• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Menurut Suparlan (1984 : 12) kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Menurut Todaro (2000 : 200) kemiskinan adalah rendahnya pendapatan per kapita dan lebarnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Salah satu generalisasi (anggapan sederhana) yang terbilang paling sesuai mengenai penduduk miskin adalah bahwasanya mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional. Para ahli ekonomi pembangunan mulai mengukur luasnya atau kadar parahnya tingkat kemiskinan di dalam suatu negara dan kemiskinan relatif antar negara dengan cara menentukan atau menciptakan suatu batasan yang lazim disebut sebagai garis kemiskinan.

Menurut Hall dan Midgley (2004 : 10), pengertian kemiskinan yang beraneka ragam dan dapat diukur dari banyak sudut pandang. Beberapa pendapat

(2)

16

mengartikan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dasar. Pendapat lain memasukkan dimensi-dimensi sosial sebagai tambahan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar tersebut, misalnya : sikap, budaya hidup dan lingkungan tertentu. Umumnya ketika orang berbicara kemiskinan adalah material, dengan konsep ini maka seseorang dikategorikan miskin apabila tidak mampu memenuhi standar kebutuhan pokoknya.

Menurut Ravallion (2001) dalam Arsyad (2010 : 299), kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas.

Berbicara tentang kemiskinan, pada dasarnya dapat didefinisikan baik secara sederhana maupun dalam arti luas (Arjani, 2007:56). Dalam pengertian yang sederhana kemiskinan dapat diterangkan sebagai kurangnya pemilikan materi atau ketidakcukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu dalam arti yang lebih luas kemiskinan dapat meliputi ketidakcukupan yang lain seperti: rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan kerja dan berusaha, keterbatasan akses terhadap berbagai hal dan lain-lain.

Menurut Arsyad (1999 : 237), kemiskinan itu bersifat multi dimensional, yang artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan

(3)

17

pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan serta keterampilan dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah.

Menurut Bappenas (2002), kemiskinan adalah suatu situasi dan kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Bank Dunia (2006) mendefinisikan kemiskinan sebagai tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan di bawah US$ 2 per hari. Sedangkan Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic

needs approach) dalam mengukur tingkat kemiskinan. Dengan pendekatan ini,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Pada dasarnya kemiskinan didefinisikan menurut dua pendekatan, yaitu kemiskinan absolute dan kemiskinan relative. Menurut Badan Pusat Statistik (2007) kemiskinan relative merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan

(4)

18

absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan

pokok minimum.

Menurut Fernandez (2001) dalam Arsyad (2010 : 300), menambahkan tentang beberapa ciri masyarakat miskin ditinjau dari berbagai aspek, antara lain: 1. Aspek politik yaitu tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan

yang menyangkut hidup mereka

2. Aspek sosial yaitu tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada

3. Aspek ekonomi yaitu rendahnya kualitas SDM, termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang erdampak pada rendahnya penghasilan dan rendahnya kepemilikan atas aset fisik, termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan.

4. Aspek budaya atau nilai yaitu terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan mudah menyerah.

2.1.2 Ukuran Kemiskinan

Sajogyo (1988 : 24), mengartikan kemiskinan tidak sebatas hanya dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran. Sajogyo memandang kemiskinan secara lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran delapan jalur pemerataan yaitu:

1) Rendahnya peluang berusaha dan bekerja.

2) Rendahnya tingkat pemenuhan sandang, pangan dan papan. 3) Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan.

(5)

19 5) Rendahnya peran serta masyarakat. 6) Rendahnya pemerataan.

7) Rendahnya kesamaan dan kepastian hukum. 8) Rendahnya pola keterkaitan dari beberapa jalur.

Menurut Badan Pusat Pusat Statistik, pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum baik untuk makanan dan non makanan, yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat hidup layak. Nilai standar kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis pembatas untuk memisahkan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis kemiskinan sesungguhnya merupakan sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makan setara 2.100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aneka barang dan jasa lainnya. Biasanya untuk membayar 2.100 kalori per hari disebut sebagai garis kemiskinan makanan (GKM) dan biaya untuk membayar kebutuhan minimum non-makanan disebut sebagai garis kemiskinan non makanan (GKNM). Individu dengan pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan disebut sebagai penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan atau penduduk miskin.

2.1.3 Indikator Kemiskinan

Menurut Arsyad (2002 : 301) Kemiskinan memiliki pengertian yang luas dan memang tidak mudah untuk mengukurnya. Namun demikian dibutuhkan tolak ukur yang jelas untuk menentukan seseorang dikatakan miskin. Untuk

(6)

20

menentukan seseorang dapat dikatakan miskin atau tidak, diperlukan tolak ukur yang jelas. Berbagai pendekatan atau konsep digunakan sebagai bahan perhitungan dan penentuan batas-batas kemiskinan. Adapun ukuran kemiskinan yang digunakan sebagai berikut :

1) Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan fisik manusia. Konsep kemiskinan absolut adalah apabila tingkat pendapatan individu atau rumah tangga di bawah “garis kemiskinan” atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Prof.Sajogyo mengembangkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Lebih lanjut diklasifikasikan kemiskinan pedesan dan perkotaan ke dalam 3 kategori.

a) Daerah perkotaan golongan paling miskin pendapatannya 240 kg atau kurang beras perkapita pertahun. Golongan miskin sekali pendapatannya 240 hingga 360 kg beras perkapita per tahun. Golongan miskin pendapatannya lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg beras perkapita pertahun.

b) Daerah pedesaan golongan paling miskin pendapatannya dibawah 180 kg beras perkapita pertahun. Golongan miskin sekali pendapatannya 180 hingga 240 kg beras perkapita per tahun. Golongan miskin

(7)

21

pendapatannya lebih dari 240 kg tetapi kurang dari 320 kg beras perkapita pertahun.

