• Tidak ada hasil yang ditemukan

OTOSKLEROSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OTOSKLEROSIS"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

OTOSKLEROSIS

Posted by: rhezvolution on: March 19, 2009

 In: Medical  1 Comment

Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini, banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat dalam jumlah yang signifikan.

Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal 20an.Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah

otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi terfiksasi. Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun, hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan otologik.

Definisi

Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang- tulang di telinga tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik. Pertumbuhan tulang yang abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada tubuh bergetar secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang ini menjadi terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke telinga dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu.

Etiologi

Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan. Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan

pendengaran. Beberapa berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.

Epidemiologi • Ras

Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.

• Faktor Keturunan

Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.

(2)

• Gender

Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik.

• Sejarah keluarga

Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat yang sama. • Usia

Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.

• Predileksi

Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang terletak di anterior jendela oval (80%-90%). Tahun 1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu:

1. tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum 2. dinding medial bagian apeks dari koklea 3. area posterior dari duktus koklearis

4. region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis 5. kaki dari stapes sendiri.

Patofisiologi

Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu:

1. Fase awal otospongiotic

Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.

2. Fase akhir otosklerotik

Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif

(3)

Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit

footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil

metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.

Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis:

1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga 2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis

3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga 4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni

5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui

6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear 7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.

Diagnosis

Anamnesa: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung

secara progressif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya, dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan.

Pemeriksaan Fisik: Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang

menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi).

Pemeriksaan Penunjang: Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran

biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.

(4)

Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan ―on-off‖ effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk ke pola tipe As.

Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun

keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih sekali.

Diagnosis Banding

Otosklerosis terkadang sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain yang mengenai rangkaian tulang-tulang

pendengaran atau mobilitas membran timpani. Malahan, diagnosis final sering ditunda sampai saat bedah eksplorasi. 1. Fiksasi kepala malleus, menyebabkan gangguan konduktif yang serupa dan dapat terjadi pada konjugasi dari

fiksasi stapes. Inspeksi menyeluruh terhadap seluruh tulang adalah penting dalam operasi stapes untuk menghindari adanya lesi yang terlewatkan seperti itu

2. Congenital fixation of stapes, dapat terjadi karena abnormalitas dari telinga tengah dan harus

dipertimbangkan pada kasus gangguan pendengaran yang stabil semenjak kecil. Congenital stapes fixation dapat pula terjadi pada persambungan dengan abnormalitas: membran timpani yang kecil, partial meatal atresia atau manubrium yang memendek

3. Otitis Media Sekretoria Kronis, dengan otoskop dapat menyerupai otosklerosis, tetapi timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di telinga tengah pada otitis media

4. Timpanosklerosis, dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran. Gangguan konduktif mungkin sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Adanya riwayat infeksi, penemuan yang diasosisasikan dengan myringosklerosis dan penurunan pendengaran yang stabil dibanding progressif adalah tipikal untuk timpanosklerosis

5. Osteogenesis imperfecta (van der Hoeve – de Kleyn Syndrome), adalah kondisi autosomal dominan dimana terdapat defek dari aktivitas osteoblast yang menghasilkan tulang yang rapuh dan bersklera biru. Sebagai tanbahan, terdapat fraktur tulang multiple dan sekitar setengah dari pasien ini memiliki fiksasi stapes. Respon jangka pendek dari operasi stapes pada pasien ini sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Tetapi progresif sensorineural hearing loss post operasi lebih sering terjadi.

Penatalaksanaan

90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara

konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db. • Amplifikasi

Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.

(5)

• Terapi Medikamentosa

Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan. • Terapi Bedah

Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes. Seleksi pasien

Kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.

Indikasi Bedah

1. tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes

2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur) 3. Osteogenesis imperfekta

4. beberapa keadaan anomali kongenital

5. timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi) Prognosis

Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies, L.R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan ke III. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher.

Edisi ke 5 Cetakan ke2. 2002. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

3. University of Minnesotta. Departement of Otolaryngology Health-Related Library. Otosclerosis. http://www.med.umn.edu/otol/library/otoscler.htm.diakses (6 Maret 2009).

4. Waits, Rachel. Otosclerosis. http://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SL99/Otosclerosis.html. (6 Maret 2009) Otosklerosis

DEFINISI

Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya. Penyakit ini biasanya mulai timbul pada akhir masa remaja atau dewasa awal.

PENYEBAB

(6)

konduktif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal. Jika pertumbuhan berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa terjadi tuli sensorineural.

GEJALA

Tuli dan telinga berdenging (tinnitus).

DIAGNOSA

Untuk mengetahui beratnya ketulian bisa dilakukan pemeriksaan audiometri/audiologi. CT scan atau rontgen kepala dilakukan untuk membedakan otosklerosis dengan penyebab ketulian lainnya.

PENGOBATAN

Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita. Ada 2 pilihan prosedur, yaitu:

Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese) Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese). Jika penderita enggan menjalani pembedahan, bisa digunakan alat bantu dengar.

Otosklerosis

 Ikhtisar  Klinik  Dokter  Tanya Jawab

Apa Yang Dimaksud Dengan Otosklerosis?

Otosklerosis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan tulang yang abnormal di telinga tengah yang dapat menyebabkan ketulian. Telinga tengah adalah bagian sebelah dalam dari telinga yang terletak di antara gendang telinga dan telinga dalam. Kondisi ini biasanya terjadi pada kedua telinga. Penderita otosklerosis memiliki tulang seperti rongga (sponge) yang abnormal yang tumbuh di telinga tengah, mencegah tulang-tulang pendengaran di dalam telinga untuk bergetar sebagai respon terhadap gelombang suara. Penyebab otosklerosis masih belum diketahui, tetapi kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit ini cenderung terjadi pada anggota keluarga dan dapat diturunkan. Otosklerosis dapat memburuk secara perlahan. Kondisi ini tidak memerlukan perawatan sampai seseorang mengalami gangguan pendengaran yang berat. Otosklerosis dapat menyebabkan berbagai jenis gangguan pendengaran, tergantung pada struktur telinga mana yang

(7)

terkena. Otokslerosis biasanya mengenai tulang terakhir dalam jalur pendengaran, tulang sanggurdi, yang terletak pada pintu masuk telinga dalam. Kondisi ini akan mengganggu gelombang suara yang akan dihantarkan ke telinga dalam. Otosklerosis biasanya menyebabkan tuli konduktif, ketulian yang

disebabkan oleh karena masalah pada telinga luar atau tengah. Spesialisasi Medis dan Fokus Klinik

 Otolaringologi (THT)  Pediatri  Neurotologi  Otolaringologi Pediatri  Audiologi  Otologi

Apa Saja Gejala-Gejala Otosklerosis?

