• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SCIENTIFIC DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS : Kuasi Eksperimen Di Kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENDEKATAN SCIENTIFIC DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS : Kuasi Eksperimen Di Kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

(Kuasi Eksperimen di kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh

ANI MARYANI

NIM. 1308075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

(Kuasi Eksperimen di kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung)

Oleh

ANI MARYANI

NIM. 1308075

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat

untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Animaryani101@gmail.com

Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

(3)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SCIENTIFIC DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING DAN DISCOVERY TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

(Kuasi Eksperimen di kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing

Prof. Dr. H. Disman, M.S. 19590209 198412 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPS

(4)

Learning terhadap kemampuan Berpikir Rasional dalam Pembelajaran IPS (Kuasi Eksperimen Di Kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung). Pembimbing Tesis Prof. Dr. Disman, M.Si.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan proses pembelajaran IPS di sekolah yang kurang efektif dan optimal dalam mengembangkan kemampuan berpikir rasional artinya pembelajaran IPS di SMP sebagian besar baru menyentuh ranah kognitif, kurang menyentuh ranah afektif dan psikomotor. Materi pembelajaran masih cenderung bersifat hapalan dan sangat tergantung pada teks book/ buku paket, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji banding kondisi pembelajaran IPS cara lama dan untuk mengetahui efektif tidaknya pendekatan scientific dengan metode Problem

Based Learning (PBL) terhadap kemampuan siswa dalam berpikir rasional pada

pembelajaran IPS. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Kuasi Eksperimen dengan desain Nonequivalen Control Group Design. Satu kelas dipilih sebagai kelas kontrol dengan metode Discovery dalam pembelajaran IPS dan satu kelas eksperimen dengan pendekatan scientific metode Problem Based Learning. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan berbentuk hasil test (pretest dan postest) yang didukung oleh hasil observasi saat proses pembelajaran berlangsung dan angket serta wawancara ketika pembelajaran selesai. Tekhnik uji instrumen menggunakan bantuan ANATES versi 4.10, dan tekhnik analisa data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan SPSS versi 20 dengan alat analisa : uji normalitas, uji homogenitas, analisa parametris dengan uji t, serta gain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan scientific metode PBL dan Discovery secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan berpikir rasional siswa dalam pembelajaran IPS.

(5)

Ani Maryani, (1308075) The Effectiveness of Scientific Approach with Problem-Based and Discovery Learning Method on Rational Thinking Ability in Social Studies Teaching and Learning (A Quasi-Experiment to the Seventh Grade Student of SMP Kartika XIX-2 Bandung). Thesis Supervisor: Prof. Disman, M.Si.

The research was determined by the ineffectiveness of the implementation of social studies teaching and learning in schools in developing rational thinking ability; in other words, the teaching and learning of social studies in junior secondary schools in majority touch upon only on the cognitive domain, leaving the affective and psychomotor domains remain untouched. The instructional materials tended to be more on memorization aspect and highly dependent upon texbook, resulting in less meaningful teaching and learning. Thus, the study reviewing appeals to improve the conventional teaching and learning of social studies and to find the effectivenes of scientific approach with problem based (PBL) learning in improving students’ rational thinking ability in the teaching and learning of social studies. The research adopted a quasi-exsperiment method with non-equivalent control group design. One class was selected as the control class treated with discovery learning method in social studies teaching and learning, and another designed as the exsperimental class treated with scientific approach with problem based learning. The data were in the forms of test results (pre-and post-tests), improved by the result of observation during teaching and learning and questionnaires as well as interview after the teaching and learning. The instrument test employed ANATES version 4.10, and data analysis technique to test the hypothesis of the research used SPSS version 20 with the following analysis tools: normality test, homogeneity test, parametric analysis using t-test, and gain test. Research results show that scientific approach with problem based (PBL) and Discovery Learning method could significantly improve students’ rational thinking ability in the teaching and learning of social studies.

(6)

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ... ....vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 12

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori ... 14

2.1.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran ...14

2.1.2 Hakikat Efektifitas Pembelajaran ... ... 16

2.1.3 Karakteristik Belajar Efektif ... ...18

2.2 Pendekatan Scientific ... 19

2.2.1 Definisi Pendekatan Scientific ... 19

2.2.2 Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific ... 22

2.2.3 Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran ... 22

2.3 Hakikat Metode Pembelajaran ... 24

2.4 Konsep Dasar PBL ... 24

2.4.1 Definisi PBL ... 24

2.4.2 Karakteristik PBL ... 27

2.4.3 Indikator PBL ... 28

2.4.4 langkah-langkah PBL ... 28

2.5 Teori – teori Belajar yang mendukung PBL ... ...31

(7)

2.6.3 Karakteristik Berpikir rasional ... 43

2.6.4 Indikator Berpikir Rasional ... 44

2.6.5 Efektifitas pendekatan saintifik melalui model PBL terhadap berpikir rasional dalam pembelajaran IPS... ... ..45

2.7 Kerangka Pemikiran ... 46

2.8 Kajian Terdahulu yang Relevan ... 49

2.9 Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 52

3.2 Desain Penelitian ... 52

3.3 Objek Penelitian ... 53

3.4 Waktu Penelitian ... 53

3.5 Populasi dan Sampel ... 54

3.5.1 Populasi ... 54

3.5.2 Sampel ... 54

3.6 Prosedur Penelitian ... 55

3.7 Definisi Operasional ... 57

3.7.1 Pendekatan Scientific Metode Problem B.L (PBL) ... 57

3.7.2 Pendekatan Scientific Metode Discovery Learning ... 58

3.7.3 Berpikir Rasional ... 59

3.8 Analisis Uji Instrumen ... 60

3.8.1 Validitas ... 60

3.8.2 Reabilitas ... 62

3.8.3 Daya Pembeda ... 63

3.8.4 Tingkat Kesukaran ... 64

3.9 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 64

(8)

4.1 Hasil Penelitian ... 68

4.1.1 Hasil Uji Normalitas ... 71

4.1.2 Hasil Uji Homogenitas ... 73

4.1.3 Hasil Uji Hipotesis ... 75

4.1.4 Hasil Observasi ... 80

4.1.5 Hasil Angket ... 82

4.2 Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Rekomendasi ... 91

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai bangsa dan negara akan terus menjalani sejarahnya. Ibarat sebuah organisme negara Indonesia lahir, tumbuh, berkembang dan

mempertahankan kehidupannya untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Salah satu cara dan strategi untuk mempercepat terwujudnya cita-cita negara ini adalah dengan mempersiapkan generasi masa depan yang tangguh, cerdas, mandiri dan berpegang pada nilai-nilai spiritual dalam menghadapi era globalisasi ini.

Globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta pembangunan di berbagai bidang/aspek kehidupan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Serentak dengan pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan laju pembangunan, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi perubahan sikap terhadap nilai-nilai yang sudah ada, sehingga terjadi pula pergeseran sistem nilai yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia dengan masyarakatnya. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan negara yang sedang membangun, tidak luput dari perubahan-perubahan tersebut. Bahkan masalah-masalah sosial yang timbul sebagai akibat dari semangkin luasnya pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan meningkatnya pembagunan akan bertambah banyak. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan ilmu dan teknologi, serta dengan masuknya arus globalisasi, membawa pengaruh yang multidimensional. Di bidang pendidikan perubahan ini dituntut oleh kebutuhan siswa, masyarakat, dan lapangan kerja. Menyiapkan sumber daya manusia bukanlah pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara instan. Guru dan sekolah bisa membekali siswa

(10)

Lembaga pendidikan, seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009, hlm. 6 ), dapat membawa pencerahan bagi masyarakat yang mengalami perubahan. Lembaga pendidikan ibarat sebagai sebuah kawah candra dimuka penggemblengan generasi muda. Itu merupakan upaya minimal yang dapat dilakukan, tetapi sangat fundamental untuk meningkatkan mentalitas dalam menghadapi persaingan global. Semakin dekatnya MEA 2015 dan masih

banyaknya masyarakat yang belum memahami hal ini, besar kemungkinan akan muncul keterkejutan massal terutama bagi angkatan kerja Indonesia yang tidak

terdidik dan tidak terlatih. Data biro pusat statistik (BPS) (2014) menunjukkan penduduk diatas 15 tahun yang bekerja berdasarkan pendidikan secara berurutan SD ke bawah 46,8%, SLTP 17,82%, SLTA 25,23%, dan pendidikan tinggi 10,14%. Dari data ini menunjukkan bahwa kesiapan para peserta didik yang telah lulus dalam memasuki dunia kerja masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah, dengan persentasi sebesar 46,8%, ke dua oleh SLTA dengan persentasi sebesar 25,23%, lalu di susul oleh SLTP sebesar 17,82% dan yang terakhir pendidikan tinggi sebesar 10,14%.

Melihat keadaan yang demikian, peningkatan soft skill dan hard skill merupakan agenda utama agar dapat merespon segala perubahan tersebut. Hard

skill bisa dilakukan dengan peningkatan berbagai keterampilan seperti:

pembudidayaan tanaman, penggunaan alat/ teknologi dan bahasa Inggris. Sementara itu soft skill lebih kepada pengembangan sikap dan mengelola manusia seperti: kepemimpinan, kerja sama, komunikasi dan pengembangan diri.

Salah satu bentuk perubahan yang dituntut oleh kurikulum IPS adalah menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara global tersebut. Karena itu melalui jalur pendidikan IPS, sejak dini peserta didik sudah harus dibiasakan berfikir global, melihat segala sesuatu dengan prespektif global. Menurut

(11)

Dalam upaya mencapai keinginan dan harapan itu, salah satunya melalui efektifitas pembelajaran IPS di SMP yang diarahkan kepada wahana pendidikan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa

kehidupan di masyarakat Sumaatmaja, N.(1980, hlm. 20).

Sejalan dengan pendapat di atas, bahwa ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik. Lebih jauh Sumaatmadja, N. (2007, hlm.10) menjelaskan tujuan pendidikan IPS adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara”. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses mengajar dan membelajarkannya tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan, dan persaingan ini.

Ada lima tujuan membelajarkan IPS kepada siswa, yaitu agar setiap peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial. Pendidikan IPS menekankan pada pemahaman tentang bangsa, semangat kebangsaan, patriotisme, dan aktivitas masyarakat dibidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI Kemendikbud (2014, hlm. 16).

Tujuan pendidikan IPS ini tidak dapat lepas dari tujuan pendidikan nasional, yaitu: “membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila,

(12)

luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945” (UU Sisdiknas 2003).

Dari tujuan yang disebutkan di atas, maka jelas nampak bahwa IPS sangat erat dengan kehidupan siswa sehari-hari yang dimulai dari lingkungan terdekat menuju kelingkungan yang lebih luas. Oleh karena itu merujuk pada IPS dapat diklasifikasikan dalam pengembangan pengetahuan (knowledge), keterampilan

(skills), sikap dan nilai (attitudes and value), dan tindakan (action).

Pada jenjang SMP, pencapaian tujuan yang demikian itu bukan merupakan

pekerjaan yang mudah, karena (1) saat ini mata pelajaran IPS menjadi pelajaran yang dianggap kurang penting dibandingkan dengan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA; yang ditunjukkan melalui kenyataan bahwa IPS tidak lagi menjadi mata pelajaran yang diujikan secara nasional; (2) IPS juga diasumsikan oleh masyarakat dan kalangan guru sendiri sebagai pelajaran yang tidak menarik karena hanya bersifat hafalan, kurang menantang untuk berpikir, sarat dengan kumpulan konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan Sanjaya (2008, hlm. 226); dan (3) adanya kenyataan bahwa mata pelajaran IPS di beberapa sekolah, khususnya sekolah-sekolah swasta, terkadang diajarkan oleh guru yang tidak memiliki basis IPS.

Selain itu proses pembelajaran hanya diarahkan untuk menghapal informasi saja, tanpa dituntut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari artinya realisasi pembelajaran dilapangan kurang atau jarang guru yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir rasional peserta didik, padahal pendidikan IPS pada umumnya merupakan synthetic science karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan/ diobservasi

setelah fakta terjadi Yamin (2012, hlm. 143).

(13)

pada saat dilakukan penilaian tertulis peserta didik tidak memberikan jawaban yang mendalam, tidak aktif dalam kegiatan diskusi, tidak bersemangat dalam menyelesaikan latihan dan tugas-tugas, guru lebih sering menggunakan metode ekspositori dan konvensional dalam menerangkan materi pembelajaran, sumber belajar hanya dari buku dan media pembelajaran yang kurang variatif, serta kurangnya kemauan guru untuk mengaflikasikan RPP yang sudah dibuat sebelum

KBM atau yang sudah dibuat oleh MGMP sekolah.

Hal ini berdampak pada rendahnya nilai peserta didik yang dapat

mencapai nilai KKM yang ditentukan yaitu 70. Selengkapnya dibawah ini dicantumkan nilai semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 kelas VII sejumlah 120 orang.

