Lama sekali tubuh dipinggirkan dalam sejarah peradaban. Tubuh
dianggap sumber masalah atau penghalang bagi cita-cita ideal
manusia terutama bagi masyarakat yang bersandarkan moralitas
agama dan filsafat idealisme. Agama-agama samawi jelasnya
teru-tama dalam berbagai perbedaan pandangan satu dengan lainnya
sepakat atas yang satu ini, tubuh adalah sumber dosa!
Pandan-gan seperti ini sejajar denPandan-gan doktrin dualisme filsafat Plato yang
jelas-jelas mendiskreditkan tubuh sebagai “penjara bagi jiwa”.
Tubuh menjadi target persepsi yang sudah dikonstruksi bahwa
dia harus ditaklukkan! Bahkan tubuh menjadi bagian yang
di-anggap paling representatif untuk diangkat sebagai komoditi
kekuasaan, khususnya dalam pemaksaan demi penundukan dan
pendisiplinan. Tubuh harus dihajar jika perlu disiksa agar muncul
ketakutan lalu tunduk dan bagaimana jika sang tubuh terus
mem-bangkang? Tak ada kata lain, “dihapuskan”!
Bagaimanapun sejarah peradaban menunjukkan bahwa tidak
begitu mudahnya tubuh tertundukkan. Tubuh memiliki banyak
aspek yang senantiasa berkelit dan bisa memampukannya luput
dari target ideal yang seringkali demikian menakutkan. Jika jiwa
yang menjadi lawan tubuh maka jiwa seringkali bertindak sebagai
pendendam untuk melenyapkan tubuh secara serta-merta.
Dalam Pameran Lukisan di Philo Art Space, kelompok lukis yang
menamakan dirinya Fighting Cocks (Acil, Aris, Basori, Zam Kamil,
plus Iqrar Dinata) menampilkan tema lukisan mereka tentang
tu-buh (manusia), tutu-buh dengan berbagai tantangan dan persepsi
namun mengarah pada problem yang sama tubuh-tubuh dalam
“garis batas”, Tubuh-Tubuh Marjin (margin). Tubuh-tubuh yang
bi-asanya bertebaran di dalam wilayah yang cenderung tertaklukkan.
Tubuh-tubuh yang mencoba menggeliat untuk eksis, tubuh-tubuh
yang mencoba terus survive!
Pada lukisan-lukisan Acil diperlihatkan bagaimana tubuh
terper-angkap dalam ruang-ruang yang terkesan demikian formalistik
dan struktural. Nampaknya relasi ruang-ruang itu fleksibel bagi
dirinya sendiri namun justru itulah yang menyebabkan manusia
nyaris terabaikan di sana. Secara cukup transparan di sini bahwa
pada kenyataan bukanlah jiwa yang terpenjara oleh tubuh
melain-kan sebaliknya. Idealitas ruang kehidupan sudah demikian kuat
menutup kemungkinan tubuh-tubuh kongkrit mencari jalannya
sendiri.
Senada dengan ini kita bisa simak pula napas lukisan-lukisan Aris.
Tubuh-tubuh di sana memperlihatkan ketakberdayaannya dalam
struktur sosial yang nyaris tak memungkinkan tubuh individual
Tubuh-Tubuh Margin
sebagai subjek perubahan muncul dan merdeka. Tubuh sudah
terkonstruksi demikian rupa ke dalam bagian-bagian komunitas
yang malah terbuka atau kemungkinan hanya mampu bergerak
sesuai dengan panggilan alam.
Pada lukisan-lukisan Iqrar Dinata sejarah tubuh diekspos
terang-benderang. Sedari masa kecil seseorang sudah dibuat mau jadi
apa, diobjektivikasi sesuai dengan idealitas sistem dan
dima-tangkan oleh pengawasan dan penghukuman. Biasanya apa yang
dihasilkan dari konstruksi sosial ini tak lain ialah kekerasan atas
tubuh. Tubuh sosial adalah sebuah pencapaian kekerasan yang
di-lakukan sejak kecil dan tubuh yang lebih tak berdaya adalah tubuh
perempuan.
Zam Kamil mengambil sisi relasi antar individu yang beraromakan
hasrat bagaimana tubuh menjadi penting. Ada sosok maestro
Vin-cent van Gogh disentil sebagai ikon bagi “hasrat kegilaan” sang
tubuh yang memang aneh di dalam sejarah peradaban.