Tanda dan gejala Otosklerosis yang mungkin timbul:  Menunjukkan gejala-gejala Tuli

Apa Yang Menyebabkan Otosklerosis?

Penyebab Otosklerosis tidak diketahui atau masih dalam penelitian medis.

Apa Yang Dapat Meningkatkan Resiko Otosklerosis?

Risiko terjangkit Otosklerosis meningkat bila Anda:  Adalah keturunan Kaukasia

 Memiliki sejarah keluarga yang menderita Tuli  Sedang hamil

Komplikasi Apa Saja Yang Bisa Disebabkan Oleh Otosklerosis?

Otosklerosis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:  Kerusakan syaraf

 Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Tuli Bagaimana Cara Untuk Mencegah Otosklerosis?

Otosklerosis dapat dicegah bila Anda:  Minum air yang terfluorida

(8)

Perawatan Apa Saja Yang Tersedia Untuk Otosklerosis?

Penanganan dan pengobatan Otosklerosis dapat berbeda tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah:

 Alat Bantu Dengar  Stapedektomi

1. Pengertian Faringitis

 a. Faringitis adalah suatu sindrom inflamasi dari faring atau tonsil yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian dari

infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring.

 b. Infeksi saluran napas atas adalah infeksi yang disebabkan mikroorganisme di struktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring dan laring, yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorokan, laringitis dan influenza tanpa komplikasi.

 c. Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara hidung dan rongga mulut ke laring.

 Radang faring pada bayi dan anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil, sehingga disebut sebagai

tonsilofaringitis. Penyakit ini sering ditemukan pada bayi dan anak, dapat berupa tonsilofaringitis akut atau kronik.

 e. Faringitis merupakan peradangan dinding yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma dan toksin.

 Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian.

 Radang tenggorokan karena infeksi harus ditangani dengan menyembuhkan sumbernya. Kalau infeksinya karena gigi, maka giginya yang ditangani. Demikian juga amandel dan sinusitis, jika radang tenggorokannya diobati, namun gigi, amandel atau sinusitis sebagai sumber infeksi tidak ditangani, maka akan percuma. Radang tenggorokannya akan kembali lagi dan berulang terus.

 Selain kuman, radang tenggorokan juga dapat terjadi karena virus, yaitu saat pilek dan flu. Namun, radang tenggorokan akibat pilek dan flu akan hilang dengan sendirinya, seiring sembuhnya penyakit tersebut. Flu ringan dapat berlomba dengan daya tahan tubuh. Artinya, kalau daya tahan tubuh bagus, dia akan membuat pagar sendiri sehingga tidak selalu perlu antibiotik. Tapi kalau lebih dari seminggu radang tenggorokan yang menyertai flu tidak hilang, apalagi jika ditambah suara serak, bisa dikategorikan serius. Radang bisa turun ke pita suara.

 Alergi tidak dapat diobati karena sudah merupakan bawaan dari lahir. Cara yang paling baik untuk menghindari reaksi alergi adalah dengan menghindari penyebabnya dan meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh. Semakin bagus daya tahan tubuh, semakin rendah kadar kepekaan yang menyebabkan reaksi alergi.

2. Jenis-jenis Faringitis

 Infeksi saluran pernapasan akut adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan terutama paru-paru, termasuk penyakit tenggorokan dan telinga. Infeksi saluran pernapasan akut diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu infeksi saluran pernapasan

(9)

akut berat (pneumonia berat) ditandai dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada saat inspirasi, infeksi saluran pernapasan akut sedang (pneumonia) ditandai dengan frekuensi pernapasan cepat yaitu umur di bawah 1 tahun ; 50 kali/menit atau lebih cepat dan umur 1-4 tahun; 40 kali/menit atau lebih. Sedangkan infeksi saluran pernapasan akut ringan (bukan pneumonia) ditandai dengan batuk pilek tanpa napas cepat dan tanpa tarikan dinding dada

 Secara umum, Jenis faringitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

 a. Faringitis akut ditandai secara klinis oleh adanya nyeri tenggorok mulut berbau, nyeri menelan, kadang disertai otalgia (sakit di telinga), demam tinggi.

 b. Faringitis kronis ditandai secara klinis oleh nyeri tenggorok. Nyeri tenggorok biasanya lebih ringan dibandingkan nyeri yang berkaitan dengan infeksi yang

dikemukakan diatas. Dapat ditemukan perasaan gatal dengan sering berdahak. Dinding faring posterior kemerahan dan seringkali mempunyai gambaran cobblestone (batu kerikil) karena hipertrofi limfoid.

 Infeksi saluran pernapasan atas digolongkan ke dalam penyakit yang bukan pneumonia, (Lidianti, 2007) yang terdiri antara lain :

 a. Rhinitis

 Rhinitis dapat disebabkan oleh bakteri ataupun virus, tapi lebih banyak rhinitis

dikarenakan adanya suatu alergi yang kemudian dapat diikuti dengan bakteri atau rhinitis allergy atau pilek alergi adalah gejala alergi yang terjadi pada bagian hidung. Umumnya timbul penyakit ini pada musim penghujan karena cuaca dingin.

 Diagnosa penyakit ini seperti : hidung pilek/beringus, badan panas atau merasa tidak enak badan disertai pusing kepala. Penyebab pilek alergi atau rhinitis allergy ini ada bermacam-macam, antara lain : karena tubuh tidak kuat di udara dingin, debu di lingkungan sekitar (rumah), polusi udara dan serbuk sari bunga.

 b. Faringitis

 Faringitis (dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. Infeksi saluran napas atas akut seperti faringitis merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering dijumpai. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau kuman, disebabkan daya tahan yang lemah.

 Secara khusus, jenis faringitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :  a. Faringitis Akut

 1) Faringitis viral

 Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis.

