• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar Hormon Testosteron Berdasarkan Usia pada Perempuan Usia Subur yang Mengalami Gangguan Menstruasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbandingan Kadar Hormon Testosteron Berdasarkan Usia pada Perempuan Usia Subur yang Mengalami Gangguan Menstruasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Kadar Hormon Testosteron Berdasarkan Usia pada

Perempuan Usia Subur yang Mengalami Gangguan Menstruasi

Davrina Rianda

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia

Abstrak

Pendahuluan: Pada usia subur, wanita akan mengalami berbagai perubahan hormonal, baik yang bersifat fisiologis ataupun patologis. Perubahan kadar hormon yang bersifat patologis, misalnya pada hormon testosteron yang berfungsi sebagai prekursor langsung estradiol, dapat bermanifestasi sebagai gangguan menstruasi.

Tujuan: Mengetahui perbandingan kadar hormon testosteron berdasarkan usia pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi.

Metode: Penelitian ini merupakan studi comparative cross-sectional analitik yang melibatkan 80 perempuan usia subur (15 - 45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Data merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan di Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2009 hingga 2011. Data pada penelitian ini diambil dari data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian ”Peranan Adiponektin terhadap Polycystic

Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”.

Hasil: Kadar hormon testosteron pada usia kurang dari 35 tahun lebih tinggi dengan median 26,67 ng/dl (min. 2,85 ng/dl; maks. 133,2 ng/dl) dibandingkan kadar hormon testosteron pada usia lebih dari atau sama dengan 35 tahun dengan median 16,19 ng/dl (min. 5,59 ng/dl; maks. 58,13 ng/dl) yang secara statistik bermakna (p=0,049). Hasil lain didapatkan kadar hormon testosteron pada subyek dengan kadar insulin puasa normal lebih tinggi dengan median 30,96 ng/dl (min. 2,85 ng/dl; maks. 133,2 ng/dl) dibandingkan kadar hormon testosteron pada subyek dengan kadar insulin puasa abnormal dengan median 20,06 ng/dl (min. 5,6 ng/dl; maks. 61,08 ng/dl) yang secara statistik bermakna (p=0,018). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kadar

(2)

testosteron berdasarkan jenis pekerjaan, gizi, dan gejala mental emosional.

Kesimpulan: Terdapat peran usia terhadap kadar hormon testosteron pada wanita usia subur yang mengalami gangguan menstruasi.

Kata Kunci: Perempuan, usia subur, hormon testosteron, gangguan menstruasi

Comparison of Testosterone Hormone Level by Age

in Women of Reproductive Age with Menstrual Disorders

Davrina Rianda

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia

Abstract

Introduction: In reproductive age, women will experience various hormonal changes, which

happen physiologically or pathologically. The pathologic changes of hormone level, such as testosterone as the direct precursor of estradiol, could be manifested as menstrual disorders.

Objectives: To compare testosterone hormone level by age in women of reproductive age with

menstrual disoders.

Methods: This is an analytic comparative cross-sectional study in 80 women of reproductive age

(15 – 45 years old) with menstrual disorders who came to Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo in 2009 until 2011. This study used secondary data which was resulted from laboratory examination and SCL-90 questionnaire from the research “Role of Adiponectin on Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) Related to Genetics, Endocrine, and Metabolic Factors”.

Results: Testosterone level in women under 35 years old is higher with median 26,67 ng/dl (min.

2,85 ng/dl; max. 133,2 ng/dl), compared to testosterone level in women aged 35 years old or above with median 16,19 ng/dl (min. 5,59 ng/dl; max. 58,13 ng/dl), which is statistically

(3)

significant (p=0,049). Another result is that the testosterone level in group with normal level of fasting insulin is higher with median 30,96 ng/dl (min. 2,85 ng/dl; max. 133,2 ng/dl), compared to testosterone level in subject with abnormal fasting insulin level with median 20,06 ng/dl (min. 5,6 ng/dl; max. 61,08 ng/dl) which is statistically significant (p=0,018). There is no significant difference in testosterone level by occupational status, nutritional status, and mental emotional symptoms.

Conclusion: Age have roles for testosterone hormone level in women of reproductive age with

menstrual disorders.

