• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TAHUN 2015"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TAHUN 2015

LAPORAN AKHIR

MEI 2019

Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia

Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

© 2019, Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

(3)

iii

Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia

Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015

ISBN

:

Koordinator Penulis

: Aditya S. Purwana, S.Si., M. Ak

Ukuran Buku

:

295 x 210 mm

Naskah

:

Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia

Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

Gambar Sampul

:

Mulyana

Diterbitkan

:

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya.

INFORMASI LEBIH LANJUT:

Tim Pengkinian NRA Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC)

Jl. Ir. H Juanda No. 35 Jakarta 10120 Indonesia Phone: (+6221) 3850455, 3853922

Fax: (+6221) 3856809 – 3856826 website: http://www.ppatk.go.id

(4)

iv

TIM PENYUSUN PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TAHUN 2015

A. Pengarah:

1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia 2. Kepala PPATK

3. Gubernur Bank Indonesia

4. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 5. Menteri Luar Negeri

6. Menteri Keuangan

7. Menteri Hukum dan HAM

8. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 9. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup 10. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 11. Jaksa Agung

12. Ketua Mahkamah Agung

13. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 14. Kepala Badan Narkotika Nasional

15. Panitera Muda Pidana Khusus, Mahkamah Agung 16. Dirjen Pajak Kementerian Keuangan

17. Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan

18. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 19. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI 20. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI 21. Kepala BARESKRIM, Polri

22. Kepala Divisi Hubungan Internasional, Polri 23. Wakil Kepala PPATK

24. Deputi Bidang Pemberantasan PPATK 25. Deputi Bidang Pencegahan PPATK 26. Sekretaris Utama PPATK

B. Pelaksana:

1) Perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia;

2) Perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

3) Perwakilan Kementerian Luar Negeri;

(5)

v

5) Perwakilan Kementerian Koperasi dan UKM;

6) Perwakilan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi;

7) Perwakilan Bank Indonesia;

8) Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan;

9) Perwakilan Mahkamah Agung;

10) Perwakilan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;

11) Perwakilan Kepolisian Republik Indonesia;

12) Perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi;

13) Perwakilan Badan Narkotika Nasional;

14) Perwakilan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup;

(6)

vi

16) Perwakilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

17) Perwakilan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;

(7)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ... viii

SAMBUTAN DAN KATA PENGANTAR ... x

RINGKASAN EKSEKUTIF ... xii

BAB 1 Peraturan dan Legislasi Anti Pencucian Uang ... 1

1.1 Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia ... 1

1.2 Stakeholders Rezim Anti Pencucian Uang ... 16

BAB 2 Risiko Utama Pengkinian NRA TPPU 2015 ... 22

2.1 Risiko Domestik ... 23

2.2 Foreign In-Ward Risk dan Foreign Out-Ward Risk ... 31

2.2.1 Foreign In-Ward Risk ... 32

2.2.2 Foreign Out-Ward Risk ... 35

BAB 3 Mitigasi Pencucian Uang Tahun 2015 s.d. 2018 ... 38

1.1 Tindak Pidana Narkotika ... 38

1.2 Tindak Pidana Korupsi ... 41

1.3 Tindak Pidana Perbankan ... 43

BAB 4 Keberhasilan Mitigasi Pencucian Uang ... 49

4.1 Risiko Domestik ... 49

4.1.1 Tindak Pidana Narkotika ... 50

4.1.2 Tindak Pidana Korupsi ... 52

4.1.3 Tindak Pidana Perbankan ... 53

4.2 Mitigasi yang dilakukan PPATK ... 54

4.3 Studi Kasus ... 57

BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi ... 127

5.1 Kesimpulan ... 127

5.2 Prioritas Aksi Tahun 2019 s.d. 2020 ... 128

BAB 6 Lampiran ... 130

Lampiran A: Metodologi ... 130

Lampiran B: Analisis PESTEL ... 138

(8)

viii

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH

Singkatan Penjelasan

AML/CFT Anti Money Laundering/Counter Financing of Terrorism

APG Asia Pacific Group on Money Laundering

APU dan PPT Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme CTF Summit Counter Financing of Terrorism Summit

EY Ernst & Young

FATF Financial Action Task Force

FIU Financial Intelligence Unit

FPC Foreign Predicate Crime/Negara dimana Tindak Pidana Asal Terjadi

HA Hasil Analisis

HP Hasil Pemeriksan

IFTI International Fund Transfer Instruction

IHA Informasi Hasil Analisis IHP Informasi Hasil Pemeriksaan

LO Laundering Offshore/Negara dimana TPPU terjadi

LPP Lembaga Pengawas dan Pengatur

LTKM Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan

MER Mutual Evaluation Review

ML Money Laundering/Tindak Pindana Pencucian Uang

MLA Mutual Legal Assistance

NRA National Risk Asessment/Penilaian Risiko Nasional

PEPs Politically Exposed Person

PBA Priority Based Approach/Pendekatan Berbasis Prioritas

(9)

ix

Singkatan Penjelasan

PMPJ Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

RBA Risk Based Approach/Pendekatan Berbasis Risiko

RBS Risk Based Supervision/Pendekatan Berbasis Pengawasan

Rp Rupiah

SRA Sectoral Risk Assessment/Penilaian Risiko Sektoral

STR Suspicious Transaction Report/LTKM

Stakeholders Para Pemangku Kepentingan

TP Tindak Pidana

TPA Tindak Pidana Asal

TPPU Tindak Pidana Pencucian Uang TPPT Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

(10)

x

SAMBUTAN DAN KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-NYA, maka PPATK bersama stakeholders rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) yang tergabung dalam Inter Agency Working Group NRA Indonesia dapat menyelesaikan penyusunan dokumen “Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015”.

Sebagaimana diketahui bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan ancaman serius bagi suatu bangsa (extraordinary crime). Di tengah derasnya kemajuan teknologi informasi dan dorongan era globalisasi saat ini, TPPU berkembang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor ekonomi.

Dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU, salah satu instrumen penting yang harus digunakan agar setiap upaya yang dilakukan dapat berjalan efektif adalah dengan memanfaatkan hasil penilaian risiko nasional (National Risk Assessment/NRA) terhadap TPPU karena melalui NRA TPPU ini para stakeholders anti TPPU dapat memahami risiko TPPU berdasarkan tingkatan risikonya agar penanganan yang dilakukan akan berfokus pada tingkat risiko tertinggi, hal inilah yang disebut penanganan TPPU dengan pendekatan berbasis risiko sesuai dengan rekomendasi FATF. Dengan dilakukannya hal tersebut, alokasi sumber daya untuk penanganan TPPU akan lebih efektif.