Menurut konsep ini kemiskinan dipahami sebagai suatu keadaan dimana individu atau rumah tangga tidak mampu mencapai kebutuhan fisik pada tingkat minimal dari standar kebutuhan yang sudah ditetapkan.

2) Kemiskinan Relatif

Konsep kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang ada kaitannya dengan kebutuhan seseorang dalam masyarakat. Tolak ukur dari kemiskinan ini adalah tingkat pendapatan keluarga per tahun atau per bulan. Berdasarkan tolak ukur ini seseorang yang tergolong miskin ditentukan berdasarkan kedudukan relatifnya dalam masyarakat. Menurut Kincaid (Arsyad, 2001:240) semakin besar ketimpangan antara penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin. Pada kondisi lain, bila tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Dalam pengertian masih berada dalam keadaan miskin bila dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya maka konsep ini juga disebut kemiskinan relatif

3) Kemiskinan Sosial

Selain kemiskinan yang didasarkan pada ukuran pendapatan, kemiskinan juga dapat dilihat dari kemampuan masyarakat untuk memperoleh akses kepada pelayanan yaitu:

(8)

22

1. Rendahnya kualitas pendidikan yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik dan sarana pendidikan di daerah miskin atau terpencil

2. Rendahnya akses pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan produksi

3. Rendahnya akses masyarakat miskin kepada layanan air minum dan keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pendanaan dan masih rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha.

Kemiskinan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dibagi ke dalam tiga definisi, yaitu kemiskinan potensial, kemiskinan relatif, dan kemiskinan mutlak. Dalam kemiskinan potensial, terdapat beberapa faktor berpengaruh termasuk di antaranya kekurangan pangan, sandang, tempat tinggal, kesehatan, serta pendidikan dan pembinaan. Jenis kemiskinan seperti ini dapat disebut dengan keterbelakangan sosial yang oleh PBB dimasukkan dalam kategori kemiskinan.

Adapun kemiskinan relatif, adalah jenis kemiskinan yang menurut PBB disebabkan faktor pendapatan rata-rata di sebuah negara. Artinya, sesuai dengan pendapatan rata-rata di setiap negara, orang yang memiliki pendapatan lebih rendah dari pendapatan rata-rata negara, maka dia tergolong miskin relatif. Kategori ketiga dari definisi kemiskinan oleh PBB adalah kemiskinan mutlak, yaitu orang yang berpendapatan kurang dari dua dolar Amerika perhari. Pendapatan yang kurang tersebut disebabkan karena terjadinya rasa ketidakberdayaan, terpinggirkan, dan tidak memiliki rasa bebas yang merupakan akibat dari rendahnya nilai politik, sosial, dan budaya.

(9)

23

Menurut BKKBN (dalam Saefudin, 2003:40) indikator kemiskinan dari adanya pengaruh sosial demografi dapat dikatakan bila rumah tangga tersebut dalam keadaan pra sejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan selama 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

Bank Dunia (2003) mengukur kemiskinan dengan pariatis kekuatan pembelian, yaitu penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari. Bank Dunia melaporkan bahwa 49 persen dari seluruh penduduk Indonesia hidup dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Dalam hitungan per kepala, 49 persen dari seluruh penduduk Indonesia berarti 108,78 juta jiwa dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia dengan indikator sebagai berikut:

1) Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.

2) Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana, dan prasarana. 3) Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.

4) Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan system yang kurang mendukung.

5) Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi.

6) Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat.

7) Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.

(10)

24

Menurut BPS (2005) kriteria untuk menentukan keluarga atau rumah tangga dikategorikan miskin apabila:

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah atau bambu atau kayu murahan.

3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung atau sungai atau air hujan.

7) Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar atau arang atau minyak tanah.

8) Hanya mengkonsumsi daging atau susu atau ayam satu kali dalam seminggu.

9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10) Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari.

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. 12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan

500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan

(11)

25

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah atau tidak tamat SD atau hanya SD

14) Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit atau non kredit, emas, ternak, kapal, motor, atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 dari 14 variabel terpenuhi maka dapat dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

Menurut Bappenas (2006), indikator utama kemiskinan adalah: 1) Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.

2) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan. 3) Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan. 4) Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha.

5) Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah. 6) Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi.

7) Terbatasnya akses terhadap air bersih.

8) Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah.

9) Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam.

10) Lemahnya jaminan rasa aman. 11) Lemahnya partisipasi.

12) Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga.

(12)

26

13) Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

2.1.4 Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan

Menurut Greetz (1974) dalam Tadjuddin, (1995 : 257) menyatakan bahwa kemiskinan pedesaan Jawa muncul sebagai akibat dari adanya pertanian. Greetz berpendapat bahwa struktur pemilikan tanah yang timpang berarti mencerminkan ketidaksamaan penghasilan masyarakat pedesaan. Dia berpendapat bahwa adanya mekanisme pembagian penghasilan dengan melanggar derajat homogenitas sosial ekonomi. Menurut Zadjuli (1995 : 23) makin ramainya bahasa masalah kemiskinan dewasa ini, maka perlu diberikan berbagai analisis tentang jenis dan faktor penyebab kemiskinan di dunia termasuk di Indonesia sebagai berikut:

1) Kemiskinan karena kolonialisme

Masyarakat miskin akibat penjajahan yang terus menerus di suatu bangsa dalam kurum waktu yang lama. Seperti Nepal, Banglades, India dan Pakistan, yaitu berkat jajahan Inggris. Bekas jajahan Belanda seperti Suriname dan Indonesia, bekas jajahan Spanyol seperti Filipina, bekas jajahan Kolonial Portugal seperti Timor-Timur, orang Indian hampir punah karena kolonial Australia dan Selandia Baru, bekas jajahan Prancis antara lain Kamboja dan Vietnam juga tetap miskin hingga sekarang.

