• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL BEST PRACTICE PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL BEST PRACTICE PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MODUL BEST PRACTICE

PEMBINAAN

JABATAN FUNGSIONAL

DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM

DAN HAK ASASI MANUSIA

(3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014

TENTANG HAK CIPTA Pasal 1

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(4)

MODUL BEST PRACTICE

PEMBINAAN

JABATAN FUNGSIONAL

DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM

DAN HAK ASASI MANUSIA

Teknis Substantif Bidang Pengembangan Karir Pegawai

Eem Nurmanah,Sos.,M.Si;

Aditya Sarsito S.S.E.,M.Si.,AAP-B.,AK.CA;

M. Arifin;

Ardy Utomo, S.T., M.E.;

Para Reja RS S.H;

Andriyani Kusumahati, S.H.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

(5)

Eem Nurmanah,Sos.,M.Si;

Aditya Sarsito S.S.E.,M.Si.,AAP-B.,AK.CA;

M. Arifin;

Ardy Utomo, S.T., M.E.; Para Reja RS S.H;

Andriyani Kusumahati, S.H.

BPSDM KUMHAM Press

Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere-Depok 16512

Telepon (021) 7540077, 754124; Faksimili (021) 7543709, 7546120

Laman: http://bpsdm.kemenkumham.go.id Cetakan I : September 2020 Perancang Sampul : Maria Mahardhika Penata Letak : Maria Mahardhika

Ilustrasi Sampul : freepik.com & hiclipart.com xii+54 hlm; 18 x 25 cm

ISBN: 978-623-93578-5-6

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memublikasikan

sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin penerbit. Dicetak oleh:

PERCETAKAN POHON CAHAYA Isi di luar tanggung jawab percetakan

(6)

KATA SAMBUTAN

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya Modul Best Practice berjudul “Pembinaan Jabatan Fungsional di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia” telah terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Modul Best Pratice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan

tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi bagian

dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sumber-sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan sekaligus dipindah tempatkan atau replikasi guna peningkatan kinerja individu maupun organisasi. Keberadaan Modul Best Practices dapat mendukung proses pembelajaran mandiri, pengayaan materi pelatihan dan peningkatan kemampuan organisasi dalam konteks pengembangan kompetensi yang terintegrasi (Corporate University) dengan pengembangan karir.

Modul Best Practices pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

(7)

vi Modul Best Practices Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian modul ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Selamat Membaca… Salam Pembelajar…

Jakarta, Agustus 2020 Kepala Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia ,Hukum dan Hak Asasi Manusia

(8)

KATA PENGANTAR

Salam Para Pembelajar,

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara mendefenisikan Pegawai Aparatur Sipil Negara atau yang disingkat Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Jabatan ASN terdiri atas jabatan administrasi, jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi. Jabatan Fungsional saat ini diatur pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2019

Tentang Kebijakan Pembinaan Jabatan Fungsional. Kemudian sesuai dengan amanat Kepala BPSDM Kementerian Hukum dan HAM tentang pembuatan modul

best practice pada Biro Kepegawaian yang berjumlah tiga buah modul dan salah

satunya adalah modul best practice di bagian pengembangan karir pegawai, maka Modul best practice ini memfokuskan diri pada pengembangan jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Pada tanggal 20 Oktober 2019, dalam acara pidato pelantikan Bapak Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia untuk kedua kalinya, beliau menginstruksikan penyederhanaan birokrasi untuk eselon 3 dan 4 yang disetarakan menjadi jabatan fungsional. Ini ditujukan untuk mempercepat proses birokrasi. Oleh Karenanya pembuatan modul best practice dengan judul Pembinaan Jabatan Fungsional di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM adalah jawaban dari instruksi Bapak Presiden.

(9)

viii Modul Best Practices Akhir kata salam pembelajaran dari kami untuk semua pegawai Kumham di seluruh Nusantara dimanapun anda berada. Selamat belajar, selamat bertugas, Kami PASTI.

Jakarta, Juli 2020

Kepala Bagian Pengembangan Karir Pegawai

(10)

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix DAFTAR GAMBAR ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Deskripsi Singkat ... 2 C. Manfaat ... 2 D. Tujuan Pembelajaran ... 3

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ... 3

F. Petunjuk Belajar ... 3

BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP JABATAN FUNGSIONAL .. 5

A. Konsep Jabatan dan Jabatan Fungsional ... 5

B. Pengaturan Jabatan Fungsional ... 7

C. Penilaian dan Penetapan Angka kredit ... 14

D. Pengangkatan ASN Kedalam Jabatan Fungsional ... 16

E. Pemberhentian Dalam Jabatan Fungsional ... 20

F. Pengusulan Dan Penetapan Jabatan Fungsional ... 21

BAB III KEBIJAKAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM SEBAGAI INSTANSI PEMBINA DAN PENGGUNA JABATAN FUNGSIONAL ... 23

A. Pembentukan JF di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia... 23

B. Kementerian Hukum dan HAM Sebagai Instansi Pengguna ... 30

BAB IV INPASSING DAN UJI KOMPETENSI ... 35

A. Pengertian Inpassing ... 35

B. Dasar Hukum Inpassing ... 35

C. Pelaksanaan Kegiatan Inpassing ... 35

D. Uji Kompetensi ... 39

E. Dasar Hukum Uji Kompetensi ... 40

(11)

x Modul Best Practices

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Simpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN I ... 47

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Jenjang dan Pangkat dalam JF ... 10

Gambar 2.2 Tabel Angka Kredit ... 12

Gambar 2.3. Penilaian Angka Kredit ... 16

Gambar 3.1 Alur Pengusulan dan Penetapan JF di Kumham ... 30

Gambar 4.1. Surat Edaran Inpassing ... 36

Gambar 4.2. Website Inpassing ... 37

(13)
(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

1. Sejarah Jabatan Fungsional

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, jo. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional PNS maka yang dimaksud dengan jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Kedua peraturan ini masih memakai istilah PNS untuk pemangku suatu jabatan pemerintahan.

Pada tahun 2014, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa Aparatur Sipil Negara terdiri dari Pegawai Negeri Sipil yang disingkat PNS dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja yang disingkat PPPK. PNS dan PPPK dapat menduduki jabatan fungsional.

2. Pengembangan Jabatan Fungsional

Pengangkatan jabatan fungsional yang selanjutnya disingkat JF bertujuan sebagai sarana pengembangan profesionalisme dan pembinaan karir PNS dan akhirnya mendukung tujuan pembangunan. Oleh karenanya pengangkatan pejabat fungsional dengan menggunakan sistem karier atau pola karir yang jelas sangat diperlukan demi menciptakan organisasi pemerintah yang “miskin struktur, kaya fungsi”. Melalui modul ini pengembangan jabatan fungsional dijelaskan melalui alur yang jelas dari proses awal yakni pengangkatan jabatan fungsional dengan pemberhentiannya.

(15)

2 Modul Best Practices

B.

Deskripsi Singkat

Para Pembelajar, melalui modul ini dapat mengerti dan memahami bagaimana jabatan fungsional terbentuk dan melalui cara apa saja seorang ASN dapat diangkat ke dalam jabatan fungsional. Materi pada modul ini membahas tahapan pengadaan jabatan fungsional dan cara seorang ASN diangkat ke dalam jabatan fungsional. Oleh karena pembinaan jabatan fungsional di instansi tergantung pada peraturan pemerintah, peraturan Menteri PAN RB dan peraturan menteri instansi itu sendiri, maka modul

best practice berlandaskan pada :

1. Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

3. Permenpan RB Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Jenjang Jabatan Fungsional;

4. Permenpan RB Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 5. Permenpan RB Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Penyetaraan

Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional;

6. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Tentang Jabatan Fungsional di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

C.

Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari materi best practice ini adalah:

1. Pembelajar dapat memahami pengertian dan ruang lingkup jabatan fungsional, pengangkatan ASN ke dalam jabatan fungsional, penilaian angka kredit dan pemberhentian dalam jabatan fungsional;

2. Pembelajar dapat menjelaskan proses inpassing jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM;

3. Pembelajar dapat menjelaskan peran Kementerian Hukum dan HAM, baik sebagai instansi pembina maupun sebagai instansi pengguna jabatan fungsional;

(16)

D.

Tujuan Pembelajaran

1. Hasil Belajar

Setelah membaca materi best practice ini, para pembelajar diharapkan dapat memahami dan menjelaskan alur dan proses pembinaan jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mempelajari materi ini, para pembelajar diharapkan dapat: 1) Menjelaskan ruang lingkup jabatan fungsional;

2) Menjelaskan proses pengangkatan ASN ke dalam jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

3) Menjelaskan bagaimana jabatan fungsional di kelola di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, baik Kumham sebagai instansi pembina maupun sebagai instansi pengguna JF;

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi pokok yang dibahas dalam materi ini adalah: 1. Pengertian dan ruang lingkup jabatan fungsional:

2. Kebijakan Kementerian Hukum dan HAM sebagai instansi pembina dan instansi pengguna jabatan fungsional.

3. Inpassing dan Uji Kompetensi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

F.

Petunjuk Belajar

Agar proses pembelajaran maupun internalisasi pemahaman pembinaan jabatan fungsional dapat berjalan lebih lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, maka kami sarankan untuk mempelajari secara urut, menambah referensi lain yang terkait, serta berdiskusi dengan beberapa pihak untuk mendapatkan gambaran pemahaman lain sekaligus penguatan tentang jabatan fungsional dengan pendekatan strategi Corporate University atau pembelajaran terintegrasi.

(17)
(18)

BAB II

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

JABATAN FUNGSIONAL

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan konsep dan ruang lingkup jabatan fungsional sebagaimana yang diamanatkan dalam produk peraturan hukum yang

mengatur jabatan fungsional.

A. Konsep Jabatan dan Jabatan Fungsional

1. Konsep Jabatan

Jabatan didefinisikan sebagai sekumpulan pekerjaan yang berisi

tugas-tugas yang sama atau berhubungan satu sama lain, dan dalam pelaksanaannya dituntut kecakapan, pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yang sama pula meskipun tersebar di berbagai tempat. Pada lingkup instansi pemerintah, ASN terdiri dari jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Jabatan administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Jabatan Administrasi terdiri atas 3 ( tiga ) jabatan, yaitu;

a. Jabatan Administrator; b. Jabatan Pengawas; c. Jabatan Pelaksana.

Jabatan pimpinan tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah. Jabatan Pimpinan tinggi terdiri atas 3 jabatan, yaitu;

a. Jabatan pimpinan tinggi utama; b. Jabatan pimpinan tinggi madya; c. Jabatan pimpinan tinggi pratama.

Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu yang terdiri atas:

(19)

6 Modul Best Practices a. Jabatan Fungsional Keahlian

b. Jabatan Fungsional keterampilan 2. Jabatan Fungsional

Jabatan Fungsional pada dasarnya diproyeksikan sebagai jalur pengembangan profesionalisme bagi setiap PNS, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dengan kata lain, konsepsi Jabatan Fungsional mengandung strategi pembinaan karir dan profesionalisme PNS dari sejak awal kariernya. Pembinaan karir dan profesionalisme PNS tersebut dimaksudkan agar pembinaan kepangkatan setiap PNS dapat berkorelasi dengan peningkatan keahlian dan keterampilannya di suatu bidang. Melalui Jabatan Fungsional, diharapkan keseluruhan PNS baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, benar-benar merupakan sumber daya manusia aparatur negara yang berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna.

Keseluruhan PNS tersebut mampu menjalankan tugas di bidang masing-masing secara profesional, adaptif terhadap perkembangan lingkungan, serta terbina kariernya. Beberapa aspek dan ketentuan khusus dalam JF antara lain:

a. Penetapan JF dilakukan oleh Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usulan dari pimpinan instansi pemerintah pusat yang mempunyai tugas pokok yang sesuai dengan bidang tugas JF tersebut setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan teknis secara tertulis dari Kepala BKN. b. JF ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:

1) Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/

atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi;

2) Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

(20)

4) diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.

5) Untuk kenaikan jabatan dan pangkat disyaratkan dengan Angka Kredit.

6) PNS yang berpangkat lebih rendah tidak boleh membawahi PNS yang berpangkat lebih tinggi, kecuali membawahi PNS yang menduduki JF

7) Batas usia pensiun dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B.

Pengaturan Jabatan Fungsional

1. Rumpun Jabatan Fungsional

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, yang dimaksud rumpun Jabatan Fungsional adalah himpunan Jabatan Fungsional keahlian dan/atau keterampilan yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam melaksanakan salah satu tugas umum pemerintahan. Rumpun Jabatan Fungsional tersebut ditetapkan untuk mewadahi keberadaan dan sekaligus sebagai landasan bagi penetapan Jabatan Fungsional keahlian dan/atau Jabatan Fungsional yang diperlukan oleh pemerintah dalam rangka terselenggaranya tugas umum pemerintahan.

Jenis rumpun Jabatan Fungsional disusun dengan menggunakan perpaduan pendekatan antara jabatan dan bidang ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan. Adapun rumpun Jabatan Fungsional yaitu sebagai berikut:

a. Fisika, Kimia dan yang berkaitan

b. Matematika, Statistika dan yang berkaitan; c. Kekomputeran;

d. Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan; e. Penelitian dan Perekayasaan; f. Ilmu Hayat;

(21)

8 Modul Best Practices g. Kesehatan;

h. Pendidikan Tingkat Pendidikan Tinggi;

i. Pendidikan Tingkat Taman Kanak-Kanak, Dasar, Lanjutan dan Sekolah Khusus;

j. Pendidikan Lainnya;

k. Operator Alat-Alat Optik dan Elektronik; l. Teknisi dan Pengontrol Kapal dan Pesawat; m. Pengawas Kualitas dan Keamanan;

n. Akuntan dan Anggaran;

o. Asisten Profesional yang berhubungan dengan Keuangan dan Penjualan

p. Imigrasi, Pajak dan Asisten Profesional yang berkaitan; q. Manajemen;

r. Hukum dan Peradilan; s. Hak Cipta, Paten dan Merek; t. Penyidik dan Detektif;

u. Arsiparis, Pustakawan dan yang berkaitan; v. Ilmu Sosial dan yang berkaitan;

w. Penerangan dan Seni Budaya; x. Keagamaan;

y. Politik dan Hubungan Luar Negeri. 2. Instansi Pembina JF

Instansi pembina JF merupakan instansi pemerintah pusat yang merancang dan mengusulkan pembentukan JF, dimana JF tersebut mempunyai bidang kegiatan sesuai tugas pokok instansi pemerintah pusat pengusul. Pembinaan JF adalah upaya penetapan dan pengendalian standar profesi JF dimaksud. Instansi Pembina JF ditetapkan dalam peraturan Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya.

Adapun tugas Instansi Pembina JF antara lain: a. Menyusun pedoman formasi JF;

(22)

c. Menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;

d. Menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman penilaian kualitas hasil kerja;

e. menyusun pedoman penulisan Karya Tulis/Karya Ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas;

f. Menyusun kurikulum pelatihan JF; g. Menyelenggarakan pelatihan JF;

h. Membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada lembaga pelatihan;

i. Menyelenggarakan uji kompetensi JF;

j. Menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang tugas JF; k. Melakukan sosialisasi JF;

l. Mengembangkan sistem informasi JF; m. Memfasilitasi pelaksanaan tugas JF;

n. Memfasilitasi pembentukan organisasi profesi JF;

o. Memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku JF;

p. Melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara;

q. Melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan JF; dan

r. Melakukan koordinasi dengan Instansi Pemerintah dalam rangka pembinaan karir.

