• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: Pemertahanan bahasa dan Sosiolinguistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: Pemertahanan bahasa dan Sosiolinguistik"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERTAHANAN BAHASA USING DI DESA BITING KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

USING LANGUAGE MAINTENANCE AT BITING VILLAGE ARJASA SUBDISTRICT JEMBER REGENCY (SOCIOLINGUISTICS INQUIRY)

Afifatul Jannah , Kusnadi , Erna Rochiyati

Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Bumi Tegal Boto

Telepon 085749400341 Email: afifahjn22@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kepunahan suatu bahasa daerah yang terjadi hampir di seluruh Indonesia apabila usaha pemertahanan terhadap bahasa daerah tidak dilakukan oleh masyarakat penuturnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan tingkat pemertahanan bahasa Using, (2) mendeskripsikan faktor-faktor penghambat pemertahanan bahasa Using, dan (3) mendeskripsikan strategi pemertahanan bahasa Using sebagai bahasa minoritas di Desa Biting. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting yaitu tetap bertahan namun dalam jumlah yang relatif rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni: (1) faktor kedwibahasaan atau keanekabahasaan, (2) faktor pernikahan antaretnik yang berbeda, dan (3) faktor pendidikan. Untuk tetap dapat mempertahankan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, maka diperlukan strategi atau upaya yang dilakukan oleh masyarakat penuturnya. Strategi atau upaya tersebut seperti penggunaan bahasa Using di lingkungan keluarga dan loyalitas yang tinggi terhadap bahasa ibu.

Kata kunci: Pemertahanan bahasa dan Sosiolinguistik Abstract

This research is motivated by the extinction of a local language that occurs in almost all area of Indonesian if preservation efforts towards local language is not done by the community of native speakers. This study aims to: (1) describing how high the rate of preservation of Using language , (2) describing the inhibiting factors of preservation of Using language, and (3) describing strategies on how to make Using language, as a minority language in Biting village, remain preserved. This research is a qualitative research. The results show that the Using language at Biting village is still exist but in relatively low quantities. This fact is caused by several factors, namely: (1) bilingualism or multilingualism of the people, (2) different ethnical marriage, and (3) educational factors. To be able to maintain Using language at Biting village, Arjasa Subdistrict, Jember regency, it is required some strategies or efforts made by the community of native speakers. The strategies or efforts could be by using Using language in the family environment and having high loyalty to it.

(2)

PENDAHULUAN

Seperti diketahui, selain bahasa Indonesia, di Indonesia terdapat bermacam-macam bahasa daerah dengan keunikan-keunikan tersendiri. Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pemersatu masyarakat bangsa Indonesia, masyarakat Indonesia juga mempunyai dan menggunakan bahasa daerah untuk berinteraksi dengan sesama pengguna bahasa daerah yang sama. Kusnadi (2002:5) menyatakan bahwa ditinjau dari struktur sosial dan kebudayaan, masyarakat Indonesia merupakan tipe masyarakat majemuk. Tipe masyarakat demikian, dikontruksikan oleh keragaman etnik dan kebudayaan seperti agama, bahasa, kesenian, dan adat-istiadat (Furnival dalam Kusnadi, 2002:5). Dilihat dari segi bahasa, masyarakat Indonesia berpotensi menjadi masyarakat bilingual (dwibahasa) atau multilingual (anekabahasa) karena etniknya yang beragam. Potensi demikian dapat berakibat pada kemungkinan terdesaknya suatu bahasa dengan bahasa lain atau ketidakberdayaan masyarakat bahasa tertentu untuk mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan masyarakat bahasa lain (Zainuddin, dkk., 1996:1).

Salah satu bahasa daerah yang masih hidup sampai sekarang adalah bahasa Using. Bahasa Using (selanjutnya disingkat BU) merupakan bahasa yang dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di Banyuwangi dan sekitarnya. Asrumi (2002:86) juga menyatakan, bahasa Using merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Using atau masyarakat Blambangan. Abdullah (dalam Asrumi, 2002:86) menyebutkan bahwa bahasa Using merupakan bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang menamakan dirinya Wong Using. Bahasa Using merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa Kuna sehingga bahasa Using bukan merupakan dialek dari bahasa Jawa. Bahasa Using (BU) tersebar hanya di sebagian daerah Kabupaten Banyuwangi seperti Kecamatan

Banyuwangi, Giri, Glagah, Kabat, Rogojampi, Singojuruh, Cluring, dan Genteng (Mustika Sari dalam Zainuddin, dkk., 1996:1). Selain itu, masyarakat Using sebagai penutur asli bahasa Using menyebar di desa-desa pertanian subur yang berada di bagian tengah dan timur Kabupaten Banyuwangi (Kusnadi, 2002:11). Using dikatakan sebagai bahasa karena sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama (Halliday dalam Zainuddin dkk., 1996:4). Dalam menentukan masyarakat bahasa, penekanannya adalah orang yang merasa dirinya menjadi anggota masyarakat itu sehingga yang menentukan bagian dari masyarakat itu adalah masyarakat bahasa itu sendiri. Penentuan masyarakat bahasa tidak hanya berdasarkan faktor-faktor linguistik tetapi bagaimana cara orang menentukan bahasa yang digunakan itu merupakan suatu bahasa atau berupa dialek (Sofyan, 2002:201).

Keberadaan masyarakat Using di Kabupaten Jember bukanlah merupakan masyarakat pendatang, tetapi merupakan penduduk asli sama seperti keberadaan masyarakat Using di Kabupaten Banyuwangi. Pada masa lalu, Jember merupakan wilayah bagian barat dari Kerajaan Blambangan. Batas bagian barat laut dari kerajaan ini adalah Panarukan, sedangkan batas barat daya adalah Puger. Baik Panarukan, maupun Kedawung-Puger pernah menjadi ibu kota Kerajaan Blambangan sebelum dipindah ke Bayu (Songgon-Banyuwangi) pada tahun 1659-1665 (Sudjana dalam Kusnadi, 2002:2).

Dari sudut etnik, masyarakat Kabupaten Jember juga berpotensi menjadi masyarakat bilingual (dwibahasa) atau multilingual (anekabahasa) karena kondisi masyarakat yang beragam yakni etnik Jawa dan Madura. Hal ini juga berdampak pada kondisi kebahasaan masyarakat Kabupeten Jember yaitu masyarakat bahasa Jawa dan masyarakat bahasa Madura. Akan tetapi, terdapat pula masyarakat bahasa yang tergolong

(3)

minoritas yakni masyarakat bahasa Using (BU). Dilihat dari sejarahnya, BU tersebar di beberapa sudut di Kabupaten Jember bahkan saat itu keberadaan masyarakat penutur BU di Tegal Boto Kidul dan daerah stasiun Kereta Api Jember dapat disebut sebagai penduduk asli setempat, namun keberadaan masyarakat Using tersebut sekarang sudah punah. Kepunahan tersebut dipicu oleh adanya migrasi orang Madura ke Kabupaten Jember yang relatif tinggi sehingga masyarakat penutur BU terintegrasi oleh orang Madura. Orang-orang Tegal Boto Kidul yang saat ini dikenal sebagai orang Madura karena mereka menggunakan bahasa Madura dengan baik, ternyata orang tuanya adalah orang Using (Kusnadi, 2002:3). Namun kenyataan tersebut tidak memicu kepunahan BU di daerah lain, seperti di Desa Biting Kecamatan Arjasa yang sampai saat ini masih ditemukan penutur aktif bahasa Using (BU). Hal ini terbukti bahwa di luar wilayah Kabupaten Banyuwangi masih dijumpai desa-desa yang disebut dengan desa Using dan dihuni oleh Wong Using, antara lain Desa Biting, Kemiri, Glundengan, Blendungan, dan Pato’an (Kusnadi, 2002:3). Namun keberadaan BU di Kabupaten Jember sudah tidak teridentifikasi sebagai komunitas yang utuh seperti masyarakat Using yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Keberadaan masyarakat Using di Kabupaten Jember semakin menyusut, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Pigeaud dalam Zainuddin, dkk., 1996:2).