Senyat-anya ikon itu bisa dibaca sebagai reaksi yang sangat waras bagi
peradaban yang tak lagi mempedulikan bagian detil dari tubuh,
peradaban tak lagi merasakan bagian yang sakit dari tubuh dan
bagaimana kita menyaksikan sebuah kematian rasa tubuh kita
sendiri hanya apabila kita terlalu pasif atas idealitas norma-norma
sosial. Zam Kamil justru ingin merayakan hasrat yang nyaris punah
itu.
Sementara Basori fokus pada hubungan tubuh dengan waktu,
berpacunya tubuh dengan gerak waktu yang memang
merupa-kan tema kontemporer yang gamblang. Ada sesuatu yang
mena-rik bahwa berpacunya tubuh dengan waktu ternyata
menghasil-kan hilangnya relasi kita dari tempat asal kita yakni “rumah alam”.
Manusia kontemporer telah kehilangan aura romantisisme? Apa
sesungguhnya yang ia kejar? Mungkin ia sendiri tak tahu jawabnya
kecuali harus berpacu dengan dan bersama waktu!
Selamat berpameran
Tommy F Awuy
Kepompong 10 x 10 cm acrylic on canvas 2011
11
Victim of Innocent 120 x 100 cm acrylic on canvas 2011
1
Silent 10 x 10 cm acrylic on canvas 2011
1
Kutunggu Di Jakarta 120 x 120 cm oil on canvas 2010
Puncak 10 x 10 cm oil on canvas 2010
1
Vincent, Matahari dan Puisi Kegelisahan 10 x 10 cm oil on canvas 2010
Waktu Terus Berlari 10 x 10 cm oil on canvas 2010
Di atas Langit Masih Ada Langit
200 x 200 cm acrylic on canvas 2011
21 Gerbang Pintu Harapan 10 x 10 cm acrylic on canvas 2011
2
2
NURUL HAYAT (ACIL) was born in Tasikmalaya, West of Java on Sep-tember, 06, 1972. Graduate from Sarjanawiyata Tamansiswa Univer-sity. Postgraduate Indonesian Institute of Art (ISI) Yogyakarta. He create a Jhon Doe (‘Si Polan’ in Indonesia, ‘Fulana’ in Portugal, ‘Fulan’ in Middle East, ‘Ah Beng’ in Singapore, or ‘Thio Sam’ in Tiong-hoa) character on his works of two-dimension. The character of this ‘Jhon Doe’ describe by masculine bodies, completely naked, with colorful bald-head that always have a flat face (without expression). Acil wants to speak loudly about the identity of humanity and so at once he wants to criticize the wrong understanding when emphasis of urban life identity based on advertisement, lifestyle, and trend. He ‘undrape’ that bodies who dependent on that crap, even with ex-tremely he ‘shaving down’ all of the attribute about the beauty and handsomeness by removing the hair on the head of his characters. Acil is one of the artist that always want to learn everything and love to explore his works with different medium. In this time he struggling with newsprint media – as one of the urban life product – that he cre-ate to be his three-dimensions works.
AWARDS
200 : The second best TransTV and Trans7 gateway contest. 1992 : The best sketch Sarjanawiyata Tamansiswa University.
SELECTED GROUP EXHIBITIONS
2011 : Tubuh-Tubuh Margin, Philo Art Space, Jakarta, Indonesia; To Know The Unknown (collaboration with Marbod Fritsch-Austria), Se-won Artspace, Yogyakarta, Indonesia; Menembus Batas, a group exhi-bition with Sanggar Suwung, Bentara Budaya Yogyakarta, Indonesia; D & Art, Roemah Rempah, Solo, Indonesia; 27th Dies Natalis Indone-sian Institute of Art (ISI) Yogyakarta, UPT Galeri ISI Yogyakarta, Indo-nesia. 2010 : Art (Sem), Semarang, Indonesia; Tanah Jawa, a group exhibition with Arts Liberation Front, Taman Budaya Yogyakarta, Yo-gyakarta, Indonesia; Jakarta Art Award, North Art Space Pasar Seni
Ancol, Jakarta, Indonesia; Power Wagon, a group exhibition with Kelompok Parkiran, Jogja National Museum, Yogyakarta, Indone-sia; Kebersamaan, Biasa Gallery, Yogyakarta, Indonesia. 200: Jogja Jamming, Biennale X Yogyakarta, Indonesia; Jogja Art Fair, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia; Meeting People is Not Easy, Roommate, Yogyakarta, Indonesia. 200: Global Warming, a performance art with Pataga Tujuh Belas Agustus University, Sura-baya, Indonesia; Global Warming, a performance art at Tasikma-laya, West of Java, Indonesia; The Untranslateable, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia. 2002 : Group exhibition at Pulau Air, Seribu Islands, Jakarta, Indonesia. 2000 : Bercermin, Sanggar Suwung, Yogyakarta, Indonesia. 1 : Instalasi Chaos, Gedung Agung, Yo-gyakarta, Indonesia. 1 : Bandung-Yogya, a group exhibition with Sanggar Suwung, Yogyakarta, Indonesia; Instalation workshop with Nindityo Adipurnomo, Sanggar Suwung, Yogyakarta, Indonesia.
