• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GEOLOGI REGIONAL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geologi Regional Pulau Papua 2.1.1 Tatanan Tektonik Regional

Lapangan Jefta terletak di bagian Barat Laut Pulau New Guinea yang biasa disebut daerah Kepala Burung (Bird’s Head region). Pola sesar yang ada di daerah ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Evolusi tektonik dari pembentukan Kepala Burung merupakan hasil interaksi dua lempeng atau yang biasa disebut sebagai collision akibat interaksi antara busur kepulauan dengan lempeng benua yang terjadi selama masa Kenozoikum (Darman dan Sidi,2000). Interaksi collision ini bersifat oblique convergence antara Lempeng Pasifik hampir membentuk sudut 2460 terhadap lempeng Australia (van Ufford, 1996 dalam Sapiie, 1998)

Gambar 2.1 Elemen struktur pada daerah Kepala Burung menunjukan batas struktur dari Kepala Burung : zona

patahan Sorong di bagian Utara dan zona patahan Tarera-Aiduna di Selatan. Lenggur fold-and-thrust zone di

bagian Timur dan dan Seram fold-and-thrust zone bagian barat (Syafron,2011).

(2)

8 Ilmuwan kebumian pada umumnya sependapat bahwa pada awalnya Pulau Papua merupakan

passive margin dari lempeng Australia berdasarkan endapan karbonat yang cukup luas saat Mesozoikum Awal – Kenozoikum Akhir selain itu perubahan litologi, yaitu dari endapan batugamping menjadi silisiklastik hasil dari orogenesa saat Miosen Akhir.

Aktivitas tektonik di Pulau Papua dibagi menjadi dua periode :  Periode sebelum collision

Periode sebelum collsiion (akhir Paleozoikum – Oligosen )menunjukan suatu periode geologi ketika batuan di Pulau Papua dipercaya sebagai bagian dari Kerak Australia. Detil mengenai endapan sedimen pre-collision yang dapat dideduksi melalui penelitian dari tren umum cekungan dari kerak Australia Utara.

Terdapat horst dan graben berarah NW-SE yang terbentuk akibat rifting kala Jurasik Awal. Keberadaan sesar anjak dan lipatan berarah NW-SE diinterpretasikan sebagai reaktivasi dari patahan yang terbentuk kala rifting

yang dimulai saat Jurasik. Pola ketebalan isopak dari Jurasik hingga Oligosen yang berarah NW-SE mendukung teori Henage (1993) tentang teori non-rotational)

 Periode setelah collision

Periode setelah collision menunjukan periode waktu geologi setelah collision

pada bagian utara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik (Hamilton, 1979).

Terdapat dua teori yang dikemukakan mengenai tahap collision ini yaitu : satu kali tahap

collision ( Single Collision ), serta dua kali tahap collision (Double Collision) dalam Sapiie (1998).

Teori pertama menjelaskan bahwa terjadi satu kali tahap collision dan disebut sebagai

Melanesian Orogeny yang terjadi dari Miosen Akhir (Dow dkk, 1988, dalam Sapiie, 1998). Namun berdasarkan penentuan umur batuan metamorf di bagian utara Pulau New Guinea dan daerah busur kepulauan didapatkan umur batuan adalah Oligosen Awal yang berarti collision

berlangsung pada awal Oligosen ini (Pigram dkk, 1988; Davis,1990; dalam Sapiie,1998). Untuk menjelaskan hal ini Dow dkk. menyimpulkan bahwa Pulau New Guinea merupakan hasil dari Island Arc-Continent Collision yang dimulai pada saat Oligosen dan kemudian terjadi tumbukan lagi saat Miosen.