Bahasa Using Biting (selanjutnya disingkat BUB) merupakan bahasa Using yang minoritas di Desa Biting, karena hanya terkonsentrasi pada satu dusun, yakni Dusun Krajan. Mayoritas penduduk Desa Biting adalah penutur bahasa Madura dan bahasa Jawa, namun bahasa Using di Desa Biting masih dapat bertahan sampai saat ini. Hal ini karena penutur bahasa Using di Desa Biting masih tetap menggunakan bahasa Using untuk berinteraksi dengan sesama penutur bahasa

Using dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan keluarga, tetangga, atau dalam kegiatan-kegiatan sosial di Desa Biting sebagai bentuk pemertahanan terhadap eksistensi BU sehingga BUB tetap bisa bertahan di tengah-tengah penutur bahasa Madura dan bahasa Jawa. Namun, BUB telah banyak terpengaruh oleh bahasa Madura dan bahasa Jawa sebagai bahasa dengan jumlah penutur mayoritas di Desa Biting. Selain itu, karena terisolasinya penutur BUB dari penutur asli bahasa Using di Banyuwangi. Dalam proses pemertahanan BUB terjadi pergeseran yang dilatari oleh faktor dominasi bahasa-bahasa mayoritas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari narasumber, sampai saat ini penutur bahasa Using Biting (BUB) berupaya untuk mempertahankan eksistensi bahasa Using di Desa Biting walaupun sebagai bahasa minoritas di tengah-tengah penutur bahasa Madura dan bahasa Jawa. Selvia (tanpa tahun) mengemukakan upaya pemertahanan bahasa diperlukan strategi. Hal yang dimaksud adalah sikap pemertahanan bahasa oleh masyarakat penuturnya. Pemertahanan bahasa merupakan kesetiaan terhadap suatu bahasa untuk tetap menuturkan bahasa khususnya bahasa ibu di tengah-tengah gempuran bahasa lain yang kian populer. Salah satu sikap atau bukti mempertahankan BUB yaitu dengan tetap menggunakan bahasa Using untuk berkomunikasi dan berinteraksi di lingkungan keluarga, masyarakat, kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial terutama di Dusun Krajan sebagai tempat tinggal penutur BUB yang dominan.

Kajian-kajian tentang pemertahanan bahasa terutama di Kabupaten Jember belum banyak dilakukan khususnya bahasa-bahasa minoritas yang dapat hidup atau bertahan di tengah-tengah bahasa mayoritas. Keadaan demikian juga terdapat di Desa Biting, Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember, masyarakat Desa Biting mayoritas berbahasa Madura dan sebagian kecil berbahasa Jawa, namun

(4)

terdapat pula bahasa yang tergolong minoritas yakni bahasa Using. Hal tersebut menimbulkan ketertarikan peneliti untuk meneliti tentang pemertahanan bahasa Using Biting (BUB) sebagai bahasa minoritas yang dapat bertahan di tengah-tengah masyarakat bahasa Madura dan masyarakat bahasa Jawa yang merupakan bahasa mayoritas.

Penelitian yang berjudul “Pemertahanan Bahasa Using di Desa Biting Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember (Kajian Sosiolinguistik)” menggunakan kajian sosiolinguistik karena kajian tersebut dianggap relevan dengan objek penelitian. Peneliti ingin mengungkap fenomena bagaimana suatu bahasa khususnya BUB diinterpretasikan dalam kaitannya dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau faktor sosial. Sosiolinguistik mengacu pada kajian tentang bahasa yang berkaitan erat dengan kondisi kemasyarakatan. Hymes (dalam Sumarsono dan Paina Partana, 2004:4) mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut Halliday (dalam Sumarsono dan Partana, 2004:2), sosiolinguistik sebagai linguistik institusional, berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu. Setiap perilaku manusia pemakai bahasa itu tentu dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti jumlah, sikap, adat-istiadat, dan budayanya. Sejalan dengan itu, Nababan (dalam Sumarsono dan Partana, 2004:4) juga mengatakan, sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.

Terlepas dari penjelasan di atas, bertahan atau tidaknya suatu bahasa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor penghambat pemertahanan suatu bahasa disebabkan adanya ancaman terhadap bahasa tertentu yang tergolong minoritas dan penggunaannya berdampingan dengan bahasa-bahasa lain yang tergolong bahasa mayoritas.

Ancaman terhadap bahasa minoritas tersebut dapat dilihat dari adanya pengaruh kedwibahasaan atau keanekabahasaan. Hal ini tentu berdampak pada pemertahanan atau pelestarian suatu bahasa yaitu bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk tetap mempertahankan dan melestarikan bahasa minoritas di tengah-tengah kepungan bahasa mayoritas. Selain itu, faktor ekonomi, pernikahan antaretnik yang berbeda, dan pendidikan juga menjadi penghambat pemertahanan suatu bahasa, khususnya bahasa Using di Desa Biting. Pada kenyataannya, BUB masih tetap digunakan oleh masyarakat Desa Biting walaupun mengalami perubahan dalam sub-sistemnya (misalnya leksikon, bunyi dan konstruksi-konstruksi tertentu), namun perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang positif dan stabil, yang berkelanjutan dan diturunkan kepada generasi berikutnya. Hal ini akan menarik untuk mengetahui strategi pemertahanan BUB oleh masyarakat Desa Biting. Oleh karena itu, penelitian ini akan lebih memfokuskan pada sejauh manakah pemertahanan BUB, faktor-faktor penghambat dan strategi pemertahanan pada BUB atau upaya-upaya pemertahanan BUB oleh masyarakat Desa Biting dengan kondisi masyarakat bahasa Using yang berdampingan dengan masyarakat bahasa Madura dan masyarakat bahasa Jawa.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengungkapkan mengenai (1) tingkat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, (2) faktor-faktor penghambat pemertahana bahasa Using, dan (3) strategi pemertahanan bahasa Using di Desa Biting. Secara teoritis penelitian tentang kajian sosiolinguistik terhadap pemertahanan bahasa ini diharapkan dapat memperkaya khasanah perkembangan ilmu khususnya dalam studi bahasa yaitu bahasa mencakup seluruh peristiwa kebahasaan sesuai dengan fungsi sosialnya seperti faktor-faktor sosial, faktor-faktor kultural dan faktor-faktor situasional serta kajian ini diharapkan pula

(5)

dapat menambah referensi penelitian-penelitian berikutnya yang memiliki keterkaitan.