3. Jenjang Jabatan dan Pangkat

Pada JF selain pangkat terdapat juga jenjang jabatan yaitu:

a. Jabatan Fungsional keahlian, dibagi dalam 4 (empat) jenjang jabatan dengan kepangkatan sebagai berikut:

1) Jenjang Utama, yaitu jenjang Jabatan Fungsional keahlian yang tugas dan fungsi utamanya bersifat strategis nasional yang ari Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d sampai dengan Pembina Utama, golongan ruang IV/e. 2) Jenjang Madya, yaitu jenjang Jabatan Fungsional keahlian

(23)

10 Modul Best Practices

yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi

dengan kepangkatan mulai dari Pembina, golongan ruang IV/a sampai dengan Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.

3) Jenjang Muda, yaitu jenjang Jabatan Fungsional keahlian yang tugas dan fungsi utamanya bersifat taktis operasional

yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan

dengan kepangkatan mulai dari Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. 4) Jenjang Pertama, yaitu jenjang Jabatan Fungsional keahlian

yang tugas dan fungsi utamanya bersifat operasional yang

mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar dengan

kepangkatan mulai dari Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.

Gambar 2.1. Jenjang dan Pangkat dalam JF

b. Jabatan Fungsional keterampilan dibagi dalam 4 (empat) jenjang jabatan dengan kepangkatan sebagai berikut:

1) Jenjang Penyelia, adalah jenjang Jabatan Fungsional keterampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai pembimbing, pengawas, dan penilai pelaksanaan pekerjaan

(24)

fungsional tingkat di bawahnya yang mensyaratkan pengetahuan dan pengalaman teknis operasional penunjang beberapa cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan kepangkatan mulai dari Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. 2) Jenjang Pelaksana Lanjutan, adalah jenjang Jabatan

Fungsional keterampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai pelaksana tingkat lanjutan dan mensyaratkan pengetahuan dan pengalaman teknis operasional penunjang yang didasari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan tertentu, dengan kepangkatan mulai dari Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.

3) Jenjang Pelaksana, adalah jenjang Jabatan Fungsional keterampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai pelaksana dan mensyaratkan pengetahuan dan pengalaman teknis operasional penunjang yang didasari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan kepangkatan mulai dari Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b sampai dengan Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d.

4) Jenjang Pelaksana Pemula, adalah jenjang Jabatan Fungsional keterampilan yang tugas dan fungsi utamanya sebagai pembantu pelaksana dan mensyaratkan pengetahuan teknis operasional penunjang yang didasari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan kepangkatan Pengatur Muda, golongan ruang II/a.

4. Angka Kredit

Angka kredit merupakan satuan nilai dari uraian kegiatan dan/atau akumulasi nilai dari uraian kegiatan yang harus dicapai oleh Pejabat Fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan. Angka kredit harus diusulkan dalam bentuk DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit).DUPAK merupakan satuan nilai dari uraian

(25)

12 Modul Best Practices kegiatan dan/atau akumulasi nilai dari uraian kegiatan yang harus dicapai oleh Pejabat Fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan dari proses pengusulan tersebut, DUPAK akan dinilai dan hasilnya ditetapkan dalam bentuk PAK atau Penetapan Angka Kredit.

Gambar 2.2 Tabel Angka Kredit

a. Kegiatan yang dapat Dinilai Menjadi Angka Kredit

Terdapat 2 (dua) unsur kegiatan JF yang dinilai dalam pemberian Angka Kredit, yaitu:

1) Unsur utama yang terdiri atas:

a) Pendidikan, yang terdiri dari Pendidikan formal. Dan Pendidikan kedinasan.

b) Tugas pokok yang diuraikan dalam butir-butir kegiatan yang disusun secara sistematis dalam setiap jenjang jabatan.

c) Pengembangan profesi, yaitu karya-karya ilmiah dan karya tulis yang bernilai dan bermanfaat bagi pengembangan tugas pokok Jabatan Fungsional

(26)

2) Unsur penunjang, yaitu kegiatan-kegiatan yang apabila dilakukan oleh para pemangku JF akan memperlancar pelaksanaan tugas pokoknya.

Dalam melaksanakan tugasnya, pemangku JF harus lebih mengutamakan tugas pokok dibandingkan dengan kegiatan penunjang, sehingga jumlah angka kredit untuk kenaikan jabatan/ pangkat memiliki ketentuan sebagai berikut:

1) Sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh

perseratus) angka kredit berasal dari unsur utama. 2) Sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh perseratus)

angka kredit berasal dari unsur penunjang. b. Target Angka Kredit Jabatan Fungsional

Target Angka Kredit yang harus dicapai untuk masing- masing jenjang JF kategori keahlian setiap tahun ditetapkan sebagai berikut:

1) Paling sedikit 12,5 (dua belas koma lima) Angka Kredit untuk ahli pertama;

2) Paling sedikit 25 (dua puluh lima) Angka Kredit untuk ahli muda;

3) Paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) Angka Kredit untuk ahli madya; dan

4) Paling sedikit 50 (lima puluh) Angka Kredit untuk ahli utama.

Target Angka Kredit yang harus dicapai untuk masing- masing jenjang JF kategori keterampilan setiap tahun, yaitu:

1) Paling sedikit 3,75 (tiga koma tujuh puluh lima) Angka Kredit untuk pemula;

2) Paling sedikit 5 (lima) Angka Kredit untuk terampil;

3) Paling sedikit 12,5 (dua belas koma lima) Angka Kredit untuk mahir; dan

4) Paling sedikit 25 (dua puluh lima) Angka Kredit untuk penyelia.

(27)

14 Modul Best Practices Target Angka Kredit dalam hal belum tersedia lowongan kebutuhan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud, yang harus dicapai untuk masing- masing jenjang JF kategori keahlian setiap tahun yaitu:

1) Paling sedikit 10 (sepuluh) untuk Ahli Pertama; 2) Paling sedikit 20 (dua puluh) untuk Ahli Muda; 3) Paling sedikit 30 (tiga puluh) untuk Ahli Madya.

Target Angka Kredit dalam hal belum tersedia lowongan kebutuhan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, yang harus dicapai untuk masing- masing jenjang JF kategori keterampilan setiap tahun yaitu:

1) Paling sedikit 3 (tiga) Angka Kredit untuk Pemula; 2) Paling sedikit 4 (empat) Angka Kredit untuk Terampil; 3) Paling sedikit 10 (sepuluh) Angka Kredit untuk Mahir. Target Angka Kredit dalam hal Pejabat Fungsional Memiliki pangkat tertinggi pada jenjang tertinggi, yaitu :

1) Paling sedikit 25 (dua puluh lima) Angka Kredit untuk Pejabat Fungsional kategori keahlian yang memiliki pangkat tertinggi pada jenjang JF ahli utama;

2) Paling sedikit 20 (dua puluh) Angka Kredit untuk Pejabat Fungsional kategori keahlian yang memiliki pangkat tertinggi pada jenjang JF ahli madya;

3) Paling sedikit 10 (sepuluh) Angka Kredit untuk Pejabat Fungsional kategori keterampilan yang memiliki pangkat tertinggi pada jenjang JF penyelia.

C. Penilaian dan Penetapan Angka kredit

Dalam rangka mengukur kinerja pemangku JF dilakukan kegiatan penilaian dan penetapan Angka Kredit. Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit tersebut, setiap pejabat fungsional wajib mencatat seluruh kegiatan yang dilakukan dan menginventarisasi dalam Daftar Usulan Penilaian Angka Kredit (DUPAK). Pejabat fungsional mengusulkan DUPAK setiap tahun secara hierarki.

