Universitas Darma Persada BAB II
LANDASAN TEORI
Pada Bab II ini penulis menjabarkan beberapa teori tentang kelas kata
dalam bahasa Jepang menurut Sudjianto. Jenis fukushi dan teido no fukushi
menurut Sudjianto, Masuoka dan Takubo dan beberapa teori dari ahli bahasa yang lain. Kemudian teori analisis kesalahan menurut Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan.
2.1 Hinshi Bunrui
Menurut Sudjianto (2004:148) pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang
disebut dengan Hinshi Bunrui. Tango (kata) dalam Hinshi Bunrui, dibagi menjadi
dua kelompok yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Jiritsugo adalah tango yang dapat
berdiri sendiri sebagai bunsetsu (frase) dan dapat menunjukkan arti meskipun
tidak mendapat bantuan dari kata lain. Sudjianto (2004:148) Jiritsugo ada yang
dapat mengalami perubahan bentuk dan ada juga kata-kata yang tidak dapat
mengalami perubahan bentuk. Kelas kata yang termasuk kelompok jiritsugo yang
dapat mengalami perubahan dan dapat menjadi predikat disebut yoogen. Di dalam
yoogen terdapat yang disebut dooshi, keiyooshi atau i-keiyooshi, dan keiyoodooshi atau na-keiyooshi.
1. Kata-kata yang berakhir dengan fonem /u/ yang disebut Dooshi (kata kerja)
Contoh:
いく(iku = pergi), のむ (nomu = minum)
2. kata-kata yang berakhir dengan silabel /i/ yang disebut Keiyooshi (kata sifat-i)
Contoh:
あつい(atsui = panas), おもしろい(omoshiroi = menyenangkan)
3. kata-kata yang berakhir dengan silabel /da/ yang disebut Keiyoodooshi (kata
sifat-na) Contoh:
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada 10 Jiritsugo yang tidak memiliki bentuk perubahan terdapat kata-kata yang
dapat menjadi subjek yang biasa disebut taigen yang mencakup satu kelas kata
yaitu meishi. Di dalam kelompok jiritsugo yang tidak mengalami perubahan ini
ada juga kata-kata yang tidak dapat menjadi subjek. Di dalam kelompok ini ada
kata-kata yang menerangkan yoogen yaitu fukushi (adverbia), kata-kata yang
menerangkan taigen (rentaishi), kata-kata yang tidak menjadi kata keterangan
namun berfungsi untuk menyambungkan dua kalimat atau dua bagian kalimat (setsuzokushi) dan yang tidak berfungsi sebagai penyambung (kandooshi).
Kelas kata dalam kelompok jiritsugo yang tidak mengalami perubahan :
a. Kelas kata yang dapat menjadi subyek (taigen), yaitu adalah meishi (kata
benda).
Contoh : いえ(ie = rumah), くつ(kutsu = sepatu)
b. Kelas kata yang tidak dapat menjadi subyek. Kelas kata yang termasuk dalam
kelompok ini memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah:
1. Kelas kata yang berfungsi menerangkan yoogen, yaitu kelas kata fukushi
(adverbia).
Contoh: きっと(kitto = pasti), せっかく(sekkaku = dengan susah payah)
2. Kelas kata yang berfungsi menerangkan taigen, yaitu kelas kata rentaishi
(prenomina).
Contoh: この (kono = ini), その (sono = itu)
3. Kelas kata yang berfungsi sebagai kata sambung, yaitu setsuzokushi
(konjungsi).
Contoh: それから(sorekara = selanjutnya), でも(demo = tetapi)
4. Kelas kata yang tidak menjadi penyambung, yaitu kandooshi (kata seru).
Contoh: はい (hai = ya)
Sedangkan fuzokugo adalah tango yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai
Universitas Darma Persada 11
dalam fuzokugo pun ada kelas kata yang dapat mengalami perubahan dan ada juga
yang tidak dapat mengalami perubahan. Kata-kata yang dapat mengalami
perubahan disebut jodooshi, sedangkan kata-kata yang tidak dapat megalami
bentuk perubahan disebut joshi.