Secara praktis, kajian tentang pemertahanan bahasa dengan pendekatan sosiolinguistik diharapkan dapat memberikan pandangan terhadap pengguna bahasa yang berimplikasi pada kehidupan sosialnya khususnya penutur bahasa Using yang ada di Desa Biting agar dapat mempertahankan dan melestarikan bahasa Using sebagai bahasa ibu masyarakat Using di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Menurut Basrowi dan Suwandi (2008:20), penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Sebagian datanya dapat berupa data kuantitatif, namun analisisnya bersifat kualitatif. Implementasi penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi atau pengamatan, wawancara mendalam ( in-depth interview) dan kuesioner. Pada penelitian ini terdapat dua jenis data, yakni data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari informan melalui pedoman wawancara yang berupa hasil wawancara, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari instrumen kuesioner kepada responden, berupa hasil jawaban responden. Selebihnya adalah data sekunder seperti statistik desa, dokumen, dan lain-lain. Analisis data pada penelitian ini menggunakan model analisis secara interaktif yang meliputi kegiatan: 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Lokasi penelitian ini yakni di Dusun Krajan, Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat Pemertahanan BUB dalam Kondisi Masyarakat Dwibahasa atau Anekabahasa Pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, dapat dilihat dari sejauh manakah penggunaan bahasa Using oleh masyarakat penuturnya. Seperti diketahui, masyarakat Desa Biting adalah masyarakat bilingual (dwibahasa) atau masyarakat multilingual (anekabahasa), hal ini menjadi pengaruh atau berdampak terhadap tingkat pemertahanan bahasa Using yang merupakan bahasa minoritas di tengah-tengah bahasa lain yang merupakan bahasa mayoritas. Masyarakat Using di Desa Biting mengerti dan memahami dua bahasa atau lebih karena adanya unsur kedwibahasaan atau keanekabahasaan. Hal yang dimaksud adalah sebagian besar masyarakat penutur bahasa Using mampu bercakap-cakap dalam bahasa Madura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemertahanan bahasa Using dapat dilihat dari sejauh manakah tingkat pemakaian atau penggunaan bahasa Using oleh masyarakat penuturnya.

Tingkat pemakaian atau penggunaan bahasa Using oleh masyarakat penuturnya tersebut akan diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama berada di lapangan. Tingkat pemakaian atau penggunaan bahasa pada masyarakat bilingual atau multilingual tersebut dibatasi pada lingkup kekeluargaaan, ketetanggaan, pemerintahan, persahabatan, transaksi, dan keagamaan. Tingkat penggunaan bahasa pada masing-masing lingkup tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

1. Lingkup Kekeluargaan

Pada lingkup kekeluargaan ini, seluruh responden yang terlibat dalam penelitian, melalui kuesioner, diminta untuk menentukan bahasa apa yang dipakai di dalam lingkungan keluarga (rumah) terhadap orang tua, suami-istri,

(6)

dan anak-anak mengenai topik sehari-hari yang terjadi ketika berkomunikasi dan berinteraksi di dalam rumah, misalnya tentang makanan, minuman, acara televisi, pendidikan, dan lain-lain. Dari 20 responden yang terlibat dalam penelitian ini, tingkat penggunaan bahasa Using kepada orang tua sebesar 60% dan 40% menggunakan bahasa Madura, tingkat penggunaan bahasa Using antara suami-istri sebesar 60%, 30% menggunakan bahasa Madura, dan 10% menggunakan bahasa Indonesia, dan tingkat penggunaan bahasa Using kepada anak-anak sebesar 55%, 25% menggunakan bahasa Madura, dan 20% menggunakan bahasa Indonesia.

Sesuai hasil wawancara kepada informan, penggunaan bahasa Using kepada orang tua terjadi karena sudah diajarkan sejak kecil dan terbiasa menggunakan bahasa Using ketika berbicara kepada orang tua mereka, dan sisanya menggunakan bahasa Madura kepada orang tua karena selain berasal dari etnik Madura, mereka “terpaksa” menggunakan bahasa Madura karena mengikuti pasangan (suami/istri) yang tinggal dengan orang tua mereka yang berasal dari etnik Madura dan tidak mengerti dan menguasai bahasa Using.

Penggunaan bahasa Using kepada pasangan (suami/istri) menjadi angka persentase tertinggi yakni sebesar 60% dibandingkan dengan penggunaan bahasa Madura maupun bahasa Indonesia, sebesar 30% menggunakan bahasa Madura, dan 10% menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Madura pada pasangan (suami/istri) terjadi karena mengikuti pasangan (suami/istri) yang berasal dari etnik Madura, sedangkan penggunaan bahasa Indonesia pada pasangan (suami/istri) terjadi karena keduanya berasal dari keluarga muda yang sama-sama tidak mengerti bahasa Using dan bahasa Madura. Selain itu, penggunaan bahasa Using pada anak-anak mereka lebih dominan jika dibandingkan dengan penggunaan bahasa Madura dan bahasa Indonesia. Adanya penggunaan bahasa

Indonesia karena beberapa orang tua yang mengajarkan bahasa Indonesia, dan penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah.

Dari penjelasan yang didapatkan dari informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat pemertahanan bahasa Using pada lingkup keluarga masih tetap bertahan walaupun tidak sepenuhnya.

2. Lingkup Ketetanggaan

Pada lingkup ketetanggan ini, seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini diminta untuk menentukan bahasa apakah yang dipakai ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan tetangga mereka dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa tutur dalam lingkup ini bersifat informal, yaitu dalam situasi santai. Tempat terjadinya peristiwa tutur tersebut yaitu tempat-tempat di sekitar rumah, dan topiknya tentang kejadian sehari-hari, hal-hal yang menyangkut kepentingan, tentang anak-anak mereka di sekolah, dan lain-lain layaknya hidup bertetangga.

Masyarakat Desa Biting, khususnya Dusun Krajan memiliki kebiasaan dalam hidup bertetangga, yakni bagi rumahnya yang berdekatan, saling bertukar informasi tentang apa yang mereka hadapi sehari-hari. Ibu-ibu rumah tangga berkumpul di salah satu teras pada sore hari dan bercerita tentang hal-hal yang terjadi sehari-hari, bapak-bapak yang mengobrol di sepulang dari sawah, anak-anak yang akan pergi mengaji di langgar pada sore hari, dan anak-anak yang bermain dengan teman sebayanya.

Penutur bahasa Using hidup bertetangga dengan penutur bahasa Madura, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat penutur bahasa Using tidak hanya berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama penutur bahasa Using saja, namun juga dengan penutur bahasa Madura.

Orang tua pada masyarakat penutur bahasa Using memiliki kemampuan kemampuan berkomuniksi dan berinteraksi

(7)

dengan menggunakan bahasa Madura sebesar 40%, dan 60% tetap menggunakan bahasa Using kepada sesama penutur bahasa Using. Hal ini menunjukkan bahwa pada orang tua penutur bahasa Using terdapat toleransi jika berinteraksi dengan penutur bahasa Madura, maka akan menggunakan bahasa Madura sedangkan penggunaan bahasa oleh anak-anak menunjukkan tingkat pemertahanan bahasa Using yang cukup tinggi, walaupun terdapat pula penggunaan bahasa Madura dan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia pada anak-anak dalam lingkup ketetanggaan tersebut biasanya terjadi apabila mereka berbicara kepada teman mereka yang sejak kecil diajarkan berbahasa Indonesia oleh orang tuanya.