 Gejala dan tanda faringitis viral adalah demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxschievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epsteiin Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa diseluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.

 Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat,

(10)

 Penatalaksanaan pada penderita adalah istirahat dan minum yang cukup disertai kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap. Anti virus metisoprinol diberikan infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.

 2) Faringitis bakterial

 Infeksi grup A Streptokokus beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa 15% dan pada anak 30%.

 Gejala dan tanda yang tampak adalah nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tonsil tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membengkak, kenyal, nyeri pada penekanan.

 Terapi yang diberikan adalah antibiotik, berupa penicillin G banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/ hariselama 10 haridan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisisn 4x500mg/hari. Dapat juga diberikan kortikosteroid sebagai antinflamasi yaitu deksamethason 8-16 mg, IM 1 kali, pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB, IM 1 kali.

 3) Faringitis fungal

 Candida dapat tumbuh pada mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda adalah keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar saboraud dekstrosa. Terapi yang diberikan adlan nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari dan pemberian analgetika.

 4) Faringitis gonorea

 Hanya dapat ditemukan pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi yang dapat diberikan adalah sefalosporin generasi ke-3. Ceftriakson 250 mg, IM.

 b. Faringitis kronik

 Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan

debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

 1) Faringitis kronik hiperplastik

 Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala yang muncul biasanya adalah tenggorokan menjadi kering dan gatal dan akhirnya batuk beriak. Terapi yang dapat diberikan adalah dengan terapi lokal menggunakan kaustil faring dengan menggunakan zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electrocauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau tablet isap.

 2) Faringitis kronik atropi

 Sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda yang sering muncul adalah tenggorok terasa kering, tebal, serta bau mulut. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan

(11)

bila diangkat tampak mukosa kering. Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atropi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

 c. Faringitis spesifik  1) Faringitis Luetika

 Treponema palidum dapat menyebabkan infeksi di daerah faring. Dibagi dalam 3

stadium, yaitu pada stadium promer, pada lidah, palatum mole, tonsil dan posterior faring berbentuk keputihan. Bila infeksi terus menerus maka akan timbul ulkus didaerah faring seperti ulkus genitalia yang tidak nyeri. Pada stadium sekunder terdapat eritema pada dinding faring yang menjlar ke arah laring. Pada stadium tertier terdapat guma,pada tonsil dan palatum. Guma pada dinding posterior dapat menyebar ke vertebra servikal dan dapat menyebabkan kematian. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan serologis.  2) Faringitis Tuberkulosis

 Merupakan proses sekunder dari TB paru. Cara infeksi eksogen, yaitu kontak dengan septum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Infeksi endogen yaitu dengan penyebaran melalui darah pada TB miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen, maka lesi timbul pada kedua sisi dan sering ditemukan pada posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, dan palatum durum.  Gejala keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien mengeluh

nyeri hebat di tenggorok, nyeri telinga, dan pembesaran KGB servikal. Diagnosa

ditegakkan dengan pemeriksaan BTA, foto thoraks dan biopsi jaringan terinfeksi. Terapi sesuai dengan terapi untuk TB paru.

 (http://klinikhuda.blogspot.com/2009/01/faringitis. htmldiakses tgl 13 Juli 2010)  3. Etiologi Faringitis

 Etiologi infeksi saluran pernapasan akut terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan ricketsia. Bakteri penyebab antara lain genus streptokokus, staphylococcus,

pneumococus, hemofilus, bordetella dan korinebakterium. Virus penyebab antara lain golongan miksovirus, adnevirus, koronovirus, pikornavirus. Disamping itu faktor-faktor berikut adalah faktor beresiko untuk berjangkitnya atau mempengaruhi timbulnya infeksi saluran pernapasan akut, yaitu ; gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin A, tingkat sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, dan tingkat pelayanan kesehatan rendah. Gejala umum yang sering terjadi pada penyakit Faringitis yaitu : batuk, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, influenza dan kadang disertai demam.

 Ada tiga penyebab radang tenggorokan yang gejalanya dapat berupa rasa sakit di bagian tersebut, susah menelan, susah bernapas, batuk, dan demam. Ada kalanya terjadi

pembengkakan di leher. Penyebabnya adalah infeksi, iritasi atau alergi.

 Sekitar 90% dari kasus radang tenggorokan yang disertai hidung berair, demam, dan nyeri telinga disebabkan oleh virus. Bakteri menjadi penyebab dari 10% kasus sisanya.  Pada 10% kasus sisanya bakteri penyebab radang tenggorokan tersering adalah

Streptokokus. Gejala infeksi bakteri ini adalah tenggorokan yang berwarna merah daging dan tonsil yang mengeluarkan cairan. Untuk mendiagnosis bakteri ini sebagai penyebab secara pasti adalah dengan melakukan usap tenggorok untuk kemudian di kultur serta dilakukan pemeriksaan darah.

(12)

 Infeksi yang menyebabkan radang tenggorokan bisa bersumber dari 3 hal, yakni kesehatan mulut dan gigi, amandel sebagai sumber infeksi, dan sinusitis.

 Kurang menjaga kebersihan bagian mulut, khususnya gigi, dapat menyebabkan radang tenggorokan. Gigi yang busuk atau berlubang menjadi tempat berkumpulnya kuman. Kuman inilah yang kemudian masuk ke dalam tenggorokan dan menyebabkan infeksi. Untuk mencegahnya, harus rajin menjaga kebersihan mulut dan gigi. Kalau ada gigi yang busuk atau berlubang, harus langsung ditangani. Misalnya, ditambal atau dicabut.

 Infeksi pada amandel juga dapat menyebabkan terjadinya radang tenggorokan. Amandel sebenarnya sangat berfungsi pada anak usia 4 – 10 tahun karena ia merupakan bagian dari pertahanan tubuh. Terutama pernapasan bagian atas. Amandel yang sudah tidak berfungsi lagi akan menjadi tempat berkumpulnya kuman sehingga menyebabkan infeksi pada tenggorokan.

