• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Pola Hidup Sehat Penghuni Panti Asuhan Millenium Sidoarjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Meningkatkan Pola Hidup Sehat Penghuni Panti Asuhan Millenium Sidoarjo"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Meningkatkan Pola Hidup Sehat

Penghuni

Panti

Asuhan

‘Millenium’ Sidoarjo

UNAIR NEWS – Kebersihan lingkungan dan kesehatan di panti asuhan (PA) masih banyak yang diabaikan dan tidak memenuhi syarat kesehatan pada umumnya. Berangkat dari realitas itulah mahasiswa FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) ingin berbuat membantu pemberdayaan pola hidup sehat pada panti asuhan. Pengabdian mereka itu dilaksanakan di PA Milenium, di Desa Tenggulunan, Kec. Candi, kab. Sidoarjo.

Empat mahasiswa FISIP UNAIR penggiat pengabdian itu diketuai Sofie Egita Vermalia, dengan anggota Sri Ayu Dinda Lestari, Lestari Dyah Ningtyas, dan Weka Nastiti.

Dijelaskan oleh Sofie, PA Milenium selama ini menampung anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar, serta dhuafa. Dari segi bangunan panti yang unik paduan arsitektur Bali dan Islam ini, sayangnya tentang kebersihan dan kesehatan masih kurang maksimal.

Seperti yang diterangkan oleh Ustadz Muhammad Sholeh Effendie, Panti Asuhan Milenium diakui belum bisa membuat program mengarah kesana, karena kurang adanya sosialisasi terhadap pola hidup sehat yang sesuai syarat pada umunya. Karena itulah dengan kehadiran mahasiswa UNAIR ini diharapkan bisa berubah menjadi lebih baik dan lebih sehat.

Kegiatan Sofie Dkk ini kemudian disusun menjado proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul “KAPAL (

Kesehatan Anak Panti Asuhan Milenium) Guna Meningkatkan

Pentingnya Hidup Sehat”. Konsep ini diharapkan dapat dijadikan program lanjutan oleh pihak PA Milenium di Sidoarjo ini.

(2)

lolos penilaian Dikti, sehingga juga berhak untuk mendapatkan dana hibah pengembangan dari program PKM 2016-2017 dari Kemenristekdikti.

Sofie Dkk berharap dengan kegiatannya ini dapat meniadakan persoalan yang telah “viral” terjadi di PA ini bahwa pihak panti beberapa kali mendapat berita buruk dengan pengasuhan yang kurang baik, lingkungan yang kurang layak, serta kesehatan yang kurang belum memenuhi kriteria pada umunya.

“Dari keadaan seperti itulah mendorong kami membuat program ini untuk meningkatkan betapa pentingnya hidup sehat dan kebersihan lingkungan di sekitarnya,” kata Sri Ayu Dinda Lestari menambahkan.

Dalam memberdayakan anak-anak di PA ini dilakukan melalui program yang telah disusun Tim PKMM mahasiswa UNAIR ini, memulai memberikan sosialisasi terhadap pemilik dan pengurus panti, serta kepada anak-anak penghuni panti.

Pembelajaran yang disampaikan mengenai kehidupan sehari-hari. Misalnya cara gosok gigi yang baik dan benar, mencuci tangan dengan benar, membersikan lingkungan bersama-sama dengan pengurus panti dan anak-anak penghuni panti.

“Kami juga memberikan pembelajaran melalui menonton video pola hidup sehat dan bagaimana cara menjaga kebersihan di lingkungan sendiri,” tambah Sofie Egita Vermalia, ketua kelompok.

Program tersebut memberikan respon positif bagi pihak panti yang telah membantu anak-anak penghuni panti asuhan dalam meningkatkan bagaimana kesehatan diri sendiri dan lingkungannya. (*)

(3)

Program

GEN

PEKUNG,

Tingkatkan Siswa ABK untuk

Merajut Potensi

UNAIR NEWS – Anggapan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) hanya menjadi beban keluarga dan tidak memiliki kemampuan atau potensi, berusaha dikikis oleh mahasiswa Universitas Airlangga PSDKU Banyuwangi dalam pengabdiannya di SLB ABCD PGRI Kalipuro, Kelurahan Bulusan, kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi.

Setelah dilakukan sosialisasi secara cukup ke berbagai pihak terkait, termasuk perencanaan program dan perijinan, lima orang mahasiswa yang melaksanakan pengabdian selanjutnya melakukan pembelajaran kepada siswa-siswa ABK di SLB tersebut. Yang diajarkan meliputi peningkatan pengetahuan terkait lingkungan hidup dan sampah, pemanfaatan potensi lingkungan, pelatihan pengolahan sampah secara mudah, dan pelaksanaan penanaman 100 pohon penghijauan.

Lima mahasiswa penggiat tersebut adalah Inriza Yuliandari (Ketua/2015), Nahda Ruce Triyanti (2015), Yuniar Faraizka Amalia (2015), Aulia Ivana Romli (2015), dan Ikhya’ Ulumuddin (2014). Tujuan pengabdian masyarakat ini untuk mengetahui cara pengoptimalan potensi serta pengetahuan para siswa ABK di SLB tersebut.

Bahkan, dalam penanaman 100 pohon penghijauan itu anak-anak ABK itu melakukannya bersama orang tuanya, guru pembimbing, Lurah Kalipuro, Perwakilan LSM Bengkel Kreasi Banyuwangi, wakil instansi terkait lainnya, di Pantai Waru Doyong, Desa Bulusan, Kec. Kalipuro, Banyuwangi.

(4)

”Tema kegiatan ini kami sesuaikan dengan kurikulum di SLB ABCD PGRI Kalipuro. Karena dalam kurikulum ini belum ada bentuk pelaksanaan kegiatan, sehingga kami berusaha untuk memberikan sesuatu inovasi yang baru, berbagai pelatihan tadi,” kata Inriza Yuliandari, ketua kelompok mahasiswa UNAIR Banyuwangi ini.