(28)

Pengaturan dan ketentuan dalam rangka pelaksanaan penilaian dan penetapan Angka Kredit adalah sebagai berikut:

1) Pejabat Yang Mengusulkan Angka Kredit.

Pejabat Yang Mengusulkan Angka Kredit adalah pejabat yang mengusulkan penetapan Angka Kredit sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara tentang Jabatan Fungsional dan angka kreditnya.

2) Tim Penilai Angka Kredit (Tim Penilai).

Tim Penilai Angka Kredit adalah tim penilai yang bertugas memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit dan kenaikan pangkat pejabat fungsional yang bersangkutan. Pembentukan Tim Penilai dimaksudkan untuk menjamin obyektivitas penilaian kegiatan pemangku JF.

Tim Penilai harus terdiri dari pemangku JF, unsur teknis yang membidangi JF dan unsur kepegawaian, dengan syarat sebagai berikut: a) Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama

dengan jabatan/pangkat pemangku yang akan dinilai;

b) Memiliki keahlian dan kemampuan untuk menilai prestasi kerja pemangku JF;

c) Dapat aktif melakukan penilaian.

Tim Penilai tersebut dibentuk oleh pimpinan instansi Pembina JF atau pimpinan instansi pengguna JF Pembentukan Tim Penilai ditetapkan sebagai berikut:

a) Tim Penilai Pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi Pembina Jabatan Fungsional dan mempunyai kewenangan untuk menilai pejabat fungsional golongan IV.

b) Tim Penilai Instansi ditetapkan oleh pimpinan instansi pengguna Jabatan Fungsional dan mempunyai kewenangan untuk menilai pejabat fungsional golongan II dan golongan III.

3) Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit.

(29)

16 Modul Best Practices yang mempunyai kewenangan mengangkat dan/atau memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Gambar 2.3. Penilaian Angka Kredit

D. Pengangkatan ASN Kedalam Jabatan Fungsional

Pengangkatan PNS dalam JF perlu mempertimbangkan formasi, peta jabatan, dan lingkup tugas organisasi dengan rincian tugas JF, serta beban kerja yang memungkinkan untuk pencapaian angka kredit bagi Pejabat Fungsional yang bersangkutan. Pengangkatan ASN ke dalam JF dilakukan melalui 4 cara yaitu:

a. Pengangkatan Pertama

Merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF dari calon PNS, dan Lowongan kebutuhan JF untuk :

1) JF Ahli Pertama; 2) JF Pemula; dan 3) JF Terampil.

(30)

Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud diatas setelah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil,paling lama 1 (satu) tahun wajib diangkat dalam JF, PNS yang telah diangkat dalam JF paling lama 3 (tiga) tahun wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional. Pejabat Fungsional yang belum mengikuti dan/atau tidak lulus pendidikan dan pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud diatas tidak diberikan kenaikan jenjang satu tingkat diatas. Angka Kredit untuk pengangkatan pertama dalam JF dinilai dan ditetapkan pada saat mulai melaksanakan tugas.

JF yang diangkat melalui Pengangkatan Pertama harus memenuhi persyaratan :

1) Berstatus PNS;

2) Memiliki integritas dan moralitas yang baik; 3) sehat jasmani dan rohani;

4) Berijazah paling rendah S-1 (Strata-Satu)/D-4 (Diploma-Empat) sesuai bidang pendidikan yang dibutuhkan dalam JF Kategori Keahlian;

5) Berijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan sesuai dengan bidang pendidikan yang dibutuhkan dalam JF Kategori Keterampilan;

6) Mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kulturalsesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina;

(dihapus oleh ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 Tentang Manajemen PNS)

7) Nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan

8) Syarat lain sesuai dengan kebutuhan JF. b. Pengangkatan perpindahan dari jabatan lain;

Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan dari jabatan lain, merupakan mekanisme perpindahan dari:

(31)

18 Modul Best Practices 1) Perpindahan dari Non JF ke JF,

2) Perpindahan dari JF Keterampilan ke JF Keahlian 3) Perpindahan dari JF lain (jenjang utama)

Pengangkatan PNS melalui mekanisme Perpindahan dalam jabatan harus memenuhi syarat:

1) Berstatus PNS;

2) Memiliki integritas dan moralitas yang baik; 3) Sehat jasmani dan rohani;

4) Berijazah paling rendah S-1 (Strata-Satu)/D-4 (Diploma Empat) sesuai dengan bidang pendidikan yang dibutuhkan untuk JF Kategori Keahlian;

5) Berijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan sesuai dengan bidang pendidikan yang dibutuhkan untuk JF Kategori Keterampilan;

6) Mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina; 7) Memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF

yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

8) Nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam2 (dua) tahun terakhir; dan berusia paling tinggi:

a) 53 (lima puluh tiga) tahun bagi yang akan menduduki JF Kategori Keterampilan;

b) 53 (lima puluh tiga) tahun bagi yang akan menduduki JF Ahli Pertama dan Ahli Muda;

c) 55 (lima puluh lima) tahun bagi yang akan menduduki JF Ahli Madya; dan

d) 60 (enam puluh) tahun bagi yang akan menduduki JF Ahli Utama bagi PNS yang telah menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi; dan

9) Syarat lain sesuai dengan kebutuhan JF yang ditetapkan oleh menteri.

(32)

c. Pengangkatan penyesuaian /inpassing

Pengangkatan dalam JF melalui penyesuaian/inpassing se ba gai mana dilaksanakan dalam hal:

1) Penetapan JF baru;

2) Perubahan ruang lingkup tugas JF; atau

3) Kebutuhan mendesak sesuai prioritas strategis nasional. Pengangkatan dalam JF melalui penyesuaian/inpassing harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Berstatus PNS;

2) Memiliki integritas dan moralitas yang baik; 3) Sehat jasmani dan rohani;

4) Berijazah paling rendah S-1 (Strata-Satu)/D-4 (Diploma-Empat) sesuai dengan bidang pendidikan yang dibutuhkan untuk JF Kategori Keahlian;

5) Berijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan sesuai dengan bidang pendidikan yang dibutuhkan untuk JF Kategori Keterampilan;

6) Memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun; 7) Nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 2

(dua) tahun terakhir; dan

8) Syarat lain sesuai dengan kebutuhan JF yang ditetapkan oleh menteri.

d. Pengangkatan promosi

Pengangkatan Promosi JF dilaksanakan atas dasar: pengembangan karir; dan kebutuhan organisasi yang bersifat strategis, Pengangkatan melalui Promosi JF dilaksanakan dalam hal: pengangkatan pada JF; atau kenaikan jenjang jabatan satu tingkat lebih tinggi. Pengangkatan melalui Promosi JF ditetapkan berdasarkan kriteria:

1) Termasuk dalam kelompok rencana suksesi;

2) Menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi instansi dan kepentingan nasional, dan diakui oleh lembaga pemerintah terkait bidang inovasinya; dan

(33)

20 Modul Best Practices 3) Memenuhi standar kompetensi jenjang jabatan yang akan

diduduki.

Pengangkatan JF melalui Promosi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina;

2) Nilai kinerja/prestasi paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

3) Memiliki rekam jejak yang baik;

4) tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik dan profesi PNS; 5) Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin PNS.

E. Pemberhentian Dalam Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional diberhentikan dari jabatannya apabila: a. mengundurkan diri dari Jabatan;

b. diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti di luar tanggungan negara;

d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;

e. ditugaskan secara penuh pada Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan

Administrator, Jabatan Pengawas, dan Jabatan Pelaksana; atau f. Tidak memenuhi persyaratan jabatan

Pejabat Fungsional yang diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang jabatan terakhir apabila tersedia formasi kebutuhan JF. Pengangkatan kembali dalam JF sebagaimana dimaksud, dilakukan dengan menggunakan Angka Kredit terakhir yang dimiliki dalam jenjang jabatannya dan dapat ditambah dengan Angka Kredit dari penilaian pelaksanaan tugas bidang JF selama diberhentikan.

