• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan teori

2.1.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan bentuk laporan pertanggungjawaban manajemen kepada stakeholders, secara umum mengambil bentuk laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (Astika, 2011:80). Penelitin ini menggunakan laporan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan yang merupakan hasil dari kegiatan akuntansi perusahaan.Informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan sangat berguna bagi dalam perusahaan maupun pihak luar perusahaan (Saputra, 2011).

Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (2007), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan. Adapun pengertian dari bagian laporan keuangan tersebut sebagai berikut.

1) Neraca merupakan suatu daftar yang mencatat secara sistematis mengenai darimana perusahaan mendapat uang (berupa utang dan modal) serta bagaimana perusahaan menggunakan uang itu pada tanggal tertentu dan

(2)

12

dinyatakan dengan jumlah uang. Neraca adalah jenis laporan keuangan yang sangat penting bagi pemakai informasi akuntansi karena melalui neraca dapat diketahui dampak keuangan dari transaksi atau kejadian ekonomi terhadap perusahaan.

2) Laporan laba rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.

3) Laporan arus kas adalah laporan yang melaporkan arus kas masuk dan keluar yang utama dari suatu perusahaan selama satu periode. Laba bersih yang diperoleh suatu perusahaan belum menjamin bahwa perusahaan tersebut memiliki uang kas yang cukup untuk membiayai perusahaan. 4) Catatan atas laporan keuangan (CaLK) adalah suatu unsur laporan

keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca dan laporan arus kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.

Menurut Astika (2011:86), tujuan laporan keuangan dapat dibedakan menjadi:

1) Tujuan khusus

APB menetapkan tujuan spesifik atau khusus dari laporan keuangan yaitu menyajikan secara wajar dan sesuai dengan General Accepted Accounting Principles (GAAP) atau Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum

(3)

13

(PABU), posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan lain dalam posisi keuangan.

2) Tujuan umum

APB menetapkan tujuan umum laporan keuangan yaitu menyediakan informasi yang dapat digunakan oleh para pemakai informasi (user) sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomis.

3) Tujuan kualitatif

Secara eksplisit, tujuan kualitatif ini memberikan isyarat bahwa suatu informasi akan dapat dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomik jika informasi tersebut berkualitas. Tujuan kualitatif keuangan yang diisyaratkan APB dalam APB statement no.4 sebagai berikut.

(1) Relevansi (2) Dapat dipahami

(3) Dapat diuji kebenarannya (4) Bersifat netral

(5) Tepat waktu

(6) Dapat diperbandingkan (7) Kelengkapan

Menurut SAK (2009:2), pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi laporan keuangan adalah:

1) Investor dan calon investor

Penanam modal (pemegang saham) berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan.

(4)

14

Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menjual atau mempertahankan saham tersebut.

2) Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik dengan informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan, sehingga mereka mampu menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.

3) Pemberi pinjaman untuk mengetahui calon kreditur

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunga dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

4) Pemasok dan kreditur usaha lainnya

Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayarkan pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dari pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.

5) Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam penyajian jangka panjang atau tergantung pada perusahaan.

(5)

15 6) Pemerintah

Pemerintah dan lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan, menetapkan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.

7) Masyarakat

Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan laporan informasi kecenderungan dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta serangkaian aktivitas lainnya.

2.1.2 Laba

Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal. Secara umum laba memiliki pengertian selisih lebih pendapatan diatas biaya-biayanya dalam jangka waktu tertentu (Santoso, 2009).

Menurut Astika (2011:84), terdapat berbagai definisi tentang laba akuntansi yang tercantum dalam bottom line laporan laba-rugi suatu entitas. Perbedaan definisi-definisi tersebut menggambarkan cara pandang lembaga penyusunnya sesuai dengan eranya, di samping itu, juga menunjukkan bahwa sain akuntansi sangat dinamis. Secara formal, laba didefinisikan sebagai berikut.

1) Laba dan keuntungan (income and profit) mengacu pada jumlah yang berasal dari revenue atau operatingrevenue dikurangi kos barang yang

(6)

16

terjual, biaya-biaya yang lain, dan kerugian (menurut Accounting Terminologi Bulletin atau ATB No.2).

2) Laba bersih (net income) adalah kelebihan (deficit) pendapatan atas biaya dari suatu periode akuntansi tertentu (menurut APB statement No.4). 3) Laba komprehensif (comprehensive income) adalah perubahan dalam

ekuitas (net asset) dikurangi dengan entitas selama periode transaksi dan kejadian atau keadaan yang bukan berasal dari sumber pemilik (menurut FASB-SFAC No.6).

Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi. Santoso (2009) menyatakan tujuan pelaporan laba dibagi atas:

1) Tujuan umum, yaitu laba harus merupakan hasil penerapan aturan dan prosedur yang logis serta konsisten secara internal.

2) Tujuan utama, yaitu pemberian informasi yang berguna bagi mereka yang saling berkepentingan dalam laporan keuangan. Laba harus dievaluasi berdasarkan dimensi perilaku, salah satunya adalah kemampuan meramal. 3) Tujuan khusus, yaitu penggunaan laba sebagai pengukur efisiensi manajemen, penggunaan angka laba historis untuk meramal keadaan saham dan distribusi dividen dimasa yang akan datang dan penggunaan laba sebagai pengukur keberhasilan serta sebagai pedoman pengambilan keputusan manajerial dimasa yang akan datang.

(7)

17

Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pandapatan dan biaya. Besar kecilnya labasebagai pengukuran kenaikan aktiva sangat tergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya.

2.1.3 Teori Akuntansi Positif (Positive-Accounting Theory)

Menurut Beattie, Vivien et. al. (1994), teori akuntansi positif telah membuat kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang praktek akuntansi perusahaan. Secara khusus, ia telah memberikan penjelasan tentang pilihan manajer antara metode akuntansi dan telah membentuk adanya insentif bagi manajemen laba.

Teori akuntansi positifberusaha memaparkan pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap perilaku manajer untuk memilih satu metode akuntansi. Manajer adalah individu rasional yang akan memperhitungkan kepentingan dirinya. Konsisten dengan akuntansi tersebut, maka motivasi yang mempengaruhi pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah memaksimumkan kepentingan dirinya. Manajer memperoleh kebebasan untuk memilih kebijakan akuntansi, sehingga manajer dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang baru (Saputra, 2011). Selain itu, standar akuntansi yang ditetapkan oleh IAI mengijinkan pihak manajemen untuk mengembalikan suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode akuntansi guna menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak eksternal (Juniati dan Carolina, 2005). Pemberian fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih satu dari seperangkat kebijakan akuntansi membuka

(8)

18

peluang berperilaku opportunistic. Artinya, manajer bersifat rasional, sebagaimana investor, dan akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya. Perilaku opportunistic ini mendorong manajer untuk melakukan earnings management.

Dorongan terbesar bagi pendekatan positif dalam akuntasi adalah untuk menjelaskan dan meramalkan pilihan standar manajemen melalui analisis atas biaya dan manfaat dari pengungkapan keuangan tertentu dalam hubungannya dengan berbagai individu dan pengalokasian sumber daya ekonomi. Teori positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat pengatur atau politisi adalah rasional dan bahwa mereka berusaha untuk memaksimalkan kegunaan mereka, yang secara langsung berhubungan dengan kompensasi mereka (Belkaoui, 2007:187).

2.1.4 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori ekonomi tentang keagenan memprediksikan dan menjelaskan prilaku pihak-pihak yang terkait dengan keberadaan suatu entitas. Teori keagenan berpendapat bahwa entitas merupakan urat nadi dari hubungan-hubungan keagenan dan mencoba untuk memahami prilaku organisasi dengan menguji bagaimana pihak-pihak dalam hubungan keagenan tersebut memaksimumkan utilitas melalui kerja sama (Astika, 2011:64).

Menurut Anthony dan Govindarajan dalam Prabayanti (2010), teori keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori keagenan memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh

(9)

19

kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory, yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decisionmaking kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu tanggung jawab kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai kontrak kerja yang telah disepakati.

Pemilik modal atau investor disebut sebagai principal, sedangkan manajer disebut sebagai agent. Dimana antara agent dan principalingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (fullinformation) dibandingkanprincipal yang lain, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu manajer untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginannya dan kepentingan untuk memaksimumkan utility-nya. Sedangkan bagi pemilik modal, dalam hal ini investor, akan sulit mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada (Mursalim, 2005). Salah satu upaya yang dilakukan manajer untuk mengatasi masalah perbedaan kepentingan antaraagent dan principal yaitu dengan upaya perataan laba melalui pemilihan prosedur akuntansi.

(10)

20 2.1.5 Manajemen Laba

Menurut Belkaoui (2007:201), manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Juniarti dan Carolina (2005) berpendapat bahwa manajemen laba merupakan praktik pelaporan earnings yang lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada kinerja keuangan perusahaan.