Kegiatan ini kemudian mereka susun dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKMM) dengan judul ”Optimalisasi GEN PEKUNG (Generasi Peduli Lingkungan) pada Siswa Berkebutuhan Khusus di SLB ABCD PGRI Kalipuro Banyuwangi.”

”Bersyukur proposal kami ini dinilai Dikti berhasil lolos s e l e k s i d a n b e r h a k m e m p e r o l e h d a n a p e m b i n a a n d a r i Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2016-2017,” tambah Inriza Yuliandari.

PEMBELAJARAN yang lain kepada anak-anak ABK di SLB ABCD PGRI Kalipuro, Banyuwangi. (Foto: Dok PKMM)

(5)

menjadi lebih bersemangat, dikemas secara menarik, disertai kegiatan pemberdayaan berupa peningkatan pengetahuan serta praktik lapangan untuk meningkatkan semangat dan rasa percaya diri siswa ABK.

Diterangkan oleh Inriza, Desa Kalipuro di Banyuwangi ini merupakan salah satu daerah yang terletak cukup jauh dari pusat kota (11 km). Disini berdiri lembaga pendidikan SLB ABCD PGRI Kalipuro, sekolah khusus bagi anak-anak penyandang disabilitas. Di SLB ini terdapat enam siswa tuna grahita, 15 siswa autis, tiga siswa Cerebral Palsy (CP), 3 anak Attention

Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), dan 4 anak kategori

Anak Kesulitan Belajar (AKB), dan amsing-masing seorang siswa tuna runggu dan Down Syndrome (DS).

Menurut keterangan Kades Bulusan, sebagian besar masyarakat disini cenderung beranggapan bahwa ABK hanya menjadi beban keluarga dan tidak memiliki kemampuan atau potensi yang dapat dioptimalkan atau dikembangkan sebagai suatu keahlian tersendiri. Masyarakat juga tidak tahu apa yang harus diperbuat dan diberdayakan kepada anak-anak berkebutuhan khusus itu.

”Dari penjelasan seperti inilah kami dari mahasiswa UNAIR di PSDKU Banyuwangi ingin berbuat sesuatu, yang tentu saja sifatnya edukatif,” tandas Inriza mengakhiri penjelasannya. (*)

Editor : Bambang Bes

(6)

Fiber’ Mampu Tahan Kreatinin

91,9% dalam Hemodialisa

UNAIR NEWS – Penderita gagal ginjal di Indonesia terus bertambah. Sebagian besar akibat komplikasi penyakit hipertensi dan diabetes miletus (DM) yang di masyarakat sering disebut kencing manis. Menurut data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), saat ini terdapat sekitar 300.000 penderita gagal ginjal di Indonesia, dan meningkat 10% setiap tahunnya.

Penyakit gagal ginjal ini disebabkan karena organ ginjal tidak dapat berfungsi secara normal membersihkan sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti kreatinin yaitu zat racun yang ada dalam darah penderita gagal ginjal, sehingga ini yang perlu difiltrasi.

Pada dekade terakhir ini, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang berkembang pesat di berbagai negara. Ini karena fungsinya yang dapat meningkatkan harapan hidup pasien.

Hemodialisis memerlukan mesin dialisa dan sebuah filter khusus

yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) untuk membersihkan darah, dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dialirkan ke dalam sebuah mesin diluar tubuh. Membran semipermeabel yang biasa digunakan yaitu membran

hollow fiber, yaitu membran komersial yang digunakan dan

sayangnya memiliki kinerja yang kurang optimal, sehingga banyak pasien gagal ginjal yang mengalami kefatalan (meninggal dunia).

Realitas inilah yang kemudian mendorong mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga mencari inovasi yang berpotensi untuk meningkatkan performa membran

hemodialisis yang digunakan saat ini. Empat mahasiswa

(7)

Januardi Wardana, Ahya Isyatir Rodliyah, dan Zakiyatus Syukriyah.

Penelitiannya kemudian mereka tuangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan tajuk ”Inovasi Membran Hollow Fiber Polietersulfon (PES) Termodifikasi Zeolit untuk Hemodialisis Kreatinin”. Proposal ini lolos seleksi dan meraih dana hibah penelitian dalam program PKM Kemenristekdikti tahun 2017.

MEMBRAN hollow fiber itu. (Foto: Dok PKMPE)

Menurut Bella Prelina, penelitian ini memberikan inovasi terbarukan dalam pembuatan membran hollow fiber. Bahan dasar yang digunakan berupa material komposit, yaitu polietersulfon yang dimodifikasi dengan zeolit. Kedua material itu memiliki kualitas bagus untuk membran hemodialisis karena sifatnya yang non-toksin. Selain itu, zeolit juga memiliki kemampuan sebagai

adsorben, sehingga harapannya membran yang dihasilkan memiliki

performa yang lebih unggul, terang Bella.

Tidak tanggung-tanggung, penelitian ini dilakukan selain di Universitas Airlangga juga di AMTEC Malaysia. Prosesnya, pada

(8)

awalnya membuat zeolit terlebih dahulu menggunakan metode

hidrotermal pada suhu 100C. Proses selanjutnya membuat larutan dope yang ditambahkan dengan zeolit, kemudian dicetak

menggunakan alat pencetak membrane.

”Jadi larutan dope merupakan polietersulfon yang telah dilarutkan dalam dimetil formamida. Dan pada pencetakan membran ini nantinya kami menggunakan metode inversi fasa, yaitu pengubahan fase polimer dari larutan (dope) menjadi suatu padatan yaitu membran,” tambah Januardi dan Zakiyatus. Kemudian membran yang telah dicetak selanjutnya dilakukan post

treatment untuk menjaga kualitas membran. Selanjutnya

dilakukan uji filtrasi. Pada uji filtrasi ini membran memiliki nilai fluks dan rejeksi yang tinggi. Selain itu, modifikasi

zeolit juga dapat mengubah karakteristik kimia dari polietersulfon sehingga dapat meningkatkan kinerja membran.