(3)

9 Teori yang kedua menjelaskan terjadi dua kali proses collision di Pulau Papua, dikemukakan oleh Van Ufford (1996), dalam Sapiie (1998) yang dilakukan berdasarkan pengamatan di sepanjang jalan Gunung Bijih Mining Access (GBMA). Dua kali collision tersebut disebut sebagai Orogenesa Peninsula dan Orogenesa Pegunungan Tengah. Orogenesa Peninsula terjadi pada bagian Ekor Pulau Papua (Bird’s Tail) saat Eosen – Oligosen. Orogenesa Pegunungan Tengah terjadi saat Miosen Tengah dan terjadi pada skala regional di seluruh Pulau Papua. Orogenesa Pegungan Tengah dibagi menjadi dua tahap : tahap sebelum

collisio,collision diawali dengan menunjamnya lempeng Australia ke bawah lempeng Samudera Pasifik, hingga terjadi pengangkatan (Buldozing) endapan passive margin lempeng Australia dan terjadi proses metamorfisme regional yang disebabkan aktifitas penunjaman lempeng ini, lalu tahap Post-collision, yang diawali dengan berhentinya proses penunjaman karena terganjalnya lempeng saat menumbuk batuan alas (basement) dari litosfer lempeng Australia, sehingga menyebabkan pengangkatan secara vertikal batuan sedimen lempeng Australia sekitar 1-2 km dan juga penipisan lempeng. Penipisan lempeng inilah yang memberi tempat agar magma dari atmosfer dapat naik dan menerobos puncak dari kompleks Pegunungan Tengah Papua. Pemodelan tektonik ini dinamakan Collisional Delamination. Perubahan pergerakan lempeng Samudera Pasifik terhadap lempeng Australia yang dipengaruhi oleh dua kali proses orogenesa tersebut menyebabkan terjadinya perubahan arah tegasan utama yang berpengaruh pada awal pergerakan N 2460E berubah menjadi N2700E pada empat juta tahun yang lalu (Sapiie, 1998). Perubahan arah pergerakan lempeng ini juga diikuti oleh perubahan arah tegasan utama yang merubah sistem struktur geologi di Pulau New Guinea.

Papua merupakan provinsi yang terletak di Timur Indonesia dan berbatasan langsung dengan New Guinea. Kepulauan Papua merupakan bagian dari lempeng Australia (Gambar 2.2). Berdasarkan batuan asal penyusun Pulau Papua, secara umum pulau ini dibagi menjadi tiga satuan geologi (Pieters dkk., 1983), yaitu :

a. Satuan Samudera (Oceanic Province)

Satuan ini terdiri dari kompleks batuan ofiolit, serta kompleks busur kepulauan sebagai bagian dari lempeng samudera Pasifik, berada di sebelah utara Kompleks Pegunungan Tengah.

(4)

10 b. Satuan Benua ( Continental Province )

Satuan ini tersusun dari batuan sedimen yang berasal dari lempeng Australia dan berada di sebelah selatan Kompleks Pegunungan Tengah.

c. Satuan Transisi (Transitiion Province )

Satuan ini tersusun dari batuan metamorfik yang dihasilkan dari proses metamorfisme interaksi antar lempeng Australia dan lempeng Samudera Pasifik.

Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Pulau Papua (Nugrahanto,2010)

(5)

11 Empat episode tektonik utama (Gambar 2.3) yang terjadi pada daerah Utara dan Barat Daya lempeng Australia, termasuk Irian Jaya dan Papua New Guinea (Henage, 1993) :

Rifting pada Jurasik Awal di sepanjang batas Utara Lempeng Australia (Kepulauan New Guinea ) membentuk Northern Rift.

Rifting pada Jurasik Awal di sepanjang Barat daya Australia, termasuk failed Aru Trough, menghasilkan NW Shelf Rift;

Collision antara lempeng Pasifik dan lempeng Australia dengan subduksi pada New Guinea Trench membentuk pegunungan lipatan Papua dan Lengguru (Papuan and Lengguru Foldbelts) pada umur Neogen

Collision antara busur Banda dengan lempeng Australia membentuk busur Kumawa-Onin-Misool.

Bagian kepala burung hingga daerah Timur Papuan Foldbelt ditunjukan oleh satu episode

rift system dan collision. Dengan mengacu pada lempeng Australia, terdapat beberapa hipotesis pergerakan relatif dari Kepala Burung (Gambar 2.4):

 Perputaran clockwise pada Kapur Akhir; atau perputaran anti-clockwise pada Miosen Akhir hingga Miosen Tengah (Giddings dkk, 1985; dalam Henange, 1993);

Fixed position (Henage, 1993);

 Gabungan dari beberapa benua-mikro dengan sejarah yang berbeda (Pigram dan Panggabean, 1981).