Tabel 1.1

Nilai Rapot IPS Kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung

Mata Pelajaran

Sumber: Data nilai siswa SMP Kartika XIX-2

Dari tabel diatas dapat jelaskan bahwa prestasi siswa yang ditunjukkan dengan nilai semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 untuk pelajaran IPS masih rendah, karena daya serap bahan pelajaran masih kurang dari 60%.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan menurut Djamarah, B.S. dan Zain, A. (2010, hal: 107), menyatakan bahwa ada beberapa taraf yang di gunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran diantaranya : (1) istimewa atau maksimal : apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa. (2) baik sekali/optimal : apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa. (3) baik/ minimal : apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75% saja dikuasai oleh siswa. (4) kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

(14)

siswa yang mencapai KKM 45% dan yang mencapai lebih dari KKM sebesar 10% maka kelas ini bisa dikategorikan ke dalam kategori kurang. Sedangkan untuk kelas VII-B karena pencapain nilai yang mencapai KKM dan nilai yang melampaui KKM sebesar 90% ,maka dapat dikategorikan sudah baik sekali/optimal, begitu juga untuk kelas VII-C karena berada diangka 60% maka dapat dikategorikan sudah baik atau batas minimal.

Begitu juga untuk tingkat kemampuan berpikir rasional siswa SMP Kartika XIX-2 pada mata pelajaran IPS masih tergolong rendah, hal ini terlihat

dari data nilai UKK kelas VII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, dengan sebaran kemampuan mengerjakan soal UKK pada tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2

Sebaran Hasil Kemampuan Berpikir Peserta Didik

SMP Kartika XIX-2 Bandung

No Mata

Pelajaran IPS

Presentase rata – rata jawaban benar Jumlah

Ranah Kemampuan

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Kelas VII 34 32 27 18 14 10 135

Berdasarkan data di atas terlihat jelas bahwa kemampuan siswa menyelesaikan soal ranah kemampuan C4, C5, dan C6 masih rendah bila dibandingkan dengan C1, C2, dan C3. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut adanya pemikiran ke arah yang lebih tinggi khususnya untuk soal –soal ranah afektif dan ranah psikomotor.

Guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan

(15)

yaitu dengan kesiapan untuk selalu melakukan perubahan dalam pembelajarannya salah satunya mengubah pendekatan lama dengan pendekatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.

Pendekatan/ strategi pembelajaran merupakan sudut pandang terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum yang didalamnya mewadahi, menginspirasi,

menguatkan dan melatih metode pembelajaran tertentu. Rachmawati (2013, hlm. 73) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran harus menciptakan suasana

teaching learning yang dapat menumbuhkan rasa tidak tahu menjadi tahu. Untuk

mendukung suasana teaching learning tersebut, maka pendekatan yang diberlakukan dalam kurikulum 2006 adalah pendekatan multistrategi harus mulai sedikit dikurangi dan pendekatan kurikulum 2013 bisa mulai direalisasikan karena, menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).

Pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning) Kemendikbud (2013, hlm. 34).

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran di dalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, menalar, mencoba/mencipta, menyajikan/mengkomunikasikan Kemendikbud (2013). Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pembelajaran harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya

(16)

mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Kenyataan di lapangan permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya kemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya yang rasional dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan yang dapat

digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan berpikir rasional. Kemampuan ini dapat

dikembangkan melalui pembelajaran dimana masalah dihadirkan di kelas dan siswa diminta untuk menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi “transform of knowledge” yang mengembangkan potensi siswa secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif. Bukan seolah-olah praktek pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan yang rill yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan kehidupan siswa itu menandakan bahwa pembelajaran yang berlangsung di sekolah tidak efektif.

Secara keseluruhan pada saat pembelajaran di sekolah anak didik kita belum mendapatkan internalisasi nilai-nilai secara matang dan bermakna, karena proses KBM masih terlalu menitik beratkan pada asfek kognitif, sehingga asfek afektif dan psikomotor yang bermuatan karakter kurang diperhatikan.

Padahal jika merujuk pada pemikiran menurut Bloom (1956) menyatakan bahwa, tujuan langsung pendidikan adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Peningkatan ini tidak sekedar peningkatan belaka, tetapi yang hasilnya dapat dipergunakan untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, pekerja profesional, warga masyarakat, warga negara,

dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

(17)

global. Hanya mereka yang yang memiliki keterampilan dan memperoleh kesempatan untu mengembangkan dan menggunakan keterampilan itulah yang akan dapat bertahan dalam berbagai seleksi sosial di masyarakat. Kemampuan anak didik kita dalam logika dan analisis harus terus didorong. Hal ini dikarenakan kemampuan anak didik kita dalam menjawab soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi masih rendah, kemampuan berpikir tingkat

tinggi banyak ragamnya salah satunya berpikir kritis, berpikir rasional, dan berpikir kreatif. Salah satu studi internasional mengenai kemampuan kognitif

siswa yaitu TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) yang diadakan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational

Achievement). Hasil TIMSS 2011 pada bidang Fisika menunjukkan Indonesia

memperoleh nilai 397 dimana nilai ini berada di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500, sementara hasil analisis TIMSS tahun 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika dan IPA, lebih dari 95% peserta didik indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance.

Dalam kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang ruang lingkup materi pembelajaran IPS yang terdapat dalam kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial/relevan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik. Salah satunya yaitu dengan pembelajaran terpadu dalam pembelajaran IPS.

Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip

secara holistik dan otentik Kemendikbud (2014, hlm. 17).

(18)

Berdasarkan hal tersebut, guru perlu merancang pembelajaran yang mampu membangkitkan potensi siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya yaitu berpikir rasional dalam menyelesaikan masalah, sehingga diharapkan pembelajaran yang berlangsung disekolah akan lebih efektif. Efektifitas pembelajaran merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Efektifitas juga

berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi

unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client Miarso (2004, hlm. 25). Berdasarkan ciri program pembelajaran efektif seperti yang digambarkan diatas, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang. Supaya pembelajaran bisa berlangsung dengan efektif, maka guru harus mampu membawa belajar siswa yang efektif pula, melalui metode pembelajaran yang tepat.

Menurut Slameto (2013: hlm. 82) menyatakan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Artinya seorang guru dituntut untuk kreatif memilih dan menggunakan metode pembelajaran setelah disesuaikan dengan materi pelajaran. Mengingat hakikatnya belajar itu sebenarnya, merupakan suatu aktivitas mencari, menemukan dan melihat pokok permasalahan. Siswa berusaha memecahkan masalah termasuk pendapat bahwa bila seseorang memiliki motor skill atau mampu menciptakan puisi atau simfoni, maka dia telah menghasilkan masalah dan menemukan kesimpulan Slameto (2013: hlm 92).

(19)

solusi yang narrow minded (solusi atas pikiran yang sempit). Dimana mereka akan belajar untuk tidak hanya memanfaatkan otak kirinya, yang berpikir konvergen, dimana hanya ada satu solusi yang benar. Tapi mereka/peserta didik akan lebih terlatih untuk berpikir secara divergen, yaitu melihat berbagai kemungkinan solusi sebelum akhirnya melakukan analisis untuk sebuah solusi terbaik.

