• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 4 lanjutan Jenis Tumbuhan Bagian yang Nama Lokal 8 Salam Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Myrtaceae Daun 9

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 4 lanjutan Jenis Tumbuhan Bagian yang Nama Lokal 8 Salam Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Myrtaceae Daun 9"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis Tumbuhan No.

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang Dimakan 8 Salam Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Myrtaceae Daun 9 Rumput

gajah Pannisetum purpureum Schumach. Poaceae

Daun dan batang muda

10 Ganyong Canna edulis Ker. Cannaceae Daun

11 Kangkung

darat Ipomoea reptana Poir. Convolvulaceae Daun 12 Putri malu

besar Mimosa invisa Mar. Fabaceae Daun muda

Tabel 5 Palatabilitas orangutan terhadap jenis pakan yang disediakan PPS Urutan dikonsumsi

Pengamatan ke- No. Jenis Pakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rerata urutan konsumsi Pembulatan 1 telur rebus 1 2 1 1 1 4 1 1 1 1 1,4 1 2 mangga 1 1 1 2 3 1 4 1 1 3 1,8 2 3 pisang 4 2 6 1 3 2 2 1 4 1 2,6 2 4 jeruk lokal 5 3 5 2 5 5 6 3 1 2 3,7 3 5 nenas 9 5 7 3 6 3 3 6 3 4 4,9 4 6 salak 7 6 10 5 4 4 4 2 2 6 5 5 7 kumek 6 4 3 7 7 4 4 6 5 7 5,3 5 8 tomat 8 7 6 8 5 6 10 4 7 4 6,5 6 9 ubi 2 6 10 7 9 9 7 7 9 5 7,1 7 10 jambu biji 8 8 8 6 7 7 9 8 9 9 7,9 8 11 jagung 10 6 7 6 7 10 8 7 10 8 7,9 8

Keterangan. Nilai rata-rata urutan konsumsi yang rendah memiliki nilai palatabilitas yang tinggi Pengaruh suhu harian terhadap aktivitas

orangutan

Pengamatan terhadap aktivitas harian orangutan di PPS dibagi ke dalam tiga waktu yaitu pagi (08.00-10.30 WIB), siang (10.30-13.00 WIB), dan sore (13.30-16.00 WIB). Pengukuran suhu udara dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu hari, sesuai waktu pengamatan. Suhu udara pada pagi hari berkisar antara 28oC-31oC, 33oC-36oC pada siang hari, dan pada sore hari 30oC-33oC.

Pada pagi hari, orangutan secara aktif melakukan lokomosi (49,21% dari total aktivitas lokomosi) dan aktivitas makan (59,15% dari total aktivitas makan). Meskipun suhu udara rendah (28oC), orangutan cenderung menghindari sengatan sinar matahari secara langsung. Biasanya orangutan akan menghindari sengatan sinar matahari dengan mencari tempat teduh, seperti di atas pohon dan di balik semak, atau menggunakan daun yang lebar seperti daun keladi untuk menutupi kepalanya.

Menjelang siang hari, orangutan lebih banyak beristirahat (58,09% dari total aktivitas istirahat). Biasanya orangutan

beristirahat dengan duduk atau tidur pada suatu tempat dalam waktu yang sangat lama. Aktivitas istirahat juga diselingi aktivitas menelisik dan sedikit aktivitas makan (10,05% dari total aktivitas makan).

Aktivitas makan dan lokomosi orangutan akan kembali meningkat pada sore hari (30,81% untuk aktivitas makan dan 36,26% untuk lokomosi), saat pemberian pakan tambahan. Biasanya orangutan akan berkumpul di daerah pemberian pakan tambahan hingga pemberian pakan selesai dilakukan.

PEMBAHASAN

Pemanfaatan Waktu Harian Orangutan Lama waktu aktif merupakan periode aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya. Waktu aktif ini dimulai ketika orangutan bangun pagi dan keluar dari sarang tidur sampai dengan aktivitas membuat sarang tidur pada sore hari. Waktu aktif ini berkisar dari pukul 05.35–06.41 pada pagi hari sampai dengan kisaran pukul Tabel 4 lanjutan

(2)

17.44–18.24 pada sore hari (Krisdijantoro 2007).

