• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN KECERDASAN MAJEMUK ANAK MELALUI PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGEMBANGKAN KECERDASAN MAJEMUK ANAK MELALUI PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

9

MENGEMBANGKAN KECERDASAN MAJEMUK ANAK MELALUI

PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN

1

Santhy Hawanti2

PGSD FKIP

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

A. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)

Istilah kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligence menjadi sangat popular saat ini setelah pada tahun 1983 dikenalkan oleh Howard Gardner. Konsep kecerdasan majemuk ini menawarkan model kecerdasan manusia ditinjau dari berbagai segi yang bersifat revolusioner. Teori ini mengkategorikan kecerdasan inteltual manusia menjadi delapan bentuk kecerdasan yaitu: linguistik-verbal, musik-irama, logis-matematis, visual-spasial, kinestetik-jasmani, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.

Menurut Gardner dalam ( Chatib, 2013) kecerdasan seseorang dapat dilihat dari dua hal yaitu problem solving skills dan creativity. Berkembangnya teori kecerdasan majemuk Gardner menarik perhatian masyarakata karena Gardner mengusung perubahan paradigma mendasar tentang kecerdasan (Chatib, 2013), yaitu: kecerdasan tidak dibatasi tes formal, kecerdasan itu multidimensi, dan kecerdasan merupakan proses discovering ability (penemuan kemampuan).

Memahami kecerdasan majemuk menjadi sangat penting terutama bagi guru di sekolah dasar karena masa paling potensial untuk mengembangkan fungsi otak adalah sebelum anak berusia 8 atau 9 tahun. Oleh karena itu, usia 0-8 atau 9 tahun ini disebut ‘the golden age’. Pada usia ini 6-7 tahun ini biasanya anak

1 Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan

Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016.

(2)

10

sudah mulai masuk sekolah dasar (SD), sehingga guru di sekolah tetap berkontribusi dalam pembentukan kecerdasan anak.

Bloom, seorang professor bidang pendidikan dari Universitas Chicago, menyampaikan hasil penelitiannya bahwa ternyata 50% dari semua potensi hidup manusia terbentuk ketika kita berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun. Lalu 30% berikutnya terbentuk pada usia 4 – 8 tahun, artinya, separuh perkembangan intelektual anak berlangsung sebelum usia 4 tahun. Perkembangan kognitif ketika mencapai usia 17 tahun merupakan akumulasi perkembangan anak sebelum usia 4 tahun 50%, 4-8 tahun 30%, dan 9-17 tahun 20%. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa secara fisik, perkembangan otak manusia akan berhenti pada usia 12 tahun, dengan perincian: perkembangan dalam kandungan mencapai 25%, usia 0-9 tahun mencapai 90% dan pada usia 12 tahun memcapai 100%. Sementara itu, perkembangan intelektual seseorang (artinya aspek fungsional dari otak manusia untuk berpikir), akan berhenti pada usia 18 tahun, dengan perincian: sampai usia 4 tahun mencapai 50%, usia 8 tahun mencapai 80% dan usia 18 tahun mencapai 100%. Berdasar penelitian tersebut terlihat jelas bahwa masa paling pesat untuk pertumbuhan fisik maupun intelektual manusia adalah pada saat usia dini.

Belakangan ini berkembang teori belajar yang dikembangkan oleh Rose dan Nitcholl (1997), yang mengatakan bahwa sejak lahir sampai dengan usia 10 tahun adalah masa-masa yang sangat penting dan peka bagi anak untuk belajar. Disebutkan bahwa 50% kemampuan belajar anak dikembangkan pada masa empat tahun pertama, 30% dikembangkan menjelang ulang tahunnya yang ke-8, dan tahun-tahun yang amat penting tersebut merupakan landasan atau penentu bagi semua proses belajarnya di masa depan.

Terkait dengan kecerdasan majemuk, guru harus memiliki pemahaman bahwa semua anak memiliki kecerdasan masing-masing yang menonjol. Kecerdasan majemuk memberikan kesempatan bagi guru untuk dapat mengidentifikasi kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dengan lebih teliti. Berikut ini adalah beberapa bentuk kecerdasan majemuk dan strategi atau kegiatan belajar yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat merangsang berkembangnya kecerdasan anak (Chatib, 2013).