”Membran hollow fber yang terbentuk kemudian diuji filtrasi menggunakan larutan kreatinin. Proses filtrasi dilakukan selama 15 menit, lalu diukur kemampuan fluks dan rejeksi kreatinin-nya, dan hasil uji menunjukkan bahwa waktu rata-rata yang dihasilkan lebih cepat dari membran komersial, dan membran mampu menahan kreatinin sebesar 91,92%, sebuah angka yang cukup besar,” tandas Bella.

Dengan demikian membuktikan dengan jelas bahwa pemberian

zeolit sebagai modifikasi pada membran dapat mempengaruhi

kecepatan filtrasi dan rejeksi sebagai hemodialisis kreatinin, sehingga memiliki potensi untuk hemodialisis kreatinin. (*) Editor : Bambang Bes.

(9)

Mahasiswa UNAIR Tanamkan

Budaya Bersih, Lingkungan

Sehat Hingga Hasilkan Ikan

UNAIR NEWS – Sebagai salah satu wujud keperdulian sosial mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya tri yang ketiga, pengabdian masyarakat, berhasil mengubah kawasan sungai yang tercemar menjadi kawasan sungai yang bersih dan rindang.

Langkah nyata yakni mulai dari mengajak sesuatu dari hal kecil yang kemudian bisa menjadi budaya itu, dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR, di kawasan sungai Mulyorejo Utara, Kec. Mulyorejo, Kota Surabaya. Sebagai mahasiswa dari jurusan ilmu perikanan, maka ilmunya itu juga ditularkan kepada masyarakat, khususnya kepada pemuda Karang Taruna di kawasan setempat.

Menurut Laila Turbi’ah, ketua kelompok pengabdian masyarakat ini, kegiatan ini dipilih dengan pertimbangan keperdulian mahasiswa UNAIR terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya yang diketahui telah tercemar, khususnya pada daerah sungai yang

notabene aliran airnya bermuara ke laut.

”Hanya satu langkah kecil dalam mengedukasi kalangan pemuda dalam upaya meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan menuju Indonesia bebas sambah tahun 2020,” kata Laila.

Dijelaskan, kegiatannya itu diawali dari pemberian edukasi tentang pembudidayaan ikan lele dalam skala rumah tangga. Budidaya secara intensif ini dapat diterapkan dengan media kolam berbentuk tabung (lingkaran) yang dapat menambah kepadatan ikan yang dibudidayakan.

(10)

monitoring yang dilakukan setiap kali ada pertemuan organisasi Karang Taruna. Minimal diadakan sekali dalam sebulan.

DIANTARA warga masyarakat yang mendapatkan pembagian ikan lele hasil pembudidayaan di Mulyorejo Utara. (Foto: Istimewa)

Hasil dari budidaya ikan tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Karang Taruna, yang sebelumnya telah dikader. Ikan lele sebagian dijual dan uangnya sebagai kas organisasi Karang Taruna, sedang sebagian yang lain dibagikan kepada masyarakat di sekitarnya untuk menambah konsumsi ikan.

Output yang didapat dari pengabdian ini, menanamkan pemuda yang memiliki wawasan terhadap lingkungan yang sehat, aman, dan cinta kebersihan, serta produktif dalam berbagai gerakan atau kegiatan di lingkungannya. “Apalagi mereka sudah dikoordinir dengan Karang Taruna, sehingga memudahkan,” kata Laila.

Pengabdian yang dilaksanakan oleh kelompok yang diketuai Laila Turbi’ah ini juga beranggotakan Imada Antikunarya, Rusdiatin, Nurwantika, dan Shindy Novia ini. Mereka kemudian menuangkan kegiatan ini ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) dengan judul ”GERDU CERIA – Gerakan Edukasi Cinta Lingkungan Sungai Mulyorejo Utara Sebagai Gerakan Indonesia Bebas Sampah 2020.”

(11)

Kebetulan, setelah melalui penilaian yang ketat pada Dikjen Dikti, poposal Laila dan kelompoknya ini dinilai lolos seleksi, dan berhak atas dana pengembangan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam program PKM tahun 2017. (*)

Editor : Bambang Bes

Mahasiswa UNAIR Rancang TTG

Medan Listrik Perangsang

Pertumbuhan Ikan Lele

UNAIR NEWS – Ikan lele boleh jadi sebagai ”ikan rakyat”, karena banyak dikonsumsi oleh kalangan apapun dan dimana pun. Budidayanya pun bertebar dimana-mana. Sayangnya, selama ini belum ditemukan teknologi tepat guna (TTG) yang dapat mengatasi masalah para pembudidaya dalam meningkatakan produksi dalam komoditas ikan lele dumbo secara massal dan kontinyu.

Berangkat dari kesenjangan itulah kerjasama antara mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) dengan mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga berhasil membuat alat medan listrik sebagai TTG untuk mengembangkan dunia perikanan.

Lima mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya itu melakukan penelitian dan membuat alat medan listrik sebagai stimulator perkembangan gonad ikan lele dumbo yang dapat menguntungkan bagi masyarakat, khususnya para pembudidaya.

(12)

Rochmatika (ketua tim), Dimas Jaya Subakti, Regita Dwi Ayu Armeda, Elsa Mirantika, dan berkolaborasi dengan seorang mahasiswa dari prodi Otomasi dan Sistem Instrumentasi FST, Abdul Hamid.

Mereka kemudian menuangkan penelitian tersebut ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Dibawah bimbingan dosen, Eka Saputra, S.Pi., M.Si., proposal berjudul “Eksplorasi Pemaparan Medan Listrik Sebagai Stimulator Perkembangan Kematangan Gonad Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus)” ini lolos seleksi dan berhak meraih dana riset

dari Kemenristekdikti tahun 2017 kategori penelitian eksakta (PKM-PE).

Menurut Endah Rochmatika, belum adanya teknologi tepat guna yang dapat mengatasi persoalan para pembudidaya dalam meningkatakan produksi ikan lele secara massal dan kontinyu itulah yang menyemangati kelompok ini membuat alat teknologi tepat guna ini.

Komponen dan Desain Alat

Mengapa Medan listrik? Kepada wartawan, Endah Rochmatika mengatakan, bahwa dengan medan listrik diharapkan dapat menghasilkan suatu getaran-getaran biolistrik sehingga dapat merangsang peningkatan proses metabolisme yang sebagian besar energi tertuju pada perkembangan reproduksi.

