• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Compressible Flow Kelompok 5K (Repaired)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Compressible Flow Kelompok 5K (Repaired)"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM UOP I

Compressible Flow

Kelompok-5K

Adinda Sofura Azhariyah

1306370505

I Gede Eka Perdana Putra

1306370676

Prita Tri Wulandari

1306370455

Rayhan Hafidz Ibrahim

1306409362

Aulia Rahmi

1306370631

(2)

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia

Depok

2015

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fluida didefinisikan sebagai suatu substansi yang terus menerus mengalami deformasi atau mengalir ketika diberikan tegangan geser. Jika tidak ada tegangan geser yang diberikan maka fluida tidak akan mengalir (diam) sehingga tidak ada tegangan geser yang terjadi pada fluida. Hal demikian dikatakan statika fluida dimana yang bekerja hanya tegangan normal saja. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa fluida, maka di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan, di mana lapisan yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress), yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap arah tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan. Pada temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu.

Dalam percobaan kali ini, kita akan mempelajari jenis aliran fliuda termampatkan (compressible flow), dimana fluida yg mengalir dalam pipa akan mengalami hambatan berupa gesekan dengan dinding pipa hal ini mengakibatkan berkurangnya laju aliran dan penurunan tekanan.

Suatu aliran disebut aliran kompresibel jika perbedaan densitas dari aliran yang dipengaruhi oleh tekanan tidak bernilai nol sepanjang streamline. Pada umumnya, hal ini terjadi pada mach number melebihi 0,3 untuk semua bagian aliran. Walaupun nilai mach ini cenderung menghasilkan aliran yang berubah-ubah, akan tetapi nilai ini sering digunakan. Hal ini dikarenakan aliran gas yang memiliki mach number kurang dari 0.3 akan terjadi perubahan densitas yang menyebabkan perubahan tekanan sekitar 5%. Selain itu, perbedan densiti sekitar 5% ini terjadi pada titik stag dari suatu objek yang besar pada suatu aliran gas dan densitas disekitar objek tersebut akan menjadi lebih rendah. Pada nilai mach yang cukup tinggi, aliran memiliki kecepatan yang cukup tinggi sehingga efek dari kompresibilitas tidak dapat diabaikan. Faktor yang membedakan apakah suatu aliran kompresibel atau inkompresibel adalah perubahan kecepatan, terjdinya choking, perubahan tekanan dan temperatur. Pada aliran kompresibel, perubahan kecepatan dari suatu aliran yang menyebabkan

(4)

perubahan temperatur menjadi tidak dapat diabaikan. Pada aliran kompresibel dapat terjadi choking dan memiliki perubahan temperatur dan tekanan yang cukup besar pada sepanjang aliran. Selain itu, pada aliran inkompresibel perubahan dari energi dalam seperti temperatur dapat diabaikan bahkan jika energi kinetiknya berubah menjadi energi dalam sekalipun.

Pada aliran kompresibel terdapat dua jenis aliran yaitu aliran subsonic dan aliran supersonic. Aliran supersonic akan menyebabkan shock waves.Shock wavesadalah aliran suatu fluida ketika nilai mach numbernya mendekati satu atau lebih dari satu. Shock waves ini akan menyebabkan perubahan kecepatan, tekanan, dan temperatur secara tiba pada suatu aliran. Perubahan suatu fluida secara tiba-tiba dapat diilustrasikan dengan aliran dalam suatu tabung yang konvergen–divergen. Pada aliran subsonic, kecepatan fluida menurun setelah ekspansi. Pada aliran supersonic kecepatan fluida naik setelah ekspansi.

Aliran adiabatis pada suatu pipa dapat terjadi apabila pipa tersebut diinsulasi. Kondisi ini menyebabakan aliran gas yang masuk pada suatu pipa pada tekanan, temperatur, dan laju tertentu ditentukan oleh panjang dan diameter dari pipa dan tekanan pada downstream. Pipa yang semakin panjang akan menyebabkan friction loss yang semakin besar dan terjadi berbagai fenomena perubahan-perubahan yang terjadi seperti:  Penurunan tekanan  Penurunan densitas  Penurunan kecepatan  Penurunan entalphi  Penurunan entropi

Kecepatan maksimum terjadi pada ujung suatu pipa dan secara kontinu naik seiring dengan penurunan tekanan hingga mencapai mach number = 1. Kecepatan fluida ini tidak dapat melewati rintagan sonic dalam aliran adiabatik yang melalui suatu pipa dengan cross section yang konstan. Jika usaha ini dilakukan untuk menurunkan tekanan di downstream, maka kecepatan, suhu, tekanan, dan densitas konstan pada ujung pipa saat mach number =1. Jika panjang pipa diperpanjang, maka pressure drop akan semakin besar dan flux masa akan menurun sehinga mach number satu tetap pada ujung suatu pipa.

(5)

1.2. Tujuan

Percobaan Compressible Flow ini memiliki tujuan percobaan dalam pelaksanaannya, sebagai berikut :

1 Untuk menunjukan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran konvergen-divergen.

2 Untuk menunjukan suatu fenomena dari penghambatan (chocking) 3 Menyelidiki tekanan sepanjang saluran divergen.

4 Untuk menyelidiki hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold untuk sebuah pipa yang diberikan.

5 Menentukan hubungan antara laju aliran dengan beda tekanan pada orifice. 6 Menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orificemeter.

7 Untuk menyelidiki variasi kenaikan tekanan, input daya, dan efisiensi (isotermal dan keseluruhan) terhadap laju alir massa pada kecepatan konstan.

(6)

BAB II

TEORI

2.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran

Pada percobaan ini, gas yang merupakan fluida mampu mampat di hubungkan dengan kompresor melalui pipa. Pipa yang digunankan memiliki bagian konvergen, bagian yang mengecil dan divergen bagian yang membesar.

Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan bagian divergen, tujuan penggunaannya berbeda sesuai subsonik (dibawah kecepatan suara) maupun supersonik (diatas kecepatan suara). Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu.

Pada percobaan pertama ini kita menggunakan kecepatan aliran yang subsonik sehingga penjelasannya mengenai bagian divergen dibatasi untuk aliran subsonik. Persamaan neraca energi untuk aliran adalah

dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja karena friksi kita dapatkan dan

dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :

sehingga

2.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser

(7)

Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan dalam bagian divergen, aliran itu bisa subsonik maupun supersonik. Tujuan penggunaan bagian divergen pada kedua jenis aliran tersebut berbeda. Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu. Pada dasarnya, bilangan Mach digunakan untuk mengekspresikan kecepatan relatif suatu pesawat terbang terhadap kecepatan suara. Dengan Mach number, kecepatan dibagi menjadi empat wilayah yaitu:

1 Subsonik (Mach < 1) 2 Sonik (Mach = 1)

3 Transonik (0.8 < Mach < 1.3) 4 Supersonik (Mach > 1) 5 Hypersonik (Mach < 5)

Persamaan neraca energi untuk aliran adalah:

Dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja kita dapatkan :

0 1 0 1 2   P P V dan

0 2 0 2 2   P P V

Dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :

2 2 1 1.V A .V A  Jadi :

0 1

2 2 1 2 0 . P P A A P P   

Diffuser merupakan suatu cara untuk memperlambat laju fluida, sedangkan kebalikannya adalah nozzle yaitu suatu cara untuk mempercepat laju fluida.

Gambar x. Skema Alat Diffuser

(8)

     2 2 1 2 2 1 2 P V V Pgd g dW g V z g P m a         2 ,0 2 

Peningkatan tekanan yang disertai dengan penurunan kecepatan disebut

pressure recovery. Energi kinetik diubah sebagian menjadi injection work (ditunjukan dengan bertambahnya tekanan) dan sebagian diubah menjadi friction heating.

Sangatlah mungkin unutk membuat diffuser dengan friction heating sekitar 1/10 dari penurunan energi kinetik atau seperti yang telah diketahui, pressure recovery menjadi 90% dari kemungkinan terbesar membuat frictionless diffuser.

Konsep dari diffuser analog dengan cara memberhentikan sebuah mobil yang bergerak cepat, pertama dengan cara membiarkannya terus melaju sampai puncak teratas lalu mengubah energi kinetiknya menjadi sebuah energi potensial yang berguna, kemudian memberhentikannya dengan menginjak rem yang akan mengubah energi kinetik menjadi energi internal yang tidak begitu berguna.

Dari persamaan Bernoulli dapat dilihat bahwa aliran fluida yang bergerak sangat cepat dapat mengubah energi kinetik menjadi energi potensial dengan memanjat “gravity hill” menjadi injection work dengan memanjat “pressure hill” atau menjadi energi internal dengan friction heating. Pada persamaan Bernoulli berlaku: - Perubahanketinggiandan V1diabaikan

- Dengan asumsi kehilangan energy karena friksi diabaikan, walaupun P2 lebih besar dari P1 tapi bagian ini sangat kecil dibandingkan dengan energy kinetik.