(13)

27 2) Kemiskinan karena tradisi sosial kultural

Seperti halnya Suku Badui, suku-suku bangsa Iran, suku dayak di pedalaman Kalimantan, suku kubu di Sumatra.

3) Kemiskinan karena isolasi

Kemiskinan karena lokasi tempat tinggal terisolasi, misalnya orang Mentawai di kepulauan Mentawai, suku Tengger di Jawa Timur.

4) Kemiskinan struktural

Kemiskinan struktural terdiri dari struktur kekuasaan ekonomi dan persaingan yang berat setelah menjadikan Negara Utara dan Negara Selatan Katulistiwa kebanyakan miskin, Struktur ketimpangan hubungan sosial ekonomi antara pusat kegiatan dan daerah belakangnya menjadikan daerah perkotaan lebih makmur.

2.1.5 Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Menurut Arsyad (2010 : 307), strategi/kebijakan dalam mengurangi dan menanggulangi kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi 3 bidang yaitu sebagai berikut:

1) Pembangunan Sumber Daya Manusia

Perbaikan akses terhadap konsumsi pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi) merupakan alat kebijakan penting dalam strategi pemerintah secara keseluruhan untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia. Perluasan ruang lingkup dan kualitas dari pelayanan-pelayanan pokok tersebut membutuhkan investasi pada modal manusia yang

(14)

28

pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas golongan miskin tersebut. Pada waktu yang bersamaan pelayanan tersebut secara langsung mampu memuaskan konsumsi atas kebutuhan pokok. Di Indonesia, atau di mana saja, pendidikan (formal dan non-formal) bisa berperan penting dalam mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi secara umum, maupun secara langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan mereka. Intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Ada tiga faktor utama yang mendasari kebijakan ini. Pertama, berkurangnya beban penderitaan secara langsung dapat memuaskan kebutuhan atas konsumsi barang-barang pokok juga merupakan tujuan kebijakan sosial yang sangat penting. Kedua, perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan miskin, kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan meningkatkan output energi. Ketiga, penurunan tingkat kematian bayi dan anak secara tidak langsung juga berperan dalam mengurangi kemiskinan yaitu menurunkan tingkat kesuburan, tingkat kematian yang semakin rendah tidak saja membantu para orang tua untuk mencapai jumlah keluarga yang mereka inginkan, namun membuat mereka menginginkan keluargayang lebih kecil.

(15)

29 2) Pembangunan Pertanian

Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Ada 3 aspek dari pembangunan pertanian yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengurangan kemiskinan tersebut, terutama di daerah pedesaan.

Pertama, kontribusi terbesar bagi peningkatan pendapatan pedesaan dan

pengurangan kemiskinan pedesaan dihasilkan dari adanya revolusi teknologi dalam pertanian padi, termasuk pembangunan irigasi. Kedua, kontribusi utama lainnya datang dari program pemerintah untuk meningkatkan produksi tanaman keras, seperti tanaman karet, kelapa dan kelapa sawit.

Ketiga, pembangunan luar Jawa juga berperan mengurangi kemiskinan di

Jawa melalui pembangunan pertanian di daerah-daerah transmigrasi. 3) Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

LSM dapat memainkan peran yang lebih besar di dalam perancangan dan implementasi program pengurangan kemiskinan. Dengan fleksibilitas dan pengetahuan mereka tentang komunitas yang mereka bina, LSM-LSM ini untuk beberapa hal bisa menjangkau golongan miskin tersebut secara lebih efektif daripada program-program pemerintah. Keterlibatan LSM-LSM juga dapat meringankan biaya finansial dan staf dalam pengimplementasian program padat-karya untuk mengurangi kemiskinan.

Menurut Tulung (2008 : 65), ada beberapa langkah penanggulangan kemiskinan yaitu: penurunan harga makanan menjadi lebih murah; kepastian lapangan pekerjaan dan terjaganya keselamatan diri; kedamaian dan keamanan

(16)

30

dalam bekerja tanpa gangguan pemogokan sipil atau perang; pengendalian epidemi dan penyakit menular; sistem pengamanan sosial; dan kebebasan untuk berpindah ke bidang pekerjaan lain.

Keppres Nomor 8 Tahun 2002 tersebut telah diatur mengenai langkah-langkah apa saja yang harus diambil oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan, termasuk pada daerah-daerah. Langkah itu bertujuan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah Republik Indonesia dan tentunya termasuk Bali, langkah nyata yang harus dilakukan adalah:

1) Pemberdayaan dan pengembangan manusia yang berkaitan dengan aspek pendidikan, kesehatan, dan perbaikan infrastruktur dasar tentunya.

2) Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang berkualitas dengan perbaikan aspek lingkungan, pemukiman, perumahan dan prasarana pendukung.

3) Pemberdayaan dan pengembangan kemampuan manusia yang berkaitan dengan perbaikan aspek usaha, lapangan pekerjaan dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan.

Menurut Astuti (2009 : 18), berbagai program penanggulangan kemiskinan antara lain: (1) pentransferan sumber-sumber pembangunan dari pusat, seperti program inpres yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi daerah; (2) peningkatan akses masyarakat miskin kepada pelayanan sosial, seperti: pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, air bersih, dan sebagainya; (3) perluasan jangkauan lembaga perkreditan untuk rakyat kecil; (4) pembangunan

(17)

31

infrastruktur ekonomi pedesaan, khususnya infrastruktur pertanian; dan (5) pengembangan kelembagaan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan.