(13)

Gambar alat TTG medan listrik karya mahasiswa UNAIR. (Foto: Dok PKM-PE Unair)

Selain itu untuk merangsang hormon reproduksi ikan untuk bekerja lebih cepat, sehingga menghasilkan hormon yang dapat mempercepat terjadinya kematangan reproduksi ikan dan ikan siap dipijahkan. Teknik pemanfaatan pemaparan medan lisrik ini sebagai stimulator kematangan gonad ikan dan dapat meningkatkan ketersediaan benih ikan lele dengan kuantitas yang banyak sebagai suatu keberlanjutan usaha budidaya perikanan, khusunya dalam bidang komoditas ikan lele dumbo. Ditambahkan Endah, penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan sembilan perlakuan dan tiga kali ulangan, serta kontrol sebagai pembanding. Pada uji analisis satistik

(ANNOVA) selang kepercayaan 95%, data berat gonad ikan lele

dumbo didapatkan hasil tidak berpengaruh nyata pada alat medan listrik terhadap perkembangan gonad ikan lele dumbo. Hal ini dikarenakan pada saat pemeliharaan, pemaparan medan listrik tidak tertuju langsung pada organ reproduksi ikan.

Pemaparan medan listrik dilakukan melalui air dalam aquarium yang di dalamnya terdapat lele dumbo, sedang getaran biolistrik tersebut tertuju ke seluruh tubuh ikan lele dumbo melalui linea lateralis, sehingga tidak signifikan terhadap organ reproduksinya.

Namun, pemaparan medan listrik setelah keempat kali pada gonad, hasilnya mengalami pertambahan berat yang ditandai bahwa lele dumbo mengkonsumsi pellet dalam jumlah dan

intensitas yang banyak melebihi biasanya.

”Jadi pemaparan medan listrik hanya merangsang nafsu makan untuk meningkatkan laju metabolisme tubuh ikan, sehingga laju pertumbuhan ikan lele dumbo meningkat,” imbuh Endah Rochmatika.

Ditegaskan oleh Endah, walaupun medan listrik tidak mempengaruhi perkembangan organ reproduksi ikan tetapi hanya

(14)

meningkatkan laju pertumbuhannya saja, tim PKM-nya tidak akan menyerah dalam penelitian ini.

”Kami akan mencoba membuat penelitian lain untuk menciptakan teknologi tepat guna dalam bidang perikanan dan kelautan yang belum pernah ada,” tutur Endah Rochmatika diangguki teman-teman kelompok PKM-nya. (*)

Editor : Bambang Bes

Ditawarkan, Kompres Luka dari

Ekstrak Tanaman Lidah Buaya

(Aloe Vera)

UNAIR NEWS – Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya berhasil membuat inovasi baru penyembuh luka dari ekstrak Aloe Vera. Menurut empat mahasiswa yang menelitinya, yaitu Muhammad Hidayatullah Al-Muslim (2016), Dinda Dhia Aldin Kholidiyah (2016), Kusnul Oktania (2016) dan Retno Dwi Susanti (2014), inovasi baru penyembuh luka ini diberi nama KOMPAS kependekan dari “Kompres Penyembuh Luka Aloe Vera”.

“Kami memutuskan untuk membuat kompres luka dari tanaman lidah buaya (Aloe vera) ini dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, karena Aloe Vera mempunyai potensi cukup besar sebagai bahan baku obat alami,” kata Retno Dwi Susanti, mewakili tim PKM ini, kemarin di kampusnya.

Tanaman lidah buaya (Aloe vera) lebih dikenal masyarakat sebagai tanaman hias. Padahal tanaman ini mengandung berbagai

(15)

zat aktif yang dapat dipakai untuk menyembuhkan luka. Oleh karena itu Retno dan kawan-kawannya memanfaatkan aloe vera dalam penelitian ini. Selain itu, lidah buaya pasti berpeluang untuk menjadi komoditas perdagangan yang besar.

Menurut Retno, anggota paling senior di tim PKM ini, Aloe Vera terdapat kandungan saponin dan flavonoid, bahkan juga mengandung tanin dan polifenol. Saponin itu mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk menyembuhkan luka, sedangkan tanin dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik. ”Jadi cukup efektif dijadikan sebagai penyembuh luka,” lanjutnya.

Ditambahkan oleh Muhammad Hidayatullah Al-Muslim, ketua PKMK ini, bahwa kreativitas “KOMPAS” ini merupakan produk kompres luka yang ampuh dapat menyembuhkan luka dan cukup praktis untuk dipakai. Penggunaannya cukup dengan membersihkan luka terlebih dahulu, kemudian menempelkan KOMPAS pada luka tersebut.

”Orang-orang lebih sering mengira bahwa luka harus dibuat kering dan diangin-anginkan agar cepat sembuh. Padahal kondisi lembap bisa membantu sel fibroblas membentuk jaringan baru yang menutup luka. Jadi kelembapan juga mengurangi jumlah eksudat atau cairan yang keluar dari luka,” jelas Dayat, panggilan akrabnya.

Memang, perawatan luka yang baik dengan menggunakan pembalut luka modern, seperti plester, yang bisa menjaga kelembapan luka. Untuk itu dianjurkan untuk tidak menggunakan kain kasa, karena kain kasa tidak bisa menjaga kelembapan luka dan membuat proses penyembuhan luka menjadi lebih lama.

”Berbeda dengan luka yang sudah lama, yang sudah bernanah misalnya, maka perawatannya tidak perlu ditutup. Dibiarkan terbuka saja. Jadi dengan adanya produk KOMPAS ini, kami harapkan sangat efektif untuk proses penyembuhan luka,” timpal

(16)

Kusnul Oktania, anggota PKMK KOMPAS ini.