Metode pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh

pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh, sehingga siswa jadi terbiasa untuk melakukan berpikir rasional dan berpikir analitis, hal ini sejalan dengan hakikat belajar dari pendapat diatas.

Kemampuan berpikir rasional merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus di miliki siswa. Pendidikan hendaknya dirancang untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir rasional guna memecahkan masalah dan mengatasi problem kehidupan sehingga mampu mengambil keputusan yang bijaksana. Richetti dan Tregoe, (2001) mengungkapkan bahwa berpikir rasional memungkinkan siswa untuk membuat keputusan dalam situasi yang baru dengan menyediakan langkah-langkah yang dapat membantu siswa mengumpulkan dan memproses informasi yang relavan. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan penelitian mengenai “Efektifitas pendekatan Scientific dengan Metode Problem Based Learning terhadap kemampuan Berpikir Rasional dalam Pembelajaran IPS (Kuasi Eksperimen di kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung)”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan pada latar belakang

penelitian, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

(20)

Berangkat dari permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir rasional pada siswa kelas eksperimen yang menggunakan metode PBL pada pengukuran awal (pre

-test) dan pada pengukuran akhir (post--test) ?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir rasional pada siswa kelas

Kontrol yang menggunakan metode Discovery pada pengukuran awal (pre

-test) dan pada pengukuran akhir (post-test) ?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir rasional siswa yang menggunakan metode PBL dengan yang menggunakan metode Discovery?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Dalam rangka peningkatan prestasi siswa pada tingkat Internasional, Indonesia mengikuti program yang disebut dengan PISA (Programs International

Student Assosiation)/ program penilaian pelajar Internasional, merupakan program

penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga tahun sekali untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun diseluruh dunia.

Dengan operasi standar melalui pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan angket dan dan tes, penentutan sampel dan populasi, pengelolaan analisis data serta pengendalian mutu. Sedangkan bagi indonesia, dengan adanya program ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di Negara-negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

(21)

Untuk mengetahui penerapan pembelajaran IPS melalui pendekatan

scientific Metode Problem Based Learning dan Discovery terhadap kemampuan

berpikir rasional. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk :

1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kemampuan berpikir rasional yang dimiliki siswa kelas eksperimen yang menggunakan metode PBL pada pengukuran awal (pre -test) dan pada pengukuran akhir (post-test).

2. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kemampuan berpikir rasional pada siswa kelas Kontrol yang menggunakan metode Discovery pada

pengukuran awal (pre -test) dan pada pengukuran akhir (post-test).

3. Mengetahui perbedaan hasil kemampuan berpikir rasional siswa yang menggunakan metode PBL dengan yang menggunakan metode Discovery.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mempertinggi khazanah pendidikan untuk pelajaran IPS dalam meningkatkan kemampuan berpikir rasional siswa yang diperlukannya dalam kehidupan sehari-hari.

2) Manfaat Praktis

a) Bagi guru, sebagai sumber untuk memperkaya informasi (pengetahuan) dan keterampilan (skill) mengenai jenis-jenis model dalam pembelajaran IPS terpadu melalui pendekatan scientific, yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir rasional siswa.

b) Bagi siswa, metode PBL ini dapat memfasilitasi kebermaknaan pengalaman belajar yang merangsang life skills salah satunya kemampuan berpikir rasional dan memfasilitasi keaktifan dalam kegiatan pembelajaran

IPS dikelas.

c) Bagi peneliti lain, memberi informasi mengenai kemampuan berpikir rasional dalam pembelajaran IPS dengan pendekatan saintifik metode

(22)
(23)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Dalam bab 3 ini akan membahas metode dan langkah- langkah penelitian. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksperimen yang bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya pengaruh serta

seberapa besar pengaruh tersebut dengan cara memberikan perlakuan – perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimen dan perbandingan keefektifan antara metode PBL dengan metode discovery. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Kuasi Eksperimen, yaitu suatu bentuk eksperimen yang ciri utamanya dengan tidak dilakukan penugasan random, melainkan menggunakan kelompok yang sudah ada yang dalam hal ini adalah kelas yang sudah ada dan dibentuk oleh pihak sekolah.

Penelitian dilakukan dengan membagi dua kelompok siswa, yaitu kelompok eksperimen yang mana menggunakan metode pembelajaran PBL (Problem Base Learning) dan kelompok kontrol dengan menggunakan metode selain PBL dalam hal ini adalah pembelajaran melalui metode discovery. Penerapan pendekatan Scientific dengan metode PBL yang dilaksanakan dikelas eksperimen dan metode discovery dilaksanakan dikelas kontrol ditempatkan sebagai variabel bebas, sedangkan kemampuan berpikir rasional ditempatkan sebagai variabel terikat.

3.2 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-equivalen Group

Desaign (Pre-Tes dan Post-Tes) dengan menggunakan kelas eksperimen dan kelas

kontrol tanpa penugasan random. Desain yang digunakan dapat dilihat sebagai

(24)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Group Pretest Treatment Postest

A

B

O1

O3

X

Y

O2

O4

Keterangan :

A : Kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan PBL

B : Kelompok kontrol dengan perlakuan Discovery

O1 : Tes awal ( sebelum mendapatkan perlakuan) pada kelas eksperimen

O2 : Tes akhir (setelah mendapatkan perlakuan) pada kelas eksperimen

O3 : Tes awal pada kelas kontrol

O4 : Tes akhir pada kelas kontrol

X : Perlakuan menggunakan metode PBL

Y : Perlakuan menggunakan metode Discovery

3.3 Obyek Penelitian

Objek penelitian merupakan tempat atau sumber dimana data penelitian diperoleh. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah tentang metode PBL terhadap kemampuan berpikir rasional, penelitian ini bertempat di SMP Kartika IX-2 Bandung kelas VII, Jl. Pak Gatot Raya no 73s KPAD Bandung.

3.4 Waktu Penelitian

(25)

dilaksanakan di semester Genap tahun pelajaran 2014/2015 dengan pemberlakuan kurikulum KTSP, yaitu dimulai pada saat masuk sekolah setelah libur semester ganjil, kira – kira tanggal 23 pebruari sampai 20 maret 2015, dengan pertemuan sebanyak 5 kali tatap muka. Penulis beranggapan waktu penelitian dianggap cukup dengan pertimbangan untuk pelajaran IPS 4 jam perminggu.

3.5Populasi dan Sampel A. Populasi

Kegiatan pengumpulan data dalam suatu penelitian, merupakan langkah penting guna mengetahui karakteristik dari populasi yang merupakan elemen – elemen dalam objek penelitian yang digunakan untuk pengujian hipitesis. Sugiyono (2011, hlm. 80) menyatakan, “ Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung Tahun Pelajaran 2014/ 2015, yang terdiri dari 4 (empat ) kelas dengan jumlah 136 siswa.

B. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut Sugiyono (2012, hlm. 81). Dalam penelitian sampel yang diambil dari ppopulasi harus betul-betul refresentatif (mewakili). Adapun tujuan dari pengambilan sampel adalah menggunakan sebagian objek penelitian yang diteliti intuk memperoleh informasi tentang populasi.

Berpijak dari metode kuasi eksperimen yang ciri utamanya tanpa penugasan random dan menggunakan kelompok/kelas yang sudah ada (intrac

group), maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling Cluster

Random Sampling yaitu dengan menggunakan kelompok yang sudah ada sebagai

(26)

ini adalah kelas VIIa dengan nilai IPS rata-rata 70 dan kelas yang dijadikan kelas kontrol adalah kelas VIIc dengan nilai rata-rata rapot IPS 67.

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi langkah – langkah sebagai berikut :

1. Kegiatan pendahuluan adalah dengan melakukan koordinasi ke sekolah

tempat dilakukannya penelitian.

2. Melakukan wawancara dengan guru dan siswa sebelum menggunakan metode Problem Based Learning yang dilaksanakan, tujuannya untuk memperoleh informasi tentang penggunaan metode pembelajaran.

3. Bersama guru membuat kesepakatan mengenai penggunaan metode PBL dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan, peneliti bertugas sebagai observer, pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.

4. Memperkenalkan metode/ mempelajarinya kembali metode PBL bersama-sama dengan guru bersangkutan.

5. Menentukan kelompok eksperimen pembelajaran yang menggunakan metode PBL, kelompok eksperimen pembelajaran dengan metode PBL adalah kelas VII-A dan kelas kontrol yang menggunakan metode selain PBL / metode discovery dan jatuh kekelas VII-C.

6. Mengadakan pre- test kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui kemampuan awal dalam pembelajaran IPS.

7. Menggunakan metode PBL dalam pembelajaran kepada kelas eksperimen, dan pembelajaran dengan metode discovery kepada kelas kontrol selama 5x pertemuan.

8. Memberikan Post test kepada kelas eksperimen, dan kelas kontrol. 9. Melakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan uji t.

(27)

Untuk lebih jelas dibawah ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2

Skenario Pembelajaran / Prosedur Penelitian

Tahap Prosedur Penelitian

1 Tahap Perencanaan:

 Melakukan studi lapangan dan literatur untuk mencari masalah dan kemungkinan solusi.

 Melakukan studi literatur lebih mendalam tentang pembelajran Problem Base Learning dan Berpikir Rasional.

 Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.

 Melakukan uji coba instrumen tes.

 Mengolah data hasil uji coba dan menentukan soal yang akan digunakan dalam pengambilan data.

2 Tahap Pelaksanaan :

 Melakukan pret-test untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam hasil belajar baik itu kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

 Melakukan pembelajaran materi ajar yang telah ditentukan. Saat pembelajaran, kelompok kontrol mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran IPS dengan metode Discovery, sedangkan kelompok eksperimen mendapat perlakuan pembelajaran IPS melalui pendekatan scientific dengan metode Problem

Base Learning.

 Melakukan Post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan soal yang sama pada saat

(28)

dilakukan dengan tujuan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah dilakukan perlakuan, apakah hasilnya sudah/ ada peningkatan terhadap berpikir rasional atau tidak.

 Memberikan angket pada siswa berkaitan dengan pendapat mereka tentang penggunaan pembelajaran metode Problem Base Learning.

3 Tahap Akhir :

 Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data.

 Saran – saran terhadap apek-aspek penelitian yang kurang sesuai.

3.7Definisi Operasional

Sesuai dengan judulnya, maka variabel yang akan di teliti adalah pendekatan scientific metode PBL (Problem Based Learning), metode Discovery, dan kemampuan berpikir rasional dalam pembelajaran IPS. Berikut akan di uraikan definisi operasional yang terkait dengan variabel – variabel penelitian yang akan diteliti.

3.7.1 Pendekatan Scientific metode Problem Based Learning (PBL)

Pendekatan Ilmiah (Scientific Aproach) merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang mulai diberlakukan pada kurikulum 2013. Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi

atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Majid (2014, hlm.211) mengemukakan definisi konsep pendekatan scientific adalah sebagai berikut :

(29)

kemudian menyimpulkan dan mencipta. Intinya, Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Untuk melaksanakan pendekatan ini diperlukan dukungan dari suatu metode

pembelajaran diantaranya adalah: PBL dan Discovery.

Metode Problem Based Learning merupakan salah satu metode yang termasuk kedalam pendekatan Scientific selain Discovery, metode pembelajaran berbasis proyek/ Project Based Learning, dan Problem Based Learning. PBL adalah metode pembelajaran yang di rancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan dan memiliki metode tersendiri serta memiliki kecakapan berpartisifasi dalam tim. Adapun indikator Problem Based Learning menurut Hamruni dalam Suryadi (2013, hlm. 137) diantaranya:

a. Menyadari adanya masalah; b. Merumuskan masalah; c. Merumuskan hipotesis; d. Mengumpulkan data; e. Menguji hipotesis;

3.7.2 Pendekatan Scientific Metode Discovery Learning

Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan)

(30)

menemukan beberapa konsep atau prinsip. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.

Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

3.7.3 Berpikir Rasional

Berpikir secara logis/ rasional adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan logika, rasional dan masuk akal. Secara etymologis logika berasal dari kata logos yang mempunyai dua arti 1) pemikiran 2) kata-kata. Jadi logika adalah ilmu yang mengkaji pemikiran. Karena pemikiran selalu diekspresikan dalam kata-kata, maka logika juga berkaitan dengan “kata sebagai ekspresi dari pemikiran”. Dengan berpikir logis, kita akan mampu membedakan dan mengkritisi kejadian yang terjadi pada kita saat ini apakah kejadian-kejadian itu masuk akal dan sesuai dengan ilmu pengetahuan atau tidak, sehingga ia mampu mengolah fenomena-fenomena yang diterima oleh sistem indera hingga dapat memunculkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dan menggelitik untuk dicari jawabannya.

Contoh real-nya ketika seorang siswa atau peneliti melakukan metode ilmiah, maka pelaku ilmiah ini harus melakukan kegiatan ilmiah ini dengan berpikir secara logis, mulai dari saat pelaku ilmiah melakukan observasi/ pengamatan, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melaksanakan penelitian,

mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data, hingga menarik kesimpulan. Seluruh proses kerja ilmiah tersebut harus dikerjakan berdasarkan

(31)

Cara berpikir logis yang biasa dikembangkan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu berpikir secara deduktif dan berpikir secara induktif. Logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diambil dari proposisi umum ke proposisi khusus. Sederhananya kata umum-khusus. Adapun logika induktif kebalikan dari logika deduktif. Jenis logika ini harus mengikuti penalaran yang berdasarkan pengalaman atau kenyataan. Artinya, jika tidak ada bukti maka kesimpulannya

belum tentu benar atau pasti. Dengan demikian, dia tidak akan mempercayai suatu kesimpulan yang tidak berdasarkan pengalaman atau kenyataan lewat tangkapan

panca indranya.

