• Tidak ada hasil yang ditemukan

CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING

PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR Disusun Guna Melengkapi Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni / Tekstil Fakultas Sastra Dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Oleh:

RM. Kusuma Bayu Aji C0904032 Kriya seni/tekstil

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

▸ Baca selengkapnya: orientasi komplikasi resolusi cerita malin kundang dalam bahasa inggris

(2)

commit to user

CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING

Disusun oleh

RM. KUSUMA BAYU AJI C0904032

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. F. Ari Dartono, M.Sn.

NIP. 195811201987031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Kriya Tekstil

Dra. Tiwi Bina affanti, M.Sn.

NIP. 197610112003122001

▸ Baca selengkapnya: malin kundang bahasa inggris dialog

(3)

commit to user

CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING

Disusun oleh RM. KUSUMA BAYU AJI

C0904032

Telah disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal ………...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua ………

NIP.

Sekretaris ………

NIP.

Penguji I ………

NIP.

Penguji II ………

NIP.

Mengetahui

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Riyadi Santosa, M.Ed.

NIP. 196003281986011001

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : RM. Kusuma Bayu Aji NIM : C 0904032

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir berjudul CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat, dan Tugas Akhir ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang penulis ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan ilmiah yang lazim. Hal-hal tersebut dalam karya ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Surakarta,

Yang membuat peryataan,

RM. Kusuma bayu aji

(5)

commit to user MOTTO

Kesuksesan dapat diraih saat bertemunya kesempatan dan niat untuk menggapainya.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Pesembahan atas terselesaikannya Tugas Akhir ini adalah untuk:

Tom hardi Suryani Bapak Abdul Asngadi Almamaterku

(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga Tugas Akhir yang berjudul, CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN DINDING untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana dapat terselesaikan.

Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Tiwi Bina Affanti, M.Sn., selaku ketua jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. F. Ari Dartono, M.Sn., selaku Pembimbing yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan dorongan semangat dan doanya sampai terselesaikannya Tugas akhir ini.

4. Dewan penguji TA, dan segenap Dosen di Jurusan Kriya Seni Tekstil.

5. Bapak dan Ibu, Kakakku, serta segenap keluarga yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan material dan spiritual dengan doa-doanya yang tidak pernah ada putusnya.

6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini.

(8)

commit to user

viii

Penulis berharap semoga hasil tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak khususnya jurusan kriya seni/tekstil dan masyarakat pada umumnya

Surakarta, 2011

Penulis

(9)

CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN TEKSTIL UNTUK HIASAN

DINDING

RM. Kusuma Bayu Aji1 Drs. F .Ari Dartono,M.Sn2

ABSTRAK

2011. Cerita Rakyat Malin Kundang Sebagai Sumber Ide Perancangan Tekstil Untuk Hiasan Dinding . Tugas Akhir:

Jurusan kriya seni/tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Fokus yang diangkat dalam Tugas Akhir ini, yaitu (1) Bagaimana menampilkan makna dari Cerita Rakyat Malin Kundang kedalam sebuah karya tekstil? (2) bagaimana menampilkan nuansa batik tulis untuk dapat bercerita mengenai makna dari cerita rakyat Malin Kundang? (3) Bagaimana menciptakan produk yang memiliki nilai tinggi secara ekslusif? (4) Faktor-Faktor pendukung apa saja dalam menciptakan sebuah produk desain tekstil?

Tujuan yang ingin dicapai adalah (1) Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai karya tekstil sebagai hiasan dalam ruangan (2). Ingin melestarikan dan menggembangkan teknik batik tulis yang sudah ada sekarang (3). Mampu menuangkan ide gagasan cerita rakyat Malin Kundang ke dalam sebuah motif perancangan tekstil. (4) Dapat mewujudkan perancangan sesuai konsep.

Metode yang digunakan dalam perancangan Tugas Akhir ini adalah (1) Menganalisa permasalahan. (2) Menentukan strategi atau langkah-langkah untuk memecahkan permasalahan yang diangkat. (3) Mengumpulkan data-data dengan mengadakan observasi dan studi proses produksi. (4) mengadakan percobaan- percobaan. (5) Proses penciptaan karya

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwa : (1) Pada akhirnya cerita rakyat Malin Kundang dapat menjadi sebuah motif batik

1 Mahasiswa Jurusan Kriya Seni/Tekstil dengan NIM C 0904032

2Dosen Pembimbing

tulis yang tidak sekedar sebagai motif, tetapi mempunyai sebuah makna lebih. (2) Hasil perancangan yang ekslusif menjadikan produk hiasan dinding ini sangat cocok untuk masyarakat kota, terutama pada kelas ekonomi atas.

(10)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... 0 i Halaman Persetujuan Pembimbing ... 0 ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Peryataan ... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Abstrak ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 001

A. Latar Belakang ... 01

B. Studi Pustaka ... 005

1. Cerita Rakyat ... 005

2. Cerita Rakyat Malin Kundang ... 009

3. Kebudayaan Sumatera Barat ... 011

4. batik ... 012

5. Kesedihan dan Kemarahan... C. Fokus Permasalahan... 014

BAB II METODE DESAIN ... 015

A. Analisis Permasalahan ... 015

B. Pemecahan Masalah ... 016

C. Hasil Pengumpulan Data ... 018

D. Eksperimen ... 030

E. Alternatif Gagasan ... 032

(11)

commit to user

BAB III PROSES PERANCANGAN ... 034

A. Bagan Pemecahan Masalah ... 034

B. Konsep Desain ... 035

1. Aspek Estetis ... 035

2. Aspek Bahan ... 039

3. Aspek Teknik ... 040

4. Aspek Fungsi ... 041

C. Kriteria Desain ... 041

D. Pemecahan Desain ... 042

BAB IV VISUALISASI ... 045

A. Uraian Deskriptif ... 045

B. Hasil Desain… ... 47

1. Desain 1 ... 047

2. Desain 2 ... 051

3. Desain 3 ... 054

4. Desain 4 ... 057

5. Desain 5 ... 060

6. Desain 6 ... 063

BAB V KESIMPULAN ... 66 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cerita rakyat merupakan media penyampaian pesan atau informasi yang diceritakan secara lisan. Penyampaian pesan tersebut lebih mudah menyebar secara lisan daripada secara tertulis, karena pada jaman dahulu penyampaian informasi masih sederhana yaitu dari mulut kemulut, dan menjadi sebuah cerita yang mudah diingat dan diceritakan lagi pada generasi berikutnya. Arti dari cerita rakyat dapat pula berupa bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan turun temurun dikalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional (Tashadi,1980:61). Cerita rakyat mempunyai ciri khusus yang terletak pada sifatnya yang tradisional dari seseorang kepada orang lain secara berturut turut tanpa penekanan tuntutan akan sumber aslinya, cerita ini disampaikan secara lisan dan akan selalu tersimpan dalam ingatan manusia. Ada kemungkinan perubahan dalam cerita rakyat tersebut disebabkan penuturnya tidak mampu mengingat seluruh cerita tersebut secara urut dan lengkap.

Banyak cerita rakyat yang berkembang di Indonesia, karena Indonesia merupakan Negara yang mempunyai keanekaragaman suku bangsa dan budaya. Suku bangsa tersebut mempunyai sejarah dan perkembangan sendiri dalam merintis hasil kebudayaannya. Cerita rakyat di Indonesia

(13)

pada umumnya banyak bercerita tentang sesuatu yang benar – benar terjadi. Cerita tersebut ada yang disakralkan oleh pendukung ada pula yang tidak dan hanya sebuah cerita saja, ada pula cerita yang tidak dianggap benar – benar terjadi dan hanya menjadi sebuah cerita sebagai pembelajaran saja.

Penulis mengambil sebuah cerita rakyat yang berasal dari Sumatera Barat yaitu cerita rakyat Malin Kundang. Cerita rakyat Malin Kundang dapat menjadi inspirasi bagi setiap orang, karena didalam cerita tersebut terdapat pesan agar dalam kehidupan ini seorang anak harus patuh kepada orang tua terlebih pada ibu kandung sendiri, bukan sebaliknya tidak menganggap ibu sendiri setelah meraih kesuksesan dan terlepas dari kasih sayang ibu, bagaimanapun juga manusia tidak akan berada di dunia ini tanpa jasa seorang ibu yang melahirkan dan merawat. Banyak kejadian di masyarakat saat ini berkaitan dengan menurunnya akhlak dan budi pekerti manusia tentang rasa hormat terhadap orang tua khususnya ibu.