Ditanya wartawan tentang kemasannya? Dijawab oleh Dinda Dhia, dalam satu kemasan berisi tiga biji KOMPAS. “Kalau kita jual per kemasan harganya Rp 15.000, tapi kalau ada yang ingin membeli per biji, kami siap melayani juga. Jadi kalau per biji kita menjualnya Rp 5.000, kata Dinda. (*)

Editor : Bambang Bes

Perlu Perbaikan Administrasi

dalam

Pengelolaan

Cagar

Budaya di Surabaya

UNAIR NEWS – Peristiwa pembongkaran bangunan bekas tempat siaran Radio Bung Tomo, masih menjadi perbincangan serius. Maklum, bangunan itu sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Pemkot Surabaya sebagai salah satu bukti pertempuran

arek-arek Suroboyo dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.

Kala itu, Radio Bung Tomo merupakan sarana komunikasi vital sebagai alat perjuangan. Radio ini mulai mengudara pada tanggal 15 Oktober 1945, tiga hari sesudah PPRI berdiri (Soeara Rakjat, diakses pada 15 Oktober 1945). Bangunan tersebut berdiri tahun 1935 yang juga masuk dalam daftar Cagar Budaya sesuai SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04 tahun 1998. Namun faktanya bangunan tersebut kini sudah rata dengan tanah.

”Itulah yang mendorong kami mahasiswa FISIP Universitas Airlangga melakukan penelitian tentang fenomena pembongkaran Bangunan Cagar Budaya Radio Bung Tomo itu,” kata Leny

(17)

Yulyaningsih, ketua kelompok peneliti. Selain dia juga ada Parlaungan Iffah Nasution, dan Lisda Bunga Asih.

Mereka kemudian menuangkan penelitiannya ini ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Sosial Humaniora (PKM-SH) dengan judul “Fenomena Pembongkaran Bangunan Cagar Budaya Radio Bung Tomo Terkait Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2005”.

Setelah diseleksi oleh Kemenristekdikti, proposal PKM-SH pimpinan Leny Yulyaningsih ini berhasil lolos, sehingga berhak memperoleh dana penelitian dari Dirjen Dikti dalam program PKM 2016-2017.

Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010, kriteria bangunan cagar budaya adalah yang berusia minimal 50 tahun. Namun berdasarkan wawancara dengan tim Ahli Cagar Budaya di Surabaya, tahun 1997 bangunan tersebut pernah dipugar, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai bangunan Cagar Budaya.

Hal tersebut senada dengan penjelasan Prof. Ir. Johan Silas, Tim Ahli Cagar Budaya bahwa si pemilik itu (bangunan – red) mengajukan ijin untuk memugar. Kemudian tim cagar budaya dengan pertimbangan itu mengijinkan pemugaran. Tetapi terjadi kekosongan atau kaget dengan undang-undang. Sehingga pengertian pembongkaran itu kemudian terjadi salah interpretasi.

“Bila ada ijin, maka menurut Perda itu, si pemilik bangunan bisa membongkar bangunan. Jadi, dia membongkar bangunan itu karena tidak ada undang-undang yang secara spesifik melarang. Nah itu yang terjadi. Jadi ijin pemugaran itu tidak mengaitkan dengan ijin membongkar, oleh karena itu dipersoalkan juga yang membuat Perda itu,” kata Johan Silas.

Jadi kalau dibaca kata-kata dalam Perda tersebut, bahwa “Seseorang dapat mengajukan ijin bukan merusak”. Sehingga dia membongkar. Artinya pada Perda itu ada kelemahan. Akhirnya

(18)

menjadi salah kaprah semua. “Makanya ketika digugat ke pengadilan, hal itu dianggap sebagai pelanggaran ringan, karena tidak ada artikel Undang-undang yang spesifik melanggar,” tambah ahli tata-kota ITS itu.

Namun, proses kasus pemugaran tersebut hanya dapat ditindaklanjuti dengan Perda Kota Surabaya No. 5 Tahun 2005. Alhasil, PT Jayanatha (selaku pemugar Bangunan tersebut) dikenai denda Rp 15 juta dan menawarkan diri untuk membangun kembali bangunan Radio Bung Tomo.

“Jadi menurut tim kami, terhadap persoalan ini perlu adanya perbaikan administrasi dalam pengelolaan cagar budaya di Kota Surabaya,” kata Leny.

Solusi yang ditawarkan oleh Tim PKM-SH Leny Dkk ini, agar tidak terjadi kasus yang serupa pada cagar budaya lainnya, yaitu adanya policy brief berupa: (1) Membentuk model jaringan koordinasi antara pihak terkait untuk mencegah kesalahan komunikasi, (2) Merevisi beberapa bagian Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2005 agar sesuai dengan kebijakan yang baru yaitu UU No 10 Tahun 2011. Dan (3) Menyusun kembali struktur tim cagar budaya Kota Surabaya untuk mendukung pemeliharaan cagar budaya di kota surabaya. (*)

Editor : Bambang Bes

Pengembangan Sensor Serat

(19)

Kebutuhan

UNAIR NEWS – Pengembangan teknologi di bidang Sensor Serat Optik (SSO) merupakan sebuah keniscayaan bagi Indonesia. Teknologi tersebut aplikatif dan diperlukan untuk banyak kebutuhan fundamental sehari-hari. Yang selama ini, dicukupkan oleh produk impor.

Basis SSO diwujudkan dalam bentuk laser yang bisa digunakan untuk kebutuhan medis, analisis bahan kimia, dan kebutuhan fisika terapan. Melalui sinar laser yang melakukan scan terhadap getaran di objek yang “ditembak”, bisa dideteksi kondisi di lokasi tersebut. Contoh gamblangnya, terdapat teknologi laser yang dapat mendeteksi detak jantung. Bisa pula diperoleh info tentang kandungan bahan kimia pada larutan atau zat yang “ditembak”. Demikian juga, bisa diketahui kondisi pada satu lokasi yang tempatnya tersembunyi dan hanya bisa ditembus dengan sinar laser.

Penggunaan sinar laser memiliki sejumlah keunggulan dibanding metode lainnya. Antara lain, non contact atau tanpa kontak langsung pada objek, non-listrik, dan lebih fleksibel karena ringan sekaligus efektif.

