BAB II
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPS TERPADU DALAM MEMBENTUK KARAKTER SISWA A. Landasan Teori
1. Pengertian Implementasi Pembelajaran a. Pengertian Implementasi
Dalam oxford advance learner’s dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect” atau penerapan suatu yang memberikan efek. Impelementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, kreatifitas dan inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan konsep (Oemar Hamalik, 2007:237).
Menurut Syafrudin Nurdin dan Usman (2002:70) implementasi atau pelaksanaan adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Guntur Setiawan (2004:39) implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
Menurut Hanifah Harsono (2002:67) implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.
(http://www.scribd.com/doc/101109464/Rimaru-web-Id-Pengertian-
Implementasi-Menurut-Beberapa-Ahli.html. Diakses pada tanggal 07 Mei 2014 pukul 14.23 WIB )
Berdasarkan pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, kreativitas dan inovasi dalam bentuk tindakan praktis untuk tercapainya tujuan kegiatan.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang artinya ialah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari suatu informasi atau lebih. Jadi pembelajaran ialah proses kegaiatan mencari informasi (mencari ilmu).
Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya” (Ahmad Fauzi, 2012:47).
Menurut Suyono, dkk (2011:12) belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.
Chaplin (1989:272) menegaskan bahwa belajar adalah : (1) perolehan dari sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, sebaga hasil dari praktek atau hasil dari pengalaman, dan (2) proses mendapatkan reaksi-reaksi sebagai hasil dari praktek dan latihan khusus.
Menurut Robert M. Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan ; (1) oleh stimulus yang berasal dari lingkungan; (2) dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.
Gagne berpendapat bahwa belajar itu terdiri dari tiga komponen penting yakni ; 1) kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar; 2) kondisi eksternal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar siswa yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif (Syaiful Sagala, 2006: 32).
Sedangankan Reber mendefinisikan belajar dalam dua pengertian, yaitu: 1) belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan, 2) belajar
sebagai perubahan kemampuan beraksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Sofan Amri, 2013:24).
Menurut Ahmad Mudzakir (dalam Anas Salahudin,dkk.2013:60) pembelajaran adalah
1).Usaha perubahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis, mental serta daya pancaindra, otak, dan anggota tubuh lainnya, serta aspek-aspek kejiwaan, seperti intelejensi, bakat, motivasi, minat, dan sebagainya;
2). Mengadakan perubahan dalam diri antara lain tingkah laku;
3). Mengubah kebiasaan diri yang uruk menjadi baik;
4). Mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak terhormat menjadi hormat, dan sebagainya;
5). Mengubah keterampilan, misalnya olah raga, seni, jasa, teknik dan sebagainya;
6). Menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu, misalnya tidak bisa membaca, menulis dan sebagainya, menjadi bisa.
Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa kata pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Ahmad Susanto, 2013:19).
Pandangan tersebut memberi makna bahwa pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, serta pembentukan sikap pada peserta didik.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran menurut Abdul Majid (2011:131-132) Terdapat beberapa prinsip pembelajaran yang dapat diambil dari tindakan Rosullah dalam haditsnya yaitu :
1). Motivasi, yaitu kekuatan yang dapat menjadi pendorong individu dalam melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan.
2). Fokus, yaitu langsung pada inti pembicaraan sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
3). Penyampaian materi yang dipaparkan oleh seorang guru tidak terlalu cepat sehingga dapat memberikan waktu yang cukup kepada peserta didik untuk menguasainya.
4). Repetisi,senantiasa melakukan tiga kali pengulangan pada kalimat- kalimat .
5). Analogi langsung, seperti pada contoh perumpamaan orang yang beriman dengan pohon kurma, sehingga dapat emeberikan motivasi, hasrat ingin tahu, dan mengasah otak untuk mengerakan potensi pemikiran atau timbul kesadaran untuk merenung dan tafakkur.
6). Memperhatikan keragaman anak, sehingga dapat melahirkan pemahaman yang berbeda dan tidak terbatas satu pemahaman saja, dan dapat memotivasi peserta didik untuk terus belajar tanpa dihinggapi perasaan jemu.
7). Memperhatikan tiga tujuan moral, yaitu : kognitif, emosional dan kinetik.
8). Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik (aspek psikologis/ilmu jiwa).
9). Menumbuhkan kreatiftas anak, dengan mengajukan pertanyaan, kemudian mendapat jawaban dari peserta didik yang diajak bicara.
10). Berbaur dengan peserta didik, masyarakat, dan sebagainya, tidak eksklsif/terpisah seperti bermusyawarah bersama mereka, dan berjuang bersama mereka.
11). Aplikasi, Rosulallah langsung memberikan pekerjaan kepada anak yang berbakat. Misalnya, setelah Abu Mahdzuroh menjalani pelatihan adzan dengan sempurna maka Rosulullah menyuruh Abu Mahdzuroh menjadi mu’adzin.
12). Do’a, setiap perbuatan diawali dan diakhiri dengan menyebut asma Allah.
13). Teladan, satu kata antara ucapan dan perbuatan yang dilandasi dengan niat yang tulus karena Allah.
2. Kurikulum 2013
a. Pengertian Kurikulum 2013
Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster dan kata kurikulum digunakan dalam bidang olah raga. Kata kurikulum “curriculum” berasal dari bahasa yunani, yaitu kata currir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Pada mulanya istilah kurikulum mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai ke garis finish. Baru pada tahun 1855, istilah kurikulum mulai dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran disuatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu :
1) Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2) Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan (Ahmad Tafsir, 2005:53).