Pembelajaran budi pekerti, sikap menyayangi dan menghormati ibu dapat diajarkan melalui pemahaman cerita rakyat Malin Kundang. Cerita rakyat Malin Kundang merupakan cerita rakyat yang benar – benar terjadi dan diyakini oleh banyak masyarakat akan kebenarannya, tetapi cerita tersebut tidak diyakini oleh masyarakat sebagai suatu cerita yang sakral. Sehingga cerita rakyat Malin Kundang ini dapat disebut sebagai legenda, karena sesuai dengan ciri – ciri tersebut. (Tashadi,1980:61)

Melalui media cerita rakyat Malin Kundang, penulis mengambil pesan

(14)

masyarakat, pembelajaran tentang kedurhakaan seorang anak dan seorang ibu yang memberikan sumpah kepada anaknya ini masih sangat dibutuhkan. Karena ikatan batin dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya, begitupun sebaliknya akan selalu terjadi dan berkelanjutan dikehidupan ini. Melalui pemahaman penulis, cerita rakyat Malin Kundang akan disampaikan sebagaimana penggambaran tokoh dan suasana yang ada dalam cerita tersebut kedalam sebuah karya.

Permasalahan yang akan diambil oleh penulis dari cerita Malin Kundang adalah, pesan dari cerita rakyat Malin Kundang sehingga dapat menjadi inspirasi bagi kita sebagai media pembelajaran tentang budi pekerti.

Pembelajaran tentang budi pekerti akan terus menerus tersampaikan sampai kegenerasi manusia selanjutnya. Maksud penulis membuat karya ini adalah sebagai media pesan tentang penanaman budi pekerti yang dewasa ini mengalami kemunduran, melalui karya ini pesan moral dan pembelajaran menghargai orang tua khususnya ibu dapat tersalurkan melalui media perancangan tekstil berupa batik tulis.

(15)

STUDY PUSTAKA

1. Cerita Rakyat

Definisi tentang cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan turun temurun dikalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Cerita rakyat yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “folktale” adalah sangat inklusif secara singkat dikatakan, bahwa setiap jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut, adalah cerita rakyat. (Tashadi.1980:61)

Cerita rakyat yang timbul di dalam dunia merupakan suatu dunia impian atau dunia angan-angan orang kebanyakan yang dikontraskan dengan dunia terpelajar yang pada masa lalu didominasi oleh kelompok bangsawan. Dengan demikian, pemahaman terhadap cerita rakyat merupakan penyingkapan dunia simbol yang mengandung nilai- nilai yang dipahami, bukan hanya melalui strukturnya, melainkan dengan mencari lebih jauh untuk mencapai kedalaman yang tak kasat mata.

Seperti yang telah dikemukakan, cerita rakyat memuat prototipe ideologi sekelompok manusia. Didalam penjabaran fungsinya, cerita rakyat mengungkapkan nilai=nilai sosial budaya yang dianut oleh suatu kolektif. (Sitonggang.1995:3)

(16)

Cerita rakyat meliputi:

a. Mite, ialah cerita yang dianggap benar – benar terjadi dan dianggap sakral oleh pendukungnya. Mite mengandung tokoh – tokoh dewa atau mahluk setengah dewa. Tempat terjadinya didunia lain, dan masa terjadinya sudah jauh di jaman purba.

b. Legenda: ialah cerita yang mengandung ciri-ciri mirip dengan mite, yaitu dianggap benar – benar terjadi, tetapi tidak dianggap sakral. Tokoh legenda adalah manusia biasa yang memiliki sifat luar biasa, sering dibantu oleh mahluk gaib. Tempat terjadinya didunia kita ini. Waktu terjadinya dijaman purba, tetapi tidak setua mite.

c. Dongeng, adalah cerita yang dianggap tidak benar – benar terjadi, baik oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya. Dongeng tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku, waktu dan tempat, artinya:

tokohnya boleh siapa saja, dewa, hantu, manusia, binatang dan sebagainya, waktu terjadinya dapat kapan saja, dan tempat terjadinya dapat kapan saja.

Ciri – ciri cerita rakyat

Menurut Stith Thompson, ciri khusus cerita rakyat terletak pada sifatnya yang tradisional. Cerita rakyat ditularkan dari seseorang kepada orang lain secara berturut – turut, tanpa penekanan tuntutan akan sumber aslinya. Cerita rakyat benar – benar oral, artinya disebar luaskan dari mulut kemulut. Dalam proses penyebarannya, cerita rakyat dituturkan oleh seseorang dan didengar oleh orang lain. Orang

(17)

lain mengulang menuturkan kepada orang lain lagi sejauh dia dapat mengingat urutan isinya, dengan atau tanpa tambahan yang dibuat oleh penuturnya yang baru itu. (Tashadi.1980.62)

Karena cerita rakyat pada dasarnya tersimpan didalam memori tradisional, yaitu didalam ingatan manusia, atau dalam tradisi lisan, maka cerita rakyat itu tidak pernah memiliki bentuk yang tetap. Cerita rakyat senantiasa mengalami perubahan dari masa kemasa lain, bahkan dari penuturan yang satu kepenuturan yang lain dalam saat yang berbeda, meski dalam kelompok atau individu yang sama.

Adapun kemungkinan perubahan – perubahan yang dialami oleh cerita rakyat didalam proses penyebarannya itu, disebabkan oleh penuturnya tidak mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap, atau tidak mampu menuturkannya secara tepat seperti yang didengarnya dari penutur yang memberi cerita kepadanya. Karena lupa bagian – bagian cerita yang dituturkannya itu, lalu diganti atau diubahnya dengan bagian dari hasil rekamannya sendiri. Kecuali itu, ada kalanya juga disebabkan karena adanya tuntutan untuk menyelaraskan penuturan cerita itu dengan selera pendengarnya, mungkin pula dipengaruhi oleh cetusan rasa si penutur, yang tidak mustahil dibumbui dengan daya khayal dan daya kreasinya.

Menurut James Danadjaja, cerita rakyat mempunyai beberapa ciri pengenal yang membedakan dari kesusteraan tertulis, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

(18)

a. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan atau diwariskan melalui kata – kata dari mulut kemulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya.

b. Cerita rakyat adalah tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk yang standart. Disebarkan diantara kolektif tertentu, dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Cerita rakyat ada dalam versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), dan bukan melalui tulisan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa dari manusia, dengan mudah data mengalami perubahan. Walaupan demikian perbedaannya pada umumnya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya data tetap bertahan.

d. Cerita rakyat bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lain.

e. Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk, berumus atau berpola, yakni selalu mengunakan kata – kata klise, ungkapan – ungkapan tradisionil, ulangan – ulangan, dan mempunyai kalimat – kalimat atau kata pembukaan dan penutup yang baku.

f. Cerita rakyat mempunyai kegunaan (fungsi) dalam kehidupan kolektifnya. Cerita rakyat antara lain mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara protes sosial, proyeksi, dll.

g. Cerita rakyat bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri, yang tidak sesuai dengan logika Aristotelean.

(19)

h. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu disebabkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi oleh orang, sehingga setiap anggota kolektif merasa memilkinya.

i. Cerita rakyat pada umumnya bersifat polos dan lugu.

Sebagai folklore lisan, cerita rakyat mempunyai empat fungsi, yang menurut William R. Bascon dirumuskan sebagai berikut:

a. Fungsi sebagi sistem proyeksi, yakni mencerminkan angan – angan kelompok.

b. Fungsi sebagai alat pengesahan pranata – pranata dan lembaga kebudayaa.

c. Fungsi sebagai alat pendidikan.

d. Fungsi sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma – norma masyarakat dipatuhi.

(Tashadi.1980.63)

Berbicara tentang pendidikan dan pengendalian ketegangan sosial, Koentjaraningrat mengemukakan pendapatnya, bahwa pendidikan dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mempertebal keyakinan kepada warga masyarakat akan kebaikan adat istiadat kelompoknya. Selanjutnya, cara yang lain untuk mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat kelompoknya itu, ialah dengan apa yang disebut sugesti sosial. Dalam hal ini kebaikan adat istiadat ditunjukkan kepada warga masyarakatnya melalui cerita – cerita rakyat, dongeng – dongeng, cerita tentang karya orang – orang besar, cerita

(20)

tentang pahlawan – pahlawan, yang dikisahkan dapat berhasil meraih kebesaran dan keberhasilan berkat kepatuhannya terhadap adat istiadat.

Dikatakan oleh Koentjaraningrat, bahwa cara semacam ini memang lazim dalam hampir semua masyarakat didunia, dan memnyebabkan bahwa suatu kompleks dongeng tentang tokoh – tokoh besar dan pahlawan – pahlawan terkenal merupakan suatu kebutuhan universal didalam kehidupan masyarakat diseluruh dunia. (Tashadi.1980. risalah sejarah dan budaya: 61-64)

2. Cerita rakyat malin kundang

Cerita Malin Kundang berasal dari Padang Sumatera Barat, tepatnya di perkampungan pantai air manis. penulis akan menceritakan sebagian dari inti cerita yang akan menjadi topik bahasan dalam pembuatan karya ini.

