6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembahasan teori hasil penelitian yang relevan 2.1.1 Defisini Pajak
Pajak adalah sumber penerimaan terbesar Negara yang digunakan dalam APBN.Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat tentang Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum danTatat Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memkasa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Beberapa definisi tentang pajak yang dikemukakan beberapa ahli dibidang perpajakan untuk menjadi perbandingan antara lain:
Soemitro (1990:5) menyatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur- unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara,yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan perusahaannya.
3. Tanpa jasa timbale atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yangbermanfaat bagi masyarakat luas.
Andriani menyatakan yang dikutip oleh Brotodihardjo (2003) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri- yang melekat pada pengertian pajak adalah:
1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
3. Pajak dipungut oleh Negara baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
4. Pajak diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintahan Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Andriani menyatakan yang dikutip oleh Brotodihardjo (2003) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berrhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri- yang melekat pada pengertian pajak adalah:
1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh Negara baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
4. Pajak diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintahan.
Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. 2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak
Sari (2017:19) menyatakan ada 2 sistem pemungutan pajak, yaitu:
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan (menghitung dan menetapkan) besarnya pajak yang terhutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya antara lain:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak dari fiskus.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan (menghitung dan menetapkan) sendiri besarnya pajak yang terutang dan membayarnya
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.
Ciri-cirinya antara lain:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.
b. Wajib Pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
2.1.3 Fungsi-Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan penyumbangan pendapatan terbesar di Indonesia. Menurut Sukrisno & Estralita (2007), pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutnya.
1. Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak langsung, merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak tidak langsung, merupakan pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak subjektif, merupakan pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi WP, contohnya adalah PPh.
b. Pajak objektif, merupakan pajak yang pengenaannya memerhatikan pada objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi WP, contohnya: PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 3. Menurut lembaga pemungutannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak pusat, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya: PPh, PPN, PPNBM.
b. Pajak daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: Pajak Kendaraan Bermotor, bea balik nama kedaraan bermotor, bea balik nama tanah, serta pajak reklame, pajak hotel, dan pajak restoran.
2.1.4 Tarif Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau persentase tertentu:Diana Sari (2013:46), memaparkan ada empat tarif pajak:
1. Tarif Tetap
Tarif yang besarnya merupakan jumlah yang tetap, tidak berubah jika yang dijadikan dasar perhitungan berubah. Degan kata lain besarnya pajak yang terutang dihitung dengan menerapkan tarif pajak yang konstan berapapun dasar pengenaan pajaknya.
2. Tarif Proporsional (sebanding)
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Persentase yang konstan yang diterapkan terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya menyebabkan pajak terutang meningkat apabila dasar pengenaan pajak meningkat dan sebaliknya pajak terutang menurun apabila dasar pengenaan pajak menurun.
Tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat apabila dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Penerapan tarif progresif untuk menghitung pajak terutang dilakukan dengan menerapkan lapisan pajak. Dasar tarif progresif adalah sewajarnya ia membayar pajak sesuai dengan kemampuannya.
4. Tarif Degresif
Tarif berupa persentase yang semakin kecil/menurun apabila dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Penerapan tarif degresif untuk menghitung pajak terutang dilakukan dengan menerapkan lapisan pajak.
2.1.5 Perlawanan Pajak
Perlawanan terhadap pajak yang dilakukan wajib pajak merupakan hambatan dalam pemungutan pajak, baik yang disebabkan oleh kondisi Negara dan masyarakat, maupun oleh usaha-usaha wajib pajak yang disadari atau tidak mempersulit pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan Negara.Terdapat dua bentuk perlawanan pajak yang dilakukan menurut Rahayu (2010:143), yaitu:
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat, perkembangan intelektual penduduk, moral warga masyarakat, dan tentunya sistem pemungutan pajak itu sendiri.Struktur perekonomian suatu Negara berdasarkan pada fundamental ekonomi makro, jika fundamental ekonomi makro-nya kuat dan sehat tentunya struktur perekonomian Negara akan kuat. Faktor yang mendasari ekonomi yang kuat diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yanag tinggi, dan jumlah penduduk (kaya, menengah dan miskin). Pembangunan ekonomi Indonesia masih belum mampu bebas dari keterbelakangan, kemiskinan, ketergantungan dan kerusakan lingkungan.
