• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembatalan Akta Hibah Wasiat yang Dibuat di Hadapan Notaris dan Akibat Hukumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembatalan Akta Hibah Wasiat yang Dibuat di Hadapan Notaris dan Akibat Hukumnya"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBATALAN AKTA HIBAH WASIAT YANG DIBUAT DI HADAPAN

NOTARIS DAN AKIBAT HUKUMNYA

Eko Hariyanti

Email :ekoharyanti.sh@gmail.com

Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Diana Tantri Cahyaningsih, Supanto

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract

Inheritance often cause a variety of legal and social issues, and therefore require adjustment and settlement orderly and in accordance with applicable laws and regulations. Making a will (testament) is a legal act, a person determine what happened to her property after death. Making a testament bound by shape and a certain way if ignored can lead to cancellation of the testament. According to the provisions of Article 875 of the Civil Code that wills made before a notary may be canceled if it is found in the manufacturing procedure is not carried out in accordance with the terms and conditions applicable to the grant deed will.

Keywords:

Abstrak

Harta warisan seringkali menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial, oleh karena itu memerlukan pengaturan dan penyelesaian secara tertib dan teratur sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang

terjadi dengan harta kekayaannya setelah meninggal dunia. Pembuatan suatutestament terikat oleh bentuk

dan cara tertentu kalau diabaikan dapat menimbulkan batalnyatestament. Sesuai pada ketentuan Pasal 875

KUHPerdata bahwa wasiat yang dibuat dihadapan notaris dapat dibatalkan apabila ternyata dalam prosedur pembuatannya tidak dilakukan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku terhadap akta hibah wasiat.

Kata kunci: Akta Wasiat, Notaris, Akibat Hukum

A. Pendahuluan

Pewarisan berwasiat yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima warisan atas kehendak terakhir (wasiat) si Pewaris yang dinyatakan dalam bentuk tulisan (Pasal 874 KUHPerdata), misalnya dalam akta notaris (wasiat

testamenter). Menurut Pasal 874 KUHPerdata,

semua harta peninggalan dari Pewaris yang wafat adalah kepunyaan ahli warisnya, kecuali jika Pewaris sudah menetapkan secara sah dengan surat wasiat (testament).

Adapun yang dimaksud dengan surat wasiat (testament) berdasarkan dengan Pasal

875 KUHPerdata adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat

ditarik kembali. Selanjutnya Subekti, mengatakan : Testament ialahsuatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal . (Subekti, 2002 : 106). Dari ketentuan

tersebut pada asasnya suatu pernyataan adalah keluar dari suatu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Disini berarti bahwa wasiat (testament) tidak dapat dibuat

oleh lebih dari satu orang karena akan menimbulkan kesulitan apabila salah satu pembuatnya akan mencabut kembali wasiat (testament). Yang

terpenting adalah agar kehendak terakhir itu sebagai pernyataan kehendak merupakan perbuatan hukum dan karena itu merupakan perbuatan bertujuan menimbulkan akibat hukum.

Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan

(2)

terjadi dengan harta kekayaannya setelah meninggal dunia. Harta warisan seringkali menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial, oleh karena itu memerlukan pengaturan dan penyelesaian secara tertib dan teratur sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pada Pasal 930 KUHPerdata, menyatakan bahwa Dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tak diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ke tiga, maupun atas dasar penyataan bersama atau bertimbal balik. Ketetapan dalam wasiat (testament) memiliki 2 (dua) ciri, yaitu dapat

dicabut dan berlaku berhubung dengan kematian seseorang. Bagi ketetapan kehendak yang memiliki dua ciri itu maka bentuk testament adalah syarat

mutlak. Pembuatan suatu testament terikat oleh

bentuk dan cara tertentu kalau diabaikan dapat menimbulkan batalnya testament. Sesuai pada

ketentuan Pasal 875 KUHPerdata bahwa wasiat yang dibuat dihadapan notaris dapat dibatalkan apabila ternyata dalam prosedur pembuatannya tidak dilakukan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku terhadap Akta Hibah Wasiat. Notaris bertugas dan berkewajiban untuk menyimpan dan mengirim daftar wasiat yang telah dibuatnya kepada Balai Harta Peninggalan (BHP) dan Daftar Pusat Wasiat (DPW), seperti ketentuan dalam Pasal 16 huruf (i), (j), (k), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Notaris yang menyatakan bahwa : Para notaris wajib, membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; mengirimkan daftar Akta wasiat atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Pusat daftar Wasiat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya, serta mencatat dalamrepertorium tanggal pengiriman daftar wasiat

pada setiap akhir bulan. Namun di dalam Undang-Undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Notaris tidak meyebutkan mengenai denda dari tiap-tiap keterlambatan, baik keterlambatan tentang daftar akta wasiat kepada Balai Harta Peninggalan dan keterlambatan tentang pengiriman pencatatanrepertorium. Sehingga dalam

hal pembuatan akta wasiat (testament acte) notaris

mempunyai peran yang sangat penting. Dari Pasal 943 KUHPerdata mengatur bahwa : Setiap notaris yang menyimpan surat-surat testament diantara

surat-surat aslinya, biar dalam bentuk apapun juga harus setelah si pewaris meninggal dunia, memberitahukannya kepada yang berkepentingan. Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, maka bantuan notaris dari awal hingga akhir proses pembuatan Akta Wasiat (testament acte) sangat

diperlukan sehingga memperoleh kekuatan hukum yang mengikat.

Perkara pembatalan akta hibah wasiat dalam penulisan ini berdasarkan kasus yang terdapat dalam Putusan Nomor: 57/Pdt.G/2012/PN.Skh. Duduk perkara yang terdapat dalam putusan ini bahwa Penggugat bernama Mahanani Sesanti mengajukan gugatan kepada Ir. Pudyo Semedi, Ny. Martha, Tanto Dwi Atmojo, Suwanti, Eko Hariyanti, Dian Novita Mursitaningsih, Novita Kusumasari, Kepala BPN Kabupaten Sukoharjo, S.W, Sarjana Hukum selaku Notaris/PPAT dan S.N, SH. MKn. Selaku Notaris dan PPAT.