Salah satu pakar UNAIR yang mendalami bidang ini adalah Prof. Dr. Moh. Yasin, M.Si., Guru Besar dalam bidang Ilmu Fisika Optik pada Fakultas Sains dan Teknologi (FST). “Ada banyak alat di sekitar kita, yang nyaris semuanya impor. Padahal, sering kita pakai. Maka itu, Indonesia mesti punya fokus pada pengembangan teknologi ini, supaya bisa mandiri. Tidak hanya menjadi pasar pihak asing,” ungkap Yasin saat ditemui di ruang kerjanya pertengahan Mei lalu.

Alat yang dimaksud antara lain, lensa kamera, alat kedokteran dan kesehatan yang digunakan untuk mendeteksi kondisi organ dalam, mikroskop dan lain-lain. Lelaki yang kerap menjadi reviewer buku atau jurnal ilmiah internasional itu mengatakan,

(20)

demi mewujudkan cita-cita swasembada tersebut, semua elemen masyarakat mesti berkolaborasi. Yang dimaksud antara lain, akademisi, pengusaha atau swasta, pemerintah, dan komunitas atau masyarakat.

Disampaikan oleh Yasin, Fisika Optik merupakan cabang Ilmu Fisika yang mempelajari tentang pembangkitan radiasi elektromagnetik, sifat radiasi, dan interaksi cahaya dengan bahan. Interaksi cahaya dengan bahan ini dapat terjadi berdasarkan atas fenomena optis seperti pantulan, pembiasan, transmisi, dan hamburan.

SSO merupakan bagian dari sensor optik adalah sensor yang menggunakan serat optik sebagai unsur pengindera perubahan fisis yayang akan terjadi. Intinya, ada cahaya laser ditembakkan ke suatu media dan dipantulkan. Nah, pantulan itulah yang dimodifikasi dan uraikan informasinya.

Kendati metode yang diungkapkan Prof. Yasin terbilang sederhana, namun banyak peralatan yang menggunakan metode serupa yang kemudian dibanderol dengan harga yang mahal. Bahkan, ada sebuah produk yang harganya sampai Rp 5 miliar. Terkait metode yang telah dijelaskan tadi, Gubes yang pernah meraih penghargaan sebagai sivitas dengan Publikasi Terbanyak di UNAIR tahun 2015 ini tengah membuat sebuah prototype dengan piranti SSO. Prototype ini diharapkan dapat membantu bidang medis dan industri. Bahkan, ia berharap pada tahun 2020 nanti sudah berhasil membuat sistem SSO sebagai fundamental yang kuat dalam penguasaan teknologi SSO untuk aplikasi di bidang medis dan industri.

Menurut Yasin, teknologi SSO ini memiliki beragam keunggulan, baik bidang medis maupun industri. Dalam bidang industri, SSO dapat dimanfaatkan untuk banyak aplikasi seperti suhu, getaran, tekanan, regangan, arus listrik dan lainnya.

“Salah satu keunggulan di bidang medis adalah bisa sebagai aplikasi deteksi dini kanker payudara. Bisa juga digunakan

(21)

sebagai pengukur detak jantung,” jelasnya. Kaya prestasi

Prof. Yasin kerap menuliskan publikasi ilmiah di beberapa jurnal internasional. Sejak 2008 hingga 2016, setidaknya sudah 49 artikel ilmiah yang membahas mengenai Sensor Serat Optik (SSO) sudah ditulisnya di jurnal terindeks Scopus. Karena kontribusinya, baru-baru ini ia tercatat di dalam 146 Sosok Panutan Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan, menurut situs www.indonesia2045.com. Dia menduduki peringkat 63.

Pada 2015, dia mendapat penghargaan publikasi terbanyak dan unggul di Universitas Airlangga. Prestasi gemilang lain yang ditorehkan Yasin ialah penghargaan dari penerbit internasional Emerald Publisher pada kategori Highly Recommended Paper Award pada 2013. Ia menduduki peringkat kedua dari 40 artikel yang ditulis penulis di seluruh dunia.

Pada 2007, Yasin mengembangkan aplikasi sensor pergeseran serap optic. Penelitian ini ia kembangkan dan sudah menghasilkan banyak publikasi. Yasin pun mendapatkan Hibah Kompetensi di bidang Serat Optik. Penelitian ini berjudul “Aplikasi Sensor Mikro Pergeseran Dengan Menggunakan Serat Optik Bundel 1000 RF untuk Deteksi Kalsium”.

Agar aplikasi tersebut mempunyai optimalisasi kinerja yang tinggi, Yasin akan meningkatkan stabilitas sensor dan juga meningkatkan sensitifitas dengan teknik penyirnergian panjang gelombang sumber cahaya laser. (*)

(22)

Gelorakan

Semangat

“Dentalpreneurship”

UNAIR NEWS – Dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes selalu berupaya membentuk pribadi tahan banting untuk para mahasiswanya. Maka itu, mereka harus punya jiwa entrepreneur atau kewirausahaan. Oleh karena ranahnya adalah kedokteran gigi, bisa pula diistilahkan dengan “dentalpreneurship”.

Pria yang lulus pendidikan kedokteran gigi pada 1986 ini menyatakan, mental seorang entrepreneur adalah mutlak dimiliki seorang dokter gigi. Selain dua karakter lain: berintegritas dan profesional. “Jadi, saya ini sedang gethol menebarkan semangat IPE. Integritas, Profesional, dan Entrepreneurship,” kata Darmawan saat ditemui di ruang kerjanya.

Dia menyatakan, mental entrepreneurship itu tidak melulu soal berjualan. Meski memang, salah satu bentuknya adalah berdagang. Sebab, aktifitas itu paling bisa diukur secara matematis.

Dilanjutkan lelaki asal Madiun ini, entrepreneurship sejatinya mental tahan banting atau tangguh. Gampangnya, mereka yang menjiwai semangat ini, tidak akan pernah menyerah. Kalau ada masalah di hadapannya, dia akan berbelok atau menembus celah penghalang, sampai menemukan jalan agar cita-citanya tercapai. laksana air yang terus mengalir dan memiliki kekuatan atau daya dobrak. Meski lemah lembut, tapi punya prinsip hidup.