Faktor-faktor kondisi sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dapat menyebabkan investasi fisik maupun investasi sumber daya manusia
rendah, sehingga mengakibatkan tingkat produktivitas rendah, yang berakibat pada pendapatan rendah. Kondisi rendahnya tingkat pendapatan, menyebabkan kemampuan untuk menabung rendah dan kemampuan membayar pajak menjadi rendah.Intelektual penduduk yang merupakan hasil dari fundamental ekonomi yang belum sehat dan kuat tentunya akan menghasilkan tingkat intelektual yang rendah. Kurangnya kemampuan pengetahuan dan kualitas sumber daya manusia yang rendah akan berdampak pada penerimaan informasi yang tidak optimal. Intelektualitas penduduk akan mempengaruhi penyerapan pengetahuan dan informasi mengenai perpajakan. Jika intelektualitas tinggi maka pemahaman mengenai perpajakan akan terserap baik bagi penduduk.
Maka pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik. Moral masyarakat akan mempengaruhi pengumpulan pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi tentunya pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik, dimana voluntary compliance wajib pajak berada pada posisi yang baik. Kepatuhan wajib pajak akan lebih baik jika moral penduduk baik. Keinginan untuk meloloskan diri dari pajak baik ilegal maupun legal akan lebih termotivasi dengan kondisi moral masyarakat yang rendah. Moral masyarakat yang buruk akan menghambat pemungutan pajak, ketidakpatuhan akan mendominir kewajiban perpajakan wajib pajak.
2. Perlawanan Aktif
Meliputi usaha masyarakat untuk menghindari, menyelundupkan, memanipulasi,melalaikan dan meloloskan pajak yang langsung ditunjukan kepada fiskus.
a. Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.
Penyelundupan pajak merupakan usaha yang dilakukan wajib pajak dalam memanipulasi secara illegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.
c. Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak merupakan upaya menolak untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang dipenuhinya.
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh perusahaan dengan berbagai cara seperti dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain. (Nuryaman,Harnovisah&Dewi 2012).
Suatu perusahaan bisa saja dikatakan sebagai perusahaan besar jika aset yang dimilikinya besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan tersebut dikatakan kecil, jika aset yang dimilikinya adalah sedikit (Sulistiono, 2010: 36). Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah bertambah dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan besar relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan aset yang kecil (Sulistiono, 2010).
Dalam penelitian ini akan digunakan total aset (Logaritma total aset) untuk mengukur ukuran perusahaan karena nilai aset relatif lebih stabil dibandingkan penjualan(Machfoedz, 1994 :58 dalam Widaryanti, 2009). Total aset adalah segala sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan akan memberi manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa yang akan datang (Sulistiono, 2010).
Ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun (Brigham dan Houston, 2006 dalam
Wulandari, 2010). Menurut Badan Standarisasi Nasional, kategori ukuran perusahaan ada tiga yaitu :
1. Perusahaan Kecil
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan kecil apabila perusahaan memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- dengan paling banyak Rp 500.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,-.
2. Perusahaan Menengah
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan menengah apabila perusahaan memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,-. 3. Perusahaan Besar
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan besar apabila perusahaan memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50.000.000.000,-.
Dalam penelitian ini akan digunakan total aset untuk mengukur ukuran perusahaan karena nilai aset relatif lebih stabil dibandingkan penjualan (Sudarmaji dan Sularto, 2007 dalam Kiswanto, 2014). Ukuran perusahaan yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari besar kecilnya total aset yang dimiliki. Total aset adalah segala sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan akan memberi manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa yang akan datang (Sulistiono, 2010). Pengukuran variabel ini dengan menggunakan skala rasio, dengan rumus sebagai berikut (Hartono, 2008):
Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran prusahaan dapat didasarka pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar aset semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat (Supriyanto dan Falikhatun, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Richardson, et al (2013) dan Supriyanto dan Falikhatun (2008) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Selain itu, Bernard, et al (2006) mengamati bahwa perusahaan-perusahaan besar terlibat dalam manipulasi yang lebih besar dari transfer pricing.