Duduk perkara dalam kasus ini bahwa Siti Mardiana selaku orang tua angkat Mahanani Sesanti telah melakukan Hibah Wasiat di hadapan notaris XXX, SH dengan Akta Wasiat nomor 3 tertanggal 10 September 2003. Akta Hibah Wasiat tersebut mencantumkan kata-kata:

...saya hibah wasiatkan kepada satu-satunya anak perempuan saya yang bernama MAHANANI SESANTI, lahir di Surabaya pada tanggal Dua Mei Seribu Sembilanratus Tujuhpuluh Dua (2-5-1972) bertempat tinggal di Jalan Mahakam B Nomor 9 Kompleks PUSRI Rukun Tetangga 002 Rukun Warga 011, Kalurahan Sukamaju, Kecamatan Sako, Palembang. Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor: 06.6008.420572.0004, Hak bagian saya dari sebidang tanah sertifikat Hak milik nomor: 1892/Madegondo yang terletak di Kalurahan Madegondo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, seluas kurang lebih 1515 M2.... Berdasarkan Akta Hibah Wasiat tersebut Mahanani Sesanti melakukan gugatan kepada Tergugat dan memohon kepada Pengadilan Negeri agar menetapkan bahwa:

1. Penggugat adalah satu-satunya penerima hibah wasiat sebagaimana tertuang dalam Akta Wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 dibuat dihadapan Notaris XXX, SH. Notaris Surakarta.

2. Menetapkan hukumnya bahwa Akta Wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 yang dibuat di hadapan Notaris XXX, SH. Notaris Surakarta adalah secara hukum

(3)

3. Bahwa sebidang tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya tercatat dalam SHM No. 1892 Desa Madegondo seluas 1515 M2 GS No. 345/1992 tanggal 14-1-1993 terdaftar atas nama Nyonya Siti Mardiana Pudyosemedi dengan bats-batas utara, jalan desa, Selatan, Pondok Solo Permai, Timur, Ir. Pudyo Semedi, Barat, Pariman. 4. Penggugat adalah satu-satunya pemilik sah

atas objek sengketa.

5. Menetapkan tindakan Tergugat membuat Surat Keterangan Waris telah melanggar Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bagian Kelima Pasal 111.

6. Surat Keterangan Waris yang dibuat Ir. Pudyosemedi selaku perorangan adalah cacat hukum dan dinyatakan Batal Demi Hukum. Berdasarkan beberapa permohonan yang terdapat dalam gugatan, maka melalui proses pembuktian dalam persidangan maka hakim memutuskan bahwa:

1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menyatakan bahwa Akta Hibah Wasiat No. 3 tertanggal 10 September 2003 yang dibuat di hadapan XXX, SH. Notaris di Surakarta Batal Demi Hukum.

Dalam artikel ini hendak dibahas tentang Pembatalan Akta Hibah Wasiat beserta akibat hukumnya.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yang berbentuk diagnostik dan perspektif. Data diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer, sekunder dan tertier. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Pembatalan Akta Hibah Wasiat dibuat

dihadapan Notaris yang obyeknya merupakan harta bersama dapat dihibah wasiatkan oleh suami/istri saja.

Perkataan hibah atau memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai perbuatan hukum itu

dikenal baik di dalam masyarakat Hukum Adat, Hukum Islam maupun didalam KUHPerdata. Hibah itu sendiri harus ada suatu persetujuan. Dilakukan sewaktu pemberi hibah masih hidup, dan harus diberikan secara Cuma-Cuma.

Berdasarkan Pasal 1666 KUHPerdata, Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan Cuma Cuma dan dengan tidak dapat ditarisk kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Sedangkan pengertian dari Pewarisan berwasiat yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima warisan atas kehendak terakhir (Wasiat) si pewaris, yang dinyatakan dalam bentuk tulisan (Pasal 874 KUHPerdata), misalnya dalam akta notaris (warisantestamenter).

Menurut Pasal 874 KUHPerdata, semua harta peninggalan dan pewaris yang wafat adalah kepunyaan ahli warisnya, kecuali jika pewaris sudah menetapkan secara sah dengan surat wasiat (testament). Adapun yang

dimaksud dengan surat wasiat (testament),

berdasarkan dengan Pasal 875 KUHPerdata adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat ditarik kembali. Berdasarkan bentuknya menurut pasal 931 KUHPerdata, Surat Wasiat hanya boleh dinyatakan, baik dengan tertulis sendiri atau olograpis, baik dengan akta umum, baik akta rahasia atau tertutup.

Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Notaris, Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Ada 3 (tiga) unsur esensial agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik yaitu :

a. Didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;

b. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum. c. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan ditempat dimana akta itu dibuat ( Irawan Soerodjo, 2003 : 148).

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan berdasarkan kasus yang terdapat

(4)

dalam Putusan Nomor: 57/Pdt.G/2012/PN. Skh menunjukkan bahwa tanggungjawab notaris dalam pembuatan akta wasiat (testament acte)

mencakup keseluruhan dari tugas, kewajiban, dan wewenang notaris tidaklah mudah terlebih dalam pembuatan akta wasiat (testament acte)

sehingga memunculkan gugatan atas Akta Hibah Wasiat sebagaimana tertuang dalam akta wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 dibuat dihadapan Notaris XXX, SH. Notaris di Surakarta.

Atas gugatan para Penggugat tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan Gugatan Penggugat atas inti pokok gugatan Penggugat bahwa Penggugat merupakan satu-satunya penerima hibah wasiat atas sebidang tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya tercatat dalam SHM No. 1892 Desa Madegondo seluas 1515 m2 GS. No. 345/1992 tanggal 14-1-1993 terdaftar a/n. Nyonya Siti Mardiana Pudyosemedi dengan batas-batas :

Utara : jalan desa

Selatan: dengan Pondok Solo Permai Timur : dengan Ir. Pudyo Semedi Barat : Tanah Pariman

Sebagaimana dalam akta wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 dibuat dihadapan Notaris XXX, SH Notaris Surakarta, Bahwa Pemberi hibah telah meninggal dunia pada tanggal 04 Januari 2006 di Desa Madegondo Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, akan tetapi surat wasiat tersebut belum dilaksanakan dan justru tanah tersebut telah dikuasai oleh Tergugat I dan kemudian atas dasar Surat Keterangan Warisan No. 1/06/2007 yang dibuat oleh Tergugat I secara perorangan telah diterbitkan oleh Tergugat VIII SHM No. 1892 Desa Madegondo luas 1513 M2 atas nama Insinyur Pudyo Semedi dalam daftar isian tertanggal 15/8/2007;

Atas dasar hal tersebut Tergugat I kemudian melakukan perbuatan memecah sertifikat obyek sengketa SHM No. 1892 tersebut menjadi 5 (lima) bidang tanah dengan sertifikat masing-masing SHM No. 03993, SHM No. 03994, SHM No. 03995, SHM No. 03996 dan SHM No. 03997 kesemuanya atas nama Tergugat I.