1. Kecerdasan Lingusitik

Komponen inti: kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Kecerdasan ini berkait dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat. Kegiatan belajar yang dapat dilakukan untuk mengembangkan jenis kecerdasan ini antara lain: berdiskusi, membacakan cerita, merangkai cerita, bermain kartu huruf atau kata, main tebak-tebakan, misalnya menyebutkan kata dengan awalan atau akhiran huruf tertentu, bermain peran, bermain teka-teki silang, atau permainan lain yang berorientasi bahasa, memperdengarkan lagu atau dongeng anak-anak, lalu ajak anak ikut bernyanyi

(3)

11

mengikutinya, memutar video/film dan mengisi buku harian, dan menulis surat pada teman.

2. Kecerdasan Logika Matematika

Komponen inti: kepekaan pada memahami pola-pola logis atau numeris dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berpikir logis, memecahkan masalah. Kegiatan atau aktivitas belajar yang dapat dilakukan di kelas antara lain dengan bermain pazel, bermain dengan bentuk-bentuk geometri, pengenalan bilangan melalui nyanyian, tepuk, dan sajak berirama, obrolan ringan tentang sebab akibat, bermain tebak-tebakan, bermain tentang perbandingan bilangan dengan topik yang menarik bagi anak, bermain menyusun pola tertentu, dengan kancing warna-warni atau benda lainnya, pengamatan atas berbagai rutinitas kejadian sehari-hari sehingga anak memahami hubungan sebab akibat, melakukan eksperimen sederhana misalnya bermain mencampur warna atau bermain menuang air ke berbagai wadah dengan bermacam bentuk, mengukur besar kaki, menemukan konsep udara, mengukur panjang-berat-volume suatu benda, mengamati benda kecil dengan lup, menyeimbangkan batang kayu dan gantungan pakaian, mengenalkan cara menggunakan kalkulator dan komputer.

3. Kecerdasan Kinestetis

Kecerdasan fisik memiliki komponen kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek, respons dan refleks. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan gerak motorikdan keseimbangan. Ciri-ciri dari anak dengan kecerdasan fisik tinggi anatar lain: mampu melakukan suatu gerakan tubuh yang indah atau bagus, berlari, pandai menari, suka main memasak, menghias rumah, membuat taman bunga atau terampil membuat kerajinan tangan dan cekatan dalam mengerjakan sesuatu. Strategi mengembangkan anak dengan cerdas fisik antara lain: mengajak anak menari bersama, bermain peran, berolah raga, menempel-menggunting-mencocok-menjahit, dan berbagai kegiatan keterampilan lainnya disesuaikan dengan usia.

4. Kecerdasan Visual Spasial

Komponen inti pada kecerdasan ini adalah kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung dan mendesain. Kegiatan belajar yang dapat dilakukan antara lain: melukis, menggambar atau mewarnai, membuat prakarya, menggambarkan benda-benda yang disebut dalam sebuah lagu atau sajak, sehinngga selain gembira anak juga dapat melatih visualnya karena harus membayangkan dulu benda-benda yang akan

(4)

12

digambarnya, mengunjungi berbagai tempat untuk memperkaya pengalamannya kemudian meminta anak menggambarkan apa saja yang sudah dilihatnya, misalnya ke kebun binatang atau museum, bermain balok, lego, stempel atau pazel, maze, rumah-rumahan, bermain membaca peta.

5. Kecerdasan Intrapersonal

Komponen inti dari kecerdasan ini adalah memahami perasaan sendiri dan k kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecerdsasan ini berkaitan dengan kemampuan mengenal diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri sensitive terhadap nilai diri dan tujuan hidup. Anak dengan kecerdasan ini mampu untuk mengerti tentang dirinya sendiri, mampu bekerja mandiri dan memanfaatkan informasi untuk kehidupannya sendiri. Aktivitas belajar yang dapat dikembangkan antara lain: bermain peran tentang berbagai profesi, mengisi buku harian atau jurnal sederhana, mengajak anak berimajinasi menjadi tokoh sebuah cerita dalam buku, membuat jadwal kegiatan sehari-hari.