Keyword: Women, reproductive age, testosterone hormone, menstrual disorders

Pendahuluan

Usia subur merupakan masa-masa penting bagi wanita dalam kehidupan bereproduksi.1,2 Berdasarkan Data Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, prevalensi wanita usia subur golongan usia 15 – 45 tahun di Indonesia mencapai 24,49%.3 Pada usia ini, wanita mengalami berbagai perubahan hormonal yang dimaksudkan untuk persiapan wanita memasuki masa menstruasi, implantasi, kehamilan, dan paskapersalinan.1 Namun demikian, perubahan hormonal yang terjadi dapat dipengaruhi pula oleh faktor lainnya, seperti usia, jenis pekerjaan, stres mental dan emosional, gizi, serta kadar insulin.1,4,5,6,7,8

Pada masa subur, perubahan hormonal yang terjadi dapat pula bersifat patologis. Gangguan hormonal yang paling sering ditemukan pada wanita usia subur adalah sindrom polikistik ovarium.9 Jika terjadi gangguan hormonal pada usia subur, maka kadar hormon reproduksi akan terganggu keseimbangannya. Akibatnya, proses menstruasi dapat pula terganggu dan berujung pada abnormalitas siklus menstruasi.2 Nyatanya, hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata karena frekuensi gangguan menstruasi saat ini mencapai 5 - 16% wanita di dunia.10 Pada sindrom polikistik ovarium, misalnya, wanita akan cenderung mengalami oligomenore atau amenore. Karena itu, terganggunya siklus menstruasi dapat menjadi salah satu indikator adanya gangguan hormonal yang bersifat patologis.

(4)

testosteron.1,11 Hormon yang dominan ditemukan pada laki-laki ini memiliki pengaruh fisiologis

pula pada wanita, terutama pada proses ovulasi.12 Pada perifer, testosteron akan dikonversi

menjadi estrogen, suatu hormon reproduksi yang memelihara aksis hipotalamo-hipofisis dalam siklus normal sehingga wanita dapat mengalami ovulasi. Pada kadar yang tinggi, testosteron dapat menyebabkan atresia folikular.1

Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan siklus ovulatorik menjadi anovulatorik yang menyebabkan penurunan kadar testosteron.1 Nyatanya, testosteron masih dibutuhkan untuk preservasi tulang. Kadar testosteron yang rendah juga menyebabkan menurunnya libido dan tingkat energi wanita. Rasa lemas, depresi, kurangnya konsentrasi, dan perubahan mood pada wanita juga menjadi gejala terjadinya penurunan kadar testosteron.13,14

Berbagai efek yang ditimbulkan akibat menurunnya kadar testosteron kadang dianggap sebagai hal yang umum. Padahal, jika kadar testosteron dalam darah terlalu rendah, gejala-gejala yang muncul dapat sangat menganggu dan mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita.14 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan kadar testosteron pada wanita usia subur inilah yang menjadi bagian yang dapat dipertanyakan sehingga wanita dapat mengantisipasi penurunan kadar testosteron guna menjaga kualitas hidup di masa tua nantinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar hormon testosteron berdasarkan usia pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi. Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo merupakan tempat yang memungkinkan untuk diadakan penelitian karena subjek penelitian dapat menjangkau populasi target, yaitu perempuan usia subur berusia 15 tahun sampai dengan 45 tahun.

Metode

Penelitian ini merupakan studi potong lintang analitis yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Oktober hingga Desember 2012. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian “Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik” di Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling dan didapatkan 80 sampel penelitian dari populasi perempuan usia subur (15 – 45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Kriteria inklusi adalah data pasien yang bersedia ikut dalam penelitian, data pasien

(5)

Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo, dan data pasien yang berusia 15 tahun hingga 45 tahun.

Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0. Sebelum dilakukan deskripsi karakteristik, data yang ada diuji normalitas dengan uji

Kolmogorov-smirnov/Shaporo-will. Karena sebaran data yang ada tidak normal (p<0,005), maka

data akan disajikan dalam bentuk median disertai nilai minimal dan maksimal. Analisis yang dilakukan adalah analisis bivariat dengan uji Mann-Whitney untuk membandingkan median kadar testosteron pada subyek dengan berbagai kategori, yaitu usia, jenis pekerjaan, status gizi, gejala stres mental emosional, dan kadar insulin puasa. Seluruh data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Hasil

Karakteristik deskriptif data penelitian berdasarkan kondisi sosiodemografi dapat dilihat pada tabel 4.1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan status gizi, gejala stres, kadar insulin puasa, dan kadar hormon testosteron secara terperinci dilihat pada tabel 4.2. Kisaran normal insulin puasa adalah 5 – 20 µU/ml. Lingkar perut dalam batas normal jika kurang dari 80 cm.