Selanjutnya Tergugat I menjual obyek sengketa tersebut kepada Tergugat II sampai dengan Tergugat VII, terhadap tindakan

Tergugat I sampai dengan Tergugat VII yang melawan hukum tersebut mengakibatkan Penggugat selaku penerima hibah wasiat telah mengalami kerugian baik materiil maupun immaterial.

Atas gugatan Penggugat tersebut Tergugat I sampai dengan VIII, Turut Tergugat I dan II melalui Kuasanya telah mengajukan jawaban yang isinya pada pokoknya telah menyangkal atau membantah keras dalil gugatan Penggugat bahwa Akta Hibah Wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 yang dibuat dihadapan Notaris XXX, SH Notaris Surakarta adalah cacat hukum dengan segala akibat hukumnya.

Karena pihak Tergugat telah menyangkal atau membantah dengan keras dalil-dalil gugatan Penggugat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 163 HIR (Pasal 1865 KUH Perdata) menjadi kewajiban hukum dari Penggugat untuk membuktikan atau menguatkan dalil-dalil Gugatannya berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 164 HIR (Pasal 1866 KUH Perdata) dan sebaliknya pihak Tergugat berhak pula untuk mengajukan bukti lawan (tegenbewijs).

Untuk menguatkan dan membuktikan dalil-dalil gugatannya pihak penggugat melalui kuasanya telah mengajukan bukti-bukti surat berupa Foto copi mana setelah diteliti ternyata sesuai dengan aslinya dan telah bermaterai cukup. Dari jawab menjawab antara Penggugat dan Tergugat di persidangan dikaitkan dengan bukti-bukti yang diajukan dan dalam hubungan yang satu dengan yang lain sedemikian rupa.

Menurut Majelis Hakim terdapat 2 hal pokok yang telah diperselisihkan para pihak yang bersengketa dalam perkara ini yaitu : a. Apakah akta hibah wasiat tanggal 10

September 2003 Nomor 3 yang dibuat dihadapan Notaris XXX,SH Notaris Surakarta sah menurut hukum?

b. Apakah benar bahwa Para Tergugat dan Para Turut Tergugat telah melakukan p erbu at an melawa n h ukum serta merugikan Penggugat baik materiil maupun immaterial?

Pertimbangan majelis hakim atas kebenaran Akta Hibah Wasiat tanggal 10 September 2000 Nomor 3 yang dibuat dihadapan Notaris XXX, SH Notaris Surakarta yang diajukan oleh

(5)

penggugat melalui gugatannya Penggugat melalui kuasanya telah mengajukan bukti tertulis berupa Fotokopinya tertanda P-1 sampai dengan P-6 dan fotokopi mana setelah ditelati ternyata sesuai dengan aslinya dan telah bermaterai cukup.

Bukti P-1 berupa fotokopi akta kelahiran atas nama Penggugat, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

Bahwa terhadap bukti P-1 oleh karena merupakan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang maka terhadap bukti P-1 tersebut dapat diterima sebagai alat bukti yang mempunyai daya pembuktian yang mengikat dalam suatu gugatan perdata (Vide Putusan Mahkamah Agung Nomor 1793 K/ Pdt/1993 tanggal 16 September 1998);

Bukti P-2 berupa fotokopi salinan Akta Wasiat tanggal 10 September 2003, terhadap bukti tersebut oleh karena merupakan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang maka terhadap bukti P-1 tersebut dapat diterima sebagai alat bukti dalam perkara ini, namun mengenai daya pembuktian terhadap perkara Aquo akan dipertimbangkan lebih

lanjut;

Bukti P-3 berupa fotokopi duplikat surat kematian tanggal 27 April 2006 yang dibuat oleh lurah Desa Madegondo oleh karena bukti surat tersebut didukung oleh keterangan saksi-saksi baik saksi Penggugat dan Tergugat serta Para Tergugat dan Turut Tergugat I dan II juga tidak mengajukan bantahan, maka terhadap bukti P-3 tersebut mempunyai nilai pembuktian;

Bukti P-4 beru pa fotok opi su rat persetujuan Tergugat I dan Ibu Penggugat tentang obyek sengketa maka terhadap bukti tersebut merupakan alat bukti yang tidak sah di dalam persidangan (Vide Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 K/Sip/1974 tanggal 14 April 1976);

Bukti P-5 berupa fotokopi dari fotokopi akta legalisir salinan akta Notaris PM, SH tanggal 13 Januari 2004 Nomor 3 tentang Pengikatan Jual Beli obyek sita SHM No. 1893 Madegondo dan bukti P-6 berupa fotokopi dari fotokopi salinan akta Notaris PM, SH tanggal 13 Januari 2004 Nomor 4 tentang Kuasa

Menjual obyek sita SHM No. 1893 Madegondo oleh karena dua bukti tersebut tidak ada aslinya, maka terhadap dua bukti tersebut merupakan alat bukti yang tidak sah di dalam persidangan (Vide Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 K/Sip/1974 tanggal 14 April 1976);

Dari bukti yang diajukan oleh Penggugat yaitu bukti P-4,5 dan 6 tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan bahwa Penggugat adalah pemilik sah dari tanah obyek sengketa atas dasar Akta Hibah Wasiat dari Pemberi Hibah; Dalam kaitannya dengan prosedur pembuatan Akta Hibah Wasiat, dalam hal pembuatan surat wasiat oleh istri, pada saat pasangan suami istri masih hidup, maka diperlukan adanya persetujuan dari Pasangan yang lain, hal ini mengacu pada peraturan mengenai harta bersama yaitu pasal 36 ayat (1) UU NO. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi : mengenai harta bersama, suami/istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan apabila mengacu pada pengaturan mengenai harta bawaan yaitu Pasal 36 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi: mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan melawan hukum untuk harta bendanya;

Dalam perkara aquo, diperoleh fakta bahwa SHM No. 1892 tersebut dibeli pada tahun 1992 dimana pada saat itu antara ibu Penggugat yang bernama SITI MARDIANA masih terikat dalam perkawinan dengan Ir. PUDYO SEMEDI, sehingga dengan mengacu pada peraturan mengenai harta bersama yaitu pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dapat disimpulkan bahwa terhadap tanah obyek hibah wasiat yaitu tercatat dalam SHM No. 1892 atas nama Siti Mardiana Pudyo Semedi adalah merupakan Harta Bersama, sehingga akibat hukum yang timbul adalah terhadap harta tersebut baik suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta apabila ada perbuatan hukum terhadap harta tersebut harus dilakukan dengan sepengetahuan dan atas persetujuan kedua belah pihak;