Maka : dm dW V22 a,0 2  

Pompa tidak melakukan kerja pada fluida ketika fluida telah meninggalkan ujung

blades sehingga 0 0 , dm dWa

(9)

2 2 2 1 2 P V P   

Efisiensi dari saluran divergen atau diffuser boleh didefinisikan sebagai :

pi p C C

dimana 2 1 2 2 / 1 V P P Cp    2 2 1 1       A A Cpi dan       2 1 2 3 P P P P

Dalam percobaan, dengan mengkorelasikan Cp3 dengan Cp1 ,maka efisiensi diffuser dapat didefinisikan sebagai :

Cpi merupakan koefisien pressure recovery untuk aliran ideal satu dimensi. Persamaan di atas seringkali digunakan untuk mendefinisikan keadaan referensi terhadap keadaan dimana performa diffuser nyata diukur.

2.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan

Reynold pada Pipa

Bilangan Reynold merupakan bilangan tak berdimensi yang menyatakan perbandingan gaya inersia terhadap gaya viskos pada suatu aliran fluida. Bilangan Reynold juga menunjukkan karakteristik suatu aliran, yaitu laminar atau turbulen. Besarnya bilangan Reynold suatu aliran di dalam pipa ditentukan oleh massa jenis fluida, kecepatan aliran, viskositas, dan diameter pipa. Hubungan keempat besaran tersebut terhadap nilai bilangan Reynold dinyatakan dengan persamaan

(10)

(2.3.1)

dengan Re : bilangan Reynold,

ρ : massa jenis,

η : viscositas/kekentalan, v : kecepatan aliran, D : diameter pipa.

Viskositas (μ) dari gas bergantung hanya pada suhu, dan berikut akan diberikan viskositas yang berlaku untuk udara :

2 2 / 3 5 / . 273 273 393 393 10 171 . 1 x xNs m                   (2.3.2)

di mana θ adalah suhu dalam oC.

Bilangan tak berdimensi lainnya yang berhubungan dengan karakterisitik aliran fluida faktor friksi. Faktor friksi untuk aliran dalam pipa/sakuran ditentukan dengan persamaan 2 2 1 0 ) ( 4 1 V P P L D f L          (2.3.3)

Gambar ___. Aliran Udara Melalui Pipa

Untuk aliran fluida melalui pipa seperti pada gambar di atas, faktor friksi dapat dihitung dengan persamaan

) ( 4 ) ( 1 0 3 2 P P lk P P d f    (2.3.4) sementara bilangan Reynold dapat ditentukan dengan persamaan

(11)

 

 / 2 ( ) Re d k P0 P1

(2.3.5) Faktor friksi merupakan fungsi dari bilangan Reynold. Hubungan empirik antara faktor friksi dan bilangan Reynold ditemukan oleh beberapa ilmuwan melalui percobaan, diantaranya oleh Blasius yang mendapatkan hubungan

25 , 0 (Re) 079 , 0   f (2.3.6) yang dapat digunakan hingga bilangan Reynold sekitar 105. Selain oleh Blasius, hubungan empirik lainnya juga ditemukan oleh Nikuradse-von-Karman yaitu

396 , 0 ) (Re log 0 , 4 1 10     f f (2.3.7)

2.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice

Orifice adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju alir. Selain orifice terdapat juga venturimeter. Venturimeter juga dapat digunakan untuk mengukur laju alir. Alat ini lebih dahulu digunakan untuk keperluan pengukuran aliran. Orifice merupakan flowmeter yang mempunyai beberapa keunggulan praktis dibanding dengan venturi. Di antaranya adalah karena biayanya rendah, sederhana, mempunyai ukuran fisik yang kecil, dan fleksibilitas untuk mengubah rasio throat terhadap diameter pipa sehingga dapat mengukur laju alir dengan rentang cukup lebar. Namun, orifice mengkonsumsi lebih banyak energi dalam bentuk pressure loss. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien discharge yang kecil (C berkisar 0,6 – 0,7) dibandingkan koefisien pelepasan venturi yang berkisar antara 0,94 – 0,99 (Perry’s Chemical Engineer’s Handbook).

Orifice lebih banyak diapakai karena meteran venturi mempunyai kelemahan tertentu dalam praktek pabrik pada umumnya. Venturimeter cukup mahal, mengambil tempat cukup besar, dan rasio diameter leher terhadap diameter pipa tidak fleksibel untuk diubah-ubah. Untuk ukuran meteran tertentu dengan sistem manometer tertentu pula, rentang laju alir yang dapat diukur terbatas. Apabila laju aliran berubah menjadi lebih kecil, diameter leher menjadi terlalu besar untuk memberikan bacaan yang teliti. Atau sebaliknya, jika laju alir diperbesar maka diameternya menjadi terlalu kecil untuk dapat menampung laju aliran maksimum yang baru. Orifice dapat mengatasi

(12)

kelemahan meteran venturi, sehingga orifice lebih disukai pada praktek industri pada umumnya.

Instalasi orifice sangat mudah, yaitu dengan memasangnya di antara flanges. Rentang laju alir yang bisa diukur oleh orifice sangat lebar, karena kita bisa menyesuaikan perbandingan antara diameter lubang orifice dengan diameter pipa.

Penyadap tekanan, satu di hulu dan satu di hilir orifice tersebut dipasang dan dihubungkan dengan manometer atau peralatan pengukuran tekanan lainnya. Posisi lubang sadap dapat dipasang sembarang, dan koefisien meteran tersebut bergantung pada letak lubang sadap itu. Tiga cara yang biasa digunakan untuk menempatkan lubang sadap disajikan pada tabel berikut

Jenis sadap

Jarak penyadap

dari hulu orifice dari hilir orifice

Flens 1 in. 1 in.

Vena kontrakta

1 diameter pipa (inside diameter sebenarnya)

0,3 sampai 0,8 diameter pipa, bergantung pada 

Pipa 2,5 kali diameter nominal

pipa

8 kali diameter nominal pipa

Jenis penyadapan yang paling baik adalah pada daerah vena kontrakta karena pada vena kontrakta terjadi pressuredrop yang paling besar. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut, penurunan tekanan terjadi dengan sangat drastis ketika aliran fluida melewati orifice. Namun, masih terjadi penurunan tekanan sampai mencapai minimumnya di daerah vena kontrakta. Kemudian terjadi pemulihan tekanan secara perlahan sampai akhirnya tekanan menjadi relatif konstan. Tekanan terakhir ini nilainya berada di bawah tekanan awal sebelum fluida melewati orifice. Pressureloss

yang terjadi ini karena orifice ini relatif besar, sehingga ini menjadi kelemahan dari orifice dibanding flowmeter lain seperti venturi dan nozzle.

(13)

Gambar 5.1. Orificemeter Dengan Ilustrasi Perbedaan Tekanan Didalamnya.

Kadangkala laju alir yang diukur dengan perhitungan sedikit lebih besar daripada yang diamati. Hal ini terjadi karena faktor friksi dalam meter yang seringkali kita anggap 0 dan fakta bahwa aliran tidak seluruhnya melewati bidang perpotongan pipa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai yang lebih benar, digunakanlah suatu koefisien empiris yaitu koefisisen pelepasan (coefficient of discharge, Cv) yang nilainya tergantung hanya pada bilangan Reynold. Hubungan Cv dan tekanan sebagai berikut:        2 1 2 2 2 2 2 1 2 A A Cv V PKoefisien Pelepasan

Koefisien pelepasan sering digunakan untuk mencari hubungan antara piringan orifice dan nozzle. Koefisien pelepasan ini juga dapat diaplikasikan pada venturimeter. Koefisien pelepasan ini menyatakan perbandingan antara aliran aktual dengan aliran ideal. Nilai koefisien pelepasan yang rendah menandakan bahwa aliran aktual lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai teoritisnya. Nilai koefisien pelepasan dari orificemeter adalah 0,63 dan nilai koefisien pelepasan untuk venturimeter adalah 0,98. Perbedaan nilai koefisien pelepasan ini dikarenakan pressure drop yag tinggi

(14)

pada orificemeter yang disebabkan oleh perbedaan luas penampang secara tiba-tiba.

Gambar 5.2. Grafik perbandingan koefisien pelepasan dengan diameter pipa.