 Sumber ketiga penyebab infeksi tenggorokan adalah sinusitis. Setiap orang punya beberapa pasang organ yang disebut sinus paranasal, ada di pipi, di dekat mata, di dahi, dan di dekat otak. Jika organ ini meradang, itu yang disebut sinusitis. Pada orang dengan sinusitis kronis, lendir akan terus-menerus mengalir di belakang tenggorokan dan hidung. Hal ini menimbulkan iritasi ke tenggorokan dan menyebabkan radang.

 b. Iritasi

 Iritasi juga bisa menjadi biang keladi radang tenggorokan. Hal ini disebabkan makanan yang masuk, yaitu makanan yang terlalu pedas, terlalu asam, terlalu panas atau dingin, dan makanan-makanan yang terlalu bergetah. Makanan bergetah, contohnya

buah-buahan. Jadi, tidak semua buah-buahan aman, khususnya pada mereka yang punya alergi, karena justru dapat membuat iritasi pada tenggorokan.

 Untuk mencegahnya, sebaiknya tidak makan buah-buahan dalam jumlah terlalu banyak. Iritasi juga sering terjadi pada mereka yang bekerja di lingkungan pabrik. Instalasi zat kimia yang di hirup bisa menyebabkan iritasi dan radang pada tenggorokan. Oleh sebab itu, penting sekali memakai masker.

 c. Alergi

 Sementara alergi merupakan reaksi hipersensitif bagi orang yang memilikinya. Alergi dapat disebabkan bermacam hal, seperti makanan dan minuman, obat-obatan tertentu, cuaca, dan debu. Zat yang menyebabkan alergi disebut allergen. Jika allergen masuk ke dalam tubuh penderita alergi, tubuh pun akan mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan alergi. Akibatnya, timbul reaksi-reaksi tertentu, seperti gatal-gatal atau batuk-batuk.  Alergi terhadap suatu makanan dapat menyebabkan reaksi sakit pada tenggorokan. Selain

itu, radang tenggorokan sering dialami mereka yang alergi terhadap jenis buah-buahan tertentu dan olahannya, misalnya jus. Hati-hati, tidak semua jus aman bagi orang-orang yang mengalami radang tenggorokan berulang karena alergi. Sering batuk dan sakit tenggorokan. Paling sering justru pada jus tomat.

 Minyak goreng bekas juga sering menjadi penyebab alergi dan mengakibatkan radang tenggorokan. Orang yang alergi terhadap minyak goreng bekas harus selalu mengganti minyak setiap kali akan menggoreng.

4. Patofisiologi Faringitis

 Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula lapisan tapi menjadi

(13)

menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih dan abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan lomfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.

 Seperti orang dewasa, infeksi pada anak menyebabkan inflamasi dan pembengkakan saluran napas yang bermakna. Pada kenyataannya, anak-anak yang mengalami ISPA mungkin memperlihatkan gejala klinis yang lebih dramatis karena saluran napas atas jauh lebih sempit sehingga resistensi terhadap arus udara tinggi walaupun pembengkakan dan sumbatan jalan napas tidak mencolok. Batuk yang terdengar pada anak yang mengidap faringitis mungkin seperti menyalak, serak dan stridor. Terapi untuk anak-anak yang menderita faringitis derajat ringan-sampai-sedang antara lain vaporizer, terapi oksigen. Mereka yang menderita faringitis derajat sedang-sampai berat dapat diobati dengan pemberian glukokortikoid intramuskular atau nebulizer. Inflamasi epiglottis dapat menyebabkan sumbatan total jalan napas, kecemasan yang bermakna dan kematian. Anak-anak cenderung duduk telungkup dan dapat berguling. Untuk anak-anak yang menderita epiglotitis, perlu dirawat di rumah sakit dan mungkin memerlukan tindakan intubasi atau trakeostomi.

 Sekitar 90% kasus faringitis disebabkan virus. Sisanya disebabkan bakteri dan kandidiasis fungal (jarang terjadi, biasanya pada bayi). Juga dapat disebabkan iritasi akibat polusi senyawa kimia. Pada faringitis akibat virus, virus berusaha menembus sel-sel mukosa yang melapisi nasofaring dan bereplikasi dalam sel-sel-sel-sel ini. Gangguan pada penderitaseringnya disebabkan oleh 0leh sel-sel dimana virus berimplikasi. Umumnya sembuh dengan sendirinya, tidak perlu pengobatan spesifik, dan jarang menimbulkan komplikasi. Virus Epstein-barr, herpes simplex, measle dan common coald.

 Bakteri penyebab faringitis yang paling umum adalah kelompok A streptokokus. Ada banyak strain; paling berbahaya strain B-hemolitik (GABHS). Bakteri lain yang juga umum adalah Corynebacterium diphtheria, Chlamydia pneumonia dan stafilokokus. Jika tidak ditangani dalam 9 hari, infeksi oleh GABHS beresiko menimbulkan demam rematik.

 Corynebacterium diphtheria tidak terlalu invasive dan tetap terlokalisir pada permukaan saluran permukaan saluran pernapasan. Hanya lisogenik corynebacterium diphtheria tidak terlalu terlokalisasir pada permukaan sluran peranafasan. Hanya lisogenik

Corynebacterium diphtheria bakteriofag pembawa gen toksik yang menyebabkan difteria. Kerusakan pada faring disebabkan oleh toksin tersebut, yang membunuh sel-sel mukosa dan Adenosine Diphosphate (ADP) Ribosylating Alongation Factor II. Toksin juga dapat merusak jantung dan saraf. Bakteri ini telah dieradikasi di Negara-negara maju sejak dilakukannya program vaksinasi anak, tetapi masih dilaporkan dinegara-negara dunia ketiga dan makin meningkat dibeberapa daerah di eropa timur. Antibiotic efektif dalam tahap awal, tapi penyembuhan biasanya lamban.

 Sedangkan Chlamydia pnemoniae menyebabkan sekitar 5% infeksi, dengan onset sub akut dan faringitis. Penderita sering mengalami pola bifasik, tetapi membaik sebelum berkembang menjadi bronchitis atau pneumonia.

 Organisme yang menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang

(14)

awal, terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.

Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsilia, perhatian biasanya difokuskan pada faring dan tampak bahwa folikel limfoid atau bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Tekanan dinding lateral jika tersendiri disebut faringitis lateral. Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsilia, hanya faring saja yang terkena.

5. Tanda-tanda Bahaya pada Faringitis

 Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan.