Dari keterangan saksi Triyanti ternyata adanya Akta Hibah Wasiat No.3 tanggal 10 September 2003 yang dibuat dihadapan Notaris

(6)

XXX, SH Tergugat I yang pada waktu itu masih berstatus sebagai suami sah dari Pemberi Hibah Wasiat (Siti mardiana) tidak mengetahui adanya pembuatan akta hibah wasiat tersebut dan tidak pernah merasa dimintai persetujuan atas pembuatan akta hibah wasiat tersebut;

Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 875 KUHPerdata bahwa wasiat yang dibuat dihadapan Notaris dapat dibatalkan apabila ternyata dalam prosedur pembuatannya tidak dilakukan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku terhadap akta hibah wasiat.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Majelis Hakim menarik kesimpulan, bahwa terhadap Akta Hibah Wasiat tersebut tidak sah menurut hukum, sehingga oleh karena tidak sah menurut hukum maka tidak dapat digunakan sebagai landasan hak untuk menuntut pelaksanaan isi akta hibah wasiat tersebut sebagaimana dalam dalil-dalil gugatan Penggugat, sehingga petitum angka 3 gugatan Penggugat haruslah ditolak karena tidak berdasarkan hukum;

Menimbang, bahwa oleh karena petitum angka 3 gugatan Penggugat ditolak maka terhadap petitum angka 4,6,7,8,9 ditolak karena tidak berdasarkan hukum.

Berdasarkan data tersebut diatas, maka menurut penulis, penentuan alat bukti peralihan hak karena Hibah Wasiat, yang akan dipakai sebagai dasar dalam pendaftaran peralihan hak, sangat tergantung pada penilaian Kepala Kantor Pertanahan akan kadar nilai kebenaran alat bukti pemberian hak yang ada, baik berupa akta di bawah tangan maupun Akta Hibah Wasiat yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Jika Akta Hibah Wasiat yang dijadikan alat bukti peralihan hak baik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris maupun akta hibah wasiat dibawah tangan, menurut penilaian Kepala Kantor Pertanahan kebenarannya tidak diragukan, maka pendaftaran peralihan hak dilakukan melalui prosedur pewarisan, yang berarti dasar pendaftaran peralihan haknya adalah akta pembagian warisan,yang diperkuat dengan Surat Keterangan Waris dan Surat Pernyataan Ahli Waris. Dalam hal ini fungsi Akta hibah wasiat dari notaris atau akta hibah dibawah tangan hanya sebagai petunjuk yang

memperkuat penetapan subyek dan obyek hak atas tanah yang dihibah wasiatkan. Demikian juga Akta Hibah Wasiat yang hanya dibuat di bawah tangan, jika memenuhi syarat dan menurut Kepala Kantor Pertanahan nilai kebenarannya tidak diragukan dapat dipakai sebagai dasar pendaftaran peralihan hak karena Hibah Wasiat. Dengan adanya kebebasan Kepala Kantor Pertanahan dalam penentuan alat bukti peralihan hak dengan cara terlebih dahulu menilai kebenaran alat bukti pemberian hak adalah untuk mempermudah proses pendaftaran hak sesuai dengan asas sederhana dan terjangkau dalam pendaftaran tanah.

Menurut penulis jika alat bukti peralihan hak yang dipakai sebagai dasar dalam pendaftaran peralihan hak itu berupa akta pembagian warisan, berarti yang digunakan dalam pendaftaran peralihan hak karena Hibah Wasiat adalah pewarisan. Akan tetapi sebaliknya jika menurut penilaian Kepala Kantor Pertanahan kebenaran akta hibah wasiat baik di bawah tangan atau akta dibuat oleh dan dihadapan notaris tingkat kebenarannya meragukan atau tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah karena hibah wasiat dilaksanakan berdasarkan Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat atas nama Pemberi Hibah Wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada pelaksana wasiat.

Akan tetapi jika alat bukti peralihan hak yang dipakai sebagai dasar pendaftaran peralihan haknya itu berupa Akta PPAT mengenai hibah, berarti yang digunakan dalam pendaftaran peralihan hak karena hibah wasiat tersebut adalah SPOPP (Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan) pemindahan hak yaitu SPOPP (Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan) hibah. Walaupun jika berdasarkan waktu pelaksanaan peralihan haknya, yaitu terjadi setelah Pewaris atau Pemberi Wasiat meninggal dunia, maka baik alat bukti peralihan haknya berupa akta pembagian warisan maupun berupa Akta PPAT terhadap peralihan hak karena hibah wasiat termasuk peralihan hak karena pewarisan.

Cacatnya suatu Akta Notaris dapat menimbulkan kebatalan bagi suatu akta notaris

(7)

dan ditinjau dari sanksi atau akibat hukum dari kebatalan dapat dibedakan menjadi; batal demi hukum, dapat dibatalkan, dan non existent.

Akibat hukum dari suatu kebatalan pada prinsipnya sama antara batal demi hukum, dapat dibatalkan atau non existent yaitu ketiganya

mengakibatkan perbuatan hukum tersebut menjadi tidak berlaku atau perbuatan hukum tersebut tidak memiliki akibat hukumnya. Titik perbedaannya pada waktu berlakunya kebatalan tersebut, yaitu :

a. Batal demi hukum, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau berdaya surut (ex tunc), dalam praktik batal demi hukum

didasarkan pada putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; b. Dapat dibatalkan, akibatnya perbuatan

hukum yang dilakukan tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung pada pihak tertentu, yang menyebabkan per bu ata n hu ku m tersebut d apa t dibatalkan. Akta yang sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku dan mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut;

c. Non Existent, akibatnya perbuatan hukum

yang dilakukan tidak ada ataunon existent,

yang disebabkan karena tidak dipenuhinya

essensialia dari suatu perjanjian atau tidak

memenuhi salah satu unsur atau semua unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu. Sanksi non existent secara dogmatis tidak diperlukan putusan pengadilan, namun dalam praktik tetap diperlukan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dan implikasinya sama dengan batal demi hukum.