(34)

JF yang berhenti karena pengunduran diri dapat dipertimbangkan dalam hal memiliki alasan pribadi yang tidak mungkin untuk melaksanakan tugas JF. Pengunduran diri disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dengan menyertakan alasan.

JF yang diberhentikan karena Kriteria tidak memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dimaksud dapat dipertimbangkan dalam hal:

a. Tidak memenuhi kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan

untuk menduduki JF; atau

b. Tidak memenuhi standar kompetensi yang ditentukan pada JF yang diduduki.

F. Pengusulan dan Penetapan Jabatan Fungsional

Penetapan JF dalam suatu unit organisasi Instansi Pemerintah dilaksanakan berdasarkan kesesuaian antara tugas dan fungsi organisasi dengan tugas JF. Penetapan JF sebagaimana dimaksud meliputi Pengusulan JF baru; dan/atau Perubahan JF yang sudah ditetapkan oleh Menteri Kemenpan RB. Penetapan JF berdasarkan pada usulan dari pimpinan instansi pemerintah kepada menteri. Dalam hal diperlukan, Menteri Kemenpan RB dapat menetapkan JF tanpa usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah. Tata cara pengusulan dan penetapan JF, meliputi:

a. Usulan; b. Rekomendasi;

c. Perumusan tugas jabatan dan uraian kegiatan; d. Uji beban kerja;

e. Perancangan dan pengharmonisasian peraturan menteri; f. Paraf persetujuan Instansi Pembina;

g. Penetapan peraturan menteri. h. Pengundangan dan penyebarluasan

Usulan penetapan JF sebagaimana dimaksud diatas adalah dengan disampaikan oleh pimpinan Instansi Pemerintah kepada Kemenpan RB untuk ditetapkan nama JF nya. Rekomendasi penetapan JF dapat didelegasikan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang membidangi penetapan

(35)

22 Modul Best Practices kebijakan JF pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Penyusunan dan perumusan tugas jabatan dan uraian kegiatan jabatan fungsional, dilaksanakan dengan berpedoman pada tugas dan fungsi organisasi dan berorientasi pada hasil kerja (output). Uji beban kerja dan norma waktu dalam rangka pembuatan nama baru JF dilaksanakan berdasarkan volume pekerjaan, standar waktu kerja setiap tahun, tingkat kesulitan, dan risiko pekerjaan. Perancangan dan pengharmonisasian, paraf persetujuan, penetapan dan pengundangan, dan penyebarluasan Peraturan Menteri Kemenpan RB dilakukan bersama. Instansi Pemerintah terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(36)

BAB III

KEBIJAKAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM SEBAGAI

INSTANSI PEMBINA

DAN PENGGUNA JABATAN FUNGSIONAL

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan terkait kebijakan Kemenkumham sebagai Instansi Pembina dan Pengguna Jabatan Fungsional.

A. Pembentukan JF di lingkungan Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia

JF Kementerian Hukum dan HAM merupakan jabatan keahlian dan/atau keterampilan di Hukum dan HAM yang dibina oleh Kementerian Hukum dan HAM. Pembentukan JF Kementerian Hukum dan HAM didasarkan atas hasil analisis jabatan yang berisi rekomendasi kelayakan dan perlunya dibentuk JF Kementerian Hukum dan HAM pada unit eselon I. Kegiatan analisis jabatan dapat dilakukan oleh unit eselon I yang bersangkutan dibantu Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan dan Biro Kepegawaian, Berdasarkan analisis jabatan tersebut, pimpinan unit eselon I yang mempunyai tugas pokok di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dapat menyampaikan usulan pembentukan JF kepada Menteri Keuangan melalui Sekretaris Jenderal dan melakukan pembahasan lebih lanjut bersama Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian. Tahapan kegiatan dalam pembentukan JF, yaitu sebagai berikut:

a. Usulan

Proses usulan di lakukan dengan Penyusunan Draft Naskah Akademis Pembentukan JF yang dibuat oleh unit eselon I Pengusul melalui pembahasan bersama dengan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian. Naskah akademis pembentukan Jabatan Fungsional merupakan syarat pokok yang harus dilampirkan dalam pengusulan pembentukan JF kepada Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Isi naskah akademis

(37)

24 Modul Best Practices memuat berbagai hal yang menunjukkan kelayakan pembentukan JF sesuai dengan lampiran Permenpan 13 Tahun 2019.

b. Rekomendasi

1) Ekspose Naskah Akademik

Setelah usulan pembentukan JF Kementerian Hukum dan HAM beserta naskah akademis disampaikan kepada Kementerian PANRB untuk dikaji, proses selanjutnya adalah rekomendasi penetapan JF. Rekomendasi penetapan JF ditetapkan oleh Menteri. Rekomendasi penetapan JF dapat didelegasikan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang membidangi penetapan kebijakan JF pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dalam mendapatkan rekomendasi penetapan JF, unit eselon I pengusul harus melakukan paparan ekspose naskah akademis. Ekspose naskah akademis merupakan kegiatan pemaparan naskah akademis oleh unit eselon I pengusul kepada Kementerian PANRB dan BKN secara tatap muka sekaligus untuk pengujian kelayakan pembentukan JF. Dalam acara tersebut, Kementerian PANRB dan BKN sebagai pihak yang menguji kelayakan pembentukan JF akan memberikan arahan yang diperlukan. Apabila JF Kementerian Hukum dan HAM yang diusulkan dianggap layak dan disetujui oleh Kementerian PANRB untuk dibentuk, Kementerian PANRB dan BKN menyatakan bahwa proses pembentukan JF dapat dilanjutkan.

2) Penyusunan Matriks Butir-Butir Kegiatan

Berdasarkan persetujuan dan arahan Kementerian PANRB dan BKN untuk melanjutkan pembentukan JF Kementerian Hukum dan HAM, unit eselon I pengusul menginventarisir dan menganalisis seluruh butirbutir kegiatan JF. Analisis butir-butir kegiatan dimaksudkan untuk menentukan satuan hasil per butir kegiatan dan melakukan pembobotannya dalam rangka penjenjangan jabatan. Hasil inventarisasi dan analisis butir-butir kegiatan tersebut kemudian disusun berdasarkan unsur

(38)

dan subunsurnya dalam bentuk matriks butir kegiatan. Proses penyusunan matriks butir-butir kegiatan JF dilakukan melalui pembahasan yang melibatkan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian, Kementerian PANRB, dan BKN. Matriks butir-butir kegiatan yang sudah disusun tersebut kemudian dituangkan dalam suatu formulir, yang akan digunakan sebagai formulir uji petik beban kerja dan norma waktu.

c. Uji Petik Beban Kerja dan Norma Waktu 1) Uji petik beban kerja dan norma waktu

Uji petik beban kerja dan norma waktu dilakukan untuk mengetahui volume beban kerja JF yang akan dibentuk, dalam 1 (satu) tahun terakhir. Kegiatan uji petik mengambil sampel pada daerah/unit kerja yang memiliki tingkat kegiatan/pekerjaan dengan tingkat kesibukan tinggi, sedang, dan rendah. Tujuan dari uji petik beban kerja dan norma waktu antara lain:

a) Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan beban kerja di lapangan;

b) Untuk mengecek apakah butir-butir kegiatan yang sudah dirumuskan sudah lengkap atau masih ada kekurangan; dan

c) Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan pada tiap pelaksanaan butir-butir kegiatan.