16 : Weather Report, a workshop with six Netherland artists, Cemeti Art House, Yogyakarta, Indonesia; A workshop with FX Har-sono, Cemeti Art House, Yogyakarta, Indonesia. 1 : Young Artist Exhibition II, Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Indonesia.
MULTAZAM KAMIL was born in Makassar, South of Sulawesi on August, 05, 1969. Graduate from Indonesian Institute of Art (ISI) Yogyakarta.
He speak of little poetic moments in life, the fallibilities of the hu-man spirit, moods and situations in life. Matters relating to the material and physical are left behind in Zam Kamil’s painted world, one finds a sense of wonder towards nature; unceasing attempts to capture the depths of human sensations, and distilled essence of life’s milestones. The simplified and abstracted silhouette figure is a leitmotif in Zam Kamil;s paintings; it is also in them that we recall the bold early 20th century Fauvist manifestos of noted modernists like Andre Derain and Henri Matisse affirming the expressive po-tency of color and artistic freedom from academic realism.
2
RESEARCH
1 : Examine the mural paintings of prehistoric sites Leangleang cave in the context of preparation the thesis entitled “Values of Aesthetic and Magical Religious of Mural Paintings Leangleang Cave South Sulawesi”.
SOLO EXHIBITIONS
200 : Aphostrophe, CG Artspace, Jakarta, Indonesia. 200 : Dance of Life, Aryaseni Gallery, Singapore. 2001:Terapung, Leangleang Art Studio, Yogyakarta, Indonesia.
SELECTED GROUP EXHIBITIONS
2011 : Tubuh-Tubuh Margin, Philo Art Space, Jakarta, Indonesia; Dusta Suci, a group exhibition with Spirit ‘90, Santrian Gallery, Sa-nur, Bali, Indonesia. 2010 : Makassar Art Moment #2, TransStudio Mall, Makassar. 200 : Exposign The Great Exhibition, JEC Yogyakar-ta, Indonesia; Singapore Art Fair, Singapore; Semarak Biennale, CG Artspace, Jakarta, Indonesia. 200 : Masterpiece South East Asian Modern and Contemporary Auction, Singapore; Singapore Art Fair, Singapore. 200 : Indonesian Contemporary Art, Smend Gallery, Cologne, Germany; Borobudur South East Asian Fine Art Auction, Singapore Art Fair, Singapore; Zeitgenossische: Indonesische Kunst, Cologne, Germany; Indonesian Art Today: Reexploring Culture, Ve-rona Italy. 2006 : Homage 2 Homesite: Kembali ke Gampingan, Jogja National Museum, Yogyakarta, Indonesia; Art for Jogja, Taman Bu-daya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia. 200 : Open Rotermundt Asian Art 5, Home Gallery, Holland, Netherland; Art for Aceh, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia.
MOCH BASORI was born in Kediri, East of Java on March, 09, 1971. Graduate from Indonesian Institute of Art (ISI) Yogyakarta.
He used painting as a media to depict human condition including himself. For him, the understanding of others is as important as
un-derstanding himself. This paradigm is shape by his interest in kejawen (Javanese mysticism). However, painting is just one of his artistic ac-tivities. Basori love to exploring different materials used windscreen, coconut, wood, brass, resin, cloth and bicycle frames, etc and imagi-natively uses them as media or parts in his Creations.
SELECTED SOLO EXHIBITIONS
200: Ritus Kawin, Museum Affandi, Yogyakarta, Indonesia. 2001:
Solo exhibition at Kedai Arya Panjalu, Yogyakarta, Indonesia. 1:
Solo exhibition at Kedai Kebun, Yogyakarta, Indonesia. 1: Solo ex-hibition at Purna Budaya, Yogyakarta, Indonesia.