Penyusunan NRA TPPU 2015 telah dilakukan secara komprehensif, lengkap dan menyeluruh melibatkan komitmen Komite Nasional TPPU/TPPT serta seluruh stakeholders

anti TPPU, menggunakan metodologi standar FATF agar hasil penilaian yang dihasilkan dapat diuji kualitasnya. Melalui NRA TPPU 2015, telah banyak kebijakan strategis yang telah dilakukan Pemerintah untuk memitigasi risiko utama yang teridentifikasi di dalam NRA TPPU 2015, baik kebijakan pencegahan (soft approach) maupun pemberantasan (hard

approach) yang pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing stakeholders sesuai tugas

(11)

xi

Dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir, telah banyak pelaku TPPU menggunakan cara-cara yang semakin canggih, sangat kompleks dan berskala internasional dalam tindak pidana pencucian uang. Terhadap perkembangan TPPU tersebut, sudah sepantasnya pihak

stakeholders terkait terus mengikuti perkembangan yang ada agar langkah mitigasi yang

dilakukan tidak bersifat usang (out of date). Salah satu bentuk upaya untuk mengikuti perkembangan TPPU tersebut adalah dengan melakukan pengkinian NRA TPPU 2015, yang tahun 2019 ini pihak Pemerintah Indonesia di bawah Koordinasi Komite Nasional TPPU/TPPT, telah selesai melakukan pengkinian NRA TPPU 2015 dengan tujuan untuk memastikan upaya mitigasi TPPU yang telah dan akan dilakukan oleh para stakeholders

masih sejalan dengan risiko TPPU-nya.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan tersebut sekaligus guna menghadapi FATF

Mutual Evaluation Review (FATF MER) yang akan dilaksanakan tahun 2019 s.d. 2020 ini,

maka bersama ini laporan pengkinian NRA TPPU 2015 ini disusun dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai risiko terkini TPPU di Indonesia yang telah mengalami perkembangan dari periode 2015 s.d. 2018.

Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap terbitnya laporan ini. Semoga amal usaha kita diridhoi Allah SWT. Aamiin Ya Robbal’Alamin.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 27 Mei 2019

Kepala PPATK,

(12)

xii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015), mengidentifikasi Tindak Pidana Asal (TPA) yang berpotensi menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.

Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian uang dalam bentuk white paper TP Perpajakan sebagai bentuk pengkinian terhadap risiko pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut, hasil Mutual Evaluation

Review dari APG tahun 2018 menyampaikan bahwa risiko tindak pidana perpajakan

terhadap TPPU diakui bergeser dari risiko tinggi menjadi risiko menengah.

Sebagai tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian uang yang telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan ketentuan serta aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut termasuk diantaranya menyusun penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA) dan penilaian risiko strategis terkait pencucian uang khususnya pada sektor-sektor yang potensial memiliki resiko tinggi dieksploitasi atau disalahgunakan untuk tujuan pencucian uang.

Tahun 2019 ini, Indonesia mengeluarkan dokumen Pengkinian Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015

Updated). Salah satu tujuan dari pengkinian risiko adalah untuk melihat sejauh mana NRA

TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun 2015 s.d. 2018.

NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk konsolidasi dari penilaian risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d. 2018 dan mitigasi serta aksi prioritas dalam rangka menurunkan TP asal berisiko tinggi. NRA TPPU 2015 Updated

mengidentifikasikan bahwa risiko paling tinggi tindak pidana asal yang berpotensi TPPU adalah TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal. Kelima tindak pidana asal ini dianggap yang paling dominan untuk dilakukan mitigasi risiko melalui upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan oleh para stakeholders terkait melalui

(13)

xiii

Pendekatan Berbasis Risiko/Risk Based Approach (RBA), Pengawasan Berbasis Risiko/Risk

Based Supervision (RBS) serta Pendekatan Berbasis Prioritas/Priority Based Approach

(PBA) untuk penanganan kasus-kasus tersebut.

Ditinjau dari aspek hasil kejahatan yang diperoleh dari TPA, diketahui secara statistik periode 2016 s.d. 2018 terdapat 159 putusan dengan nilai hasil kejahatan sebesar Rp10.397 Triliun, dari jumlah tersebut sebesar Rp8.482 Triliun (81,58%) berasal dari hasil kejahatan TP Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan1. Oleh karena itu, mitigasi risiko oleh stakeholders diutamakan membawa dampak pada masalah keamanan nasional yang bersifat isu non-tradisional, yakni TP Narkotika, TP Korupsi dan TP Perbankan. Pertimbangan lain, dengan memperhatikan besarnya porsi hasil kejahatan dari ketiga jenis TPA tersebut yang masuk ke dalam sektor keuangan dapat berpotensi menggangu stabilitas ekonomi dan memperlemah integritas keuangan nasional.

NRA TPPU 2015 Updated ini menampilkan penilaian risiko terhadap TP Narkotika, TP Korupsi dan TP Perbankan yang ditunjukkan dengan terpenuhinya tiga intermediate

outcome FATF (yakni koordinasi, pencegahan dan penegakan hukum) di tiga area tindak

pidana tersebut. Data statistik dan studi kasus yang disampaikan dalam NRA TPPU 2015

Updated ini menunjukkan pula Pemerintah Indonesia telah berhasil memprioritaskan serta

memitigasi risiko pencucian uang atas tiga TPA di atas. Adapun untuk dua tindak pidana lain yang berisiko tinggi (TP Kehutanan dan TP Pasar Modal) sudah dicantumkan dalam Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 2019. Pencegahan dan Pemberantasan dua tindak pidana berisiko tinggi tersebut dilakukan secara bertahap dan terstruktur meskipun belum menunjukkan hasil yang signifikan dibandingkan dengan 3 (tiga) tindak pidana yang diprioritaskan di atas.

Berdasarkan TPA yang berisiko tinggi pada NRA TPPU 2015, jumlah putusan TPPU dari TP Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan merupakan tiga (3) TP yang memiliki jumlah putusan terbanyak periode tahun 2016 s.d. 2018. Di samping itu, Indonesia juga berhasil mengungkapkan kasus TPPU yang sangat kompleks dan berskala internasional, di antaranya kasus CJK (Narkotika), kasus PSS (Narkotika), kasus AY (Narkotika), kasus RU (Narkotika), kasus SN (Korupsi), kasus NA (Korupsi), kasus HAT (Korupsi), kasus HL (Korupsi), kasus NL (Perbankan), dan kasus LRP (Perbankan). Selain itu juga terdapat kasus

foreign risk sekaligus stand alone moneylaundering a.n. CT, kasus pemidanaan korporasi

BBU, kasus PSL (Kepabeanan) dan kasus proliferasi a.n. Kapal M/V Wise Honest.

(14)

xiv

Berdasarkan identifikasi risiko dan rencana mitigasi yang akan dilakukan Indonesia, NRA TPPU 2015 Updated merekomendasikan aksi prioritas yaitu pencegahan TPPU melalui penguatan pengawasan berbasis risiko dan penguatan koordinasi domestik serta kerjasama internasional baik formal maupun informal serta sektor pemberantasan dengan optimalisasi penanganan perkara TPPU.