Guna menjamin obyektivitas hasil uji petik pengukuran beban kerja dan norma waktu, kegiatan uji petik dilakukan bersama-sama dengan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian, Kementerian PANRB, dan BKN.

2) Pengolahan Data Uji Petik

Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan uji petik pengukuran beban kerja dan norma waktu butir-butir kegiatan JF yang akan dibentuk, kemudian dilakukan tabulasi dan pengolahan. Maksud dari pengolahan data beban kerja dan norma waktu adalah:

(39)

26 Modul Best Practices a) Untuk merumuskan norma waktu setiap butir kegiatan

dalam rangka validasi nilai angka kreditnya; dan

b) Untuk mengetahui tingkat kecukupan beban kerja JF yang akan dibentuk terhadap nilai Angka Kredit yang dipersyaratkan bagi pemangku JF agar dapat naik pangkat dan jabatan.

Dalam melakukan pengolahan data beban kerja dan norma waktu tersebut, unit eselon I pengusul dapat berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian. Hasil pengolahan data beban kerja dan norma waktu tersebut dibahas bersama dengan Kementerian PANRB dan BKN untuk dilakukan validasi nilai Angka Kredit per butir kegiatan dari JF yang akan dibentuk. d. Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri PANRB

Setelah dilakukan validasi Angka Kredit, proses selanjutnya adalah menyusun rancangan peraturan Menteri PANRB tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya. Rancangan peraturan tersebut mengatur berbagai ketentuan pelaksanaan JF. Butir-butir kegiatan dan nilai Angka Kredit hasil validasi dituangkan pada lampiran. Selama proses penyusunan rancangan peraturan Menteri PANRB tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, unit eselon I pengusul dapat berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian. Finalisasi penyusunan rancangan Peraturan MenteriPANRB tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya dilakukan melalui pembahasan yang melibatkan Kementerian PANRB dan BKN.

Rancangan peraturan MenteriPANRB yang telah final tersebut

disampaikan oleh unit eselon I Pengusul kepada Setjen c.q. Biro Kepegawaian untuk diteruskan kepada Menteri PANRB, dengan tembusan kepada Kepala BKN, agar dapat ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan teknis secara tertulis dari Kepala BKN. Dalam rangka memberikan pertimbangan teknis mengenai pelaksanaan JF yang diusulkan, Kepala BKN akan mengundang Kementerian PANRB dan Kementerian Hukum dan HAM termasuk unit

(40)

eselon I pengusul untuk membahas JF yang diusulkan. Setelah mendapatkan pertimbangan teknis dari Kepala BKN, Menteri PANRB akan mengundang Kementerian Hukum dan HAM dan BKN untuk melakukan rapat pleno dalam rangka penetapan JF dan Angka Kreditnya.

e. Penyusunan Peraturan Menteri Hukum dan HAM 1) Menyusun peraturan pendukung pelaksanaan JF

Dengan ditetapkannya peraturan Menteri PANRB tentang JF Kementerian Hukum dan HAM dan Angka Kreditnya, maka JF Kementerian Hukum dan HAM dinyatakan telah terbentuk. Dalam rangka pelaksanaan JF dimaksud diperlukan adanya peraturan- peraturan penunjang, antara lain:

a) Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala BKN tentang Petunjuk Pelaksanaan JF. Tujuan dari petunjuk pelaksanaan tersebut adalah untuk mengatur kelancaran dan tata tertib administrasi dalam pelaksanaan peraturan Menteri PANRB tentang JF dan Angka Kreditnya dimaksud. b) Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Petunjuk

Teknis JF.

Tujuan dari petunjuk teknis JF adalah untuk menjamin kesamaan pengertian tentang unsur kegiatan dan penilaian angka kreditnya.

c) Peraturan/Keputusan Presiden tentang Tunjangan Jabatan.

Peraturan/Keputusan Presiden tentang Batas Usia Pensiun (bersifat fakultatif/apabila diperlukan).

Penyusunan peraturan-peraturan di atas adalah juga sebagian dari tugas Instansi Pembina untuk dapat mendukung pelaksanaan JF Kementerian Hukum dan HAM yang telah ditetapkan.

(41)

28 Modul Best Practices 2) Harmonisasi dan Penyelarasan

Setelah menyusun peraturan pendukung pelaksanaan JF, maka unit eselon I pengusul bersama-sama dengan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian dan Perancang pada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan melakukan harmonisasi dan penyelarasan substansi serta teknik penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Sosialisasi JF baru

Sebagaimana urutan usulan pembentukan Jabatan Fungsional baru, maka proses akhir dari urutan tersebut adalah Sosialisasi Jabatan Fungsional. Sosialisasi Jabatan Fungsional baru dilakukan dengan adanya pengundangan dan penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif dan efesien serta akuntabel. Selain dengan cara diatas sosialisasi JF juga dilakukan dengan :

1) Menerbitkan Surat Edaran

2) Mengadakan seminar/diskusi publik 3) Melakukan kujungan kerja kepada K/L lain

(42)

Daftar Jabatan Fungsional baru yang sedang dalam proses adalah : No. Jabatan Funsional baru On

Progress 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Kurator Keperdataan

(Permenpan RB No. 15 Tahun 2020)

Instansi Pembina : Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM

2 Analis Hukum (Permenpan RB No. 51 tahun 2020)

Instansi Pembina: BPHN Kementerian Hukum dan HAM 3 Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS)

Instansi Pembina : Direktorat

Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM

Keterangan : 1. Usulan

2. Rekomendasi (Ekspose)

3. Penyusunan Tugas Jabatan, Uraian Kegiatan dan Hasil Kerja 4. Uji Petik dan Validasi

5. Perancangan dan pengharmonisasian peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk pengusulan dan penetapan jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

6. Penetapan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da nReformasi Birokrasi.

7. Perancangan dan Pengharmonisasian Peraturan Menteri Hukum dan HAM.

8. Penetapan Pearturan Menteri Hukum dan HAM. 9. Pengundangan dan Penyebarluasan (Sosialisasi).

(43)

30 Modul Best Practices Gambar 3.1 Alur Pengusulan dan Penetapan JF di Kumham

B. Kementerian Hukum dan HAM Sebagai Instansi Pengguna

Dalam rangka pengembangan profesionalisme dan pembinaan karier pegawai pada unit yang melaksanakan tugas pendukung, Kementerian dapat menggunakan JF K/L lain. Mengingat penggunaan setiap JF K/L lain memerlukan pembinaan khusus dari instansi K/L pengguna, maka setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM yang hendak menggunakan JF K/L lain perlu mengetahui beberapa aspek dan tahapan berikut:

a. Analisis Organisasi

Untuk dapat menggunakan JF K/L lain, harus dilakukan analisis organisasi guna menentukan jenis JF K/L lain yang benar-benar dibutuhkan. Analisis organisasi meliputi antara lain:

1) Kajian terhadap profil JF/KL lain;

2) Tugas pokok unit organisasi; dan 3) Beban kerja.

Apabila dari hasil analisis organisasi yang dilakukan oleh unit yang ingin menggunakan JF K/L lain tersebut mengindikasikan kebutuhan untuk

(44)

menggunakan JF K/L lain, maka unit organisasi yang bersangkutan dapat mengusulkan penggunaan JF K/L lain kepada Sekretaris Jenderal. Sedangkan berdasarkan hasil dari analisis organisasi yang dilakukan, Biro Perencanaan atau Biro Kepegawaian dapat merekomendasikan penggunaan JF K/L lain tersebut oleh unit-unit di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, sekaligus mengusulkan unit yang sesuai untuk ditetapkan sebagai unit pembina internal kepada Menteri Hukum dan HAM.

b. Arahan Teknis dari Instansi Pembina JF

Berdasarkan usulan dari unit organisasi yang akan menggunakan JF K/L lain, Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan / Biro Kepegawaian melakukan konsultasi kepada instansi pembina JF K/L lain untuk mendapatkan arahan teknis yang meliputi prosedur pengangkatan pejabat fungsional, jenjang jabatan yang dimungkinkan bagi pemangku JF di K/L program diklat, dan lain-lain. Atas hasil arahan teknis tersebut, Biro Perencanaan dan Biro KEpegawaian bekerja sama dengan unit-unit terkait menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk pembinaan para pemangku JF K/L lain di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. c. Pengangkatan dalam jabatan.