Kemampuan berfikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuanya ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini sangat erat kaitanya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar Rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis Robert (1988) dalam Muhibin (2007).

3.8Analisis Uji Instrumen

Untuk mengetahui kualitas instrumen tes tersebut, maka sebelumnya dilakukan uji coba instrumen terhadap siswa. Instrumen tes yang berkualitas dapat ditinjau dari beberapa hal diantaranya : validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda. Dalam penelitian ini untuk mencapai kualitas instrumen yang berkualitas sesuai harapan, maka peneliti menggunakan program ANATES versi 4.10 Adapun penjelasan dari hal tersebut adalah:

3.8.1 Validitas tes

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa

(32)

valid berarti memiliki validitas yang rendah. Untuk menguji tingkat validitas, biasanya peneliti mencobakan instrumen pada uji coba instrumen.

Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor yaitu dengan cara mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut merupakan konstruk yang kuat.

Untuk proses ini, akan digunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang

dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut. Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r) dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25. Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan. Valid berarti instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono,2012:172). Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002, 144).

Uji validitas instrumen dapat menggunakan rumus korelasi. Rumus korelasi berdasarkan Pearson Product Moment adalah sebagai berikut :

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

xy = Jumlah perkalian variabel x dan y

x = Jumlah nilai vaiabel x

y = Jumlah nilai varibel y

x2 = Jumlah pangkat dua nilai variabel x y2 = Jumlah pangkat dua nilai variabel y

r

xy = � −

(33)

n = Banyaknya sampel

Dalam uji validitas setiap item pertanyaan membandingkan r hitung dengan r tabel.

1. Jika r hitung > r tabel (degree of freedom) maka instrument dianggap valid.

2. Jika r hitung < r tabel (degree of freedom) maka instrument dianggap tidak valid (drop), sehingga instrument tidak dapat digunakan dalam

penelitian.

Menurut Sugiyono (2012, hlm.178) kriteria atau syarat suatu item tersebut dinyatakan valid adalah bila korelasi tiap faktor tersebut bernilai positif dan besarnya 0,3 keatas.

3.8.2 Realibilitas tes

Definisi reliabilitas menurut Husein Umar (2000, hlm.135) Reliabilitas adalah suatu angka indeks untuk menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur

didalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat ukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil yang konsisten.

Untuk melihat reabilitas masing-masing instrument yang digunakan, penulis mengemukakan koefisien cornbach’s alpha ( ) dengan menggunakan fasilitas SPSS versi 20. Suatu suatu instrument dikatakan reliabel jika nilai cornbach’s alpha ( ) lebih besar dari 0,6 yang di rumuskan:

Keterangan :

A = Koefisien realibilitas

K = Jumlah item reabilitas

r = Rata-rata korelasi antar item 1 = Bilangan konstanta

A =

�.�

(34)

Pemberian interpretasi terhadap reliabilitas variabel dapat dikatan reabel jika koefisien variabelnya lebih dari 0.60 (Nunnaly, 1967 dalam Imam Ghozali, 2007, hlm. 42) dan umumnya digunakan patokan sebagai berikut:

1. Reabilitas uji coba ≥ 0.60 berarti hasil uji coba memiliki reliabilitas baik. 2. Reabilitas uji cona < 0.60 berarti hasil uji coba memiliki reliabilitas kurang

baik.

3.8.3 Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda digunakan untuk menentukan soal sungguh dapat membedakan siswa yang termasuk kelompok pandai (upper group) dan siswa yang termasuk kelompok kurang (lower group).

Rumus daya pembeda adalah

dengan

D : daya pembeda item soal;

BA : banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab benar butir item yang bersangkutan;

BB : banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab benar butir item yang bersangkutan;

J : banyaknya peserta tes.

Tabel 3.3

Kriteria tingkat daya pembeda item soal

Daya Pembeda Item Keterangan

0 – 0,20 item soal memiliki daya pembeda lemah

0,21 – 0,40 item soal memiliki daya pembeda sedang

0,41 – 0,70 item soal memiliki daya pembeda baik

0,71 – 1,00 item soal memiliki daya pembeda sangat kuat

(35)

Sumber: Arikunto (2003, hlm. 213-218)

3.8.4 Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran suatu soal bertujuan mengetahui tingkat kesulitan soal yang digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran. Instrumen perlu diuji tingkat kesukaran dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

P : angka indeks kesukaran item;

B : banyaknya peserta tes yang menjawab dengan benar terhadap butir item yang bersangkutan;

JS : jumlah peserta tes yang mengikuti tes.

Tabel 3.4

Kriteria tingkat kesukaran suatu item soal

Indeks Kesukaran Keterangan

Kurang dari 0,30 item soal berkategori sukar

0,30 – 0,70 item soal berkategori cukup

Lebih dari 0,70 item soal berkategori mudah

Sumber: Arikunto (2003, hlm. 210)

3.9 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.9.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui :

1. Tes, bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum metode pembelajaran diuji cobakan dan tes akhir setelah metode diuji cobakan, dimana data yang berkaitan dengan hasil belajar siswa

(36)

2. Observasi adalah tehnik yang menuntut adanya pengamatan dari si peniliti baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Instrumen yang dipakai dapat berupa lembar pengamatan, panduan pengamatan dan lain-lain. Observasi dalam penelitian ini berhubungan dengan data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran melalui metode PBL dan metode

Discovery dikumpulkan melalui format observasi yang sudah disiapkan observer untuk mengobservasi sikap dan keterampilan

didalam kelas pada saat kedua metode di uji cobakan.

3. Angket (Kuesioner) adalah suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka dapat memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Instrumen berupa lembar daftar pertanyaan dapat berupa angket (Kuesioner), checklist, ataupun skala. dalam penelitian ini angket yang disajikan adalah angket yang berisi tanggapan siswa setelah proses PBL dan discovery berlangsung di kelas, angket ini dilaksanakan setelah model PBL dan Discovery selesai diperagakan di dalam kelas.