Menurut Amidi (2003 : 22), ada beberapa kebijakan penanggulangan kemiskinan untuk yang tidak punya aset sama sekali, yaitu: (1) mendorong dan mengarahkan penanaman modal ke arah bidang-bidang usaha pembangunan yang padat karya guna menciptakan lapangan dan kesempatan kerja baru; (2) meningkatkan mobilisasi SDM dari satu wilayah ke wilayah lain dalam kabupaten, yaitu yang satu sama lain saling mengisi; (3) meningkatkan usaha-usaha pengumpulan dan penyebaran informasi yang dapat mempertemukan pencari kerja dan pencari tenaga kerja; (4) menghubungkan antara dunia pendidikan dengan kerja/usaha, dengan meningkatkan penggunaan pusat-pusat transportasi informasi yang sudah ada.

2.1.6 Konsep Pendapatan

Menurut boediono (2000 : 170) pendapatan atau income dari seseorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-fator produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Dan sektor produksi ini membeli faktor-faktormproduksi tersebut digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Harga faktor produksi di pasar faktor produksi ditentukan oleh tarik-menarik antara penawaran dan permintaan. Secara singkat, income seorang warga masyarakat ditentukan oleh:

a. Jumlah faktor-faktor produksi yang ia miliki yang bersumber pada hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu, atau warisan/pemberian

(18)

32

b. Harga per unit dari masing-masing faktor produksi ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi.

Pendapatan merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa tersebut dapat berupa sewa, upah atau gaji, bunga ataupun laba. Pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu negara (Sukirno, 2004:37).

Dalam menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu:

1) Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung semua nilai produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu.

2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat diterima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode.

3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.

Pendapatan keluarga atau rumah tangga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga. Badan Pusat Statistik memberikan pengertian tentang pendapatan rumah tangga secara terperinci sebagai berikut:

(19)

33

1) Pendapatan berupa uang, yakni segala penghasilan berupa uang yang sifatnya regular dan yang diterima sebagai balas jasa atau kontra prestasi. Sumber pendapatan berupa uang adalah:

a. Gaji dan upah serta balas jasa lain-lain yang serupa di majikan. b. Pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas.

c. Pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara di halaman rumah. d. Hasil investasi seperti bunga modal, tanah, uang pensiun, jaminan sosial

dan keuntungan sosial.

2) Pendapatan berupa barang, yakni segala penghabisan yang diperoleh dalam bentuk barang terhadap jasa yang telah diberikan, akan tetapi bisa juga dalam bentuk barang yang diterima bukan sebagai balas jasa seperti warisan. 3) Penerimaan uang dan barang lain-lain adalah segala penerimaan yang bersifat transfer dedistributif dan biasanya membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga

Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

a. Jenis Pekerjaan dan Jabatan b. Pendidikan

c. Masa Kerja

d. Jumlah Anggota Keluarga e. Jam Kerja

(20)

34

2.1.7 Peran Perempuan Dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Sayogyo dan Pudjiwati (1999) mengatakan bahwa tujuan peningkatan kesejahteraan tidak dapat dilepaskan dan harus diusahakan terus-menerus. Hal yang menjadi kunci kearah tersebut adalah adanya partisipasi aktif dari masyarakat ke arah itu termasuk di dalamnya partisipasi kaum perempuan. Berbagai program yang diajukan untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat, seperti program kependudukan, kesehatan, pendidikan, banyak yang tergantung pada partisipasi perempuan untuk keberasilannya. Dengan adanya kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan sebagai gerak dari pembaharuan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah akan nyata pula. Dalam hal status perempuan berubah karena peranan perempuan dalam bidang ekonomi telah berubah, walaupun pada umumnya dalam usaha produksi atau pekerjaan mencari nafkah akan nyata. Dalam hal status perempuan berubah karena peranan perempuan dalam bidang usaha produksi atau pekerjaan mencar nafkah terdapat penilaian yang berbeda dalam masyarakat mengenai pekerjaan laki-laki dan perempuan.

Umumnya perempuan mempunyai dua peranan yaitu 1) sebagai istri dan ibu rumah tangga dan 2) sebagai partner untuk mencari nafkah bagi kehidupan rumah tangganya. Sebagai perempuan dalam rumah tangga khususnya sangat memperhatikan kegiatan rumah tangga seperti memasak, mengasuh anak dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan kerumahtanggaan. Dalam mengambil keputusan untuk melakukan pekerjaan di luar kegiatan rumah tangga merupakan hak mereka dalam membantu pendapatan suami atau menunjang ekonomi keluarga, sehingga bisa berjalan selaras dan harmonis karena semua yang

(21)

35

dilakukan adalah untuk menjaga keutuhan keluarga yang merupakan salah satu dari pembinaan keluarga (Pudjiwati, 1999:50)

Perbedaan pendapatan antara perempuan dan laki-laki bersumber dari adanya perbedaan pendapatan yang sangat besar antara perempuan dan laki-laki. Selain upah tenaga kerja perempuan biasanya lebih rendah (meski porsi atau beban kerjanya sama), mereka juga sulit mendapatkan pekerjaan yang berupah tinggi. Kontrol perempuan terhadap penghasilan dan sumber daya juga relatif masih sangat terbatas karena sejumlah alasan. Alasan utama adalah kenyataan bahwa sebagian pekerjaan yang dilakukan oleh kaum perempuan tidak memberikan imbalan uang (Todaro dan Smith, 2004:267).