Dalam banyak kesempatan, dia menularkan paradigma penguatan nilai IPE pada para mahasiswa. Juga, pada para dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan FKG UNAIR. Sistem kinerja di fakultas yang dipimpinnya, dibuat sedemikian rupa sehingga menumbuhkan iklim yang penuh integritas, profesionalisme, dan bersemangat entrepreneurship.

(23)

Darmawan mengatakan, dirinya tergolong dekat dengan mahasiswa. Termasuk, dengan Badan Eksekutif Mahasiswa di level fakultas. Salah satu bentuk dukungannya terhadap para mahasiswa, terkait peningkatan kualitas soft skill mereka, adalah mengawal segala kegiatan agar lebih bernilai.

“Misalnya, mereka diberi anggaran tahunan seratus tiga puluh juta rupiah. Nah, kegiatan mereka nanti seharusnya bernilai tujuh ratus juta rupiah atau semiliar rupiah. Dalam wujud, sponsorship atau kolaborasi kegiatan dengan pihak luar. Kemampuan bekerjasama dengan pihak lain itu kan merupakan latihan untuk mengasah jiwa entrepreneurship,” kata Darmawan. Dia juga menegaskan, karir seorang mahasiswa sejatinya dimulai saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus. Bukan setelah lulus. Maksudnya, pembentukkan karakter yang siap dan sigap untuk bekerja atau mengabdi pada masyarakat mesti dilakukan sedini mungkin. Akan sangat terlambat, bila baru dilaksanakan tatkala mereka memakai toga.

Dosen yang menamatkan kuliah program magister pada 1994 ini mengungkapkan, saat melakukan research training di Jepang sekitar 1999-2000 silam, dia melihat ada pola di negeri Sakura, yang layak dijadikan referensi di dalam negeri. Yakni, terkait dengan etos kerja orang-orang Jepang yang berkomitmen dan tangkas.

Juga, sehubungan dengan kemampuan mengelola kemampuan di bidang kedokteran gigi. Tak terkecuali, keahlian klinik-klinik memromosikan jasa perawatan gigi. Meski demikian, yang terpenting tetaplah kualitas keilmuan yang ada di sana. Nah, elemen-elemen yang dijelaskan tadi, bila disinergikan dengan rapi dan konsisten oleh lulusan kedokteran gigi di tanah air, pastilah SDM bangsa ini dapat bersaing di ranah global.

Khususnya, bagi para alumnus di FKG UNAIR. Sebab, fakultas ini telah memiliki banyak jejaring internasional yang pasti dapat menjadi media penambah wawasan bagi mahasiswa, dosen, dan

(24)

tenaga kependidikan yang ada. Sudah banyak kampus-kampus dari Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan Malaysia, yang menjalin hubungan baik dengan fakultas ini. Model kerjasamanya beraneka rupa. Mulai dari student exchange, staff exchange, lecturer exchange, kolaborasi riset, dan kegiatan akademik lainnya.

“Sivitas akademika bisa belajar dari mana saja. Termasuk, dari narasumber asing di luar negeri. Tujuannya, meningkatkan kualitas dan wawasan internasional,” papar dia.

Sementara itu, selain aktif menjadi Dekan, Darmawan juga dikenal sebagai peneliti yang memiliki banyak publikasi. Baik di jurnal terakreditasi nasional, maupun bereputasi internasional. Penelitian yang sudah dipublikasikan itu di antaranya “Prevalence of a Second Canal in the Mesiobuccal Root of Permanent Maxiliary First Molars from an Indonesian Population” pada tahun 2011, dan “Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies pada Pengunjung Poli Gigi Puskesmas Kenjeran” pada tahun 2013,

Juga, “The Toddlers Caries in Urban and Rural Area” pada tahun 2014, “Hubungan Karies dengan Status Gizi pada Balita Usia 4 – 5 tahun di Kota Mojokerto” tahun 2014, dan “Hubungan Tingkat Keparahan Karies dengan Status Gizi pada Anak Umur 6 – 12 tahun” tahun 2015.

Darmawan juga aktif dalam berbagai asosiasi. Darmawan pernah aktif sebagai anggota Persatuan Dokter Gigi Indonesia cabang Surabaya pada tahun 1988 – 2015. Pada tahun 2004 – 2008, Darmawan tercatat sebagai Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Pada tahun 2015, Darmawan tergabung dalam Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia. Pada tahun 2015 sampai sekarang, Darmawan tercatat aktif sebagai anggota Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia. (*)

(25)

CSR Bukan Sekadar “Sedekah”

UNAIR NEWS – Semua perusahaan sudah selayaknya menyediakan slot anggaran untuk program Corporate Social Responsibility (CSR). Terlebih, bila perusahaan itu berhubungan dengan penggalian potensi sumber daya alam. Dana CSR umumnya diberikan pada masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut menjalankan usaha.

Selama ini, sudah banyak perusahaan yang menyalurkan CSR dalam jumlah besar. Namun pertanyaannya, apakah gelontoran uang tersebut tepat sasaran dan benar-benar berdampak positif secara simultan? Untuk menjawab pertanyaan itu, bisa dilihat dari kondisi para penerima CSR selama ini. Apakah mereka mengalami pemberdayaan secara kontinu. Khususnya, di aspek sosial, ekonomi, dan pemeliharaan lingkungan.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR Prof. Dr. Mustain Mashud, Drs., M.Si menyatakan, ada banyak hal yang mesti disiapkan sebuah perusahaan sebelum menjalankan usahanya. Apalagi, bila usaha itu secara khusus berhubungan dengan pengelolaan atau penggalian sumber daya alam. Biasanya, perusahaan melakukan analasia mengenai dampak terhadap lingkungan. Termasuk di dalamnya, analisa terhadap polusi yang mungkin terjadi, lalu lintas yang bisa jadi tambah padat di area usaha, dan lain sebagainya.