Kebatalan diatur secara tidak lengkap dalam Pasal 1444 - 1456 KUHPerdata dan dilengkapi dengan Yurisprudensi dan Doktrin sebagai sumber hukum lainnya, dimana kebatalan dapat disebabkan oleh Ketidakcakapan Bertindak, Ketidakwenangan Bertindak, Cacat kehendak, bentuk perjanjian, bertentangan dengan UU dan bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kaitannya dengan prosedur pembuatan Akta Hibah Wasiat, dalam hal pembuatan surat wasiat oleh istri, pada saat pasangan suami istri masih hidup, maka diperlukan adanya persetujuan dari pasangan yang lain, hal ini mengacu pada peraturan mengenai Harta Bersama yaitu pasal 36 ayat (1) UU NO. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi : mengenai harta bersama, suami/ istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Dalam perkara aquo, diperoleh

fakta bahwa SHM No. 1892 tersebut dibeli pada tahun 1992 dimana pada saat itu antara ibu Penggugat yang bernama SITI MARDIANA masih terikat dalam perkawinan dengan Ir. PUDYO SEMEDI, sehingga dengan mengacu pada peraturan mengenai Harta Bersama yaitu Pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dapat disimpulkan bahwa terhadap tanah obyek hibah wasiat yaitu tercatat dalam SHM No. 1892 atas nama Siti Mardiana Pudyo Semedi adalah merupakan Harta Bersama, sehingga akibat hukum yang timbul adalah terhadap harta tersebut baik suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta apabila ada perbuatan hukum terhadap harta tersebut harus dilakukan dengan sepengetahuan dan atas persetujuan kedua belah pihak.

2. Akibat hukum dari Akta Hibah Wasiat yang dibuat dihadapan Notaris dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum oleh Pengadilan.

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian yang melekat yaitu : (Yahya Harahap, 2005: 566) a. Kekuatan pembuktian luar : suatu Akta

Otentik yang diperlihatkan harus dianggap dan diperlakukan sebagai Akta Otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya bahwa Akta itu bukan Akta Otentik. Selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya pada akta tersebut melekat kekuatan bukti luar. b. Kekuatan pembuktian formal. Berdasarkan pasal 1871 KUHPerdata, bahwa segala keterangan yang tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan kepada pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu segala keterangan yang diberikan penandatanganan dalam Akta

(8)

Otentik dianggap benar sebagai keterangan yang dituturkan dan dikehendaki yang bersangkutan.

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/ penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/ berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap. (Habib Adjie, 2013: 8).

c. Kekuatan pembuktian materil.

Dalam kekuatan Akta otentik termaktub tiga prinsip yaitu: 1. Penandatanganan Akta otentik oleh seorang untuk keuntungan pihak lain, ini merupakan prinsip pokok kekuatan materil suatu Akta otentik oleh seorang selamanya harus dianggap untuk keuntungan pihak lain bukan untuk keuntungan pihak penandatangan. 2. Seorang hanya dapat membebani kewajiban kepada diri sendiri. Prinsip ini merupakan lanjutandari prinsip yang pertama. Berdasarkan prinsip ini dihubungkan dengan asas penandatanganan Akta otentik untuk keuntungan pihak lain, dapat ditegakkan kekuatan materil pembuktian Akta otentik meliputi siapa yang menandatangani Akta otentik. 3. Akibat hukum Akta dikaitkan kekuatan pembuktian materil Akta otentik. Apabila terdapat dua orang atau lebih dan antara satu dengan yang lain saling memberi keterangan untuk dituangkan dalam Akta, tindakan mereka itu ditinjau dari kekuatan pembuktian materil Akta otentik menimbulkan akibat hukum meliputi : keterangan atau pernyataan itu sepanjang saling bersesuaian, melahirkan persetujuan yang mengikat kepada mereka. Dengan demikian Akta tersebut menjadi bukti tentang adanya persetujuan sebagaimana yang diterangkan dalam akta tersebut.

Aspek lahiriah dan akta Notaris dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa akta Notaris sebagai alat bukti berkaitan dengan tugas pelaksanaan tugas jabatan Notaris, contohnya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, yang menegaskan bahwa judex factie dalam amar putusannya

membatalkan Akta Notaris, hal ini tidak dapat dibenarkan, karena Pejabat Notaris fungsinya hanya mencatatkan (menuliskan) apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil hal-hal yang dikemukakan oleh Penghadap Notaris tersebut (Boediarto, 2005: 48).

Berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Akta Notaris tidak dapat dibatalkan. b. Fungsi Notaris hanya mencatatkan

(menuliskan) apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut.

c. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oeh Penghadap tersebut.

Dengan demikian bertentangan dengan inti dari Akta Notaris, jika Akta Notaris yang dibuat atas kehendak para pihak dibatalkan oleh putusan pengadilan, tanpa ada gugatan dan para pihak yang tersebut dalam akta untuk membatalkan akta Notaris. Pembatalan Akta Notaris hanya dapat dilakukan oleh para pihak sendiri. Mengenai Kebatalan dan Pembatalan Perikatan-perikatan diatur dalam Buku III, Bagian Kedelapan, Bab IV (Pasal 1446 Pasal 1456 KUHPerdata). Bagian ini hanya secara

sumier mengatur sebagian dari Kebatalan,

khususnya perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap, yaitu mereka yang di bawah umur, ditaruh di bawahcuratele, serta

cacat dalam kehendak. Cacat dalam kehendak terjadi karena adanya paksaan, kekeliruan, tipuan, dan penyalahgunaan keadaan (Herlien Budiono, 2007: 367-368).

Istiah Kebatalan tersebut tidak ada istilah yang pasti penerapannya, sebagaimana diuraikan oleh Herlien Budiono, bahwa (Herlien Budiono, 2007: 364).

(9)

Manakala undang-undang hendak menyatakan tidak adanya akibat hukum, maka dinyatakan dengan istilah yang sederhana batal , tetapi adakalanya menggunakan istilah batal dan tak berhargalah (Pasal 879 KUHPerdata) atau tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUHPerdata). Penggunaan istilah-istilah tersebut cukup membingungkan karena adakalanya istilah yang sama hendak digunakan untuk pengertian yang berbeda untuk batal demi hukum atau dapat dibatalkan . Pada Pasal 1446 KUHPerdata dan seterusnya untuk menyatakan batalnya suatu perbuatan hukum, kita temukan, istilah-istilah batal demi hukum , membatalkannya (Pasal 1449 KUHPerdata), menuntut pembatalan (Pasal 1450 KUHPerdata), pernyataan batal (Pasal 1451-1452 KUHPerdata), gugur (Pasal 1545 KUHPerdata), dan gugur demi hukum (Pasal 1553 KUHPerdata).