2.1.8 Konsep Umur Serta Hubungan Terhadap Pendapatan

Komposisi penduduk yang sering digunakan untuk analisis perencanaan pembangunan adalah komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin (Mantra, 2003:24). Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu tahunan atau yang disebut juga umur tunggal (single age), dan yang dikelompokkan dalam lima tahunan, misalnya kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14,…, 60-64, 65+. Informasi tentang penduduk menurut umur yang terbagi dalam kelompok umur lima tahunan sangat dibutuhkan berkaitan dengan pengembangan kebijakan kependudukan. Jumlah penduduk yang besar dapat dipandang sebagai beban sekaligus juga modal manusia. Dalam pembahasan demografi, pengertian umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir.

(22)

36

Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk. Karakteristik penduduk yang paling penting adalah umur dan jenis kelamin, atau yang sering juga disebut struktur umur dan jenis kelamin. Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu tahunan atau yang disebut juga umur tunggal (single age), dan yang dikelompokkan dalam lima tahunan. Dalam pembahasan demografi pengertian umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir. Menurut Hasyim (2006:19), umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja , dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal.

Umur dapat digunakan untuk mengelompokkan penduduk menurut umur muda dan umur tua. Penduduk suatu wilayah dianggap penduduk muda apabila penduduk usia dibawah 15 tahun mencapai sebesar 40 persen atau lebih dari jumlah seluruh penduduk. Sebaliknya penduduk disebut penduduk tua apabila jumlah penduduk usia 65 tahun keatas diatas 10 persen dari total penduduk.

Dilihat dari struktur umur, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia mempunyai penduduk dengan struktur umur muda. Umur 15 sampai 64 tahun termasuk dalam umur kerja, sedangkan anak-anak di bawah 15 tahun dan golongan tua (65 tahun ke atas) merupakan beban tanggungan penduduk yang bekerja. Berdasarkan dua golongan penduduk ini, maka dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk 0-14 tahun,

(23)

37

ditambah dengan jumlah penduduk golongan tua dibandingkan dengan jumlah penduduk berumur 15-64 tahun (Arsyad, 2010:339).

Suatu bangsa yang mempunyai karakteristik penduduk muda akan mempunyai beban besar dalam investasi sosial untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar bagi anak-anak dibawah 15 tahun ini. Dalam hal ini pemerintah harus membangun sarana dan prasarana pelayanan dasar mulai dari perawatan Ibu hamil dan kelahiran bayi, bidan dan tenaga kesehatan lainnya, sarana untuk tumbuh kembang anak termasuk penyediaan imunisasi, penyediaan pendidikan anak usia dini, sekolah dasar termasuk guru-guru dan sarana sekolah yang lain. Sebaliknya bangsa dengan ciri penduduk tua akan mengalami beban yang cukup besar dalam pembayaran pensiun, perawatan kesehatan fisik dan kejiwaan lanjut usia (lansia), pengaturan tempat tinggal dan lain lain (Nehen, 2010:102).

Penduduk Indonesia sendiri masuk dalam golongan umur muda. Artinya, hanya sebagian kecil penduduk yang produktif menghasilkan barang dan jasa, sedangkan sebagian besar lainnya berada pada kelompok umur yang membutuhkan pelayanan.

Secara umum populasi mempunyai struktur umur yang secara garis besar dapat di golongkan atas tiga pola, yaitu:

a) Struktur umur menurun, yaitu struktur umum yang mempunyai kerapatan kecil pada umur muda, besar pada kelompok umur sedang dan kecil pada kelompok umur tua. Perkembangan populasi pada pola struktur umur yang demikian ini cenderung menurun dan pada periode waktu tertentu akan punah.

(24)

38

b) Struktur umur stabil, yang jika di gambarkan distribusi kelompok umur ini mempunyai bentuk seperti piramida sama sisi. Populasi dengan pola stuktur umum semacam ini dapat mempertahankan keberadaannya dalam waktu yang relatif lama.

c) Struktur umur meningkat (berkembang), yaitu populasi dengan kerapatan kelompok umur muda paling besar. Populasi dengan pola stukutur ini akan mengalami perkembangan kerapatan yang relatif tinggi pada peride waktu mendatang.

Cahyono (1998:47) juga mempunyai pendapat yang sama bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan. Umur produktif berkisar antara 15-64 tahun yang merupakan umur ideal bagi para pekerja. Di masa produktif, secara umum semakin bertambahnya umur maka pendapatan akan semakin meningkat, yang tergantung juga pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Mekanisme pengaruh umur tersebut yaitu jika kekuatan fisik seseorang untuk melakukan suatu aktivitas sangat erat kaitannya dengan umur karena bila umur seseorang telah melewati masa produktif, maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya pun menurun dan pendapatan juga ikut turun.