Pada mulanya ada seorang wanita yang bernama Mande Rubayah, dia hidup bersama suaminya di pedalaman. Karena selalu hidup dalam kekurangan akhirnya mereka pindah ke kampung nelayan untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Saat tinggal di kampung nelayan tersebut mereka dikaruniai seorang anak laki laki yang diberi nama Malin Kundang, ia anak yang cerdas, mempunyai kemauan yang keras dan pandai bergaul. Saat ayah Malin Kundang melaut mencari ikan ternyata ia tidak kembali, Mande Rubayah sangat sedih karena kehilangan suaminya. Semenjak itu mereka hanya hidup berdua, kehidupan mereka berdua sederhana hanya cukup untuk bertahan hidup. Ibu Malin Kundang sangat menyayangi anaknya, begitupun si Malin Kundang. Mande Rubayah berjualan kue ke kampung – kampung untuk mencukupi kebutuhannya.

(21)

Setelah Malin Kundang tumbuh menjadi dewasa ia tidak puas akan keadaannya, ia ingin hidup kaya dan dapat membahagiakan ibunya. Maka ia memutuskan untuk pergi merantau di negeri sebrang. Kemudian Malin Kundang mendapatkan pekerjaan di pelabuhan, saat itu ia bekerja membersihkan geladak kapal, karena keuletan dan kebaikannya akhirnya Malin Kundang diangkat anak oleh nahkoda kapal. Malin Kundang telah menjadi saudagar kaya dan menikah dengan puteri saudagar kaya, kehidupan Malin Kundang mapan dan bahagia.

Sementara itu, setelah bertahun tahun ibunya yang hidup di tanah Padang terus memimpikan anaknya untuk pulang, ia sudah tua dimakan usia dan berjalan mulai terbungkuk-bungkuk. Tetapi Mande Rubayah selalu mendoakan Malin Kundang untuk segera pulang dalam keadaan selamat.

Harapan Mande Rubayah terkabul, akhirnya Malin kundang menaiki kapalnya yang megah berlayar menuju pantai. Mande Rubayah dengan tertatih tatih dengan pakaian compang camping menuju kepantai. Setelah bertemu Mande Rubayah langsung memeluk Malin Kundang dan berkata bahwa Malin Kundang adalah anak kandungnya yang telah ditunggu tunggu selama bertahun tahun.

Karena Malin Kundang malu kepada istrinya maka ia menolak ibunya sendiri, dan tidak mau menganggap Mande Rubayah sebagai ibunya. Malin kundang merasa sudah kaya dan mempunyai istri cantik dan kaya dan malu dilihat oleh banyak orang dan istrinya sendiri bahwa mempunyai ibu yang miskin. Ibu Malin Kundang sedih dan menangis, seketika itu juga Mande Rubayah menangis dan dapat berdiri dengan tegak sambil mendoakan Malin Kundang agar Tuhan menghukumnya. Setelah Malin Kundang pergi menaiki kapalnya, terjadi badai di laut, kapal Malin Kundang hancur, ia sadar dan menyesal untuk tidak mengakui

(22)

Mande Rubayah adalah ibu kandungnya. Kapal Malin Kundang hancur, istri Malin Kundang terlempar kelaut begitupun juga dengan Malin Kundang mereka berdua tewas, kejadian tersebut berada di teluk air manis.

Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu, itulah kapal Malin Kundang. Tak jauh dari tempat itu Nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang telah kena kutuk ibunya menjadi batu. Disela sela batu itru berenang renang ikan teri, ikan belanak dan ikan tengiri, konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang. Demikian sampai sekarang, jika ada ombak besar menghantam batu-batu itu terdengar seperti lolongan jerit manusia konon itu suara Malin Kundang.

(Uddin syamsudin.1996)

3. Kesedihan dan Kemarahan

Dalam cerita Malin Kundang seorang tokoh Mande Rubayah digambarkan sebagai seorang ibu yang lemah lembut dan sangat menyayangi anaknya. Ia merupakan seorang wanita yang giat bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membesarkan anaknya. Saat Malin Kundang pergi untuk bekerja dan meninggalkan ibunya, ibunya merasa sedih, terlebih saat Malin Kundang merasa bahwa dia sudah berhasil dengan hidupnya, ia tidak mengakui Mande Rubayah sebagai ibu kandungnya sendiri. Kesedihan seorang ibu tercipta karena kehilangan sesuatu miliknya yang berharga. Kesedihan adalah salah satu emosi yang bias bertahan lama. Setelah masa penderitaan yang memprotes, biasanya akan ada

(23)

masa kesedihan yang berpasrah diri, yang orangnya merasa sama sekali tak berdaya; kemudian, protes penderitaan itu akan muncul kembali sebagai usaha untuk mengatasi kehilangan, diikuti oleh kesedihan, kemudian penderitaan yang dalam, demikian berulang – ulang. (Paul Ekman.2007:152)

Kemarahan ditunjukkan oleh Malin Kundang kepada ibunya saat dia merasa dipermalukan didepan orang banyak untuk mengakui Mande Rubayah seorang wanita tua miskin untuk menjadi ibu kandungnya, yang sangat bertolak belakang dengan keadaan Malin Kundang seorang saudagar yang kaya.

Kemarahan Malin Kundang merupakan akibat dari rasa malunya demi menjaga martabatnya. Kemarahan juga di perlihatkan oleh Mande Rubayah setelah dia merasa sedih bahwa anaknya Malin Kundang tidak mengakui dia sebagai ibu kandungnya. Ia sangat marah kepada Malin Kundang karena sesuatu yang dia sayangi dan banggakan lari dan hilang dari keinginannya, bahkan Malin Kundang bersifat kasar untuk tidak mengakui Mande Rubayah sebagai ibu kandungnya.

Kekecewaan terhadap perbuatan orang lain juga dapat menyebabkan kita marah, khususnya apabila orang tersebut orang yang kita perdulikan. Mungkin terkesan aneh bahwa kita bias menjadi paling marah kepada orang yang paling kita cintai , tetapi orang ini adalah orang yang bias menyakiti dan mengecewakan kita paling berat. Salah satu kemarahan yang paling berbahaya adalah kemarahan yang mendatangkan kemarahan, dan siklusnya dapat meningkat dengan cepat. Jadi kemarahan orang lain dapat diamggap sebagai penyebab lain kemarahan.(Paul Ekman.2007:196-197)

(24)

4. KEBUDAYAAN SUMATERA BARAT

1. Sejarah

Menurut Tambo Minangkabau, orang Minangkabau berasal dari keturunan Izkandar Zulkarnain yang pernah berkuasa sampai ke India (abad ketiga sebelum masehi). Mereka datang dengan perahu dan kandas di gunung merapi disatu tempat yang disebut Pariangan. Dari sana mereka berkembang, menyebar ke daerah yang sekarang dikenal dengan Tanah Datar, Agam dan Lima Puluh Kota.

Daerah ini disebut pada waktu dahulu Luhak, yang sekarang menjadi kabupaten- kabupaten. Dari sana penduduk menyebar kedaerah lain, sepeti Solok, Pasaman, Pesisir Selatan, Padang Pariaman dan Sawahlunto Sijunjung.

Menurut penelitian, orang Minangkabau termasuk suku bangsa Melayu (melayu muda) yang datang ke Sumatera barat dari Indo China sekitar abad kelima dan pertama sebelum masehi. Masa pra protosejarah Sumatera Barat berlangsung lama sekali. Bukti-bukti prasejarah terlihat dari ditemukannya sisa kebudayaan megalith dibeberapa daerah seperti Guguk, Suliki dan Puar Datar (Lima Puluh Kota) dan pecahan tembikar di Gua Kamang (Kabupaten Agam) yang berdekatan dengan Puar Datar. Disamping itu terdapat pula piagam lempeng emas di Candi Tanjung Medan dan sebuah arca di Padang Nunang, Rao, keduanya dikabupaten Pasaman Utara.

Pada akhir abad ketiga belas, daerah ini diberitakan lagi dengan adanya ekspedisi Pamalayu oleh Kartanegara pada tahun 1275 M. pada abad keempat belas muncul pula prasasti dari Adityawarman disekitar Batusangkar. Dengan ini bolehlah dikatakan Sumatera Barat memulai zaman sejarahnya.