Meski demikian, ada yang jauh lebih penting. Yakni, analisa penerimaan masyarakat pada keberadaan perusahaan tersebut. Kalau problem yang bukan manusia, pasti ada treatment penanggulangannya yang sudah baku. Namun, bila masalah yang muncul bersumber dari dampak gesekan dengan masyarakat, formula yang digunakan untuk mengatasi masalah ini pun pasti berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lain.

(26)

Penerimaan masyarakat ini juga memiliki hubungan dengan penyaluran dana CSR. Sebab, penerima dana CSR itu, harus diutamakan berasal dari masyarakat sekitar tempat usaha. Maka itu, sedari awal, harus ada komunikasi antara perusahaan dan masyarakat setempat. Di dalamnya, dibahas pula tentang pengaplikasian program CSR.

Perusahaan harus melakukan pemetaan menyeluruh tentang kondisi, kebutuhan, dan potensi masyarakat. Sehingga, program CSR bisa dijalankan secara tepat sasaran. “CSR itu bukan sekadar pemberian uang untuk kegiatan sosial atau sedekah, bangun jembatan, atau bantuan dana untuk acara di kelurahan. Lebih dari itu, CSR harus dialokasikan untuk program yang bisa memberdayakan masyarakat,” kata dosen Sosiologi tersebut.

Harus ada telaah mendalam yang ekstra detail dari perusahaan. Pihak perusahaan tidak boleh malas untuk melakukan ini. Kebutuhan masyarakat harus dipetakan, lantas ditanya pada masyarakat itu secara langsung terkait apa yang mereka butuhkan. Setelah itu, ajak elemen masyarakat atau tokoh setempat merumuskan program bersama.

Misalnya, di kawasan itu potrensi batik, maka harus ada pelatihan batik yang melibatkan pihak berkompeten. Selain disiapkan sarana dan prasarananya, disediakan pula modalnya. Demikian pula, bila di daerah tersebut potensinya adalah beternak ayam. Maka, mesti disiapkan apa saja yang diperlukan agar masyarakat dapat terus berkarya dan berjalan roda ekonominya di bidang ternak tersebut.

“Para akademisi atau peneliti bisa berperan sebagai pihak yang mengawal proses pemetaan ini. Nanti, ikut pula dalam melakukan evaluasi,” ungkap Musta’in.

Dengan demikian, lambat laun, ekonomi rakyat dapat berdaya dan makin kuat. Bisa jadi, pada satu waktu, program itu sudah tidak mendapat bantuan CSR lagi. Karena, kalau sudah mandiri dan berdaya, masyarakat pasti sudah tidak butuh bantuan di

(27)

bidang itu. Lantas, dana CSR yang ada bisa digunakan untuk kebutuhan lain yang perlu dikembangkan.

Kalau konsep dasar yang digunakan perusahaan sejak awal berbasis kondisi, kebutuhan, potensi, modal sosial, dan jaringan masyarakat yang bersifat lokalitas semacam itu, secara umum, warga pasti dengan senang hati menerima perusahaan tersebut. Lebih dari itu, CSR juga memiliki manfaat kongkret. “CSR idealnya menjadi investasi produktif. Bukan yang dipakai habis, dipakai habis,” ungkap profesor kelahiran Tulungagung tersebut. . Problemnya, tidak semua perusahaan mengacu pada standar ideal itu. Bahkan, kata Musta’in, dia pernah melakukan pengamatan pada sebuah kabupaten yang punya banyak perusahaan. Di sana, nyaris semua pola CSR di sana hanyalah berbentuk hibah atau bantuan yang sifatnya langsung habis.

Imbasnya, tidak ada pendidikan, pembelajaran, dan pemberdayaan yang meningkatkan kualitas warga setempat. Apa yang dibutuhkan warga, hanya ditanyakan oleh perusahaan melalui Camat atau Lurah. Hasilnya, tidak ada interaksi intensif yang berkesinambungan antara perusahaan dan masyarakat akar rumput. Transformasi masyarakat utuk menjadi kekuatan yang lebih baik tidak bisa terwujud secara komprehensif.

Padahal, bila CSR dikelola dengan standar ideal secara cermat, akuntabilitasnya pun tetap terjaga. tidak ada pihak-pihak yang berani melakukan penyelewengan dana. Sebab, semua masyarakat dilibatkan. Semua warga turut mengontrol.

Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Sosiologi UNAIR ini meyakini program CSR yang ditawarkan perusahaan swasta di Indonesia bisa membangun masyarakat yang mandiri. Program CSR pun harus didasari dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat (community development). Melalui pendekatan tersebut, program CSR diharapkan mengembangkan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Kesejahteraan sosial dan penguatan ekonomi dapat terwujud. (*)

(28)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjawab permasalahan penelitian akan dilakukan kajian pustaka pada buku-buku bacaan, literatur-literatur, artikel juga catatan untuk dapat menggambarkan karakter

Untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar, dan waktu tempuh, maka Kapal Crew boat “Orela” ini akan dipasang foil belakang yang berguna untuk meningkatkan gaya angkat pada kapal

A precondition of good understanding of what is needed to prevent and reduce harmful influences (such as: high somatic cells count (SCC), mastitis etc.) on cow's udder health,

Pasal 10 ayat (1) tidak lagi memenuhi dan melaksanakan Standar Usaha Jasa Konsultan Pariwisata yang berlaku berdasarkan Sertifikat Usaha Jasa Konsultan Pariwisata yang

Merupakan suatu jenis komputer yang bisa digunakan untuk mengolah data yang bersifat kuantitatif (sangat banyak jumlahnya). Komputer Hibrid

Demikian halnya dengan sunat perem- puan di desa Bodia, bahwa sunat perem- puan adalah praktek budaya turun temurun dari nenek moyang mereka, budaya yang melekat tersebut

Berdasarkan hasil analisis pengamatan pada lembar observasi kegiatan guru dan lembar observasi kegiatan siswa selama proses pembelajaran pada siklus I belum mencapai

Hal serupa juga disampaikan guru Fisika SMA N 2 Kebumen, berdasarkan wawancara dengan guru Fisika SMA N 2 Kebumen, masih banyak dijumpai kesalahan yang