Menurut Maple (1980) waktu aktif orangutan di penangkaran memiliki korelasi positif terhadap waktu pemberian pakan. Hal tersebut terjadi pada orangutan yang terdapat di Taman Margasatwa Yerkes dan Atlanta. Orangutan pada taman margasatwa tersebut mendapatkan pakan di pagi hari dan memulai aktivitas hariannya pada waktu yang sama. Pada pukul 08.00–11.00 interaksi sosial akan sering terjadi. Orangutan akan beristirahat pada siang hari, dan akan aktif kembali pada pukul 14.00– 15.00.

Jenis aktivitas tertinggi pada penelitian ini berturut-turut adalah makan (53,69%), istirahat (17,27%), dan lokomosi (14,79%). Persentase ini tidak berbeda nyata dengan persentase yang diperoleh pada penelitian lainnya. Pada penelitian yang dilakukan di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur orangutan melakukan aktivitas makan sebesar 45,9%, 41,9% untuk aktivitas istirahat, dan lokomosi sebesar 12,1% (Ramadhan 2008). Di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai diperoleh persentase aktivitas makan sebesar 46%, aktivitas istirahat sebesar 43%, dan lokomosi sebesar 10% (Krisdijantoro 2007). Di Tanjung Puting, orangutan menghabiskan 60,1% waktu hariannya untuk makan, 19,3% untuk istirahat, dan 20,5% untuk lokomosi (Galdikas 1984). Persentase aktivitas makan dari keempat penelitian yang telah dilakukan memiliki korelasi positif dengan aktivitas lokomosi. Persentase aktivitas makan akan tinggi ketika orangutan aktif melakukan lokomosi untuk mendapatkan sumber-sumber pakan.

Selama pengamatan ditemui adanya beberapa individu orangutan yang meminum air dari sumber-sumber air di PPS. Hal ini berbeda dengan pengamatan yang dilakukan terhadap orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Selama penelitian tersebut tidak pernah dijumpai adanya orangutan yang turun ke sumber air baik sungai atau kubangan untuk meminum air. Orangutan mencukupi kebutuhan airnya dengan mengonsumsi buah dan daun yang banyak mengandung air, atau dari kambium pepohonan. Selain itu, orangutan memenuhi kebutuhan air pada saat hujan (Krisdijantoro 2007).

Selain meminum air dari sumber air di PPS, juga ditemukan tingkah laku minum urin (0,18%). Aktivitas minum urin juga

ditemukan pada simpanse di lembaga penelitian biomedis, San Antonio. Sepuluh dari lima puluh tiga simpanse yang diamati tercatat melakukan aktivitas minum urin. Aktivitas ini digolongkan ke dalam aktivitas yang abnormal. Munculnya berbagai tingkah laku abnormal ini diduga terkait dengan latar belakang individu yang terlibat dan perubahan lingkungan hidupnya (Warniment & Brent Tanpa Tahun).

Aktivitas Makan

Persentase total aktivitas makan yang terjadi selama pengamatan sebesar 53,18 % dari total aktivitas harian. Sinaga (1992) melaporkan orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser menghabiskan 39,2% waktu hariannya untuk aktivitas makan.

Selama pengamatan, frekuensi aktivitas makan paling tinggi terjadi pada pagi hari sekitar pukul 08.00–10.30. Aktivitas makan rendah pada siang hari (pukul 10.30–13.00) kemudian kembali meningkat pada sore hari (pukul 13.30–16.00). Menurut Ramadhan (2008) aktivitas makan orangutan tinggi pada pagi hari (06.00–08.00 WITA) dan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WITA.