(25)

2. Sistem Kekerabatan

Masyarakat Minangkabau terbagi atas suku-suku. Suku utama adalah Bodi, Caniago, Koto, Piliang. Suku-suku ini terpecah-pecah lagi atas suku-suku lain-lain: yang jumlahnya lebih kurang 96 suku. Kelompok hidup yang paling kecil adalah rumah tango ‘rumah tangga’ yang pada mulanya tidak jelas batasannya. Ini disebabkan pada mulanya si istri dan suaminya tidak dipisahkan makan minumnya dari orang tua si istri. Kemudian ketika mereka mulai berpisah makan minum dari keluarga asal mereka masih tetap tinggal bersama keluarga asal di rumah asal yang disebut rumah gadang. Pada rumah gadang terdapat rumah tangga sebanyak anak perempuan yang telah bersuami ditambah dengan keluarga asal. Kecuali kalau hanya ada seorang anak perempuan maka biasanya pemisahan tidak terjadi.

Bentuk keluarga Batih yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak tidak popular, walaupun sebenarnya keluarga ini ada. Ini disebabkan sesudah kawin si istri tetap pada keluarga asalnya dan suami menginap dirumah asal istrinya.

Masing-masing masih erat terlibat dengan keluarga asalnya. Seoarang istri lebih erat tersangkut pada ibunya bersama-sama dengan anak-anaknya. Demikian pula suami tidak dapat melepaskan aktivitas dirumah ibunya sendiri sebagai mamak.

Barulah pada waktu belakangan ini terdapat bentuk-bentuk pemisahan sehingga membentuk compound yakni keluarga batih yang membuat rumah baru disekitar rumah asal si istri. Dengan demikian kelihatan rumah asal dikelilingi olah rumah baru yang amat dekat hubungannya dengan rumah asal. Dahulu rumah-rumah

(26)

yang berbentuk rumah gadang bergonjong dan rumah baru juga bergonjong, tetapi sekarang rumah-rumah baru ini berbentuk rumah gedung.

Pada masyarakat Minangkabau, keluarga luas lebih popular. Keluarga ini terdiri dari nenek ditambah dengan anak-amak dan cucu-cucunya. Mereka tinggal dalam satu rumah gadang. Anak laki-laki dewasa yang belum kawin tinggal di surau bersama laki-laki lain sekampung. Anak-anak perempuan yang telah kawin tinggal pada kamar-kamar rumah gadang bersama suaminya. Anak-anak yang dewasa tidur diruang tengah bersama-sama saudara mereka dari saudara ibu. Ayah dan istri mamak berada diluar lingkungan keluarga luas.

Pekerjaan atau aktivitas kehidupan dilakukan secara bersama dalam rumah tangga luas dalam koordinasi mamak tungganai yang betindak sebagai pemimpin dalam rumah tangga tersebut. Yang menjadi mamak tungganai ialah anggota keluarga laki-laki tertua. Oleh karena itu mamak tungganai mungkin saja saudara laki-laki nenek atau saudara laki-laki ibu. Gabungan dari keluarga luas ini akan membentuk klen kecil yang disebut paruik atau kaum yang terikat oleh prinsip matrilineal. Gabungan dari kaum membentuk klen besar yang disebut kampung/paying. Seterusnya keatas gabungan paying yang dikelompokkan dalam

suku hingga orang beranggapan bahwa anggota suku pada waktu dahulu berasal dari turunan yang sama.

Prinsip keturunan diatur menurut garis ibu. Setiap individu akan melihat dirinya sebagai turunan dari ibunya dan nenek perempuannya keatas. Hal ini akan menjadi jelas kalau kita melihat kembali prinsip keluarga dari suku ke kampung ke paruik kemudian rumah. Garis perempuan ini mempunyai arti untuk penerusan

(27)

harta warisan yang setiap orang akan menerima warisan dari keluarga ibunya.

Walaupun pada hakekatnya anak laki-laki mendapat bagiannya, tetapi dia tidak dapat mewariskannya pada anaknya, sehingga kalau meninggal harta itu akan kembali pada turunan menurut garis ibunya yakni kemenakannya. Prinsip matrilinial ini juga menentukan bahwa pewarisan sako yakni gelar. Seorang laki- laki akan menerima gelar dari garis ibunya, dan khusus gelar Datuk (penghulu) tidak dapat diberikan pada anaknya. Hanya di pariaman gelar Sidi, Bagindo dan Sutan yang menunjukkan gelar kebangsawanan dan bukan gelar adat diturunkan menurut garis ayah sedangkan gelar adat tetap menurut garis ibu. (Ahmad Yunus.1986:7-10)

3. Stratifikasi Sosial

Menurut ilmu masyarakat, pelapisan masyarakat atau stratifikasi sosial dapat berlaku secara horizontal atau mendatar dan vertical atau menegak. Di Minangkabau pelapisan sosial ini kurang tajam.

Berpedoman lepada pepatah nan baiak iolah nan indah iolah baso (yang baik ialah budi dan yang indah ialah basa/sopan santun), maka setiap orang dapat mencapai martabat tertentu. Demikian pula pepatah barajo ka mufakat menunjukkan bahwa raja itu adalah mufakat dari semua orang, karena itu mereka mempunyai kedudukan yang sederajat. Walaupun tidak begitu tajam kelasnya, secara menegak, masyarakat dapat digolongkan atas golongan kemenakan dan golongan mamak. Maka ini digolongkan kepada golongan ninik mamak, yakni

(28)

dalam negari. Sebagai penghulu mereka memegang kuasa mengatur anak kemenakannya dalam nagari. Sebagai penghulu, mereka memegang kuasa mengatur anak kemenakannya dalam nagari. Didalam nagari para penghulu bermusyawarah dengan penghulu dari suku lain yang akan menentukan peraturan dalam nagari. Mereka menjadi anggota Kerapatan Adat Negari. Salah seorang dari mereka dipilih menjadi Kepala Negari (sekarang tidak ada). (Ahmad Yunus.1985:11)

Disamping apa yang disebutkan diatas adapula istilah yungku tigo sajarangan dalam masyarakat, menunjukkan pelapisan horizontal. Yang

dimaksud ialah golongan ninik mamak, cerdik pandai dan alim ulama. Mereka sederajat tetapi mempunyai posisi yang berbeda dalam masyarakat. Golongan mimik mamak adalah orang yang mengatur urusan adat istiadat, golongan cerdik

pandai tempat bertanya dalam masalah umum, sedangkan golongan ulama mengatur hal-hal yang menyangkut agama.

Adanya pelapisan berdasarkan kekayaan tidak kentara karena sebenarnya yang dianggap kekayan itu dahulu adalah tanah. Karena tanah adalah milik suku atau keluarga luas, maka sebenarnya orang tidak mempunyai kekayaan pribadi.

Perluasan tanah ladang atau sawah sebenarnya dilakukan atas tanah ulayat atau tanah suku dan karena itu tetap milik suku.

4. Sistem Religi

Dari sisa-sisa kepercayaan yang tertinggal dapat diperkirakan bahwa pada masa dahulu sebelum masuknya agama Islam, orang Minangkabau mengenal kepercayaan yang disebut dengan animisme dan dinamisme. Kepercayaan akan

(29)

dinamisme terlihat pada kepercayaan sebagian masyarakat terhadap tempat- tempat yang sakti. Apabila orang melanggar tempat yang sakti dia akan terkena malapetaka misalnya akan mati dengan tiba-tiba atau mendapat penyakit.

Bergabung dengan animisme yakni kepercayaan akan hantu, kuntilanak atau penyakit yang disebabkan seperti ditampar malapari, palasit atau sijundai dan si hantu.

Diantara benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan sakti seperti batang beringin, tempat-tempat yang sunyi, sumur-sumur alam yang disebut lubuk da lain-lain. Oleh karena dianggap sakti maka orang berusaha menghindarinya agar tidak mendapat malaptaka. Dengan adanya agama Islam maka kepercayaan masyarakat brubah menjadi monoteis, yakni kepercayaan akan Tuhan Yang Satu.

Walaupun begitu pencampuran antara agama monotheisme dan kepercayaan hindu terlihat dalam upacara menujuh dan menyeratus hari sesudah kematian, datang kekuburan untuk meminta berkat dan lain-lain. Sekarang upacara-upacara keagamaan yang ada ialah yang ada hubungannya dengan agama Islam, sedangkan kepercayaan asli boleh dikatakan tinggal bekas-bekasnya saja. (Ahmad Yunus.1985:13)

5. Batik

Teknik membuat batik adalah proses-proses pekerjaan dari permulaan yaitu dari mori batik sampai menjadi kain batik.

Pekerjaan dari mori batik menjadi kain batik proses dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

(30)

A. persiapan, yaitu macam-macam pekerjaan pada mori sehingga menjadi kain yang siap untuk dibuat batik. Pekerjaan persiapan ini antara lain meliputi:

1. nggirah (mencuci) atau ngetel

2.nganji (menganji)

3.ngemplong (setrika, kalander)

B. Membuat batik, yaitu macam-macam pekerjaan dalam pembuatan batik yang sebenarnya, dan pekerjaan ini meliputi 3 macam pekerjaan utama, yaitu:

1. Pelekatan lilin pada kain untuk membuat motif batik yang dikehendaki.

Pelekatan lilin batik ini ada beberapa cara, dengan ditulis dengan canting tulis, dengan dicapkan dengan canting cap atau dilukiskan dengan kuas atau jegul.