Ada istilah Pembatalan dan Kebatalan dalam uraian di atas dua hal yang berbeda, tapi dipergunakan dengan alasan yang sama (Hasan Basri Nata Menggala, 2005: 89). Pembatalan dan Kebatalan tidak dijelaskan penerapannya dalam aturan tersebut di atas, artinya dalam keadaan bagaimana atau dengan alasan apa suatu perikatan atau perjanjian termasuk dalam kualifikasi Kebatalan atau Pembatalan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan pada Putusan Perkara pembatalan akta hibah wasiat juga terdapat dalam Putusan Nomor: 57/Pdt.G/2012/PN.Skh, adalah sebagai berikut: Penggugat dalam hal ini adalah Mahanani Sesanti, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Taman Pajajaran TH. III E.1/24 RT 08 RW 11, Kel. Katulampa, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor yang dalam hal ini diwakili Kuasa Hukumnya yang bernama SG, SH dan PW, SH yang merupakan Advokat dan Konsultan Hukum beralamat di Mangkubumen RT 02 RW 01, Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan Kartasura, Telp. 08122607516, 081329023621 ; berdasar pada Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 April 2012, Pekerjaan : Swasta, Alamat : Kp. Kuyudan RT.02 RW. 05, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

Penggugat mengajukan gugatan dengan dasar bahwa Penggugat adalah satu-satunya penerima hibah wasiat sebagaimana dituangkan dalam Akta Wasiat tanggal 10 September 2003

Nomor 3 dibuat dihadapan Notaris XXX, SH Notaris Surakarta. Bahwa penghibah wasiat Ny.Siti Mardiana telah meninggal dunia pada tanggal 04 Januari 2006 di Desa Madegondo Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo. Bahwa akan tetapi surat hibah wasiat tersebut belum dilaksanakan. Penggugat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menetapkan hukumnya bahwa akta wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 yang dibuat di hadapan Notaris XXX, SH Notaris Surakarta adalah sah secara hukum. Dalam surat hibah wasiat mana menunjuk Penggugat adalah satu-satunya penerima hibah wasiat atas sebidang tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya tercatat dalam SHM No. 1892 Desa Madegondo seluas ± 1515 m2GS

No. 345/1992 tanggal 14-1-1993 terdaftar a/n. Nyonya Siti Mardiana Pudyosemedi dengan batas-batas :

Utara : jalan desa

Selatan: Pondok Solo Permai Timur : Ir. Pudyo Semedi Barat : Pariman

Untuk selanjutnya tanah disebut juga obyek sengketa;

Sebagaimana ketentuan dalam hukum perdata, sejak hari meninggalnya pewaris/ pewasiat maka memberikan hak menguasai dan hak itu beralih kepada penerima hibah wasiat (Pasal 958 KUH Perdata). Bahwa dengan demikian mohon kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menetapkan dan menyatakan Penggugat adalah satu-satunya pemilik sah atas obyek sengketa.

Menurut Penggugat, secara sepihak dan melawan hukum Tergugat I telah membuat pewarisan berdasarkan SK Warisan Nomor-tanggal 1/06/2007 yang dibuat oleh Tergugat I selaku perorangan. Tidak ada dalam surat keterangan waris tersebut mengetahui Kepala Desa dimana Pewaris meninggal dunia dalam hal ini Kepala Desa Madegondo Kecamatan Grogol. Bahwa tindakan Tergugat membuat keterangan waris demikian telah melanggar Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang

(10)

Pendaftaran tanah bagian kelima pasal 111. Demikian perbuatan Tergugat I membuat Surat Keterangan Warisan nomor-tanggal 1/06/2007 adalah tindakan yang melawan hukum baik mengenai isi/substansi warisan maupun formalitas keterangan waris, karenanya mohon kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menyatakan bahwa Surat Keterangan Warisan nomor-tanggal 1/06/2007 yang dibuat oleh Insinyur Pudyosemedi selaku perorangan adalah cacat hukum dan dinyatakan batal demi hukum. Dengan dasar SK Warisan yang cacat hukum sebagaimana diuraikan dalam posita diatas, Tergugat I merubah / memindahkan hak kepemilikan atas objek sengketa sehingga diterbitkan oleh Tergugat VIII SHM No. 1892 Desa Madegondo luas 1513 m2a/n. Insinyur

Pudyo Semedi/ Tergugat I dalam daftar isian tertanggal 15/8/2007. Perubahan/pengalihan status kepemilikan hak atas tanah dari SHM No. 1892 Desa Madegondo seluas 1515 m2 GS No. 345/1992 tanggal 14-1-1993 a/n. Nyonya Siti Mardiana Pudyosemedi menjadi SHM No. 1892 Desa Madegondo luas 1513 m2 a/n. Insinyur Pudyosemedi / Tergugat I dalam daftar isian tertanggal 15/8/2007 didasarkan atas keterangan waris yang cacat hukum. Karenanya Penggugat memohon kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menyatakan tidak sah dan batal demi hukum perubahan status kepemilikan tanah obyek sengketa dan menyatakan SHM No. 1892 Desa Madegondo luas 1513 a/n. Insinyur Pudyosemedi / tergugat I dalam daftar isian tertanggal 15/8/2007 tidak berkekuatan hukum. Menurut Penggugat ada indikasi Tergugat berusaha mengambil keuntungan dan merugikan pihak Penggugat dan mengaburkan asal-usul tanah obyek sengketa. Hal ini dapat dilihat dari tindak lanjut dari perbuatan melawan hukum tersebut. Tanpa alas hak sah tanggal 20/7/2010 tergugat I memecah sertifikat obyek sengketa SHM No. 1892 Desa Madegondo a/n. Ir. Pudyosemedi (06/05/1950) seluas 1513 m2 menjadi 5 bidang tanah dengan sertifikat masing-masing SHM No. 03993, SHM No. 03994, SHM No. 03995, SHM No. 03996, SHM No. 03997 kesemuanya a/n. Tergugat I.

Setelah obyek sengketa dipecah menjadi 5 bidang, oleh Tergugat I bidang tanah SHM No. 03993 NIB 02246 luas 165 m2 dijual

kepada Tergugat II melalui turut Tergugat I berdasar Akta Jual Beli No. 320/2010 tanggal 08/07/2010. Pada tanggal 15/11/2011 oleh Tergugat II tanah tersebut dijual lagi kepada Tergugat III melalui Turut Tergugat II berdasarkan Akta Jual Beli No. 221/2011 tanggal 15/11/2011.