Pemberian pakan di PPS dilakukan dengan menyebar pakan di seluruh area kandang peragaan. Penyebaran pakan ini dilakukan untuk mengurangi dominasi pakan oleh imdividu tertentu. Penyebaran pakan yang dilakukan pada Lophocebus albigena (grey-cheeked mangabeys) dan

Cercocebus torquatus torquatus (red-capped mangabeys) di Stasiun Biologi, Paimpont, Perancis, akan mempengaruhi interaksi sosial dan aktivitas makan dari kedua jenis tersebut. Penyebaran pakan terutama sangat penting bagi individu dengan status sosial yang rendah karena dapat mempermudah akses ke sumber pakan dan mengurangi risiko adanya gangguan dari individu dominan (Heulin & Cruz 2005).

Selama pengamatan ditemukan adanya tingkah laku berbagi makanan (0,76%) dari total aktivitas harian. Tingkah laku ini paling banyak terjadi antara induk dengan anaknya (55%). Menurut Maple (1980) orangutan liar cenderung tidak berbagi makan secara aktif dengan anaknya, meskipun anaknya masih bayi. Biasanya anak orangutan akan berusaha mengambil potongan kecil makanan dari mulut atau tangan induknya. Transfer makanan antara induk dan anak sering terjadi pada gorila (Gorilla gorilla gorilla). Biasanya sang anak akan berusaha

(3)

mengambil makanan dari induknya. Induk gorila juga mengambil makanan dari anaknya. Aktivitas berbagi makanan ini sangat penting, terutama untuk mengenalkan kepada individu muda berbagai jenis makanan yang dapat dikonsumsi maupun yang tidak dapat dikonsumsi (Nowel & Fletcher 2006).

Tingkah laku berbagi makanan yang diamati selama penelitian biasanya didahului oleh foodbegging, meskipun tidak setiap

foodbegging akan diakhiri oleh foodsharing.

Foodbegging merupakan salah satu cara yang dilakukan primata untuk menarik perhatian individu lain. Pada penelitian yang dilakukan terhadap orangutan, simpanse, gorila, dan bonobo menunjukkan bahwa ketika akan melakukan foodbegging, objek pengamatan akan berusaha menarik perhatian dengan berpindah ke hadapan individu yang memiliki pakan kemudian menunjukkan isyarat tertentu (Liebal et al. 2004).

Jenis Pakan

Proporsi jenis makanan tertinggi selama pengamatan adalah buah dengan persentase 63,55%. Pada orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, konsumsi buah menempati proporsi tertinggi dengan persentase 63,2% (Krisdijantoro 2007). Orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser mengonsumsi buah sebanyak 55,6% dari pakan hariannya (Sinaga 1992). Sedangkan orangutan di Kalimantan Tengah mengonsumsi buah sebanyak 61% dari waktu makan, karena itu dapat dikatakan pada dasarnya orangutan bersifat frugivor (Galdikas 1984). Jenis kera besar lain seperti gorila dan simpanse yang terdapat di Taman Nasional Kahuzi-Biega juga mengonsumsi buah sebagai pakan utamanya (76,70% untuk gorila dan 58,90% untuk simpanse) (Yamagiwa & Basabose 2006).

Selain pakan yang disediakan PPS, orangutan juga mengonsumsi tumbuhan yang tumbuh di dalam kandang peragaan (1,58%). Bagian yang dikonsumsi berupa daun, bunga, kulit kayu, batang muda, dan umbut (pangkal batang). Orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, juga mengonsumsi bagian tumbuhan berupa daun (26,2%), dan kulit kayu (8,48%) (Krisdijantoro 2007). Orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser mengonsumsi daun

sebanyak 35,3%, dan sisanya merupakan jenis makanan lain (Sinaga 1992).

Orangutan PPS mengonsumsi daun beringin lebih banyak dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. Menurut Zuraida (2004), sumber pakan alami yang sangat penting bagi orangutan adalah Ficus spp. Dapat dikatakan jenis ini merupakan keystone species, yaitu jenis tumbuhan yang selalu dikonsumsi sepanjang tahun. Ficus spp. mampu menyediakan buah sepanjang tahun sehingga keberadaanya dapat membantu kestabilan populasi orangutan.

Ficus juga merupakan jenis yang selalu dikonsumsi gorila dan simpanse di Taman Nasional Kahuzi-Biega. Meskipun simpanse dan gorila mengonsumsi jenis makanan yang tergantung pada musim, ficus merupakan salah satu jenis makanan yang selalu dikonsumsi sepanjang tahun. Bagian ficus

yang dikonsumsi adalah buah (Yamagiwa & Basabose 2006).