SELECTED GROUP EXHIBITIONS
2011 : Tubuh-Tubuh Margin, Philo Art Space, Jakarta, Indonesia; Dusta Suci, a group exhibition with Spirit ‘90, Santrian Gallery, Sa-nur, Bali, Indonesia. 2010 : Power Wagon, a group exhibition with Kelompok Parkiran, Jogja National Museum, Yogyakarta, Indonesia.
200 : Jogja Jamming, Biennale X Yogyakarta, Indonesia; Jogja Art Fair, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia; Meeting Peo-ple is Not Easy, Roommate, Yogyakarta, Indonesia. 200 :Group ex-hibition at Sangkring Artspace, Yogyakarta, Indonesia; Group exhibi-tion at Museum Affandi, Yogyakarta, Indonesia; Group exhibiexhibi-tion at HeArt Space, Bali, Indonesia; 69 Sexy Nian, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia. 200 : Group exhibition at Gallery Arus, Lombok, Indone-sia. 200 : The Survivors of Spirit, a group exhibition with Spirit ‘90, FM Cafe Sosrowijayan, Yogyakarta, Indonesia. 2002 : Ritus Kangen, a group exhibition with Spirit ‘90, Purna Budaya, Yogyakarta, Indo-nesia; Rekreasi Produktif, Museum Widayat, Yogyakarta, IndoIndo-nesia; Widayat’s Remember Day Exhibition, Museum Widayat, Yogyakarta, Indonesia; Neurosis, an exhibition with Yeri Padang, Andi’s Gallery, Jakarta, Indonesia; Group exhibition at Mhc Gallery (Canada), New York, New Jersey and Virginia. 2001 : Spirit ‘90, INA Gallery, Jakarta, Indonesia; 7 Pendusta, Bentara Budaya, Yogyakarta, Indonesia; 7 Pendusta, Air Art House, Jakarta, Indonesia.
PRIYARIS MUNANDAR was born in Yogyakarta, Center of Java on February, 27, 1980. Graduate from Indonesian Institute of Art (ISI) Yogyakarta.
AWARDS
2010 : Finalist 69 Indonesia Art Award (IAA) Jakarta, 2010.
2006 : 50 Best Finalist in Championship Painting of Mega-wati’s Face, Taman Budaya Solo, Solo, Indonesia. 1 : The Best Sketch, Indonesian Art Institute, alumni 1999, Yogyakar-ta, Indonesia.
SOLO EXHIBITIONS
200 : Face to Face, Kartika Plaza, Bali, Indonesia. 2006 : Hi-tam Putih, Agas Hotel, Solo, Indonesia.
SELECTED GROUP EXHIBITIONS
2011 : Tubuh-Tubuh Margin, Philo Art Space, Jakarta, Indo-nesia; Sstt...This is Art, Warning!, Syang Art Space, Magelang, Indonesia; Bling Bling Art Project, Pacific Place, Jakarta, In-donesia; Bazaar Art Jakarta, The Ritz Carlton, Jakarta, nesia; Sekarat, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indo-nesia. 2010 : Abstrak Indonesia, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia; Art Liberation Front, Biasa Gallery, Yogyakarta, Indonesia; Energy 3, Bentara Budaya Jakarta, Jakarta, Indonesia; Expresif, Jogja Gallery, Yogyakarta, In-donesia; Hip! Hip! Hero!, Galeri Apik, Jakarta, InIn-donesia; Contemporaneity, Biennale Indonesian Art Award 2010, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta; Green Carnival (Public Art Project), Pacific Place, Jakarta, Indonesia; Bazaar Art Jakarta, The Ritz Carlton, Jakarta, Indonesia; Visit Us in The Asia Top Gallery Hotel Art Fair, Seoul, Korea; Tanah Jawa, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia; Jogja Art Care, Jogja Nasional Museum, Yogyakarta, Indonesia. 200 : Jogja Jamming, Biennale X Yogyakarta, Indonesia; Menjadi Indonesia, Gedung Arsip Nasional (National Archive Build-ing), Jakarta, Indonesia; Post Boom, a group exhibition with
9 Block Group, Syang Art Space, Magelang, Indonesia; Group exhibi-tion with Persatuan Paguyuban, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakar-ta, Indonesia; Seniku Tak Berhenti Lama, Taman Budaya YogyakarYogyakar-ta, Yogyakarta, Indonesia. 200 : Mitos Kontemporer, a group exhibition with 9 Block Group, Sangkring Art Space, Yogyakarta, Indonesia; Body Painting Action, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia; Jogja Art Fair #1, Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia. 200 : Homage 2 Homesite, Jogja Nasional Museum, Yogyakarta, Indonesia; Display 1000 Lukisan, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia; Welcome to and to, Ministry Coffee, Yogyakarta, Indonesia. 2006 : Homage 2 Homes-ite: Kembali ke Gampingan, Jogja National Museum, Yogyakarta, In-donesia; Welcome to and to, Ministry Coffee, Yogyakarta, Indonesia.