Aliran yang melalui jalur pipa dapat dinyatakan dalam persamaan yang digunakan yaitu rumus koefisien pelepasan, yaitu

2 3 2 . 1 2 . n P P a C m     ...(2.4.1) dimana, a = luas orifice n = perbandingan luas (d/d2)2 d = diameter orifice

C = koefisien pelepasan yang tergantung pada harga n dan hampir tak tergantung NRe. Untuk aliran kompresibel, C dipengaruhi oleh (P2-P1)/P2

Untuk menghitung laju alir massa dapat digunakan persamaan:

0 1

0 1 . 2 . k P P a m   ... (2.4.2)

sehingga kuadrat harga m di persamaan 5.1 menjadi

) ( . 2 1 ) ( . . . 2 2 2 2 3 2 2 1 0 0 2 1 P P n a C P P k a       ... (2.4.3)

(15)

Untuk diferensial tekanana yang rendah, perbedaan 0

dan 2

akan cukup rendah, sehingga persamaan 5.3 menjadi

2

2 3

1 2 2 2 1 0 1 1 P P a a n C P P k     ... (2.4.4) 2.5. Percobaan 6: Kompresor

Kompresor adalah alat yang digunakan untuk menaikkan tekanan suatu fluida/ gas dengan menurunkan volume dari fluida tersebut. Cara kerja kompresor miripdengan pompa yaitu mengalirkan fluida dan menaikan temperatur dari fluida tersebut.

Beberapa Jenis Kompresor

A Reciprocating compressors . Kompresor ini menggunakan piston yang

digerakan oleh crankshaft. Piston-piston ini dapat bergerak atau diam, single stage atau multi staged, dan dapat bekerja dengan bantuan mesin internal atau motorelektronik. Kompesor ini sering ditemukan pada aplikasi otomotif.

B Rotary compressors. Kompresor jenis ini memiliki beberapa kelemahan seperti

rumit, berat, mahal, dan hanya bisa digunakan untuk laju alir rendah. Dengan adanya kenaikan tekanan dan gesekan antara fluida dengan dinding pipa maka suhu fluida akan naik. Kenaikan suhu akan menimbulkan beberapa kerugian. Hal ini dikarenakan volume spesifik dari fluida akan menjadi lebih besar. Bertambahnya volume spesifik akan membuat kerja yang dibutuhkan untuk memampatkan fluida per satuan massa akan menjadi lebih besar, dibandingkan jika kompresi tersebut dilakukan secara isotermal.

C Centrifugal compressors. Kompresor ini menggunakan piringan yang berputar

atau impeller untuk menaikkan kecepatan dari gas. Kompresor ini biasanya digunakan pada industri petrokimia, pengilangan minyak, proses pengolahan gas alam.

D Axial-flow compressors. Kompresor ini merupakan dinamic rotating kompresor

yang digunakan seperti kipas angin untuk mengkompres fluida kerja. Kompresor ini digunakan untuk aliran yang tinggi dan design yang rapat.

(16)

Efisiensi kompresor secara umum didefinisikan sebagai perbandingan antara kerja kompresor isentropik dibandingkan dengan kerja kompresor nyata. Efisiensi terdiri dari dua bagian yaitu efisiensi isotermal dan efisiensi secara total. Efisiensi isotermal termodinamika hanya dipengaruhi oleh kondisi termodinamik yaitu suhu dan tekanan, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

ηtermo=

(

P3P2 ρ0

)(

1− P3P2 P0

)

(

γ γ−1

)

(R

(

θ3−θ2

)

) … …(2.5.1)

Sedangkan efisiensi isotermal keseluruhan dipengaruhi oleh laju alir massa dan kecepatan poros kompresor, massa beban dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: ηtotal=m P3P2 ρo

(

1− P3P2 2Po

)

ωTr … …(2.5 .2) dengan P0P1 2ρok(¿)… …(2.5 .3) m=a1√¿

(17)

BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran

1. Memyambungkan pipa kovergen-divergen ke kompresor.

2. Pada percobaan pertama, laju alir udara diatur pertama-tama pada 15 kg/s 3. Mengukur beda tekanan pada P1 (P0-P1) dan P2 (P0-P2) pada pipa dengan

menggunakan manometer digital

4. Memvariasikan laju alir udara menjadi 15, 17, 19, 21, dan 23 kg/s 5. Pada percobaan kedua, laju alir udara diatur pertama-tama 30 kg/s 6. Mengukur beda tekanan pada P1 (P0-P1) dan P2 (P0-P2) pada pipa dengan

menggunakan manometer digital

7. Memvariasikan laju alir udara menjadi 30, 35, 40, 45, dan 50 kg/s

3.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser

1. Memasang alat-alat sesuai dengan urutan yang benar.

2. Menggunakan manometer untuk pengukur P0-P1; P0-P2; dan P0-P3 dengan cara memasukkan selang ke lubang pada titik 1, 2, dan 3.

3. Membuat variasi laju udara yaitu 15, 17, 19, 21, 23, 30, 35, 40, 45, 50 (semua dalam satuan kg/s).

4. Mencatat tekanan yang terukur pada setiap titik.

3.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan

Reynold pada Pipa

1. Mengatur laju alir udara 32 kg/s, kemudian mengukur beda tekanan antara P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3 menggunakan manometer digital.

2. Mengulangi langkah di atas dengan memvariasikan laju alir udara sebesar 34 kg/s, 36 kg/s, 38 kg/s, dan 40 kg/s.

3. Membuat tabel f, Re, log (f), log (Re), 1/√f dan log (Nre . √f). 4. Menggambar grafik log f vs log Re dan 1/f vs log (Ref)

5. Mencari tahu apakah hubungan empirik Blasius f = 0,079Re-1/4 dapat dipakai dan pada range Ree berapa?

6. Mencari tahu apakah hubungan Nikuradse–von Karman 1/√f = 4 log (Nre . √f) – 0,396 dapat digunakan dan pada range berapa?

3.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice

1. Menyambungkan 2 pipa yang terdapat orifice di bagian sambungannya dan memasangkannya ke kompresor

2. Menyiapkan manometer digital dengan mengalibrasinya, lalu mengatur satuan tekanan yaitu psi

(18)

3. Mengatur laju alir sebesar 36 kg/s lalu menunggu selama 1 menit 4. Mengukur P0-P1, P0-P2 dan P0-P3 dengan manometer digital

5. Menulangi langkah 3-4 dengan memvariasikan laju alirnya yaitu 36, 38, 40, 42, 44 kg/s.

6. Menggambarkan grafik hubungan antara (P0-P1) terhadap P2-P3. Lalu menentukan harga C dari kemiringan grafik tersebut.

3.5. Percobaan 6: Kompresor

1. Memasang pipa pada output kompresor dengan baik dan memastikan pemasangan dilakukan dengan tepat dan kencang

2. Mengatur aliran udara pada 34 m/s, 36 m/s, 40 m/s, 44 m/s, 46 m/s, dan 48 m/s agar memberikan perubahan-perubahan P0-P1yang sama

3. Memberikan beban yang bervariasi pada pangkal pipa (output kompresor), yaitu 34 kg/s, untuk beban 60 gram laju alir udaranya yaitu 36 kg/s, untuk 70 gram yaitu 40 kg/s, untuk beban 80 gram yaitu 44 kg/s, untuk beban 90 gram yaitu 46 kg/s, dan untuk beban 100 gram laju udaranya yaitu 48 kg/s

4. Menyambungkan manometer digital untuk mengatur tekanan pada ujung pipa (P0-P1), tekanan pada tengah pipa (P0-P2), dan tekanan pada pangkal pipa(P0-P3), dan megukur suhu input dan output kompresor dengan termometer digital 5. Membaca P0-P1,P0-P2,P0-P3, θ1(suhu masuk), θ2(suhu keluar), dan rpmpada

masing-masing laju alir udara

6. Menghitung efisiensi termodinamika dan efisiensi total

(19)

BAB IV

DATA PENGAMATAN

4.1.Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran

Tabel 4.1. Data Pengamatan Percobaan 1

Percobaan I bagian 1 Percobaan I bagian 2

Laju Udara (kg/s)

Manometer (psi) Laju Udara (kg/s) Manometer (psi) P0-P1 P0-P2 P0-P1 P0-P2 15 0 0.08 30 0 0.44 17 0 0.12 35 0 0.63 19 0 0.16 40 0.01 0.83 21 0 0.21 45 0.01 1.12 23 0 0.28 50 0.01 1.34

4.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser

Tabel 4.2. Data Pengamatan Percobaan 3

LajuUdara (kg/s) Manometer (psi) P0-P1 P0-P2 P0-P3 15 0 0.08 0.02 17 0 0.12 0.03 19 0 0.16 0.04 21 0 0.21 0.05 23 0 0.28 0.06 30 0 0.44 0.1 35 0 0.63 0.15 40 0.01 0.83 0.21 45 0.01 1.12 0.27 50 0.01 1.34 0.34

4.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan

Reynold pada Pipa

Tabel 4.3. Data Pengamatan Percobaan 4

Laju Udara (kg/s)

Beda Tekanan (psi)

P0 – P1 P0 – P2 P0 – P3

32 0,04 0,08 0,11

34 0,05 0,09 0,13

36 0,05 0,10 0,15

(20)