Pengangkatan dalam JF K/L lain dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk JF tersebut. Sebelum dapat dilakukan pengangkatan, unit yang akan menggunakan JF K/L lain terlebih dahulu melakukan analisis beban kerja dan perhitungan formasi berdasarkan peraturan tentang penghitungan dan penetapan formasi JF K/L lain dimaksud. Penghitungan formasi tersebut dilakukan untuk menjamin pemenuhan perolehan Angka Kredit yang dipersyaratkan bagi pemangku JF. Hasil penghitungan formasi tersebut kemudian disampaikan kepada Sekretariat Jenderal c.q. Biro Kepegawaian untuk diusulkan kepada Kementerian PANRB dengan tembusan BKN. Setelah memperoleh penetapan formasi dari Kementerian PANRB, Biro Kepegawaian menyampaikan hasil penetapan formasi kepada unit yang hendak menggunakan JF K/L lain dimaksud dengan tembusan kepada unit

(45)

32 Modul Best Practices Pembina internal. Berdasarkan formasi tersebut, unit pengguna dapat melakukan proses seleksi dalam rangka pengangkatan JF K/L lain. Pengangkatan JF dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jabatan Fungsional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM sebagai Instansi Pengguna sebagai berikut :

No Nama Jabatan Instansi Pembina

1 Dokter Kemenkes

2 Dokter Gigi Kemenkes

3 Perawat Gigi Kemenkes

4 Perawat Pertama Kemenkes

5 Arsiparis ANRI 6 Pustakawan Perpusnas 7 Widyaiswara LAN 8 Peneliti LIPI 9 Auditor BPKP 10 Pranata Komputer BPS 11 Analis Kepegawaian BKN

12 Psikolog Klinis Kemenkes

13 Penerjemah Sekretariat Kabinet

14 Apoteker Kemenkes

15 Asisten Apoteker Kemenkes

16 Pranata Laboratorium Kesehatan Kemenkes

17 Fisioterapis Kemenkes

18 Radiografer Terampil Kemenkes

19 Perekam Medis Kemenkes

20 Nutrisionis Pertama Kemenkes

(46)

22 Bidan Kemenkes

23 Dosen Kemdikbud

24 Perencana Bappenas

25 Analis Kebijakan LAN

26 Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Tingkat LKPP

27 Auditor Kepegawaian BKN

(47)
(48)

BAB IV

INPASSING DAN UJI KOMPETENSI

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan terkait Inpassing dan Uji Kompetensi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM

A. Pengertian Inpassing

Penyesuaian/Inpassing adalah proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional guna memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan peraturan perundangan dalam jangka waktu tertentu.Inpassing dilaksanaka dengan 3 alasan:

1. Inpassing Karena Pembentukan JF baru

2. Inpassing karena Perubahan Nomenklatur / Tugas baru 3. Inpassing Karena Kebutuhan Nasional

B. Dasar Hukum Inpassing

1. Undang – Undang N0. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur sipil Negara; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.11 Tahun 2017

tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

3. Permenpan RB nomor 42 tahun 2018 tentang pengangkatan PNS dalamJabatan Fungsional melalui penyesuaian/ inpassing;

4. Peraturan inpassingTiap-tiap JF

C. Pelaksanaan Kegiatan Inpassing

1. Tahap Persiapan

Pelaksanaan Persiapan diawali dengan Rapat persiapan untuk mendengar masukan dan arahan dari biro perencanaan terkait kelas jabatan dan peta jabatan, biro keuangan, dan seluruh unit pembina teknis JF yang ada di Kementerian Hukum dan HAM dan rapat penentuan jadwal. Setelah jadwal disusun, Sekretariat Jenderal mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pegawai untuk mendaftar

(49)

36 Modul Best Practices Gambar 4.1. Surat Edaran Inpassing

2. Tahap pengusulan dan pendaftaran

Pada tahapan usulan dan pendaftaran secara online melalui aplikasi : inpassingjafung.kemenkumham.go.id, peserta langsung mendaftar dan mengupload berkas pada sebuah laman aplikasi Inpassingjafung. kemenkumham.go.id kemudian tim verivikasi akan memeriksa berkas secara online, apabila pelamar mendaftar JF instansi Pengguna maka berkas akan diteruskan untuk diperiksa kembali oleh Instansi Pembina JF.

(50)

Gambar 4.2. Website Inpassing

(51)

38 Modul Best Practices 3. Tahap uji kompetensi

Tahap uji kompetensi ini hanya diikuti oleh peserta yang telah lulus administrasi tahap ujian dan passing grade kelulusan berbeda beda tergantung dari petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (aturan pelaksanaan) dari jabfung yang diikuti, berikut adalah daftar uji kompetensi yang akan dilaksanakan :

No Jabatan

Fungsional

Jenis Uji

Kompetensi Instansi Pembina 1)

Perancang

Peraturan Perundang- undangan

Administrasi dan tertulis Direktorat Jenderal Peraturan-perundang-undangan 2) Penyuluh Hukum Administrasi, CBT dan Wawancara secara

online dan offline

Badan Pembinaan Hukum Nasional 3) Analis

Keimigrasian

Administrasi,

Portofolio / Karya tulis, dan CBT

Direktorat Jenderal Imigrasi

4) Pemeriksa Keimigrasian

Administrasi dan CBT Direktorat Jenderal Imigrasi 5) Pemeriksa Merek Administrasi dan wawancara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual 6) Pemeriksa Paten Administrasi dan wawancara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual 7) Analis Kebijakan Administrasi dan

wawancara

Lembaga

Administrasi Negara

8) Arsiparis Portofolio Arsip Nasional

Republik Indonesia

9) Penerjemah Portofolio Sekretariat Kabinet

10) Analis Kepegawaian Administrasi, CAT, dan Wawancara Badan Kepegawaian Negara

11) Assesor SDM Aparatur Administrasi, CAT, dan Wawancara

Badan Kepegawaian Negara

12) Pengelola Pengadaan

Barjas Verifikasi Portofolio dan Tes Tertulis

LKPP

13) Pranata Humas Administrasi, tertulis dan wawancara

Kementerian Komunikasi dan

(52)

14) Pranata Komputer Portofolio Badan Pusat Statistik

15) Pustakawan Administrasi dan Tertulis, Wawancara Perpustakaan Nasional 16) Pembimbing Kemasyarakatan CBT Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

D. Uji Kompetensi

Uji Kompetensi adalah proses pengukuran dan penilaian terhadap kompetensi teknis, manajerial dan/atau sosial kultural dari seorang ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam jabatan. Kompetensi yang diujikan terdiri dari : Kompetensi teknis, Kompetensi manajerial dan kompetensi Sosio Kultural yaitu

1) Kompetensi Teknis

Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/

perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik

berkaitan dengan bidang teknis Jabatan. 2) Kompetensi Manajerial

Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/ perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi

3) Kompetensi Sosial Kultural

Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.