6. Kecerdasan Interpersonal

Komponen inti dari kecerdasan ini adalah kepekaan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan keinginan orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama dan mempunyai empati yang tinggi. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dilakukan di dalam pembelajaran anatra lain: diskusi, membuat sebuah proyek kerjasama, bermain peran.

7. Kecerdasan Musikal

Memiliki kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola titi nada dan warna nada serta apresiasi bentuk bentuk ekspresi emosi musical merupakan komponen inti dari bentuk kecerdasan musikal.. Anak disebut cerdas musik bila ia mempunyai kepekaan musik yang tinggi sehingga mudah dalam mengamati, mengkritik, menggubah, memainkan musik atau menyanyikan lagu. Bagian otak yang memproduksi kemampuan ini terletak di bagian otak kanan. Ciri-ciri anak yang cerdas musik adalah: mampu bernyanyi dengan nada dan tempo yang benar, suaranya tidak sumbang, mudah mengikuti melodi, suka memainkan alat musik tertentu dan mudah terbawa perasaannya jika mendengarkan musik. Kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan untuk merangsang kecerdasan musical anak, antara lain: mengajak anak bermain musik, belajar sambil bernyanyi,

(5)

13

8. Kecerdasan Naturalis

Komponen inti dari kecerdasan ini adalah kemampuan untuk membedakan anggota –anggota spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formal maupun non formal juga mengenali dan mengelompokkan berbagai flora fauna dan memahami berbagai gejala alam. Kegiatan belajar di kelas yang dapat dikembangkan antara lain: pembelajaran di luar kelas (outdoor learning), pengamatan (observasi), pembelajaran berbasis proyek.

Dari penjelasan mengenai kecerdasan majemuk di atas dengan, maka sesungguhnya ada banyak strategi belajar yang dapat dikembangkan oleh guru dalam rangka mengembangkan kecerdasan anak. Hal lain yang tidak kalah penting adalah bahwa guru harus percaya bahwa setiap anak memiliki bentuk kecerdasan masing-masing yang harus dikembangkan. Dapat saja ditemukan siswa yang memiliki bentuk kecerdasan lebih dari satu, artinya dia memiliki kemajemukan kecerdasan yang dikarenakan memang secara gentik diturunkan dari kedua orang tuanya, atau yang telah berkembang karena didukung lingkungan sosial dan bentuk pengasuhan yang dialaminya. Namun tidak sedikit anak yang hanya menonjol di satu bentuk kecerdasan, dan kurang berkembangan di bentuk kecerdasan lain, namun demikian bukan berarti anak tersebut tidak dapat menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Tugas utama orang dewasa adalah menyediakan sebanyak mungkin kesempatan yang sesuai dengan tingkat umur dan mengembangkannya secara bertahap ( Antonia Lopez).

B. Belajar yang menyenangkan

Tidak mudah bagi sebagian besar guru untuk mendefinisikan makna dari belajar. Belajar seringkali diartikan sebagai sebuah aktivitas membaca buku pelajaran atau mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dari sekolah. Padahal jika dicermati lebih dalam, belajar mengandung makna yang sangat luas. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku. Belajar juga dapat dimaknai sebuah kegiatan atau aktivitas yang dapat menumbuhkan minat dan keinginan anak untuk mengetahui sesuatu melalui berbagai media maupun strategi. Kata penting yang perlu digarisbawahi untuk memaknai belajar adalah memunculkan keinginan dan minat, sehingga seseorang belajar tidak terbatas pada ruang, waktu dan cara tertentu. Belajar yang menyenangkan mengedepankan aspek memunculkan antuasisame saat anak mengalami proses mencari tahu jawaban atas sebuah persoalan.

(6)

14

Beberapa kondisi yang menjadikan belajar menjadi proses yang kurang menyenangkan banyak dijupai di kelas-kelas di SD di Indonesia. Belajar hanya menjadi bagian dari proses aktivitas rutin harian yang dilakukan oleh guru dan siswa di sekolah. Banyak orang tua yang mengeluhkan anak mereka mengalami stress karena menumpuknya tugas sekolah dan juga materi yang harus dipelajari. Belajar menjadi membosankan karena guru yang kurang kreatif, metode belajar yang monoton, dan aktivitas belajar yang belum berpusat pada siswa. Target belajar lebih banyak ditempatkan pada penguasaan materi agar siswa dapat mengerjakan tes atau ujian. Aturan yang dibuat di kelas lebih banyak bersifat menekan daripada menumbuhkan kesadaran siswa untuk bertanggungjawab serta system ranking yang lebih berupaya menunjukkan urutan kecerdasan siswa. Di samping itu guru masih kurang dalam memberikan apresiasi kepada siswa.