Manajemen laba berbeda dengan kecurangan. Perbedaannya terletak pada tingkat kepatuhan terhadap standar akuntansi. Manajemen laba merupakan rekayasa pelaporan keuangan dalam batas-batas tertentu yang tidak melanggar standar pelaporan keuangan. Hal ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan wewenangnya dalam memilih metode akuntansi yang diijinkan oleh standar.

Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih di antara beberapa cara alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakukan akuntansi yang sama. Fleksibilitas ini, yang dimaksudkan untuk memungkinkan para manajer mampu beradaptasi terhadap berbagai situasi ekonomi dan menggambarkan konsekuensi ekonomi yang sebenarnya dari transaksi tersebut, dapat juga digunakan untuk mempengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan untuk memberikan keuntungan bagi manajemen dan para investor. Ini adalah esensi dari manajemen laba (earnings management), yaitu suatu kemampuan untuk “memanipulasi” pilihan-pilihan yang

(11)

21

tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan (Belkaoui, 2006:74).

Menurut Fischer dan Rosenzweig (1995), manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang. Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan, dan membentuk transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran laba kepada pemegang saham tentang kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan, atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan (Sutrisno, 2002:164). Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kredibilitas dan reabilitas laporan keuangan karena bisa menyebabkan biasnya laporan keuangan dan mengganggu pemakai laporan keuangan salam pengambilan keputusan yang bersumber dari laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikkan dan penurunan dan atau melaporkan income tidak seperti yang seharusnya dilaporkan.

Menurut Sutrisno (2002:167), setidaknya terdapat dua faktor yang membatasi manajemen laba dalam suatu perusahaan, yaitu:

1) Standar Akuntansi Keuangan (SAK), memberikan definisi batas laba yang dilaporkan dan yang boleh menyimpang dari laba sebelum manipulasi.

(12)

22

SAK mensyaratkan bahwa laba yang dilaporkan merupakan suatu fungsi dari laba menurut pandangan manajer.

2) Pengaruh pengelolaan laba merupakan perluasan informasi yang diketahui oleh pihak luar tentang kinerja perusahaan. Investor mempunyai akses terhadap laba yang dilaporkan manajemen, namum investor juga mempunyai akses terhadap publikasi informasi lain yang dilaporkan tentang perusahaan.

Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal. Dengan demikian, manajemen dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya (Budiasih, 2009). Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba oleh suatu organisasi. Hal ini disebabkan laba atau tingkat keuntungan yang diperoleh sering dikaitkan dengan prestasi manajemen, ini akan mempengaruhi besar kecilnya bonus yang diterima oleh manajer.

Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatar belakangi terjadinya manajemen laba (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Rahmawati, dkk, 2006), yaitu:

1) Bonus Plan Hypothesis

Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

(13)

23 2) Debt Covenant Hypotesis

Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.

3) Political Cost Hypotesis

Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.

Scoot (2000:302) dalam Rahmawati (2006) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, diantaranya:

1) Bonus purposes

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985).

2) Political motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang

(14)

24

dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

3) Taxation motivations

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4) Pergantian Chief Executive Officer (CEO)

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerjanya buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. Sedangkan CEO baru kemungkinan akan melakukan bigbath untuk memperbesar kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada tahun berikutnya.

5) Initital Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan gopublic belum memiliki nilai pasar dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan gopublic menaikkan laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

6) Pentingnya memberi informasi kepada investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik, yaitu (Rahmawati, 2006):

(15)

25

1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi, antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2) Mengubah metode akuntansi

Yaitu dengan cara mengubah metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contohnya dengan mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

3) Menggeser periode biaya atau pendapatan

Contohnya dengan melakukan rekayasa atas periode biaya atau pendapatan antara lain dengan mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, atau mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dalam Rahmawati (2006) dapat dilakukan dengan cara:

(16)

26 1) Taking a bath (big bath)

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

2) Income minimization

Pola ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3) Income maximization

Pola ini dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan netincome yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang.

4) Income smoothing

Pola ini dilakukan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Manajemen laba memiliki cakupan yang lebih luas daripada perataan laba, karena manajemen percaya bahwa reaksi pasar didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku laba merupakan aspek penentuan resiko pasar entitas usaha.