3. Lingkup Pemerintahan

Pada lingkup pemerintahan ini, seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini diminta untuk menentukan bahasa apakah yang digunakan ketika berurusan atau berhubungan dengan pegawai kantor pemerintah, seperti kantor desa, karena di Desa Biting sebagian besar masyarakatnya berasal dari etnik Madura. Topik yang terlibat di dalamnya bisa berupa hal-hal yang bersangkutan dengan permohonan surat KK, meminta surat keterangan, atau mengesahkan surat-surat di kantor desa.

Penggunaan bahasa pada lingkup pemerintahan yang terjadi di kantor desa terlihat lebih dominan pada penggunaan bahasa Madura yakni sebesar 55% atau sebanyak 11 orang, sebesar 35% atau sebanyak 7 orang mengaku menggunakan bahasa Using, dan sebesar 10% atau sebanyak 2 orang menggunakan bahasa Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat penutur bahasa Using (etnik Using) memiliki toleransi interaksi sosial di dalam kepentingan pemerintahan. Hal ini disebabkan karena Kepala Desa Biting, yaitu Siswonto, berasal dari etnik Madura.

4. Lingkup Persahabatan

Pada lingkup persahabatan ini, seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini, diminta untuk menentukan bahasa apakah yang dipakai dengan teman-teman sebaya mereka dalam berkomunikasi atau berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan masyarakat atau di lingkungan sekolah oleh anak-anak mereka. Pada lingkup ini, suasana yang terjadi yaitu suasana santai dengan topik pembicaraan seperti permainan, lawan jenis, tren pakaian, dan lain-lain. Karena teman itu tidak selalu berdekatan tempat tinggalnya dan tidak selalu berasal dari etnik yang sama, maka bahasanya pun tidak selalu bahasa Using atau tidak selalu bahasa Madura. Dalam lingkup ini, akan dibagi menjadi dua kelompok dalam persahabatan, yakni orang tua dan anak-anak.

Orang tua masyarakat Using lebih dominan penggunaan bahasa Using pada lingkup persahabatan yaitu sebesar 60% dan sebesar 40% menggunakan bahasa Madura karena teman-teman mereka juga berasal dari etnik Madura. Berbeda dengan hal tersebut, penggunaan bahasa pada anak-anak lebih beragam daripada penggunaan bahasa pada orang tua. Penggunaan bahasa pada anak-anak terlihat lebih dominan penggunaan bahasa Indonesia yaitu sebesar 40%, hal ini biasanya terjadi di sekolah, anak-anak cenderung menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara dengan teman-temannya. Penggunaan bahasa Madura sebesar 25% dan bahasa Using sebesar 35%.

5. Lingkup Transaksi

Tingkat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, terlihat ketika mereka melakukan kegiatan transaksi jual-beli di pasar tradisional dan di warung mlijo. Dalam lingkup ini, kegiatan transaksi melibatkan penutur dengan pedagang di pasar tradisional dan di warung mlijo, topiknya seputar tawar-menawar bahan-bahan kebutuhan sehari-hari, misalnya

(8)

beras, sayur, lauk-pauk, dan sebagainya. Dari 20 responden yang terlibat, pada kegiatan transaksi di pasar tradisional sebesar 30% atau sebanyak 6 orang mengatakan menggunakan bahasa Using dan 70% atau menggunakan bahasa Madura. Sebesar 60% atau sebanyak 12 orang menggunakan bahasa Using dan 40% atau sebanyak 8 orang menggunakan bahasa Madura ketika melakukan kegiatan transaksi di warung mlijo khususnya di Dusun Krajan. Pada kegiatan transaksi tersebut tidak ditemukan penggunaan bahasa Indonesia oleh pedagang maupun pembeli di pasar tradisional dan warung mlijo.

Terdapat perbedaan yang mencolok pada penggunaan bahasa di lingkup transaksi yang terjadi di pasar dan di warung mlijo. Perbedaan pertama terlihat pada penggunaan bahasa Using dan bahasa Madura di pasar tradisional, penggunaan bahasa Madura terlihat lebih dominan daripada penggunaan bahasa Using. Hal ini terjadi karena letak pasar tradisional yang menyediakan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari berada di wilayah pemukiman Madura dan sebagian besar pedagangnya berasal dari etnik Madura.

Perbedaan kedua, yakni pada penggunaan bahasa Using di warung mlijo terlihat lebih dominan daripada penggunaan bahasa Madura. Sesuai hasil wawancara, hal ini terjadi karena pedagang di warung mlijo sebagian besar berasal dari etnik Using, dan hanya beberapa pedagang yang bersala dari etnik Madura.

6. Lingkup Keagamaan

Tingkat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, dapat terlihat pula dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di Desa Biting. Kegiatan-kegiatan keagamanaan tersebut hanya dibatasi pada kegiatan pengajian atau ceramah di masjid, yaitu penggunaan bahasa dalam khutbah atau ceramah-ceramah agama. Dalam hal ini, seluruh responden diminta untuk menyampaikan bahasa apakah yang

biasanya digunakan ketika khutbah atau ceramah-ceramah di masjid. Dari hasil jawaban seluruh responden, sebagian besar menjawab bahasa Madura yang lebih dominan yaitu sebesar 80% dan sisanya sebesar 20% menggunakan bahasa campuran.

Sesuai hasil wawancara kepada informan, hal ini terjadi dikarenakan sebagian besar masyarakat Desa Biting berbahasa Madura, sehingga tidak memungkinkan penggunaan bahasa Using dalam acara keagamaan seperti khutbah atau ceramah-ceramah di masjid.

Dari semua penjelasan-penjelasan mengenai sejauh manakah tingkat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, dalam kondisi masyarakat dwibahasa atau anekabahasa sesuai dengan lingkup-lingkup yang telah ditentukan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat pemertahanan bahasa Using tetap bertahan, namun tidak sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menghambat pemertahanan bahasa itu sendiri.

1. Faktor-faktor Penghambat Pemertahanan BUB

Dalam penelitian ini, dapat ditemukan tiga faktor penghambat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, yakni (1) faktor kedwibahasaan atau keanekabahasaan, (2) faktor pernikahan antaretnik yang berbeda, dan (3) faktor pendidikan. Pada beberapa faktor tersebut, terdapat pula contoh percakapan antara orang Using dengan orang Madura dan orang Using dengan orang Jawa maupun orang Using dengan masyarakat pendatang yang berbahasa Indonesia.

Dalam analisis pada penelitian ini, agar lebih memudahkan pembaca untuk memahami, maka digunakan simbol-simbol. Simbol A digunakan untuk orang Using (A¹ untuk laki-laki dan A² untuk perempuan), simbol B digunakan untuk

(9)

orang Madura (B¹ untuk laki-laki dan B² untuk perempuan), simbol C digunakan untuk orang Jawa (C¹ untuk laki-laki dan C² untuk perempuan), dan simbol D digunakan untuk anak-anak (D¹ untuk laki-laki dan D² untuk perempuan). Faktor-faktor tersebut dipaparkan sebagai berikut.

a) Faktor Kedwibahasaan atau Keanekabahasaan

Faktor penghambat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, yaitu adanya faktor kedwibahasaan atau keanekabahasaan. Hal ini terjadi karena masyarakat Desa Biting mayoritas berbahasa Madura dan sebagian kecil berbahasa Using, oleh karena hal tersebut, masyarakat Using di Desa Biting tidak hanya menggunakan dan menguasai satu bahasa, namun mereka dapat pula menggunakan dua bahasa atau lebih untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil penelitian, bahasa Using di Desa Biting merupakan bahasa minoritas dan berdampingan dengan bahasa-bahasa lain yang tergolong bahasa mayoritas.