Kata yang terdapat pada dua kelompok besar jiritsugo dan fuzokugo
diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata, delapan kelas kata diantaranya termasuk jiritsugo, dan dua kelas kata lainnya termasuk fuzokugo. Tango yang termasuk
dalam jiritsugo yaitu:
1. Verba (dooshi) 2. Adjektiva-i (i-keiyooshi) 3. Adjektiva-na (na-keiyooshi) 4. Nomina (meishi) 5. Prenomina (rentaishi) 6. Interjeksi (kandooshi) 7. Konjungsi (setsuzokushi) 8. Adverbia (fukushi)
Sedangkan tango yang termasuk dalam fuzokugo adalah partikel (joshi)
dan verba bantu (jodooshi).
2.2 Fukushi
Fukushi adalah kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan
dengan sendirinya dapat menjadi keterangan bagi yoogen walaupun tanpa
mendapat bantuan dari kata-kata yang lain. Matsuoka dalam Sudjianto (2004:165) Fukushi adalah kata-kata yang menerangkan verba, adjektifa, dan adverbia yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktifitas, suasana, atau perasaan pembicara. Contoh:
1. Watashi wa kanarazu ikimasu Saya pasti datang
Universitas Darma Persada 12 Kemarin sangat dingin
3. Amir san wa mattaku shinsetsu desu Sdr. Amir sangat baik hati
4. Motto yukkuri hanashite kudasai
Berbicalah dengan lebih pelan-pelan lagi 5. Sore wa zutto mukashi no koto desu
Itu kejadian dulu kala
Semua kalimat di atas memiliki adverbia yang masing-masing
memerankan fungsinya yang berbeda-beda. Adverbia kanarazu ‘pasti’ pada
kalimat 1 menerangkan verba ikimasu ‘pergi’, adverbia totemo ‘sangat’ pada
kalimat 2 menerangkan adjektiva-i samukatta ‘dingin’, adverbia mattaku ‘sangat’
pada kalimat 3 menerangkan adjektiva-na shinsetsu ‘baik hati/ramah’, adverbia
motto ‘lebih...lagi’ pada kalimat 4 menerangkan adverbia yukkuri ‘pelan-pelan’,
sedangkan adverbia zutto pada kalimat 5 menerangkan nomina mukashi ‘dulu’.
Fukushi termasuk pada jiritsugo yang tidak mengalami konjugasi. Pada
umumnya fukushi berperan sebagai kata yang menerangkan yoogen (verba,
adjektiva-i, adjektiva-na), namun ada juga yang menerangkan nomina dan
adverbia lainnya. Di dalam suatu kalimat, fukushi tidak dapat berperan sebagai
subjek ataupun sebagi predikat.
Menurut Sudjianto (2004:86-89) ada hal-hal yang perlu diperhatikan
tentang fukushi untuk lebih memperjelas pengertian dari fukushi:
1. Perbedaan fukushi (adverbia) dengan meishi (nomina)
Fukushi hanya berfungsi menerangkan kata yang lainnya, tidak dapat
menjadi subjek sehingga secara langsung tidak dapat diikuti partikael ga, wa, mo
dan sejenisnya. Sedangkan meishi selain berfungsi menerangkan kata lain, juga
dapat menjadi subjek, setelah meishi dapat disisipi partikel ga, wa, mo dan
sebagainya.
2. Perbedaan fukushi (adverbia) dengan i-keiyooshi (adjektiva-i) dan keiyoodooshi
Universitas Darma Persada 13 Fukushi, i-keiyooshi, dan keiyoudoshi masing-masing menerangkan kata yang ada di depannya. Ketiganya pun tidak dapat menjadi subjek. Untuk itu harus ditelaah kata yang mana yang tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Kata yang tidak dapat berubah misalnya ke dalam bentuk lampau, bentuk menyangkal, dan
sebagainya dapat digolongkan ke dalam fukushi. Sedangkan kata yang dapat
berubah ke dalam bentuk lampau, menyangkal dan sebagainya itu digolongkan ke
dalam yoogen (dooshi, i-keiyooshi, keiyoodooshi).
3. Perbedaan fukushi (adverbia) dengan rentaishi (prenomina)
Fukushi dan rentaishi tidak dapat menjadi subjek dan berfungsi sebagai
kata yang menerangkan kata lain, tetapi perbedaannya adalah rentaishi hanya
dipakai untuk menerangkan taigen (meishi), sedangkan fukushi bisa dipakai untuk
menerangkan yoogen.