(17)

27 2.1.6 Perataan Laba

Surayuda (2010) mengatakan bahwa incomesmoothing adalah bentuk manajemen pendapatan yang merefleksikan akibat atau hasil ekonomi, bukan karena hasil-hasil tersebut, melainkan karena manajemen menghasilkan kualitas laba atau keuntungan yang lebih rendah karena pendapatan tidak menggambarkan kinerja ekonomi suatu bisnis selama periode tertentu. Income Smoothing tidak tergantung pada kecurangan dan distorsi atau perubahan, melainkan pada peluang yang muncul dalam alternatif prinsip-prinsip akuntansi transaksi yang diterima dan penyebarannya.

Menurut Assih dkk. (2000) dalam Budiasih (2009), perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi resiko pasar atas saham perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan. Perataan laba dapat dipandang sebagai proses normalisasi laba yang disengaja guna meraih suatu tren ataupun tingkat yang diinginkan (Belkaoui, 2007:192).

Tucker dan Zarowin (2006) juga mengatakan bahwa meskipun perataan laba telah banyak didokumentasikan selama puluhan tahun, dampaknya terhadap keinformatifan laba sebagian besar tidak diketahui. Di satu pihak, perataan laba meningkatkan keinformatifan laba jika manajer menggunakan kebijaksanaan mereka untuk mengkomunikasikan penilaian mereka tentang laba masa depan. Di pihak lain, perataan laba membuat pendapatan terganggu jika manajer sengaja mengubah angka laba.

(18)

28

Definisi awal mengatakan bahwa perataan laba (income smoothing) adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan (Belkaoui, 2006:72). Definisi yang lebih akhir mengenai perataan laba melihatnya sebagai fenomena proses manipulasi profil waktu dari pendapatan atau laporan pendapatan untuk membuat laporan laba menjadi kurang bervariasi, sambil sekaligus tidak meningkatkan pendapatan yang dilaporkan selama periode tersebut (Fudenberg et. all, 1995). Menurut Belkaoui (2007:192) definisi terbaik dari perataan labadisajikan oleh Beidleman sebagai berikut:

“Perataan dari laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap normal oleh perusahaan. Dengan pengertian ini, perataan mencerminkan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang baik.”

Dari beberapa studi yang membedakan beberapa potensi jenis perataan yang berbeda, artikel yang ditulis oleh Eckel memberikan klasifikasi yang lebih mendetail mengenai berbagai jenis arus perataan laba. Pembedaan yang pertama dinyatakan antara perataan yang dibuat atau disengaja dan perataan alami. Pembedaan kedua adalah untuk mengklasifikasikan perataan yang dibuat atau disengaja tadi menjadi suatu perataan artifisial atau perataan nyata (Belkaoui, 2006:72).

(19)

29

Alasan perataan laba oleh manajemen menurut Hepworth (1953) dalam Subekti (2005) adalah sebagai berikut.

1) Sebagai rekayasa untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan yang dapat mengurangi utang pajak,

2) Dapat meningkatkan kepercayaan investor karena kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan keinginan,

3) Dapat mempererat hubungan antara manajer dan karyawan karena dapat menghindari permintaan kenaikkan upah atau gaji oleh karyawan,

4) Memilikidampak psikologis pada perekonomian.

Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko yang rendah. Di samping itu, memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen, dan meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

Motivasi dibalik perataan meliputi peningkatan hubungan dengan kreditor, investor, dan memperkecil siklus bisnis melalui proses psikologi (Surayuda, 2010). Gordon mengemukakan bahwa:

1) Kriterium yang digunakan manajemen korporasi atau korporat dalam memilih prinsip akuntansi adalah untuk memaksimalkan utilitas atau kemakmurannya.

(20)

30

2) Utilitas yang sama adalah sebuah fungsi keamanan kerja, aras dan tingkat pertumbuhan gaji dan aras tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan.

3) Kepuasan pemegang saham terhadap kinerja korporasi meningkatkan status dan penghargaan terhadap manajer.

4) Kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas income perusahaan.

Ada tiga kendala yang dianggap mengiring manajer untuk melakukan perataan yaitu:

1) Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi pilihan bagi manajemen. 2) Skema kompensasi manajemen, yang secara langsung terkait dengan

kinerja perusahaan. 3) Ancaman penggantian.

Harahap (2011) dalam buku Teori Akuntansi edisi revisi menyatakan Teori Efficiency Market Hypothesis (EMH) yang menyebutkan bahwa laporan keuangan dapat mempengaruhi pasar modal. Ini berarti menunjukkan betapa pentingnya peranan laporan keuangan. Karena pentingnya laporan keuangan ini di masyarakat Barat khususnya, maka mengundang manajemen melakukan hal-hal yang mengubah laporan laba rugi untuk kepentingan pribadinya, seperti mempertahankan jabatan atau mendapatkan bonus yang tinggi. Biasanya laba yang stabil di mana tidak banyak fluktuasi atau variance dari satu periode ke periode lain dinilai sebagai prestasi baik. Upaya menstabilkan laba ini disebut income smoothing (perataan laba).