 1. Mengeluh rasa kering / gatal pada tenggorok. 2. Malaise dan sakit kepala

3. Suhu tubuh meningkat 4. Nyeri

5. Disfagia

6. Suara parau à Proses peradangan menyertai laring 7. Batuk

8. Edema Faring

 Berdasarkan besar kecilnya anak makamanifestasi klinis penderita faringitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Anak yang lebih kecil a. Demam

b. Malaise umum c. Anoreksia

d. Sakit tenggorok sedang e. Sakit kepala

f. Hiperemia ringan sampai sedang 2. Anak yang lebih besar

a. Demam(dapat mencapai 400C) b. Sakit kepala c. Anoreksia d. Disfagia e. Nyeri abdomen f. Muntah

g. Faring edema, merah ringan

1) Hiperemia tonsil dan faring dapat meluas ke palatum lunak dan uvula

2) Sering menimbulkan eksudat folikuler yang menyebar dan menyatu membentuk pseudomembran pada tonsil

3) Kelenjar servikal membesar dan nyeri tekan

 Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan

(15)

tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. Tanda- tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris :

 a. Tanda-tanda klinis pada sistem respiratorik adalah tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing

 b. Pada sistem cardial adalah tachycardia, bradycardiam, hipertensi, hipotensi dan cardiac arrest

 c. Pada sistem cerebral adalah gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, pepil bendung, kejang dan coma

 d. Pada hal umum adalah letih dan berkeringat banyak.

 Berdasarkan penyebabnya, manifestasi klinis faringitis dapat dibagi dua, tetapi ada banyak tanda dan gejala yang tumpang tindih dan sulit dibedakan antara satu bentuk faringitis dengan yang lain.

1. Faringtis Virus

a. Tanda awal: Demam, malaise, anoreksia dengan nyeri tenggorokan sedang b. Suara parau, batuk dan rinitis

c. Pada kasus berat dapat terbentuk ulkus kecil pada palatum lunak dan dinding faring posterior.

d. Eksudat.

2. Faringitis Steptokokus

a. Pada anak umur lebih dari 2 tahun: Nyeri kepala, nyeri perut, muntah. b. Demam 40oC kadang tidak tampak

c. Pembesaran tonsil dan tampak eksudat dan eritema faring d. Disfagia

e. Kemerahan difus pada tonsil dan dinding penyangga tonsil dengan bintik-bintik petekie palatum lunak, limfadenitis atau eksudasi folikuler.

 Tanda-tanda laboratoris :  a. Hypoxemia

 b. Hypercapnia

 c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

 Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah : tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah : kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasanya diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Faringitis

 a. Pendidikan ibu

 Orang dengan tingkat pendidikan formalnya lebih tinggi cenderung akan mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti serta pentingnya kesehatan. Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti kebutuhan bagi diri dan lingkungan yang dapat mendorong kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

 Para ibu yang tidak pernah bersekolah mengalami kematian balita 35% dibandingkan dengan ibu yang pernah bersekolah, tetapi tidak menyelesaikan sekolah dasarnya. Perbedaan itu menjadi sangat mencolok, mencapai 97% dibandingkan para ibu yang

(16)

berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya. Pendidikan adalah salah satu jalan menjadikan perempuan sebagai agen perubahan, bukan sekedar penerima pasif program pemberdayaan. Pendidikan menjadi salah satu faktor yang memungkinkan perempuan memiliki independensi ekonomi. Hal ini membuat perempuan memiliki suara dalam rumah tangga maupun di masyarakat, antara lain dalam mengatur pembagian ―harta‖ keluarga seperti makanan, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Perempuan juga memiliki sumber penghasilan di tangannya, cenderung membelanjakan penghasilan itu untuk kesejahteraan anak-anaknya sebagai generasi penerus bangsa.

 Seringkali ibu yang mempunyai balita terjangkit ISPA harus belajar melakukan praktik kontrol infeksi di rumah. Teknik pencegahan penyakit ISPA hampir menjadi sifat kedua bagi perawat yang melakukannya tiap hari. Namun, ibu yang mempunyai balita terjangkit ISPA kurang menyadari faktor-faktor yang meningkatkan penyebaran infeksi atau cara-cara untuk mencegah penularannya. Perawat harus mengajarkan ibu yang mempunyai bayi terjangkit ISPA tentang infeksi dan teknik untuk mencegah atau mengontrol penyebarannya.

 b. Pengetahuan Ibu

 Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang di cakup dalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkat :

 1) Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh materi yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.  2) Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

 3) Aplikasi (Application), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sekarang

 4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang ada kaitannya satu sama lain

 5) Sintesis (Syntesis), menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

 6) Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi / penilaian terhadap suatu materi atau objek.

 Ditengah-tengah kesibukannya menyelesaikan tugas rutinnya itu, ibu masih dibebani untuk merawat dan mengasuh anak. Sulit bagi ibu memisahkan pekerjaan itu dalam waktu terpisah. Keterbatasan tenaga dan waktu membuat ibu harus melaksanakan tugas ganda bersamaan. Biasanya sambil memasak di dapur, seorang ibu juga harus mengasuh anaknya. Ketika tangannya sibuk mengolah masakan untuk keluarganya, anak yang masih balita biasa tetap berada di pangkuannya. Kalau tidak digendong, anaknya yang belum bisa di apih, ditidurkan di dipan yang terletak di dapur. Sementara asap dari kompor terus mengeluarkan asap. Ruangan dapur dipenuhi gas dari alat masak yang sebenarnya berbahaya bagi anak. Anak yang berada di dapur bersama ibunya tidak bisa menghindari dari kepungan asap. Dengan berjalannya waktu, akumulasi asap yang

(17)

dihisap anak semakin besar. Tanpa disadari sang ibu, anak itu telah terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

 c. Gaya Hidup

 Banyak kegiatan, kebiasaan dan cara pelaksanaan kesehatan yang mengandung faktor risiko; berbagai stress akibat krisis kehidupan dan perubahan gaya hidup juga merupakan faktor risiko. Cara pelaksanaan dan perilaku sehat dapat berakibat positif ataupun negatif terhadap kesehatan. Cara pelaksanaan kesehatan berpotensi memberikan efek negatif dapat termasuk sebagai faktor risiko; antara lain yaitu makan yang berlebihan atau nutrisi yang buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk. Kebiasaan lain yang menyebabkan seseorang beresiko menderita sakit antara lain kebiasaan merokok atau minum minuman alkohol atau penyalahgunaan obat.