Fungsi dari lilin batik ini ialah untuk resid (menolak) terhadap warna yang diberikan pada kain pada pengerjaan warna berikutnya.

Yang dimaksud dengan lilin batik adalah campuran dari unsur-unsur lilin batik, pada umumnya terdiri dari gondorukem, matakucing, paraffin atau microwax, lemak atau minyak nabati dan kadang-kadang ditambahkan dengan lilin dari tawon atau dari lancing.

2. Pewarnaan batik, pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa mencelup, dapat secara coletan atau lukisan (painting). Pewarnaan dilakukan secara dingin (tanpa pemanasan) dan zat warna yang dipakai tidak hilang warnanya pada saat pengerjaan menghilangkan lilin atau tahap penutupan lilin.

(31)

3. Menghilangkan lilin, yaitu menghilangkan lilin batik yang telah melekat pada permukaan kain. Menghilangkan lilin batik ini berupa penghilangan sebagian pada tempat-tempat tertentu dengan cara ngerok (ngerik) atau menghilangkan lilin batik secara keseluruhan, dan pengerjaan ini disebut

“melorod” (disebut pula: nglorod, ngebyok, mbabar)

Dengan tiga macam proses utama tersebut orang dapat membuat batik dengan beberapa macam cara pembuatan batik, yang disebut “teknik pembuatan batik” atau “proses pembuatan batik”

Macam-macam teknik pembuatan batik yaitu:

1. proses kerokan

2. proses lorodan

3. proses bedesan

4. proses radioan (Sewan S, 1980: 5)

Batik modern

Yang dimaksud dengan “batik modern” dalam uraian ini ialah semua macam jenis batik yang motif dan gayanya tidak seperti batik tradisionil. Pada batik tradisionil susunan motifnya terikat oleh suatu ikatan tertentu dan dengan isen-isen tertentu. Bila menyimpang dari ikatan yang sudah menjadi tradisi itu dikatakan menyimpang dari batik, maksudnya menyimpang dari batik tradisionil.

(32)

Mulai tahun 1967 mulailah ada usaha perubahan dan pembaruan dalam motif batik dan gaya motif batik, dan ternyata ada tahun 1970 usaha ini yang mendapat sambutan dari beberapa seniman dapat berhasil dan dapat diterima oleh masyarakat. Pada tahun-tahun berikutnya para tokoh batik yang dinamis dan beberapa seniman turut serta mengambil bagian dalam pengembangan batik bukan tradisionil atau batik modern ini. Maka timbulah beberapa jenis dalam batik modern ini antara lain:

1. Gaya abstrak dinamis, misalnya menggambarkan burung terbang, ayam tarung, garuda melayang, ledakan senjata, loncatan panah, rangkaian bunga dan sebagainya.

2. Gaya gabungan, yaitu pengolahan ornament dari berbagai daerah menjadi suatu rangkaian yang indah

3. Gaya lukisan, ini penggambaran yang serupa lukisan, seperti pemandangan, bentuk bangunan dan sebagainya. Diisi dengan isen yang diatur rapi sehingga menghasilkan suatu hasil seni yang indah.

4. Gaya khusus dari cerita lama, misalnya diambil dari Ramayana atau Maha Bharata. Gaya ini kadang-kadang seperti campuran antara nyata dan abstrak.

Demikian bila gaya atau corak batik modern yang ada pada saat ini kita beda-bedakan. Dan mungkin banyak gaya yang lain lagi. Semua itu tergantung daripada para pelukis dan seniman yang mengembangkan. Pada uraian ini tidak menguraikan bentuk-bentuk lukisan itu sendiri, melainkan akan mencoba menguraikan beberapa macam penyelesaian batik modern untuk mengadakan

(33)

pembedaan standar proses. Pada batik biasanya sudah dapat dibedakan beberapa standar proses, seperti: batik kerokan, batik lorodan, batik jemblok, batik bedesan dan batik radion. Pada batik modern ini dicoba mencari berbagai proses yang dapat dijadikan standar proses seperti halnya pada batik klasik.

(Sewan.S.1980:15 )

6. Desain

Desain merupakan istilah yang mengacu kepada proses yang tertuju pada hasil yang berwujud bentuk, struktur, atau proses dalam fenomena buatan manusia. Desain mempunyai ruang lingkup yang luas dan mencangkup berbagai disiplin ilmu.

Proses desain dilandasi oleh tiga faktor utama, yaitu:

1. Landasan normatif, yaitu berupa landasan norma (kaidah) baik yang alami maupun buatan manusia.

2. Landasan fungsional, yaitu landasan kegunaan dan kemanfaatan (fungsi) 3. Landasan fisik, yaitu menyangkut sumber daya atau benda asal serta penyertaan

fisik dan produk desain yang diharapkan.

Desain berperan dalam memajukan kerajina tangan dan indutri, prinsipnya adalah semakin besar fungsi psikologis sebuah produk, semakin besar pertimbangan estetika yang dibutuhkan. Estetika merupakan suatu pencarian kreativitas dalam mencari solusi yang paling indah dalam arti sebenarnya.

Pembuatan sebuah produk perlu pertimbangan kriteria dalam perancangannya,

(34)

dalam proses desain agar dapat diterima dengan kriteria dan menurut perkembangannya:

1. Bentuk: harus dapat mengekspresikan peranan fungsi produk sekaligus sebagai kesatuan dari bagian-bagian yang terdapat dalam produk tersebut.

2. Warna, harus dapat mengesankan keselarasan (harmoni) antar bagian dan karakteristik produk.

3. Detail, harus mencerminkan kesan perfect, teliti dan serius dalan proses penyelesaiannya.

4. Ukuran, berkaitan dengan kenyamanan dalam pemakaian sekaligus keamanan.dalam hal ini proporsi estetis dapat berperan memberikan nilai-nilai yang dapat membantu tercapainya maksud tersebut.

5. Daya pikat/ kesan, daya pikat atau kesan perlu digali supaya perwajahan dapat hadir dan berperan dengan baik.untuk itu diperlukan kreativitas dan kedalaman pengamatan terhadap kajian bentuk, warna, ukuran, detail, dan sebagainya. (R.Nanang.2006:20)

(35)

C. Fokus Permasalahan

Permasalahan yang diangkat pada pembuatan karya ini adalah:

- Bagaimana memvisualisasikan pesan cerita rakyat Malin Kundang sebagai media pembelajaran budi pekerti?

(36)

commit to user

BAB II

Analisa permasalahan

Analisa permasalahan digunakan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dan harus dipecahkan pada proses penggarapan karya tersebut. Pada cerita rakyat Malin Kundang terdapat inti cerita, yaitu seorang anak yang durhaka kepada ibunya dan seorang ibu yang memberikan kutukan kematian kepada anaknya setelah ia durhaka terhadap ibu kandungnya. Penggambaran Malin Kundang yang jahat dan durhaka sehingga dengan kasar menolak kasih sayang ibunya sendiri, bahkan tidak mau mengakui bahwa Mande Rubayah adalah ibu kandungnya sendiri. Dalam penggambaran ini, Malin Kundang digambarkan sebagai sosok yang jahat, keras, sombong dan angkuh. Ia melawan pengakuan dari ibunya sendiri dan berlaku kasar terhadap ibunya. Kemudian penggambaran seorang Mande Rubayah digambarkan sebagai sosok wanita yang sedih, pasrah, marah dan berdoa memberikan kutukan. Hal ini dia lakukan karena perlakuan Malin Kundang terhadap dirinya.

Pada pembuatan karya ini, permasalahan yang diangkat adalah menampilkan visual karya agar penyampaian pesan dalam gambar tersebut dapat diterima oleh orang lain, penulis harus menampilkannya dengan jelas motif pada permukaan kain tersebut, sehingga penyampaian pesan tentang kedurhakaan Malin Kundang dan kutukan Mande Rubayah dapat terlihat dengan jelas.

Penyampaian pesan melalui media tekstil ini dapat sebagai contoh dan

(37)

pembelajaran kita tentang begitu pentingnya penanaman budi pekerti menghargai dan menghormati orang tua khususnya ibu.