(53)

40 Modul Best Practices Tujuan Uji Kompetensi pada JF adalah:

1) Syarat Kenaikan Jenjang 2) Pemetaan Kompetensi 3) Syarat Perpindahan Jabatan 4) Syarat Promosi

E. Dasar Hukum Uji Kompetensi

1. Undang – Undang N0. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur sipil Negara; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.11 Tahun 2017

tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 29 Tahun 2015 Tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI; 4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pengusulan, Penetapan, Dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil

5. Peraturan Uji Kompetensi tiap tiap JF

F. Pelaksanaan Kegiatan Uji Kompetensi

Pada tahun 2019, Bagian Pengembangan Karir Pegawai melaksanakan uji kompetensi keperawatan. Uji kompetensi merupakan suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sesuai dengan standar profesi guna memberikan jaminan bahwa Perawat mampu melaksanakan peran profesinya secara aman dan efektif di masyarakat. Uji kompetensi juga

dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan pengakuan

terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seorang tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dengan cara mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesinya. Berdasarkan pengertian diatas maka, uji Kompetensi Keperawatan merupakan proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat, untuk mendapatkan pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki sesuai dengan standar keperawatan. Pelaksanaan Kegiatan Uji Kompetensi Perawat di Kemenkumham adalah sebagai berikut :

(54)

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan oleh panitia untuk mendukung kegiatan Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan Fungsional Keperawatan dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM adalah sebagai berikut: a. Pembentukan Tim Penguji

Pembentukan Tim Penguji dan Tim Sekretariat terkait kegiatan Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan Fungsional Perawat yang tertuang dalam Surat Keputusan yang ditandatangani atas nama Sekretaris Jenderal.

b. Rapat Persiapan

Rapat persiapan penguatan kompetensi tim penilai dan standar instrumen uji kompetensi kenaikan jenjang jabatan fungsional perawat di lingkungan kementerian Hukum dan HAM tanggal 28 juni 2019 di ruang rapat lantai 5 dengan mengundang Tim Penilai Jabatan Fungsional perawat di kemenkumham. Rapat tersebut membahas mengenai, Standarisasi Instrument Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Perawat.

c. Pembahasan Standarisasi Instrument Uji Kompetensi Perawat Untuk Materi Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan mengacu pada butir-butir kegiatan jenjang jabatan yang sedang dipangku dan jenjang yang akan dipangku sesuai dengan peraturan perundangan sesuai dengan Permenkes Nomor 18

Tahun 2017, dengan ketentuan: Batas kelulusan minimal ≥ 70

dari nilai total keseluruhan dengan komposisi 80% dari komponen utama dan 20% dari komponen tambahan; Komponen utama wajib dilakukan dan komponen tambahan tidak diwajibkan, dan dapat memilih diantara 3 pilihan (Pelatihan dan/atau, karya pengembangan profesi dan/atau penghargaan yang relevan di bidang kesehatan).

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan uji kompetensi perawat dengan cara wawancara dan dilakukan secara online. Penguji menanyakan beberapa pertanyaan kepada peserta seputar dengan tugas pokok keseharian di bidang

(55)
(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan pembuatan modul Pembinaan Jabatan Fungsional di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM adalah :

1. Memberikan pemahaman tentang jabatan fungsional secara umum dan jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Hukum Dan HAM; 2. Modul Pembinaan Jabatan Fungsional Di Lingkungan Kementerian

Hukum dan HAM ini memberikan gambaran tentang strategi dan langkah-langkah kedepan untuk pembinaan jabatan fungsional di Lingkungan Kumham, termasuk didalamnya informasi apa dan bagaimana menjadi pejabat fungsional;

3. Presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian jabatan fungsional kepada:

a. Menteri di kementerian;

b. Pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian; c. Sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan

lembaga nonstruktural; d. Gubernur di provinsi; dan

e. Bupati/walikota di kabupaten/kota.

4. Tujuan akhir dari pembelajaran ini adalah pemberian informasi kepada pembelajar bahwa jabatan fungsional adalah jabatan yang termasuk jabatan karir ASN, karenanya pembinaan kompetensi dan pola karir jabatan fungsional diatur oleh Undang-Undang.

B. Saran

1. Tempora mutantur, nos et mutamur in illis , yang berarti “Waktu diubah, kita juga diubah dengan mereka”. Dengan terbitnya Permenpan Nomor 28

(57)

44 Modul Best Practices Tahun 2019 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional, maka dimensi pola jabatan struktural dan pola kerja (rentang kendali manajerial) kementerian menjadi berubah. Perubahan ini harus diikuti oleh semua yang terlibat (Jabatan administrasi, jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi) dalam organisasi itu dengan cara pembelajaran melalui pendekatan corporate university.

2. Pola karir yang jelas (prosedur inpassing, ukom, angka kredit, formasi, promosi jabatan) tentang jabatan fungsional, dipercaya menjadi stimulus bagi ASN untuk dapat meningkatkan performa unjuk kerjanya. Oleh karenanya pembinaan jabatan fungsional menjadi lebih kompleks bukan hanya bicara inpassing saja tapi bagaimana pola karir dan pengembangan kompetensinya mendukung tujuan organisasi.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang – Undang N0. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur sipil Negara;

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 29 Tahun 2015 Tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI;

4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil

(59)
(60)

LAMPIRAN I

Sistematika substansi Rancangan peraturan Menteri tentang JF yaitu: JUDUL KONSIDERAN (MENIMBANG, MENGINGAT, MEMUTUSKAN, MENETAPKAN)

BAB I : KETENTUAN UMUM

BAB II : KLASIFIKASI/RUMPUN JABATAN DAN KEDUDUKAN BAB III : KATEGORI DAN JENJANG JF

BAB IV : TUGAS JABATAN, URAIAN KEGIATAN DAN HASIL KERJA BAB V : PENGANGKATAN DALAM JABATAN

BAB VI : PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH/JANJI BAB VII : PENILAIAN KINERJA

BAB VIII : PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT BAB IX : KENAIKAN PANGKAT DAN KENAIKAN JABATAN BAB X : KEBUTUHAN PNS DALAM JF

BAB XI : KOMPETENSI

BAB XII : PEMBERHENTIAN DARI JABATAN

BAB XIII : INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA BAB XIV : ORGANISASI PROFESI

BAB XV : KETENTUAN LAIN-LAIN (APABILA DIPERLUKAN) BAB XVI : KETENTUAN PERALIHAN (APABILA DIPERLUKAN) BAB XVII : KETENTUAN PENUTUP

Gambar

Gambar 2.1.  Jenjang dan Pangkat dalam JF
Gambar 2.2 Tabel Angka Kredit
Gambar 2.3. Penilaian Angka Kredit
Gambar 4.3. Alur Pendaftaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan komentar dan saran dari siswa kelas V SD tersebut, penulis tidak melakukan revisi terhadap buku cerita anak berbasis pendidikan seks karena tidak ada komentar dari

[r]

Pemilihan teknologi tepat guna untuk penyediaan sanitasi sanitasi harus mempertimbangkan kriteria tentang jumlah pengguna per sarana dan lokasi yang tidak jauh

Fokus penelitian ini adalah strategi benchmarking dalam meningkatkan kinerja lembaga pendidikan Islam (Studi Multi Kasus di MTsN Aryojeding dan SMP Islam

Dengan mengerjakan soal tes pemahaman, siswa dapat menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan luas permukaan balok4.

Judul Tesis : Strategi Bursa Kerja Khusus SMK dalam Mengantar Alumni Mendapat Pekerjaan (Studi Kasus di SMK Tunas Harapan Pati).. Dengan ini kami menilai tesis tersebut

Untuk itu, tulisan ini berusaha menjelaskan pandangan Alquran mengenai hukum dan perundang-undangan sekaligus menjelaskan posisi dan prospek hukum Islam dalam sistem hukum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah jumlah padi yang diproduksi di Kotamadya Pematangsiantar sudah dapat memenuhi kebutuhan penduduk akan beras setiap tahunnya