2.1.7 Pengertian Leverage
Tingkat leverage adalah untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan semua kewajibannya kepada pihak lain. Leverage berkaitan dengan bagaimana perusahaan didanai. Karena sebuah perusahaan dapat melakukan pendanaan melalui dua cara yaitu melalui pemegang saham atau melalui kreditur dengan meminjam dana, kedua cara ini dapat mempengaruhi tingkat pengungkapan perusahaan. (Sara Rostiani Siti dan Sukanta. 2018).
Hutang (leverage) adalah salah satu alat yang dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan modal mereka dalam rangka meningkatkan keuntungan. (Brata, Ignatius Oki Dewa 2015).
Menurut Syafri (2002:306), Rasio ini menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity).
Menurut Kasmir (2015:151) bahwa leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh utang, artinya seberapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan
aktivanya, atau rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun panjang.
Menurut Mamduh dan Halim (2014:40), menyebutkan bahwa rasio
leverage adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar dibandingkan dengan total asetnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar utang yang harus ditanggung perusahaan dalam pemenuhan aset perusahaan tersebut.
2.1.7.1 Tujuan Leverage
Menurut Hery (2016:164), Ada beberapa tujuan rasio leverage secara keseluruhan antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui posisi kewajiban jangka panjang perusahaan terhadap jumlah modal yang dimiliki perusahaan.
2. Untuk mengetahui posisi total kewajiban perusahaan kepada kreditor, khususnya jika dibandingkan dengan jumlah aset atau modal yang dimiliki perusahaan.
3. Untuk menilai seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh utang. 4. Untuk menilai kemampuan aset perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajiban, termasuk kewajiban yang bersifat tetap seperti pembayaran angsuran pokok pinjaman beserta bunganya secara berkala.
5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang terhadap pembiayaan aset perusahaan.
2.1.7.2 Manfaat Leverage
Menurut Kasmir (2015:154), Berikut adalah manfaat dari menggunakan rasio leverage, yaitu :
1. Untuk menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya.
2. Untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga). 3. Untuk menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya
aktiva tetap dengan modal.
4. Untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
5. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap pengelolaan aktiva.
6. Untuk menganalisis atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
2.1.7.3 Jenis – Jenis Leverage
Adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio leverage, menurut Kasmir (2015:155), antara lain :
1. Debt to Asset Rasio (Debt Ratio)
Debt Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Rumus :
2. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER)
LTDtER merupakan rsaio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.
Rumus :
Debt Ratio = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
LTDtED= 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
3. Times Interest Earned
Times Interest Earned merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana pendapatan dapat menurun tanpa membuat perusahaan merasa malu karena tidak mampu membayar biaya bunga tahunannya.
Rumus :
4. Fixed Charge Coverage (FCC)
Fixed Charge Coverage atau lingkupbiaya tetap merupakan rasio yang menyerupai Times Interest Earned ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract).
Rumus :
5. Debt to Equity Ratio(DER)
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.
Rumus :
Times Interest Earned =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 & 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐸𝐵𝐼𝑇) 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎
FCC= (𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘+𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎+𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑤𝑎)𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑤𝑎
Debt Ratio to equity ratio = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔
Dalam penelitian ini hanya berfokus pada Debt to Equity Ratio (DER). Karena menurut Hardiningsih (2008) bahwa DER ini menunjukkan suatu upaya untuk memperlihatkan proposi relatif dari klaim pemberi pinjaman terhadap hak-hak kepemilikan dan digunakan sebagai ukuran peranan kewajiban (utang). Dimana menurut Ulfa (2017) Utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate to return)
yang disebut dengan bunga. Semakin besar utang perusahaan maka beban pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar. Oleh karena itu semakin tinggi beban bunga maka semakin tinggi manfaat yang timbul dari penghematan pajak karena beban bunga dapat menggurangi laba sehingga beban pajak yang harus dibayar perusahaan menjadi lebih rendah.
2.1.8 Transfer Pricing
2.1.8.1 Pengertian Transfer Pricing
“Transfer pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara.” (Suandy, 2011)
Peraturan Dirjen Pajak PER - 32/PJ/2011: Penetapan harga atas transaksi penyerahan barang berwujud, barang tidak berwujud, atau penyediaan jasa antar pihak yang memiliki hubungan istimewa (transaksi afiliasi).