Ficus benjamina diketahui memiliki potensi sebagai obat. Daun Ficus telah digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati influenza, radang saluran pernafasan, batuk rejan, malaria, radang usus, disentri, dan kejang karena panas (Sidiyasa & Limberg 2007). Metode pengobatan diri sendiri dengan mengonsumsi daun tertentu ditemukan pada simpanse Nigeria (Pan troglodytes vellerosus). Simpanse pada daerah ini mengonsumsi daun Desmodium gangeticum

yang diduga untuk mengatasi serangan cacing parasit (Oesophagostonum stephanosiomum) selama musim hujan. Jenis tumbuhan ini ditemukan sebanyak 4% dari 299 contoh feses simpanse (Fowler et al. 2007). Meskipun orangutan PPS mengonsumsi Ficus dan beberapa jenis tumbuhan lainnya, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensinya dalam metode pengobatan diri sendiri.

Selama pengamatan ditemukan orangutan yang mengonsumsi tanah (0,55%). Konsumsi tanah juga ditemukan pada orangutan Kalimantan. Tanah yang dikonsumsi diduga mengandung mineral tertentu atau kaolin dalam konsentrasi tinggi yang penting untuk menetralkan jumlah tanin beracun dan asam fenolat yang tinggi dalam makanan yang berasal dari daun (Meijaard et al. 2001). Konsumsi tanah (geophagus) juga ditemukan pada gorila pegunungan Rwanda. Konsumsi tanah ini dilaporkan terjadi pada musim panas ketika konsumsi beberapa jenis daun meningkat.

(4)

Daun-daun yang dikonsumsi diketahui mengandung beberapa racun yang berbahaya. Geophagi diduga dapat mengurangi berbagai masalah pencernaan yang terjadi akibat perubahan pola makan. Tanah yang dikonsumsi membantu mengabsorbsi racun dan mencegah dehidrasi selama musim kering (Mahaney et al. 1995).

Orangutan PPS juga mengonsumsi jenis pakan lain seperti pecahan batu, kotoran, serangga, ikan, dan serasah. Keanekaragaman konsumsi pakan juga terjadi pada orangutan di hidupan liar. Pada daerah tertentu ditemui orangutan yang mengonsumsi sarang rayap. Orangutan juga mengonsumsi jenis makanan lain seperti telur burung, vertebrata kecil, atau madu yang diambil dari sarang lebah (Meijaard et al. 2001). Pada beberapa kasus ditemukan orangutan yang mengonsumsi kukang (Nycticebus coucang) (Utami & van Hooff 1997). Dari variasi jenis makanan yang sangat tinggi ini dapat dikatakan orangutan merupakan tipe pengumpul atau pencari makan yang opurtunis, yaitu memakan apa saja yang dapat diperolehnya (Meijaard et al. 2001).

Variasi jenis pakan juga ditemukan pada Gorila dan simpanse di Taman Nasional Kahuzi-Biega. Pada saat ketersediaan buah menurun, gorila mengonsumsi lebih banyak bagian vegetatif tumbuhan seperti daun, kulit kayu, dan tunas sedangkan simpanse tetap mengonsumsi buah dan beberapa jenis hewan (serangga dan beberapa jenis mamalia kecil) (Yamagiwa & Basabose 2006).

Palatabilitas Pakan

Telur rebus, mangga, dan pisang merupakan jenis pakan dengan tingkat palatabilitas yang tinggi pada orangutan. Palatabilitas timbul akibat bekerjanya indra penciuman, peraba, dan perasa (McDonald

et al. 1995). Umumnya pakan yang lebih disukai (memiliki palatabilitas yang tinggi) akan lebih mudah dicerna hewan daripada pakan yang lebih bernutrisi tetapi palatabilitasnya rendah (Morrison 1959).