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat (9) mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu. Menurut Sholeh Hidayat (2013:30) kurikulum adalah suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah atau madrasah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
Dari berbagai rumusan pengertian kurikulum diatas, sehingga dapat dibuat kategorisasi. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981), membuat kategorisasi rumusan pengertian kurikulum, yaitu:
1) Kurikulum dipandang sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran.
2) Kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman mengajar.
3) Kurikulum sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
4) Kurikulum sebagai rencana tentang kesempatan belajar.
(Muhammad Ali, 2009:2-3).
Sedangkan menurut Latifatul (2013:15) pengertian kurikulum mempunyai dua macam arti, yaitu : 1) sebagai sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahaan belajar yang didesain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupa proses statis atau dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki, 2) sebagai seluruh pengalaman dibawah bimbingan dan arahan institusi pendidikan yang membawa kedalam kondisi belajar.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpukan bahwa kurikulum adalah suatu rencana tertulis yang berisi serangkaian praktek pembelajaran yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat dan waktu untuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu pada peserta didik.
Sedangkan pengertian kurikulum 2013 itu sendiri adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu.
Pengertian kurikulum terus berkembang seirama dengan perkembangan dari berbagai hal yang harus diemban dan menjadi tugas sekolah atau madrasah.
b. Urgensi Kurikulum 2013
Kurikulum harus selalu disusun dan disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman. Upaya penyempurnaan kurikulum dilakukan demi terwujudnya sistem pendidikan nasional yang kompetitif dan selalu relevan dengan perkembangan zaman yang selalu menjadi tuntutan (Mida Latifatul, 2013:111).
Menurut Mulyoto (2013) urgensi pemberlakuan kurikulum 2013 adalah sebagai berikut :
Pertama, butuh penekanan agar materi pelajaran sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Selama ini hal tersebut kurang mendapat Stresing sehingga masih sering terjadi adanya materi yang mengabaikan tahap perkembangan anak.
Kedua,perlunya pembelajaran yang mampu mengembangkan kreatifitas siswa. Selama ini unsur kreatifitas memang sering disebut-sebut pakar pendidikan, tapi pembelajaran yang memberi ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreatifitas belum mendapat tempat.
Ketiga, masih sangat diperlukannya pendidikan karakter. Selama ini kurikulum kita sudah melaksanakan pedidikan karakter, namun hasilnya belum maksimal. Ini antara lain disebabkan oleh pembelajaran yang tidak terlalu menganggap penting aspek apektif (sikap). Pelaksanaan ujian nasional yang hanya mengukur kemampuan kognisi, membuat pembelajaran sudah berorientasi pada aspek itu sejak siswa kelas satu.
Perlu ada kurikulum yang menjamin adanay pembelajaran yang mengembangkan potensi siswa yang secara lengkap: kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan), dan apek apektif (sikap) (Mulyoto, 2013:102-104).
c. Tujuan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, apektif: melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal ini, tujuan kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajar secara kontekstual (E.Mulyasa, 2013:65).
d. Implementasi Kurikulum 2013
Berdasarkan sumber dari dokumen kurikulum 2013, implementasi kurikulum adalah bagaimana membelajarkan pesan-pesan kurikulum kepada peserta didik untuk menghasilkan lulusan yang memiliki seperangkat kompetensi mereka sesuai dengan karakteristik dan kemampuan masing-masing.
PERMENDIKBUD No. 81 A tahun 2013 tentang impelementasi kurikulum pedoman umum pembelajaran. Dokumen tersebut berisi pedoman umum pembelajaran mencakup kerangka konseptual dan operasional tentang: strategi pembelajaran, sistem kredit semester, penilaian hasil belajar, dan layanan bimbingan dan konseling. Cakupan pedoman tersebut dikembangkan dalam kerangka implementasi Kurikulum 2013.
Strategi pembelajaran sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi yang dimuat dalam Kurikulum 2013.
Dalam arti bahwa kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang diajarkan bisa dikuasai oleh peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran didahului dengan penyiapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru baik secara individual maupun kelompok yang mengacu pada Silabus.
Sistem Kredit Semester (SKS) disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan dalam merintis atau melanjutkan pengelolaan kurikulum
dengan menerapkan SKS sebagai perwujudan konsep belajar tuntas, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Strategi penilaian disiapkan untuk memfasilitasi guru dalam mengembangkan pendekatan, teknik dan instrumen penilaian hasil belajar dengan pendekatan otentik Penilaian memungkinkan para pendidik mampu menerapkan program remedial bagi peserta didik yang tergolong pebelajar lambat dan program pengayaan bagi peserta didik yang termasuk kategori pebelajar cepat
Sedangkan substansi bimbingan dan konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik SMA/MA. Selain itu bimbingan dan konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru bimbingan dan konseling (guru BK) atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit berkonsentrasi, rasa cemas, dan gejala perilaku menyimpang.
Untuk mewujudkan implementasi kurikulum 2013 tersebut, perlu ada usaha bersama antara pemerintah dengan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
1) Pemerintah bertanggungjawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
2) Pemerintah bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional.
3) Pemerintah provinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evalasi terhadap pelaksanaaan kurikulum di provinsi terkait.
4) Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam memberikan bantuan profesional kepada guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.