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Sosiodemografi

Kriteria Mean ± SD

(Median: Min – Max)

Frekuensi (%) Usia (tahun) (28,5 tahun: 18 – 42 tahun)

Kurang dari 35 tahun 52 (65,4)

Lebih dari atau sama dengan 35 tahun 28 (34,6) Pekerjaan Pekerja lapangan 25 (31,3) Pekerja administratif 55 (68,7) Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA 1 (1,2) 2 (2,5) 15 (18,8)

(6)

Tamat D3 Tamat S1 Tamat S2 21 (26,3) 36 (45) 5 (6,2)

Berdasarkan data di atas, didapatkan subyek berusia kurang dari 35 tahun sebanyak 53 orang (65,43%). Jumlah ini lebih banyak dibandingkan subyek dengan usia lebih dari sama dengan 35 tahun yaitu sebanyak 28 subyek (34,57%). Median usia subyek adalah 28,5 tahun dengan usia minimum 18 tahun dan usia maksimum adalah 42 tahun. Pada data pekerjaan subyek, didapatkan sebanyak 55 subyek (68,75%) merupakan pekerja administratif dan 25 subyek (31,25%) merupakan pekerja lapangan. Sementara itu, pada data pendidikan, didapatkan sebaran subyek terbanyak pada pendidikan tamat S1. Sebaran pendidikan dengan jumlah paling kecil didapatkan pada tamat SD.

Tabel 4.2 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Status Gizi, Gejala Mental Emosional, Kadar Insulin Puasa, dan Kadar Testosteron

Kriteria Mean ± SD

(Median: Min – Max)

Frekuensi (%)

IMT 26,02 ± 5,09 kg/m2

Gizi tidak berlebih 26 (32,5)

Gizi berlebih 54 (67,5)

Lingkar Perut 83,08 ± 10,59 cm

Normal 32 (40)

Abnormal 48 (60)

Gejala Mental Emosional

Stres 27 (33,8)

Tidak stres 53 (66,2)

Kadar Insulin Puasa (8,50 µU/ml: 2 µU/ml - 42 µU/ml) Normal 52 (65) Abnormal < 5 µU/ml 28 (35) 23 (28,8)

(7)

> 20 µU/ml 5 (6,2) Kadar Testosteron (26,13 ng/dl: 2,85 ng/dl

-133,20 ng/dl)

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa frekuensi subyek dengan usia di bawah 35 tahun adalah 52 dari 80 subyek atau mencapai 65,4% dari keseluruhan subyek usia subur. Pada tabel 4.3, median kadar testosteron pada usia kurang dari 35 tahun (26,67 ng/dl) lebih tinggi dibandingkan median kadar testosteron pada subyek usia lebih dari atau sama dengan 35 tahun (16,19 ng/dl). Uji yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kategori kadar testosteron dengan faktor usia adalah uji Mann-Whitney karena persebaran data kadar testosteron yang tidak normal. Hasil uji kemaknaan yang didapatkan adalah p = 0,049 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara subyek usia di bawah 35 tahun dengan subyek usia lebih dari sama dengan 35 tahun berdasarkan kadar testosteron.

Tabel 4.3 Perbandingan Kadar Testosteron dengan Faktor Usia, Jenis Pekerjaan, Gizi, Gejala Mental Emosional, dan Kadar Insulin Puasa Subyek

Median (Min, Max) Kadar Testosteron

(ng/dl)

Uji Kemaknaan

Usia Kurang dari 35 tahun 26,67 (2,85; 133,2)

p = 0,049 Lebih dari atau sama

dengan 35 tahun 16,19 (5,59; 58,13) Jenis Pekerjaan Pekerja lapangan 25,77 (2,85; 59,94) p = 0,329 Pekerja administratif 26,67 (5,59; 133,2)

Gizi Tidak berlebih 25,97 (6,37; 133,2)

p = 0,902 Berlebih 26,59 (2,85; 68,7) Gejala Mental Emosional Stres 22,19 (5,6; 133,2) Tidak stres 28,12 (2,85; 91,96) p = 0,063 Kadar Insulin Puasa Normal 30,96 (2,85; 133,2) Abnormal 20,06 (5,6; 61,08) p = 0,018