2.1.9 Konsep Jam Kerja Serta Hubungan Terhadap Pendapatan

Bekerja diartikan melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan atau membantu menghasilkan barang atau jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang atau barang, dalam kurun waktu (time reference) tertentu (Mantra, 2003:225). Menurut Simanjuntak (200 : 217) waktu adalah bahan

(25)

39

mentah dari hidup. Penggunaan waktu dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, dapat melaksanakan pekerjaan pasar yaitu menjual waktu di pasar tenaga kerja untuk memperoleh pendapatan. Bila seseorang menawarkan tenaga kerja maka biasanya menyerahkan kembali waktu kepada pemberi kerja untuk mendapatkan upah. Kedua, seseorang dapat melakukan pekerjaan non pasar, yaitu menggunakan waktu memproduksi barang dan jasa sendiri. Pekerjaan non pasar meliputi waktu yang digunakan seseorang untuk mencuci pakaian, memasak, dan lain sebagainya. Hal ini juga mencakup waktu yang digunakan untuk memperoleh keterampilan dan pendidikan dalam rangka meningkatkan produktivitas seseorang. Ketiga, seseorang dapat mengubah waktu langsung menjadi waktu luang yaitu waktu yang digunakan untuk aktivitas non kerja. Seseorang dapat membuat waktu yang dimilikinya menjadi waktu untuk bekerja jika dia merasa pendapatan yang diperolehnya saat ini kurang mencukupi baginya, tetapi dia juga dapat memanfaatkan waktu terebut menjadi wakt luang jika dia merasa pendapatan yang dia peroleh cukup baginya.

Setiap anggota rumah tangga yang berada dalam usia kerja dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasannya apabila seseorang menawarkan tenaga kerja maka hal yang ditawarkan adalah bukan dirinya sebagai media seutuhnya akan tetapi waktu yang dimilikinya. Waktu yang disepakati akan diisi dengan aktivitas kerja. Penawaran tenaga kerja dalam hal ini adalah jumlah jam kerjanya dipengaruhi oleh tingkat upah. Pada tingkat upah yang cukup tinggi penawaran tenaga kerja melengkung ke belakang (backward bending) dalam arti jumlah jam kerja menjadi berkurang karena umumnya untuk

(26)

40

individu yang hidup dalam masyarakat sederhana mempunyai kebutuhan yang kurang bervariasi sehingga dapat dipenuhi dengan pendapatan tersebut.

Keputusan untuk bekerja merupakan suatu keputusan puncak mengenai bagaimana seharusnya memanfaatkan waktu. Salah satu cara untuk menggunakan waktu yang tersedia adalah dengan melakukan aktivitas-aktivitas di waktu senggang yang menyenangkan.

Salah satu cara untuk memanfaat waktu ialah dengan cara melakukan aktivitas-aktivitas di waktu senggang yang menyenangkan. Cara umum lainnya adalah dengan bekerja. Menurut Ehrenberg dan Smith dalam simanjuntak (2001 : 214) pengalokasian waktu untuk bekerja atau waktu luang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1) Biaya kesempatan (opportunity cost), disini akan dilihat apabila seseorang mengalokasikan waktunya untuk bekerja maka dia juga memerlukan waktu untuk tidak bekerja (memanfaatkan waktu luang). Dimana harga dari waktu luang mereka punya tergantung dari besarnya tingkat upah yang diterima. Apabila penghasilan meningkat dengan biaya kesempatan waktu luang konstan maka seseorang akan menginginkan untuk menghabiskan lebih banyak waktu luang (artinya bahwa mereka mengurangi waktu kerja).

2) Tingkat kesejahteraan seseorang, tingkat kesejahteraan seseorang dapat dilihat dari jumlah simpanan di bank, investasi finansial dan harta benda fisik lainnya. Keahlian dari pekerja itu sendiri juga dapat diperhitungkan sebagai asset yang dapat dihargakan. Apabila seseorang memiliki banyak simpanan yang dapat

(27)

41

dihargakan maka mereka cenderung untuk lebih meningkatkan waktu luang dibandingkan menambah waktunya untuk bekerja mencari nafkah.

Seperangkat pilihan dari seseorang. Pilihan-pilihan tersebut biasanya ditentukan sendiri dan tidak secara seketika. Seseorang memutuskan dalam mempergunakan waktunya lebih banyak untuk bekerja atau lebih banyak untuk waktu luang tergantung pada pilihan-pilihan yang tersedia. Apabila seseorang merasa telah terpenuhi kehidupan ekonominya maka cenderung akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk waktu luang. Ada variasi dalam jam kerja tersebut, dimana ada jam kerja yang dihabiskan di tempat bekerja dan jam sebenarnya dihabiskan untuk bekerja. Jadi para pekerja harus menetapkan jam yang mana akan dimanfaatkan atau diprioritaskan untuk bekerja dan mencari nafkah dan bahwa pekerja harus menerimanya jika mereka menginginkan pekerja

2.1.10 Konsep Tingkat Pendidikan Serta Hubungan Terhadap Pendapatan Menurut Atmanti (2005 : 31), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perlunya mengembangkan tingkat pendidikan di dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian, yaitu :

1. Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. Hal ini memungkinkan masyarakat mengambil langkah yang lebih rasional dalam bertindak atau mengambil keputusan.

2. Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuan-pengetahuan teknis yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaan-perusahaan modern dan kegiatan-kegiatan modern lainnya.

(28)

42

Pengetahuan yang lebih baik yang diperoleh dari pendidikan menjadi perangsang untuk menciptakan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang teknik, ekonomi dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2001 : 70) hubungan antara tingkat pendapatan terhadap tingkat pendidikan adalah karena dengan mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat produktifitas pekerja dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan mereka. Pengertian ini dianut oleh golongan yang menamakan dirinya dengan teori Human Capital. Teori ini juga berkeyakinan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan mereka juga memiliki anggapan bahwa pendidikan formal adalah suatu investasi bagi individu maupun bagi masyarakat.