Berdasarkan hasil pengamatan, empat jenis buah yang memiliki palatabilitas tinggi adalah mangga, pisang, jeruk lokal, dan nenas (Tabel 5). Pada penelitian yang dilakukan di Ketambe, diketahui bahwa orangutan lebih suka memilih buah yang matang, mengandung banyak air, berkulit keras, dan berukuran besar. Buah yang

dipilih kadang manis ataupun masam (Ungar 1995).

Ketersediaan pakan di PPS tidak dipengaruhi musim. Hal ini memungkinkan orangutan untuk tetap mengkonsumsi jenis pakan yang disukai secara berkelanjutan. Berbeda dengan orangutan liar, yang konsumsi pakannya dipengaruhi oleh musim berbuah dan ketersedian jenis tumbuhan pakan tersebut. Hal ini berarti, tumbuhan yang banyak terdapat di hutan tempat orangutan berada akan lebih sering dikonsumsi orangutan (Krisdijantoro 2007). Preferensi jenis pakan yang dipengaruhi musim juga terjadi pada gorila dan simpanse di Taman Nasional Kahuzi-Biega. Ketika buah melimpah, kedua kera ini mengonsumsi Myrianthus holstii dan

Bridelia bridelifolia sebagai pakan utamanya. Gorila mengonsumsi lebih banyak serat ketika konsumsi buah menurun. Sedangkan simpanse akan tetap mengonsumsi buah dan mengonsumsi hewan lainnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Yamagiwa & Basabose 2006).

Pada dasarnya primata merupakan hewan yang selektif terhadap jenis pakan yang dikonsumsi (selective feeders). Konsumsi pakan akan dilakukan berdasarkan beberapa kriteria: ada tidaknya zat toksik pada bahan makanan dan komposisi fitokimia (protein, serat, karbohidrat, dan mineral) (Yeager 1989) (Lampiran 4). Pada orangutan di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur, konsumsi pakan ditentukan oleh kandungan nutrisi pakan. Sedangkan asupan nutrisi memiliki korelasi positif terhadap bobot badan dan umur; orangutan dengan umur yang lebih tua dan bobot tubuh yang lebih tinggi akan mengonsumsi pakan dengan kandungan nutrien yang lebih tinggi (Zuraida 2004). Pengaruh suhu harian terhadap aktivitas orangutan

Berdasarkan data tiga aktivitas harian utama (makan, lokomosi, dan istirahat), oarangutan di PPS lebih banyak melakukan aktivitas pada pagi hari (51,72%), sedikit pada siang hari (20,62%), dan akan meningkat kembali pada sore hari (27,66). Kisaran suhu udara pada pagi, siang, dan sore hari berturut-turut adalah 280C–310C, 330C–360C, dan 300C–330C. Pada pagi hari, orangutan secara aktif melakukan lokomosi (49,21%) dan aktivitas makan (59,15%). Menjelang siang hari, orangutan lebih banyak beristirahat (58,09%).

(5)

Menurut Krisdijantoro (2007) aktivitas orangutan tinggi pada pagi (pukul 05.30– 10.00) dan sore hari (14.00–18.30). Pada siang hari orangutan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat dengan persentase tertinggi yaitu 40%.

Suhu udara sangat berpengaruh pada tingkah laku primata pada habitat terbuka. Pada babon (Papio cynocephalus) di Cagar Alam De Hoop, Afrika Selatan, suhu udara memiliki korelasi negatif terhadap aktivitas makan. Pada saat suhu udara tinggi, aktivitas makan akan menurun. Aktivitas istirahat memiliki korelasi yang positif dengan suhu udara. Aktivitas istirahat akan meningkat pada saat suhu udara tinggi, sedangkan lokomosi tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan (Hill et al. 2004).

Selain suhu udara, ketinggian tempat dan variasi musim juga mempengaruhi pola makan primata. Penelitian yang dilakukan pada monyet jepang (Macaca fuscata) di Yakushima menunjukkan adanya perbedaan pola makan bergantung ketinggian habitat hidupnya dan kondisi musim. Buah atau biji-bijian lebih banyak dikonsumsi padamonyet yang hidup di dataran rendah. Sedangkan monyet yang hidup di dataran tinggi lebih banyak mengonsumsi serat dan fungi. Ditinjau dari musim, konsumsi buah dan biji-bijian akan meningkat selama musim gugur. Pada musim semi, monyet akan lebih banyak mengonsumsi serat, dan sedikit di musim gugur (Hanya et al. 2003).