Menurut informasi yang didapatkan dari informan, masyarakat Using di Desa Biting akan menggunakan bahasa Madura jika berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat Madura dan menggunakan bahasa Jawa jika berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat Jawa, hal tersebut terjadi karena adanya unsur kebudayaan dan unsur ekonomi yang melatarbelakangi pemakaian bahasa. Mata pencaharian masyarakat Desa Biting sebagian besar adalah buruh tani dan sebagian kecil adalah petani. Sebagian besar masyarakat Using menjadi buruh atau bekerja kepada masyarakat Madura, oleh karena hal tersebut, secara bersamaan terjadi pengaruh penggunaan bahasa oleh masyarakat Madura kepada masyarakat Using, yakni terjadinya kedwibahasaan.

Kedwibahasaan adalah perihal pemakaian dua bahasa dan dwibahasawan

adalah orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa. Hal ini terjadi karena masyarakat penutur bahasa Madura tidak mengerti atau menguasai bahasa Using dan karena jumlah masyarakat Madura yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat Using, maka tidak ada keharusan untuk masyarakat Madura mempelajari atau menggunakan bahasa Using jika berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat Using, sedangkan masyarakat Using bisa menggunakan bahasa Madura. Oleh karena itu, masyarakat Using di Desa Biting merupakan masyarakat dwibahasa, tentu saja hal ini menjadi faktor penghambat bagi masyarakat Using untuk mempertahankan bahasa Using sebagai bahasa ibu mereka.

Masyarakat Using di Desa Biting merupakan penduduk asli yang hingga saat ini masih mempertahankan bahasa Using namun dalam jumlah yang relatif sedikit. Keberadaan masyarakat penutur bahasa Madura yang cukup besar menjadi ancaman terhadap pemertahanan bahasa Using di Desa Biting karena penggunaan bahasa Using menjadi semakin jarang dan terbatas hanya kepada sesama orang Using saja. Dari 20 responden yang terlibat dalam penelitian ini, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kedwibahasaan sangat berpengaruh terhadap penggunaan bahasa oleh masyarakat penutur bahasa Using di Desa Biting, yaitu sebanyak 80% menggunakan bahasa Madura jika berkomunikasi atau berinteraksi dengan penutur bahasa Madura, 20% menggunakan bahasa Indonesia.

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pemertahanan bahasa Using di luar bertahan, namun tidak sepenuhnya karena pengaruh kedwibahasaan, tentu saja hal ini menjadi ancaman terhadap pemertahanan bahasa Using. Berikut contoh percakapan antara orang Using dengan orang Madura.

(10)

(1) Konteks:

Percakapan terjadi pada pagi hari pukul 10.17 WIB oleh Sugianto/B¹ (41 Thn.) kepada Karim/Sukardjo/A¹ (84 Thn.). Karim/Sukardjo sedang duduk di ruang tamu lalu datang Sugianto meminta Karim/Sukardjo untuk membacakan doa pada acara selapan putrinya di sore hari. Percakapan: B¹: Assalamualaikum Embâ. [Assalamualaikum əmbâ.] ‘Assalamualaikum Mbah.’ A¹: Waalaikumsalam, masok Cong! [Waalaikumsalam, masɔ’ Cɔη!] ‘Waalaikumsalam, masuk Nak!’ B¹: (duduk) Embâ, empiyan dhâgghi’ re-sore eyatorah ka compo’!

[əmbâ, əmpiyan dəggʰi’ re-sore εyatɔrah ka cɔmpɔ?!]

‘Mbah, Mbah nanti sore dimohon ke rumah!’ A¹: Bâdhâ apah? [Bədə apah?] ‘Ada apa?’ B¹: Bâdhâ slametan slapan Embâ! [Bədə slamətan slapan əmbâ!]

‘Ada selamatan selapan Kek!’

A¹: Iyelah Cong! [Iyəlah Cɔη!] ‘Iya Nak!’

B¹: Kaso’on Embâ, toreh EmbâAssalamualaiku m.

[Kasɔ?ɔn əmbâ,

tɔrεh əmbâ

Assalamualaikum.]

‘Terima kasih Mbah,

mari Mbah Assalamualaikum.’ A¹:Yâh Waalaikumsalam. [Yəh Waalaikumsalam.] ‘Iya Waalaikumsalam.’ Percakapan di atas menunjukkan adanya pengaruh kedwibahasaan pada masyarakat Using di Desa Biting, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Karim/Sukardjo adalah masyarakat penutur bahasa Using dan merupakan penduduk asli Desa Biting, selain itu Sukardjo atau Mbah Kardjo adalah tetuah di Desa Biting khususnya Dusun Krajan dan Sugianto adalah masyarakat penutur bahasa Madura. Pada percakapan di atas, saat B¹ mengucapkan salam, A¹ telah mengetahui jika B¹ adalah orang Madura, sehingga setelah menjawab salam, A¹ mengucapkan kalimat masok Cong! kalimat tersebut menunjukkan kalimat bahasa Madura, masok bermaknamasuk dan Cong bermakna Nak (untuk anak laki-laki).

Percakapan-percakapan yang terjadi selanjutnya A¹ tetap menggunakan bahasa Madura yang ditandai dengan kalimat-kalimat Bâdhâ apah? ‘Ada apa?’ , Iyelah Cong! ‘Iya Nak!’, dan Yâh ‘Iya’. Dengan demikian A¹ dapat dikatakan sebagai dwibahasawan, karena selain bahasa Using, A¹ juga dapat berbahasa Madura jika berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat penutur bahasa Madura. Seseorang dikatakan sebagai dwibahasawan jika dapat berbicara dalam dua bahasa. Faktor kedwibahasaan pada masyarakat penutur bahasa Using di Desa Biting menjadi ancaman terhadap pemertahanan dan pelestarian bahasa Using atau dapat menimbulkan tidak bertahannya suatu bahasa karena tingkat penggunaannya yang semakin rendah.

a) Faktor Pernikahan Antaretnik yang Berbeda

(11)

Faktor penghambat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, yaitu adanya faktor pernikahan antaretnik yang berbeda. Masyarakat Desa Biting adalah masyarakat multietnik atau lebih dari satu etnik, seperti etnik Using, Madura, dan Jawa. Seperti halnya kedwibahasaan atau keanekabahasaan, multietnik atau macam-macam etnik yang ada di Desa Biting menyebabkan terjadinya perkawinan campuran atau pernikahan antaretnik yang berbeda, seperti etnik Using dengan etnik Madura.