Strategi implementasi kurikulum terdiri atas :
1) Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu :
Juli 2013 : Kelas I, IV, VII, dan X
Juli 2014 : Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
Juli 2015 : Kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII.
2) Pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan, dari tahun 2013-2015.
3) Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012- 2014.
4) Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari-Desember 2013.
5) Pendampingan dalam bentuk monitoring dan evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013-2016 (KEMENDIKBUD, 2013:18-19).
Berdasarkan pemaparan di atas, secara garis besarnya implementasi kurikulum 2013 ini perlu didukung dan dilaksanakan oleh semua pihak terkait antara pemerintah maupun lembaga pendidikan. Menurut penulis, kurikulum 2013 ini bukan hanya sekedar rancangan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, namun kurikulum 2013 ini memiliki substansi pembelajaran yang baik bagi guru maupun siswa yang selama ini sudah mengalami dekadensi moral supaya berubah ke arah yang lebih positif lagi. Dengan demikian, implementasi kurikulum 2013 ini seharusnya bisa berjalan dengan baik sebagaimana mestinya, karena keberhasilan kurikulum ini juga perlu dukungan dari guru/staf pengajar sebagai faktor
penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu instrumen input dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, keberhasilan implementasi kurikulum 2013 ini perlu penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan secara terus menerus dan perlu penguatan manajemen dan budaya sekolah yang mendukung supaya terlaksananya kurikulum 2013 dengan baik dan bukan hanya sebagai bahan kurikulum percobaan yang telah diimplemenasikan di beberapa sekolah tingkat SD, SMP dan SMA.
e. Keunggulan Kurikulum 2013
Implementasi kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif. Hal ini dimungkinkan, karena kurikulum ini berbasis karakter dan kompetensi, yang secara konseptual memiliki beberapa keunggulan yaitu :
1) Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus dan bermuara pada hahekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan kompetesi tertentu, bukan transfer pengetahuan.
2) Kurikulum 2013 yang berisi karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasrkan standar kompetensi tertentu.
3) Ada bidang-bidang studi atau mata pelajara tertentu yang adalm pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan (E.Mulyasa, 2013: 163).
f. Karakteristik Kurikulum 2013
Dalam dokumen kurikulum 2013 terdapat beberapa karakteristik kurikulum 2013 yaitu sebagai berikut :
1) Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreatiftas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.
2) Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana diamna peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.
3) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
6) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing element) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dinyatakan dalam kompetensi inti.
Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan pada prinsif akumulatif yaitu saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (KEMENDIKBUD, 2013:3).
g. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah telah dapat dicapai (Sukardi, 2009:1).
Guba dan Lincoln (dalam Hamid Hasan, 2008:38-39) memberikan makna mengenai evaluasi. Menurut mereka, evaluasi bukan hanya sebagai usaha untuk memahami ataupun pengambilan keputusan. Bagi keduanya, evaluasi adalah usaha untuk menjelaskan objek/subjek yang dievaluasi dan kemudian memberikan pertimbangan tentang “merit” dan “worth”. Merit
diartikan sebagai harga ataupun keunggulan yang dimiliki evaluand (yang dievaluasi). Merit (nilai) berkenaan dengan keunggulan intrinsik suatu kurikulum tanpa memperso’alkannya dengan lingkungan dimana kurikulum tersebut dilaksanakan.
Pengertian worth (arti) lebih mengarah kepada makna atau nilai pengaruh evaluasi terhadap lingkungan. Permasalahan yang dikaji dalam worth (arti) ialah apakah dalam pelaksanaannya kurikulum tersebut bekerja sebaik yang direncanakan dan memberikan dampak yang diharapkan.
Sedangkan pengertian evalusi kurikulum, menurut Hamid Hasan (2008: 41) ialah sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu.
3. Pembelajaran IPS Terpadu di SMP a. IPS Terpadu
1) Rasiologis Pengembangan IPS Terpadu
Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial”, disingkat IPS, merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum persekolahan negara lain, khususnya di negara-negara Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Nama “IPS”
yang dikenal social studies di negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar kita di Indonesia dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu, Solo.
IPS sebagai mata pelajaran di persekolahan, pertama kali digunakan dalam kurikulum 1975 (Sapriya, 2011:19).
Menurut Wahid Murni (2010:68) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.
Secara mendasar, pendidikan IPS berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dalam memenuhi aspek kebutuhan hidupnya. IPS berkaitan dengan bagaimana cara manusia menggunakan usahanya memenuhi kebutuhannya. Pada hakikatnya, materi yang dipelajari IPS adalah bagaimana mempelajari, menelaah dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi.
Berkaitan dengan ruang lingkup IPS sebagai suatu bidang studi, sama halnya dengan yang menjadi ruang lingkup ilmu sosial, yaitu manusia dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat. Tegasnya, ruang lingkup ilmu sosial sama dengan ruang lingkup IPS.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa macam sumber materi IPS antara lain seperti berikut :
a) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas, yaitu negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b) Kegiatan manusia, misalnya mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar (Buku guru IPS kurikulum 2013: 3).
Standar kompetensi dan kompetensi dasar ilmu penngetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah menengah pertama (SMP), meliputi bahan kajian sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat.
Menurut Syafrudin Nurdin (2005:24) tujuan pengajaran IPS adalah untuk “mengembangkan kemampuan berfikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sosial budaya.
Ciri khas IPS sebagai mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah sifat terpadu (integrated) dari sejumlah mata pelajaran. model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik.
Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarainya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif.