Arah-arah struktur di Kepala Burung membentuk beberapa kelurusan: W-NW ditunjukan oleh sistem sesar anjakan Misool-Onin, N-S atau arah Lengguru; NW sebagaimana yang ditunjukan oleh punggungan Sekak, Inawatan, Puragi dan Ayot dan terakhir E-W ditunjukan oleh sesar Sorong.

(6)

12

(7)

13 G a mb a r 2 .4 Mo d el T ek to n ik Kep ala B u ru n g ( Sap iie , 2 0 1 0 )

(8)

14

2.1.2 Stratigrafi Regional Papua

Stratigrafi regional Pulau Papua dapat dijelaskan berdasarkan penelitian pada daerah Kompleks Pegunungan Tengah New Guinea. Pada kompleks Pegunungan Tengah terdapat 4 sikuen pengendapan batuan sedimen, yaitu : pre-rift, syn-rift, post-rift, serta syn-orogenic

(Pigram dan Panggabean, 1984 dalam Darman dan Sidi, 2000). Sikuen pre-rift dimulai pada pra-Kambrium hingga Devon, dimana pada saat itu diendapkan Fm. Awigatoh, Fm. Kariem, Fm. Tuaba dan Fm. Modio. Sikuen syn rift secara tidak selaras diendapkan pada umur Permian hingga Jura Awal, dan terdiri dari Fm. Aiduna dan Fm. Tipuma. Ketebalan dari sikuen ini sangat bervariasi sehingga beberapa ahli menginterpretasikan bahwa hal tersebut sebagai produk pembentukan yang mengindikasikan rifting di bagian utara lempeng Australia. Sikuen post-rift diwakili oleh kelompok Kembelangan yang diendapkan pada Jura-Kapur. Sikuen ini terdiri dari batuan silisiklastik yang diendapkan selaras di atas sikuen sebelumnya. Kelompok Batugamping New Guinea diendapkan Paleogen hingga Neogen dan selaraas di atas kelompok Kembelangan (Sapiie, 1998), terdiri dari batuan karbonat yang menandakan terbentuknya paparan yang stabil dari lempeng Australia. Fm. Buru mewakili sikuen syn-orogenic yang dicirikan oleh endapan silisiklastik dan vulkanik di Pegunungan Tengah Papua (van Ufford, 1996 dalam Sapiie, 1998).

Kelompok Kembelangan terdiri dari batuan sedimen klastik dan batuan karbonat ( kalkarenit, biokalkarenit, kalsilutit, calcareous, batupasir, mikrit, dan biomikrit ) yang merupakan kumpulan dari empat formasi yaitu Fm. Kopai, Fm. Woniwogi, Fm. Piniya, dan Fm. Ekmai (Pigram dan Panggabean; Dow dkk., dalam Sapiie, 1998) tebal keseluruhan dari Kelompok Kembelangan diperkirakan 1200-1800m.

Kelompok Batugamping New Guinea terletak selaras di atas kelompok Kembelangan, terdiri dari empat formasi dan tebal hingga 1000m. Urutan formasi dari tua ke muda yaitu, Fm.Waripi, Fm. Sirga serta Fm. Kais.

2.2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN BINTUNI 2.2.1 Cekungan Bintuni

Cekungan Bintuni terbentuk saat Tersier Akhir, yang mengalami perkembangan selama Plio-Pleistosen bersamaan dengan pengangkatan pegunungan lipatan Lengguru (Lengguru Foldbelt) di sebelah Timur dan Tinggian Kemum sebelah Utara (Dolan dan Hermany,1988). Pigram dan Panggabean (1981) beranggapan bahwa cekungan Bintuni berumur lebih tua dari

(9)

15 yang telah disampaikan diatas, setidaknya berumur Trias. Proses terbentuknya Kepala Burung yang didalamnya terdapat cekungan Bintuni merupakan sesuatu yang masih diperdebatkan. Menurut Pigram & Davies (1987) dalam Dolan & Hermany (1988) Kepala Burung terdiri dari sejumlah terrane.Kemum terrane merupakan bagian Gondwana setidaknya hingga Jura Akhir. Kemum dan Misool terrane kemudian menyatu pada Oligosen Akhir, dibuktikan dengan adanya perlipatan dari batuan yang diatasnya. Kemudian terrane

ini menyatu dengan adanya Lengguru terrane pada Miosen Akhir sehingga membentuk mikrokontinen Kepala Burung seperti saat ini.