4. Letak fukushi dan letak yang diterangkanya pada suatu kalimat
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fukushi dipakai untuk menerangkan
kata yang ada di depannya. Tetapi bukan berarti fukushi itu selalu berdekatan
dengan kata yang diterangkannya. Kadang-kadang letak fukushi terpisah dari kata
yang diterangkannya karena terhalangi oleh beberapa kata. Walaupun demikian fukushi selalu diletakkan sebelum kata yang diterangkannya itu.
a. Fukushi yang diletakkan dekat dengan kata yang diterangkannya. 今年はたいへん暑い。
Kotoshi wa taihen atsui.
“Tahun ini (cuacanya) sangat panas”
b. Fukushi yang diletakan terpisah dari kata yang diterangkanya. もちろん僕も行く。
Mochiron boku mo iku. “Pasti Aku juga akan pergi”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi utama fukushi yaitu untuk menyatakan keadaan atau derajat suatu aktifitas, suasana, atau
Universitas Darma Persada 14 perasaan pembicara yang diletakkan sebelum verba, adjektifa, adverbia yang lainnya, dan tidak dapat berubah bentuk.
2.2.1 Jenis-jenis fukushi
Banyak terdapat perbedaan pendapat tentang jenis-jenis fukushi.
Perbedaan utamanya terletak pada nama-nama atau istilah dalam jenis fukushi.
Menurut Terada (1984:116-117) fukushi dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1) Jootai no fukushi, merupakan adverbia yang digunakan untuk menerangkan verba, dan menerangkan keadaan dari suatu pekerjaan atau perbuatan. Isami
dalam Sudjianto (2004:74) menyatakan bahwa jootai no fukushi adalah fukushi
yang sering dipakai untuk menerangkan verba, secara jelas menerangkan
keadaan pekerjaan atau perbuatan itu. Di dalam jootai no fukushi ini termasuk
juga peniruan bunyi-bunyi alam atau meniru bunyi binatang. Dalam bahasa
Jepang disebut dengan giongo, giseigo, dan gitaigo (onomatope). Sudjianto
(2004:116) sebagian besar giseigo dan gitaigo termasuk pada fukushi atau
gokan kelas kata keiyoodooshi.
Fukushi yang termasuk dalam kelompok jootai no fukushi antara lain: a. Fukushi yang dapat disertai partikel “to”
彼はいつもばたばたと活動している。
Kare wa itsumo batabata to katsudou shite iru b. Fukushi yang dapat disertai partikel “ni”
すぐにあきらめて昼寝をするかもしれない。 Sugu ni akiramete hirune o suru kamoshirenai c. Fukushi yang tidak perlu memakai partikel
そのタクシはいきなり左にまがった。
Universitas Darma Persada 15 2) Chinjutsu no fukushi, adalah adverbia yang digunakan untuk menerangkan
suatu pernyataan dalam predikat. Chinjutsu no fukushi biasa disebut juga ko o
no fukushi, jojutsu no fukushi, bahkan Motojiro menyebutnya dengan istilah tokubetsuna iikata o yookyuu suru fukushi adalah fukushi yang memerlukan cara pengucapan yang khusus. Isami dalam Sudjianto (2004:82) membagi chinjutsu no fukushi berdasarkan bentuk kalimatnya menjadi sembilan golongan seperti berikut,
a. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan negatif atau
menyangkal (uchikeshi), contoh:
夕べはちっとも眠れなかった。
Yuube wa chittomo nemurenakatta.
“Tadi malam sedikit pun tidak mengantuk”
b. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan harapan,
keinginan, atau perintah (ganbou/kibou), contoh:
どうぞここに座ってください。 Douzo koko ni suwatte kudasai. “Silahkan duduk di sini”
c. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan larangan (kinshi), contoh:
これからは決して学校をさぼるな。 Korekara wa kesshite saboru na.
“Mulai sekarang sama sekali tidak boleh bolos sekolah”
d. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perkiraan atau
sangkaan (suiryoo), contoh:
彼はたぶん病気でしょう。 Kare wa tabun byouki deshou.
Universitas Darma Persada 16 e. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perumpamaan
(tatoe), contoh: まるで夢のようだ。
Marude yume no you da. “Benar-benar seperti mimpi”
f. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perkiraan
negatif (uchikeshi suiryoo), contoh:
まさか僕がしたとは思いまい。
Masaka boku ga shita to wa omoi mai.