Pengertian transfer pricing (harga transfer) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat netral dan bersifat peyoratif−negatif. Pengertian netral mengasumsikan bahwa harga transfer adalah murni strategi dan taktik bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Sedangkan pengertian peyoratif mengasumsikan harga transfer sebagai upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah (Suandy, 2011).
Menurut Charles T. Hongren dan Gary L. Sundem “Transfer Pricing adalah usaha perusahaan multinasional untuk mengurangi pajak penghasilan dengan cara pengalokasian laba perusahaan keanak perusahaan yang memiliki beban pajak yang lebih rendah.”
Menurut Horngren (2008: 375) menyatakan bahwa transfer pricing
(harga transfer) adalah harga yang dibebankan satu subunit (departemen atau divisi) untuk suatu produk atau jasa yang dipasok ke sub unit yang lain di organisasi yang sama.
Menurut Darussalam Transfer Pricing merupakan bagian dari suatu kegiatan usaha dan perpajakan yang bertujuan untuk memastikan apakah harga yang diterapkan dalam transaksi antara perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa telah didasarkan atas prisnsip harga pasar wajar .
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 (Revisi 2012), pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain, atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan. Transaksi antara pihak- pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.
Dapat simpulkan bahwa transfer pricing adalah penentuan harga atas barang, jasa, ataupun harta tak berwujud lainnya antara perusahaan yang berelasi atau antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa.
2.1.8.2 Tujuan penetapan Transfer Pricing
Tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain (Simamora, 1999:273).
Menurut Suryana (2012), tujuan dilakukann transfer pricing, pertama untuk mengakali jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi rendah. Kedua, menggelembungkan profit untuk memoles ( window-dressing) laporan keuangan.
Menurut Horngren, Datar dan Foster (2008) penetapan transfer pricing
seharusnya membantu mencapai strategi tujuan perusahaan serta sesuai dengan struktur organisasi perusahaan. Secara khusus, transfer pricing seharusnya mendukung kesesuaian tujuan dan tingkat usaha manajemen puncak. Subunit yang menjual produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk menurunkan biaya mereka; subunit yang membeli produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan menggunakan input secara efisien. Transfer pricing seharusnya juga membantu manajemen puncak mengevaluasi kinerja dari subunit individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung tingkat desentralisasi yang tinggi dalam pengambilan keputusan, ini berarti manajer subunit yang ingin memaksimalkan laba operasi dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untuk melakukan transaksi dengan subunit lain dari perusahaan (atas dasar harga transfer) atau untuk melakukan transaksi dengan pihak eksternal.
2.1.8.3 Metode Transfer Pricing dan Penentuan Nilai Pasar Wajar
Horngren, Datar, dan Foster (2008) menjelaskan bahwa secara umum ada 6 (enam) metode yang paling sering digunakan oleh perusahaan, antara lain:
1. Berdasarkan Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices)
Harga transfer yang berdasarkan biaya kurang memuaskan untuk perencanaan bisnis unit usaha, motivasi dan evaluasi kerja. Oleh karena itu, diperkenalkan harga transfer dengan basis harga pasar.
Model dari bentuk ini berada pada harga pasar yang berlaku (current- market price) dengan harga pasar dikurangi diskon (market-price minus discount). Bentuk ini dijadikan tolak ukur untuk menilai kemampuan kinerja manajemen unit usaha karena hal ini menunjukkan kemampuan produk untuk menghasilkan laba serta merangsang unit usaha untuk bekerja secara bersaing.
Bentuk ini dipakai apabila pasar perantara cukup bersaing dan saling ketergantungan antar unit usaha. Transfer barang atau jasa pada harga pasar secara umum akan mengarah pada keputusan optimal apabila kondisi berikut ini dipenuhi:
a) Harga untuk intermediate product secara sempurna kompetitif, b) Independensi antara sub unit adalah minimal
c) Tidak ada tambahan biaya atau manfaat untuk perusahaan secara keseluruhan dari membeli atau menjual harga pasar terbuka dibandingkan transaksi secara internal
d) Suatu pasar yang secara sempurna, kompetitif ada pada saat terdapat suatu barang yang sama dengan harga beli sama dengan harga jual dan tidak ada pembeli individual atau penjual dapat mempengaruhi harga-harga tersebut. Dengan menggunakan harga pasar dalam pasar yang secara sempurna kompetitif, suatu perusahaan dapat mencapai tujuan congruence, dukungan manajemen, evaluasi kinerja unit usaha, dan otonomi unit usaha.