40 0,07 0,13 0,18

4.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice

Tabel 4.4. Data Pengamatan Percobaan 4

Laju Udara (kg/s) Manometer (psi)

P0-P1 P0-P2 P0-P3 36 0.007 0.007 0.014 38 0.009 0.009 0.017 40 0.01 0.01 0.019 42 0.012 0.012 0.02 44 0.014 0.014 0.023

 Diameter pipa dalam = 3.4 cm

 Diameter pipa luar = 3.9 cm

 Diameter orifice dalam = 1.9 cm

 Diameter orifice luar = 3.9 cm

4.5. Percobaan 6: Kompresor

Tabel 4.5. Data Pengamatan Percobaan 5

Beban (g) Laju Udara (kg/s) RPM Tin (0C) Tout ( 0C) Manometer (psi) P0-P1 P0-P2 P0-P3 50 34 1082 33,4 31,1 0,01 0,68 0,15 60 36 2310 33,5 31 0,01 0,75 0,17 70 40 2589 33,6 31,1 0,01 0,87 0,21 80 44 2882 33,7 30,8 0,01 1,10 0,28 90 46 3024 33,6 30,6 0,01 1,23 0,31 100 48 4707 33,5 30,8 0,02 1,35 0,33

(21)

BAB V

PENGOLAHAN DATA

5.1.Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran

Dari data-data percobaan tersebut dapat dibuat grafik antara P0-P2 vs P0-P1 pada kedua percobaan.

Grafik 5.1.1. P0-P1 vs P0-P2 pada Percobaan I bagian 1.

(22)

Kecepatan aliran udara di setiap titik dapat ditentukan berdasarkan percobaan ataupun secara teoritis. Kecepatan di titik 1 dan titik 2 untuk percobaan dapat menggunakan persamaan neraca energi:

Persamaan neraca energi diatasdapat disederhanakan dengan mengabaikan kalor, kerja dan rugi kerja. Hasil penyederhanaannya adalah:

Menggunakan rumus tersebut, data-data di atas dapat digunakan untuk menghitung kecepatan di masing-masing titik uji v1 dan v2. Massa jenis (ρ) fluida yang beruba udara dapat ditentukan dengan menentukan Mr udara terlebih dahulu.

1 mol udara = 0.79 mol N2 + 0.21 mol O2 0.79 mol N2 = 22.12 gr

0.21 mol O2 = 6.72 gr

Mr udara = 22.12 gr/mol + 6.72 gr/mol Mr udara = 28.84 gr/mol

Massa jenis udara didapatkan dengan mengasumsikan udara berada pada kondisi ideal.

Setelah mendapatkan nilai kecepatan di masing-masing titik uji dari percobaan, nilai P0-P2 teoritis dapat dievaluasi menggunakan persamaan least-square pada grafik di atas. Persamaan least-square pada grafik di atas diturunkan dari persamaan kecepatan di tiap titik dari neraca energi

(23)

dan

Persamaan kontinuitas m = A.v = konstan sehingga:

, dari kedua persamaan tersebut menghasilkan:

Dengan memplot P0-P2 sebagai sumbu y dan P0-P1 sebagai sumbu x seperti grafik di atas maka gradien dari grafik tersebut merupakan perbandingan

. Nilai tersebut dapat digunakan mencari nilai v2 teoritis

dengan menggunakan persamaan kontuinitas di atas. Selanjutnya kita bisa menghitung kesalahan relative kecepatan percobaan di titik 2 dengan persamaan

Hasil perhitungan v2 teoritis dan persen kesalahan relatif v2 percobaan di di tiap laju udara ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 5.1.1. Pengolahan Data Percobaan 1

Bagian 1

(24)

(kg/s) P0-P1 P0-P2 (Pa) (m/s) 15 0 551.6 0 30.5893 5 0.08 0.368385976 -17 0 827.4 0 37.4641 5 0.12 0.451178835 -19 0 1103.2 0 43.2598 7 0.16 0.520976443 -21 0 1447.95 0 49.5604 1 0.21 0.596853497 -23 0 1930.6 0 57.2274 3 0.28 0.689187054 -Bagian 2 Laju Udara (kg/s) Manometer (Pa) v1 (m/s) v2 (m/s) P0-P2 teoritis (pa) v2 teoritis (m/s) % error P0-P1 P0-P2 30 0 3033.8 0 71.7383 8 0 0 ~ 35 0 4343.85 0 85.84115 0 0 ~ 40 68.95 5722.85 10.8149 7 98.5290 5 3872.71465 81.05239355 21.56217 45 68.95 7722.4 10.8149 7 114.4549 3872.71465 81.05239355 41.21096 50 68.95 9239.3 10.8149 7 125.192 3 3872.71465 81.05239355 54.45849

5.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser

Pada percobaan ini menggunakan manometer untuk membaca P0-P1; P0-P2; dan P0-P3 di mana efisiensi saluran divergen/diffuser adalah rasio perbedaan tekanan antara titik masuk dan titik keluar diffuser sehingga persamaan efisiensi diffuser yang digunakan pada percobaan ini adalah:

η=P3−P2 P1−P2

dengannilai (P3-P2) dan (P1-P2) didapatkandari:

(

P3P2

)

=

(

P0P2

)

(

P0P3

)

(

P1P2

)

=

(

P0P2

)

(

P0P1

)

Berikutadalahhsilpengolahan data daripercobaan 3:

(25)

Tabel 5.2.1. Pengolahan Data Percobaan 3 LajuUdara (kg/s) Manometer (psi) P3-P2 P1-P2 Efisiens i (%) P0-P1 P0-P2 P0-P3 15 0 0.08 0.02 0.06 0.08 75.00% 17 0 0.12 0.03 0.09 0.12 75.00% 19 0 0.16 0.04 0.12 0.16 75.00% 21 0 0.21 0.05 0.16 0.21 76.19% 23 0 0.28 0.06 0.22 0.28 78.57% 30 0 0.44 0.1 0.34 0.44 77.27% 35 0 0.63 0.15 0.48 0.63 76.19% 40 0.01 0.83 0.21 0.62 0.82 75.61% 45 0.01 1.12 0.27 0.85 1.11 76.58% 50 0.01 1.34 0.34 1 1.33 75.19% Efisiensi rata-rata 76.06% 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 f(x) = 0.76x + 0 R² = 1

P1-P2 vs P3-P2

P1-P2 vs P3-P2 Linear (P1-P2 vs P3-P2) P1-P2 (psi) P3-P2 (psi) Grafik 5.2.1. P1-P2 vs P3-P2

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan garis:

y=0.7562x+0.0023

Dengan menganalogikan persamaan efisiensi diffuser menjadi:

(

P3−P2

)

=η

(

P1−P2

)

Untuk mendapatkan nilai efisiensinya dapat merata-ratakan antara η rata-rata dengan η yang didapatkan dari grafik sehingga:

(26)

η=76.06+75.62

2

η=75.84

5.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan

Reynold pada Pipa

Beda tekanan pada data hasil percobaan di atas harus dikonversi dulu satuannya menjadi Pascal. Kemudian dapat dihitung variabel-variabel yang diperlukan menggunakan persamaan berikut:

1 Perhitungan koefisien friksi

dengan:

2 Perhitungan bilangan Reynold

dengan:

3 Persamaan Blasius

4 Persamaan Nikuradse von Karman

(27)

Tabel 5.3.1. Hasil Pengolahan Data untuk Korelasi Empirik oleh Blasius

Laju Alir (kg/s)

Beda Tekanan (Pa)

(P2-P3) Re

f

(Blasius) log Re log f

(P0-P1) (P0-P2) (P0-P3) 32 275,79 551,58 758,42 206,84 40060,2 6 0,00559 1 4,6027 -2,2525 34 344,74 620,53 896,32 275,79 44788,7 3 0,00543 7 4,6512 -2,2646 36 344,74 689,48 1034,21 344,74 44788,7 3 0,00543 7 4,6512 -2,2646 38 413,69 827,37 1241,06 413,69 49063,5 9 0,00531 5 4,6908 -2,2745 40 482,63 896,32 1241,06 344,74 52994,7 4 0,00521 3 4,7242 -2,2829

Tabel 5.3.2. Hasil Pengolahan Data untuk Korelasi Empirik von Karman

Laju Alir (kg/s)

Beda Tekanan (Pa)

(P2-P3) Re log (Re ) (P0-P1) (P0-P2) (P0-P3) 32 275,79 551,58 758,42 206,84 40060,2 6 0,00148 4 6,70102 9 1,7743 34 344,74 620,53 896,32 275,79 44788,7 3 0,00158 3 7,00696 4 1,8507 36 344,74 689,48 1034,21 344,74 44788,7 3 0,00197 9 7,39460 4 1,9477 38 413,69 827,37 1241,06 413,69 49063,5 9 0,00197 9 7,55296 7 1,9872 40 482,63 896,32 1241,06 344,74 52994,7 4 0,00141 4 7,10234 8 1,8746