“Tidak mungkin saya yang melakukanya tanpa berpikir”
g. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan keputusan,
kesimpulan, atau kepastian (dantei), contoh:
彼は必ず来る。
Kare wa kanarazu kuru.
“Dia pasti datang”
h. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan pertanyaan (gimon), contoh:
昨日はどうしてパーティーに行かなかったの? Kinou wa dooshite paatii ni ikanakatta no?
“Kemarin kenapa tidak datang ke pesta?”
i. Chinjutsu no fukushi yang berpasangan dengan pernyataan pengandaian (katei), contoh:
もし雨が降ったらそこへ行く。 Moshi ame ga futtara soko e iku.
Universitas Darma Persada 17 3) Teido no fukushi, merupakan adverbia yang digunakan untuk menyatakan suatu tingkatan keadaan dan aktivitas yang berkenaan dengan kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan lain. Motojiro dalam Sudjianto (2004:79) menyatakan
bahwa teido no fukushi adalah fukushi yang menerangkan yoogen (verba,
adjektiva-i, adjektiva-na), menyatakan standar (batas, tingkat, derajat) suatu keadaan atau suatu perbuatan.
Adverbia yang termasuk pada teido no fukushi ini antara lain taihen, totemo,
hijooni, osoroshiku, hidoku, daibu, zuibun, amarini, kanari, kekkoo, nakanaka, sukoshi, chotto, zutto, motto, hotondo, daitai dan lain-lain. Di dalam teido no fukushi ini ada pula yang digunakan bersamaan dengan bentuk negasi dalam
predikat seperti amari, sonnani, zenzen, sukoshimo, chittomo dan lain-lain.
Berikut beberapa fungsi dari teido no fukushi:
a. Menerangkan i-keiyooshi (adjektiva-i), contoh:
今日は少し暑い。 Kyou wa sukoshi atsui.
“Hari ini agak panas”
b. Menerangkan keiyoodooshi (adjektiva-na), contoh:
この部屋はとても静かだ。
Kono heya wa totemo shizuka da.
“Kamar ini sangat nyaman”
c. Menerangkan Dooshi (verba), contoh:
少し 行くと交番がある。 Sukoshi iku to kouban ga aru.
“Kalau jalan sedikit, ada pos polisi”
Di dalam teido no fukushi, selain terdapat fukushi yang menerangkan
yoogen, terdapat juga fukushi yang menerangkan adverbia dan nomina, contoh:
Universitas Darma Persada 18 もっとはっきり答えなさい。
Motto hakkiri kotaenasai.
“Jawablah dengan lebih jelas lagi”
Teido no fukushi menurut Masuoka dan Takubo (1989) pada umumnya kata keterangan jenis ini digunakan pada kalimat yang predikatnya menerangkan suatu keadaan, tetapi dapat juga digunakan pada kalimat yang predikatnya menerangkan keadaan suatu aktifitas seperti pada verba yang menyatakan
perasaan seseorang yang disebut kanjoo dooshi. Pada kalimat berpredikat verba
yang menerangkan adanya suatu perubahan seperti pada kata shinpo suru ‘maju’,
genshoo suru ‘berkurang’, zooka suru ‘bertambah’, kawaru ‘berubah’ dan
lain-lain, dapat pula menggunakan teido no fukushi seperti dapat dilihat pada contoh
kalimat:
この辺の景色はずいぶん変わった。 Kono hen no keshiki wa zuibun kawatta
“Pemandangan sekitar sini sangat berubah”
Selain itu teido no fukushi ini dapat pula digunakan untuk menerangkan
kata keterangan pada predikat dan kata keterangan dari nomina seperti pada contoh:
少し難しい試験。
Sukoshi muzukashii shiken. “Ujian yang sedikit sulit”
Nomina 試験 ‘ujian’ diterangkan dengan kata 難しい‘sulit’ yang berfungsi
sebagai kata keterangan sehingga menjadi 難しい試験‘ujian yang sulit’, lalu pada
Universitas Darma Persada 19
menyatakan tingkatan atau teido no fukushi ini sehingga menjadi 少し難しい試
験‘ujian yang sedikit sulit’. seperti pada contoh kalimat:
試験はあまり難しくなかった。
Shiken wa amari muzukashiku nakatta. “Ujian tidak terlalu sulit”
Adverbia amari selain digunakan bersamaan dengan bentuk negasi, dapat
pula digunakan bersamaan dengan bentuk positif dalam predikat seperti pada ungkapan yang menyatakan pengandaian berikut:
試験があまり難しいと合格者が出ないだろう。
Shiken ga amari muzukashii to gookakusha ga denai darou. “Jika ujian terlalu sulit mungkin tidak akan ada yang lulus”
Selain itu pada nomina yang menyatakan tentang waktu, ruang waktu dan
kuantitas digunakan pula teido no fukushi seperti pada contoh:
非常におおぜいの人が集まった。 Hijoo ni oozei no hito ga atsumatta. “Orang-orang sangat banyak berkumpul”
Fukushi 非常に’sangat’ menunjukkan adverbia yang menjelaskan tentang kuantitas dari 大勢の人’orang yang banyak’.