2. Berdasarkan Biaya (Cost-based Transfer Prices)
Adalah harga yang didasarkan pada biaya produksinya. Biaya yang digunakan dalam harga transfer berdasarkan biaya dapat merupakan biaya aktual (actual cost) atau biaya yang dianggarkan (budget). Transfer berdasarkan biaya termasuk suatu mark-up atau profit margin yang menggambarkan tingkat pengembalian investasi suatu unit usaha: a) biaya variabel aktual (actual variable costs), b) biaya tetap standar (standart variable fixed), c) biaya tetap aktual (actual fixed costs), d) biaya total standar (standard full costs), e) biaya rata-rata (average costs), dan f) biaya total ditambah laba (full costs plus mark-up). Penentuan harga transfer berdasarkan biaya dalam konsep ini sederhana dan menghemat sumber daya karena informasi biaya tersedia pada tingkat aktivitas.
Pemberian tingkat otoritas dan pengendalian laba per divisi secara memadai menghendaki kemungkinan penentuan transfer pricing berdasarkan negosiasi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kedua unit usaha mempunyai posisi tawar-menawar yang sama, namun boleh jadi transfer pricing yang demikian akan memakan waktu negosiasi, mengulang pemeriksaan serta revisi transfer pricing.
4. Berdasarkan Biaya Total (Full Cost Bases Transfer Prices)
Dalam praktiknya, beberapa perusahaan menggunakan transfer pricing
berdasarkan full costs. Untuk menaksir suatu harga mendekati harga pasarnya,
transfer pricing berdasarkan biaya kadang-kadang dibuat pada full costs plus
suatu margin. Transfer pricing ini kadang-kadang dapat mengarahkan pada keputusan unit usaha.
5. Harga Transfer Arbitrase (Arbitrary Transfer Prices)
Dalam pendekatan ini, transfer pricing ditentukan berdasarkan interaksi kedua unit usaha dan pada tingkat yang dianggap terbaik bagi kepentingan perusahaan.
6. Harga Transfer Ganda (Double Transfer Prices)
Transfer pricing ini digunakan untuk memenuhi disparitas responsibilitas dari unit usaha perusahaan. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas yang dibentuk pada tahun 1960.
Bidang yang menangani perpajakan dalam OECD dilaksanakan oleh
Committee on Fiscal Affairs (CFA). Terkait transfer pricing, CFA melalui sub grupnya yaitu Working Party No. 6 telah menerbitkan OECD Transfer Pricing Guidelines (selanjutnya disebut dengan OECD Guidelines) sebagai panduan bagi perusahaan multinasional dan otoritas pajak dalam masalah transfer pricing. Dengan demikian, OECD Guidelines ini dibuat dengan maksud untuk
membantu (i) otoritas pajak (tidak hanya terhadap negara-negara anggota saja, tetapi juga negara-negara yang bukan anggota OECD) maupun (ii) perusahaan multinasional dalam memberikan panduan tentang cara penyelesaian perselisihan transfer pricing yang saling menguntungkan antara masing-masing otoritas pajak, dan antara otoritas pajak dengan perusahaan multinasional (Darussalam dan Septriadi, 2008).
Dalam menentukan harga pasar wajar (Arm’s Length) ada beberapa metode yang dapat digunakan. Tujuan dari metode-metode tersebut untuk memastikan bahwa transaksi yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa telah memenuhi harga pasar wajar secara konsisten. Menurut OECD Guidelines, metode tersebut terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Pendekatan Tradisional
a) Comparable uncontrolled price method (CUP) atau metode harga pasar sebanding
Pada pendekatan ini, harga transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dibandingkan dengan harga wajar pada transaksi serupa yang terjadi antara pihak- pihak yang sama sekali tidak berhubungan (berada pada kondisi wajar (arm’s length)).
b) Resale price method (RPM) atau metode harga jual minus
Pada resale price method, pedomannya adalah gross margin yang diperoleh untuk transaksi serupa pada kondisi arm;s length. Harga koreksian dihitung dari harga jual kembali produk itu dikurangi dengan
gross margin tadi.
c) Cost plus method (CPM) atau metode harga pokok plus
Metode ini sama dengan resale price method, yaitu menggunakan
gross margin sebagai pedoman. Namun yang menjadi dasar perhitungan adalah total biaya yang dikeluarkan untuk membuat suatu produk.