4. Wawancara, antara observer dengan guru model baik sebelum atau sesudah pembelajaran terjadi, tujuannya untuk mencari tahu atau tanggapan/ respon dan pendapat mengenai metode yang telah dipraktekkan di kelas kelompok sampel khususnya kelas eksperimen, informasi ini berhubungan dengan dampak negatif dan dampak positif dari metode PBL tersebut serta kendala-kendala yang ditemukan guru di lapangan, supaya bisa memberikan masukkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

3.9.2 Teknik Analisa Data

(37)

Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil belajar siswa dan data kualitatif berupa hasil angket untuk siswa dan lembar observasi. Untuk pengolahan dan penulisan menggunakan bantuan program sofware SPSS 20 dan microsoft Excell 2007. Perhitungan dan analisis data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mengetahui makna dari data yang diperoleh dalam rangka memecahkan masalah penelitian. Adapun langkah-langkah pengolahan datanya

adalah sebagai berikut:

1. Menyeleksi dan mengurutkan hasil data dari pretest dan postest, hasil observasi dan angket.

2. Memberikan skor pada tiap-tiap butir soal sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

3. Menginput data dari skor hasil tes tersebut dengan bantuan program Microsoft Excel 2007.

4. Selanjutnya data tersebut diolah dan di analisis dengan statistik dengan tujuan agar dapat memperoleh kesimpulan penelitian.

Analisis data yang akan di laksanakan yaitu dengan bantuan program

Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 20 dengan tahapan sebagai

berikut:

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data yang didapatkan memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik inferensial). Kondisi normalitas suatu data merupakan suatu keharusan /syarat pengujian hipotesis dengan statistik parametrik. Jika hasil uji tidak normal dan tidak homogen maka akan dilakukan uji non parametrik.

Langkah yang dilakukan selanjutnya yaitu menginput data pada program microsoft excel versi 16 lalu diolah data tersebut dengan bantuan SPSS versi

(38)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis independent sample t test dan ANOVA atau bagi peneliti yang menggunakan lebih dari satu kelompok sampel yang pada umumnya dipakai untuk membuktikan hipotesis komparatif. Asumsi yang mendasari dalam analisis

varian (ANOVA) adalah bahwa varian dari populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa

varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama/ homogen.

3. Uji Hipotesis Penelitian

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan scientific metode Problem

Based Learning terhadap peningkatan kemampuan berpikir rasional siswa dalam

pembelajaran IPS. Peningkatan kemampuan berpikir rasional terjadi pula di kelas kontrol (pembelajaran dengan metode Discovery), secara rata-rata nilai postest kelas Eksperimen yang menggunakan metode Problem Based Learning jauh lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Secara khusus, kesimpulan yang berhubungan dengan rumusan masalah dan hipotesis penelitian dalam penelitian ini diantaranya:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir rasional siswa antara kelas eksperimen yang menggunakan metode PBL pada pengukuran awal (pre-test). Hal ini dapat dilihat dari skor perolehan pengukuran awal (pre-test) dari kelas eksperimen mendapat rata-rata score 62 dengan jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 11,1 %, dan untuk skor posttest mengalami peningkatan dari skor pretest yaitu menjadi sebesar 79,6 dengan jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 62,2 %., dengan jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 28 orang. Dari hasil tersebut kita bisa melihat perbedaan / selisihnya sebesar 17,6.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir rasional siswa antara kelas kontrol yang menggunakan metode Discovery pada pengukuran awal (pre-test). Hal ini dapat dilihat dari skor perolehan

pengukuran awal (pre-test) dari kelas kontrol mendapat rata-rata score 59 dengan jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 10,6 %, dan untuk skor

(40)

sebesar 14,8 %. Dari hasil tersebut kita bisa melihat perbedaan / selisihnya sebesar 4,2.

3. Dari uraian jawaban rumusan hipotesis 1 dan 2 sebenarnya sudah pula menjawab hipotesis yang ke-3 dimana Apakah Terdapat perbedaan kemampuan berpikir rasional yang menggunakan metode PBL apakah terbukti lebih tinggi hasilnya bila dibandingkan dengan kelas kontrol yang

menggunakan metode discovery. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai perolehan pretest dan posttest, dikedua kelompok

sampel penelitian sedangkan yang lebih tinggi nilai kemampuan berpikir rasional siswa diperoleh oleh kelompok eksperimen dengan menggunakan metode PBL, dengan demikian hipotesis ke-3 terjawab.

Perbedaan nilai post-test diantara kedua kelompok sampel berbeda jauh. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai postest kelas eksperimen jauh lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian penerapan pendekatan scientifik dengan metode PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir rasional siswa dalam pembelajaran IPS di kelas, hasilnya jauh lebih tinggi/ efektif dengan penerapan pendekatan scientific dengan metode Discovery, tetapi keduanya sama-sama mengalami peningkatan jadi kedua metode ini bisa saling bergantian digunakan dalam pembelajaran tentunya setelah disesuaikan dengan kondisi siswa dan fasilitas yang ada, hasil penelitian ini mengalami perbedaan mungkin saja karena metode PBL lebih tepat digunakan pada materi yang diteliti kali ini.

4. Pendekatan scientific metode PBL dan discovery setelah keduanya didipraktekkan dikedua kelompok kelas sampel, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan hasil kemampuan berpikir rasional siswa antara

yang mendapat perlakuan model PBL dengan yang mendapat perlakuan

Discovery. Perbedaannya sebesar perbedaan antara nilai nilai pre-test dan

post-test dikedua kelompok sampel yaitu sebesar 3,613, artinya terlihat

(41)

signifikan dibanding dengan kelompok kontrol, antara kedua kelas sampel yang dihitung dari gain pretest dan postest kelas eksperimen dan gain pretes dan postest kelas kontrol. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa perlakuan yang kita berikan pada kelompok eksperimen dengan metode PBL jauh lebih berhasil dibanding metode Discovery pada materi dengan kompetensi dasar mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi diatmosfer

dan hidrosfer serta pengaruhnya terhadap kehidupan.

5.2Rekomendasi

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, ada beberapa hal yang akan penulis sarankan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya:

1. Bagi Sekolah

Bagi pihak sekolah melalui kepala sekolah sebagai pimpinan, hendaknya lebih mendorong dan memfasilitasi para guru untuk lebih kreatif lagi dalam mengembangkan metode–metode pembelajaran yang dianjurkan dalam pendekatan scientific diantaranya: PBL, Discovery, PJBL, dan Inquiri. Sehingga potensi yang ada dalam diri anak bisa lebih berkembang lagi.

2. Bagi Guru

Bagi guru IPS, penulis menyarankan untuk slalu mencoba hal yang baru jangan mau jalan ditempat semua ini semata-mata hanya untuk kemajuan anak didik kita. Semakin kita mencoba dan mampu mempraktekkan metode pembelajaran yang bervariasi sebenarnya keuntungan bagi guru itu sendiri adalah meringankan pekerjaan kita, kita tidak akan terlalu cape karena metode yang ada dalam pendekatan scientific tersebut mendorong siswa yang lebih aktif. Tugas kita hanya memfasilitasi dan membimbing mereka. Selain itu dalam hal ini guru IPS

(42)

kemampuan dan optimalisasi potensi berpikir agar pembelajaran lebih bermakna/ dapat memberikan pengalaman kepada siswa, yang pada akhirnya diharapkan bahwa proses pembelajaran IPS dapat meningkatkan dan menumbuhkan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan masyarakan dengan cara berpikir lebih logis/rasional lagi. Sehingga mereka mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Selain itu supaya kualitas profesional guru

bisa meningkat lagi, guru IPS harus berperan aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan profesionalisme guru seperti: mengikuti

pelatihan-pelatihan, workshop, dan seminar-seminar baik regional, nasional ataupun internasional.