Langkah Pemecahan Masalah

Sehubungan dengan berbagai masalah diatas, setelah dianalisa yang menjadi inti permasalahan dari pembuatan karya ini adalah bagaimana cara menyampaikan dengan baik pesan cerita rakyat Malin Kundang, kedalam selembar kain dengan menggunakan teknik batik. Dari inti cerita Malin Kundang, adalah seorang anak yaitu Malin Kundang yang digambarkan dalam cerita tersebut seseorang yang jahat, kasar, sombong dan angkuh. Dalam perancangan karya ini, penulis ingin menggambarkan sosok Malin Kundang divisualisasikan dengan bentuk yang ganas, keras dan menggunakan warna-warna yang memunculkan sifat kemarahan seperti merah dan hitam. Dalam kaitannya pembuatan karya yang mengacu pada bentuk batik yang dekoratif, penulis juga dapat menggunakan bentuk yang dapat mewakilkan dari penggambaran tokoh yang dikehendaki. Malin Kundang di gambarkan dapat berupa bentuk-bentuk yang runcing dan seakan ingin menyerang dengan menampilkan warna yang gelap.

Penggambaran tokoh Mande Rubayah didalam cerita rakyat Malin Kundang digambarkan sebagai tokoh yang pasrah, sedih karena sikap Malin Kundang sehingga dia memunculkan sifat marah dan akhirnya melakukan kutukan yang dapat membunuh anaknya dengan sebuah doa. Bentuk visual

(38)

yang lembut dan pemakaian warna yang cenderung lembut. Dengan menggunakan simbol-simbol wanita yang berupa bunga, bangau atau bentuk yang lain.

Penggambaran tokoh raksasa perempuan dirasa penulis cocok untuk mewakili sifat-sifat dari tokoh tersebut. Pengambilan beberapa bagian tubuh raksasa tersebut dirasa sudah cukup mewakili dan menggambarkan apa yang menjadi karakter dari tokoh yang diinginkan.

Semua itu dapat digambarkan dan diceritakan pada sebuah permukaan kain dengan teknik pembuatannya menggunakan batik tulis. Karya yang akan ditampilkan penulis pada penggarapan ini adalah berupa hiasan dinding, dengan maksud bentuk visual dari kedua inti cerita tersebut data dipahami dengan mudah oleh orang lain jika kain yang ditampilkan datar dan luruh membentang. Sehingga penulis ingin membuat sebuah wall hanging atau hiasan dinding dengan menampilkan kain batik yang dibentang dengan bentuk dan warna yang dikehendaki sehingga pesan yang diampilkan dapak tersalurkan kepada orang lain.

Pengumpulan Data

Jenis sumber data yang dikumpulkan adalah sesuai dengan rumusan permasalahan yang dibahas. Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini data-data yang dikumpulkan adalah hasil observasi, wawancara dan perekaman atau pemotretan yang dilakukan pada tempat pengrajin batik tulis, berikut ini adalah hasil pengumpulan data antara lain:

(39)

1. Observasi

Teknik pengumpulan data observasi digunakan dalam mengkaji sumber data berupa peristiwa, tempat, benda serta rekaman gambar. Observasi dilakukan pada pengrajin batik tulis Nindy Wijaya desa kliwonan, Masaran Sragen.

Hasil pengamatan proses pembuatan batik tulis di pengrajin batik Nindy Wijaya adalah dimulai dari pembuatan pola motif batik pada selembar kain.

Pembuatan pola dikerjakan oleh satu ibu pekerja khusus (tukang pola) yang berasal dari penduduk sekitar. Biaya pola satu lembar kain umumnya berkisar 15- 30 ribu rupiah. Proses selanjutnya adalah pencantingan, proses ini dikerjakan oleh beberapa ibu-ibu dari penduduk sekitar. Jumlah pekerja pencantingan pada pengrajin batik Nindi wijaya sekitar 4-8 orang, tergantung dari banyaknya pesanan. Proses selanjutnya adalah proses pewarnaan, proses pewarnaan dilakukan oleh pemilik dan dibantu satu orang pekerja, hal ini dilakukan agar proses pewarnaan yang dilakukan pengrajin ini tidak diketahui oleh orang lain.

Menurut pemilik, proses pewarnaan pada Nindy Wijaya lebih bagus jika dibandingkan dengan pengrajin batik di sekitarnya. Pengrajin ini juga sering mengikuti pameran batik dan berjualan pada stand yang disediakan di kota Solo, Yogyakarta dan Semarang. Daerah pemasaran adalah Solo, Yogyakarta dan Semarang.

a. Proses Produksi

Studi proses produksi dilakukan pada perusahaan batik tulis Nindy Wijaya. Proses produksi yang dilakukan pada berbagai perusahaan batik tulis

(40)

mori, kain katun, kain santung dan kain sutera. Proses yang dilakukan pengrajin batik Nindi Wijaya dimulai dengan penghilangan kanji pada selembar kain dengan merebus kain tersebut. Kemudian proses pola motif pada kain yang dilakukan oleh satu orang pekerja. Proses pemolaan kadang dilakukan di tempat pengrajin Nindy Wijaya, kadang diambil pekerjanya dan dikerjakan dirumah.

Kemudian proses pencantingan, proses ini dilakukan di tempat batik Nindy Wijaya, jika ramai pesanan jumlah pekerja adalah 8-10 orang. Proses selanjutnya adalah pewarnaan yang dilakukan oleh pemilik sendiri, proses pelorodan atau menghilangkan malam batik juga dikerjakan oleh pemilik sendiri dengan alasan mempertahankan kualitas.

Menghilangkan kanji pada kain pencantingan

“Lorodan” menghilangkan malam batik

(41)

b. Percobaan

Langkah pertama adalah proses pola pada kain. Proses ini adalah menggambar motif yang akan dibatik pada kain menggunakan pensil.

Proses pola pada kain

Proses pola pada kain

(42)

Langkah kedua adalah pencantingan malam batik pada permukaan kain yang telah dipola tersebut. Proses pencantingan dilakukan oleh perusahaan batik Nindy Wijaya. Hal ini dilakukan penulis dengan tujuan untuk meningkatkan kerapian dan memperindah dalam segi estetis. Proses pencantingan harus dilakukan oleh orang yang sudah menguasai teknik mencanting, karena tidaklah mudah menggariskan malam batik pada permukaan kain tanpa pengalaman dan kemahiran tertentu.

Kain setelah dicanting menurut pola yang digambar

Langkah yang ketiga adalah proses pewarnaan, proses ini dilakukan setelah kain telah dicanting menurut desain yang dikehendaki. Sebelum proses

(43)

pewarnaan, malam yang telah di gambarkan pada kain diteliti terlebih dahulu, apakah sudah menutup pada polanya ataukah belum. Hal ini dilakukan agar pewarnaan tidak merembes dan bocor sehingga warna saling bercampur dan tidak sesuai dengan desain yang di kehendaki.

Bahan pewarna yang digunakan adalah pigmen, dikarenakan bahan tersebut tidak terlalu encer, sehingga saat di coletkan pada kain bahan pewarna tidak mudah menyebar. Hal ini dilakukan perancang berdasarkan pengalaman, bila menggunakan bahan pewarna yang tidak kental saat dilakukan pencoletan warna akan merembes melewati batas lilin batik. Untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan pencantingan ulang atau yang disebut nembok’i.

Percobaan ini menggunakan pewarna sebagian besar adalah pigmen yang dicampur dengan bahan binder dan silikon sebagai pengental dan sekaligus sebagai pengunci agar warna tidak mudah luntur saat dicuci. Selain pigmen, perancang juga menggunakan zat pewarna rapid, zat pewarna rapid tergolong zat pewarna yang encer, saat dicoletkan akan langsung menyebar, sehingga harus lebih berhati-hati di bandngkan menggunakan zat pewarna pigmen. Sebagai zat pengunci rapid adalah kostik, sebelum mencampur zat pewarna rapid dengan kostik, pengikat kostik dilarutkan terlebih dahulu beberapa jam agar bereaksi setelah dicampurkan pada zat pewarna rapid agar warna yang dihasilkan data sempurna. Dalam perancangan ini hanya menggunakan satu warna dari zat rapid, yaitu warna merah.

Selain menggunakan zat pewarna pigmen dan rapid, perancang juga menggunakan zat pewarna remasol. Zat pewarna remasol juga tergolong zat

(44)

pewarna yang encer, jadi harus hati-hati saat melakukan proses pencoletan. Bahan pengunci pewarna remasol adalah waterglass. Pencoletan yang dilakukan oleh dilakukan di permukaan datar, jadi kain tidak di kelantang pada bingkai. Kain diletakkan pada permukaan datar dengan beralaskan kain, hal ini dilakukan dengan tujuan pewarna saat dicoletkan akan langsung teresap pada alas kain jadi tidak perlu khawatir akan terlalu banyak volume pewarna yang dicoletkan yang mengakibatkan saling bercampurnya pewarna yang satu dengan yang lain.

Proses pencoletan pada kain dengan menggunakan kuas

(45)

Proses pewarnaan pada kain dengan menggunakan kuas

Langkah yang keempat adalah proses pelorotan malam batik, proses ini untuk menghilangkan penyekat warna berupa malam batik menggunakan air mendidih. Kain yang telah diwarna direbus untuk menghilangkan malam batiknya.