(21)

31

Menurut Sugiarto (2003), berbagai teknik yang dilakukan dalam perataan laba, diantaranya:

1) Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri (accruals).

2) Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu.

3) Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda.

Tidak semua negara menganggap income smoothing ini merupakan pekerjaan haram. Swedia misalnya, yang membenarkan perlakuan ini sepanjang dibuat secara transparan, dan memang pada hakikatnya hasilnya sama dalam jangka panjang (Surayuda, 2010). Namun, keleluasaan untuk memakai teknik-teknik akuntansi dalam mencatat terbukti telah disalahgunakan oleh manajemen untuk melakukan perataan laba.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri, harga saham leverage operasi (Jatiningrum, 2000). Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang digunakan adalah ukuran perusahaan, bonus plan, reputasi auditor dan dividend payout ratio.

(22)

32 2.1.7 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala untuk mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan, yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Budiasih, 2009). Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size), dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan. Ukuran perusahaan disinyalir sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Hal ini berdasarkan pada size hypothesis yang menyatakan bahwa semakin besar perusahaan maka akan semakin besar kecenderungan manajer untuk menetapkan prosedur akuntansi yang dapat mengalokasikan laba periode sekarang ke periode masa depan.

Ukuran perusahaan yang dilihat dari total aktiva diduga berpengaruh kuat terhadap praktik laba. Penelitian yang dilakukan oleh Moses dan Narsa dkk (2003) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan merupakan faktor pendorong adanya praktik laba. Perusahaan yang lebih besar mempunyai dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan praktik perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan-perusahaan besar akan menjadi subjek pemeriksaan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum. Semakin besar perusahaan, maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan tersebut untuk melakukan praktik perataan laba.

(23)

33 2.1.8 Bonus Plan

Bonus plan akan menjelaskan peran pilihan kebijakan akuntansi dalam penentuan rencana kompensasi manajemen. Selain gaji bulanan, manajer menerima kompensasi tambahan sesuai kinerjanya. Angka laba sering digunakan untuk mengukur kinerja manajer. Manajer memiliki insentif untuk memilih metode akuntansi dan kebijakan estimasi akuntansi untuk memperbaiki kinerjanya. Dechow dan Sloan (1991) dalam Achmad dkk. (2007) menyatakan bahwa manajer meningkatkan kompensasinya dengan memotong biaya riset. Healy (1985) menambahkan bahwa manajer memilih penurunan laba ketika informasi laba tidak mencapai target bonus minimal atau melewati target bonus maksimal.

Motivasi bonus merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan pendapatan yang dilaporkan pada periode berjalan. Alasannya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak ada penyesuaian untuk metode yang dipilih (Belkaoui, 2007). Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program bonus manajemen, yaitu bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba berada diantara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap). Ketika laba berada dibawah bogey manajer tidak mendapatkan bonus, dan ketika laba berada di atas cap manajer hanya mendapatkan bonus tetap.

(24)

34

Dengan demikian bonusplan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya laba sehingga manajer cenderung untuk melakukan praktik perataan laba.

2.1.9 Reputasi Auditor

Dechow et al., dalam Prabayanti (2010) mengungkapkan bahwa reputasi auditor sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan. Independensi dan kualitas auditor akan berdampak terhadap pendeteksian manajemen laba. Auditor independen diharapkan dapat mendeteksi dan memperbaiki atau mengungkapkan penghilangan dan kasalahan saji informasi keuangan yang material. Ketika auditor gagal untuk memenuhi ekspektasi inimaka akan terjadi kegagalan audit. Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa laporan keuangan tidak memuat penghilangan ataupun kesalahan penyajian yang material (Belkaoui, 2007:85).

Apabila terjadi kegagalan audit sebagai konsekuensinya akan membuat Kantor Akuntan Publik (KAP) berhadapan dengan litigasi yang merugikan dan hilangnya reputasi. Yang digunakan sebagai indikator dalam penilaian reputasi auditor adalah kualitas audit. Terdapat kecenderungan dan opini publik bahwa KAP yang tergolong The Big Four memiliki reputasi dan kualitas yang lebih baik dalam melakukan audit dibandingkan dengan KAP yang tidak tergolong dalamThe Big Four. KAP yang tergolong dalam KAP The Big Four di Indonesia adalah (Prabayanti, 2010):

(25)

35

2) KAP Osman Bing Satrio dan rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu,

3) KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja berafiliasi dengan Klyaveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG),

4) KAP Haryanto Sahari berafiliasi dengan PricewaterhouseCoopers.