(15)

1

BAB 1 Peraturan dan Legislasi Anti Pencucian Uang

Salah satu tujuan Pengkinian Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015 Updated) adalah untuk melihat sejauh mana NRA TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun 2015 s.d. 2018.

NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk konsolidasi dari penilaian risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d. 2018 dan mitigasi serta aksi prioritas dalam rangka menurunkan TP asal beresiko tinggi.

1.1 Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia

Rezim anti pencucian uang di Indonesia dimulai sejak diterbitkannya Undang-Undang (UU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 15 tahun 2002 yang telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (UU TPPU) yang mencakup seluruh upaya anti pencucian uang. Di dalam UU tersebut telah diatur tentang perbuatan pencucian uang maupun pemidanaan terhadap pelaku pencucian uang.

Setelah NRA TPPU 2015 diterbitkan, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan dan regulasi selama periode tahun 2015 s.d. 2018 sebagai bentuk penguatan rezim anti pencucian uang di Indonesia yaitu:

No. Peraturan Tahun

1.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

2015

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2016

3.

Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi

(16)

2

No. Peraturan Tahun

4.

Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

2018

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan penilaian risiko sektoral

(Sectoral Risk Assessment/SRA) sebagai turunan atas NRA TPPU 2015, yaitu:

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2017

SRA TPPU pada Sektor Jasa Keuangan (Perbankan, Perusahaan Efek, Manajer Investasi, Perusahaan Asuransi, dan Perusahaan Pembiayaan)

Risiko Tinggi TPPU di sektor Perbankan: 1. Profil: Pejabat lembaga

pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif),

pengusaha/wiraswasta (orang perseorangan), pengurus partai politik, dan korporasi.

2. Produk layanan: Transfer dana dalam negeri, layanan prioritas

(wealth management), transfer dana

dari dan ke luar negeri, safe doposit box dan corresponden banking.

3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, dan Jawa Tengah.

4. Saluran Distribusi: Cash deposit machine (CDM).

Risiko Tinggi TPPU di sektor Perusahaan Efek:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta (orang perseorangan), pejabat lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), pengurus

(17)

3 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

partai politik, pengurus/pegawai dari yayasan/lembaga berbadan hukum, dan pegawai swasta. 2. Jenis produk: Efek bersifat ekuitas

dan efek bersifat utang. 3. Wilayah: DKI Jakarta.

4. Saluran distribusi: Remote trading. Risiko tinggi TPPU di sektor Manajer Investasi:

1. Profil: Pejabat lembaga

pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), pengurus partai politik, dan korporasi.

2. Produk: tidak ada produk berisiko tinggi. Untuk produk berisiko menengah: Reksadana saham, Reksa dana pasar uang, Kontrak pengelolan Dana (KPD).

3. Wilayah: DKI Jakarta.

4. Saluran distribusi: tidak ada saluran distribusi berisiko tinggi. Saluran distribusi berisiko menengah: Agen penjual perbankan, penjualan internal (baik online maupun konvensional), agen penjual

online/elektronik (khusus agen

melalui penjualan online), agen penjual perusahaan efek. Risiko tinggi TPPU di sektor Perasuransian:

(18)

4 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

1. Profil: Pejabat lembaga

pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), pengurus partai politik, dan pengusaha/wiraswasta (orang perseorangan).

2. Produk: Unit link.

3. Wilayah: DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bali, dan Banten.

4. Saluran distribusi: Direct selling

(termasuk melalui agen) dan indirect

melalui bank.

Risiko tinggi TPPU di sektor Perusahaan Pembiayaan:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta (orang perseorangan), Pejabat lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), dan pengurus partai politik.

2. Produk: Pembiayaan

multiguna-financing installment.

3. Wilayah: DKI Jakarta.

4. Saluran distribusi: Transfer bank. 2. Bank Indonesia (BI),

2017 SRA Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (Kupva BB) dan Penyelenggaraan

Risiko tinggi di sektor KUPVA BB: 1. Wilayah: DKI Jakarta.

2. Profil: Pegawai swasta. 3. Jenis UKA: Dolar AS. Risiko tinggi di sektor PTD BB: 1. Wilayah: DKI Jakarta dan Jawa

(19)

5 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

Transfer Dana (PTD)

2. Profil: Pegawai swasta. 3. Produk: Incoming.

3. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 2017 SRA Penyediaan Barang dan/atau Jasa Lainnya

Risiko tinggi di sektor Perusahaan propety/agen property:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta. 2. Alat pembayaran: Non-tunai. 3. Metode pembayaran: Tunai

bertahap. 4. Produk: Rumah. 5. Wilayah: DKI Jakarta.

Risiko tinggi TPPU di sektor Pedagang kendaraan bermotor:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta. 2. Alat pembayaran: Tunai. 3. Metode pembayaran: Tunai. 4. Produk: Kendaraan pribadi. 5. Wilayah: DKI Jakarta. 4. BAPPEBTI, Kementerian Perdagangan, 2017 SRA Perdagangan Berjangka Komoditi

Risiko tinggi di sektor Perdagangan berjangka komoditi:

1. Produk dan layanan: kontrak bilateral mata uang asing (forex). 2. Wilayah: DKI Jakarta.

3. Profil: wiraswasta, pegawai swasta dan PNS (termasuk pensiunan).

(20)

6 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

5. Badan Narkotika Nasional (BNN), 2017

SRA Narkotika Risiko tinggi di sektor narkotika: 1. Jenis: Shabu dan Heroin. 2. Peran: Distribusi narkotika. 3. Profil: wiraswasta, pengangguran

(tidak bekerja) dan pegawai swasta.

6. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian

Keuangan, 2017

SRA Perpajakan Risiko tinggi di sektor perpajakan: 1. Tindak pidana: Pasal 39A -

penyalahgunaan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (FPTBTS) dan Pasal 39 ayat (1) huruf i - Tidak Menyetorkan Pajak yang Dipungut dan/atau Potong.

2. Profil: Wajib Pajak perorangan dengan profil pengusaha bidang perdagangan, ekspor/impor.

3. Wilayah: DKI Jakarta. Jawa, Sumatra. 4. Sarana: properti, perbankan,

pembiayaan otomotif. 7. Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), 2017

SRA Korupsi Risiko tinggi di sektor korupsi: 1. Bentuk/jenis TP: Kerugian

Keuangan Negara dan Suap Menyuap.

2. Profil: pejabat lembaga legislatif, yudikatif dan pemerintah, PNS (termasuk pensiunan), profesional dan konsultan, TNI/Polri (termasuk

(21)

7 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

pensiunan) serta pegawai BI/BUMN/BUMD (termasuk pensiunan).

3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

8. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kementerian Keuangan, 2017 SRA Kepabeanan, Cukai dan Pembawaan Uang Tunai

Risiko tinggi di sektor Kepabeanan: 1. Jenis TP: customs fraud,

penyelundupan unmanifest, dan penadahan barang impor/ekspor. 2. Motif: penghindaran bea masuk,

pajak dan bea keluar. 3. Profil: WNI – Wiraswasta. 4. Fasilitas: TPB - Kawasan Bebas. 5. Wilayah: DJBC Jabar.

6. Negara asal barang impor: China dan Singapura.

7. Komoditas: Tekstil dan Produk Tekstil.

Risiko tinggi di sektor Cukai:

1.

Jenis TP: jual BKC tanpa pita cukai/BKC dilekati pita cukai palsu/bekas, Jual/pakai PC kepada yang tidak berhak atau

beli/gunakan PC bukan haknya dan delik pidana pemalsuan pita cukai. 2. Profil: WNI - Wiraswasta, WNI -

Pegawai Swasta, Korporasi-Tanpa Ijin NPPBKC, Korporasi-Pabrik Rokok Gol 2, Korporasi -Tempat

(22)

8 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

Penjualan Eceran MMEA, dan Korporasi 3 - Pabrik Rokok Gol 3. 3. Fasilitas: Tidak Dipungut - Barang

Kena Cukai (BKC) Tujuan Ekspor/Kawasan Bebas.

4. Wilayah: DJBC Sulbagsel dan Kanwil DJBC Sumbagbar.

5. Jenis BKC: SKM - Sigaret Kretek Mesin, SKT - Sigaret Kretek Tangan, dan MMEA Gol C.

Risiko tinggi di sektor Pembawaan uang tunai:

1. Mata uang: Dollar Singapura. 2. Sarana pengangkut: udara

(pesawat).

3. Negara asal: Singapura. 4. Negara tujuan: Singapura. 5. Profil: Pegawai Swasta. 6. Bandara/Pelabuhan: Bandara

Soekarno Hatta, Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Ferry Batam. 9. PPATK, KPK, OJK, EY dan USAID, 2018 Risk Assessment on Legal Persons (Analisis Kesenjangan Antara Ketentuan Kepemilikan Manfaat atas

Pemetaan Risiko Pencucian Uang terhadap Badan Hukum (Legal Person), berdasarkan point of concern sebagai berikut:

➢ Bentuk Badan Hukum: Perseroan Terbatas.

➢ Jenis Usaha: Perdagangan.

➢ Saluran Distribusi/Delivery Channel: Transfer, Pembelian Kendaraan Bermotor.

(23)

9 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

Korporasi/Perik atan Lainnya di Indonesia)

➢ Pihak Pelapor: Bank, Properti dan Perusahaan Kendaraan Bermotor. ➢ Transaksi Internasional (Inflow):

Singapura, Hogkong, Thailand. ➢ Transaksi Internasional (outflow):

Singapura, Hongkong, China.

10. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 2017 Ancaman dan Kerentanan Tindak Pidana Pencucian Uang dari Hasil Tindak Pidana Penipuan

Risiko tinggi ancaman penipuan: 1. Profil: pengusaha/wiraswasta dan

Pegawai Swasta/Karyawan. 2. Wilayah: DKI Jakarta dan Jawa

Barat.

11. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 2017 Ancaman dan Kerentanan Tindak Pidana Pencucian Uang dari Hasil Tindak Pidana

Kehutanan

Risiko tinggi ancaman pada TP Kehutanan:

1. Profil: Kelompok terorganisir (Pemilik Modal dan Pengusaha, Oknum Pejabat Pemerintah

(eksekutif, legislatif), Anggota Partai Politik, Oknum Penegak Hukum, dan Nahkoda Kapal).

2. Wilayah: Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Bangka Belitung,Jambi dan Maluku. 3. Karakteristik:

(24)

10 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

a. menerima, membeli, atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.

b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan.

c. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat berwenang. d. melakukan kegiatan

perkebunan tanpa izin Menteri di kawasan hutan.

12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 2017 Ancaman dan Kerentanan Tindak Pidana Pencucian Uang dari Hasil Tindak Pidana

Lingkungan Hidup

Risiko tinggi ancaman pada TP Lingkungan Hidup:

1. Profil: Kelompok terorganisir (meliputi Pemilik Modal, Pengusaha, Aparat Negara/Pemerintahan (eksekutif maupun legislatif). 2. Wilayah: Jawa Timur, Sumatera

Utara, dan Kalimantan Timur. 3. Karakteristik:

a. pelanggaran baku mutu air limbah.

(25)

11 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

b. pengelolaan limbah B3 tanpa izin.

c. dumping (pembuangan) limbah B3 sisa hasil produksi

pengolahan tanpa izin. d. pembakaran hutan dan lahan.

13. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan, 2017

SRA Balai Lelang Di sektor Balai lelang, tidak ada

pengguna jasa, metode layanan, produk dan wilayah berisiko tinggi.

Sedangkan risiko menengah: 1. Pengguna Jasa: pedagang. 2. Metode layanan: lelang internet. 3. Produk: Barang bergerak. 4. Wilayah: DKI Jakarta.

14. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, 2017 White Papers Perpajakan

Perubahan risiko TP Perpajakan dari risiko tinggi TPA berpotensi TPPU menjadi risiko menengah.

(26)

12 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

15. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 2017

Threat Assessment

on Foreign

Predicate Crime & Laundering Offshores

1. Foreign Predicate Crime (FPC):

a. TPA, berisiko tinggi: Narkotika, Korupsi, dan Penipuan.

b. Negara, berisiko tinggi: Singapura, Amerika Serikat, Australia.

2. Laundering Offshores (LO):

a. TPA, berisiko tinggi: Narkotika, Korupsi, dan Perpajakan. b. Negara, berisiko tinggi:

Singapura, Tiongkok, Hong Kong.

16. Kementerian

Koperasi dan UKM, 2018

SRA Koperasi yang Melakukan Kegiatan Simpan Pinjam

Risiko tinggi di Koperasi Simpan Pinjam: 1. Jenis kelembagaan: Koperasi

Simpan Pinjam.

2. Keanggotaan: Koperasi primer tingkat Kabupaten/Kota.

3. Wilayah: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta. 4. Produk: tabungan sukarela. 5. Profil pengguna jasa: Anggota

sektor koperasi yang melakukan usaha simpan pinjam.

6. Profil anggota:

(27)

13 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

17. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Kementerian Keuangan, 2018

SRA Akuntan dan Akuntan Publik

Risiko tinggi di Akuntan dan Akuntan Publik:

1. Jasa:

a. Pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek.

b. Pembelian dan Penjualan Properti.

2. Pengguna Jasa: Pengurus Partai Politik, Pengusaha, Politically

Exposed Persons (mis. Tokoh Parpol,

Pejabat Pemerintahan, dll), Partai Politik, Korporasi Non UMKM, Pedagang Valuta Asing.

3. Bisnis Pengguna Jasa: Perbankan, Properti, Asuransi, Valuta Asing, dan Pertambangan dan Energi.

4. Wilayah: DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur.

5. Domisili Klien Luar Negeri: Tax

Haven Country dan RRT (Tiongkok).

6. Domisili KAP/KJA: DKI Jakarta. 18. Direktorat Jenderal

Administrasi Hukum

Umum (AHU),

Kementerian Hukum dan HAM, 2018

SRA Notaris Risiko tinggi di sektor Notaris: 1. Profil pengguna jasa:

Pengusaha/Wiraswasta, Pedagang, Pengurus Parpol, Pegawai Swasta dan Pejabat Lembaga Legislatif dan Pemerintah.

(28)

14 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

2. Bisnis pengguna jasa: Perdagangan, Pertambangan, kontraktor dan perindustrian.

3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

4. Jasa:

a. Pengelolaan terhadap Uang, Efek, dan/atau Produk Jasa Keuangan lainnya.

b. Pengoperasian dan Pengelolaan Perusahaan dan Pengelolaan Rekening Giro, Rekening Tabungan, Rekening Deposito, dan/atau Rekening Efek. 5. Produk:

a. Akta Perjanjian JO (Joint

Operation/Kerjasama

Operasional Mengelola Proyek). b. Akta Pendirian dan Perubahan

Partai Politik.

c. Akta Perjanjian BOT (Build

Operate Transfer/Bangun Kelola

Serah). 19. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 2018

SRA Legal

Arranggement

Indonesia merupakan negara civil law, sehingga tidak terdapat legal

arrangement atau trust di Indonesia.

Namun demikian, kami mengidentifikasi beberapa skema trust asing yang

terdapat di Indonesia. Secara umum, proses identifikasi Beneficiary Ownership

(29)

15 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

atas trust asing juga kami amati lebih sulit untuk diungkap.

Di lain pihak, kami mengidentifkasi beberapa skema trust yang dibuat di bawah yurisdiksi negara lain namun aset/investasinya ditempatkan di Indonesia. Skema ini selanjutnya dikenal dengan trust asing (foreign trust). Indonesia tidak memungkinkan adanya

trust yang dibentuk secara formal di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan pengguna jasa dari pihak pelapor hanya dapat berupa perorangan, korporasi dan

legal arrangement atau trust asing. Akan

tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa entitas dibalik perorangan atau korporasi adalah trust asing. Dengan kata lain, trust asing dapat beroperasi di Indonesia secara tidak langsung dengan menggunakan korporasi berbentuk

Special Purpose Vehicle (“SPV”) atau

perusahaan cangkang. Tidak menutup kemungkinan bahwa trust asing tersebut dapat digunakan dalam melakukan pencucian uang.

• Risiko Pencucian Uang berdasarkan Transaksi Internasional: Singapura, British Virgin Island, Seychelles. • Risiko Pencucian Uang melalui skema

(30)

16 No. Lembaga Pengawas dan Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

atau model transaksi: efek (terkait dengan perusahaan pialang efek, produk tabungan, pembiayaan surat utang. • Risiko Pencucian Uang melalui skema

legal arrangement berdasarkan subjek

hukum: Korporasi dan Bukan Pihak Pelapor.

Secara umum, regulasi Anti-Pencucian Uang di Indonesia telah memitigasi risiko Tindak Pidana Pencucian Uang dengan menggunakan legal arrangement.

Sebagai tindak lanjut dari SRA, selain peraturan tersebut di atas, telah dikeluarkan beberapa peraturan masing-masing sektoral oleh Kementerian/Lembaga sebagai regulasi untuk melakukan Risk Based Supervision (RBS) bagi Kementerian/Lembaga dalam mengawasi Anti Pencucian Uang (APU) oleh Industri.

1.2 Stakeholders Rezim Anti Pencucian Uang

1.2.1 Penegak Hukum

Berikut ini, para penegak hukum yang memiliki kewenangan berdasarkan tahapan proses penegakan hukum TPPU:

a. Proses Penyidikan

1. Kepolisian, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan Kepolisian sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

2. Kejaksaan, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana

(31)

17

dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan KPK sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Badan Narkotika Nasional (BNN), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana narkotika dan psikotropika sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan BNN sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 5. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

pencucian uang dengan indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008.

6. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.

b. Proses Penuntutan

1. Kejaksaan, melakukan penuntutan atas perkara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal yang berasal dari pelimpahan berkas perkara oleh penyidik sesuai dengan kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penuntutan atas perkara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal yang berasal dari pelimpahan berkas perkara oleh penyidik KPK sesuai dengan kewenangan KPK sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

(32)

18 c. Proses Pemeriksaan/Peradilan

1. Penuntut Umum, penuntutan atas perkara tindak pidana dilakukan oleh Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Pengadilan, proses peradilan atas perkara tindak pidana dilakukan pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan/atau Mahkamah Agung.

1.2.2 Pihak Pelapor

Penelusuran Harta Kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas (Financial

Intelligence Unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada

penyidik.

Dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 17 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 2 dan 3, disebutkan bahwa Pihak Pelapor meliputi: a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK):

1. Bank.

2. Perusahaan pembiayaan.

3. Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi. 4. Dana pensiun lembaga keuangan.

5. Perusahaan efek. 6. Manajer investasi. 7. Kustodian.

8. Wali amanat.

9. Perposan sebagai penyedia jasa giro. 10. Pedagang valuta asing.

11. Penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu. 12. Penyelenggara e-money dan/atau e-wallet.

13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam. 14. Pegadaian.

15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi. 16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.

17. Perusahaan modal ventura.

(33)

19 19. Lembaga keuangan mikro.

20. Lembaga pembiayaan ekspor. b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ):

1. Perusahaan properti/agen property. 2. Pedagang kendaraan bermotor.

3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia. 4. Pedagang barang seni dan antic.

5. Balai lelang. c. Jasa Profesi

1. Advokat. 2. Notaris.

3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 4. Akuntan.

5. Akuntan publik. 6. Perencana Keuangan.

Lembaga keuangan dan profesi tidak hanya berperan dalam membantu penegakan hukum, tetapi juga melindungi lembaga dan profesi dari berbagai risiko, yaitu risiko operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak pidana. Dengan pengelolaan risiko yang baik, lembaga keuangan dan profesi akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi lebih stabil dan terpercaya.

1.2.3 Lembaga Pengawas Pengatur (LPP)

Dalam penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pihak Pelapor berada dalam supervisi Lembaga Pengawas dan Pengatur yang memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor. Pihak-pihak yang menjadi Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah sebagai berikut:

a. Bank Indonesia.

b. Otoritas Jasa Keuangan.

c. Badan Pengawas Perdagangaan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian Perdagangan.

d. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

(34)

20

f. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Kementerian Keuangan.

g. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.

h. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

i. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika.

j. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Berdasarkan Pasal 31 UU TPPU, pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan bagi pihak pelapor dilakukan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur dan/atau PPATK. Dalam hal pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan tidak dilakukan atau belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan dilakukan oleh PPATK. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 18 UU TPPU, antara lain diatur bahwa Lembaga Pengawas dan Pengatur menetapkan ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa. Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

1.2.4 Komite TPPU

Untuk meningkatkan koordinasi antar lembaga terkait dan untuk menunjang efektifitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia, Pemerintah RI membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diketuai oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil Menteri Koordinator Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai Sekretaris Komite. Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang saat ini mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berikut ini susunan Keanggotaan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU:

Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Sekretaris : Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Anggota : Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan,

(35)

21

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Repoblik Indonesia, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepala Badan Narkotika Nasional.

1.2.5 Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga intelijen di bidang keuangan yang memiliki bentuk administratif model. Dalam dunia internasional, lembaga intelijen di bidang keuangan ini lebih dikenal dengan nama generik Financial

Intelligence Unit (FIU). Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, PPATK merupakan

elemen yang sangat penting karena merupakan nationalfocal point dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keberadaan PPATK dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisasi seperti pencucian uang dan terorisme. Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2002 telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 dan telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tugas utama PPATK sesuai dengan Pasal 39 UU TPPU adalah mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.

1.2.6 Masyarakat

Masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU. Masyarakat dimaksudkan adalah masyarakat yang menjadi pengguna jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainnya, maupun jasa profesi. Pengguna jasa-jasa tersebut antara lain: nasabah bank, asuransi, perusahaan sekuritas, dana pensiun dan lainnya termasuk peserta lelang, pelanggan pedangan emas, properti dan sebagainya.

Peran masyarakat adalah memberikan data dan informasi kepada pihak pelapor ketika melakukan hubungan usaha dengan pihak pelapor, sekurang-kurangnya meliputi identitas diri, sumber dana, dan tujuan transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh pihak pelapor dan melampirkan dokumen pendukungnya. Di samping itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dalam memberikan informasi kepada penegak hukum yang berwenang atau PPATK apabila mengetahui adanya perbuatan yang berindikasi pencucian uang.

(36)

22

BAB 2 Risiko Utama Pengkinian NRA TPPU 2015

Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015), mengidentifikasi Tindak Pidana Asal (TPA) yang berpotensi menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.

Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian uang dalam bentuk White Paper TP Perpajakan sebagai bentuk pembaharuan pengkinian terhadap risiko pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut, hasil Mutual

Evaluation Review dari APG tahun 2018 menyampaikan bahwa risiko tindak pidana

perpajakan terhadap TPPU diakui bergeser dari risiko tinggi menjadi risiko menengah. Sebagai tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian uang yang telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan ketentuan serta aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut termasuk diantaranya menyusun penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA) dan penilaian risiko strategis terkait pencucian uang khususnya pada sektor-sektor yang potensial memiliki resiko tinggi dieksploitasi atau disalahgunakan untuk tujuan pencucian uang.

Tahun 2019 ini, Indonesia mengeluarkan dokumen Pengkinian Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015

Updated), dimana, salah satu tujuan dari pengkinian risiko adalah untuk melihat sejauh

mana NRA TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun 2015 s.d. 2018.

(37)

23 2.1 Risiko Domestik

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa hasil tindak pidana TPPU adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagai berikut2:

a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme3; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

2 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

Pemerintah Indonesia 2010

3 Juga termasuk Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan

secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perorangan (Pasal 2 ayat (2) UU No 8 Tahun 2010), Pemerintah Indonesia 2010

(38)

24

Formulasi penilaian risiko dalam NRA TPPU 2015 mengikuti panduan dari FATF

Guidance mengenai “National Money Laundering and Terrorist Financing Risk Assessment

disebutkan bahwa: “risk can be represented as: R=f[(T)(V)] x C, where T represents threat, V

represents vulnerability, and C represents consequence”. Berdasarkan panduan tersebut,

formulasi untuk melakukan penilaian risiko dapat dirumuskan sebagai berikut4:

Merujuk kepada FATF Guidance disebutkan bahwa:

a. Ancaman (threats) adalah orang atau sekumpulan orang, objek atau aktivitas yang memiliki potensi menimbulkan kerugian. Dalam konteks pencucian uang ancaman meliputi tindak pidana, kelompok teroris dan pendanaannya.

b. Kerentanan (vulnerabilities) adalah hal–hal yang dapat dimanfaatkan atau mendukung ancaman atau dapat juga disebut dengan faktor – faktor yang menggambarkan kelemahan dari sistem anti pencucian uang/pendanaan terorisme baik yang berbentuk produk keuangan atau layanan yang menarik untuk tujuan pencucian uang atau pendanaan terorisme.

c. Dampak (consequences) adalah akibat atau kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana pencucian uang dan atau pendanaan terorisme terhadap lembaga, ekonomi dan sosial secara lebih luas termasuk juga kerugian dari tindak kriminal dan aktivitas terorisme itu sendiri.

NRA TPPU 2015, menggunakan formulasi matematis setiap faktor risiko yang memiliki berberapa variabel dan sub-variabel pembentuk, dengan perincian sebagai berikut:

a. Ancaman TPPU berdasarkan Tindak Pidana Asal: 1) Ancaman Riil:

a) Penelusuran transaksi terindikasi TPPU:

4 Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015, Pemerintah

Indonesia 2015

Risiko

=

Kerentanan

+

Ancaman

(

(

x

Dampak

(39)

25 ➢ Jumlah LTKM.

➢ Jumlah Laporan Hasil Analisis. ➢ Jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan.

b) Pemeriksaan terindikasi TPPU oleh Penyidik:

➢ Jumlah kasus yang diinvestigasi pada tindak pidana asal. ➢ Jumlah kasus TPPU yang diinvestigasi.

c) Penuntutan TPPU:

➢ Jumlah kasus TPPU yang dituntut. d) Pemeriksaan TPPU di Pengadilan:

➢ Jumlah putusan TPPU yang diputus pengadilan. 2) Ancaman Potensial:

➢ Persepsi Penegak Hukum terkait tingkat potensi TPPU menurut TPA. b. Kerentanan TPPU:

1) Kerentanan Pihak Pelapor: a) Kerentanan Internal:

➢ Ketersediaan Program Anti Pencucian Uang. ➢ Manajemen Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kebijakan dan Prosedur Program Anti Pencucian Uang. ➢ Pengawasan Internal Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kehandalan Sistem Informasi Program Anti Pencucian Uang. ➢ Kecukupan dan Kapabilitas SDM Program Anti Pencucian Uang. ➢ Persepsi terhadap Isu Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kemampuan mengidentifikasi tindak pidana asal dalam transaksi keuangan mencurigakan.

b) Kerentanan Pelaporan:

➢ Rasio jumlah LTKM terhadap jumlah nasabah/pengguna jasa berisiko tinggi TPPU.

2) Kerentanan Penegak Hukum: a) Kerentanan Internal:

➢ Kebijakan Strategis dalam Penanganan Perkara TPPU.

➢ Dukungan Manajemen Tertinggi terkait Rezim Anti Pencucian Uang. ➢ Kebijakan dan Prosedur dalam Penanganan Perkara TPPU.

➢ Kehandalan Sistem Informasi dalam Penanganan Perkara TPPU. ➢ Kecukupan dan Kapabilitas SDM dalam Penanganan Perkara TPPU.

(40)

26

➢ Pengawasan Internal Rezim Anti Pencucian Uang.

➢ Persepsi terhadap isu terkait Penanganan Perkara TPPU.

b) Kerentanan Tindak Lanjut Penanganan Perkara TPPU:

➢ Persentase tindak lanjut atas penyampaian Laporan Hasil Analisis dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Penyidik TPPU.

c. Dampak TPPU: 1) Dampak Riil:

➢ Rata-rata Nilai Transaksi Keuangan Mencurigakan

➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Laporan Hasil Analisis PPATK ➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan

PPATK

➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Berkas Penyidikan TPPU ➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Berkas Penuntutan TPPU ➢ Rata-rata Nilai yang diputus terkait TPPU dalam Berkas Putusan Pengadilan

perkara TPPU 2) Dampak Potensial:

➢ Persepsi Penegak Hukum terkait tingkat rata-rata nilai TPPU menurut TPA.

NRA TPPU 2015 mengidentifikasi TPA yang berpotensi menjadi TPPU, antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal5.

5 Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015, Pemerintah

(41)

27

Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian uang dalam bentuk White

Paper TP Perpajakan sebagai bentuk pembaharuan

pengkinian terhadap risiko pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang.

Pada dasarnya hasil nilai risiko TPPU di bidang perpajakan disusun atas variabel penyusun risiko yang terdiri dari ancaman, kerentanan, serta dampak. Dari ketiga variabel tersebut faktor kerentanan merupakan faktor yang cukup dapat dikendalikan oleh pemilik risiko dengan melakukan treatment yang yang tepat pada kerentanan dimaksud.

Setelah dokumen NRA TPPU 2015 ditetapkan, sektor perpajakan telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, diantaranya pengesahan kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kerentanan baik kerentanan dari pihak penegak hukum maupun pihak pelapor.

Dengan adanya penguatan rezim perpajakan dan rezim anti pencucian uang pasca NRA TPPU 2015 dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak melalui perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan dan bidang rezim Anti

Money Laundering (AML), telah berdampak pada perubahan peta risiko TPPU menurut

tindak pidana asal yaitu dalam hal tindak pidana perpajakan yang semula berisiko tinggi menjadi risiko menengah.

Langkah mitigasi yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015 s.d. 2018 yaitu melalui penguatan rezim perpajakan dan anti pencucian uang melalui:

1. Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML Pasca NRA TPPU 2015: a. Pembenahan Organisasi Internal (Reformasi Perpajakan)

Pembenahan organisasi internal di bidang perpajakan dilakukan melalui program reformasi perpajakan. Program ini dicanangkan pada tanggal 9 Desember 2016 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 885/KMK.03/2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan. Reformasi perpajakan adalah perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis perpajakan. Sasaran program ini adalah petugas pajak, pembayar pajak, instansi terkait, dan masyarakat.

(42)

28

Program ini diwujudkan melalui transformasi lima pilar perpajakan Indonesia:

1) Organisasi

Untuk meningkatkan efektivitas organisasi melalui penajaman dan peningkatan fungsi organisasi, pengorganisasian dan peningkatan organisasi.

2) Sumber daya manusia

Untuk membentuk sumber daya manusia yang kuat, akuntabel, dan berintegritas.

3) Teknologi Informasi dan Basis Data

Memastikan sistem teknologi informasi dan database yang andal, mendukung proses bisnis DJP, dan menghasilkan keluaran yang akurat dan dapat diandalkan.

4) Proses Bisnis

Menyederhanakan proses bisnis menjadi lebih efektif, efisien, akuntabel, berbasis teknologi informasi, dan mencakup semua tugas DJP. 5) Perundang-undangan

Menetapkan kebijakan perpajakan yang memperluas basis pajak, memberikan kepastian hukum, mengurangi biaya kepatuhan, dan meningkatkan penerimaan pajak.

b. Pembenahan Regulasi/Kebijakan, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan

UU ini memberikan akses yang luas bagi otoritas pajak (DJP) untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk tujuan perpajakan, baik untuk kebutuhan dalam negeri, maupun memenuhi standar persyaratan komitmen internasional Indonesia.

UU 9 Tahun 2017 merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi dalam upaya memberantas dan mencegah penghindaran pajak dan pengelakan pajak. Sejak 2009, dunia telah mengumumkan berakhirnya era kerahasiaan perbankan.

Dari perspektif domestik, UU 9 Tahun 2017 akan mengintegrasikan informasi keuangan dari Wajib Pajak (dari SPT mereka) dan dari lembaga

(43)

29

keuangan. Informasi terpadu ini meningkatkan akurasi dan keandalan

database perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.

UU 9 Tahun 2017 diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. PMK 70/PMK.03/2017 mencakup kepentingan pajak dalam negeri dan juga komitmen internasional Indonesia dalam transparansi dan pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan.

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan amanat Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

3) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017).

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017). INPRES-02/2017 pada intinya berisi instruksi kepada Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, dan Kepala Badan Narkotika Nasional selaku pimpinan dari penyidik yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal berdasarkan tugas dan kewenangan masing-masing untuk memanfaatkan secara optimal Laporan

(44)

30

Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

2. Pelaksanaan Kegiatan di Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Optimalisasi Kerja Sama PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak. Kerjasama penegakan rezim AML di bidang perpajakan telah dimulai sejak tahun 2011, yaitu ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara PPATK dan DJP nomor NK-51/I.02/PPATK/10/11 atau Nomor KEP-268/PJ/2011 tanggal 19 Oktober 2011. Ruang lingkup kesepakatan meliputi: pertukaran data dan/atau informasi, perumusan peraturan perundang-undangan, penanganan perkara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana di bidang perpajakan, pengembangan sistem teknologi informasi, penugasan pegawai, pelaksanaan kajian, sosialisasi, penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan.

Sejak tahun 2015, untuk mengoptimalkan pemanfaatan data transaksi keuangan, Kementerian Keuangan dan PPATK membentuk beberapa Satuan Tugas yaitu Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi Transaksi Keuangan dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum Perpajakan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 487/KM.1/2015 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1456/KM.1/2016; Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum di Bidang Penagihan Pajak melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 488/KM.1/2016 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1456.1/KM.1/2016. Satuan tugas tersebut dibentuk untuk mengoordinasikan dan mengoptimalkan penanganan data dan/atau transaksi keuangan dalam rangka penegakan hukum maupun penagihan perpajakan. Pelaksanaan tugas Tim tersebut telah mendukung penerimaan Negara.

Pada tahun 2018, melalui KEP-174/PJ/2018, DJP bersama dengan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah melakukan amandemen perjanjian kerja sama untuk optimalisasi penegakan hukum pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pencucian uang. Kerjasama tersebut diwujudkan diantaranya melalui pembentukan satuan tugas yang disahkan dalam KMK-24/KMK.3/2019 tentang Pembentukan Satuan Tugas Asistensi Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Penelusuran Kekayaaan Hasil Tindak Pidana. Satuan Tugas ini melibatkan DJP, Kejaksaan RI, PPATK, dan POLRI. Selain pengoptimalan data dan/atau informasi melalui satuan tugas, Direktorat Jenderal

(45)

31

Pajak juga mengoptimalkan kerjasama dengan PPATK melalui penyelenggaraan kegiatan pengembangan kapasitas SDM.

2.2 Foreign In-Ward Risk dan Foreign Out-Ward Risk

Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor ancaman, kerentanan dan dampak NRA TPPU 2015, teridentifikasi beberapa TPA berisiko tinggi berpotensi menjadi TPPU, yaitu TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal. Hasil tersebut kemudian diperbaharui dengan white paper update vulnerabilities pemetaan risiko Indonesia terhadap TPPU di sektor Perpajakan yang mengidentifikasi TP Perpajakan menjadi risiko menengah sebagai TPA berisiko TPPU.

Penilaian tingkat risiko TPA berisiko ini dilakukan dalam kerangka tindak pidana domestik, artinya TPA tersebut terjadi di Indonesia. Sedangkan, penilaian tingkat risiko TPPU Indonesia yang terkait dengan yurisdiksi asing belum dilakukan secara mendalam dalam dokumen NRA TPPU 2015.

Keterlibatan negara atau yurisdiksi asing dalam TPPU dapat sebagai negara dimana terjadinya tindak pidana asal (Foreign Predicate Crime (FPC)) dan dapat pula sebagai negara tujuan dilakukannya pencucian uang (Laundering Offshore (LO)). Dengan demikian dalam melakukan penilaian tingkat potensi atau risiko TPPU yang terkait dengan negara lain perlu melihat kedua aspek tersebut. Dari aspek FPC, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi negara mana yang berpotensi atau berisiko menjadi tempat terjadinya tindak pidana asal yang pencucian uangnya dilakukan di Indonesia. Sedangkan dari aspek LO, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi negara mana yang berpotensi atau berisiko menjadi tempat dilakukannya pencucian uang yang tindak pidana asalnya terjadi di Indonesia.

Selain melakukan penilaian terhadap negara atau yurisdiksi asing, penilaian terhadap TPPU yang terkait dengan aspek luar negeri juga perlu menilai jenis TPA yang berpotensi tinggi. Dari aspek FPC, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi TPA apa yang terjadi di luar negeri yang berpotensi atau berisiko dibawa ke Indonesia untuk dilakukan pencucian uang. Sedangkan dari aspek LO, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi TPA apa yang terjadi di Indonesia yang berpotensi atau berisiko tinggi dibawa ke luar negeri untuk dilakukan pencucian uang.

(46)

32

Pada tahun 2017, Indonesia telah mengeluarkan dokumen penilaian ancaman pencucian uang dari dan ke luar negari. Dokumen ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi tingkat ancaman tindak pidana asal yang terjadi di luar negeri sebagai sumber dana pencucian uang di Indonesia.

2. Mengidentifikasi tingkat ancaman negara atau yurisdiksi asing sebagai tempat terjadinya tindak pidana asal yang pencucian uangnya dilakukan di Indonesia.

3. Mengidentifikasi tingkat ancaman tindak pidana asal yang terjadi di Indonesia sebagai sumber dana pencucian uang di luar negeri.

4. Mengidentifikasi tingkat ancaman negara atau yurisdiksi asing sebagai tempat terjadinya pencucian uang yang tindak pidana asalnya dilakukan di Indonesia.

2.2.1

Foreign In-Ward Risk

Foreign In-Ward risk merupakan pemetaan tingkat ancaman TPPU pada Foreign

Proceed Crime (FPC), yaitu pencucian uang di dalam negeri yang tindak pidana asalnya

berasal dari luar negeri. Tingkat ancaman/potensi TPPU pada FPC dihitung menggunakan faktor: (i) jumlah transaksi dari luar negeri (IFTI-in) yang telah dipertajam dengan data laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM); (ii) jumlah pertukaran informasi antar FIU yang terdiri atas spontaneous information dari PPATK ke FIU negara lain dan mutual

information dari FIU negara lain ke PPATK; dan (iii) jumlah MLA yang diterima Indonesia

dari negara lain (MLA-in). Agar lebih komprehensif, ketiga faktor ancaman tersebut dikalikan dengan faktor dampak berupa nominal transaksi IFTI-in.

Pemetaan potensi TPPU pada FPC dilakukan dengan menganalisis 2 (dua) hal, yaitu: (i) potensi tindak pidana asal dari luar negeri sebagai sumber pencucian uang di Indonesia (FPC-Tindak Pidana Asal); dan (ii) potensi negara lain sebagai sumber pencucian uang di Indonesia (FPC-negara).

1. FPC – Tindak Pidana Asal

Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU untuk FPC terhadap jenis Tindak Pidana Asal (TPA), diperoleh hasil penilaian sebagaimana gambar 1 berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis, faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sampang antara lain yaitu infrastruktur pertanian, sumber daya

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh memberikan hasil yang selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tirtana (2014) yang menyimpulkan bahwa budaya

Berdasarkan data yang diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur pada Pemilu Legislatif tahun 2014 di wilayah kabupaten Kotawaringin

Berbeda dengan pengetahuan teoritis yang dapat diperoleh mahasiswa melalui bangku kuliah, pengetahuan yang bersifat praktis serta sesuai dengan perkembangan zaman

Ukuran dalam, lebar dan tempat galian untuk pemasangan pipa dan peralatannya, serta bangunan yang termasuk di dalam pekerjaan ini harus dibuat sesuai gambar rencana.. Patokan

Kualitas air pada lokasi penelitian pada Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hanya pada settling pond 1 pH hampir normal, hal ini karena pengaruh treatment yang dilakukan namun

Dari analisis regresi linear ganda dapat diketahui bahwa koefisien regresi masing-masing variabel bebas bernilai positif, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel

Pemeriksaan pada kadar IL-4 diharapkan memiliki kelebihan, yaitu lebih sensitif untuk pemeriksaan kecacingan bila dibanding dengan metode konfensional dengan waktu pengerjaan