(8)

Diskusi

Dari 80 subyek, didapatkan 52 subyek (65,43%) berusia kurang dari sama dengan 35 tahun dan 28 subyek (34,57%) berusia di atas 35 tahun. Median kadar testosteron pada subyek usia kurang dari sama dengan 35 tahun (26,67 ng/dl) lebih tinggi dibandingkan median kadar testosteron pada subyek dengan usia di atas 35 tahun (16,19 ng/dl). Berdasarkan uji Mann-Whitney, didapatkan p = 0,049 sehingga perbedaan median tergolong berbeda bermakna (p < 0,05).

Hasil yang didapatkan peneliti serupa dengan penelitian yang dilakukan Sowers15, dkk pada tahun 2001. Pada penelitian tersebut, didapatkan rerata kadar testosteron plasma yang menurun seiring dengan bertambahnya usia. Menjelang masa reproduksi wanita, yaitu berkisar antara usia 15 – 46 tahun, terjadi maturasi folikel yang khas seperti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Uterus telah siap memasuki masa menstruasi, implantasi, kehamilan, dan paska persalinan. Berkaitan dengan GH yang dipengaruhi steroid seks, pertumbuhan tulang akan berhenti setelah usia 30 tahun. Selanjutnya, akan terjadi penurunan densitas masa tulang sekitar 0,7% per tahun.1,16

Perubahan kadar testosteron dikaitkan dengan masa memasuki klimakterium. Masa ini diawali dengan adanya penurunan sekresi inhibin oleh folikel-folikel ovarium pada usia 35 tahun dan menjadi lebih cepat saat memasuki usia 40 tahun. Adanya penurunan ini memungkinkan peningkatan FSH yang menunjukkan berkurangnya kemampuan dan reaktivitas folikel terhadap stimulasi karena ovarium yang menua.6 Hal ini menandai masa anovulasi pada wanita. Kondisi

tersebut menunjukkan, seiring dengan bertambahnya usia, kadar testosteron akan menurun secara perlahan akibat adanya penurunan produksi.

Pada proses penuaan, terjadi pula peningkatan kadar SHBG.1,17 Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar zat penginhibisi SHBG di hepatosit, seperti GH dan IGF-1. Peningkatan ini mengakibatkan menurunnya bioavailabilitas testosteron, sehingga menurun pula kadar testosteron yang dapat berikatan dengan reseptornya.

Kesimpulan dan Saran

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar hormon testosteron pada wanita dengan gangguan menstruasi yang berusia kurang dari 35 tahun lebih tinggi dengan median 26,67 ng/dl

(9)

(min. 2,85 ng/dl; maks. 133,2 ng/dl) dibandingkan kadar hormon testosteron pada usia lebih dari atau sama dengan 35 tahun dengan median 16,19 ng/dl (min. 5,59 ng/dl; maks. 58,13 ng/dl) yang secara statistik bermakna (p=0,049). Oleh karena itu, pada masa mendatang disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai efek terapi pemberian testosteron pada wanita dengan gangguan menstruasi yang memiliki kadar testosteron rendah atau dengan gejala hipoandrogenisme

Daftar Pustaka

1. Noerpramana NP. Perempuan dalam berbagai masa kehidupan. Dalam: Anwar M, editor. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. hlm. 92-109.

2. Healthy Women. Menstrual Disorders. Diakses pada 5 November 2012. Diunduh dari: http://www.healthywomen.org/condition/menstrual-disorders

3. Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin indonesia. Diunduh dari: http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?

tid=336&wid=0

4. Zitzmann M, Nieschlag E. Testosterone levels in the healthy men and the relation to behavioural and physical characteristics: facts and constructs. European Journal of Endocrinology. 2001;144:183-97.

5. Dabbs JM. Testosterone and occupational achievement. Social Forces. Maret 1992;70(3):813-24.

6. Feldman HA, Longcope C, Derby CA, Johannes CB, Araujo AB, Coviello AD, et al. Age trends in the level of serum testosterone and other hormones in middle-aged men: longitudinal results from the massachusetts male aging study. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2002;87(2):589-98.