Menurut Ananta dan Hatmadji dalam Murjana Yasa (2006 : 119) pendidikan adalah suatu usaha yang amat sering dihubungkan dengan investasi dalam modal manusia. Dikatakan sebagai investasi karena pada hakikatnya investasi adalah pengorbanan pada masa kini untuk memperoleh keuntungan pada masa depan. Mengikuti pendidikan seseorang harus menggunakan sebagian dari waktu yang dimilikinya, yang tentu saja mengurangi kesempatan untuk menghasilkan seseuatu yang lain.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai dasar untuk perkembangan industri mengharuskan adanya pendidikan yang berkualitas tinggi. Sedangkan menurut Maftuchah Yusuf mengenai program pendidikan untuk prakara sosial dapat disimpulkan bahwa “pembangunan adalah perubahan dan

(29)

43

pertumbuhan yang memerlukan inovasi secara cepat dan menyeluruh”. Dan tanpa pengertian ide-ide baru yang diperoleh dari pendidikan dan penilaian (Maftuchah Yusuf , 1998:10).

Menurut Sastrohadiwiryo (2002 : 200), berdasarkan sifatnya, pendidikan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Pendidikan Umum

Yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan di luar sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum.

2. Pendidikan Kejuruan

Yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk mempersiapkan para peserta pendidikan maupun melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya.

Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfugsi untuk menyiapkan salah satu input dalam proses produksi yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya. Input tersebut selanjutnya akan mendorong peningkatan output yang diharapkan pada akhirnya dapat menigkatkan kesejahteraan penduduk. Titik singgung antara

(30)

44

pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja. Atas asumsi bahwa semakin tinggi tingkat produktivitas tenaga kerja, dan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertubuhan ekonomi suatu masyarakat. (Mulyadi, 2003:52)

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu untuk memperoleh hasil yang optimal dan pendapatan yang lebih menguntungkan (Thamrin, 2007). Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seseorang. Pendidikan juga merupakan suatu investasi bagi masa depan seseorang. Menurut Tirtarahardja (2005) dalam Hartati & Gunarsih (2008 : 45), batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lainya. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Pendidikan seseorang akan berdampak pada kualitas pekerjaan itu sendiri dan proses produksi yang dikerjakan. Ini terjadi karena pendidikan mempengaruhi kemampuan tenaga kerja secara mendalam bukan hanya fisik belaka. Satuan perubahan kualitas dari pendidikan yang umumnya dipergunakan adalah jumlah sekolah, jumlah siswa berbagai jenjang, jumlah guru, jumlah orang yang dapat menulis, membaca, dan lain sebagainya. Arza (Suwastini, 2004:23) yang menulis Paradigma Baru Pendidikan Nasional mengatakan pendidikan sebagai upaya paling utama untuk tidak diragukan lagi untuk pencerdasan kehidupan bangsa yang merupakan modal dasar bangsa dan Negara dalam menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal (global).

(31)

45

Hanya dengan pendidikan yang berkualitas dan bermutu dapat membangun keunggulan kompetitif dalam persaingan global yang semakin intens.

Banyak studi telah memperlihatkan bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Mereka yang terdidik lebih cepat menyerap informasi dan menerapkan perkembangan yang terbaru sehingga mereka menjadi lebih produktif (Bendesa, 2005:5).

Sesuai dengan pemikiran para pakar "Human Capital Theory" seperti Becker, Mincer, dan Schultz (Anwar, 1997:44), bahwa para ekonom mendapatkan konsep bahwa upaya meningkatkan pendidikan dan latihan merupakan karakteristik dari investasi kepada modal sumberdaya manusia. Jika individu memilih untuk menempuh program pendidikan dan latihan maka dia menghadapi biaya yang diluangkan (opportunity cost) untuk memperoleh pendapatan dari bekerja selama masa pendidikan dan latihan berlangsung. Tetapi dalam masa yang sama sebagai akibat dari hasil pendidikan, maka produktivitas akan meningkat setelah pendidikannya berakhir dan kemungkinan dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik pada masa yang akan datang.

2.1.11 Konsep Jumlah Tanggungan Serta Hubungan Terhadap Pendapatan Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh

(32)

46

banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin besar ukuran rumah tangga berarti semakin banyak anggota rumah tangga yang pada akhirnya akan semakin berat beban rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Demikian pula jumlah anak yang tertanggung dalam keluarga dan anggota-anggota keluarga yang cacat maupun lanjut usia akan berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Mereka tidak bisa menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung pada kepala keluarga dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup lannya.

Menurut simanjuntak (1998 : 15), komposisi penduduk terbagi dalam dua kelompok sebagai berikut:

1) Tenaga Kerja

Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang berumur 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja terbagi menjadi dua yaitu angkatan kerja yang terdiri dari mereka yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan dan bukan angkatan kerja yang terdiri dari mereka yang masih yang masih sekolah, yang mengurus rumah tangga tanpa diberi upah.

2) Bukan Tenaga Kerja

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang berumur kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun.

Dari komposisi penduduk tersebut, maka dalam tanggungan keluarga adalah mereka yang tidak termasuk dalam angkatan kerja karena pada umumnya mereka belum bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga

(33)

47

membutuhkan orang lain. Banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga juga berpengaruh pada waktu kerja kepala rumah tangga dalam mencari nafkah. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga mengakibatka kepala rumah tangga cenderung meningkatkan waktunya untuk bekerja, begitu pula sebaliknya (Larasaty, 2003:47)

Menurut Mantra (2003 : 16) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama menjadi satu. Jadi, yang termasuk dalam jumlah anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua).

Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan (Cahyono, 1998:33).

2.1.12 Konsep Pengalaman Kerja Serta Hubungan Terhadap Pendapatan Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984 : 15). Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Ranupandojo, 1984 : 71). Pengalaman kerja adalah pengetahuan

(34)

48

atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko, 1980:82).

Pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur pengalaman kerja seseorang adalah :

1) Gerakannya mantap dan lancar

Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.