Guru perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Ada lima area yang harus dikembangkan berkenaan dengan belajar yaitu:

1. Citra diri dan perkembangan kepribadian 2. Latihan keterampilan hidup

3. Cara berpikir atau pola pikir

4. Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik. 5. Pengenalan siswa terhadap Tuhan/ Pencipta

Kelima area belajar di atas menunjukkan betapa luasnya makna belajar, sehingga secara umum tujuan belajar adalah perubahan sikap. Perubahan sikap dapat terjadi jika siswa mengalami kegiatan belajar yang mengesankan dan bermakna bagi hidupnya. Tujuan belajar yang hanya berpusat pada keberhasilan siswa mendapatkan nilai ujian yang baik akan mengarahkan guru pada pembelajaran yang berbasis pada pengembangan kecerdasan intelektual saja, sementara bentuk kecerdasan lain kurang tergali. Hak siswa untuk mendapatkan pengajaran yang menyenangkan menjadi kurang terakomodasi. Kegiatan belajar lebih didominasi pada aktivitas mengerjakan latihan, mendengarkan penjelasan guru atau diskusi, padahal menurut kerucut belajar Edgar Gale (1969) ada beberapa kegiatan belajar yang terkait dengan daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan seperti di bawah ini:

(7)

15

Mengacu pada The Cone of Learning di atas, maka dapat dilihat bahwa anak akan mudah menerima informasi yang disampaikan oleh guru melalu kegiatan yang melibatkan siswa melakukan dan mengatakan (do and say), bukan hanya sekedar mendengarkan (hear) dan melihat (see) saja.

Berikut ini adalah beberapa tips praktis agar belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi anak:

1. Ciptakan lingkungan belajar tanpa stress

Kita semua tahu bahwa sampai saat ini sebagian besar guru dan orang tua menjadikan nilai sebagai ukuran keberhasilan. Hal ini tidak sepenuhnya salah atau keliru, namun yang harus diperhatikan adalah bagaimana siswa dapat menyadari tuntutan ini dengan tetap menjadikan kegiatan belajar sebagai hal yang menyenangkan. Syarat pembelajaran yang efektif adalah lingkungan yang mendukung dan menyenangkan. Belajar perlu dinikmati dan timbul dari perasaan suka serta nyaman tanpa paksaan. Ruang kelas dikelola untuk menumbuhkan rasa nyaman dan betah saat belajar dengan kata lain kelas dibuat lebih humanis. Kelas yang humanis dapat dimakanai sebagi kelas yang mampu mengakomodasi kebutuhan jasmani dan rohani siswa secara seimbang artinya terdapat proses membimbing, mengembangkan dan mengarahkan potensi dasar siswa baik jasmani maupun rohani secara seimbang (Hamid, 2012).

2. Manfaat Sarana Bermain untuk Belajar

Banyak guru dan orang tua yang lupa bahwa bermain merupakan salah satu bentuk belajar yang sangat disukai oleh anak-anak. Melalui kegiatan bermain, berbagai bentuk kecerdasan anak dapat dikembangkan. Namun karena tuntutan kurikulum yang masih menekankan aspek kognitif sebagai ukuran kecerdasan seseorang, maka kegiatan bermain menjadi sesuatu yang justru sering dianggap mengganggu proses pembelajaran. Pembelajaran yang baik sudah semestinya melibatkan segenap aspek emosi anak, sehingga lebih mudah bagi anak untuk menyerap informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh guru. Belajar

(8)

16

melalui kegiatan permainan atau belajar sambil bermain merupakan aktivitas yang dapat menumbuhkan emosi anak diantaranya menumbuhkan rasa bahagia, merasa lebih rileks, bebas menyampaikan pendapat atau lebih bebas mengekspresikan pemikiran. Untuk itu, dibutuhkan kreatifitas guru dan orangtua untuk menciptakan permainan-permainan yang dapat menjadi wadah dan sarana anak untuk belajar.