 Batuan Dasar Paleozoikum

Batuan berumur Paleozoikum dapat dijumpai tersingkap di pegunungan timur laut Kepala Burung yag dikenal dengan Tinggian Kemum. Di bagian Kepala Burung , lapisan batuan tertua berupa Formasi Kemum yang terdiri dari batuan sabak, filitik dan sedikit kuarsit. Formasi ini diintrusi oleh biotit granit (Melaiurna Granite) berumur Karbon. Di atas Formasi Kemum diendapkan secara tidak selaras diatas Kelompok Aifam.

 Kelompok Aifam merupakan kelompok batuan yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal di bagian bawahnya hingga lingkungan fluvio-deltaik ke arah atas. Kelompok Aifam terdiri dari tiga formasi : Formasi Aimau, Aifat Mudstone, dan Formasi Ainim (Dow dkk, dalam Sapiie, 1998). Kelompok ini terdeformasi kuat dan termetamorfkan di daerah Kepala Burung. Di Cekungan Bintuni, Formasi Tipuma diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Aifam (Biantoro dan Luthfi , 1999 dalam Darman dan Sidi, 2000)

 Sedimen Mesozoikum hingga Kenozoikum

Formasi Tipuma tersebar luas di daerah Papua, mulai dari Barat Daya Kepala Burung hingga ujung paling Timur. Visser dan Hermes (1962) dalam Darman (2000) yang pertama kali menamakan formasi ini sebagai Formasi Tipuma. Formasi Tipuma dicirikan oleh batuan yang berwarna merah dengan sedikit bintik-bintik yang berwarna hijau terang. Formasi Tipuma diendapkan pada lingkungan fluvial selama periode rifting kerak benua (Pigram dan Panggabean, 1983. Pengamatan di lapangan menunjukan perubahan ketebalan formasi searah jurus lapisan (van Ufford, 1994 dalam Darman dan Sidi, 2000). Penampakan ini diinterpretasikan sebagai topografi

horst dan graben yang dihasilkan dari extension aktif. Umur Formasi Tipuma berdasarkan posisi stratigrafi, Trias-Jura Awal. Pigram dan Panggabean (1981)

(10)

16 menyatakan bahwa kontak antara Formasi Tipuma dan Kelompok Kembelengan adalah ketidakselarasan berupa post-breakup unconformity.

 Kelompok Kembelangan

Kelompok Kembelangan dapat ditemui di Kepala Burung hingga Platform Arafura dan secara regional satuan ini diendapkan pada tepi bagian Utara dari Lempeng Australia selatan masa Mesozoikum (Visser dan Hermes, 1962; Dow dkk, 1988 dalam Sapiie 1998). Pigram dan Panggabean (1981) membagi Kelompok Kembelengan menjadi 4 (empat) formasi : Formasi Kopai, Woniwogi Sandstone, Piniya Mudstone dan Ekmai Sandstone.

Di Kepala Burung, Kelompok Kembelengan dapat dibagi menjadi empat formasi. Bagian paling dari kelompok ini dikenal dengan Formasi Jass. Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan. Pada Lower Kembelangan, bagian atas Kelompok Kembelangan terdiri dari perselingan serpih karbonatan dengan batulempung, dan batupasir halus kuarsa glaukonitan dan sedikit serpih. Kelompok ini diendapkan pada sikuen passive margin yanng terendapkan secara selaras diatas sikuen rift Trias Formasi Tipuma (Dow dkk, 1988 dalam Sapiie, 1998). Kontak antara Formasi Waripi dan Kelompok batugamping New Guinea berupa kontak keselarasan

 Kelompok batugamping New Guinea

Selama masa Kenozoikum, terutama anatara periode Kapur hingga batas Kenozoikum, Pulau Papua New Guinea dicirikan oleh pengendapan batuan karbonat yang dikenal dengan nama Kelompok Kembelengan ( Visser dan Hermes, dalam Darman dan Sidi, 2000). Di Papua Tengah, NGLG pada umumnya dibagi menjadi empat formasi.