 Selain itu dapat disebabkan karena :  1) Iritasi

 Iritasi dapat disebabkan oleh debu, asap, atau kekeringan udara yang berlebihan  2) Alergi

 Drip postnasal yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi faring.  3) Trauma

 a) Penyalahgunaan Vokal

 Berteriak, menyanyi berlebihan atau bentuk lain penyalahgunaan vokal dapat menimbulkan nyeri tenggorok demikian juga suara parau.

 b) Benda Asing

 Mula timbul nyeri tenggorok yang mendadak dapat disebabkan oleh adanya benda asing. Liur yang mengalir dan kesukaran menelan sering ditemukan.

 c) Luka Bakar

 Faring dapat mengalami luka oleh makanan atau minuman yang panas, atau oleh karena asam atau basa

 d) Asap

 Anak-anak dapat mengalami iritasi faring akibat asap rokok berat dirumah. Faringitis dapat terjadi setelah inhalasi yang berkaitan dengan kebakaran.

 d. Status Gizi

 Makanan adalah kebutuhan hidup yang sangat penting diantara kebutuhan pokok hidup manusia dan pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda lagi. Makanan adalah bahan yang menyebabkan tubuh manusia dapat bekerja, kalau kita umpamakan maka tubuh manusia itu bagaikan sebuah mesin, dimana dalam kegiatannya diperlukan energi. Energi

dibutuhkan untuk bernapas, berjalan, berdiri serta untuk tumbuh kembang. Manusia mendapatkan energi dari makanan yang dimakan

 Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Ada hubungan erat antara tingkat keadaan gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat keadaan gizi optimal akan tercapai apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh mereka. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Sebagai contoh pada gondok endemik merupakan keadaan yang seimbang pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.

(18)

 Status gizi buruk balita ditetapkan berdasarkan atas salah satu hal berikut :

 1) Perbandingan berat badan dari umur atau berat badan jatuh pada daerah garis merah pada KMS

 2) Anak yang dalam tiga kali penimbangan berturut-turut berat badannya tidak mengalami peningkatan

 3) Balita yang dalam pemeriksaan ditemukan menderita xeroptalmia (kurang vitamin A).

 4) Balita yang mempunyai pembesaran kelenjar thyroid akibat kekurangan unsur yodium yang diperlukan untuk hormon thyroid.

 5) Balita yang menderita anemia, dimana keadaan akibat kadar Hb kurang, akibat kekurangan salah satu zat pembentuk (zat besi, asam folat, vitamin B12).

 balita yang mengalami kekurangan gizi juga bisa dipengaruhi oleh kekurangan zat gizi yang diterima dari ibu yang menyusuinya. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka balita tersebut akan mengalami kurang gizi yang mempunyai

konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya.  e. Status Imunisasi

 Imunisasi berasal dari ―kata imun‖. Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada suatu saat nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh

 imunisasi adalah suatu prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas seseorang terhadap kuman pathogen tertentu. Hal ini dimaksudkan agar orang yang diberikan imunisasi tertentu akan kebal terhadap penyakit yang disebabkan oleh kuman pathogen sesuai dengan jenis vaksin yang diberikan.

 Imunisasi terdiri atas imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah suntikan ke dalam tubuh anak kuman yang sudah dimatikan atau di perlemah, suntikan ini akan merangsang tubuh mengembangkan daya tahan tubuhnya dengan memproduksi antibodi yang

memiliki ketahanan sampai seumur hidup. Sedangkan imunisasi pasif yaitu suntikan yang berasal dari serum atau darah binatang, imunisasi ini memiliki ketahanan sementara. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi yang sangat efektif untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi serta balita dari jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, beberapa faktor yang menyebabkan anak tidak bisa dilindungi dari penyakit-penyakit berbahaya adalah ketidaktahuan para orang tua tentang adanya vaksin dan kurangnya kesadaran betapa kerugian yang bisa diderita oleh anak jika sakit  Pertusis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorok dengan

bakteri Bordetella pertusis.Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi pada usia 2,4 dan 6 bulan. Pertusis terjadi dalam wadah tiap 3 sampai 5 tahun. Sebelum imunisasi tersedia, banyak bayi dan anak mati karena pertusis. Biasanya pertusis mulai seperti pilek saja dan ingus, kecapaian dan adakalanya demam ringan. Kemudian timbulnya batuk, biasanya bertubi-tubi, diikuti dengan rejan. Adakalanya orang muntah setelah batuk

 Pertusis mungkin parah sekali bagi anak kecil, yang mungkin membiru atau berhenti bernafas sewaktu batuk dan mungkin harus dibawa ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan orang dewasa mungkin mengalami penyakit yang lebih ringan dengan batuk yang berkelanjutan selama berminggu-minggu, tanpa memperhatikan perawatan. Pertusis ditularkan kepada orang lain melalui tetesan (dari batuk atau bersin). Tanpa perawatan,

(19)

orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk mulai. Waktu antara eksposur dan penyakit biasanya antara 7 sampai 10 hari, tetapi mungkin berkelanjutan sampai 3 minggu. Vaksin DPT ini tidak memberi perlindungan seumur hidup terhadap pertusis, dan perlindungan ini adakalanya tidak lengkap. Anak-anak harus diimunisasikan pada usia 2,4 dan 6 bulan.

 Di indonesia saat ini, imunisasi menjadi salah satu program pelayanan kesehatan yang sedang di galakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena adanya pergeseran pelayanan kesehatan dari yang bersifat promotif ke preventif. Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dilakukan dalam bentuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan imunisasi massal seperti Pekan Imunisasi Nasional (PIN), Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Program Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan lain sebagainya. Tujuan akhir dari PPI

tersebut adalah tercapainya Universal Child Immunization (UCI) pada tahun 2002  f. Lingkungan

 Lingkungan yang sehat merupakan suatu persyaratan untuk memelihara tubuh sehat, kelembaban yang rendah dapat mengeringkan selaput lendir hidung dan mulut yang berpengaruh pada masalah pernapasan, keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang memerlukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan seperti dikemukakan oleh WHO bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit dalam masyarakat. Hubungan rumah yang terlalu sempit dan kejadian penyakit diantaranya mempengaruhi kebersihan udara, karena rumah terlalu sempit maka ruangan-ruangan akan kekurangan oksigen sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh karena mudahnya perpindahan bibit penyakit dari manusia yang satu ke manusia yang lain, sehingga memudahkan terjadinya penyakit seperti penularan penyakit saluran pernapasan.