(46)

Kain yang telah selesai diwarna direbus untuk menghilangkan malam batik

(47)

Proses menghilangkan malam batik

Proses menghilangkan malam batik

(48)

Mengamati malam batik yang masih tertempel

Setelah malam batik menjadi cair dan larut kedalam air mendidih,kain kemudian dicuci menggunakan air dingin. Jika masih terdapat malam yang menempel pada kain dapat dihilangkan dengan waterglass dengan cara digosok pada kain yang masih tertempel malam batik.

Mencuci kain setelah dilorot dengan menggunakan air dingin

(49)

Membersihkan sisa malam batik dengan waterglass

b. Eksperimen

Penulis melakukan eksperimen untuk mengetahui kekurangan hasil yang dicapai untuk kemudian dibenahi agar mencapai hasil yang lebih baik. Proses pertama adalah menghilangkan kanji pada kain dan dikeringkan, kemudian membuat motif pola yang telah disetujui pada kain tersebut. Proses pula dilakukan sendiri dengan alasan agar gambar yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan dibandingkan bila dikerjakan oleh orang lain. Kenudian proses pencantingan, proses ini dikerjakan oleh pengrajin batik Nindy Wijaya agar hasilnya lebih bagus dibandingkan bila dikerjakan sendiri. Proses pewarnaan dilakukan sendiri dengan

(50)

bantuan pengrajin. Pada kain katun, menggunakan zat pewarna pigmen dengan pengunci binder, dan zar pewarna rapid dengan pengunci kostik soda. Zat pewarna tersebut setelah dilakukan pewarnaan pada kain ternyata warna-warna yang dihasilkan cukup cerah dan setelah dicuci warna pada permukaan kain zat warna yang terbuang relatif sedikit. Tetapi kain setelah diwarna menjadi sedikit kaku dan keras.

Pencucian hasil eksperimen

(51)

Eksperimen kain setelah dicuci

c. Alternatif Gagasan

Latar belakang munculnya sebuah ide pada cerita rakyat Malin Kundang adalah, bahwa cerita tersebut dirasa penulis dapat menjadi inspirasi bagi setiap orang dalam kehidupan di dunia ini. Sikap menghormati orang tua perlu ditanamkan dalam hati setiap manusia, karena hal ini akan berlangsung secara terus menerus selama perkembangan manusia. Saat manusia lahir di dunia ini harus menghormati orang tua, khususnya seorang ibu. Menurut penulis dirasa saat

(52)

banyak kejadian bahwa seorang anak berani terhadap orang tua kandung sendiri bahkan rela membunuh karena tidak sesuai atas apa yang dia inginkan. Padahal manusia tersebut dapat ada dan lahir didalam dunia ini lewat kasih sayang seorang ibu yang selalu merawat dan membesarkan anak. kita hendaknya berterima kasih dan menghormati orang tua khususnya seorang ibu, tanpanya kita tidak mungkin ada di dunia ini. Sehingga dengan penyampaian maksud dari cerita Rakyat Malin Kundang ini dapat menjadi media pembelajaran agar masyarakat mempunyai budi pekerti yang lebih baik dalam hal sikap menghormati orang tua. Dalam pembuatan karya ini juga dapat menjadikan media pesan pembelajaran terhadap orang tua agar lebih mengasihi buah hati atau anaknya walaupun anak tersebut mempunyai kesalahan, karena tugas orang tua adalah mendidik anaknya menjadi dewasa dan lebih baik.

Saat melakukan proses pengerjaan pada produk tekstil karya ini, penulis menggunakan teknik batik tulis dengan pewarnaan colet. Hal ini dilakukan penulis mungkin cerita rakyat Malin Kundang merupakan cerita klasik yang terus menerus selalu kita ingat, kita sampaikan secara berkesinambungan terhadap setiap manusia yang lahir didunia ini begitu juga batik, merupakan teknik pengerjaan pada permukaan kain yang telah ada sejak lama dan terus selalu ada dan berkembang hingga saat ini. Jadi alasan penulis menggunakan batik pada proses pengerjannya adalah menyesuaikan antara teknik klasik pada pengerjaan tektil pada selembar kain dengan cerita rakyat Malin Kundang yang telah melegenda dan selalu ada dalam kehidupan manusia.

Proses penggarapan karya batik tulis ini yang berfungsi sebagai hiasan dinding atau wall hanging, alasan penulis membuat hiasan dinding pada

(53)

pengerjaan produk tekstil ini adalah bahwa ingin dapat menampilkan dengan jelas apa yang menjadi pesan dan pembelajaran kita pada sebuah cerita rakyat Malin Kundang. Visual sebuah wall hanging atau hiasan dinding dapat menampilkan motif pada kain tersebut dengan bidang yang datar dan luas sehingga mudah dilihat dan dipahami penyampaian pesan dari perancang kepada orang lain.

(54)

commit to user

BAB III

PROSES PERANCANGAN

a. Bagan pemecahan masalah

Sumber Ide

Cerita Rakyat Malin Kundang

Penyampaian Pesan inti cerita

Kemarahan, kesedihan, kedurhakaan dan kutukan.

Karakter Visual

Perancangan motif kesedihan, kemarahan, kedurhakaan dan kutukan Kedalam ragam hias batik sebagai hiasan dinding

Permasalahan

Konsep perancangan Visual batik Penyampaian pesan

pada karya

Perancangan Desain

Pelaksanaan produksi

Hiasan Dinding sebagai penyampaian makna kesedihan dan kutukan Karena kesombongan dan kedurhakaan

(55)

b. Konsep Desain

Perancangan tekstil yang bersumber pada cerita rakyat Malin Kundang memerlukan adanya konsep desain yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Aspek Estetis

Aspek estetis adalah pertimbangan antara gagasan atau sumber ide mengambil cerita rakyat Malin Kundang dengan penggarapan melalui teknik batik dan mementingkan unsur keindahan ada motifnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah proporsi, komposisi dan teknis penampilan desainnya. Bentuk dari estetika adalah totalitas setiap elemen garis, bidang, ukuran dan warna harus saling mendukung menjadi produk terkomposisi, sehingga unsur keindahan melalui gabungan elemen- elemen tersebut dapat tercipta. Dalam kaitannya penyampaian pesan pada cerita rakyat Malin Kundang aspek estetis mempunyai peran dalam memvisualkan inti cerita, sehingga bentuk penggambaran inti cerita tersebut tidak hanya menyalurkan pesan tetapi dapat membuat ketertarikan bagi orang yang menikmati karya ini.

a. Motif

Perancangan hiasan dinding dengan mengambil sumber ide cerita rakyat Malin Kundang ini adalah pengolahan ragam hias yang disesuaikan

(56)

dengan motif, pola dan bentuk batik yang cenderung lebih terkesan sederhana. Dalam perncangan ini mengambil motif-motif yang berciri khas batik yang bersifat dekoratif dan menampilkan unsur keindahan. Pada bagian bentuk-bentuk visualnya yang sederhana perlu ditambahkan isen- isen agar terlihat berisi dan mempunyai ciri khas batik dan data mendukung aspek estetis pada karya ini.

Perancangan visual karya ini mengambil bentuk yang terbentuk dari garis dan titik, bentuk visualnya berupa dua dimensi, sehingga sangat sesuai untuk perancangan motif batik dengan penambahan isen-isen pada bagian dalam bentuknya. Bentuk visual dari tokoh dalam cerita rakyat Malin Kundang dapat digambarkan dengan bentuk-bentuk yang berkaitan dengan batik. Tokoh Malin Kundang digambarkan sebagai tokoh yang keras dan kaku, dapat digambarkan dengan garis-garis yang lurus dan kaku. Sifat sombong, angkuh, pemarah dan menuju kedurhakaan juga dapat digambarkan sebagai api yang panas menyerang dan menekan kelembutan yang digambarkan simbol seorang ibu. Seorang Mande Rubayah juga dapat digambarkan sebagai simbol wanita berupa bunga dan hewan angsa.

b. Warna

Pemilihan warna merupakan hal yang penting dalam penggambaran tokoh dan penyampaian maksud cerita dalam karya ini.

Warna yang dipilih disesuaikan dengan tokoh dan maksud cerita yang ditampilkan. Dalam perancangan ini perancang akan memilih

(57)

menggunakan warna-warna yang medukung cerita mengingat tema yang ditampilkan adalah tentang kesedihan, kemarahan, kutukan dan kedurhakaan. Hal ini dilakukan perancang karena inti cerita rakyat Malin kundang adalah tentang cerita kesedihan penyelesaian akhir pada cerita tersebut adalah menceritakan kesedihan dan mempunyai makna dan pesan yang dalam untuk pembelajaran kita semua. Sehingga warna yang ditampilkan tidak harus memili warna-warna gelap yang cenderung mengungkapkan kesedihan. Pemilihan warna terang untuk menghidupkan suasana dan dengan alasan estetis, tetapi tidak terlepas dari maksud menceritakan makna dari cerita rakyat tersebut.warna-warna yang digunakan dalam karya ini adalah:

1. Merah dapat menggambarkan situasi yang hangat, aktif dan bersemangat, dan dapat memberikan kesan kemarahan pada penggambaran maksud karya ini.