2.3 Fukushi “Hotondo dan Daitai” 2.3.1 Definisi Hotondo
Definisi hotondo dalam kamus Gendai Fukushi Yoohoo Jiten (1994:476)
karangan Hida, yaitu ‘menunjukkan keadaan yang hampir semuanya atau sebagian besar’ dan ‘menunjukkan keadaan yang mendekati penuh atau
Universitas Darma Persada 20 Kihongo Yoree Jiten (1987:933) bahwa hotondo memiliki arti ‘sesuatu yang
kira-kira hampir sama dengan seluruhnya (daibubun)’. Disebutkan juga dalam Kiso
Nihongo Bunpoo (1989:41) karangan Masuoka, hotondo memiliki arti ‘menunjukkan kuantitas sebagian besar dari keseluruhan’. Berdasarkan beberapa
definisi tentang hotondo di atas dapat disimpulkan bahwa makna hotondo
menerangkan keadaan atau kuantitas sebagian besar, suatu keadaan yang ‘ hampir’.
Menurut Emiko (1996:22) Hotondo memiliki dua makna yaitu:
1. Sebagian besar (kira-kira 90 %) ( = daitai)
冷蔵庫の中の物はほとんど食べてしまった。
Reizooko no naka no mono wa hotondo tabete shimatta.
“Makanan yang ada di dalam kulkas sebagian besar sudah dimakan”
Makanan yang ada di dalam kulkas hampir habis
Hotondo dalam kalimat tersebut menerangkan verba tabete. Makanan yang ada di dalam kulkas sebagian besar sudah dimakan tetapi bukan berarti benar-benar habis, namun ada makanan yang tersisa walaupun hanya sedikit sekali.
2. Hampir (terjadi) (≠ daitai)
友達にからかわれて、妹はほとんどなきそうだった。
Tomodachi ni karakawarete imoto wa hotondo nakisoo data.
“Adik hampir menangis karena diejek oleh temannya”
Adik terlihat seakan-akan ingin menangis tetapi tidak mengeluarkan air
mata
Hotondo dalam kalimat tersebut artinya tidak sama dengan kalimat
pertama. Dalam kalimat kedua ini hotondo memiliki makna ‘sedikit lagi’ atau
‘hampir’ yang menerangkan verba nakisoo. Hotondo tersebut menerangkan
Universitas Darma Persada 21
berarti sudah menangis, tetapi terlihat seakan-akan ingin menangis. Hotondo
dalam kalimat ini menyatakan jika peristiwa tersebut tidaklah terjadi, namun terlihat seperti sudah terjadi.
Adverbia hotondo dapat dibuat dalam kalimat positif dan negatif.
Contohnya:
1. この野菜はほとんど食べていない。
Kono yasai wa hotondo tabete inai.
“Sayuran ini sebagian besar belum dimakan”
2. 昨日の雑誌はほとんど読んだ。
Kinou no zasshi wa hotondo yonda.
“Majalah yang kemarin sebagian besar sudah dibaca”
Kalimat pertama adalah kalimat negatif. Dalam kalimat tersebut adverbia
hotondo menerangkan verba tebete yang berarti sayuran tersebut baru dimakan sedikit saja, sekitar 90% sayuran tersebut masih dalam keadaan utuh. Kalimat kedua adalah kalimat positif. Dalam kalimat tersebut adverbia hotondo menerangkan verba yonda yang berarti majalah tersebut sudah sekitar 90% dibaca, jadi ada beberapa lembar lagi yang masih belum dibaca.