Pernikahan antaretnik yang berbeda menjadi faktor yang cukup mempengaruhi terhadap pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember. Faktor tersebut dapat membawa akibat pada keberadaan dan kelangsungan hidup bahasa tradisional (bahasa ibu/bahasa daerah), apabila dalam sebuah keluarga berasal dari etnik yang sama, maka tidak akan ada kesulitan untuk menentukan bahasa ibu yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, ataupun bahasa yang akan diajarkan kepada anak-anak mereka. Akan tetapi, perbedaan etnik dalam pernikahan akan menimbulkan kesulitan bagi kedua orang tua untuk memilih menggunakan bahasa manakah yang akan menjadi bahasa ibu bagi anak-anaknya, apakah memilih mengajarkan bahasa dari ayah mereka atau mengajarkan bahasa dari ibu mereka. Bahkan kedua bahasa tersebut dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau memilih untuk mengajarkan bahasa lain seperti bahasa Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi penghambat pemertahanan suatu bahasa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 20 responden yang terlibat, sebanyak 30% atau sebanyak 6 orang menggunakan bahasa Madura, 60% atau sebanyak 12 orang menggunakan bahasa Using, dan 10% atau sebanyak 2 orang menggunakan bahasa Indonesia untuk diajarkan kepada anak-anaknya. Sesuai hasil wawancara, 30% menggunakan bahasa Madura karena mengikuti pasangan

(suami/istri) yang berasal dari etnik Madura yang sama sekali tidak mengerti dan menguasai bahasa Using, 60% menggunakan bahasa Using karena berasal dari etnik yang sama yakni etnik Using dan ingin melestarikan bahasa Using kepada generasi mereka selanjutnya, dan 10% memilih menggunakan bahasa Indonesia karena berasal dari pasangan (suami/istri) yang keduanya sama-sama tidak menguasai dan mengerti bahasa Using maupun bahasa Madura. pemertahanan bahasa Using pada pernikahan antaretnik yang berbeda tetap bertahan namun dalam jumlah yang relatif kecil, hal ini terjadi karena penggunanya yang semakin sedikit dan memilih menggunakan bahasa Madura maupun bahasa Indonesia.

b) Faktor Pendidikan

Faktor ketiga yang menjadi faktor penghambat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, yaitu faktor pendidikan. Pendidikan menjadi faktor yang cukup mempengaruhi untuk mempertahankan bahasa Using di Desa Biting, sebagai contoh pendidikan Sekolah Dasar (SD), pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan pendidikan tingkat perguruan tinggi (Universitas).

Pada pendidikan sekolah dasar, terdapat pelajaran bahasa daerah atau bahasa ibu, hal ini akan menyesuaikan bahasa apakah yang akan dipakai atau digunakan pada tiap-tiap daerah, di Desa Biting bahasa daerah yang diajarkan atau masuk ke dalam mata pelajaran adalah bahasa Madura mengingat penduduk atau masyarakat Desa Biting mayoritas berbahasa Madura. Dari hasil penelitian kepada 20 responden yang terlibat, bahasa daerah yang dipakai pada pendidikan sekolah dasar yaitu 100% bahasa Madura dan 0% bahasa Using.

Dengan demikian faktor pendidikan menjadi faktor penghambat pemertahanan

(12)

bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, karena pada ranah pendidikan khususnya pendidikan sekolah dasar, bahasa daerah yang diajarkan adalah bahasa Madura. Sesuai hasil wawancara kepada informan, sebanyak 60% mengaku kesulitan apabila anak-anak mereka mendapat pekerjaan rumah (PR) tentang bahasa Madura, 60% tersebut berasal dari keluarga etnik Using yang tidak memahami bahasa Madura dengan baik dan penguasaan terhadap bahasa Madura yang sedikit, sisanya sebanyak 40% tidak mendapat kesulitan terhadap bahasa Madura karena sudah terbiasa menggunakan bahasa Madura dalam keluarga dan sebagian kecil mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anak mereka.

1. Strategi Pemertahanan BUB sebagai Bahasa Minoritas

Ditinjau dari Segi

Sosiolinguistik

Pemertahanan bahasa lebih mengacu kepada sebuah situasi di mana anggota-anggota sebuah komunitas bahasa mencoba untuk menjaga bahasa yang mereka miliki dengan cara selalu menggunakannya. Suatu Bahasa dikatakan bertahan apabila masyarakat penuturnya masih tetap menjaga bahasa yang mereka miliki dengan cara selalu menggunakannya dan mampu mempertahankan diri dalam kondisi apapun atau hidup berdampingan dengan bahasa-bahasa lain. Pada penelitian ini, ditemukan dua strategi atau upaya untuk pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, yaitu (1) lingkungan keluarga dan (2) loyalitas terhadap bahasa ibu. Strategi-strategi atau upaya-upaya tersebut dipaparkan sebagai berikut.

a) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga menjadi upaya atau strategi pertama bagi penutur bahasa Using untuk tetap mempertahankan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, di tengah-tengah bahasa lain yang lebih dominan.

Pemertahanan bahasa Using dapat dilihat dari jumlah penggunaan bahasa Using di kalangan keluarga yang cukup tinggi, sebagian besar keluarga tersebut memiliki sikap masih mempertahankan bahasanya dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut adalah bukti sebagai penanda dari jati diri.

Dari hasil penelitian kepada 20 responden yang terlibat, sebanyak 55% berbicara atau berkomunikasi menggunakan bahasa Using di dalam keluarga dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi tersebut terjadi antara pasangan (suami/istri), antara orang tua (ibu/ayah) kepada anak dan anak kepada orang tua (ibu/ayah), sebanyak 25% menggunakan bahasa Madura, dan 20% memilih menggunakan bahasa Indonesia.

Hal ini akan menjadi upaya pertama bagi penutur bahasa Using untuk mempertahankan bahasa ibu mereka dengan selalu menggunakannya terutama dalam keluarga dan upaya untuk melestarikan bahasa Using dengan mengajarkan bahasa Using kepada anak-anak mereka sebagai generasi selanjutnya. Penggunaan bahasa Madura dan bahasa Indonesia menjadi 25% dan 20%, sesuai hasil wawancara kepada informan yang terlibat dalam penelitian ini, sebanyak 55% memilih menggunakan bahasa Using di dalam lingkungan keluarga karena bahasa Using merupakan bahasa ibu yang harus diajarkan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya agar bahasa Using tidak ditinggalkan dan tidak punah seiring perkembangan zaman yang semakin modern, sehingga komunikasi antar keluarga menggunakan bahasa Using.

Sebanyak 25% “terpaksa” menggunakan bahasa Madura karena mengikuti pasangan (suami/istri) dari etnik Madura yang tidak mengerti dan menguasai bahasa Using, dan sebagian lagi sebanyak 20% menggunakan bahasa Indonesia berasal dari keluarga muda yang keduanya sama-sama tidak menguasai dan mengerti bahasa Using maupun bahasa Madura dengan baik dan pasangan (suami/istri) yang berasal dari etnik Using

(13)

dan etnik Madura yang memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pada upaya pemertahanan bahasa Using di dalam lingkungan keluarga juga terdapat contoh percakapan antara orang tua dan anak yang berasal dari keluarga penutur bahasa Using. Percakapan tersebut dapat dilihat pada contoh berikut.

(1) Konteks:

Percakapan terjadi pada pagi hari pukul 05.00 WIB oleh Saed/A¹ (72 Thn.) kepada Adi/C¹ (8 Thn.). Saed menyuruh Adi supaya segera bangun untuk bersiap-siap pergi bersekolah. Percakapan:

A¹: Tangi! wis awan, sing arep sekolah! [Taηi! wis awan, siη

arǝp sǝkɔlah!] ‘Bangun! sudah

siang, yang mau sekolah!’ C¹: Magih ngantuk embyah. [Magih ηantU? ǝmbʸah.] ‘Masih mengantuk mbah.’