2) Gerakannya berirama

Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari – hari. 3) Lebih cepat menanggapi tanda – tanda

Artinya tanda – tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja

4) Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya Karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya maka seorang pegawai yang berpengalaman dapat menduga akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.

5) Bekerja dengan tenang

Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar (Asri, 1986:131)

(35)

49

Ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu :

a. Lama waktu/ masa kerja.

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

b. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

c. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek – aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan.(Foster, 2001:43).

Pengalaman kerja yang dimiliki seseorang kadang-kadang lebih dihargai daripada tingkat pendidikan yang tinggi. Pepatah mengatakan, pengalaman adalah guru yang paling baik (experience is the best of teacher). Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu. Perusahaan yang belum begitu besar omset keluaran produksinya, cenderung lebih mempertimbangkan pengalaman bekerja daripada pendidikan yang telah diselesaikannya. Tenaga kerja yang berpengalaman dapat langsung menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Mereka hanya memerlukan pelatihan dan petunjuk yang

(36)

50

relatif singkat. Sebaliknya, tenaga kerja yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya, belum tentu mampu megerjakan tugas dan pekerjaan dengan cepat. Mereka perlu diberikan pelatihan yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, karena terkadang teori yang diperoleh dari bangku pendidikan berbeda dengan praktek di lapangan pekerjaan (Sastrohadiwiryo, 2001:163).

Menurut Simanjuntak (1998 : 27) pengalaman kerja seseorang sangat mendukung keterampilan dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. Semakin lama pengalaman kerja atau semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh seseorang maka semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, yang dimaksudkan untuk memberi dasar yang kuat dalam menyajikan materi. Pada penelitian Lestari (2010) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Kepala Rumah Tangga Miskin pada Sektor Informal di Desa Blahkiuh”, disimpulkan bahwa umur kepala rumah tangga, jumlah tanggungan, jam kerja, dan pendidikan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pendapatan kepala rumah tangga miskin yang bekerja di sektor informal di Desa Blahkiuh, serta umur kepala rumah tangga, jam kerja, jumlah tanggungan dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial. Adapun

(37)

51

persamaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti rumah tangga miskin dengan menggunakan empat variabel yang sama umur, jam kerja, pendidikan, dan jumlah tanggungan. Perbedaannya adalah pada penelitian sebelumnya meneliti di Desa Blahkiuh, sedangkan pada penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli.

Pada penelitian Paramananta W (2010) yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pekerja Perempuan Dalam Pemberdayaan Rumah Tangga Petani Miskin Di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung”, disimpulkan bahwa curahan jam kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan secara serempak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pekerja perempuan dalam pemberdayaan ekonomi rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta Utara, serta curahan jam kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial. Adapun persamaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti rumah tangga miskin. Perbedaannya adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan tiga variabel curahan jam kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan sedangkan pada penelitian ini menggunakan empat variabel umur, curahan jam kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan selain itu penelitian sebelumnya dilakukan di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten badung dan penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli.

Harwati (2005) dari hasil penelitiannya yang berjudul “Beberapa Variabel yang Mempengaruhi Pendapatan Perempuan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga Miskin Di Kota Denpasar”, menyimpulkan bahwa faktor

(38)

52

umur, pendidikan, sifat pekerjaan, jam kerja dan jumlah tanggungan berpengaruh secara signifikan baik secara parsial dan simultan dalam membantu menambah pendapatan keluarga. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti rumah tangga miskin dan dikhususkan pada pendapatan perempuan .Perbedaannya adalah penelitian sebelumnya menggunakan variabel umur, jam kerja, sifat pekerjaan, jam kerja dan jumlah tanggungan sedangkan penelitian ini menggunakan variabel umur, curahan jam kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan, selain itu penelitian sebelumnya dilakukan di Kota Denpasar sedangkan penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli

Gunawan (2011) dari hasil penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Umur, Jam Kerja, Tingkat Pendidikan Dan Jumlah Tanggungan Terhadap Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar”. Adapun persamaan penelitian ini adalah meneliti rumah tangga miskin dengan menggunakan variabel yang sama umur, jam kerja, pendidikan dan jumlah tanggungan. Perbedaannya adalah pada penelitian sebelumnya meneliti rumah tangga miskin di tingkat wilayah Kecamatan Gianyar sedangkn penelitian ini difokuskan ke Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dan hasil penelitian terdahulu serta teori-teori relevan yang telah dikemuakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut:

(39)

53

1) Diduga bahwa umur, jam kerja, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pendapatan perempuan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli.

2) Diduga bahwa umur, jam kerja, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap pendapatan perempuan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli

3) Faktor dominan jam kerja yang mempengaruhi pendapatan perempuan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dan metode yang digunakan adalah Eror Correction Model (ECM). Dari hasil regresi model ekspor teh indonesia, pada jangka panjang, maupun jangka pendek

Rasio keuangan atau financial ratio sangat penting untuk melakukan analisa terhadap kondisi keuangan perusahaan. Bagi investor jangka pendek dan menengah pada

Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah,

Sistem informasi akuntansi berperan penting dalam suatu organisasi demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, maka sistem informasi akuntansi harus

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian diarahkan

Fleksibilitas sendi panggul berperan penting dalam melakukan suatu teknik beladiri karate, salah satunya tendangan ushiro geri, yang mana tingkat fleksibilitas yang baik

seseorang melalui pendapatan non kerja maka akan cenderung mengurangi waktunya untuk bekerja dan lebih memilih mengisi waktu luang dengan kegiatan lainnya yang

Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia telah dirumuskan secara formal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl. Tujuan