Berikut ini adalah beberapa contoh pemakaian hotondo:
Hotondo yang Menerangkan Verba Bentuk Negatif Menyatakan Makna Frekuensi dan Kuantitas
Watashi, sake wa hotondo nomimasen. “Saya hampir tidak minum sake”
Hotondo yang Menerangkan Verba Bentuk Positif Menyatakan Makna Keadaan yang Hampir Terjadi
Universitas Darma Persada 22 “Sakitnya hampir sembuh”
Hotondo yang Menerangkan Nomina Menyatakan Makna Kuantitas Sebagian Besar
Hotondo no onna no hito wa kaimono ga suki da to omoimasu. “Menurut saya, sebagian besar wanita gemar berbelanja”
Hotondo yang Menerangkan Adjektiva Menyatakan Makna Probabilitas Kore hodo no seeseki nara,gookaku wa hotondo kakujitsu da.
“Jika prestasinya seperti dia, kelulusan hampir dipastikan”
2.3.2 Definisi Daitai
Definisi Daitai dalam kamus Gendai Fukushi Yoohooo Jiten (1994:476)
karangan Hida, yaitu ‘menunjukkan keadaan sebagian besar yang penting atau hampir semuanya, menunjukkan suatu perkiraan yang hampir mirip atau kira-kira hampir sama’ dan ‘menyatakan pangkal atau sebab dari suatu hal’. Dalam kamus Gaikoku jin no Tame no Kihongo Yoree Jiten (1987:933) disebutkan bahwa daitai menyatakan makna ‘menunjukkan suatu hal atau orang yang kuantitasnya
sebagian besar atau mendekati seluruhnya (daibubun)’ dan menyatakan makna
‘pangkal atau sebab dari suatu hal’. Disebutkan juga dalam Gendai Koku go
Reekai Jiten (1985:745) bahwa daitai memiliki 3 makna yaitu ‘menunjukkan kuantitas terbesar yang mencapai keseluruhan’, ’menunjukkan garis besar atau ikhtisar suatu hal’ dan menunjukkan makna ‘pangkal atau sebab dari suatu hal’.
Berdasarkan beberapa kamus di atas dapat disimpulkan bahwa makna kata daitai
menerangkan keadaan atau kuantitas sebagian besar yang menekati keseluruhan, suatu perkiraan atau sekitar atau kira-kira, suatu garis besar atau ikhtisar’ serta menunjukkan makna ‘pangkal atau sebab dari suatu hal’.
Menurut Emiko (1996:23) ada dua makna yang dimiliki oleh daitai, yaitu:
Universitas Darma Persada 23 宿題はだいたい終わった。
Shukudai wa daitai owatta.
“PR sebagian besar sudah selesai”
Pada kalimat tersebut, adverbia daitai menerangkan verba owatta yang
berarti PR sebagian besar sudah dikerjakan atau PR yang sudah dikerjakan
tinggal sedikit lagi. Pada kalimat tersebut, arti daitai sama dengan hotondo
yang berarti ‘sebagian besar’.
2. Daitai yang menyatakan makna perkiraan
A:会社へ来るのにどのくらいかかりますか。
A: Kaisha e kuru no ni dono kurai kakarimasu ka.
A: “Untuk datang ke kantor memerlukan waktu berapa lama?” B:だいたい2時間かかります。
B: Daitai ni jikan kakarimsu.
B: “kira-kira memerlukan waktu 2 jam”
Daitai dalam kalimat di atas berfungsi menerangkan nomina yang
mengungkapkan lamanya waktu yaitu 2 ji kan ‘selama 2 jam’. Makna
memperkirakan yang dinyatakan oleh daitai dalam kalimat tersebut mengacu pada
lamanya waktu. Oleh karena itu makna daitai pada kalimat di atas yaitu
menyatakan perkiraan lamanya waktu yang dibutuhkan seorang karyawan kantor dalam perjalanan menuju ke kantornya.
Berikut ini adalah beberapa contoh pemakaian daitai:
Daitai yang Menerangkan Nomina Menyatakan Makna Kuantitas Sebagian Besar
Universitas Darma Persada 24 “Pekerjaan yang direncanakan sebagian besar sudah selesai”
Daitai yang Menerangkan Nomina Menyatakan Perkiraan A: Kaisha e kuru no ni dono gurai kakarimasuka.