(28)

Grafik 5.3.1. Hubungan log(Re) versus log(f)

Grafik 5.3.2. Hubungan

5.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice

Untuk mencari nilai discharge coefficient (C) pada orifice adalah dengan menggunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut:

1 2 ρ2v2 2 +P2=1 2ρ3v3 2 +P3(5.4 .1) Persamaan Kontinuitas: ρ2A2v2=ρ3A3v3(5.4 .2)

(29)

Dengan mengasumsikan ρ2=ρ3 , maka persamaan (5.4.2) menjadi: v2=v3 A3 A2 =v3d3 2 d22(5.4 .3)

Bila persamaan (5.4.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.4.1), maka didapatkan persamaan: P2−P3= 1 2ρ3v32

(

1− d32 d22

)

v3=

2

(

P2P3

)

ρ

(

1−d3 2 d22

)

(5.4 .4)

Bila dikembalikan ke persamaan kontinuitas untuk area setelah orifice, persamaan menjadi: ´ m=Cp A3v3=C A3

2ρ

(

P2P3

)

(

1−d3 2 d2 2

)

=C A3

2ρ

(

P2P3

)

(

1−n2

)

(5.4 .5)

Di sisi lain, persamaan Bernoulli untuk area sebelum orifice (yang mencakup area sebelum dan sesuadah masuk pipa) adalah sebagai berikut:

P0=1 2ρ1v1 2 +P1 P0P1=1 2ρ1v1 2 v1=

2 ρ

(

P0−P1

)

(5.4 .6)

Maka persamaan Kontinuitasnya adalah:

´

m=ρ1A1v1=A1

2ρ1

(

P0P1

)

(5.4 .7)

Bila kedua persamaan laju alir massa yang telah ditemukan ini disamakan (asumsi steady state), dan nilai densitas udara dianggap sama di segala tempat, maka didapat persamaan berikut: A1

2ρ1

(

P0P1

)

=C A3

2ρ

(

P2−P3

)

(

1−n2

)

A12

(

P0P1

)

=C2A 3 2

(

P2−P3

)

(

1−n2

)

(30)

y m x

(

P0P1

)

=C2 A3

2

A12

(

1

n2

)

(

P2−P3

)

(5.4 .8)

Plot persamaan (5.4.8) sebagai persamaan linear, dimana (P0-P1) sebagai y, (P2-P3)

sebagai nilai x, dan nilai C2 A3

2

A12

(

1

n2

)

sebagai slope.

Berikut table data yang akan diplot pada grafik:

Tabel 5.4.1. Pengolahan Data Percobaan 5

Laju Udara (kg/s) Manometer (Pa)

P0-P1 P0-P2 P0-P3 P2- P3 36 48.26332 48.26332 96.52664 48.26332 38 62.05284 62.05284 117.2109 55.15808 40 68.9476 68.9476 131.0004 62.05284 42 82.73712 82.73712 137.8952 55.15808 44 96.52664 96.52664 158.5795 62.05284 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 0 10 20 30 40 50 60 70 f(x) = 0.23x + 40.33 R² = 0.53 Linear () Linear () Linear () P2-P3 P0-P1 Grafik 5.4.1. Hubungan P2-P3 vs P0-P1 0.511=C2 A3 2 A12

(

1−n2

)

0.511=C20.25× π ×0.0254 2 0.25× π ×0.03812 1 (1−0.667)

(31)

0.226=0.5172C2

C=0.661

5.5. Percobaan 6: Kompresor

 Mengkonversi satuan tekanan psia menjadi Pa ; 1 psia = 6894,76 Pa Tabel 5.5.1. Konversi Data Pengamatan Percobaan 6

Beban (g) Laju Udara (kg/s) RPM Tin (0C) Tout (0C) Manometer (psi) P0-P1 P0-P2 P0-P3 50 34 1082 33,4 31,1 68,95 4688,44 1034,21 60 36 2310 33,5 31 68,95 5171,07 1172,11 70 40 2589 33,6 31,1 68,95 5998,44 1447,90 80 44 2882 33,7 30,8 68,95 7584,24 1930,53 90 46 3024 33,6 30,6 68,95 8480,55 2137,38 100 48 4707 33,8 30,8 137,90 9307,93 2275,27  Mencari P3−P2 P (¿¿0−P3) P3P2=(P0P2)−¿

Tabel 5.5.2. Pengolahan Data Percobaan 6

Beban (g) Laju Udara (kg/s) RPM ΔT (0C) Manometer (psi) P0-P2 P0-P3 P3-P2 50 34 1082 2,30 4688,437 1034,214 3654,22 60 36 2310 2,50 5171,07 1172,109 3998,96 70 40 2589 2,50 5998,441 1447,9 4550,54 80 44 2882 2,90 7584,236 1930,533 5653,70 90 46 3024 3,00 8480,555 2137,376 6343,18 100 48 4707 3,00 9307,926 2275,271 7032,66

 Mencari properti udara

Tekanan (Pa) 101325

BM (kg/mol) 0,029

R (m3Pa/mol.

K) 8,314

(32)

ρ (kg/m3) 1,180

 Mencari Efisiensi Isotermal Termodinamika ηtermo=

(

P3P2 ρ0

)(

1− P3P2 P0

)

(

γ γ−1

)

(R

(

θ3−θ2

)

) dimana , γ=1,4 θ3θ2=ToutT¿

Tabel 5.5.3. Pengolahan Data Percobaan 6 P3P2 ρ0 1−P3−P2 P0 γ γ−1 R

(

θ3−θ2

)

η 3096,79 9 0,964 3,5 19,122 44,602 3388,95 0 0,961 3,5 20,785 44,747 3856,39 1 0,955 3,5 20,785 50,630 4791,27 4 0,944 3,5 24,111 53,609 5375,57 6 0,937 3,5 24,942 57,723 5959,87 7 0,931 3,5 24,942 63,533

 Mencari nilai laju alir massa (m) dalam kg/s P0P1

2ρok(¿) m=a1√¿

Dengan a1 = luas penampang

Diameter (m) 0.051

Luas penampang 0.002

(33)

(m2) Densitas(kg/m3) 1.180 k (manometer digital) 1 P0-P1(psi) m (kg/s) 0,01 0,000307 0,01 0,000307 0,01 0,000307 0,01 0,000307 0,01 0,000307 0,02 0,000435

 Mengubah satuan ω dari RPM menjadi rad/s Dimana 1 rpm = 0,1047 rad/s RPM rad/s 1082 113,31 0 2310 241,91 0 2589 271,12 8 2882 301,81 2 3024 316,68 2 4707 492,93 1  Mencari nilai F F=mbeban. g Beban (g) Beban (kg) Gaya Berat (N) 50 0,05 0,49 60 0,06 0,588 70 0,07 0,686 80 0,08 0,784 90 0,09 0,882 100 0,10 0,98

(34)

 Mencari nilai Tr

Tr=F x l

l=jarak antara garis sumbumotor dengan pemberat0.342m

Gaya Berat (N) Tr (Nm) 0,490 0,168 0,588 0,201 0,686 0,235 0,784 0,268 0,882 0,302 0,980 0,335

 Mencari efisiensi isothermal keseluruhan

ηtotal=m P3P2 ρo

(

1−P3−P2 2Po

)

ωTr

Tabel 5.5.4. Pengolahan Data Percobaan 6

m (kg/s) ω (rad/s) Tr (Nm) P3−P2 ρo 1−P3−P2 2Po ηtotal

(%)

0,00030 7 0,490 0,168 3096,799 0,982 11,378 0,00030 7 0,588 0,201 3388,950 0,980 8,632 0,00030 7 0,686 0,235 3856,391 0,978 7,197 0,00030 7 0,784 0,268 4791,274 0,972 6,808 0,00030 7 0,882 0,302 5375,576 0,969 6,014 0,00043 5 0,980 0,335 5959,877 0,965 7,611

 Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap P3-P2 Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow

(35)

0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 8000.00 f(x) = 715.09x + 2702.75 R² = 0.98

Grafik m vs P3-P2

m (kg/s) P3-P2 (Pa) Grafik 5.5.1. Hubungan m vs P3-P2

 Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap ω.Tr

0 0.050.1 0.150.2 0.250.3 0.35 f(x) = 0.05x + 0.02 R² = 0.99

Grafik m vs ω.Tr

m (kg/s) ω.Tr Grafik 5.5.2. Hubungan m vs ω.Tr

 Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap Effisiensi Isotermal Termodinamika ( ηtermo )

(36)

0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 f(x) = 3.9x + 38.82 R² = 0.96

Grafik m vs

������

m (kg/s) ������(%) Grafik 5.5.3. Hubungan m vs ������

 Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap Effisiensi Isotermal Keseluruhan ( ηtotal )

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 f(x) = - 0.77x + 10.65 R² = 0.58

Grafik m vs ��otal

m (kg/s) ��otal (%)

Grafik 5.5.4. Hubungan m vs ��otal

(37)

BAB VI

ANALISIS

6.1.Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran 6.1.1. Analisis Percobaan

Percobaan 1 dalam Praktikum Compressible Flow ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran konvergen dan divergen. Percobaan ini adalah pengukuran nilai P1 dan P0-P2 dilakukan dengan cara melakukan variasi pada laju alir udara dengan memvariasikan daya motor pada kompresor. Semakin besar daya motor pada kompresor tersebut, maka kecepatan tangensial kompresor akan semakin besar, sehingga nantinya laju alir udara menjadi lebih besar karena kompresor akan menarik udara dengan semakin kuat.