2. Pendekatan Transaksional
a) Profit Split Method (PSM) atau metode pembagian laba
Metode ini dipergunakan ketika tidak terdapat data yang dapat diperbandingkan. Dalam pendekatan metode profit split ini, laba dari transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat diketahui dengan cara melakukan analisis fungsi atas kegiatan usaha yang dilakukannya.
b) Transactional Net Margin Method (TNMM) atau metode laba bersih Transaksi Pada pendekatan TNMM, laba bersih transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dibandingkan dengan satu dasar tertentu, misalnya jumlah aktiva, biaya, atau total penjualan. Hasilnya kemudian disandingkan dengan angka serupa tetapi yang diperoleh dari harga dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
Transfer Pricing dikur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party transaction/ RPT) piutang atas total piutang (Nancy Kiswanto, 2014).
𝑅𝑃𝑇 = Total Piutang Pihak Istimewa
Total Piutang 𝑥100%
2.1.8.4 Batasan Transfer Pricing
Pengaturan dalam hukum mengenai batasan nilai praktik Transfer Pricing
di Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (4) Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomoe PER-32/PJ/2011 mengatur bahwa Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan niai seluruh transkasi tidak melebihi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1(satu) tahunpajak untuk setiap lawan transaksi,dikecualikan dari kewajiban mekanisme Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam internal kontrol perusahaan.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
dan TahunPeneliti
Judul Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Machfirah Aprilia Rezky, Fachrizal Fachrizal (2018) Pengaruh mekanisme bonus, ukuran perusahaan, leverage, dan multinationalit y terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan
manufaktur yang Terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2010-2014. 1. Mekanisme bonus, ukuran perusahaan, leverage, dan multinationality secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing. 2. Mekanisme bonus berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing 3. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing. 4. Leverage berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing 5. Multinationality Tidak menggunakan mekanisme bonus sebagai variable x dan
tidak menggunakan multinationalit sebagai
variabel x.
Nancy Kiswanto dan Anna Purwaningsih (2014) Pengaruh Pajak, Kepemilikan Asing, dan Ukuran Perusahaan terhadap Transfer Pricing Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2010- 2013 1. berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing perusahaan. 2. Kepemilikan asing berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing perusahaan.
Tidak terdapat variabel
leverage. Populasi penelitian yaitu sektor manufaktur yang terdaftar di BEI.
Periode yang
digunakan pada tahun 2010-2013. Metode yang digunakan yaitu regresi linier berganda
Grant Richardson, Grantly Taylor dan Roman Lanis (2013)
Determinantsof Transfer Pricing Aggressivene ss: EmpericalEvidence from Australian firms
Firm size,
profitability,leverage, intangible assets, dan
multinationality berpengaruh positif erhadap transfer pricing aggressiveness dengan variabel kontrol sektor industry. Tidak menggunakan variabel Firm size, profitability,leverage, intangible assets, dan
multinationality
Siti Sara Rostiani, Tuntun A. Sukanta (2018) Pengaruh dewan pengawas syariah, profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan islamic social reporting (isr)
Pengawasan syariah Dewan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sosial islam Pelaporan (isr). Sedangkan profitabilitas dan leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan Menuju pengungkapan pelaporan sosial islam (isr). Tidak menggunakan pengawas syariah, profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan islamic social reporting (isr) sebagai variable. Nuryaman,Harnovinsah, Dewi (2012) Pengaruh Profitabilitas,Operating Leverage, pertumbuhan penjualan dan ukuran perushaan terhadap struktur modal. 1. Menunjukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara profitabilitas dengan struktur modal. 2. Hasil pengujian pada operating Tidak menggunakan Profitabilitas,Operating Leverage, pertumbuhan penjualan dan ukuran perushaan terhadap struktur modal sebagai variabel penelitian.
leverage menunjukkan tidak terdapat pengaruh negative antara operating leverage dengan struktur modal . Brata, Ignatius Oki
Dewa (2015). Pengaruh leverage terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur. Leverage memiliki hubungan positf terhadap profltabilitas. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singapurwoko, 20!1 yang menyatakan bahwa hutang (leverage) adalah salah satu alat yang dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan modal mereka dalam rangka meningkatkan
keuntungan.