“A: Kira-kira memerlukan berapa lama untuk sampai ke kantor?” B: Daitai 2 ji kan kakarimasu ne.
“B: Kira-kira memerlukan waktu 2 jam”
Daitai yangMenyatakan Makna Pangkal atau Sebab dari Suatu Hal Daitai kare ga hansamu desu ne.
“Pada dasarnya dia memang tampan ya”
2.4 Analisis Kesalahan Berbahasa
2.4.1 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Pada umumnya analisis kesalahan dipahami sebagai penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesalahan pembelajar dan penyebab dari kesalahan tersebut yang bertujuan untuk mencari solusi dari penyebab terjadinya kesalahan dalam rangka perbaikan dalam pembelajaran. Tarigan (2011:59) mengemukakan bahwa melalui kegiatan pengkajian kesalahan berbahasa itu dapat diungkapkan berbagai hal mengenai kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal-hal yang dimaksud antara lain, latar belakang, sebab-akibat, dan berbagai kesalahan. Pada gilirannya hal ini dapat digunakan sebagai umpan balik dalam penyempurnaan atau perbaikan pengajaran bahasa, terlebih dalam mempersiapkan pengajaran remedial. Tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pengajaran bahasa itu sendiri.
Tarigan (2011:60) menguraikan bahwa ada pernyataan ekstrem mengenai kesalahan berbahasa itu yang berbunyi “kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa menandakan pengajaran berbahasa tidak berhasil atau gagal”. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk beluk kesalahan
Universitas Darma Persada 25 berbahasa itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang dimaksud dengan istilah analisis kesalahan (anakes).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah kegiatan pengkajian kesalahan berbahasa secara mendalam yang dilakukan siswa meliputi latar belakang, sebab akibat dan
berbagai kesalahan berbahasa dengan tujuan mengefektifkan dan
mengefisiensikan pengajaran berbahasa.
2.4.2 Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa
Sridhar dalam Tarigan (2011:61-62) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan urutan penyajian hal-hal yang diajarkan dalam kelas dan buku
teks, misalnya urutan mudah-sulit.
2. Menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan berbagai
hal bahan yang diajarkan.
3. Merencanakan latihan dan pengajaran remedial.
4. Memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa.
2.4.3 Metodologi Analisis Kesalahan Berbahasa
Tarigan (2011:63-64) menyusun langkah kerja atau metodologi analisis kesalahan sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data, berupa kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa,
misalnya hasil ulangan, karangan, atau percakapan.
2. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan, mengenali dan
memilah-milah kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan pelafalan, pembentukan kata, penggabungan kata, penyusunan kalimat.
3. Memperingkat kesalahan, mengurutkan letak kesalahan, penyebab kesalahan,
Universitas Darma Persada 26
4. Menjelaskan kesalahan, menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan,
dan memberikan contoh yang benar.
5. Memprakirakan atau memprediksi daerah atau hal kebahasaan yang rawan
meramalkan tataran bahasa yang dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan.
6. Mengoreksi kesalahan, memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan
melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang serasi.
2.4.4 Sumber dan Penyebab Kesalahan Berbahasa
Tarigan (2011:72) menguraikan bahwa kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu (B1) terhadap bahasa asing (B2). Ini berarti bahwa sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem B1 dan B2. Konsep kerangka kerja analisis kontrastif kini dianggap kurang memadai. Tidak semua kesalahan disebabkan oleh interfernsi. Ada kesalahan yang tidak dilatarbelakangi B1 seperti kesalahan perkembangan dan kesalahan karena penyamarataan atau generalisasi.
Menurut Tarigan (2011:71), kesalahan berbahasa yang tidak
dilatarbelakangi oleh B1 siswa tersebut dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah L1 independent errors. Kesalahan seperti ini disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain:
1. strategi belajar,
2. teknik pengajaran,
3. folklor bahasa kedua,
4. usia kedwibahasaan, dan
5. situasi sosiolinguistik siswa (Jain, 1985; Fisiak, 1985:190)
Berikut adalah penyebab terjadinya kesalahan intrabahasa menurut Richards dan Fisiak dalam Tarigan (2011:77-80):
Universitas Darma Persada 27 Penyamarataan, generalisasi, atau transfer adalah penggunaan strategi-strategi atas siasat yang telah tersedia sebelumnya di dalam situasi-situasi baru dalam belajar bahasa kedua beberapa dari strategi-strategi atau siasat-siasat ini akan terbukti sangat berguna dalam pengorganisasian fakta-fakta mengenai bahasa kedua, tetapi yang lain-lainnya, mungkin disebabkan oleh kesamaan-kesamaan luaran, akan menyesatkan dan tidak dapat diterapkan (Jakobovits, 1969:55). Penyamarataan berlebihan atau over-generalisasi mencakup contoh-contoh di mana seorang pelajar menciptakan struktur-struktur yang menyimpang berdasarkan pengalamannya mengenai struktur-struktur lain dalam bahasa sasaran atau bahasa target.