Tujuan penyusunan model pembelajaran IPS terpadu pada tingkat SMP/MTs pada dasaranya untuk memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan pihak terkait. Secara rinci, penyusunan medel ini diantaranya bertujuan untuk: a) memberikan wawasan dan pemahaman tentang pembelajaran terpadu, khususnya paduan pembelajaran IPS pada tingkat SMP/MTs; b) membimbing guru agar memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran terpadu antar disiplin ilmu-ilmu sosial pada mata pelajaran IPS; c) memberikan keterampilan pada guru untuk dapat menyusun rencana pembelajaran dan penilaian secara terpadu dalam pembelajaran IPS; d) memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait, shingga mereka dapat memberikan
dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembelajaran terpadu; e) memberikan acuan dasar dalam pelaksanaan pembelajaran IPS terpadu di SMP/MTs (Trianto, 2011: 194-195).
2) Konsep Pembelajaran Terpadu dalam Ilmu Pengetahuan Sosial
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik, baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Salah satu diantaranya adalah memadukan kompetensi dasar. Melalui pengembangan materi terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, autentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para pesertadidik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep) sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Dilihat dari tingkat keterpaduannya, keterpaduan IPS juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan model berikut :
a). Connected. Model connected merupakan model keterpaduan di mana suatu konsep dipertautkan dengan konsep lain.
b). Sequenced. Model sequenced merupakan model keterpaduan di mana beberapa materi/topik diatur ulang dan diurutkan sehingga
membentuk kesatuan organisasi yang utuh dan urut secara kronologis/sistematis.
c) Shared. Model shared merupakan model keterpaduan di mana dua mata pelajaran sama-sama diajarkan dengan menggunakan konsep- konsep atau keterampilan yang tumpang tindih (overlap).
d) Webbed. Model webbed merupakan suatu model keterpaduan di mana tema-tema dibangun atas dasar beberapa topik/materi dari kompetensi dasar yang saling berhubungan.
e) Threaded. Model threaded merupakan pendekatan metakurikuler yang digunakan untuk mencapai beberapa keterampilan dan tingkatan logika para peserta didik dengan berbagai mata pelajaran.
f) Integrated. Model integrated merupakan model keterpaduan di mana suatu tema merupakan topik-topik yang beririsan dan tumpang tindih dari bidang-bidang keilmuan (Buku guru IPS kurikulum 2013 kelas VII: 3).
b. IPS di SMP
Menurut Ujang Sukandi, dkk. (dalam Wahid Murni, 2011:167) pengajaran terpadu pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema.
Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan.
Organisasi mata pelajaran IPS pada jenjang SMP/MTs menganut pendekatan korelasi (correlated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu secara terbatas kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata (factual/real) peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilaku. Dalam dokumen permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS untuk SMP/MTs memiliki kesamaan dengan IPS SD/MI yakni mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs
mata pelajaran IPS memuat materi geogarfi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Dari ketentuan ini maka secara konseptual, materi IPS di SMP belum mencakup dan mengakomodasikan seluruh displin ilmu sosial.
Namun, ketentuanya sama bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Sapriya, 2011:200-201).
Menurut buku panduan guru (2013:4-6) menjelaskan bahwa kontens/
materi IPS di SMP terdapat dua pendekatan disiplin ilmu yang dikenal dengan model pendekatan separated (terpisah) dan pendekatan gabungan.
Pertama, model pendekatan separated (terpisah) yaitu sebagai pendekatan di mana setiap disiplin dalam ilmu-ilmu sosial diajarkan secara terpisah.
Dalam pendekatan ini, tujuan dan materi pelajaran sepenuhnya dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan. Pendekatan lain yang bisa digunakan adalah model pendekatan gabungan. Kedua, pendekatan gabungan. Menurut Hamid Hasan (1995) pendekatan gabungan adalah pendekatan pendidikan ilmu-ilmu sosial yang menggabungkan (korelasi) beberapa disiplin ilmu sosial untuk melakukan kajian terhadap suatu pokok bahasan. Ada satu disiplin ilmu sosial yang dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam melakukan kajian terhadap suatu pokok bahasan. Dalam kajian itu, disiplin ilmu yang utama tadi dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya yang digunakan secara fungsional.
Gambar 1 Organisasi Materi IPS
(Buku Guru IPS Kelas VII: 4)
Berdasarkan gambar 1 tampak jelas ruang lingkup/scope materi IPS meliputi materi substansi, materi proses, dan materi sikap. Materi substansi meliputi fakta, konsep, generalisasi, dan teori. Dalam materi proses, ada proses menerima, mencari, mengumpulkan, merumuskan, dan melaporkan informasi. Informasi ini meliputi manusia dan lingkungannya.
Pengorganisasian materi sikap atau afeksi, di mana ada sistematisasi bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya sehingga menjadi lebih bermakna.
Pengorganisasian materi sikap ini diharapkan akan membuat anak lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan
Materi Substansi Scope
Materi Proses
Materi Sikap Konten
Kurikulum IPS
Logis Disiplin Ilmu
Sequence Hubungan
logis antartopik Pedagogis
Perkembangan siswa
perkembangan::
tingkat abstraksi
kemudahan
familiarisasi Spiral
Ekspanding Community Approach
bertanggung jawab. Selain itu, dapat mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan masyarakat yang lebih luas. Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya sehingga mereka mampu melakukan perspektif. Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran IPS. Berdasar nilai-nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat, akan berkembang pula sikap- sikap sosial anak. Faktor keluarga, masyarakat, dan pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadap perkembangan nilai-nilai dan sikap anak. Nilai-nilai tersebut, meliputi nilai edukatif, nilai praktis, nilai teoretis, nilai filsafat, dan nilai ketuhanan. Dengan pengembangan nilai- nilai tersebut, diharapkan sumber daya manusia Indonesia memiliki pengetahuan, keterampilan, kepedulian, kesadaran, dan tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap masyarakat, bangsa, dan negaranya, bagi pengembangan kini dan mendatang.