Percakapan di atas menunjukkan adanya pemertahanan bahasa Using pada lingkungan keluarga yaitu dengan menggunakan bahasa Using untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar anggota keluarga yang dilakukan oleh A¹ kepada C¹. A¹ merupakan masyarakat penutur bahasa Using yang hingga saat ini masih tetap selalu menggunakan bahasa Using jika berkomunikasi dan berinteraksi kepada anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai hasil wawancara kepada A¹ atau Mbah Saed (72 Thn.), beliau adalah orang Using asli yang tinggal di Desa Biting, masyarakat Using di Desa Biting merupakan penduduk asli yang semakin lama masyarakat penutur bahasa

Using semakin berkurang karena kedatangan masyarakat Madura yang cukup besar sebagai masyarakat pendatang telah mempengaruhi kebudayaan dan terutama kebahasaan yang ada di Desa Biting.

Kedatangan masyarakat Madura menjadi ancaman bagi masyarakat Using untuk mempertahankan bahasa Using. Oleh karena itu, Mbah Saed menggunakan bahasa Using di dalam keluarga, hal tersebut terlihat pada contoh percakapan antara A¹ dengan C¹ yang menggunakan bahasa Using yang ditandai oleh palatalisasi pada kata embyah berupa penambahan palatal [y] dibelakang konsonan hambat bersuara [b]. Hal ini merupakan ciri khas yang dimiliki oleh masyarakat penutur bahasa Using sebagai pembeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Dari contoh percakapan di atas, dapat diketahui bahwa bahasa Using tetap digunakan di dalam lingkungan keluarga oleh masyarakat penuturnya.

a) Loyalitas terhadap Bahasa Ibu Upaya atau strategi selanjutnya untuk mempertahankan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, yaitu loyalitas atau kesetiaan terhadap bahasa ibu dari masyarakat pendukungnya, maka suatu bahasa akan hidup dan mewariskan bahasa tersebut dari generasi ke generasi berikutnya. Tingginya loyalitas masyarakat Using terhadap bahasanya terbukti dari orang tua pasangan (suami-istri) masyarakat Using tetap teguh mengajarkan bahasa ibu (bahasa Using) kepada anak-anaknya di dalam rumah, kondisi inilah yang paling dominan.

Loyalitas bahasa merupakan faktor penting dalam pemertahanan bahasa. Artinya, sikap loyal itu sebagaimana sikap pada umumnya dapat merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati, tetapi karakteristiknya dapat disimpulkan dari tingkah laku yang dapat diamati. Loyalitas terhadap bahasa Using dapat dilihat dari tingkah laku penutur yang cenderung menggunakan kosakata-kosakata dari

(14)

bahasa asli penutur khususnya penutur bahasa Using, menggunakan dan mengajarkan bahasa Using kepada anak-anaknya di dalam rumah dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, loyalitas bahasa juga merupakan faktor pendukung pemertahanan sebuah bahasa, yaitu dengan adanya loyalitas masyarakat pendukungnya. Artinya, dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mewariskan bahasa Using dari generasi ke generasi.

Masyarakat penutur bahasa Using di Desa Biting sudah memiliki kesetiaan (loyalty) yang tinggi terhadap bahasanya. Kesetiaan terhadap bahasa Using tersebut disebabkan karena masyarakat penutur bahasa Using merasa bangga dan suka terhadap bahasa yang dimilikinya dan menjadi lambang identitas diri masyarakat Using di Desa Biting.

Loyalitas atau kesetiaan terhadap bahasa Using oleh masyarakat Using di Desa Biting tersebut semakin jelas pada saat mereka ditanya kebanggaan dan rasa suka mereka terhadap bahasa Using. dari 20 responden yang terlibat dalam penelitian ini, rasa bangga dan rasa suka terhadap bahasa Using.

Sebagian besar responden memiliki rasa bangga dan suka terhadap bahasa Using yakni sebesar 80% dengan frekuensi sebanyak 16 orang, hanya sebagian dari mereka yang tidak seberapa menguasai bahasa Using dengan baik menyatakan perasaan yang biasa-biasa yaitu sebesar 20% dengan frekuensi sebanyak 4 orang. Hal ini menunjukkan kebanggaan mereka terhadap bahasa Using.

Dari hasil persentase rasa bangga dan rasa suka terhadap bahasa Using pada tabel-tabel di atas, maka hal tersebut menimbulkan suatu alasan mereka yang melandasi untuk mengajarkan atau menurunkan bahasa Using kepada anak-anak mereka. Dari 20 responden yang terlibat dalam penelitian ini, seluruh responden mengemukakan alasan mereka yang menggambarkan loyalitas meskipun

dengan alasan pengungkapan yang berbeda-beda.

Adanya keterkaitan antara loyalitas bahasa sebagai lambang identitas kelompok, sebuah bahasa tentu tidak mudah dipisahkan dari kelompok atau masyarakat yang memilikinya. Data tabel di atas menunjukkan adanya loyalitas yang tinggi terhadap bahasa Using yang ditunjukkan pada alasan kedua, yakni senang kepada bahasa Using. Jika masyarakat penutur bahasa Using memiliki rasa senang atau bangga menggunakan bahasa ibu mereka, maka hal ini menjadi pendukung bagi masyarakat penutur bahasa Using untuk mempertahankan bahasa ibu mereka.

Loyalitas tersebut juga tampak pada masyarakat penutur bahasa Using ketika diminta alasan mengapa tidak mengajarkan bahasa Madura kepada anak-anak mereka padahal hidup berdampingan dengan masyarakat mayoritas Madura dan selain itu, mengerti dan bisa berbahasa Madura ketika berkomunikasi dan berinteraksi kepada masyarakat Madura. Kesetiaan terhadap bahasa Using, keterkaitan bahasa Using dengan etnik Using, dan pemisahan bahasa Madura dengan etnik Using, merupakan alasan yang diberikan oleh 11 responden yang bisa berbahasa Madura.

Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Using ketika mereka menggunakan bahasa Using dalam setiap kesempatan. Selain itu, jika masyarakat Using ditanya berasal dari etnik mana, maka mereka dengan cepat akan mengatakan etnik Using dengan menunjukkan bahwa mereka dapat berbahasa Using. Pernyataan kedua dan ketiga pada tabel di atas berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai lambang identitas kelompok, pernyataan ketiga tersebut lebih menunjukkan fungsi penyatu dan pemisah bahasa Madura.

Pada masyarakat Desa Biting khususnya penutur bahasa Using, merasa perlu dan penting untuk mengajarkan dan menurunkan bahasa ibu mereka dengan

(15)

rasa bangga. Hal ini agar bahasa Using tidak punah dan dapat dipertahankan dan dilestarikan dari generasi ke generasi.

Ketika ditanyakan tentang bahasa apakah yang diajarkan oleh orang tua semenjak kecil dan apakah sampai saat ini tetap menguasai bahasa tersebut atau tidak, dari 20 responden yang telibat dalam penelitian ini, sebesar 80% mengatakan diajarkan atau dikenalkan bahasa Using oleh orang tua mereka, dan sebesar 20% kurang menguasai dan cenderung berbahasa Madura, sedangkan penguasaan terhadap bahasa Using tersebut sebesar 80% masih menguasai dan 20% telah mengalami penurunan terhadap penguasaan bahasa Using karena beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti pernikahan antaretnik.