2.1.10 Dividend Payout Ratio

Kebijakan pembayaran dividen mempunyai pengaruh bagi pemegang saham dan perusahaan yang membayar dividen para pemegang saham umumnya menginginkan pembagian deviden yang relatif stabil karena hal tersebut akan mengurangi ketidakpastian akan hasil yang diharapkan dari investasi yang mereka lakukan dan juga dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan sehingga nilai saham juga dapat meningkat (Marliana dan Danica, 2009).

Kebijakan dividen merupakan corporate action yang penting dan harus dilakukan perusahaan, kebijakan tersebut dapat menentukan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham. Keuntungan yang akan diperoleh tersebut akan menentukan kesejahteraan para pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja emitmen atau perusahaan akan dianggap semakin baik pula dan pada akhirnya perusahaan yang memiliki kinerja yang baik dianggap menguntungkan dan tentunya penilaian terhadap perusahaan tersebut akan semakin baik pula, yang biasanya tercermin melalui tingkat harga saham

(26)

36

perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang.

Peningkatan dividen dilakukan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal dan perbankan. Dividen mengandung informasi atau sebagai syarat (signal) akan prospek perusahaan. Kebijakan dividen perusahaan tercermin dalam rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio).

Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham dengan keuntungan per lembar saham. Di dalam komponen dividen per lembar terkandung unsur dividen. Jadi semakin besar dividen yang dibagi, maka dividend payout ratio akan semakin tinggi. Dividend payout ratio menggambarkan bagian laba yang akan diperoleh oleh investor maupun calon investor atas modal yang ditanamkan atau yang akan ditanamkan pada perusahaan tersebut. Oleh karena itu, manajer perusahaan cenderung untuk memperlihatkan kinerja yang baik dihadapan investor dan calon investor melalui laporan keuangan. Salah satu informasi potensial yang mencerminkan kinerja manajemen pada laporan keuangan adalah laba. Semakin stabil laba yang dihasilkan oleh perusahaan, kinerja manajemen yang akan terlihat semakin baik. Bagitu juga dengan dividend payout ratio, dengan laba yang stabil dividen yang akan dibagikan kepada investor maupun calon investor juga akan stabil yang akan tercermin melalui dividend payout ratio. Dengan pembagian dividen yang stabil terhadap laba bersih, investor dan calon invetor akan semakin termotivasi untuk

(27)

37

menanamkan modalnya pada perusahaan yang bersangkutan karena risiko kebangkrutan perusahaan tersebut cenderung rendah dan mencerminkan kinerja manajemen yang baik. Untuk memperoleh kepercayaan investor dan calon investor agar mau menanamkan modal pada perusahaan, manajemen cenderung memanipulasi laporan keuangan dengan melakukan perataan laba, sehingga laba akan terlihat stabil begitu pun halnya dengan dividend payout ratio.

Bird in the hand theory memandang bahwa dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih suka kepastian tentang return investasinya serta mengantisispasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan, besar kecilnya dividen tergantung oleh besar kecilnya laba yang diperoleh sehingga perusahaan cenderung melakukan praktik laba (Sartono, 2001:126). Perusahaan bisnis pada umumnya menggunakan laba ditahan atau saldo laba sebagai sumber pembiayaan investasi dimasa mendatang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dividen akan mempunyai dampak yang signifikan pada pengambilan keputusan investor maupun calon investor dalam pembelian saham perusahaan. Secara teoritis, pembayaran dividen yang lebih besar dan stabil cenderung meningkatkan harga saham. Pembayaran dividen oleh perusahaan selalu diikuti oleh naiknya harga saham.