3. Manfaatkan dan Kembangkan Kelima Indra Anak sebagai Jalur Belajar Secara umum anak memiliki kemudahan belajar melalui pengalaman konkret yang aktif, sebagai contoh untuk memahami konsep benda ‘kasar’ yang abstrak, seorang anak perlu melihat dan menyentuh langsung dengan benda dengan permukaan kasar, sehingga pemahaman mereka menjadi tepat. Teori ini mengacu pada kerucut belajarnya Edgar Dale (1969) yang menekankan bahawa informasi yang disampaikan oleh guru akan lebih mudah diserap oleh anak ketika kelima indra mereka diaktifkan. Belajar adalah proses melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, artinya belajar tidak hanya menggunakan otak tapi juga melibatkan seluruh tubuh dan pikiran dengan segala emosi, indra dan sarafnya (Hamid, 2012)

4. Pakailah Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas

Konsep dunia sebagai ruang kelas penting dimiliki oleh orang tua dan guru. Dengan memahami konsep ini belajar menjadi tidak hanya terbatas ruang kelas dan sekolah saja, tetapi lingkungan di mana anak tumbuh berkembang dan mengalami interaksi sosialnya. Sebagai contoh untuk materi bentuk saja, kita bisa menjadikan roda, balon, matahari, piring sebagai bentuk lingkatan. Jika tidak memungkinkan, maka jadikanlah kelas sebagai sumber informasi bagi siswa, maka penggunaan display kelas menjadi bagian penting dalam menciptakan kelas yang bermakna bagi anak.

(9)

17

C. Kendala penerapkan pembelajaran yang mengacu pada teori multiple intelegensi

Meskipun hampir semua guru mengetahui keberadaan kecerdasan majemuk dan pentingnya mengembangkan kecerdasan majemuk pada disi siswa, namun bukan berarti mudah bagi mereka untuk mengimplementasikan pembelajaran yang mengacu pada pengembangan kecerdasan majemuk di dalam kegiatan belajar. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan guru untuk mengembangkan kecerdasan majemuk siswa, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal lebih banyak terkait dengan guru. Pengetahuan guru tentang strategi pembelajaran yang variatif dan keyakinan (beliefs) guru bahwa anak memiliki ragam kecerdasan yang harus dikembangkan akan mempengaruhi bagaimana guru mengambil keputusan di kelas (Hawanti, 2012). Guru yang memiliki pengetahuan baik dan yakin bahwa siswa mereka dapat berkembang baik, akan lebih mampu mengelola aktivitas belajar yang lebih beragam dan menyenangkan. Sebaliknya guru yang memiliki pengetahuan terbatas akan mengalami kesulitan untuk mengelola pembelajaran yang lebih variatif. Guru akan bertahan pada keyakinan bahwa keputusan yang diambil di kelas sudah yang paling baik. Di samping faktor internal, terdapat beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi implementasi pembelajaran mengacu pada keceerdasan majemuk, diantaranya:

1.

Pendekatan pembelajaran yang masih tradisional yang belum mampu mengkoordinasikan antara tujuan belajar dan cara belajar yang lebih disukai oleh siswa. Kondisi ini menyebabkan pembelajaran menjadi sesuatu yang bersifat ‘menekan’ daripada ‘menyenangkan ‘ bagi siswa karena guru lebih berorientasi pada pencapaian tujuan belajar tanpa memperhatikan gaya belajar yang menjadi kecenderungan siswa pada rentang usianya.

2. Di samping keterbatasan sumber belajar, banyak sekolah yang masih kurang efektif dalam mengalokasikan dan menggunakan sumber dan sarana belajar yang ada, misalnya: kurang optimalnya pemanfaatan lahan sekolah untuk kegiatan siswa selain olahraga dan upacara, kurang optimalnya pemanfaatan perpustakaan, di mana perpustakaan masih sebatas dipahami sebagai tempat penyimpanan, peminjaman dan dan membaca buku. Padahal jika dikembangkan lebih lanjut, perpustakaan dapat dioptimalkan fungsinya sebagai tempat untuk melakukan pengembangan aktivitas pembelajaran..