 Rumah sehat harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan yaitu : kebutuhan fisiologis, suhu ruangan antara 18-20 ºc, penerangan siang dan malam baik terutama penerangan listrik, pertukaran hawa baik dengan luas seluruh ventilasi adalah 15 % dari luas lantai, dan mempunyai isolasi suara, kebutuhan psikologis (keindahan, jaminan kebebasan, privasi, ruangan berkumpul keluarga, dan ruang tamu), terhindar dari kecelakaan serta dari penyakit (luas kamar tidur 5 m2 per kapita perluas lantai). .

 Lingkungan fisik tempat dimana seseorang bekerja atau tinggal dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tertentu. Polusi udara, air dan suara dapat

meningkatkan risiko terjadinya penyakit. Lingkungan fisik rumah dapat menyebabkan risiko bagi individu terutama anak khususnya balita. Tempat tinggal yang tidak bersih, sistem penghangat atau pendingin ruangan yang buruk dan lingkungan yang padat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit. Konflik atau masalah lain dalam keluarga mungkin dapat menjadi stressor yang menyebabkan individu atau seluruh keluarga mengalami peningkatan risiko terjadinya penyakit

7. Penatalaksanaan

 a. Untuk Faringitis Akut

 Jika di duga atau ditunjukkan adanya penyebab bakterial, pengobatan dapat mencakup pemberian Agens antimicrobial untuk streptokukus group A, penisilin merupakan obat pilihan. Untuk pasien alergi terhadap penisilin atau yang mempunyai organisme resisten terhadap eritromisin digunakan sefalosporin. Antibiotik di berikan selama sedikitnya 10 hari untuk menghilangkan streptokokus group A dari orofaring.

(20)

 Diet cair atau lunak diberikan selama tahap akut penyakit, tergantung pada nafsu makan pasien dan tingkat rasa tidak nyaman yang terjadi bersama proses menelan. Kadang tenggorok sakit sehingga cairan tidak dapat di minum dalam jumlah yang cukup dengan mulut. Pada kondisi yang parah, cairan diberikan secara intravena. Sebaliknya, pasien didorong untuk memperbanyak minum sedapat yang ia lakukan dengan minimal 2 sampai 3 liter sehari.

 b. Untuk Faringitis Kronik

 Didasarkan pada penghitungan gejala, menghindari pemajanan terhadap iritan, dan memperbaiki setiap gangguan saluran napas atas, paru atau jantung yang mungkin mengakibatkan terhadap batuk kronik.

 Kongesti nasal dapat dihilangkan dengan sprei nasal / obat-obatan yang mengandung epinefrin sulfat (Afrin) atau fenilefrin hidroklorida (Neo-Synphrine). Jika terdapat riwayat alergi, salah satu medikasi dekongestan antihistamin seperti Drixarol/ Dimentapp, diminum setiap 4-6 jam. Malaise secara efektif dapat dikontrol dengan aspirin / asetaminofen.

 c. Pada Anak-anak

 Bila anak menjadi gelisah, rewel, sulit tidur, lemah atau lesu karena gejala radang tenggorokan ini, kita dapat membantu meredakan gejalanya. Tidak harus selalu dengan obat, mungkin dengan tindakan yang mudah dan sederhana bisa membantu menenangkan anak.

 1) Nyeri menelan :

 Banyak minum air hangat, obat kumur, lozenges, paracetamol untuk meredakan nyeri  2) Demam

 Banyak minum, paracetamol, kompres hangat atau seka tubuh dengan air hangat.  3) Hidung tersumbat dan berair (meler)

 Banyak minum hangat, anak diuap dengan baskom air hangat, tetes hidung NaCl.  Dalam beberapa kasus, radang tenggorokan karena virus baru sembuh setelah 2 minggu.

Yang diperlukan adalah kesabaran dan pengawasan orang tua terhadap gejala anak. Bawalah anak ke dokter bila gejala terlihat makin berat; anak tampak sulit bernapas, kebiruan pada bibir atau kuku, anak tampak gelisah atau justru sangat mengantuk, atau anak batuk/demam berkepanjangan.

 Karena hampir seluruh kasus disebabkan oleh virus, maka antibiotik biasanya tidak dipergunakan. Infeksi oleh virus (misalnya batuk-pilek, radang tenggorokan) sama sekali tidak bisa disembuhkan dengan antibiotik. Infeksi virus akan sembuh dengan sendirinya, tubuh akan melawan dengan sistem kekebalan tubuh. Penggunaan antibiotik yang berlebihan justru akan merugikan karena akan membuat menjadi resisten dan antibiotik menjadi tidak mempan untuk melawan infeksi saat dibutuhkan, terutama pada anak-anak

Pharyngitis

October 21, 2012 | By Adhika Rifqi Pangestika

(21)

Latar Belakang

Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi bagian nasal, oral, dan laring. Nasofaring terletak di sebelah posterior hidung dan di atas palatum mole. Orofaring memuat fasial, atau palatin, tonsil. Laringofaring memanjang dari tulang hyoid ke kartilago krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh dibentuk oleh epiglotis.

Adenoid atau tonsil faring terletak dalam langit-langit nasofaring. Tenggorok dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini merupakan penghubung penting ke nodus limfa dagu menjaga tubuh dari serangan organisme yang memasuki hidung dan tenggorok. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.

Berbagai jenis gangguan bisa saja terjadi pada tenggorokan / faring. Gangguan yang terjadi pada tenggorokan pada umumnya berupa peradangan tenggorokan (faringitis). Radang pada

tenggorokan biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Bakteri penyebab faringitis adalah kelompok betahemolitik streptokokkus A. Mycoplasma dan Chlamydia.