Bidang kajian IPS Terpadu yang merupakan gabungan dari ekonomi.
Sejarah, sosiologi dan geografi, maka dalam pelaksaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan. Hal ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas.
Dengan pembelajaran terpadu akan menimbulkan efek terhadap berkurangnya beban jam pelajaran yang di emban oleh guru yang tercakup ke dalam bidang kajian yang serumpun. Begitupun sebaliknya, pada pendekatan pembelajaran IPS Terpadu di SMP para siswa dapat dengan terlatih untuk aktif mencari, menggali sendiri terhadap berbagai konsep yang dipelajari. Pengembangan IPS di SMP dengan konsep pembelajarn terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang, contonya banjir, pemukiman kumuh, potensi parawisata,
mobilitas sosial, IPTEK, modernisasi yang bisa dibahas dengan berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya (Wahidmurni, 2011:196).
Beberapa materi IPS SMP dari kelas VII, VIII, dan IX sudah terangkum dalam silabus pembelajaran (ada pada lampiran).
2. Karakter Siswa a. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dengan focus mengaplikasikan dengan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Rumusan dari Kementerian Pendidikan Nasional, khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa secara umum, arti karakter adalah karakter mendemonstrasikan etika atau sistem nilai personal yang ideal (baik dan penting) untuk eksistensi diri dan berhubungan dengan orang lain.
Menurut Anas Salahudin, dkk (2013:42) karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapastas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
Menurut Yanthi Haryati (2010:3) karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai- nilaikarakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah,semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, prosespembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilaipada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkandengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilaikarakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatanmutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah (Buku guru kurikulum 2013 kelas VII SMP/MTs).
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter 1) Fungsi Pendidikan Karakter
Sebagaimana yang dikutip dari Ahmad Fikri (dalam Anas Salahudin.dkk, 2013:104-105) bahwa fungsi pendidikan karakter adalah:
a) Pengembangan: pengembangan potensi dasar peserta didik agar berhati, berfikiran, dan berperilaku baik;
b) Perbaikan: memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultural untuk menjadi bangsa yang bermartabat;
c) Penyaring: untuk menyaring budaya yang negatif dan menyerap budaya yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa untuk meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Adapun fungsi pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional adalah:
a) Pengembangan potensi dasar, agar “berhati baik, berfikiran baik dan berperilaku baik”.
b) Perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah baik.
c) Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
2) Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang,sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Secara lebih khusus grand design yang dikembangkan oleh Kemdikbud Indonesia (2010), secara psikologis dan sosial-kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, efektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosialkulturaltersebut dapat dikelompokan dalam olah hati, olah pikir, olahraga, serta olah rasa dan karsa, dengan karakter nilai inti dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Tabel 1
Konfigirasi Karakter dan Karakter Inti kKelompok Konfigurasi Karakter Karakter Inti
Olah hati Religus, jujur, tanggung jawab, peduli sosial, dan peduli lingkungan
Olah Fikir Cerdas, kreatif, gemar membaca dan rasa ingin tahu
Olah raga Sehat dan bersih
Olah rasa dan karsa Peduli dan kerjasama onfigurasi9(sser Inti(((((((((k
(Buku Guru IPS Kelas VII:11)
Konfigurasi yang dikembangkan dalam pendidikan karakter hasilnyaditentukan oleh proses sosialisasi yang sangat dinamis dalam tatanan individu, keluarga, dan masyarakat. Dalam konteks kehidupan masyarakat yang terjadi lebih kompleks karena banyak varian yang
akan berpengaruh dalam prosesinteraksi sosial dalam pendidikan karakter. Dalam prakteknya banyak strategi dan program yang dipilih untuk proses pendidikan karakter pada semua level pendidikan, seperti halnya dengan learning experience, structured learning experience, persistence life situation (Buku guru IPS kelas VII SMP/MTs : 10-11).
Mengacu pada pemaparan di atas, pendidikan karakter pada dasarnya mempunyai fungsi dan tujuan untuk berusaha mewujudkan peserta didik/manusia yang berkarakter (akhlak mulia) sehingga dapat menjadi manusia yang taat kepada sang pencipta yakni Allah SWT dan menjadi manusia yang bermoral terhadap lingkungan masyarakatnya.
Akan tetapi, fungsi dan tujuan pendidikan karakter tidak akan berhasil manakala di dalam pendidikan tersebut terjadi ketiadaan keteladanan yang ditunjukan oleh seorang pendidik, dimana dari aspek sosial, pendidik memiliki kedudukan yang sosial yang tinggi yaitu sebagai sosok guru = digugu dan ditiru oleh siswanya dalam setiap ucapan dan tindak-tanduknya. Hal ini sebagaimana dikutip dari Anas Salahudin, dkk (2013:225) bahwa guru dalam proses mengimplementasikan pendidikan karakter memegang peranan yang sangat penting. Peran guru, baik peserta didik pada usia dini (PAUD dan TK/RA), SD/MI, SMP/MTs, maupun SMA/SMK/MA tidak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lainnya. Karena guru adalah orangtua peserta didik di lingkungan sekolah. Selain itu, peserta didik adalah organisme yang sedang berproses dan berkembang yang sangat memerlukan dan bantuan dari guru yang dapat dijadikan contoh dan keteladanan hidup.