Formasi Waripi yang terletak pada bagian dasar berumur Paleosen hingga Eosen formasi ini terdiri dari fosiliferous doloston, batupasir kuarsa, dan sedikit batugamping. Formasi Waripi diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dan kondisi lingkungan berenergi tinggi. Formasi Waripi memiliki kontak gradasi dengan Batugamping Yawee dan Baupasir Ekmai yang berumur Kapur Akhir (Pieters dkk, 1983).

Formasi Faumai berumur Eosen terendapkan secara selaras di atas Formasi Waripi. Formasi ini terdiri Batugamping tebal ( lebih dari 15 m), batugamping masif dan

(11)

17 sedikit lapisan batupasir kuarsa yang mengandung foraminifera, batugamping napalan, dolostone dan sedikit lapisan batupasir kaya kuarsa dengan ketebalan lebih dari 5m. Formasi Faumai diendapkan pada lingkungan laut dangkal, berenergi sedang. Formasi Sirga berumur Oligosen Awal diendapkan secara selaras diatas Formasi Famuai. Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa yang mengandung foraminifera, memiliki ukuran butir sedang hingga kasar dan serpih yang pada bagian tertentu kaya akan kerikil. Formasi Sirga diendapkan pada lingkungan fluvial hingga laut dangkal setelah sebelumnya tidak terjadi pengendapan. Formasi ini merupakan satu-satunya formasi silisiklastik yang diendapkan di Papua antara Eosen hingga Eosen Tengah. Pigram dan Panggabean (1981) menamakan formasi ini sebagai Anggota Adi. Pengendapan formasi Sirga merupakan hasil peristiwa trasngresi yang diikuti oleh penurunan muka laut pada kala Oligosen karena adanya aktifitas orogen di bagian timur New Guinea (van Ufford, 1994 dalam Darman, 2000).

Formasi Kais berumur Oligosen hingga Miosen Tengah yang diendapakan secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama terdiri dari batugamping formaminifera perselingan batulanau, batuserpih karbonan, dan batubara. Formasi Kais diendapkan pada lingkungan shelf carbonate yang berenergi rendah-tinggi. Analisa biostratigrafi menunjukan urutan lapisan batuan yang termuda berumur 15 Ma (van Ufford, 1996 dalam Darman, 2000). Di bagian Kepala Burung, Formasi Kais menunjukan kompleks reef yang berupa fasies reef platform dan patch. Formasi Kais sebagian menjari dan selaras dibawah Klasafet.

Sedimentasi pada Kenozoikum Akhir

Sedimentasi pada Kenozoikum Akhir di batuan dasar (Basement) Benua Australia dicirikan oleh sikuen silisklastik dengan ketebalan kilometer yang menutupi sikuen karbonat berumur Miosen Tengah (Visser dan Hermes; Dow dkk., dalam Sapiie, 1998). Di Papua, telah dikenal tiga formasi utama dan semuanya itu memiliki kesamaan umur dan litologi (Pieters, 1983). Formasi tersebut adalah formasi Klasaman, Formasi Steenkool dan Formasi Buru.

(12)

18

Gambar 2.5 Stratigrafi Seram-Bintuni-Lengguru (Nugrahanto, 2010)

Saat Kapur Awal terbentuk instrusi granit pada bagian utara Passive Margin dari kerak Australia yang akhirnya membentuk Tinggian Kemum. Tinggian Kemum ini dipercaya sebagai sumber sedimentasi saat Paleosen pada daerah penelitian.

2.3 Geologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan Bintuni yang merupakan cekungan penghasil hidrokarbon., daerah penelitian terletak di bagian selatan Kepala Burung, Papua Barat. Secara administratif, daerah penelitian merupakan wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.