200-200 : Head to Creative Team at Tabloid Swasta, Yogyakarta, Indonesia.
IQRAR DINATA was born in Sawah Lunto, West of Sumatera, October, 06, 1981. Graduate from Indonesian Institute of Art (ISI) Yogyakarta.
AWARDS
2006 : Finalist Jakarta Art Award (JAA). 2003 : Finalist Asean Art Award. 2002 : The Best Artwork, Dies Natalis Indonesia Art Institute (ISI) Yogyakarta, Indonesia.
SOLO EXHIBITION
1 : Aktivitas Manusia dan Lingkungannya, Fine Art Faculty, Indo-nesian Institute of Art (ISI) Yogyakarta, Indonesia.
SELECTED GROUP EXHIBITIONS
2011 : Tubuh-Tubuh Margin, Philo Art Space, Jakarta, Indonesia; Group exhibition graduate of Fine Art High School (SMSR) Padang, Taman Budaya Padang, West of Sumatera, Indonesia. 2010 : Bakaba, a group exhibition with Sakato Art Community, Jogja National Muse-um, Yogyakarta, Indonesia. 200 : Trapesium, Edwin Gallery, Jakarta, Indonesia; Post Boom, a group exhibition with 9 Block Group, Syang Art Space, Magelang, Indonesia. 200 : Group exhibition at Elegance
1
Art Space, Jakarta, Indonesia; Kaba Rang Minang, Ego Gallery, Jakarta, Indonesia; Survey, Edwin Gallery, Jakarta, Indonesia; Hulu Fantasi, One Gallery, Jakarta, Indonesia; Looking Inward, Elegance Art Space, Jakarta, Indonesia; Mitos Kontemporer, a group exhibition with 9 Block Group, Sangkring Art Space, Yogyakarta, Indonesia; Heros, Tujuh Bintang Art Space, Yo-gyakarta, Indonesia. 200 : Nusantara, Galeri Nasional, Ja-karta, Indonesia; Panorama, SIGI Gallery, Bukittinggi, West of Sumatera, Indonesia. 2006 : Jalin Bapilin, Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Indonesia; Art for Jogja, Societet Taman Budaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia; Jakarta Art Award, Ancol, Jakarta, Indonesia. 200 : Sketsa Ulang Tahun Yogyakarta, Gramedia Building Yogyakarta, Indonesia; Minangese art ex-hibition, Galeri Nasional, Jakarta, Indonesia. 200 : SA_AKA 99 group exhibition, Purna Budaya Yogyakarta, Indonesia; Group exhibition with Sakato Art Community, Langgeng Gal-lery, Magelang, Indonesia; Asean Art Award, Asean Secretary Building Jakarta, Indonesia; 1th Dies Natalis Indonesian In-stitute of Art (ISI) Yogyakarta, Galeri UPT ISI Yogyakarta, Indo-nesia; Group exhibition with Gledek 99, Purna Budaya Solo, Solo, Indonesia. 2002 : Group exhibition with Gledek 99, Sanggar Caping, Yogyakarta, Indonesia. 2001 : Group exhibi-tion with Sakato Art Community, Purna Budaya Yogyakarta, Indonesia.
This catalogue is published in conjunction with a Fighting Cocks Group Exhibition
TUBUH-TUBUH MARGIN september 26 - october 10, 2011 @ Philo Art Space
Jl Kemang Timur 90 C South Jakarta 12730 Indonesia t/f: (62 21) 719 84 48 m: +62 11 10 60 e: philoartspace@gmail.com Curator: Tommy F Awuy
Special thanks : Nurul Hayat (acil) I Multazam Kamil I Moch Basori Priyaris Munandar (aris) I Iqrar Dinata
Photography of Artworks: Artist Design: signscape
Published by Philo Art Space 2011
Copy Rights © Philo Art Space
All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photography, recording or otherwise, without the written permission from Philo Art Space