Oleh karena itu, pendidikan perlu diselenggarakan dengan memberi keteladanan yang bisa menjadi panutan bagi siswa dan masyarakat disekitarnya. Para siswa akan mendengar dan memperhatikan petuah dan nasehat dari bapak/ibu guru di sekolah. Kondisi ini menjadi point plus untuk menunjang peran guru dalam pembinaan dan pengembangan karakter siswa di sekolah dengan optimal.
Dalam meningkatkan pengembangan kepribadian siswa, para guru berkewajiban membimbing siswa dengan penuh dedikasi. Adapun upaya guru dalam menumbuhkan siswa, yaitu: pertama, para guru memberikan nasehat dan wejangan di sela-sela proses belajar mengajar.
Pada waktu pembukaan guru sambil mengkondisikan siswa untuk memulai materi pelajaran. Kedua, menerapkan kedisiplinan dalam belajar. Para guru berusaha keras untuk mendisiplinkan para siswa tepat waktu dalam mengikuti aktivitas belajar mengajar. Ketiga, para guru ikut memecahkan kesulitan yang dihadapi siswa. Keempat, membiasakan memulai aktivitas belajar dengan berdo’a dan nasehat agama (Mujtahid, 2011:86-87).
Tak hanya sampai di situ, seorang guru dalam mengajar harus penuh dengan kesiapan sebelum dan sewaktu masuk kelas dengan pengetahuan, keterampilan yang akan diajarkannya, tanggung jawab di sini bukanlah berarti memberi materi seperti menyuapkan makanan ke dalam mulut anak kecil, akan tetapi bertanggung jawab mengkondisikan belajar. Guru bertindak sebagai fasilitator, mediator, dan menciptakan murid sebagai subjek belajar dengan tidak mengabaikan kegiatan guru sebagai pembelajar.
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan Gagne dan Briggs (Martinis Yamin, 2007:37-38):
a) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa,
b) Menjelaskan indikator/tujuan intruksional yang harus dicapai, c) Mengingatkan kompetensi prasyarat,
d) Memberikan stimulus (masalah, topik, konsep), e) Memberikan petunjuk belajar (cara mempelajarinya),
f) Memunculkan penampilan, kompetensi, dan keterampilan siswa, g) Memberikan umpan balik (feed back),
h) Menilai penampilan dan memberi tagihan kepada siswa, i) Menyimpulkan materi yang telah disampaikan.
Keteladaan yang dilakukan oleh seorang guru sebagaimana tercantum pula dalam kode etik pendidik Tahun 1994 Bab 1 Pasal 1 tentang Kelayakan Integritas Kepribadian sebagai berikut: a) mengutamakan tugas pokok atau tugas negara lainnya, b) memelihara
keharmonisan pergaulan dan kelancaran komunikasi, c) menjaga nama baik dan memiliki loyalitas kepada lembaga pendidikan, d) menghargai berbagai sikap, pendapat, dan pandangan, e) memiliki sifat kepemimpinan, f) menjadi teladan dalam berperilaku, g) membela kebenaran secara jujur, objektif, dan h) menjunjung tinggi norma- norma kemasyarakatan.
Kode etik pendidik ini bertalian erat dengan unsur-unsur yang dinilai dalam menentukan DP3 menurut PP Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: a) kesetiaan kepada pancasila dan UUD 45, negara, serta bangsa, b) berprestasi dalam bekerja, c) bertanggung jawab dalam bekerja, d) taat kepada peraturan perundang-undangan dan kedinasan, e) jujur dalam melaksanakan tugas, f) bisa melakukan kerja sama denga baik, g) memiliki prakarsa yang positif untuk memajukan pekerjaan dan hasil kerja, dan h) memiliki sifat kepemimpinan (Made Pidarta, 2009:284- 285).
Dengan demikian, guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis nilai agama dan budaya bangsa. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi pendidikan karakter, tidak akan berhasil maksimal dan memuaskan. Karena betapapun indah dan mulianya keinginan serta hasil belajar yang diharapkan, disusun dan ditulis dalam bentuk program pendidikan/pengajaran (suatu pembelajaran), belum dapat menjamin akan dapat menghasilkan pengetahuan, keterampilan, sikap peserta didik yang terbaik sebagaimana yang diinginkan oleh kurikulum itu sendiri, kurikulum baru punya arti bila telah diimplementasikan dan dikembangkan oleh guru/staf pengajar yang kompeten di dalam proses belajar mengajar (Syafrudin Nurdin dan M Basyrul Usman, 2002:74).
c. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi lulusan SMP, yang antara lain meliputi hal-hal berikut.
1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
2) Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri 3) Menunjukkan sikap percaya diri
4) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
6) Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif 8) Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.
9) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalamkehidupan sehari-hari.
10) Mendeskripsikan gejala alam dan sosial.
11) Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
12) Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13) Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14) Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15) Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik.
16) Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
18) Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
20) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalambahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
21) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.
22) Memiliki jiwa kewirausahaan
(Buku guru kelas VII SMP/MTs:11-12).