Contoh:
He can sings yang seharusnya He can sing We are hope yang seharusnya We hope It is occurs yang seharusnya It occurs He come from yang seharusnya He comes from She is walks yang seharusnya She walks
2. Ketidaktahuan akan pembatasan kaidah (ignorance of rule restrictions)
Berkaitan erat dengan penyamarataan atau generalisasi struktur-struktur yang menyimpang yang telah dijelaskan sebelumnya adalah kegagalan mengamati pembatasan-pembatasan atau restriksi-restriksi struktur-struktur yang ada, yaitu penerapan kaidah-kaidah terhadap konteks-konteks yang tidak menerima penerapan tersebut.
Contoh:
Kalimat yang salah The man who I saw him. We saw him play football and we admired.
This is not fit to drink it. This is the King’s horse which he rides it everyday.
Kalimat yang benar The man who I saw.
We saw him play football and we admire him.
This is not fit to drink.
This is the King’s horse which he rides everyday.
Universitas Darma Persada 28 Dalam contoh-contoh di atas terlihat jenis kesalahan yang “menghilangkan” atau “menambahkan” objek yang sebenarnya tidak perlu (Richards 1985: 185).
3. Penerapan kaidah yang tidak sempurna (incomplete application of rule)
Dalam kategori ini kita mencatat terjadinya struktur-struktur yang penyimpangannya menggambarkan taraf perkembangan kaidah-kaidah yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan-ucapan yang berterima atau dapat diterima. Sebagai contoh, kesulitan-kesulitan sistematis dalam penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diamati dengan jelas pada siswa B2. Dalam bahasa tertentu, suatu bentuk pernyataan dapat dipakai pula sebagai pertanyaan, salah satu dari transformasi-transformasi berangkai yang mungkin dihilangkan, atau suatu kata tanya yang dapat ditambahkan begitu saja kepada bentuk pernyataan. Pelajar B2, yang mungkin hanya tertarik pada komunikasi, dapat mencapai komunikasi yang cukup efisien tanpa memerlukan penguasaan yang lebih banyak daripada kaidah-kaidah sederhana pemakaian pertanyaan. Contoh:
Pertanyaan guru Do you read much? Do you cook very much? What was she saying? What’s he doing?
Will they soon be ready?
Jawaban siswa Yes, I read much. Yes, I cook very much.
She saying she would ask him. He opening the door.
Yes, they soon be ready. (Richards, 1985:178)
Jawaban siswa yang seharusnya adalah: Yes, I do.
Yes, I do.
She said she would ask him. He opened the door.
Yes, they be ready soon.
Universitas Darma Persada 29 Sebagai tambahan terhadap jajaran kesalahan intralingual yang telah dibahas di atas, masih terdapat sejenis kesalahan perkembangan yang diturunkan dari pemahaman yang salah terhadap pembedaan-pembedaan di dalam bahasa target. Hal ini kadang-kadang berkaitan dengan gradasi hal-hal
pengajaran yang tidak selaras. Sebagai contoh, bentuk was dalam bahasa
Inggris dapat diinterpretasikan sebagai penanda atau ciri kala lalu sehingga
menghasilkan one day it was happened dan bentuk is mungkin dipahami
sebagai yang berhubungan dengan penanda kala kini sehingga menghasilkan he is speaks Dutch.
Dengan demikian, penelitian atau analisis data yang akan dilakukan
atau dibahas pada bab III mengenai analisis kesalahan penggunaan teido no
fukushi “daitai dan hotondo” akan didasarkan pada teori-teori di atas. Berdasarkan teori tersebut, penulis akan menganalisis kesalahan berbahasa
mengenai penggunaan teido no fukushi “daitai dan hotondo” yang akan