3. Bagi Peneliti Lain

(43)
(44)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.

Bagaimana pendidik Memberdayakan Pemelajar Diera Pengetahuan.

Jakarta : Prenada Media Group.

An- Nabhani, Taqiyiddin. (2006, hlm:5). Hakekat Berpikir. Jakarta: Hizbut Tahrir.

Anzizhan, S. (2006). Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Arikunto, S. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Barrett K. C. et al. (2010). Ganong’s Review if Medical Physiology. 23rd Equilibrium.

BSNP. (2006). Buku Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: BSNP.

Costa, A.L. (1985). Developing Minds. A resource Book for Teaching Thinking

Association for Supervision and Curicculum Depelopment. Virginia:

Alexandria.

Ching, Chynthia C., De Gallow, 2000, “ Fear & Loathing in PBL: Faculty

Reactions to Developing PBL for a Large Research University”, dalam Tan

O. S. , Little, PI, Hee, S.Y., dan Conway, J. (ED). Problem Based Learning:

Education Innovation Across Disciplines. Singapore: Temasek Centere for

Problem Based Learning.

Wilis-Dahar, R. (1996). Teori- Teori Belajar. Bandung : Gelora Aksara Pratama

De Bono, Edward, Carlyle, Thomas (2001). Buku Tentang Kearifan. Jakarta: Milenia Populer.

De Porter, B., dan Hernacki, M. (1999). Quantum Learning: Membiasakan

Belajar Nyaman Dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Depdikbud. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas, Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pedoman Umum

Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi sekulah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Departemen Pendidika Nasional, Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar Dan Menengah, Derektorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2003.

(45)

Gagne, R. M. (1984). Essentials of Learning for Instructions. Illinions: The Dryden Press.

Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Hadi, Nur. (2011). Corporate Social Responsibility edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hamalik, O. (2010). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Husein, U. (2000). Metodologi Penelitian, Aplikasi dalam Pemasaran. PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ibrahim, Muslimin, dkk. (2002). ”Pembelajaran Kooperatif”. Surabaya:

University Press.

Kemdikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013.

Jakarta : Kemendikbud.

Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta : Pusbangprodik.

Liu, Min. (2005). Motivating Students Through Problem-based Learning. University of Texas : Austin. [online]. Tersedia : http:// [22-03-2007].

Majid, A. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Muhibbin, S. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Murni. (2006). Model Pembelajaran Holistik Dalam Mengembangkan

Keterampilan Berpikir Kesejarahan. Desertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Pustekkom DIKNAS, Jakarta.

Novak. Dan Hoffman (2007) The Fit Of Thinking Style Ans Situation : New Measures Of Situation Specific Experiential And Rational Cognition. http://www.jounals.uchicago.edu/doi/pdf/.

Novak. (1979). Meaningfull reception learning as basic for rational

thinking.Tersedia dalam http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal.

(46)

Purwitri, M. (2000). Menumbuh kembangkan Keterampilan Berpikir Rasional Anak. Bandung: Globalindo Universal Multikreasi.

Rahmawati, T. dan Daryanto, (2013). Penilaian Kinerja Profesi Guru Dan Angka

Kreditnya. Yogyakarta : Gava Media.

Reber, Arthur S. (1988). The Penguin Dictionary of Psychology. Ringwood Victoria: Penguin Book Australia Ltd.

Richetty,CT & Tregoe, B.B. (2001). Rational Thinking as a process. Tersedia http:// www.ascd.org.(online).

Richetti, Chynthia T dan Tregoe, Benjamin B. (2001). Rational Thinking As A

Process. Tersedia dalam http://www.ascd.org/publication /books.

Rohani, A. (2004). Pengelolaan pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Runi. (2005). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Mata

Pelajaran Sains Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu

Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Sani-Ridwan, A. (2014). Pembelajaran Scientific untuk implementasi kurikulum

2013. Jakarta : Bumi Aksara.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Siregar, Eveline. dan hartini Nara. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sumaatmadja, N. (1984). Metodologi Pengajaran IPS. Bandung : Alumni.

(47)

Suryadi Culla, A. (1999). Masyarakat Madani: pemikiran, teori, dan relevansinya

dengan cita-cita reformasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Surya, M. (1982). Psikologi Pendidikan. Cetakan Ketiga. Bandung: FIP-IKIP.

Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (2008). Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

--- (2010). Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tan, O. S. (2003). Problem Based Learning Innovation. Singapore : Seng Lee Press.

Taufiq Amir, M. (2009). Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Madia Group.

Trianto, (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Vygotsky, L., (1978) Mind of Society, Cambridge: Harvard University Press.

Wahab- Abdul A. (2007). Metode dan Model-Model Mengajar IPS. Bandung : Alfabeta.

Wee Keng, Megan A. Kek. (2002). Authentic Problem Based learning: Rewriting Business Education. Prentice Hall.

Williams, S.N, W.Y. Choane and A. Rajarutman. (1980). Tree and Field Crops of

the Water Regions of the Tropical Lany Scientific and Tehnical. New

York. Pp: 162-177.

Woolever, Roberta dan Scoot, Katryn. (1988). Active learning in Social Studies. London: Scoot Foresman and Company.

Yahya. A. Ramli J, dkk. (2009). Dicipline Problems among Secondary School

Students in Johor Bahru, Malaysia. Europa Journal of Social Scienses.

Volume 11, Number 4 Diunduh 29-12-2014 pukul 18:18.

Yamin, M. (2012). Desain Baru Pembelajaran Kontruktivistik. Jakarta : Referensi.

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Sebaran Hasil Kemampuan Berpikir Peserta Didik
Tabel 3.1
Tabel 3.2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan modal dasar dalam proses pembangunan nasional, oleh karena itu maka kualitas SDM senantiasa harus dikembangkan dan diarahkan supaya tercapai

Hasil studi ini menunjukan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, dewan

Hasil studi ini menunjukan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, dewan

Kemampuan Siswa Menulis Karangan Deskripsi Bahasa Jerman Sebelum. Menggunakan Teknik

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, data yang telah direduksi akan

Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi untuk Pengolahan Air Limbah.. Industri Jamu (Studi Kasus PT.

APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA PASIEN DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI DI JALAN SELAMAT.. KELURAHAN SITIREJO

Instrumen tes tulis uraian yang dikembangkan haruslah disertai kunci jawaban dan pedoman penskoran. Pelaksanaan penilaian melalui penugasan setidaknya