2.1.11. Manufaktur

Industri adalah kelompok perusahaan yang menghasilkan dan menjual barang sejenis atau jasa sejenis dan dalam perkembangannya, industri dikelompokkan menjadi 2, yaitu industri manufaktur dan industri jasa. Menurut

(28)

38

Heizer, dkk (2005) dalam Aria (2010), manufaktur berasal dari kata manufacture yang berarti membuat dengan tangan (manual) atau dengan mesin sehingga menghasilkan sesuatu barang. Manufaktur juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan memproses pengolahan input menjadi output.Pengertian manufaktur juga dipaparkan oleh Ahira (2011) yang menyatakan bahwa manufaktur adalah suatu proses pengolahan barang non jasa yang bersifat fisik. Pengertian perusahaan manufaktur biasanya diperbedakan dengan pengertian perusahaan dagang. Apabila aktivitas utama perusahaan dagang adalah membeli produk lalu kemudian menjualnya kembali, maka aktivitas utama perusahaan manufaktur adalah membuat produk yang diperjualbelikan tersebut.

Dalam pengertiannya yang lebih luas, manufaktur diartikan sebagai sebuah proses dalam pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Proses ini meliputi: (1) perancangan produk, (2) pemilihan material, dan (3) tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang terorganisasi dengan baik untuk setiap aktivitas yang diperlukan (Anonim, 2012).

Menurut Aria (2010), kegiatan manufaktur dapat dilakukan oleh perorangan (manufacturer) maupun oleh perusahaan (manufacturingcompany). Sedangkan industri manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang mengolah bahan-bahan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah lebih besar.Berdasarkan jenis proses produksi atau berdasarkan sifat manufakturnya, perusahaan manufaktur dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

(29)

39

1) Perusahaan dengan jenis proses produksi terus-menerus (continuous process atau continuous manufacturing)

2) Perusahaan dengan proses produksi yang terputus-putus (intermitten process atau intermitten manufacturing)

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

1) Juniarti dan Carolina (2005) meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perataan laba (income smoothing) pada perusahaan-perusahaan go public. Penelitian ini melibatkan 54 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya pada tahun 1994-2001, tidak termasuk tahun 1997 dan 1998. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah besaran perusahaan, profitabilitas, dan sektor industri. Sedangkan variabel terikatnya adalah status perataan laba. Juniarti dan Carolina memperoleh hasil bahwa besaran perusahaan, profitabilitas dan sektor industri tidak berpengaruh terhadap perataan laba pada 54 perusahaan yang dijadikan sampel.

2) Budiasih (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba pada sektor manufaktur dan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Budiasih menggunakan 84 perusahaan yang memenuhi syarat untuk menjadi sampel dalam penelitian ini, dengan ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage dan dividend payout ratio sebagai variabel bebasnya dan perataan laba sebagai variabel terikatnya. Hasil penelitiannya menemukan bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, dan dividendpayoutratio berpengaruh positif

(30)

40

signifikan terhadap tindakan perataan laba, sedangkan financialleverage tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba sektor manufaktur dan keuangan yang terdaftar di BEI.

3) Prabayanti (2010) meneliti perataan laba (incomesmoothing) dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan sampel sebanyak 41 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2004-2008. Dalam penelitian yang dilakukan Prabayanti digunakan ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, kepemilikan institusional dan reputasi auditor sebagai variabel bebas yang mempengaruhi praktik perataan laba sebagai variabel terikatnya. Berdasarkan analisis regresi logistik yang dilakukan terhadap variabel-variabel yang diteliti maka diperoleh hasil bahwa ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada praktik perataan laba, sedangkan profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba dan variabel financialleverage berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.

4) Pandong (2011) juga meneliti faktor-faktor yang berpengaruh pada tindakan perataan laba (incomesmoothing) perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2011. Penelitian ini menggunakan 17 perusahaan sebagai sampel denganukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, bonus plan, dan reputasi auditor sebagai variabel bebasnya dan tindakan perataan laba sebagai variabel terikatnya. Hasil penelitiannya ditemukan bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas,

(31)

41

financial leverage, bonus plan tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba, sedangkan reputasi auditorberpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2011.

5) Aprianti (2011) meneliti tentang pengaruh perubahan return on assets, perubahan operating profit margin, dan ukuran perusahaan pada kemungkinan praktik perataan laba (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2010). Dalam penelitiannya, Aprianti menggunakan 47 perusahaan sebagai sampelnya, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ROA dan OPM berpengaruh positif pada kemungkinan praktik perataan laba, sedangkan untuk ukuran perusahaan, tidak berpengaruh positif pada kemungkinan praktik perataan laba.

6) Jaya Saputra (2011) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba (incomesmoothing) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Dalam penelitiannya, Jaya Saputra menggunakan 51 perusahaan sebagai sampelnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage dan bonus plan, sedangkan variabel terikatnya adalah praktik perataan laba. Dengan menggunakan analisis regresi logistik, diperoleh hasil bahwa ukuran perusahaan, financial leverage dan bonus plan tidak berpengaruh signifikan pada perusahaan laba, sedangkan profitabilitas berpengaruh signifikan pada perusahaan laba yang terdaftar di BEI.