Oleh Tergugat I, bidang tanah;

a. SHM No. 03994 NIB 02245 luas 164 m2 dijual kepada Tergugat IV dengan dasar Akta Jual Beli No. 321/2010 tanggal 08/07/2010;

b. SHM No. 03995 NIB 02245 luas 164 m2 dijual kepada Tergugat V dengan dasar Akta Jual Beli No. 322/2010 tanggal 08/07/2010;

c. SHM No. 03996 NIB 02245 luas 164 m2 dijual kepada Tergugat VI dengan dasar Akta Jual Beli No. 323/2010 tanggal 08/07/2010;

d. SHM No. 03997 NIB 02245 luas 164 m2 dijual kepada Tergugat VII dengan dasar Akta Jual Beli No. 324/2010 tanggal 08/07/2010;

Tindakan Tergugat I menjual obyek sengketa kepada Tergugat II sampai dengan Tergugat VII adalah didasarkan atas alas hak yang cacat sebagaimana diuraikan dalam posita sebelumnya yang merupakan tindakan yang melawan hukum. Karenanya Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menyatakan tidak sah secara hukum dan batal demi hukum transaksi jual beli obyek sengketa dari Tergugat I kepada Tergugat II sampai dengan VII.

Oleh tergugat VIII telah diterbitkan sertifikat-sertifikat tanah;

a. SHM No. 03993 NIB 02246 luas Ds. Madegondo 165 m2 a/n. Tergugat III; b. SHM No. 03994 NIB 02245 luas Ds.

Madegondo 164 m2 a/n. Tergugat IV; c. SHM No. 03995 NIB 02244 luas Ds.

Madegondo 154 m2 a/n. Tergugat V; d. SHM No. 03996 NIB 02243 luas Ds.

Madegondo 162 m2 a/n. Tergugat VI; e. SHM No. 03997 NIB 02242 luas Ds.

Madegondo 567 m2 a/n. Tergugat VII; Didasarkan atas alas hak yang cacat hukum sebelumnya bahwa karenanya mohon Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menyatakan

(11)

sertifikat-sertifikat tersebut dinyatakan cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum. Bahwa ada sangka beralasan terhadap obyek sengketa SHM No. 1892 Desa Madegondo atas nama Ir. Pudyosemedi (06/05/1950) seluas 1513 m2 yang telah dipecah menjadi 5 bidang sertifikat masing-masing SHM No. 03993, SHM No. 03994, SHM No. 03995, SHM No. 03996, SHM No. 03997 dan telah beralih nama kepada Tergugat II sampai dengan VII akan dilakukan pengalihan status hak ataupun pemindahtanganan dalam bentuk lain. Bahwa karenanya mohon kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk meletakkan sita jaminan atas obyek sengketa.

Terhadap obyek sengketa telah menjadi atas nama para Tergugat (Tergugat III sampai dengan Tergugat VII), maka Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk menghukum para Tergugat (Tergugat III sampai Tergugat VII) atau siapapun yang menguasai obyek sengketa untuk menyerahkan obyek sengketa kepada Penggugat.

Berdasarkan analisis penulis, menurut Pasal 1666 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut, Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Berdasarkan Pasal 1666 KUHPerdata tersebut, jelas kedudukan Ibu, saat masih hidup, memberikan hibah kepada anaknya dapat dibenarkan dan cukup memiliki alasan hukum. Dalam pemberian hibah, sepanjang harta yang dihibahkan adalah miliknya sendiri, maka hibah tersebut adalah sah secara hukum. Pasal 1676 KUHPerdata menyatakan, semua orang boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu.

Perbedaan antara hibah biasa dengan hibah wasiat terletak pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu dilakukan pada waktu si penghibah masih hidup maka disebut Hibah biasa (Pasal 1666 KUHPerdata). Jika penghibahan tersebut dilakukan setelah penghibah meninggal dunia maka disebut hibah wasiat dimana penghibahan dituangkan

dalam suatu akta yang disebut Akta Hibah Wasiat (Pasal 957 KUHPerdata, Hibah Wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.

Pasal 1688 KUHPerdata menegaskan, suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut:

a. jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;

b. jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah; c. jika penghibah jatuh miskin sedang yang

diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.

Selain ketentuan diatas, untuk pembatalan hibah dapat juga dilakukan melihat dari syarat-syarat terpenuhinya hibah tersebut, apakah penghibahan tersebut telah dituangkan dalam suatu akta hibah, jika penghibahan tersebut tidak dilakukan atau dituangkan dalam suatu akta, maka anda sebagai ahli waris dapat mengajukan keberatan dan meminta Pengadilan untuk membatalkan hibah tersebut. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1682 KUHPerdata yang menyatakan, tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.

Pasal 1687 KUHPerdata : Hadiah dari tangan ke tangan berupa barang bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan dibayar atas tunduk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah bila hadiah demikian diserahkan begitu saja kepada orang yang diberi hibah sendiri atau kepada orang lain yang menerima hibah itu untuk diteruskan kepada yang diberi hibah.

Degradasi kekuatan bukti akta notaris dari otentik menjadi kekuatan bukti dibawah tangan, dan cacat yuridis akta notaris yang mengakibatkan akta notaris dapat dibatalkan

(12)

atau batal demi hukum atau non existent,

terjadi jika ada pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yaitu pada Pasal 1869 KUHPerdata, Pasal 84 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Kedua sanksi pada Pasal 1869 KUHPerdata dan Pasal 84 UU 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tersebut memiliki pengertian dan akibat hukum terhadap aktanya yang berbeda dan bersifat alternatif, dimana untuk membedakan mana pasal-pasal yang terkena sanksi akta hanya mempunyai kekuatan bukti dibawah tangan, dan sanksi akta menjadi batal demi hukum, ada batasan dan kriterianya, yaitu : a. Sanksi akta memiliki kekuatan bukti

dibawah tangan, dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tersebut dan pelanggaran terhadap bentuk atau syarat formal akta Notaris

b. Sanksi akta menjadi batal demi hukum, dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak berkaitan dengan bentuk atau syarat formal akta notaris dan dalam pasal-pasal tersebut tidak dicantumkan secara tegas sanksi atas pelanggarannya.

Menurut Herlien Budiono sebab-sebab kebatalan mencakup ketidakcakapan, ketidakwenangan bentuk perjanjian yang dilanggar, isi perjanjian bertentangan dengan UU, pelaksanaan perjanjian bertentangan dengan uu, motivasi membuat perjanjian bertentangan dengan uu, perjanjian bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan baik, cacat kehendak, dan penyalahgunaan keadaan. Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa

perlu ada permintan dan para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapa pun.