Berikut merupakan contoh nilai-nilai karakter yang dapat dijadikan sekolah sebagai nilai-nilai utama yang diambil dari butir-butir SKL dan mata pelajaran-mata pelajaran yang ditargetkan untuk di internalisasikan oleh peserta didik.
1) Nilai-nilai dalam hubungannya dengan Tuhan Religius 2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
a) Jujur
b). Bertanggung jawab c). Bergaya hidup sehat d) Disiplin
e) Kerja keras f) Percaya diri g) Berjiwa wirausaha
h) Berfikir logis, kritis, dan inovatif i) Mandiri
j) Ingin tahu k) Cinta ilmu
3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama 4) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain 5) Patuh pada aturan-aturan sosial
6) Menghargai karya dan prestasi orang lain 7) Santun
8) Demokrasi
9) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan peduli sosial dan lingkungan
10) Nilai kebangsaan 11) Nasionalis
12) Menghargai keberagaman (Zainal Aqib dan Sujak, 2011:52).
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional melalui website http://www.kemdiknas.go.id telah melansir ada sembilan pilar pendidikan karakter (Suyanto, 2010). Kesembilan pilar tersebut meliputi:
1) Cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya 2) Kemandirian dan tanggung jawab, 3) Kejujuran/amanah dan diplomatis, 4) Hormat dan santun,
5) Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong-royong/kerjasama, 6) Percaya diri dan kerja keras,
7) Kepemimpinan dan keadilan, 8) Baik dan rendah hati, serta
9) Toleransi, kedamaian, dan kesatuan
Disamping itu pelaksanaannya juga harus memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan, kerapihan, dan keamanan). (Muchlas Samani, 2013:106).
Menurut Anas Salahudin, dkk (2013:111-112) nilai pendidikan karakter ada delapan belas, yaitu:
1) Religius, sikap yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.
2) Jujur, prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda darinya.
4) Disiplin, tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja keras, perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis, cara berpikir, cara bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10) Semangat kebangsaan, cara berpikir, cara bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cinta tanah air, cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12) Menghargai prestasi, sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/komunikatif, tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14) Cinta damai, sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar membaca, kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli lingkungan, sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli sosial, sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mencari kajian penelitian yang relevan, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu dan sumber terkait dengan masalah yang akan diteliti yaitu tentang kurikulum 2013 yang dikarenakan penelitian tentang kurikulum 2013 belum ada yang meneliti sebelumnya. Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu dan sumber yang, diperoleh, terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Dari dokumen Kurikulum 2013 yang peneliti peroleh dari (http://kangmartho.com/2013/kurikulum2013.html.Diakses tanggal 21
April 2014 pukul 13.24) menjelaskan bahwa kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menyempurnakan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyempurnaan kurikulum 2013 ini didasarkan pada tiga landasan yaitu landasan yuridis, landasan filosofis, dan landasan empiris.
Implementasi kurikulum 2013 dilatar belakangi oleh beberapa faktor, diantaranya; beban belajar siswa yang terlalu banyak sehingga perlu pengerucutan mata pelajaran, krisis moral yang kerap muncul pada generasi muda Indonesia, misalnya kasus perkelahian massal, kecurangan dalam Ujian Nasional, dan lain-lain. Oleh karena itu, kurikulum 2013 lahir supaya mampu membentuk manusia yang bisa mengembangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
2. Implementasi kurikulum IPS berbasis karakter dan prestasi belajar siswa di SMAN 9 Kota Cirebon. Penelitian ini dilakukan oleh Ulfa Laela Nurwulan pada tahun 2012. Hasil penelitian menunjukan bahwa Setelah diimplementasikannya IPS berbasis karakter di SMAN 9 kelas X-I Kota Cirebon karakter siswa menjadi lebih baik seperti lebih rajin, sopan dan tentunya kritis dalam belajar.
3. Rina Rindanah, tahun 2011.Penelitiannya yang berjudul “Strategi Pembinaan Keagamaan Dalam Membentuk Karakter Siswa (studi di SMPN 4 Kota Cirebon)”. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa, dengan adanya pembinaan keagamaan di SMPN 4 Kota Cirebon dan dengan menggunakan model integrasi nilai-nilai agama pada setiap mata pelajaran, mata pelajaran PAI tersendiri, model di luar mata pelajaran yakni melalui kegiatan ekstrakulikuler atau pembiasaan seperti: siswa berbusana muslim, membiasakan membaca Al-qur’an bersama-sama di awal pelajaran (pukul 07.00 s.d 07.20), membaca surat Yasin setap pagi jum’at, melakukan shalat dhuha di waktu istirahat, shalat dzuhur berjamah, penyelenggaraan shalat jum’at di sekolah, membiasakan bersalaman
sesama teman dan cium tangan terhadap guru, dll, para siswa SMPN 1 Kota Cirebon mengalami perubahan positif antara lain: para lebih rajin shalat baik di sekolah maupun di rumah, mendalami ilmu agama yang lebih baik, meningkatnya motivasi belajar untuk meraih sukses, semakin kuat dorongan untuk berbaut baik, lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak, berpakaian rapih dan menutup aurat, memiliki rasa hormat dan tawadlu kepada orang lain, disiplin mentaati peraturan sekolah dan dalam aktivitas pribadi.
Selain itu, respon positif orangtuapun ditunjukan dengan motivasi terhadap anaknya untuk mengikuti kegiatan, mengingatkan, memantau, dan selalu memberikan fasilitas pendukung yang dibutuhkan anak.