Menggunakan
Leverage sebagai variabel x.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap transfer pricing
“Transfer pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara.” (Suandy, 2011)
Transfer Pricing dikur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party transaction/ RPT) piutang atas total piutang (Nancy Kiswanto, 2014).
𝑅𝑃𝑇 = Total Piutang Pihak Istimewa
Total Piutang 𝑥100%
Dari pemeriksaan SPT Toyota pada 2005 itu, petugas pajak menemukan sejumlah kejanggalan. Pada 2004 misalnya, laba bruto Toyota anjlok lebih dari 30 persen, dari Rp 1,5 triliun (2003) menjadi Rp 950 miliar. Selain itu, rasio gross margin atau perimbangan antara laba kotor dengan tingkat penjualan-- juga menyusut. Dari sebelumnya 14,59 persen (2003) menjadi hanya 6,58 persen setahun kemudian. Padahal omzet produksi dan penjualan mereka pada tahun itu justru naik 40 persen. Pemeriksa pajak menemukan jawabannya ketika memeriksa struktur harga penjualan dan biaya Toyota dengan lebih seksama. (kontan ,2013).
Dan menurut Machfoedz (dalam Ngadiman dan Puspitasari, 2014:413), ukuran perusahaan adalah suatu skala yang mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan dengan berbagai cara seperti total aktiva, log size, nilai pasar saham, rata-rat a tingkat penjualan, dan jumlah penjualan.
Menurut Hery (2017:3), ukuran perusahaan adalah skala untuk mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain dengan total aset, total penjualan, nilai pasar saham, dan sebagainya.
Penelitian yang dilakukan oleh Richardson, et al (2013) dan Supriyanto dan Falikhatun (2008) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Selain itu, Bernard, et al (2006) mengamati bahwa perusahaan-perusahaan besar terlibat dalam manipulasi yang lebih besar dari transfer pricing.
Semakin besar ukuran perusahaan maka perusaahan melakukan berbagai cara agar pembayaran pajak menjadi rendah yaitu dapat dilakukan dengan cara melakukan transfer pricing. Hal tersebut di dukung oleh penelitian yang dilakukan Nancy Kiswanto, Anna Purwaningsih (2014) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap keputusan transfer pricing.
2.2.2 Pengaruh leverage terhadap transfer pricing
“Transfer pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara.” (Suandy, 2011)
Transfer Pricing dikur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party transaction/ RPT) piutang atas total piutang (Nancy Kiswanto, 2014).
𝑅𝑃𝑇 = Total Piutang Pihak Istimewa
Total Piutang 𝑥100%
Dari pemeriksaan SPT Toyota pada 2005 itu, petugas pajak menemukan sejumlah kejanggalan. Pada 2004 misalnya, laba bruto Toyota anjlok lebih dari 30 persen, dari Rp 1,5 triliun (2003) menjadi Rp 950 miliar. Selain itu, rasio gross margin atau perimbangan antara laba kotor dengan tingkat penjualan-- juga menyusut. Dari sebelumnya 14,59 persen (2003) menjadi hanya 6,58 persen setahun kemudian. Padahal omzet produksi dan penjualan mereka pada tahun itu
justru naik 40 persen. Pemeriksa pajak menemukan jawabannya ketika memeriksa struktur harga penjualan dan biaya Toyota dengan lebih seksama. (kontan ,2013).