Otentisitas atau batalnya suatu akta notaris dapat menimbulkan akibat yang bervariasi kepada pihak yang ada didalamnya, yaitu;

a. Hilangnya otentisitas akta (akta notaris ikut batal), dan tindakan hukum yang tertuang didalamnya ikut batal, hal ini terjadi pada perbuatan hukum yang oleh uu diharuskan dituangkan dalam suatu akta otentik. semisal akta pendirian PT b. Akta notaris tidak ikut batal, atau perbuatan

hukum yang tertuang didalamnya tidak

ikut batal. Hal ini terjadi pada perbuatan hukum yang tidak diwajibkan oleh uu untuk dituangkan didalam suatu akta otentik, tetapi pihak-pihak yang menghendaki perbuatan hukum mereka dapat dibuktikan dengan suatu akta otentik, supaya dapat diperoleh suatu pembuktian yang kuat. c. Akta tetap memiliki otentisitas atau

tindakan hukum yang tertuang didalamnya batal. Hal ini terjadi jika syarat-syarat perjanjian tidak dipenuhi atau terjadinya cacat dasar hak yang menjadi obyek perjanjian, semisal jual beli yang dilakukan atas dasar bukti palsu.

Perjanjian yang batal mutlak dapat

juga terjadi, jika suatu perjanjian

yang dibuat tidak dipenuhi, padahal

aturan hukum sudah menentukan untuk

perbuatan hukum tersebut harus dibuat

dengan cara yang sudah ditentukan atau

tidak berlawanan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum (

Peter Mahmud Marzuki, Vol. 18. 2003. 203).

Berdasarkan paparan tersebut diatas, maka akibat hukum setelah diajukan gugatan atas akta hibah wasiat kepada Mahanani Sesanti tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku sehingga akta wasiat tanggal 10 September 2003 Nomor 3 dibuat dihadapan Notaris XXX, SH. Notaris Surakarta maka berakibat batal demi hukum.

D. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di paparkan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Prosedur pembuatan akta hibah wasiat, dalam hal pembuatan surat wasiat oleh istri, pada saat pasangan suami istri masih hidup, maka diperlukan adanya persetujuan dari pasangan yang lain, hal ini mengacu pada peraturan mengenai Harta Bersama yaitu Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Gugatan Akta Hibah Wasiat diperoleh fakta bahwa SHM No. 1892 tersebut dibeli pada tahun 1992 dimana pada saat itu antara ibu Penggugat yang bernama SITI MARDIANA masih terikat dalam perkawinan dengan Ir. PUDYO SEMEDI,

(13)

sehingga dengan mengacu pada peraturan mengenai Harta Bersama yaitu Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa terhadap tanah obyek hibah wasiat yaitu tercatat dalam SHM No. 1892 atas nama Siti Mardiana Pudyo Semedi adalah merupakan Harta Bersama, sehingga akibat hukum yang timbul adalah terhadap harta tersebut baik suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta apabila ada perbuatan hukum terhadap harta tersebut harus dilakukan dengan sepengetahuan dan atas persetujuan kedua belah pihak, sehingga dapat disimpulkan bahwa akta hibah wasiat yang dibuat di depan Notaris XXX, SH dengan Akta Wasiat nomor 3 tertanggal 10 September 2003 tidak sesuai prosedur pembuatan akta hibah wasiat.

2. Akibat hukum setelah diajukan gugatan

atas akta hibah wasiat kepada Mahanani

Sesanti tidak sesuai dengan persyaratan

dan ketentuan Pasal 36 ayat 1 dan 2

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinanyang berlaku sehingga

akta wasiat tanggal 10 September 2003

Nomor 3 dibuat dihadapan Notaris XXX,

SH. Notaris Surakarta maka berakibat

batal demi hukum sehingga perjanjian

tersebut dianggap tidak pernah ada.

Dalam hal akta hibah wasiat yang dibuat

oleh Notaris tersebut dibatalkan oleh

Pengadilan maka penerima hibah wasiat

tidak memperoleh haknya.

E.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Sebaiknya pembuat kebijakan/pemerintah dalam perbuatan hukum Hibah tidak dapat dilakukan diam-diam, harus ada perbuatan nyata atau persetujuan nyata dari Pemberi Hibah dan Penerima Hibah, dengan kata lain harus ada ikrar yang tegas dari penghibah. Perbuatan hukum berupa hibah tanah yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah adalah tidak sah, karena bertentangan dengan hukum dan hak milik orang lain, hibah yang demikian dapat dibatalkan.

2. Dalam rangka mencapai kepastian dan ketertiban hukum khususnya maka notaris

harus benar-benar memperhatikan terhadap keinginan dan kemampuan hukum dari Pembuat Hibah Wasiat dalam mengutarakan kehendak terakhirnya yang selanjutnya akan dibuat dalam Akta Wasiat. Untuk menghindari ketidakberesan maka sebelum pembuatan Akta notaris memberikan masukan dan saran hukum, serta penerangan tentang kedudukan notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik. 3. Hendaknya masyarakat ikut memahami

prosedur pembuatan Akta Hibah Wasiat karena hal ini di gunakan sebagai perlindungan hak masyarakat dan untuk menghindari adanya gugatan di kemudian hari.

Daftar Pustaka

Habib Adjie. 2013.Balai Harta Peninggalan Fungsi dan Tugas Pokoknya, Edisi Revisi 2013.

Surabaya: BHP Surabaya

Hasan Basri Nata Menggala & Sarjita.2005.

Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah.

Yogyakarta: Tugujogja Pustaka, Cetakan Kedua

Herlien Budiono. 2007.Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Irawan Soerodjo.2003.Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya:Arkola

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

M.Ali Boediarto.2005. Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah abad. Jakarta: Swa Justitia

Peter Mahmud Marzuki. Mei 2003. Batas-batas Kebebasan Berkontrak , Surabaya: Yuridika,

Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Volume 18, Nomor 3.

R. Subekti. 2002. Pokok-pokok Hukum Perdata, Internasional. Jakarta

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Yahya Harahap.2005. Hukum Acara Perdata

tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Melihat eksistensi Panggung Indie Medan dan keprofesionalan pengelolaan serta gaya musik yang ditampilkan didominasi band beraliran metal, maka penulis tertarik untuk membuat

[r]

Kurangnya perhatian yang diberikan perusahaan terhadap karyawan baik yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kesejahteraan menyebabkan turunnya semangat bekerja, sehingga penting

Analisis Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan Motivasi Kerja Karyawan di PT.. Good

PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KELUARGA BERENCANA PADA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK,

Namun dari beberapa pemilihan kata dan penyusunan kalimat ini, peneliti melihat bahwa perempuan masih menjadi sosok yang sering diposisikan sekaligus sebagai objek,

Yaitu kehilangan tegangan yang terjadi pada saat gaya prategang dialihkan ke angkur. Perlengkapan didalam angkur yang mengalami tegangan pada saat peralihan cenderung

Berdasarkan penelitian Irsyad (2005) yang menguji hubungan antara bagi hasil terhadap simpanan mudharabah dan dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bagi hasil di