Pada penelitian yang dilakukan terhadap simpanse di hutan tropis, ditemukan bahwa simpanse lebih banyak menghabiskan waktu di permukaan tanah pada bulan-bulan ketika suhu udara panas atau musim kering. Meskipun pada waktu tersebut ketersedian buah tinggi. Persentase aktivitas harian yang lebih banyak dilakukan secara terestrial ini menunjukkan korelasi positif dengan temperatur maksimum dan memiliki korelasi negatif dengan kelembaban harian. Selama musim hujan ketika suhu udara lebih rendah simpanse lebih banyak melakukan aktivitas di atas pohon. Hal ini tidak terkait dengan ketersediaan pakan, melainkan untuk mengurangi efek termoregulasi (di hutan tropis suhu udara lebih tinggi pada tempat yang lebih tinggi) (Takemoto 2003).

SIMPULAN

Aktivitas makan orangutan di Pusat Primata Schmutzer sebesar 53,18% dari total

aktivitas harian. Aktivitas makan banyak terjadi di pagi hari, rendah pada siang hari dan kembali tinggi pada sore hari. Buah (63,55%) merupakan jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi. Telur rebus, mangga, dan pisang merupakan jenis pakan yang memiliki palatabilitas tinggi. Jenis makanan selain yang disediakan oleh PPS yang banyak dikonsumsi adalah beringin (Ficus benjamina) dan rumput gajah (Pannisetum purpureum).

SARAN

Penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat konsumsi dan perbedaan konsumsi pakan antar-usia pada orangutan di PPS, Jakarta. Pemberian jenis pakan sebaiknya difokuskan pada jenis yang memiliki nilai palatabilitas yang tinggi. Dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk mengetahui korelasi antara tingkat palatabilitas dengan kebutuhan nutrisi orangutan PPS.

DAFTAR PUSTAKA

Cawlishaw G, Dunbar R. 2000. Primates Conservation Biology. USA: The University of Chicago Press.

Church DC et al. 1974. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Volume ke-2. Oregon: O&B Books.

Dolhinow P, Fuentes A. 1999. The Nonhuman Primates. California: Mayfield Publishing Company. Fowler A et al. 2007. Leaf-swallowing in

Nigerian Chimpanzees: Evidence for assumed self-medication. Primates

48: 73–76.

Galdikas BMF. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guides to Families. Ottawa: Canada Comunication Group Publishing. Hanya G et al. 2003. Altitudinal and

seasonal variations in the diet of Japanese Macaques in Yakushima.

Primates 44: 51–59 .

Heulin CB, Cruz BM. 2005. Influence of food dispersion on feeding activity and social interactions in captive

Gambar

Tabel 5 Palatabilitas orangutan terhadap jenis pakan yang disediakan PPS  Urutan dikonsumsi

Referensi

Dokumen terkait

Based on the calculation of the t test (Table 4), it indicates that thesignificance values among all variables are <0.05, which mean that SERVPERF dimensions including

[r]

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran

Indeks dominansi (C) fitoplankton termasuk dalam kategori tidak ada jenis yang mendominasi dengan nilai indeks yang berkisar antara 0,12–0,14, serta indeks

Jika sudah didapatkan siswa yang mendapatkan kesulitan akibat perilaku , nya, siswa tidak boleh ditinggalkan oleh guru dan dianggap siswa nakal, namun perlu

“Konsistensi Penggunaan Bahasa Jurnalistik dalam Penyampaian Berita pada Harian Serambi Indonesia (Analisis pada Rubrik Kutaraja)”. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan

Dengan demikian berdasarkan hasil pemahaman dan teori ahli maka dalam penelitian tindakan kelas ini terlihat adanya peningkatan hasil belajar sehingga dapat

Flow diagram sistem informasi di universitas (Direktorat Pendidikan dan Pengajaran (DPP) :..