7. Nestler JE, Jakubowicz DJ. Decreases in ovarian cytochrome P450c17a activity and serum free testosterone after reduction of insulin secretion in polycystic ovary syndrome. The New England Journal of Medicine. 1996;335(9):617-23.

8. Veldhuis JD, Pincus SM, Garcia-Rudaz MC, Ropelato MG, Escobar ME, Barontini M. Disruption of the synchronous secretion of leptin, LH, and ovarian androgens in nonobese

(10)

adolescents with the polycystic ovarian syndrome. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism. 2001;86(8):3772-8.

9. Ma YM, Li R, Zhang XW, Wang SY, Zhang QF, Li L, et al. Characteristic of abnormal menstrual cycle and polycystic ovary syndrome in community and hospital populations. China Medical Journal. Aug 2010;123(16):2185-9.

10. Walraven G, Ekpo G, Coleman C, Scherf C, Morison L, Harlow SD. Menstrual disorders in rural Gambia. Stud Fam Plann. 2002;33:261–8.

11. Speranda Z, Papic Z. Effect of increased testosterone level on woman’s fertility. Diabetologia Croatica. 2004;33(2):53-7.

12. Jakiel G, Baran A. Androgen deficiency in women. Endokynol Pol. November 2005;56(6):1016-20.

13. Bachmann GA. The hypoandrogenic woman: pathophysiologic overview. April 2002;77(4):S72-6.

14. Morley JE, Perry HM. Androgens and women at the menopause and beyond. Journal of Gerontology. 2008;58A(5):409-36.

15. Sowers MF, Beebe JL, McConnell D, Randolph J, Jannausch M. Testosterone concentrations in women aged 25–50 years: associations with lifestyle, body composition, and ovarian status. American Journal of Epidemiology. 2001;153(3):256-64.

16. Khosla S, Melton LJ, Atkinson EJ, O’fallon WM, Klee GG, Riggs L. Relationship of serum sex steroid levels and bone turnover markers with bone mineral density in men and women: a key role for bioavailable estrogen. 1998;83(7):2266-74.

17. Gouras GK, Xu H, Gross RS, Greenfield JP, Hai B, Wang R, et al. Testosterone reduces neuronal secretion of alzheimer’s β-amyloid peptides. Proceedings of the National Academy of Sciences. Februari 2000;97(3): 1202-5.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Sosiodemografi
Tabel  4.2  Karakteristik  Subyek  Penelitian  Berdasarkan  Status  Gizi,  Gejala  Mental  Emosional, Kadar Insulin Puasa, dan Kadar Testosteron
Tabel 4.3 Perbandingan Kadar Testosteron dengan Faktor Usia, Jenis Pekerjaan, Gizi,  Gejala Mental Emosional, dan Kadar Insulin Puasa Subyek

Referensi

Dokumen terkait

212 Dirancanglah sebuah program menggunakan program Visual Basic 6.0 dan databasenya menggunakan MySQL untuk mempermudah pihak rumah sakit untuk melayani

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa meskipun siswa mempersepsikan dirinya memiliki kapasitas yang cukup untuk membaca, namun ada suatu potensi yang

Adapun saran-saran yang ingin peneliti sampaikan berkenaan dengan hasil penelitian yaitu (1) karena keterampilan menulis karangan siswa kelas V SDN 04 Hulu Sungai masih

Hingga akhir Februari 2018, kondisi suhu permukaan laut di perairan Indonesia, pada umumnya berada pada kondisi netral dengan anomali suhu berkisar -1°C s/d

Walaupun kriteria-kriteria tersebut akan lebih didetailkan sesuai dengan kondisi ekosistem daerah masing-masing namun dengan kriteria lingkungan seperti yang telah

61 Sulianto, ©Algoritma Genetik Untuk Meningkatkan Kinerja Model Tangki Standar Pada Analisa Transformasi Data Hujan Menjadi Data Aliran Sungai. 60 Media Teknik Sipil, Volume 10,

Dengan memperkirakan tingkat pengaruh pihak-pihak ini terhadap Dengan memperkirakan tingkat pengaruh pihak-pihak ini terhadap khalayak sasaran utama, komunikator

disesuaikan dengan tanggal pembelian kamu. Misalnya jika harga emas disesuaikan dengan tanggal pembelian kamu. Harga inilah yang emas, kamu harus membayar seharga Rp540.000,00.