Perusahaan yang dinyatakan mcmiliki leverage yang tinggi cenderung untuk mcngambil keuntungan dari karakteristik utama dari modal utang (yaitu pinjam dana) yang secara signifikan menghindari pajak perusahaan (Hines, 1996: Richardson et al, 2013; Rego, 2003: Dyreng et al., 2008). Penelitian sebelumnya oleh Bernard et al. (2006) menunjukkan bahwa perusahaan dengan rasio tinggi utang terhadap ekuitas cenderung Jebih agresif terhadap pajak perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas yang rendah. Perusahaan multinasional biasanya membiayai anggota kelompok dengan transfer utang atau modal (Richardson et al., 2013). Transfer utang dan I atau modal yang sebagian didorong oleh peluang untuk arbitrase pajak dan dengan demikian, perusahaan yang terlibat dalam lokalisasi selektif utang untuk tujuan pajak lebih mungkin menjadi agresif dalam hat pcngaturan transfer pricing mereka (Richardson et al., 2013).
Menurut Syafri (2002:306), Rasio ini menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity).
Perusahaan memiliki berbagai sumber pendanaan dalam menjalankan bisnisnya, salah satunya dengan utang. Leverage mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang. Semakin besar utang maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar (Prakosa, 2014). Penelitian Ozkan (2001) memberikan bukti bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap
pajak. Perusahaan multinasional biasanya membiayai anggota kelompok dengan transfer utang dan / atau modal (Richardson, et al, 1998).
Transfer utang dan / atau modal yang sebagian didorong oleh peluang untuk arbitrase pajak dan dengan demikian, perusahaan yang terlibat dalam lokalisasi selektif utang untuk tujuan pajak lebih mungkin menjadi agresif dalam hal pengaturan transfer pricing mereka (Richardson et al,1998). Ada kemungkinan bahwa leverage dapat bertindak sebagai pengganti untuk transfer pricing dalam mencapai pengurangan kewajiban pajak perusahaan grup. Penelitian terbaru dilakukan oleh Richardson et al, (2013) yang menunjukkan bahwa leverage
berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing.
Leverage digunakan untuk menunjukkan berapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Hal ini memenuhi syarat untuk mengambil keuntungan dari hutang sebagai barang yang dapat dikurangkan dari pajak dalam laporan keuangan, khususnya dalam laporan laba rugi.
Utang merupakan salah satu tindakan perusahaan dalam memenuhi sumber pendanaan yang bertujuan untuk menjalankan bisnisnya. Semakin besar utang, maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar (Prakosa, 2014). Pada umumnya perusahaan menggunakan utang kepada pihak ketiga dalam menjalankan aktivitas operasi perusahaan. Penambahan sejumlah utang suatu perusahaan akan menimbulkan beban bunga yang menjadi pengurang beban pajak perusahaan (Kurniasih dan Sari, 2013). 2.2.3 Pengaruh Ukuran perusahaan dan Leverage Terhadap transfer pricing.
“Transfer pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dan suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara.” (Suandy, 2011).
Semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan melakukan berbagai cara agar pembayaran pajak menjadi rendah hal ini berhubungan dengan dengan leverage karena semakin tinggi nilai dari rasio leverage, bererti semakin tinggi jumlah pendanaan utang dari pihak ketiga yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi juga biaya bunga yang timbul dari utang tersebut. Biaya bunga yang semaki tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak perusahaan (Anggraeni Dwi Riri, 2011
Keterangan : = Simultan
= Parsial
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 Ukuran Perusahaan -Hery (2017:3) - Sulistiono, 2010: 36 SIZE Leverage - Syafri (2002:306) - Kasmir (2015:151) Debt to Asset Ratio
Transfer Pricing -(Suandy, 2011)
-RPT
Nancy Kiswanto dan Anna Purwaningsih (2014).
-Machfirah Aprilia Rezky, Fachrizal Fachrizal (2018)
H2
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Nuryaman & Christina (2015:18) adalah jawaban sementara atas masalah penelitian berdasarkan kerangka teori, yang harus diuji benar atau tidaknya secara empiris melalui pengumpulan data atau fakta. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1
H0 : Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap transfer pricing.
Hipotesis 2
Ho : Leverage tidak berpengaruh terhdap transfer pricing.
H2 : Leverage berpengaruh terhdap transfer pricing.
Hipotesis 3
H0 : Ukuran perusahaan dan Leverage tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
H3 : Ukuran perusahaan dan Leverage berpengaruh terhadap transfer pricing