C. Kerangka Pikir
Kurikulum adalah sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk mencapai satu tujuan pendidikan atau kompetensi yang ditetapkan. Sebagai tanda atau bukti bahwa seorang peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan adalah dengan sebuah ijazah atau sertifikat ( Ahmad Fauzi, 2012: 118). Dalam UUD Republik Indonesia tahun 1989 pasal 1 menyebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Depdikbud, 1989:3). Sedangkan definisi Kurikulum menurut Hilda Taba dalam bukunya, Curriculum Development, Theory and practice (1966) sebagai a plan for learning (Subandijah,1993: 2). Kurikulum didefinisikan sebagai perencanaan pembelajaran yang di programkan bagi peserta didik untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Dalam kamus Webster kurikulum diartikan dalam dua macam yaitu :
1. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari murid disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau departemen (Sholeh Hidayat, 2013: 20).
Berdasarkan pengertian diatas tampak jelas bahwa kurikulum sangatlah urgen demi terselenggaranya pendidikan secara baik dan perlu adanya inovasi, karena kurikulum merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan yang menjadi acuan penting untuk mengatur strategi dalam proses belajar mengajar, cara mengevaluasi program pengembangan pembelajaran, dan sebagainya. Sehingga pemerintah selalu mengadakan perubahan dan perbaikan kurikulum dari tahun ketahun demi tercapainya pelaksanaan kurikulum yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan supaya peserta didik mempunyai jiwa yang kuat dalam spiritual keagamaan, berkepribadian, proaktif dalam menghadapi tantangan zaman, tanggung jawab, cerdas, dan terampil.
Peserta didik bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja, dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Kehidupan masyarakat dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya.Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karateristik, kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.
(Nana Syaodih Sukmadinata, 1997: 58).
Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah menerapkan kurikulum 2013 yang menjadi penyempurna dari kurikulum 2004 (KBK) dan kurikulum 2006 (KTSP). Kurikulum 2013 adalah kurikulum kelanjutan dari kurikulum berbasis kompetensi yang telah di rintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu ( Mulyasa, 2013: 66).
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi.
Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kompetensi lulusan yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan pada tingkat individu, masyarakat, bangsa dan negara, serta peradaban.
Dalam pendekatan pembelajaran, konsep kurikulum mengarah pada tujuan ranah secara komprehensif yaitu ranah kognitif, apektif dan psikomotorik.
Namun pada prakteknya saat kurikulum 2006 (KTSP) diberlakukan seolah aspek apektif telah diabaikan oleh para praktisi pendidikan. Sehingga nila-nilai moral hanya sedikit yang ditanamkan kepada siswa dikelas-kelas.
Berdasarkan pengalaman dari pendidikan nasional yang selama ini telah terjadi kemorosotan krisis moral, maka pemerintah telah melakukan perubahan dan perbaikan kurikulum yaitu dengan adanya kurikulum 2013.
Menurut Muhammad Nuh, implementasi kurikulum 2013 akan menekankan pada pengembangan kreatifitas siswa dan penguatan karakter.
Kurikulum ini akan memenuhi komponen utama secara berimbang:
pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Mulyoto, 2013:115).
Dilihat dari pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 dan KTSP 2006, dapat disimpulkan bahwa SKL dirumuskan dari beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Ini berarti bahwa SKL satuan pendidikan ditetapkan dengan mengacu kepada mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik, atau dengan kata lain mata pelajaran menjadi penentu rumusan SKL. Model pengembangan seperti ini mengakibatkan terjadinya pemisahan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Pemisahan mata pelajaran yang lepas satu dengan yang lainnya ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan globalisasi yang menuntut agar semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan dan konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multidisiplin.
Sehingga agar hasil yang diharapkan dapat tercapai, pemerintah mencanangkan adanya IPS Terpadu kurikulum 2013 dan berkarakter.
Kurikulum baru ini telah diterapkannya di berbagai jenjang sekolah. Tujuan mata pelajaran IPS Terpadu adalah untuk membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman lebih terorganisasi dan mendalam ( Trianto, 2011:158).
Melihat uraian diatas bahwa seorang guru memiliki peran urgen dalam mencapai tujuan pendidikan yang tertuang dalam kurikulum. Karena guru terlibat langsung dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga harus memahami betul apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran IPS Terpadu di kelas dan bisa membentuk karakter siswa menjadi lebih unggul.
Upaya membangun karakter dan bangsa (Nation and Character Building) merupakan tugas bersama yang tak pernah akan selesai. Kini kementerian Pendidikan Nasional menyusun sebuah grand design pendidikan karakter untuk meyiapkan generasi yang berwatak dan bermartabat baik di masa datang.
Gambar 2
Grand Design Pendidikan Karakter
(ZaenalAqib,2012:23
Agama, Pancasila, UUD 1945 UU No.
20/2003 tentang Sisdiknas
Teori Pendidikan,
Psikologi, nilai, Sosial
Budaya
NILAI- NILAI LUHUR
Pengalaman terbaik (best practices) dan praktiknya
MASY MASYA
RAKAT RA
KAT KAT
KELU- ARGA ARGA SATUAN
PENDIDI- KAN
PERANGKAT PENDUKUNG
Kebijakan, Pedoman, Sumber Daya, Lingkungan, Sarana dan Prasarana, Kebersamaan, Komitmen pemangku kepentingan
Perilaku Berkarakter