Selain itu, faringitis juga dapat terjadi karena menghirup bahan-bahan kimia yang secara

langsung menyebabkan iritasi pada tenggorokan. Radang tenggorokan / faringitis banyak dialami oleh orang yang tinggal atau bekerja di tempat yang berdebu, atau lingkungan yang sangat kering, penggunaan suara yang berlebihan, makanan yang dapat mengiritasi tenggorokan misal mengonsumsi alkohol, atau batuk yang menetap, atau alergi.

Infeksi jalan nafas atas merupakan kondisi umum yang mengenai kebanyakan hewan pada waktu tertentu. Beberapa dari kondisi tersebut adalah akut, dengan gejala yang berlangsung lama atau terjadi secara berulang. Jarang pasien dengan kondisi ini membutuhkan perawatan intensif. Faringitis merupakan suatu peradangan pada faring atau tenggorokan dan merupakan radang tenggorokan yang paling sering. Bila tidak ada komplikasi, gejala-gejala faringitis akut menjadi ringan dan tenggorokan kembali normal setelah 4-5 hari. Faringitis kronik merupakan lanjutan dari faringitis akut yang tidak tertegakan diagnosanya. Pada umumnya faringitis akut maupun kronik disebabkan oleh virus atau bakteri.

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi servikal ke-6. Keatas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada hewan dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lender, fasia faringobasiler pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucosa blanket) dan otot. Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya

(22)

bersilia, sedangkan epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng

berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu, faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh di depan.

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang dihisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lender ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang dihisap. Palut ini mengandung enzim lisozim yang penting untuk proteksi.

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari muskulus konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi nervus fagus, otot-otot yang longitudinal adalah muskulus stilofaring dan

muskulus palatofaring. Muskulus stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik rahang, sedangkan muskulus palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. Muskulus stilofaring dipersarafi oleh nervus IX sedangkan

muskulus palatofaring dipersarafi oleh nervus X.

Definisi & Etiologi

Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis) adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. Radang ini bisa

disebabkan oleh virus atau kuman, disebabkan daya tahan yang lemah. Pengobatan dengan antibiotika hanya efektif apabila karena terkena kuman. Kadangkala makan makanan yang sehat dengan buah buahan yang banyak, disertai dengan vitamin bisa menolong.

Faringitis dibedakan menjadi dua, yakni faringitis akut dan kronis. Faringitis akut, radang tenggorok yang masih baru, dengan gejala nyeri tenggorok dan kadang disertai demam dan batuk. Faringitis kronis, radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorok. Faringitis akut adalah sindroma inflamasi yang terjadi pada faring yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti virus dan bakteri. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di faring.

Faringitis adalah peradangan yang terjadi pada faring. Faringitis akut merupakan peradangan tenggorok yang paling sering terjadi. Faringitis akut/berat sering disebut sebagai strep throat, karena pada umumnya disebabkan oleh bakteri streptokokus. Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitas (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan

(23)

struktur lain di sekitarnya, karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok.

Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada hewan yang masih muda. Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis/tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15-30% (di luar kejadian epidemik) dari penyebab faringitis akut pada hewan muda sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10% kasus. Faringitis streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan/atau nasofaring oleh SBHGA. Beberapa penyebab dari faringitis, yaitu:  Virus 1. Rhinovirus 2. Coronavirus 3. Virus influenza 4. Virus parainfluenza 5. Adenovirus

6. Herpes simplex virus tipe 1 dan 2 7. Coxsackievirus A

8. Cytomegalovirus 9. Virus Epstein-Barr 10.HIV

 Bakteri

1. Streptococcus pyogenes, merupakan penyebab terbanyak pada faringitis akut 2. Streptococcus grup A, merupakan penyebab terbanyak pada hewan muda 3. Streptococcus grup C dan G

4. Neisseria gonorrheae 5. Corynebacterium diphtheria 6. Corynebacterium ulcerans 7. Yersina enterocolitis 8. Treponema pallidum

9. Vincent angina, merupakan mikroorganisme anaerobik dan dapat menyebabkan komplikasi yang berat, seperti abses retrofaringeal dan peritonsilar

10.Arcanobacteri haemoliticum 11.Mycoplasma pneumoniae

 Penyebab faringitis yang bersifat noninfeksi, yaitu sleep apnea, GERD, dan alergi. Alergi menyebabkan hyperplasia limfoid, obstruksi nasal, dan keluarnya mucus hidung yang dapat mengiritasi faring

(24)

Patogenesis

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian

cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Penyebab faringitis akut dapat bervariasi dari organisme yang menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan edema dan bahkan ulserasi. Organisme yang ditemukan termasuk streptococcus, pneumococcus dan basillus influenza, diantara organisme yang lainnya. Pada stadium awal, terdapat hyperemia, edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mucus dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hyperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning, atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsil, perhatian biasanya difokuskan pada faring, dan tampak bahwa folikel atau bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Terkenanya dinding lateral, jika tersendiri, tersebut sebagai faringitis lateral. Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsil, hanya faring saja yang terkena.

Bakteri S. pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. Periode inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu 24-72 jam.

Beberapa strain dari S. pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.

Hemolitik, Staphylococcus, bakteri, atau virus ↓

Masuk ke dalam tubuh ↓

Gambar

Foto mastoid : tampak

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengujian penyerapan panas digunakan termometer berjumlah 2 yaitu termometer atas ( ) dan termometer bawah ( ). Dari hasil pengujian penyerapan panas

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian penyakit malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi

Akan tetapi faktor-faktor tersebut menunjukan nilai yang tidak terlalu besar antara perairan tertutup dan terbuka sehingga perbedaan faktor-faktor tersebut bukan

69 Penelitian ini terdapat tiga variabel penelitian yaitu pembelajaran problem solving (X), minat siswa terhadap pelajaran sosiologi (Y1), dan hasil belajar (Y2). Untuk

Mengatasi sakit menstruasi (dismenore) secara alami.. Diakses tanggal 2

Hasil penelitian ini diberikan saran yang dapat digunakan sebagai masukan bagi manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas pada fungsi sumber daya

Kesejahteraan psikologis atau psychological wellbeing adalah suatu kondisi dimana individu menjadi sejahtera dengan menerima diri, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi

Dalam penerapannya, penguat diferensial lebih disukai apabila hanya memiliki satu keluaran. Jadi yang diguankan adalah tegangan antara satu keluaran dan bumi ) ground *. 3ntuk