Input variabel pada percobaan ini yaitu interval laju alir. Percobaan I bagian 1 interval laju alirnya relatif lebih kecil yaitu 15 kg/s, 17 kg/s, 19 kg/s, 21 kg/s, dan 23 kg/s. Tekanan yang diukur yaitu pada titik 1 (P1) dan titik 2 (P2) pada pipa relatif terhadap P0. Bagian 2 dari percobaan ini, laju alir udara atau input variabelnya lebih besar, berkisar 30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s, dan 50 kg/s. Manometer yang digunakan adalah manometer digital.

6.1.2. Analisis Data dan Hasil

Dari percobaan ini praktikan mendapatkan variasi data P1-P0 dan P2-P0 pada 2 buah interval laju alir. Data untuk P0-P1, perubahan tekanannya yang didapat justru cenderung konstan seiring dengan meningkatnya laju alir. Begitu pula dengan P0-P2, perubahan tekanannya meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir.

Pada bagian 2, untuk P0-P1 data yang diperoleh adalah perubahan tekanan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir. Perubahan tersebut terlihat cukup signifikan. Begitupun dengan P0-P2 yang meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir.

Berdasarkan data percobaan bagian 1 dan bagian 2 dapat disajikan dalam grafik P0-P2 sebagai fungsi P0-P1. Grafik praktikan sajikan dalam satuan psi, sesuai dengan setting dari manometer digital. Pada bagian pertama, dalam interval laju alir menghasilkan profil output seperti terlihat dalam bagian

(38)

pengolahan data. Dari kedua grafik tersebut praktikan dapat menggunakan persamaan linearnya untuk mencari kecepatan di titik 2 teoritis. Namun hasil yang didapatkan cukup aneh, yaitu grafik dengan nilai x yang konstan, yaitu x=0, disebabkan pada saat pengamatan terlihat bahwa P0-P1 malah menunjukkan hasil yang konstan, yaitu = 0 psi.

Pada bagian kedua, interval laju alir yang digunakan cukup besar yaitu 25 kg/s,30 kg/s,35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s menghasilkan profil output seperti terlihat dalam bagian pengolahan data. Hasilnya grafik tersebut berupa garis lurus, linear dan memiliki persamaan y=56.167x + 0.535.

Perhitungan dimulai dari persamaan kontinuitas yang digunakan untuk membandingkan keadaan tekanan pada posisi 1 dan 2. Karena nilai a1 > a2, maka berdasarkan persamaan kontinuitas v1 < v2. Karena P0-P1 sebanding dengan v1 dan P0-P2 sebanding dengan v2 maka P0-P1 < P0-P2. Hubungan ini terbukti pula dari data yang diperoleh dari percobaan. Karena nilai P0 selalu konstan maka dapat disimpulkan bahwa P1 > P2.

Karenanya, grafik hubungan P0-P1 terhadap P0-P2 berbentuk linear dengan gradien positif. Artinya dengan kenaikan nilai P0-P1, maka nilai P0-P2 juga akan naik. Persamaan garis untuk kedua percobaan ini sama, karena nilai variasi laju alir udara sama untuk kedua percobaan, dan fluida yang mengalir juga sama yaitu udara.

Nilai P0-P1 yang sebanding dengan P0-P2 dapat dibuktikan sebagai berikut : f vT Q W W C v P m            2 2 . 2 . 

Dengan mengabaikan panas, kerja, dan rugi kerja, maka kita mendapatkan:

dan

(39)

Persamaan kontinuitas, konstan . .   aV m  , maka didapatkan hubungan

Dengan memplot P0-P2 sebagai sumbu y dan P0-P1 sebagai sumbu x seperti grafik di atas maka gradien dari grafik tersebut merupakan

perbandingan . tersebut dapat

digunakan mencari nilai v2 teoritis dengan menggunakan persamaan kontuinitas di atas. Selanjutnya kita bisa menghitung kesalahan relative kecepatan percobaan di titik 2 dengan persamaan:

Hasil perhitungan v2 teoritis dan persen kesalahan relatif v2 percobaan di ditiap laju udara. Berdasarkan rumus berikut ini:

, terbukti bahwa P0-P2 berbanding lurus dengan P0-P1. Persamaan di atas adalah persamaan aliran inkompresibel. Pada aliran gas, tekanan di tiap titik bervariasi, sehingga asumsi densitas konstan harus dikoreksi dalam perhitungan. Namun, asumsi densitas konstan tersebut tetap dapat digunakan untuk perhitungan apabila kecepatan aliran kecil dibandingkan kecepatan suara.

Jika fluida adalah kompresibel, maka ketika fluida melewati bagian konvergen, fluida tersebut akan terkompresi sehingga densitasnya menjadi meningkat. Bisa dikatakan bahwa untuk laju alir massa fluida (udara) konstan, maka pada saat fluida melewati bagian konvergen dan tiba di titik 2, densitas fluida kompresibel lebih besar daripada densitas fluida inkompresibel. Perbedaan densitas ini akan berpengaruh kepada kecepatan fluida ketika

(40)

melalui bagian konvergen. Hubungan laju alir massa m dengan densitas terlihat pada persamaan:

m = .v.A

sehingga kecepatan fluida kompresibel lebih kecil daripada kecepatan fluida inkompresibel. Hal ini kemudian berakibat tekanan absolut di titik 2 (P2) untuk fluida kompresibel lebih besar daripada tekanan absolut (P2) untuk fluida inkompresibel.

Untuk kondisi kompresibel, maka kita harus menghubungkan densitas dengan suhu dan tekanan. Hubungan yang paling sederhana adalah persamaan gas ideal :

M T R P ..

Dalam percobaan ini penambahan laju alir udara dalam kompresor dilakukan dengan cara memperkecil penghambatan keluaran pada kompresor. Karena pada percobaan dilakukan memperkecil penghambatan output pada

kompresor, maka terlihat dalam data bahwa harga (P0 - P1) dan

P0 P2

semakin besar. Hal ini dikarenakan pengurangan penghambatan output maka akan memperbesar laju alir. Sesuai dengan hubungan bahwa laju alir dan

tekanan berbanding terbalik maka P1 dan P2 menurun sehingga

P0 P1

dan

P0 P2

meningkat.

Berdasarkan perhitungan data, dapat kita lihat bahwa kecepatan laju alir udara di titik 2 lebih besar daripada di titik 1. Hal tersebut dikarenakan tekanan di titik 2 lebih kecil daripada tekanan di titik 1. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa pipa konvergen-divergen tersebut dapat mengubah tekanan sehingga terjadi pressure drop dan kita dapat menghitung laju alir udara di pipa.

6.1.3. Analisis Grafik

(41)

Persamaan yang digunakan untuk membandingkan keadaan tekanan pada posisi 1 dan 2 adalah persamaan kontinuitas. Karena nilai a1 > a2, maka berdasarkan persamaan kontinuitas v1 < v2. Karena P0-P1 sebanding dengan v1 dan P0-P2 sebanding dengan v2 maka P0-P1 < P0-P2. Hubungan ini terbukti pula dari data yang diperoleh dari percobaan. Karena nilai P0 selalu konstan maka dapat disimpulkan bahwa P1 > P2.

Seharusnya, grafik hubungan P0-P1 terhadap P0-P2 berbentuk linear dengan gradien positif. Namun pada percobaan bagian 1, hasil yang didapatkan cukup aneh, yaitu grafik dengan nilai x yang konstan, yaitu x=0, disebabkan pada saat pengamatan terlihat bahwa P0-P1 malah menunjukkan hasil yang konstan, yaitu = 0 psi. Grafik tersebut pun tidak dapat dilihat gradient serta nilai R2 nya.

Sementara pada percobaan bagian 2, menghasilkan grafik tersebut berupa garis lurus, linear dan memiliki persamaan y=56.167x + 0.535. Gradien yang didapatkan adalah m=56.167 dengan R2=0.717. Nilai R2 yang didapatkan jauh dari 1, karena disebabkan oleh data pengamatan P0-P1 yang aneh karena hanya naik sekali, yaitu dari 0 ke 0.01 pada kenaikan laju 40 kg/s ke 45 kg/s. Secara teoritis, pengamatan harus menunjukkan bahwa dengan kenaikan nilai P0-P1, maka nilai P0-P2 juga akan naik.

