., & Gururajan, R. The Impact of Diet Counselling on Type 2 Diabetes Mellitus: An Indian Case Study. Journal Diabetes Metab, Vol. 6, Issue 10, pp. 1-10.

Magdalena. 2005. Pengaruh konseling gizi menggunakan standar diet terhadap pengetahuan dan kepatuhan diet pada penderita DM di RSUD Ulin Banjarmasin. Tesis Pascasarjana. UGM.Yogyakarta.

Mappiare, A. 2006. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mifisoni, S. 2009. Nutritional Habits of the Inhabitants of the Island of Vis. CoU. Antropol, 33 (4): 1273-1279

Moehyi, S. 1999. Pengaruh Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit, Gramedia, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pomerleau, et al. (2005). The Challenge of Measuring Global Fruit and Vegetable Intake. The Journal of Nutrition, 134, 1175-1180.

Puspita, D., Rahayu, R. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Menyisakan Makanan Pasien Diit DM. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Ratnaningrum, C. 2005. Hubungan Antara Persepsi Pasien dan Sisa Makanan dengan Diet Biasa yang disajikan pada Pasien Rawat Inap di RS Banyumanik Semarang. Skripsi. FKM. Semarang: UNDIP.

Renaningtyas, Dewi, et al. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk Nabati Tempe terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. Volume 1. Nomor 1.

Rintala, T.M., Jaatinen, P., & Paavilainen, E. 2013. Interrelation Between Adult Persons With Diabetes and Their Family. Journal of Family Nursing, Vol. 19, No. 1.

Rizani, Ahmad. 2013. Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap terjadinya sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit Bayangkara Palembang tahun 2013. Skripsi. online. Diakses 9 Maret 2017.

(16)

Salman. 2002. Pengaruh Konsultasi Gizi Dengan Standar Diet Terhadap Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP Manado. Tesis Pascasarjana. UGM. Yogyakarta.

Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan

Suyanto. 2011. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Nuha Medika, Yogyakarta.

Utari, R. 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar. Karya Tulis Ilmiah FIK. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Whitehead, A., Dimmock, M., & Place, M. 2013. Diabetes control and the influence of family functioning. Journal of Diabetes Research & Clinical Metabolism, Vol. 2, No. 16, pp. 1-7.

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi apabila melihat alasan Salwa lebih lanjut, maka dapat dilihat bahwa alasan pemilihan kedua surat ini bukan hanya berdasarkan pada panjang atau pendeknya surat ataupun

Gaji atau upah mengambil peranan yang sangat penting dalam sebuah perusahaan karena upah merupakan salah satu faktor pendorong dalam kinerja karyawan

Untuk membuktikan bahwa implikasi “jika P, maka Q” benar, kita mulai dengan memisalkan bahwa P benar dan kemudian berusaha menunjukkan bahwa Q juga benar. (Jika P salah, maka “P

Hasil analisis menunjukkan pemasangan filter pasif menyebabkan kandungan THD arus dan tegangan telah sesuai dengan standar IEEE 519-1992 yang ditentukan yaitu ≤

1) Siswa menyajikan hasil pengendalian server melalui koneksi client-server pada RDBMS dengan teliti sesuai dengan prosedur (STEAM Enggenering, Matematik) di

Dari hasil penelitian mengenai atribut produk yang diinginkan konsumen, dapat disimpulkan ada 4 atribut yang merepresentasikan keinginan konsumen terhadap produk

pada penderita diare anak di Puskesmas Rawat Inap kota Pekanbaru yaitu sebanyak 10 orang (10,41%) yang lebih banyak didapat pada anak laki-laki dengan usia 1-3 tahun..

Soal Latihan Ujian Nasional (LUN) SMP di kota Bandar Lampung di buat oleh Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri kota Bandar Lampung, tetapi hal ini belum cukup