2. Hitam dapat memberikan kesan yang menakutkan dan dapat menceritakan suasana dalam kesunyian.

3. Biru tidak dapat lepas dari elemen air dan udara, memberikan kesan lapang, pemakaian warna biru dapat menimbulkan rasa tenang dan dingin.

4. Hijau memberikan suasana sejuk dan umumnya digunakan untuk pewarnaan tumbuhan dan dedaunan.

5. Kuning membangkitkan energi dan lebih cerah menggambarkan situasi disekelilingnya, dapat juga digambarkan sebagai sumber cahaya.

(58)

6. Oranye mempunyai karakter yang mirip dengan merah, penggunaan warna oranye dapat menggambarkan situasi yang hangat, dapat menimbulkan keceriaan disekelilingnya.

7. Ungu sangat dekat dengan suasana spiritual yang magis, mistis dan mampu menarik perhatian. Ungu juga dapat menggambarkan suasana keheningan dan kesedihan.

c. Komposisi

Komposisi yang dinamis merupakan wujud penggabungan yang saling berhubungan antara warna, garis, bidang dan unsur pendukungnya. Pengolahan motif untuk mencapai susunan yang dinamis agar tercapai proporsi yang menarik serta estetis. Pada perancangan batik yang bersumber pada cerita rakyat Malin Kundang menggunakan teknik batik tulis. Hal ini dapat menunjang dari segi estetis pada karya, karena pada batik tulis pengolahan motif dapat dengan mudah untuk menambahkan isen-isen atau dengan menambahkan bagian tertentu pada produk tersebut. Penambahan isen- isen pada bentuk desain dapat memberikan komposisi yang indah, mengingat motif batik cenderung mengacu pada desain yang dekoratif yang penuh dengan hiasan isen-isen. Kekuatan keindahan dari sebuah batik tidak hanya pada pembuatan sebuah bentuk bidang tetapi lebih pada penggunaan isen-isen yang tepat didalam bentuk bidang tersebut.

Semua pernambahan bidang dan isen-isen harus sesuai dan mendukung komposisi yang menarik, yaitu bentuk desain yang saling

(59)

berkaitan satu sama lain sehingga dalam satu kesatuan menampilkan unsur estetis penceritaan maksud dari cerita rakyat Malin Kundang.

2. Aspek Bahan

Pertimbangan pemilihan bahan dalam suatu rancangan perlu memperhatikan sifat atau karaktristik dan kemungkinan penggunaannya. Masing-masing bahan mempunyai karakteristik sehingga harus difungsikan sebagaimana mestinya. Dalam perancangan hiasan dinding batik tulis dengan mengambil sumber ide cerita rakyat Malin Kundang tidak terlalu mempertimbangkan bahan kain yang akan digunakan. Karena karya ini hanya berfungsi sebagai hiasan dinding, maka pemilihan kain yang digunakan tidak memikirkan dari segi kenyamanan kain. Bahan kain yang digunakan hanya mementingkan baik dan tidaknya bahan tersebut untuk dapat diwarna dengan baik. Karena kain hanya akan direntangkan menggunakan frame maka memilih kain yang kuat. Bahan kain yang digunakan dalam perancangan hiasan dinding ini adalah kain cotton atau kain katun. Bahan ini cukup kuat untuk direntangkan dan sangat mudah untuk proses batik dan pewarnaan colet. Kain katun biasa digunakan para perusahaan batik untuk membuat batik arena dari segi harga lebih murah dan cocok untuk proses batik dan pewarnaan batik.

Bahan pewarna yang digunakan dalam perancangan ini adalah pewarna pigmen, rapid dan remasol. Ketiga perwarna ini mempunyai proses yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya. Pewarna

(60)

yang dominan dipakai adalah pigmen, karena bahan pewarna ini cukup kental dan mudah untuk proses colet, sehingga pewarna tidak mudah menyebar kebagian lain yang sudah dibatasi degan malam batik.

Pigmen menggunakan binder dan silikon sebagai pengental dan sebagai pengunci warnanya. Sehingga bahan pewarna ini sedikit praktis dan mudah dalam proses pencoletan. Bahan pewarna yang kedua adalah rapid, dalam proses pewarnaan ini hanya menggunakan satu warna rapid saja yaitu warna merah. Karena warna merah dari rapid digunakan untuk menunjang segi estetis. Warna merah yang dihasilkan rapid lebih bagus dibandingkan dengan bahan lain. Bahan pewarna rapid ini lebih encer sehingga harus hati-hati dalam proses pewarnaannya. Bahan ini menggunakan kostik sebagai penguncinya, untuk hasil yang baik, kostik dilarutkan terlebih dahulu sehari sebelum dicampurkan pada bahan pewarna rapid. Bahan pewarna yang ketiga adalah remasol. Bahan pewarna ini sering digunakan oleh berbagai pengusaha batik sebagai proses pewarnaannya, karena bahan ini mudah sekali menyebar saat dilakukan pencoletan pada kain. Tapi menurut perancang, bahan remasol terlalu encer ntuk pembuatan karya ini untuk mencegah adanya rembesan pewarna melewati batas penyekat lilin batik, perancang hanya menggunakan satu bahan pewarna remasol dalam pembuatan karya ini, yaitu warna hitam.

Bahan pewarna remasol menggunakan waterglass sebagai pengunci pada pewarna pada kain. Waterglass dioleskan pada kain yang telah diwarnai dengan remasol, kemudian didiamkan selama satu jam,

(61)

sebelum proses pelorotan dan pencucian. Hal ini dilakukan karena malam batik jika terkena waterglass terlalu lama akan mengelupas, jadi pengolesan waterglass pada kain harus sesaat sebelum proses pelorotan malam batik.

3. Aspek teknik

Perwujudan visualisasi desain yang unik dan menarik dapat ditempuh melalui berbagai cara agar terwujud suatu produk tekstil yang baik.

Melalui aspek teknik yang meliputi proses persiapan awal desain yaitu pembuatan sketsa motif, pemindahan motif, pembatikan, pewarnaan hingga menjadi suatu produk yang mempunyai nilai artistik dan estetis.

Teknik batik tulis akan memberikan kesan unik dan menarik dalam perwujudan sumber ide cerita rakyat Malin Kundang. Karena penggunakan teknik batik tulis lebih terlihat unsur pekerjaan tangan yang tidak rapi namun indah, dan lebih mudah menambahkan bagian- bagian dan penambahan isen-isen dalam satu proses pengerjaan melalui canting. Memang dengan teknik batik tulis cukup lama, namun jika dilakukan oleh seseorang yang sudah memahami proses batik tulis akan lebih cepat jika dibandingkan dengan proses batik cap dan printing. Proses pembuatan cap akan memakan waktu yang lama juga, walapun proses pencapan malam batik jauh lebih cepat jika dibandingkan batik tulis. Tetapi harus disesuaikan juga dengan pembuatan karya ini yang dilakukan bukan sebagai produk masal.

Referensi

Dokumen terkait

Sumber Ide Kurikulum Madrasah berbasis Religious Culture di MI Cemorokandang Kedungkandang Malang Gambaran kurikulum yang ideal yaitu memenuhi standar baku sesuai kurikulum yang

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan penelitian ini sebagai berikut: 1) identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui rentang usia dalam melakukan pemilihan alat

Gaya kepemimpinan transformasional, transaksional, Situasional, Pelayanan dan Autentik memiliki peran penting dalam mencapai tujuan organisasi yang diwujudkan dengan adanya

Hal ini berarti orientasi pesaing yang dilakukan oleh gula rendah kalori merek Tropicana Slim telah dilakukan dengan baik oleh perusahaan sehingga dapat mengenali

Frekuensi radar BMKG Provinsi Gorontalo mengalami gangguan pada frekuensi kerjanya yaitu pada range 5540 – 5660 MHz, Gangguan frekuensi pada radar cuaca BMKG Gorontalo dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit yang berasal dari ketinggian tempat yang berbeda berpengaruh (P<0,05) terhadap kekuatan tarik dan kekuatan sobek, dan tidak

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan karakteristik membran kitosan dengan membran kitosan-silika, mengetahui pengaruh penambahan massa silika abu sekam

Luaran berupa 1000 pose yang mempunyai skor ChemPLP dan PLIF bitstring yang digunakan untuk menilai keaktifan genistein sebagai ligan dengan decision tree pada