6.1.4. Analisis Kesalahan

Pada percobaan ini terdapat kesalahan yang cukup besar terlihat. Kesalahan tesebut adalah nilai P0-P1 yang konstan = 0 pada percobaan bagian 1. Selain itu, pada percobaan ke 2, nilai P0-P1 juga tidak naik secara signifikan, hanya naik sekali yaitu dari 0 ke 0.01 pada kenaikan laju 40 kg/s ke 45 kg/s. Hal tersebut menyebabkan grafik yang dihasilkan menjadi aneh. Bahkan pada percobaan bagian 1 didapatkan grafik x=0 dengan gardien dan nilai R2 yang tidak bisa ditentukan. Sementara pada percobaan bagian 2, didapatkan grafik yang memiliki persamaan y=56.167x + 0.535, dengan gradien yang didapatkan m=56.167 dan nilai R2=0.717. Grafik yang aneh tersebut didapatkan karena nilai P0-P1 yang teramati memang cukup aneh karena cenderung konstan.

Penyimpangan tersebut terbukti oleh nilai simpangan pada grafik yang tidak sama dengan 1 (R<1). Penyimpangan yang terjadi pada percobaan ini disebabkan manometer digital yang sedikit bermasalah dengan baterainya.

(42)

Kondisi baterai manometer digital telah kurang baik dan nyaris habis pada saat praktikum. Hal tersebut menyebabkan tampilan nilai tekanan pada manometer tidak menunjukkan hasil yang akurat.

Selain itu, kesalahan yang terjadi juga diakibatkan oleh settingan manometer digital yang diset pada satuan psi. Hal tersebut menyebabkan segala perubahan tekanan yang terjadi tidak terlalu terlihat, karena satuannya yang besar dan tidak dapat memperhitungkan perbedaan atau jangkauan yang kecil. Jika manometer diset pada satuan yang lebih kecil seperti Pascal, mungkin akan lebih terlihat perbedaan tekanan yang terjadi.

6.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser

6.2.1. Analisis Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran konvergen-divergen. Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan dalam bagian divergen, aliran itu bisa subsonik maupun supersonik. Tujuan penggunaan bagian divergen pada kedua jenis aliran tersebut berbeda. Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu karena bilangan Mach yang lebih dari satu menunjukkan aliran supersonik.

Percobaan 3 ini memvariasikan laju alir untuk mendapatkan tekanan di titik 1, 2, dan 3. Laju alir yang digunakan adalah 15, 17, 19, 21, 23, 30, 35, 40, 45, dan 50 kg/s. Percobaan 3 variasi data yang diambil dilakukan dengan mengubah-ubah daya motor pada kompresor sehingga didapatkan laju alir udara yang berbeda-beda. Kompresor berfungsi sebagai alat yang memberikan udara sebagai umpan pada saluran.

Tekanan yang diukur pada percobaan inilah tekanan padatitik 1 (P1),titik 2 (P2), dan titik 3 (P3) pada pipa relatif terhadap Po (tekanan udara luar). Tujuan untuk mengukur diketiga titik adalah untuk mendapatkan nilai

(43)

dari P3-P2 dan P1-P2. Yang digunakan untuk menghtiung efisiensi dari difuser. Karena hasil ini akan lebih akurat jika dibandingkan dengan mengukur secara langsung nilai dai P3-P2 dan P1-P2.

6.2.2. Analisis Data dan Hasil

Percobaan tiga ini menghitung besar P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3 dengan menggunakan manometer dimana perbedaan tekanan ini digunakan untuk menentukan efisiensi saluran divergen/diffuseryang merupakan rasio perbedaan tekanan antara yang masuk dan keluar diffuser, sehingga persamaan efisiensi diffuser yang digunakan dalam percobaan ini ialah:

η=P3−P2 P1−P2

Dilihat dari persamaan diatas kita membutuhkan nilai dari P3−P2

dan P1−P2 , maka diperlukan pengolahan data seperti dibawah ini:

(

P3P2

)

=

(

P0P2

)

(

P0P3

)

(

P1P2

)

=

(

P0P2

)

(

P0P1

)

Efisiensi difuser merupakan alat pengukur untuk menyatakan performa nyata difuser. Nilai efisiensi akan semakin besar apabila P3 semakin besar

dibandingkan P1 atau P1 semakin kecil dengan acuan P2 . Efisiensi

difuser akan bernilai 100% jika P3=P1 . Artinya, tidak ada perubahan

tekanan fluida ketika melewati kerongkongan difuser. Namun, dalam keadaan nyata, hal ini mustahil terjadi disebabkan adanya konversi energi ke dalam bentuk lain seperti energi panas karena friksi, akibatnya P3<P1 .

Jika dilihat sekilas dari pengolahan data diatas dapat disimpulkan bahwa efisiensi difuser akan meningkat seiring dengan naiknya laju alir fluida. Hal ini akan dijelaskan pada bagian dibawah ini.

Efisiensi difuser dipengaruhi oleh 2 faktor. Parameter pertama adalah sifat fluida yang digunakan dan laju alir masa fluida.

(44)

Kecilnya efisiensi difuser yang didapatkan, antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sifat fluida yang digunakan, apakah kompresibel atau inkompresibel. Fluida yang memiliki efisiensi yang lebih kecil daripada fluida inkompresibel adalah fluida yang kompresibel seperti pada percobaan. Hal ini dikarenakan pada aliran kompresibel tekanan yang masuk ( P1 ) akan berbeda dengan tekanan yang keluar ( P3 ) karena

adanya perubahan densitas. Sedangkan untuk aliran inkompressibel, perbedaan tekanan masukan dan keluaran difuser sangat kecil dan bisa dianggap tak ada perbedaan karena diameter masukan dan keluaran adalah sama.

Harga ( P3−P2 ) pada aliran kompresibel akan lebih kecil

dibandingkan ( P3−P2 ) pada aliran inkompresibel dan harga ( P1−P2

) pada aliran kompresibel akan lebih besar daripada harga ( P1−P2 ) pada

aliran inkompressibel sehingga efisiensi aliran kompresibel lebih kecil daripada efisiensi aliran inkompressibel.

2 Laju alir masa Fluida

Laju alir massa fluida yang besar menandakan kecepatan fluida yang besar pula. Jika aliran fluida kecepatannya makin besar maka aliran fluida akan semakin turbulen. Semakin aliran itu turbulen, maka kehilangan energi akibat friksi akan semakin kecil sehingga efisiensi naik. Dan dapat disimpulkan bahwa efisiensi difuser meningkat jika lajur alir meningkat.

6.2.3. Analisis Grafik

Percobaan ini menghasilkan satu buah grafik yang menunjukkanefisiensi diffuser denganpengukuranmenggunakan manometer. Grafik yang dibuat adalah hasil plot antara P1−P2 sebagai sumbu x dan

P3P2 sebagai sumbu y. Terlihat bahwa grafik berbentuk linear dengan

(45)

gradien positif. Hal ini berarti bahwa kenaikan P3−P2 berbanding lurus

dengan P1−P2 .

Dari grafik yang dihasilkan mempunyai nilai R2 yang sangat mendekati satu. Hal ini menunjukan bahwa data yang didapatkan mendekati benar karena grafik mempunyai persamaan yang linear.Berdasarkan persamaan garis yang didapatkan untuk manometer tabung miring, didapatkanpersamaangrafik:

y=0.7562x+0.0023

(

P3P2

)

=η

(

P1P2

)

6.2.4. Analisis Kesalahan

Dalam percobaan ini tak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesalahan. Beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan padapercobaan ini adalah:

- Alat pembaca tekanan yang baterainya habis.

Praktikan mengetahui hal ini karena saat bertanya dengan asisten laboratorium, tanda-tanda bahwa baterainya habis adalah alat menunjukkan variasi angka yang tidak jelas dan selalu berubah-ubah. Untuk menangani hal ini, kelompok praktikan mematikan alat saat tidak digunakan dan menyalakan kembali saat ingin digunakan. Walaupun saat baru dinyalakan alat dapat digunakan dengan baik, tetapi sempat beberapa kali mengalami kerusakan.

6.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada

Pipa

6.3.1. Analisis Percobaan

Percobaan 4 bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold pada aliran dalam pipa. Percobaan dilakukan dengan mengalirkan udara dengan laju alir tertentu ke dalam pipa yang mempunyai ukuran dan kekasaran terntentu. Kemudian mengukur pressure drop di antara titik-titik di dalam pipa untuk menentukan harga koefisien friksi dan bilangan Renoldnya. Pada percobaan ini, laju alir udara divariasikan

(46)

sebesar 32 kg/s, 34 kg/s, 36 kg/s, 38 kg/s, dan 40 kg/s, tujuannya untuk mendapatkan kecepatan udara yang bervariasi, sehingga didapatkan bilangan Reynold yang bervariasi pula. Pressure drop diukur diantara tekanan udara di luara pipa dengan titik-titik di dalam pipa, yaitu

.