3. Sekolah masih dirasa kurang dalam memanfaatkan dan mengembangkan ragam kegiatan pembelajaran yang mampu medorong berkembangnya keceerdasan musical, naturalistik dan interpersonal.

4. Masih banyak guru yang kurang termotivasi mengajar karena kurangnya pengetahuan dan penguasaan terhadap teknologi sehingga mengajar masih mengandaklan buku teks dan papan tulis semata.

(10)

18

5. Sekolah masih fokus pada hasil daripada proses belajar dan lebih menekankan keceerdasan terkait dengan verbal dan matematika, sehingga aspek kecerdasan yang lain masih kurang tertangani dengan baik karena jarang dikembangkan dalam bentuk aktivitas pembelajaran yang menunjang. Sekolah juga masih memfokuskan pada target penyelesaian silabus dan skor akademik siswa. Meskipun tugas yang diberikan kepada siswa sudah bersifat individual dan kelompok, namun bentuk tugas yang biberikan masih belum berbasis pada penyelesaian masalah.

D. Simpulan

Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda dan tidak hanya satu jenis kecerdasan, meskipun ada kecerdasan yang menonjol tetapi kecerdasan yang lain masih tetap dimiliki. Berkembang tidaknya keceerdasan anak sangat dipengaruhi proses hidup yang dilaluinya terutama proses pendidikan. Usia anak di sekolah dasar menjadi periode perkembangan kecerdasan anak yang paling ideal karena pada rentang usia 0-9 tahun diidentifikasi sebagai masa emas perkembangan kecerdasan anak. Guru dan orang tua serta orang dewasa yang ada di lingkungn anak sangat berperan dalam pembentukan kecerdasan anak. Guru di sekolah memiliki peran penting dalam menumbuhkembangkan kecedasan majemuk anak. Meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki guru dan sekolah namun kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran yang menarik menjadi hal yang sebaiknya menjadi kemampuan yang dimiliki guru, karena aktivitas belajar yang beragam, aktif dan menarik dapat merangsang berkembangnya kecerdasan majemuk siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Afifi, John. 2014. Inovasi-inovasi kreatif : managemen kelas dan pengajaran efektif. Jogjakarta: Diva Press

Chatib, Munif. 2013. Gurunya manusia: menjadikan semua anak istimewa dan semua anak juara. Bandung: Penerbit Kaifa

Chatib, Munif. 2014. Sekolahnya manusia: sekolannya berbasis multiple

intelligences di Indonesia. Bandung: Penerbit Kaifa

Hamid, Sholeh. 2012. Metode edutainment. Jogjakarta: Diva Press

Hawanti, Santhy. 2014. Implementing Indonesia’s English language teaching policy in

primary schools: The role of teachers’ knowledge and beliefs. International Journal of Pedagogies and Learning Volume 9, Issue 2, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan TIO yang disebabkan oleh olahraga angkat beban yang dilakukan bersamaan dengan manuver valsava hal ini menyebabkan kontaksi otot pada otot perut dan otot dinding

Bank Umum adalah adalah Bank yang melaksanakan Bank yang melaksanakan Kegiatan usaha secara konvensional dan atau. Kegiatan usaha secara konvensional

per sur at an dan pengar sipan m inim al lulusan SMK/ MAK pr ogr am st udi y ang r elev an. Jaw aban dibuk t ik an dengan ij azah t enaga per pust akaan dan/ at au ser t ifikat

Adakah mereka telah Bapak ibu asuh dengan adab dan sopan santun Islam, seperti: berbakti kepada orang tua, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, menghormati

Berdasarkan pemaparan di atas, meskipun secara keseluruhan penafsiran Nadirsyah Hosen tidak begitu menampakkan hal-hal yang bersifat baru, karena pada dasarnya

Namun yang jauh lebih penting yaitu bagaiman menciptakan KEK sebagai sarana dasar untuk mendorong permintaan baru yang bersumber dari permintaan domestik

I WOULD LIKE TO OPEN my presentation on the theme of SIGNIS World Congress on the perspective of Southeast Asia especially Indonesia by looking at the GOOD NEWS came

Skripsi dengan judul “Pengaruh Layanan Storytelling Terhadap Peningkatan Kunjungan Anak di Perpustakaan Umum Kabupaten Wonosobo”, telah disetujui