(13)

19 Cekungan Bintuni dibagian utara dibatasi oleh Tinggian Kemum dan Sesar Sorong, dibagian Timur dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Bagian selatan dibatasi oleh Sesar Tarera-Aiduna. Bagian barat dibatasi oleh Antiklin Onin-Kumawa.

2.3.1 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Data seismik 2D pada daerah penelitian tidak begitu baik, maka pada penelitian ini penulis mendapat data peta top strucutre dari interval Paleosen yang dihasilkan dari data seimsik 3D untuk melihat geometri dari perangkap pada daerah penelitian.

Gambar 2.6 Peta top structure interval daerah penelitian (PT BP Indonesia, 2011)

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua sesar geser pada penelitian yang berarah Barat- Timur (E-W). Yang saya interpretasikan terjadi akibat kompresi pada saat Oligosen. Sesar tersebut tidak mempengaruhi pengendapan sedimen pada daerah penelitian. Perangkap hidrokarbon berupa perangkap 4 way dip fault dependent berarah NW-SE.

(14)

20

2.3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

(15)

21 Tatanan stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda terdiri dari Formasi Kemum, Formasi Tipuma, Kelompok Batugamping New Guinea, Formasi Daram-Waripi dan Formasi Kais:

Formasi Kemum

Formai Kemum terdiria atas batuan dasar berupa batuan metamorf berupa sabak, phyllite, dan kuarsit (Dow dkk, dalam Sapiee, 1998)

Formasi Tipuma

Formasi Tipuma terdiri atas batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan diendapkan pada lingkungan fluvial-deltaik.

Kelompok Batu Gamping New Guinea

Kelompok Batu Gamping New Guinea terdiri atas batugamping, batulempung dan serpih-lanauan.

Formasi Daram-Waripi

Formasi Dara-Waripi terdiri atas batupasir warna abu-abu terang, membundar-membundar tanggung, sorting buruk, kemas tertutup, karbonatan / non karbonatan, mineral glaukonit, kuarsa, struktur sedimen laminasi sejajar, silang silur, graded bedding.

Batulempung warna abu-abu gelap – kemerahan, karbonatan/non karbonatan.

Diendapkan pada lingkungan laut dalam berdasarkan kelimpahan fosil arenaceous benthonik (contoh : Ammobaculites sp.)

Formasi Kais

Batugamping foraminifera, perselingan batulanau. (Van Ufford, 1996 dalam Darman ,2000)

Gambar

Gambar 2.1 Elemen struktur pada daerah Kepala Burung menunjukan batas struktur dari Kepala Burung : zona  patahan Sorong di bagian Utara dan zona patahan Tarera-Aiduna di Selatan
Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Pulau Papua (Nugrahanto,2010)
Gambar 2.4 Model Tektonik Kepala  Burung (Sapiie , 2010)
Gambar 2.6 Peta top structure interval daerah penelitian (PT BP Indonesia, 2011)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pernrogramannyc ditindak-lanjuti oleh programer pada fase rancangan dalam bentuk konsultasj dan evaluasi bersama dengan klien dan arsitek selalma proses perancangan

34 Suyud Margo, Op.cit, Hlm.. oleh pengenalan masyarakat kepada merek tersebut, yang menunjukan bahwa pemilik merek itu adalah produsen dari barang yang bersangkutan. Kepentingan

Wilmar International Multimas Nabati Sulawesi, Bitung No 1.4414° 125.16171° JL. Madidir Kelurahan Paceda Kecamatan Madidir Kota Bitung, North Sulawesi x x Wilmar International

[r]

Sekretariat Daerah merupakan unsur staf yang mempunyai tugas dan kewajiban penyusunan kebijakan dan mengoordinasikan Dinas Daerah dan yang menuntut pejabat/ pegawai

(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata,

Sejalan dengan itu, berdasarkan ketetapan yang berlaku di Politeknik Negeri Sriwijaya, maka salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana

Dari data kelebihan dan kekurangan berbagai macam proses di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan dodekilbenzen dengan mereaksikan olefin dan benzen