(32)

42 2.3 Rumusan Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, serta penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan, maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Ukuran perusahaan

Berdasarkan political cost hypothesis, perusahaan yang ukurannya lebih besar dalam industri strategis cenderung meratakan labanya karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak. Ukuran perusahaan yang dilihat dari total aktiva diduga berpengaruh kuat terhadap praktik laba. Moses (1987) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah masyarakat umum). Perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu dratis, sebab kenaikan laba yang dratis akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang drastis akan memberikan image yang kurang baik. Oleh karena itu perusahaan besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan perataan laba (Nasser dan Herlina, 2003 dalam Juniarti dan Carolina, 2005). Healy (1985) dan Moses (1987) dalam Juniarti dan Carolina (2005) juga mengemukakan bahwa perataan laba dapat dihubungkan dengan ukuran perusahaan.

(33)

43

H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada kecenderungan praktik perataan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011.

2) Bonus plan

Berdasarkan The Bonus Plan Hypothesis, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode yang akan datang ke periode saat ini pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus (Santoso, 2009). Penelitian Healy (1985) dalam Achmad dkk. (2007) menambahkan bahwa manajer memilih penurunan laba ketika informasi laba tidak mencapai target bonus minimal atau melewati target bonus maksimal.

H2 : Bonus plan berpengaruh positif pada kecenderungan praktik perataan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011.

3) Reputasi auditor

Nama besar auditor akan menghambat manajemen laba dan dirasa menambah kredibilitas untuk kualitas pelaporan laba (Ahmad, 2009). Nichols dan Smith dalam Soselisa (2008) menemukan bahwa KAP yang besar memberikan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi laba akan menghindari penggunaan jasa audit dari KAP besar. Ahmad (2007) menemukan bahwa brand name auditor mempengaruhi tindakan manajemen untuk melakukan perataan laba.

(34)

44

H3 : Reputasi auditor berpengaruh positif pada kecenderungan praktik perataan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011.

4) Dividend payout ratio

Dividend payout ratiodapat menentukan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham. Kebijakan dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan dicerminkan lewat dividend payout ratio, sangat mempengaruhi perilaku perataan laba (Sulistiadi, 2009). Dividend payout ratio menggambarkan bagian laba yang akan diperoleh oleh investor maupun calon investor atas modal yang ditanamkan atau yang akan ditanamkan pada perusahaan tersebut. Semakin stabil laba yang dihasilkan oleh perusahaan, kinerja manajemen yang akan terlihat semakin baik. Begitu juga dengan dividend payout ratio, dengan laba yang stabil, dividen yang akan dibagikan kepada investor maupun calon investor juga akan stabil (Santoso, 2009). Besar kecilnya dividen tergantung oleh besar kecilnya laba yang diperoleh sehingga perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba (Sartono, 2001).

H4 : Dividend payout ratio berpengaruh positif pada kecenderungan praktik perataan laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011.

Referensi

Dokumen terkait

a) Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti, diketahui, dipelihara dan diterapkan oleh seluruh personil di bawah pengawasan asisten laboratorium fisika. b) Menjamin

Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum

Instruktur yang dipersiapkan untuk melaksanakan paket pelatihan disesuaikan dengan bentuk pelatihan, misalnya magang dengan instruktur pejabat yang lebih tinggi atau pejabat

Selain itu, bagian ini akan membahas pula fitur-fitur leksikografis ( lexicogrammatical) yang sesuai, dan nilai-nilai sosiokultural yang digunakan dalam teks deskriptif. SMP

Tesis dengan judul Relevansi Penegakan Hukum Pasal 2 Undang-Undang No.12/DRT/1951 tentang Kepemilikan Senjata Tajam (Studi di Wilayah Hukum Kepolisian Sektor Lekok

Puji syukur bagi Yesus Kristus yang telah memberkati serta memberikan petunjuk-petunjuk sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini yang berjudul

Ketika Perang Aceh terjadi, maka sejak saat itu juga hubungan diplomasi Kesultanan Aceh dan Turki Utsmani yang pernah terjalin baik menjadi merenggang (2) penyebab

Kepentingan kemahiran komunikasi dalam kalangan pelajar turut disokong oleh Hurley (2008), yang ada menyatakan bahawa keperluan bagi kemahiran komunikasi ini