Loyalitas terhadap bahasa ibu (bahasa Using) juga terlihat pada saat seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini, dimintai pendapat tentang kesetujuan dan ketidaksetujuan mereka jika bahasa Using digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana pendapat mereka jika bahasa Using tidak digunakan lagi atau punah. Sebagian besar responden menyatakan setuju dan hanya beberapa yang menyatakan biasa-biasa, dan sebagian besar pula menyatakan sedih jika bahasa Using punah dan hanya beberapa pula menyatakan biasa-biasa. Hal ini menunjukkan kebanggaan mereka terhadap bahasa Using.

Selain itu, kesetiaan masyarakat penutur bahasa Using terhadap bahasanya terbukti pada saat dimintai pendapat tentang keberadaan bahasa Using jika bahasa Using mengalami kepunahan, sebagian besar dari penutur bahasa Using mengatakan sedih dan hanya beberapa yang mengatakan biasa-biasa saja. Hal ini terjadi karena bahasa Using merupakan bahasa kebanggaan mereka (penutur bahasa Using) dan merupakan warisan budaya yang sangat berharga sehingga apabila kepunahan terjadi tentu mereka akan merasa sedih. Oleh sebab itu masyarakat penutur bahasa Using

berupaya untuk selalu menggunakan dan mengajarkan bahasa Using dalam setiap kesempatan kepada generasi selanjutnya sebagai bentuk loyalitas yang tinggi terhadap bahasa ibu mereka.

Dengan demikian, kepunahan terhadap bahasa Using dapat diatasi dengan cara selalu menggunakan dan mengajarakan kepada anak-anak mereka sebagai generasi penerus untuk tetap mempertahankan dan melestarikan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemertahanan bahasa Using di Desa Biting, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember terlihat masih tetap bertahan namun dalam jumlah yang relatif rendah. Tingkat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting dapat dilihat dari tingkat penggunaan bahasa Using oleh masyarakat penuturnya, penggunaan tersebut dibatasi pada beberapa lingkup, yakni 1) lingkup kekeluargaan, 2) lingkup ketetanggaan, 3) lingkup pemerintahan, 4) lingkup persahabatan, 5) lingkup transaksi, dan 6) lingkup keagamaan. Dilihat dari keenam lingkup tersebut, tingkat pemertahanan bahasa Using paling dominan terjadi pada lingkup kekeluargaan karena pada lingkup ini BUB digunakan dalam interaksi sehari-hari dan penggunaan bahasa Using paling rendah yaitu pada lingkup keagamaan (khutbah di masjid), hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat Desa Biting berbahasa Madura, sehingga tidak memungkinkan penggunaan bahasa Using dalam acara keagamaan seperti khutbah atau ceramah-ceramah di masjid.

Faktor-faktor penghambat pemertahanan bahasa Using di Desa Biting yakni, 1) faktor kedwibahasaan atau keanekabahasaan, 2) faktor pernikahan antaretnik yang berbeda, dan 3) faktor pendidikan. Ketiga faktor tersebut memiliki kadar yang sama untuk menghambat pemertahanan bahasa Using, faktor pertama terjadi karena Desa Biting merupakan desa multietnik yang terdiri

(16)

atas macam-macam etnik, seperti etnik Madura (mayoritas) dan etnik Using (minoritas), keberagaman etnik tersebut tentu akan mempengaruhi intensitas penggunaan bahasa-bahasa tradisional (bahasa ibu atau bahasa daerah) masyarakat Desa Biting khususnya bahasa Using, hal ini akan mempengaruhi penggunaan bahasa Using yang semakin jarang oleh masyarakat penuturnya.

Kedua, faktor pernikahan antaretnik yang berbeda menjadi faktor yang cukup mempengaruhi terhadap pemertahanan bahasa Using, faktor tersebut dapat membawa akibat pada keberadaan dan kelangsungan hidup bahasa tradisional (bahasa ibu atau bahasa daerah), perbedaan etnik dalam pernikahan akan menimbulkan kesulitan bagi kedua orang tua untuk memilih menggunakan bahasa manakah yang akan menjadi bahasa ibu bagi anak-anaknya, apakah memilih mengajarkan bahasa dari ayah mereka atau mengajarkan bahasa dari ibu mereka. Bahkan kedua bahasa tersebut dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau memilih untuk mengajarkan bahasa lain seperti bahasa Indonesia. Ketiga, faktor pendidikan juga menjadi penghambat pemertahanan BUB, yakni pada penggunaan bahasa Madura sebagai pelajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah dasar yang ada di Desa Biting. Hal ini menjadi perantara terhambatnya pemertahanan BUB.

Untuk tetap mempertahankan BUB dari kepunahan, diperlukan strategi atau upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat penuturnya, strategi-strategi atau upaya-upaya tersebut yakni, 1) lingkungan keluarga dan 2) loyalitas terhadap bahasa ibu. Pertama, adalah lingkungan keluarga, intensitas yang tinggi terhadap penggunaan BUB di dalam keluarga menjadi upaya untuk tetap mempertahankan eksistensi bahasa ibu mereka dari kepunahan dengan, dan kedua adalah loyalitas terhadap BUB, tingginya loyalitas masyarakat Using terhadap bahasanya terbukti dari orang tua pasangan (suami-istri) masyarakat Using tetap teguh

mengajarkan bahasa ibu (bahasa Using) kepada anak-anaknya di dalam rumah, kondisi inilah yang paling dominan.

Peneliti menyarankan kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti tentang kajian pemertahanan bahasa daerah, agar melakukan penelitian pemertahanan bahasa terhadap bahasa-bahasa daerah yang lain dan menganalisis lebih dalam lagi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemertahanan suatu bahasa, baik faktor penghambat maupun faktor pendukung bahasa tersebut. Dengan demikian, bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia akan terus dipertahankan dan dilestarikan dari generasi ke generasi. DAFTAR PUSTAKA

Asrumi. 2002. “Resiprokal dalam Bahasa Using”. Dalam Agus Sariono & Titik Maslikatin (ed.). Bahasa dan Sastra Using: Ragam dan Alternatif Kajian. Jember: Tapal Kuda, hal: 86-110.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Kusnadi. 2002. “Kebijakan dan Arah Penelitian Bahasa Using di Masa Depan”. Dalam Agus Sariono & Titik Maslikatin (ed.). Bahasa dan Sastra Using: Ragam dan Alternatif Kajian. Jember: Tapal Kuda, hal: 1-20.

Selvia, Amanda, Putri. Tanpa Tahun. “Sikap Pemertahanan Bahasa Sunda dalam Konteks Pendidikan Anak Usia Dini (Kajian Sosiolinguistik di Desa Sarireja, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang)”. Artikel Ilmiah. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI. [serial online].

(17)

ticle.php?

article=140041&val=5780 . [16 Oktober 2014]

Sofyan, Akhmad. 2002. “Bagaimana

Seharusnya Linguis

Memperlakukan “Bahasa”?” dalam JIBS (Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra) Vol.2/No 1/Januari-Juni 2002. Jember. Jurusan Sastra

Inggris Fakultas Sastra Universitas Jember.

Sumarsono, Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zainuddin, Sodaqoh, dkk. 1996. “Pemertahanan Bahasa Jawa Dialek Osing di Kabupaten Jember”. Artikel Ilmiah, Lembaga Penelitian Universitas Jember.

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Penegakan s Penegakan sanksi anksi pidana pidana pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Berdasarkan pengamatan penulis di TK IT Insan Utama 3 Pekanbaru, terlihat masih ada sebagian anak yang belum memahami konsep sederhana tentang gejala sains yang terjadi

Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk