PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SELATAN
PROVINSI ACEH
RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
RANPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2014 – 2O34
1
1.
Pendahuluan
Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di
satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup
manusia. Tapi di sisi lain tidak jarang program dan proyek pembangunan tanpa
disadari mengakibatkan rusaknya lingkungan. Bencana banjir, kekeringan,
longsor dan kepunahan keanekaragaman hayati merupakan beberapa contoh dari
kerusakan lingkungan yang dapat kita lihat saat ini.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup akan lebih efektif dicegah bila
sejak proses formulasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) telah
dipertimbangkan
masalah
lingkungan
hidup
dan
ancaman
terhadap
keberlanjutannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS dalam penyusunan
atau evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya,
rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; serta kebijakan,
rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan hidup.
KLHS menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah rangkaian analisis
yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program
(KRP). Peraturan Menteri Negera Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011
memberikan Pedoman Umum tentang KLHS, sedangkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 67 Tahun 2012 memberikan Pedoman tentang Pelaksanaan KLHS
dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah.
Secara prinsip KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana
Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah
dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Pada saat dilakukan KLHS ini, Materi Teknis maupun Rancangan Qanun untuk
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten telah dibuat, dan sedang
menunggu persetujuan DPRK setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur dan
persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum melalui Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
2
Hasil KLHS mengkonfirmasi apakah Rancangan RTRW Kabupaten telah
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain
dalam Rencana Struktur Ruang, Pola Ruang, dan Kawasan Strategis Kabupaten.
Hasil KLHS berupa rekomendasi dan mitigasi bagi penyempurnaan muatan (KRP)
RTRW yang disusun berdasarkan hasil analisis yang partisipatif.
KLHS disusun mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga
mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi. Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten akan disajikan untuk konsultasi publik / pemangku
kepentingan untuk disepakati
.2.
Tujuan Pelaksanaan KLHS
Tujuan pelaksanaan KLHS ini adalah:
1.
Memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah
dipertimbangkan dalam muatan RTRWK Aceh Selatan;
2.
Meningkatkan kualitas RTRW sebagai upaya meminimalkan potensi pengaruh
negatif dan/atau risiko pelaksanaannya terhadap kondisi lingkungan hidup
.3.
Pelaksana KLHS
Proses-proses KLHS dilaksanakan oleh Tim KLHS yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan. Tim KLHS beranggotakan personil-personil dari Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) yang terkait dan anggota-anggota forum lintas pemangku kepentingan.
4.
Waktu Pelaksanaan KLHS
Jangka waktu pelaksanaan KLHS dimulai sejak bulan Januari 2013 yaitu tahap
pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah hingga bulan Januari 2014 telah menyelesaikan
penyusunan dan penyampaian rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
3
Tabel 1. Pelaksanaan Tahapan Penyusunan KLHS Aceh Selatan
No Kegiatan Pelaksanaan
1 Pengkajian pengaruh RTRW
1) Perancangan proses KLHS 14 Januari 2013
2) Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan Januari 2013
3) Identifikasi isu strategis 20 – 21 Maret 2013
4) Pelingkupan isu strategis 22 Mei 2013
5) Analisis data dasar 23 Mei 2013
6) Identifikasi muatan RTRW 24 Mei 2013
7) Telaah muatan RTRW 13 - 15 November 2013
2 Perumusan alternatif, mitigasi dan rekomendasi 8 Januari 2014
3 Pendokumentasian Januari 2014
4 Lokakarya Integrasi Hasil KLHS 23-24 April 2014
5 Konsultasi Publik Hasil KLHS 25 Agustus 2014
Sumber: Bappeda Kab. Aceh Selatan
5.
Muatan KLHS-RTRWK Aceh Selatan
Dalam melakukan kajian pengaruh untuk menentukan implikasi dari program
yang ada dalam RTRW, perlu ditentukan aspek menjadi pendasaran kajian. Dalam
Pasal 16 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan 6 aspek muatan yang dapat
digunakan dalam melakukan kajian pengaruh yaitu 1) Kapasitas daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; 2) Perkiraan mengenai
dampak dan risiko lingkungan hidup; 3) Kinerja layanan/jasa ekosistem; 4)
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; 5) Tingkat kerentanan dan kapasitas
adaptasi terhadap perubahan iklim dan 6) Tingkat ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati.
Dari enam aspek muatan tersebut, KLHS Kabupaten Aceh Selatan menggunakan
tiga aspek sebagai pertimbangan utama yaitu 1) perkiraan mengenai dampak dan
risiko lingkungan hidup; 2) kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan;
dan 3) kinerja layanan/jasa ekosistem. Pengaruh muatan rencana tata ruang
misalnya dikaji dampak dan risikonya dengan memperkirakan kemungkinan
perubahan ekosistem yang terjadi jika program dilaksanakan. Untuk daya dukung
misalnya, kajian memperhatikan kemampuan ekosistem di mana program
direncanakan dengan mempertimbangkan kemampuan lingkungan mendukung
kehidupan masyarakat lokal dan mahluk lain jika program dilaksanakan. Selain
kedua aspek tersebut, kinerja layanan/jasa ekosistem dan ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati juga menjadi aspek yang diperhatikan dalam mengkaji
pengaruh muatan RTRW mengingat keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser
4
dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang menjadi salah satu wilayah dengan
keanekaragaman hayati yang terbesar di dunia.
6.
Kedudukan dan Proses Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Selatan
Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Selatan 2013 – 2033 dimulai sejak tahun 2010. Dalam rangka memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap kedudukan RTRW kabupaten bagi pemangku kepentingan, kedudukan RTRW kabupaten digambarkan sebagai berikut:
Gaambar 1. Matriks Alur Proses Penetapan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Selatan 2014 – 2034
7.
Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis KLHS
Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis dilakukan dalam sebuah lokakarya yang
melibatkan pemangku kepentingan.Tim Kerja KLHS mempelajari Materi Teknis
RTRW Kabupaten Aceh Selatan (Matek RTRW) untuk keperluan penyusunan pra
pelingkupan. Hasil diskusi identifikasi isu strategis ini kemudian menjadi bahan
bagi proses pelingkupan.
Proses pelingkupan isu strategis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1)
Memeriksa duplikasi, hal ini dilakukan sebagai satu langkah awal sebelum
memeriksa isu-isu ini menggunakan kriteria strategis.
2)
Memeriksa menggunakan kriteria strategis yaitu: 1) bersifat lintas sektor, 2)
bersifat lintas wilayah, 3) potensi dampak kumulatif dan efek ganda; 4)
berdampak negatif jangka panjang jika tidak diselesaikan. Proses ini dilakukan
menggunakan tabel. Syarat isu yang dinilai strategis adalah bila memenuhi
keempat kriteria tersebut.
5
Hasil pelingkupan isu-isu strategis tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Alih fungsi lahan hutan.
2.
Frekuensi banjir yang masih sering terjadi.
3.
Pertambangan yang tidak ramah lingkungan.
4.
Perubahan penggunaan lahan pertanian.
5.
Hama dan Penyakit tanaman Pala
6.
Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan.
7.
Persediaan kayu olahan terbatas.
8.
Kearifan lokal memudar.
9.
Pendidikan lingkungan.
10.
Penegakan hukum lingkungan yang lemah.
11.
Konflik penggunaan lahan.
Konsultasi publik dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan masukan dari
publik yang lebih luas terkait dengan isu-isu strategis ini. Konsultasi publik
tersebut dilakukan pada tanggal 16 November 2013, dan berdasarkan konfirmasi
dan masukan dari publik, daftar isu strategis tersebut direvisi menjadi 4 isu
strategis saja, yaitu:
1.
Frekuensi banjir yang masih sering terjadi.
2.
Pertambangan yang tidak ramah lingkungan.
3.
Alih fungsi lahan sawah untuk perkebunan.
4.
Sebaran Hama dan Penyakit tanaman Pala yang makin meluas.
8.
Analisis Data Dasar (Baseline Analysis)
Analisis data dasar atau baseline analysis adalah proses selanjutnya setelah isu-isu
strategis terpilih. Dibutuhkan data dan informasi yang mendukung setiap isu
strategis. Hal ini diperlukan untuk proses verifikasi isu-isu strategis pembangunan
berkelanjutan hasil proses pelingkupan sebelumnya. Data dan informasi yang
dikumpulkan termasuk di dalamnya data primer dari SKPD atau menurut catatan
masyarakat, data sekunder yang berupa data yang telah disajikan dalam bentuk
publikasi atau laporan, dan data empiris stakeholders (para pemangku
kepentingan) secara kualitatif.
Metode yang digunakan pada proses analisis data dasar adalah analisis
kecenderungan terhadap parameter dan indikator yang terkait dengan tiap isu
strategis. Analisis data dasar untuk setiap isu strategis memuat deskripsi sebagai
berikut:
1)
Gambaran Isu Strategis, dimaksudkan untuk menjelaskan kondisi/fakta
dan masalah isu dimaksud; lokasi isu strategis, faktor penyebab isu yang
terkait dan implikasi masalah dimaksud.
6
2)
Analisis Kecenderungan, dimaksudkan untuk menjelaskan proses yang
muncul dan berkembangnya masalah yang dimaksud semenjak 5 tahun
yang lalu di masing-masing lokasi, kelompok masyarakat yang mengalami
kerugian akibat masalah dimaksud; apakah masalah dimaksud sudah
mencapai titik kritis; mengapa masalah ini cenderung meningkat, apakah
karena pembiaran?
3)
Perkiraan kecenderungan pada masa yang akan datang, dimaksudkan
untuk menjelaskan prakiraan 5 tahun yang akan datang apabila masalah
tersebut tidak ditangani; bagaimana akumulasi kerugian (finansial dan
lingkungan hidup), kelompok masyarakat yang mengalami kerugian;
apakah memang masalah dimaksud tidak dapat dicegah dan/atau
ditanggulangi dan/atau dipulihkan?.
4)
Rangkuman atau kesimpulan hasil analisis kecenderungan
5)
Analisis kecenderungan didukung dengan data tabuler, grafik, peta,
grafik dsb.
9.
Identifikasi Muatan RTRW Terkait Isu Strategis Pembangunan
Berkelanjutan
Proses identifikasi muatan RTRW dimulai dengan mengidentifikasi program
dalam materi teknis RTRW yang terkait dengan isu strategis. Keterkaitan dinilai
berdasarkan dampak dari program tersebut terhadap setiap isu strategis, apakah
bersifat positif, netral atau negatif. Program yang akan ditelaah lebih lanjut adalah
program yang berdampak negatif pada isu strategis.
Lingkup identifikasi muatan RTRW adalah untuk memahami keterkaitan rencana
tata ruang (struktur dan pola ruang) dan program-program perwujudan ruang
dengan isu strategis KLHS. Sebagai panduan diskusi, digunakan beberapa
pertanyaan uji berikut ini:
1)
Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan kejadian seperti
banjir, longsor dan kekeringan?
2)
Apakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerusakan dan pencemaran lingkungan?
3)
Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan sulitnya dipenuhi
kebutuhan masyarakat akan sumber daya alam yang mendasar seperti
bahan pangan dan air bersih?
4)
Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan gangguan terhadap
ekosistem yang berfungsi lindung?
7
5)
Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan
terhadap kehidupan makhluk hidup lain dan keseimbangannya dengan
kehidupan manusia?
10.
Implikasi dan Mitigasi Rencana Struktur Tata Ruang
Tabel 2. Rekomendasi Mitigasi Terhadap Muatan Rencana
Struktur Ruang
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
1. Rencana Pengembangan PKL Tapaktuan
1.1 Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi
a. Pembangunan kawasan perkotaan
diarahkan pada lokasi yang lebih tinggi namun berada pada elevasi yang aman untuk dijadikan kawasan terbangun disertai upaya-upaya mitigasi terhadap tanah longsor dan pengurangan kecepatan aliran air pada saat hujan.
Pengembangan kawasan perkotaan secara terbatas sesuai dengan proyeksi kebutuhan 20 tahun mendatang, yang delineasinya
ditetapkan dalam rencana rinci pengembangan kawasan perkotaan Tapaktuan.
Dalam rencana rinci tersebut, arah
pengembangan kawasan perkotaan juga perlu diarahkan pada kawasan yang lebih tinggi. Penyusunan rencana rinci tersebut perlu dilengkapi dengan peraturan zonasi untuk mengurangi risiko bencana banjir dan tanah longsor serta penyiapan rencana mitigasi bencana tersebut.
b. Perbaikan drainase kawasan perkotaan, baik yang sudah terbangun maupun yang
direncanakan sebagai kawasan
pengembangan perkotaan disertai upaya-upaya perubahan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.
c. Melakukan normalisasi dan optimalisasi
sungai yang diharapkan dapat
memperbesar daya tampung sungai terutama pada saat hujan disertai dengan upaya reboisasi lahan kritis dan daerah aliran sungai.
d. Menetapkan kawasan lindung di luar kawasan hutan atau ruang terbuka terbuka hijau. Hal ini perlu dilakukan
terutama pada rencana kawasan
terbangun yang berada pada atau dekat dengan lokasi yang elevasinya curam dan pada sempadan sungai.
e Mendorong peran serta masyarakat untuk
melakukan penanaman tanaman
perkebunan (pala) dengan
memperhatikan aspek lingkungan.
Pembukaan lahan baru pada kawasan
budidaya untuk penanaman pala
diharapkan tidak dilakukan secara sekaligus pada hamparan yang luas.
f Kerjasama lintas sektor dalam
pengelolaan sampah melibatkan
solidaritas masyarakat.
g Peninjauan kembali Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
8
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
1.2 Isu Strategis: Hama/Penyakit Tanaman Pala
a Peningkatan sumberdaya manusia pekebun pala, termasuk melalui penyuluhan.
Terkait dengan upaya pengurangi penyebaran hama/penyakit tanaman pala, maka dalam
pengembangan perkebunan pala perlu
dilakukan melalui beberapa upaya, seperti tidak melakukan penanaman tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur; melakukan konservasi tanah dan air sebelum mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman yang baru; peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemelliharaan dan pengelolaan perkebunan pala, melakukan inovasi bibit tanaman pala, serta mengeluarkan larangan penangkapan burung predator hama pala dengan tegas. b Melakukan inovasi penyediaan bibit
tanaman pala, termasuk penyambungan antar varietas dengan tanaman atasnya pala lokal yang ada.
c Larangan penangkapan burung
predator/pemangsa ulat dan pengayaan jenis burung pemangsa ulat.
2. Rencana Pengembangan PKLp Bakongan
1.1 Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi
a. Pembangunan kawasan perkotaan diarahkan pada daerah yang tidak berawa dan bukan merupakan kawasan hutan.
Pengembangan kawasan perkotaan secara terbatas sesuai dengan proyeksi kebutuhan 20 tahun mendatang, yang delineasinya
ditetapkan dalam rencana rinci pengembangan kawasan perkotaan Bakongan.
Dalam rencana rinci tersebut, arah
pengembangan kawasan perkotaan juga perlu diarahkan pada kawasan yang tidak berawa untuk menghindari banjir di kawasan yang akan dikembangkan.
Penyusunan rencana rinci tersebut perlu dilengkapi dengan peraturan zonasi untuk mengurangi risiko bencana banjir serta penyiapan rencana mitigasi bencana banjir. b. Pengembangan kawasan perkotaan
Bakongan perlu diarahkan dengan model intensif dengan membatasi luas areal kawasan perkotaan sesuai kebutuhan lahan pengembangan 20 tahun ke depan. Delineasi kawasan perkotaan yang jelas perlu dilakukan pada saat penyusunan rencana rinci dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan untuk mencegah
pengembangan kawasan perkotaan di daerah yang sering terpapar banjir. c Penyiapan rencana mitigasi bencana
banjir untuk kawasan perkotaan. d Mendorong pemanfaatan lahan kawasan
perkotaan pada kawasan yang tidak rawan banjir (bukan kawasan berawa) melalui pengembangan kebijakan insentif/
Disinsentif.
e Pengembangan peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana banjir.
f Pembangunan tanggul pada beberapa lokasi, contoh Desa Ujong Pulo Cut dan Desa Cangoi Seubadeh, Muara Bakongan, Muara Desa Ujong Panju Bakotim, Kuala Cangkuni – Seubadeh.
g Normalisasi Sungai.
h Dilakukan upaya-upaya mengurangi kegiatan penebangan liar.
2. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Baru pada Enam Ruas Jalan:
9
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
Ruas Buloh Seuma – Kuala Baru
Ruas Alue Rimba – Simpang Tiga
Ruas Bukit Mas – Alue Saya
Ruas Brahan – Seuneubok Keranji
Ruas Seuneubok Keranji – Laut Bangko
2.1 Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi
a. Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Despot Keude Trumon – Cut Bayu yang berada di kawasan rawa.
Untuk pembangunan ke-enam ruas jalan baru perlu dilakukan setelah dokumen kajian lingkungan disiapkan.Pada tahap berikutnya rencana pembangunan jalan harus dilakukan dengan mengikuti standar teknis
pembangunan jalan serta didukung oleh upaya peningkatan pengendalian pemanfaatan lahan di sekitar jaringan jalan baru.
b. Peningkatan upaya pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan di sekitar jaringan jalan yang akan dibangun agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya.
c. Pembangunan jalan baru melalui
meningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar;
d. Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan.
e Tambahan usulan alternatif khususnya untuk rencana ruas Seuneubok – Laot
Bangko: Alternatif pengembangan
jaringan jalan setapak yang sudah ada, yaitu pada ruas Indra Damai – Suak Belimbing – Laot Bangko. Akses menuju kawasan danau Laot Bangko selanjutnya dilanjutkan dengan jalan setapak ke arah danau. Pengembangan alternatif jaringan jalan baru ini untuk mencegah terbukanya banyak terlalu banyak akses ke Danau Laot Bangko yang dapat menganggu kelestarian ekosistem TNGL di sekitar
kawasan tersebut. Pengembangan
alternatif jaringan jalan baru ini juga telah
mengikuti rencana pengembangan
kawasan ekowisata (siteplan) Danau Laot Bangko yang telah dikembangkan oleh Balai TNGL.
Pengembangan jaringan jalan setapak pada ruas Indra Damai – Suak Belimbing – Laot Bangko. Akses menuju kawasan danau Laot Bangko selanjutnya dilanjutkan dengan jalan setapak ke arah danau.
Agar tetap dapat memberikan akses menuju kawasan Danau Laot Bangko yang akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, maka rekomendasi pengembangannya dengan mengembangkan alternatif jalan yang telah ditetapkan oleh Balai TNGL dalam site plan pengembangan ekowisata Danau Laot Bangko
Tabel Rekomendasi Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana
Pola Ruang
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
1 Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat seluas 22.400 ha yang Dikembangkan pada
Kawasan APL
1.1 Isu Strategis: Alih fungsi lahan sawah untuk perkebunan
A Proses perijinan perubahan status hutan dari Kementerian Kehutanan
10
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
B Larangan pengembangan kebun kelapa sawit pada kawasan pertanian lahan basah (sawah) agar tidak terjadi penurunan produksi pertanian tanaman pangan;
Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat pada kawasan APL perlu dikembangkan melalui upaya penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk
mencegah alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit. b Menetapkan kawasan lahan pertanian
berkelanjutan melalui qanun untuk mencegah alih fungsi lahan sawah untuk kawasan perkebunan kelapa sawit; c Mengembangkan aplikasi konservasi
tanah dan air (KTA) untuk mencegah banjir dan longsor akibat kerusakan lahan
1.2 Isu Strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala makin meluas
a Tidak menanam tanaman pala dalam satu
hamparan luas secara monokultur; Terkait dengan upaya pengurangi penyebaran hama/penyakit tanaman pala, maka upaya pengembangan perkebunan pala perlu dilakukan melalui beberapa upaya, seperti tidak melakukan penanaman tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur; melakukan konservasi tanah dan air sebelum mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman yang baru; serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemelliharaan dan pengelolaan perkebunan pala
b Mem-bera-kan lahan terlebih dahulu sebelum ditanam dengan tanaman pala yang baru. Umumnya masyarakat segera mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman pala yang baru. Untuk mencegah meluasnya
hama/penyakit tanaman pala, maka lahan terlebih dahulu harus di-bera sebelum ditanam kembali dengan tanaman pala yang baru;
c Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan tanaman pala
2 Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat seluas 15.600 ha yang dikembangkan pasa
Kawasan Hutan yang Diusulkan untuk Perubahan Status
2.1 Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi
a Penyiapan dokumen kajian lingkungan untuk mengkaji kelayakan pengembangan perkebunan rakyat serta pengkajian dampak pengembangan kawasan perkebunan terhadap lingkungan di sekitarnya;
Upaya untuk mencegah peningkatan banjir juga perlu dilakukan melalui aplikasi konservasi tanah dan air yang diakibatkan oleh kerusakan lahan sehingga mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap air hujan b Proses perijinan perubahan status
kawasan hutan dari kementerian kehutanan;
c Pembukaan lahan perkebunan rakyat dilakukan secara bertahap;
d Pengembangan lahan perkebunan rakyat dilakukan dengan memperhatikan kaidan konservasi tanah dan air
e Membuat kanal-kanal untuk
mengendalikan banjir yang didahului dengan kajian lingkungan hidup untuk pembangunan kanal ini
2.2 Isu Strategis: Sebaran hama dan penyakit tanaman pala makin meluas
a Tidak menanam tanaman pala dalam satu
hamparan luas secara monokultur. Terkait dengan upaya pengurangi penyebaran hama/penyakit tanaman pala, maka upaya pengembangan perkebunan pala perlu dilakukan melalui beberapa upaya, seperti b Mem-bera-kan lahan terlebih dahulu
sebelum ditanam dengan tanaman pala yang baru. Umumnya masyarakat segera
11
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman pala yang baru. Untuk mencegah meluasnya
hama/penyakit tanaman pala, maka lahan terlebih dahulu harus di-bera sebelum ditanam kembali dengan tanaman pala yang baru;
tidak melakukan penanaman tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur; melakukan konservasi tanah dan air sebelum mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman yang baru; serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemelliharaan dan pengelolaan perkebunan pala
c Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan tanaman pala
3 Kawasan Peruntukan Pertambangan
3.1 Isu Strategis: Frekuensi Banjir yang Masih Sering Terjadi
a Penyiapan dokumen lingkungan untuk mengkaji kelayakan kegiatan
pertambangan serta mengkaji dampak terhadap lingkungan di sekitarnya;
Pengembangan kawasan pertambangan perlu dilakukan dengan menyiapkan kajian
lingkungan terlebih dahulu untuk mengkaji dampak terhadap lingkugan di sekitarnya serta upaya RKL dan RPL yang perlu dilakukan untuk memitigasi dampak yang dapat
ditimbulkan dari pengembangan kegiatan pertambangan.
Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan, maka upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan penambangan yang tidak sesuai standar/ketentuan yang berlaku serta yang dilakukan dengan tidak ramah
lingkungan perlu ditingkatkan. Upaya pengawasan dan pengendalian tersebut perlu dibarengi dengan kegiatan sosialisasi pada masyarakat terkait kegiatan penambangan yang ramah lingkungan sereta penegakan hukum (law enforcement) terhadap kegiatan penambangan yang tidak ramah lingkugan. Pada saat kegiatan pertambangan telah berakhir, penerapan kewajiban reklamasi kawasan tambang perlu dilakukan untuk mengembalikan kawasan ke fungsi
sebelumnya agar tidak menimbulkan banjir di kawasan hilirnya.
b Penyiapan rencana mitigasi banjir yang diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan.
c Penetapan kewajiban reklamasi kawasan tambang paska kegiatan penambangan. d Peningkatan pengawasan dan
pengendalian kegiatan pertambangan. e Perlu penetapan yang jelas wilayah
pertambangan rakyat sehingga dapat dipilih daerah yang dikaji tidak akan menimbulkan banjir.
3.2 Isu Strategis: Pertambangan yang Tidak Ramah Lingkungan
a Peningkatan pengawasan dan
pengendalian kegiatan pertambangan. Pengembangan kawasan pertambangan perlu dilakukan dengan menyiapkan kajian lingkungan terlebih dahulu untuk mengkaji dampak terhadap lingkugan di sekitarnya serta upaya RKL dan RPL yang perlu dilakukan untuk memitigasi dampak yang dapat
ditimbulkan dari pengembangan kegiatan pertambangan.
Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan, maka upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan penambangan yang tidak sesuai standar/ketentuan yang berlaku serta yang dilakukan dengan tidak ramah
lingkungan perlu ditingkatkan. Upaya b Penerapan penegakan hukum (law
enforcement) yang ketat terhadap kegiatan penambangan yang tidak ramah
lingkungan.
c Kegiatan pertambangan harus dilenegkapi dengan dokumen lingkungan yang lengkap. d Merelokasi kegiatan pengelolaan emas
jauh dari pemukiman penduduk dan pergantian teknologi yang ramah lingkungan.
e Peningkatan sosialisasi pada masyarakat terkait kegiatan penambangan yang lebih ramah lingkungan.
12
No. Usulan Mitigasi/Alternatif Rekomendasi Mitigasi/Alternatif
f Perlu penetapan kriteria yang jelas terhadap penambangan galian C sehingga tidak salah dalam pemberian rekomendasi.
pengawasan dan pengendalian tersebut perlu dibarengi dengan kegiatan sosialisasi pada masyarakat terkait kegiatan penambangan yang ramah lingkungan sereta penegakan hukum (law enforcement) terhadap kegiatan penambangan yang tidak ramah lingkugan. Pada saat kegiatan pertambangan telah berakhir, penerapan kewajiban reklamasi kawasan tambang perlu dilakukan untuk mengembalikan kawasan ke fungsi
sebelumnya agar tidak menimbulkan banjir di kawasan hilirnya.