Pada persamaan (2.3.4) nilai menggambarkan

besarnya gaya friksi, sedangkan menggambarkan kecepatan

aliran (energi kinetik) udara. Besarnya digunakan pada

persamaan tersebut, karena di antara titik 0 dan 1 belum terbentuk gradien kecepatan, sehingga titik tersebut merupakan daerah dengan kesalahan pengukuran minimum. Pada persamaan (2.3.4) untuk menghitung friksi digunakan harga , nilainya didapat dari selisih antara

dengan . Nilai P2 – P3 digunakan pada persamaan

tersebut karena di antara titik 2 dan 3 aliran sudah membentuk gradien kecepatan yang seragam dan boundary layer telah terbentuk sempurna, sehingga akan menghasilkan bilangan Re yang seragam. Daerah antara titik 1 dan 2 disebut developing section, sedangakan daerah antara titik 2 dan 3 disebut fully developed section.

6.3.2. Analisis Data dan Hasil

(47)

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa semakin besar laju alir udara, maka pressure drop (baik

) yang dihasilkan semkin besar. Selain itu

dapat dilihat juga juga bahwa pada laju alir yang sama, pressure drop semakin besar pada titik yang lebih jauh dari mulut pipa

, hal ini terjadi karena semakin jauh dari inlet

pipa, friksi semakin besar sehingga menyebabkan pressure drop yang semakin besar pula.

Data bilangan Reynold yang diperoleh dari percobaan ini nilainya 40000-53000. Persamaan Blasius berlaku untuk aliran dengan bilangan Reynold 2,1×103 < Re < 105, sedangkan persamaan Nikuradse-von Karman berlaku untuk aliran dengan bilangan Reynold 4×103 < Re < 3,4×106. Artinya hubungan empirik Re dengan f pada percobaan ini dapat dilakukan dengan persamaan Blasius maupun Nikuradse-von Karman. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besarnya koefisien friksi berbanding terbalik dengan bilangan Reynold.

6.3.3. Analisis Grafik

Hasil pengolahan data dapat dibuat menjadi dua macam grafik. Grafik (5.3.1) adalah grafik log Re versus log f. Grafik tersebut menunjukkan bahwa nilai log Re berbanding terbalik terhadap nilai log f, atau dapat dikatakan nilai Re berbanding terbalik secara logaritmik terhadap nilai koefisien friksi. Grafik (5.3.1) didapat dengan menggunakan hubungan empirik oleh Blasius. Kurva linear pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa persamaan Blasius dapat digunakan pada percobaan ini. Berdasarkan grafik ini, dapat dikatakan, semakin besar Re (semakin turbulen), koefisien friksi semakin kecil (friksinya

(48)

semakin kecil), namun berdasarkan literatur hubungan ini hanya berlaku pada 2,1×103 < Re < 105.

Grafik (5.3.2) menunjukkan hubungan

, terlihat bahwa nilai berbanding lurus

dengan Hal ini sesuai dengan persamaan Nikuradse-von

Karman, yaitu:

Persamaan di atas memperlihatkan bahwa nilai berbanding

lurus terhadap . Grafik ini juga membentuk kurva linear,

artinya persamaan Nikuradse-von Karman dapat digunakan pada percobaan ini.

6.3.4. Analisis Kesalahan

Dari data yang telah diolah, didapatkan bahwa pada laju alir 32 kg/s dan 34 kg/s harga bilangan Reynoldnya sama, sehingga pada grafik (5.3.1) hanya terdapat 4 titik. Padahal secara teori, menggunakan persamaan kontiunutas, semakin besar laju alir, semakin tinggi kecepatan aliran, akibatnya nilai Re semakin besar. Selain itu, nilai P2 – P3 pada laju alir 40 kg/s lebih kecil dibandingkan pada laju alir 38 kg/s, padahal seharusnya lebih besar. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat terjadi akibat kurang telitinya skala pengukuran tekanan yang digunakan praktikan. Praktikan menggunakan satuan psi, sehingga pembacaan tekanannya kurang teliti, akibatnya kenaikan

pressure drop yang kecil tidak dapat terbaca.

(49)

6.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice 6.4.1. Analisis Percobaan

Pada percobaan 5 ini mengenai aliran melalui orifice bertujuan untuk mengetahui hubungan antara laju alir dengan beda tekanan pada orifice. Pada percobaan ini, praktikan mengukur tekanan P0-P1(dekat masukan udara ke pipa), P0-P2(tepat sebelum orificemeter), dan P0-P3(sesudah orificemeter) dengan memvariasikan laju alir udara yaitu 36 kg/s, 38 kg/s, 40 kg/s, 42 kg/s, dan 44 kg/s. Untuk mencari beda tekanan orifice, selisihkan P0-P3 dan P0-P2, sehingga didapat P3- P2, sehingga dapat dilihat hubungan antara laju alir dengan beda tekanan orifice.Tujuan selanjutnya dari percobaan ini adalah menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orifice yang digunakan. Koefisien pelepasan ialah bilangan yang menunjukkan rasio antara massa fluida keluaran dengan masukan pipa orifice. Nilai ini dapat dicari dengan rumus dasar dari persamaan Bernoulli dan Kontinuitas.

Untuk melakukan percobaan ini, praktikan menggabungkan 2 buah pipa yang diantara sambungannya diberi sebuah plat orifice. Kemudian, disambungkan dengan kompresor. Kompresor tersebut berfungsi sebagai penarik udara, sehingga udara luar akan masuk melalui pipa dengan laju alir tertentu. Praktikan memvariasikan laju alir udara yang masuk yang telah disebutkan di awal. Setelah laju alir di set, kompresor dibiarkan selama 1 menit sebelum pengukuran dilakukan yang bertujuan agar aliran udara di dalam pipa dalam keadaan homogen, sehingga perbedaan tekanan yang diukur pada setiap titik dalam keadaan laju alir yang sama. Lalu, mengukur P0-P1, P0-P2, dan P0-P3 menggunakan manometer digital yang dihubungkan dengan selang kecil. Sebelum digunakan, manometer dilakukan kalibrasi . Kemudian, langkah percobaan diulang untuk laju alir yang berbeda untuk memperoleh variasi data dan melakukan perhitungan konstanta pelepasan orifice.

6.4.2. Analisis Data dan Hasil

Berdasarkan data yang didapat melalui percobaan, dapat diketahui semakin besar laju alir maka pressure drop akan semakin besar pula. Adanya pressure drop ini karena aliran yang awalnya melalui saluran yang luas tiba-tiba memasuki orifice (area vena contracta). Vena contracta adalah bagian dari saluran yang semakin mengecil. Sesuai dengan hukum kontiunitas maka untuk

Gambar

Gambar 5.1. Orificemeter Dengan Ilustrasi Perbedaan Tekanan Didalamnya.
Gambar 5.2. Grafik perbandingan koefisien pelepasan dengan diameter pipa.
Tabel 4.2. Data Pengamatan Percobaan 3 LajuUdara (kg/s) Manometer (psi)P0-P1P0-P2P 0 -P 3 15 0 0.08 0.02 17 0 0.12 0.03 19 0 0.16 0.04 21 0 0.21 0.05 23 0 0.28 0.06 30 0 0.44 0.1 35 0 0.63 0.15 40 0.01 0.83 0.21 45 0.01 1.12 0.27 50 0.01 1.34 0.34
Tabel 4.4. Data Pengamatan Percobaan 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terapi sleep hygiene pada anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi dapat diterapkan dengan baik karena didukung oleh kemampuan kognitif dan adaptif anak usia

Sama halnya dengan definisi femme sebagai subyek, menyadari dirinya adalah pelaku lesbian maka dia bertindak sebagai pasangan dari butchi, dihadapan latar atau

Morbili atau dengan Campak, Measles, Rubeola merupakan penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya menyerang anak..

Hasil pengujian dengan penerima 802.11a diperoleh hasil paling baik ditunjukkan pada kanal AWGN dengan SIG Error Rate yang sama dihasilkan pada SNR 6 dB sedangkan

Keberadaan sebuah instansi dalam bentuk apapun, baik dalam skala besar maupun kecil tidak terlepas dari unsur sumber daya manusia. Sumber daya manusia dengan produktivitas kerja

Beberapa diagram ada yang rinci (jenis timming diagram ) dan lainya ada yang bersifat umum (misalnya diagram kelas). Para pengembang sistem berorientasi objek menggunakan bahasa

Kebutuhan pihak eksekutif (kepala sekolah) akan informasi akademik sangat penting untuk dapat melakukan perencanaan yang sifatnya strategis maka dibutuhkan sistem

 Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter