• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum

Terkait dengan teori perlindungan hukum, ada beberapa ahli yang menjelaskan mengenai pengertian perlindungan hukum, antara lain yaitu Fitzgerald, Satjipto Raharjo, Phillipus M Hanjon dan Lily Rasyidi. Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa hukum memiliki tujuan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat dikarenakan dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat (Satjipto Raharjo, 2000:53).

Satjipto Rahardjo juga mengatakan bahwa hukum hadir dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain.

Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan tersebut dilakukan dengan cara membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut (Satjipto Rahardjo, 2000:53). Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan, atau yang sering disebut dengan hak ini, dilakukan secara terukur, keluasan dan kedalamannya.

(2)

Menurut Paton, suatu kepentingan merupakan sasaran hak, bukan hanya karena ia dilindungi oleh hukum, melainkan juga karena ada pengakuan terhadap itu. Hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, tapi juga kehendak (Satjipto Rahardjo, 2000:54). Sidharta mengatakan bahwa hukum itu ditumbuhkan dan dibutuhkan manusia justru berdasarkan produk penilaian manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan yang wajar sesuai dengan martabatnya (Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, 1994: 64). Philipus M. Hadjon juga berpendapat bahwa Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah. (Philipus M. Hadjon, 1987:38)

Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam UUD NRI 1945, untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu mengangkat aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga Negara.

Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia (Setiono, 2004: 3). Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), konsep perlindungan hukum, yang tidak lepas dari perlindungan hak asasi manusia, merupakan konsep Negara hukum yang merupakan istilah sebagai terjemahan dari dua istilah rechstaat dan rule of law. Sehingga, dalam penjelasan UUD Tahun 1945 sebelum amandemen

(3)

disebutkan bahwa: “Negara Indonesia berdasar atas hukum, (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat)”.

Dari uraian para ahli di atas memberikan pemahaman bahwa perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum dalam hal ini adalah perlindungan terhadap materi Stand Up Comedy. Oleh karenanya, perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta dan/atau pemegang hak cipta materi Stand Up Comedy tersebut harus sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

2. Tinjauan tentang Hak Cipta a. Pengertian Hak Cipta

Kata “hak cipta” merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua suku kata, yaitu “hak” dan “cipta”. Kata “hak” berarti kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-Undang. Sedangkan kata “cipta” menyangkut daya kesanggupan batin (pikiran) untuk mengadakan sesuatu yang baru, terutama di lapangan kesenian. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988)

Isilah hak cipta memiliki maksud yaitu hak eksklusif bagi Pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan hak cipta. (Tim Lindsey,Eddy Damian,Simon Bult,dan Tomi Suryo Utomo, 2013:6) Pemberlakuan hak eksklusif tersebut diterapkan dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eksklusif membuat Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang yang yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang

(4)

bersifat komersial. Hal tersebut berarti pihak lain baru dapat melakukanpengumuman dan/atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi Hak Cipta apabila telah memperoleh izin dari Penciptanya.

(Adrian Sutedi, 2009:116-117)

Hak cipta juga berarti hak alam, dan menurut prinsip ini bersifat absolut dan dilindungi haknya selama si pencipta hidup dan beberapa tahun setelahnya, maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapa pun yang mempunyai hak itu dapat menuntut setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Dengan demikian suatu hak absolut memiliki segi balikannya (segi pasif), yaitu bahwa bagi setiap orang mempunyai kewajiban untuk menghormati hak tersebut. Sifat hak cipta adalah bagian dari hak milik yang abstrak (incorporeal property), yang merupakan penguasaan atas hasil kemampuan kerja dari gagasan serta hasil pikiran. (Muhammad Djumhana & R. Djubaedillah, 2003:56)

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memberikan pengertian bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. “

Prinsip deklaratif yang terdapat dalam penjelasan pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Hak Cipta tersebut merupakan suatu doktrin yang digunakan untuk memproteksi hak cipta yaitu suatu ciptaan sudah mendapatkan perlindungan hukum sejak ciptaan tersebut selesai dibuat, dan dapat diketahui, didengar, dilihat oleh pihak lain (first to publish) yang menimbulkan kepemilikan hak bagi Pencipta ataupun Pemegang Haknya. Dalam arti luas ketentuan kepemilikan suatu ciptaan tidak ditentukan oleh adanya regristrasi, karena suatu karya cipta tersebut sudah mendapatkan perlindungan sejak pertama kali diumumkan. (Maya Jannah, 2018:65)

(5)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa ada objek ciptaan yang dilindungi dan objek ciptaan yang tidak dilindungi. Pada Pasal 40 Ayat (1) UU HC disebutkan diantaranya ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta yaitu ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang terdiri atas buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; Lagu dan/atau music dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, seni pahat, patung, atau kolase;

karya seni terapan; karya arsitektu; peta;.karya seni batik atau seni motif lain; karya fotografi, potret; karya sinematograf; terjemahan, tafsir, saduran, Bungan rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program computer maupun media lainnya; kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; permainan video;

dan program komputer.

b. Asas-Asas Hak Cipta

Prinsip utama pada hak milik intelektual yaitu bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan memakai kemampuan inteletektualnya tersebut, maka pribadi yang menghasilkannya mendapatkan kepemilikannya berupa hak alamiah (natural). Di dalam hak cipta juga mengandung beberap prinsip dasar yang tidak lepas dari beberapa prinsip dasar Hak kekayaan Intelektual yang secara konseptual digunakan sebagai landasan pengaturan Hak Cpta di semua negara, baik itu yang menganut Civil Law System maupun Common Law System. Beberapa prinsip yang dimaksud adalah (Eddy Damian, 2005:98)

a. Yang dilindungi Hak Cipta adalah ide yang terwujud dan asli. Prinsip

(6)

ini adalah prinsip yang paling mendasar dari perlindungan Hak Cipta, maksudnya yaitu bahwa Hak Cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan. Prinsip ini dapat diturunkan menjadi beberapa prinsip lain sebagai prinsip – prinsip yang berada lebih rendah atau subprinciples,yaitu :

1. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (original) untuk dapat menikmati hak – hak yang diberikan oleh Undang – undang.

Keaslian sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.

2. Suatu ciptaan, mempunyai Hak Cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain. Ini berarti suatu ide atau suatu pikiran belum merupakan suatu ciptaan.

3. Karena Hak Cipta adalah hak eksklusif dari pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang terdapat pada Pasal 4, hal tersebut berarti bawa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak tersebut tanpa seizin pencipta atau pemegang hak Hak Cipta.

b. Hak Cipta timbul dengan sendirinya (otomatis) suatu Hak Cipta akan eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam bentuk berwujud, dengan adanya wujud dari suatu ide maka suatu ciptaan akan lahir dengan sendirinya.

c. Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh suatu Hak Cipta. Suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan kedua-duanya dapat memperoleh Hak Cipta.

d. Hak Cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.

e. Hak Ciptaan bukan hak mutlak (absolut), Hak Cipta bukan merupakan

(7)

suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu limited monopoli terbatas. Hak cipta yang secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sama dengan ciptaan yang telah tercipta lebih dahulu.

c. Hak-hak yang Terkandung dalam Hak Cipta

Hak Cipta terdiri atas Hak Ekonomi (economic rights) dan Hak Moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak mendapat manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk yang terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah di alihkan. Hak Moral diatur lebih lanjut dalam pasal 5 – 7 Undang – Undang nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Pasal 5 ayat (1) hingga ayat (3) menyatakan bahwa pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah meninggal dunia.

Dengan mempunyai hak moral, pencipta memiliki hak untuk dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum. Pencipta juga punya hak untuk mencegah bentuk – bentuk distorsi, mutilasi, atau bentuk perubahan lain yang meliputi pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta. Selain itu tidak ada satupun dari hak – hak tersebut di atas dapat dipindahkan selama pencipta masih hidup, kecuali atas wasiat pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Iswi Hariyani, 2010:61)

Hak cipta atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak di serahkan seluruh Hak Cipta dari pencipta itu. Pembeli hasil ciptaan tidak berarti status Hak Ciptaannya

(8)

berpindah kepada pembeli, akan tetapi Hak Cipta tetap ada di tangan penciptanya. Misalnya, pembelian buku, kaset, dan lukisan. Selain itu, Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagain tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama. Selanjutnya, dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang terlebih dahulu memperoleh Hak Cipta itu.

Hak Cipta terdiri dari atas Hak Ekonomi dan Hak Moral. Hak Moral adalah hak – hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta. Konsep Hak Moral ini berasal dari sistem hukum kontinental, menurut konsep ini bahwa hak pengarang terbagi menjadi Hak Ekonomi untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, dan Hak Moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi si pencipta (Budi Agus Riswandi dan M Syamsudin, 2004:8). Menurut Djumhana, Hak Ekonomi meliputi, Hak Reproduksi/Penggandaan, Hak Adaptasi, Hak Distribusi, Hak Penampilan, Hak Penyiaran, Hak Program Kabel, Hak Pencipta, dan Hak Pinjam Masyarakat. Sedangkan dalam Hak Moral meliputi : Hak untuk diakui, Hak keutuhan karya, dan Hak untuk mengandakan bila ada perubahan pada ciptaannya sesuai tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.(Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 1997:66)

d. Pelanggaran Hak Cipta

Pelanggaran Hak Cipta adalah segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi seseorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak integritas karya tersebut dapat juga dijategorikan sebagai bentuk pelanggaran Hak Cipta. (Abdul Kadir, 2001:219)

Pada Pasal 9 Ayat 1 UU HC menyebutkan bahwa pencipta atau pemilik cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

a. penerbitan Ciptaan;

(9)

b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

c. penerjemahan Ciptaan;

d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

f. pertunjukan Ciptaan;

g. Pengumuman Ciptaan;

h. Komunikasi Ciptaan; dan i. penyewaan Ciptaan.

Kemudian Dalam Ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipa. Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan atau pengunaan ciptaan secara komersial.

Sesuai dengan penjelasan pasal diatas maka dapat diketahui yang bisa disebut suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan apabila:

1. Terjadi pengekspoitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau mendapatkan lisensi dari penciptanya atau ahli warisnya. Termasuk didalamnya tindakan penjiplakan.

2. Peniadaan nama pencipta pada ciptaanya.

3. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaanya yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.

4. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau ahli warisnya.

Perbuatan pelanggaran Hak Cipta pada dasarnya ada 2 (dua) kelompok, yaitu : (Abdul Kadir, 2001:219)

1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan, atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin setiap ciptaan yang bertentangan

(10)

dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum.

2. Dengan sengaja memamerkan, mendengarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta.

Umumnya, Hak Cipta dapat dikatakan telah melanggar jika materi Hak Cipta tersebut digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas ciptaannya. Untuk terjadinya pelanggaran harus ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun, pencipta atau pemegang Hak Cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak atau karya lain tersebut berasal dari karyanya.

Cara lain yang dinggap sebagai pelanggaran atau dukungan oleh seseorang terhadap suatu Hak Cipta saat orang lain tersebut ialah sebagai berikut: (Tim Lindsey, 2003:123)

1. Memberikan wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar Hak Cipta;

2. Memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan ciptaan–ciptaan yang dilindungi Hak Cipta;

3. Mengimport barang – barang bajakan ciptaan yang dilindungi Hak Cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan;dan

4. Memperoleh suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atas penayangan karya yang melanggar Hak Cipta.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Hak cipta memiliki maksud yaitu hak eksklusif bagi Pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Materi Stand Up Comedy merupakan salah satu karya cipta yang berhak mendapatkan hak ekslusif tersebut. Karna dalam proses penciptaanya menguras waktu, tenaga, dan pikiran maka perlu adanya penekanan bahwa materi Stand Up Comedy juga termasuk objek dari hak cipta, untuk menghindari terjadinya pelanggaran pada karya cipta tersebut.

(11)

3. Tinjauan tentang Stand Up Comedy

Stand Up Comedy merupakan bentuk dari seni komedi atau melawak yang disampaikan secara monolog kepada penonton. Biasanya ini dilakukan secara live dan komedian akan melakukan one man show. Meskipun disebut dengan Stand Up Comedy, komedian tidaklah selalu berdiri dalam menyampaikan komedinya. Ada beberapa komedian yang melakukannya dengan duduk dikursi persis seperti orang yang sedang bercerita.

Dalam Stand Up Comedy, seorang Komika seharusnya memiliki konsep atau materi sebagai bahan lelucon. Dan tak mustahil jika terdapat lelucon yang berbau cabul, rasis, dan vulgar di Stand Up Comedy. Mereka membuat script dan catatan kecil dalam rangka untuk mempermudah mereka dalam berkomedi. Seiring berjalannya waktu komunitas– komunitas dan pertunjukan Stand Up Comedy menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. (Pandji Nugroho, 2012:1-4)

Dalam sejarahnya, Stand Up Comedy sendiri telah ada di abad ke delapan belas di Eropa dan Amerika. Disana pelaku komedian ini biasa disebut dengan Stand Up Comic atau secara singkat disebut dengan Comic. (Ramon Papana, 2014:4). Istilah comic juga digunakan untuk menyebut para pelaku Stand Up Comedy pada buku Dean (2012) dan Notaslimboy (2013). Namun di buku Prakasa (2012) istilah comic digantikan dengan istilah komika. Istilah komika digunakan untuk menggantikan penyebutan comic yang masih kental dengan istilah dari bahasa Inggris. Sayangnya, di buku Prakasa tidak menjelaskan pengertian Komika secara gamblang. Sehingga di dalam penelitian ini, istilah Komika digunakan untuk menyebut para pelaku Stand Up Comedy.

Dalam masalah penampilan, pertunjukan ini bisa dikatakan tidaklah terlalu susah mengaturnya. Begitu sederhananya bentuk pertunjukan ini, seorang komedian bisa tampil meski dengan hanya memakai kaos dan celana pendek. Meski demikian, tetaplah tidak mudah untuk menjadi pelaku Stand Up Comedy. Selain faktor harus bisa membuat lucu, tekanan mental juga pasti

(12)

akan hadir selama penampilan. Jika lelucon yang diberikan tidak dimengerti atau bahkan tidak dianggap lucu, para audiens tentu tidak akan tertawa dan yang lebih parah mereka malah mencibir komedian yang tampil.

Para Comic ini biasanya memberikan beragam cerita humor, lelucon pendek atau kritik – kritik berupa sindiran terhadap sesuatu hal yang sifatnya cenderung umum dengan berbagai macam sajian gerakan dan gaya. Beberapa comic bahkan menggunakan alat peraga untuk meningkatkan performa mereka di atas panggung. Stand Up Comedy biasanya dilakukan di cafe, bar, Universitas, dan Teater.

Seiring berjalannya waktu komunitas – komunitas dan pertunjukan Stand Up Comedy menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Sejak kemunculan Stand Up Comedy di Indonesia pecinta Stand Up Comedy mengambil bagian dengan membentuk komunitas pecinta Stand Up Comedy.

Di Indonesia kita kenal dengan Stand Up Comedy Indonesia (twitter account:

@standupindo). Stand Up Indo adalah sebuah komunitas yang didirikan oleh beberapa orang yang sebelumnya sudah memiliki ketertarikan dengan dunia Stand Up Comedy. Sebut saja Ernest Prakasa dan Ryan Adriandhy adalah dua orang yang dipertemukan dalam audisi Stand Up Comedy Indonesia yang diselenggarakan oleh Kompas TV.

Mereka yang kemudian menjadi finalis acara ini berpikir bahwa mereka membutuhkan wadah untuk berlatih mempersiapkan diri untuk menghadapi ajang ini. Berawal dari pertemanan di jejaring sosial akhirnya mereka melibatkan Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika dan seorang penulis humor Isman H.Suryaman untuk mendirikan komunitas ini. Sebagai informasi sebelum komunitas ini terbentuk Pandji dan Raditya Dika sudah lebih dulu dikenal aksi – aksi Stand Up Comedy – nya melalui video yang mereka unggah sendiri di kanal YouTube mereka. (Pandji Nugroho, 2012:60-64)

Dalam tinjauan ini dapat disimpulkan bahwa materi Stand Up Comedy merupakan sebuah karya cipta dikarenakan memerlukan ide, gagasan dan kreatifitas untuk menciptakan suatu cerita yang dapat membuat penonton

(13)

tertawa. Untuk itu perlindungan terhadap karya cipta ini sangat diperlukan, untuk menjamin hidup para Komika dan membuat Stand Up Comedy dapat lebih berkembang lagi di Indonesia.

4. Tinjauan Tentang Penyelesaian Sengketa a. Pengertian Sengketa

Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sengketa dapat terjadi antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan negara, antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata lain, sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional. Istilah sengketa dalam bahasa Inggris adalah disputes, seringkali disebut sama dengan konflik atau conflict dalam bahasa Inggris. Henry Campbell Black menjelaskan arti dispute, sebagai: A conflict of controversy; a conflict of claims or rights;

an assentation of a right, claim, or demand on one side, met by contrary claims or allegations on the other. The subject of litigation; the matter for which a suit is brought and upon which issue is joined, and in relation to which jurors are called and witnesses examined. (Henry Campbell Black, 1989: 424)

Sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang- orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan dapat menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lainnya (Winardi, 2007:1).

Konflik atau sengketa yang demikian ini merupakan situasi dan

(14)

kondisi dimana individu-individu dan kelompok-kelompok saling mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan- perselisihan yang ada pada persepsi mereka saja (Takdir Rahmadi, 2011:1). Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa atau konflik. Sengketa ini dalam bidang perdata bisa terjadi dalam wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

b. Sebab-sebab Timbulnya Sengketa

Berikut ini adalah beberapa teori tentang sebab-sebab timbulnya sengketa, antara lain:

1) Teori hubungan masyarakat Teori hubungan masyarakat, menitik beratkan adanya ketidak percayaan dan rivalisasi kelompok dalam masyarakat. Para penganut teori ini memberikan solusi-solusi terhadap konflik-konflik yang timbul dengan cara peningkatan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik, serta pengembangan toleransi agar masyarakat lebih bisa saling menerima keberagaman dalam masyarakat.

2) Teori negosiasi menjelaskan bahwa konflik terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan diantara para pihak. Para penganjur teori ini berpendapat bahwa agar sebuah konflik dapat diselesaikan, maka pelaku harus mampu memisahkan perasaan pribadinya dengan masalah-masalah dan mampu melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah tetap.

3) Teori identitas ini menjelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain.

Penganut teori identitas mengusulkan penyelesaian konflik karena identitas yang terancam dilakukan melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara wakil-wakil kelompok yang mengalami konflik dengan

(15)

tujuan mengidentifikasikan ancaman-ancaman dan kekhawatiran yang mereka rasakan serta membangun empati dan rekonsiliasi.

Tujuan akhirnya adalah pencapaian kesepakatan bersama yang mengakui identitas pokok semua pihak.

4) Teori kesalahpahaman antar budaya menjelaskan bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi diantara orang- orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Untuk itu, diperlukan dialog antara orang-orang yang mengalami konflik guna mengenal dan memahami budaya masyarakat lainnya, mengurangi stereotipe yang mereka miliki terhadap pihak lain.

5) Teori transformasi ini menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan serta kesenjangan yang terwujud dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat baik sosial, ekonomi maupun politik. Penganut teori ini berpendapat bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui beberapa upaya seperti perubahan struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan, peningkatan hubungan, dan sikap jangka panjang para pihak yang mengalami konflik, serta pengembangan proses-proses dan sistem untuk mewujudkan pemberdayaan, keadilan, rekonsiliasi dan pengakuan keberadaan masing-masing.

6) Teori kebutuhan atau kepentingan manusia Pada intinya, teori ini mengungkapkan bahwa konflik dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat terpenuhi/ terhalangi atau merasa dihalangi oleh orang/ pihak lain. Kebutuhan dan kepentingan manusia dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu substantif, prosedural, dan psikologis. Kepentingan substantif (substantive) berkaitan dengan kebutuhan manusia yang yang berhubungan dengan kebendaan seperti uang, sandang, pangan, papan/rumah, dan kekayaan. Kepentingan prosedural (procedural) berkaitan

(16)

dengan tata dalam pergaulan masyarakat, sedangkan kepentingan psikologis (psychological) berhubungan dengan non-materiil atau bukan kebendaan seperti penghargaan dan empati (Takdir Rahmadi, 2011: 8-10).

c. Macam-macam Penyelesaian Sengketa

1) Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan (Litigasi)

Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan winlose solution (Nurnaningsih Amriani, 2012: 16) a) Peradilan Umum

Pengadilan Negeri berada pada lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50 menyatakan bahwa “Pengadilan Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.”

b) Peradilan Niaga

Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum, mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam UndangUndang Nomor 37 ahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, dalam Pasal 300 mengatakan: Pengadilan Niaga mempunyai tugas memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Undang- Undang.

(17)

Penyelesaian sengketa secara litigasi mempunyai asas-asas yang harus diperhatikan oleh para pihak dalam proses gugatmenggugat melalu pengadilan yang meliputi (Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiyani, dan R. Serfianto D. Purnomo, 2018: 3740):

a) Peradilan Bebas Campur Tangan

Peradilan hedaknya bebas dari campur tangan pihakpihak di luar Kekuasan Kehakiman. Namun, kebebasan ini sifatnya tidak mutlak karena hakim tetap harus menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar hukum serta asasasas yang menjadi landasannya, melalui perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga putusannya diharapkan mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia.

b) Asas Objektivitas

Semua putusan pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan, memuat pula pasal tertentu dari peratiran perundang- undangan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar mengadili. Alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai pertanggungjawaban hukum kepada rakyat, karena itu memiliki nilai objektif.

c) Asas Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

Makna dari kata “sederhana” adalah proses acara persidangan harus jelasn, mudah dipahami, dan tidak berbelit- belit. Kata “cepat” menunjuk pada jalannya peradilan. Hal ini bukan hanya jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka sidang, tetapi juga penyelesaian berita acara pemeriksaan di persidangan sampai penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaannya. Pengadilan yang cepat. Sederhana, dan ringan akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan menambah kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengadilan.

(18)

d) Persidangan Terbuka untuk Umum

Sidang pemeriksaan pengadilan dalam sengketa bisnis pada dasarnya terbuka untuk umum. Jika hakim lupa mengucapkan sidang terbuka untuk umum akan berakibat putusan batal demi hukum. Pengadilan cepat dinyatakan tertutup untuk umum jika ada alasan tertentu berdasarkan undang-undang. Namun demikian, pada saat pembacaan putusan, sidang tetap harus dinyatakan terbuka untuk umu.

e) Audi et Alteran Partem

Asas ini bermakna mendengarkan kedua belah pihak.

Menyangkut hal pembuktian tersebut dapat diartikan juga bahwa pengajuan alat bukti harus dilakuukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak. Berdasarkan asas inilah, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan sebelum memberikan kesempatan untuk mendengarkan kedua pihak.

f) Berperkara Dikenakan Biaya

Berperkara di pengadilan ini berarti untuk berperkara di pengadilan adalah bagi yang mampu membayar biaya perkara dengan cuma-cuma dengan jalan mengajukan permohonan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang disertai pula denga surat keterangan tidak mampu dari seorang pejabat, lurah atau camat.

g) Actor Sequitor Forum Rei

Asas ini adalah asas dalam hukum acara perdata yang menerangkan tentang dimanakah seharusnya gugatan ini diajukan.

Pada dasarnya asas ini juga menjadi acuan mengenai kompetensi relative pengadilan dalam hukum acara perdata. Namun asas ini ada pengecualiannya, yaitu sebagai berikut:

(1) Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka bisa di Pengadilan Negeri (PN) tempat kedaiaman penggugat.

(2) Apabila jumlah tergugat dua atau lebih, maka penggugat bisa

(19)

memilih salah satnya tergantung keuntungan yang bisa diperoleh oleh penggugat.

(3) Untuk barang tetap, dapat diajukan ke Pengadilan Negeri sesuai lokasi barang tetap itu berada.

(4) Apabila ada tempat tinggal ang dipilih degan suatu akta, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal yang dipilih sesuai akta tersebut.

(5) Apabila tergugat tidak cakap, maka diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal ornagtuanya, walinya, atau pengampunya.

(6) Tentang penjaminan (vrijwaring), yang berwenang mengadili adalah PN yang pertama tempat pemerikasaan dilakukan (Pasal 99 ayat 14 RV)

(7) Permohonan pembatalan perkawinan ke PN tempat tinggal suami istri (Pasal 25 jo. Pasal 63 ayat (1) b Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan).

(8) Gugatan perceraian dapat diajukan kepada PN kediaman penggugat. Bila tergugat di luar negeri, gugatan di tempat kediaman penggugat dan ketua PN menyampaikan permohonan kepada tergugat melalui perwakilan RI setempat.

h) Asas Beban Pembuktian

Asas ini dijabarkan dalam Pasal 1865 KUH Perdata yang mengemukakan bahwa: “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna menguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Penyelesaian sengketa secara litigasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo.

UndangUndang Nomor 8 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor

(20)

49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum (Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiyani, dan R. Serfianto D. Purnomo, 2018: 28).

2) Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Non-Litigasi)

Penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal adanya Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolutin (ADR), yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS, yang berbunyi sebagai berikut: “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.” APS ini pada dasarnya merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang didasarkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa (Gunawan Wijaya, 2005: 1).

APS ini juga dinilai jauh lebih efektif dan efisien dikarenakan dapat mengatasi penumpukan perkara yang ada di pengadilan dan Mahkamah Agung. Berkembangnya berbagai cara penyelesaian sengketa (settlement method) di luar pengadilan, yang dikenal dengan APS ini telah ada dalam beberapa macam, seperti (Yahya Harahap, 2009: 236):

(1) Arbitrase

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menjelaskan bahwa, “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh paa pihak yang bersengketa”. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk

(21)

menghindari penyelesaian sengketa melalui peradilan.Adapun macam-macam arbitrase adalah Arbitrase Ad-Hoc, dan Arbitrase Institusional. Arbitrase Ad-hoc adalah Arbitrase yang di bentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu, atau dengan kata lain arbitrase Ad-Hoc bersifat insidentil. Arbitrase Institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga di sebut Permanent Arbitral Body. Arbitrase institutional ini sengaja didirikan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan. Arbitrase ini merupakan wadah yang sengaja didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian (Moh. Sandi, 2017: 6).

(2) Negosiasi

Menurut Ficher dan Ury, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda (Nurnaningsih Amriani, 2012: 23). Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Susanti Adi Nugroho bahwa, negosiasi ialah proses tawar- menawar untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak (Susanti Adi Nugroho: 2009: 21).

(3) Konsiliasi

Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih pasif dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para pihak.

Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator

(22)

akan menjadi resolution (Nurnaningsih Amriani, 2012: 34).

(4) Mediasi

Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu mediator. Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi (compromise) diantara para pihak, sedang pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong (helper) dan fasilitator. APS memiliki badan tersendiri untuk menyelesaikan sengketanya, seperti:

(1) Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI),

(2) Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI), (3) Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS),

(4) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),

(5) Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI),

(6) Badan Mediasi Indonesia (BaMI), (7) Pusat Mediasi Nasional (PMN), dan

(8) Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia (PAMI) Sengketa bisnis global dapat diselesaikan via lembaga APS internasional, seperti:

(a) American Arbitration Assoiation (AAA), (b) Stockholm Chamber of Commerce (SCC), (c) Association Francaise d’Arbitrage (AFA), (d) Beijing Arbitration Commission (BAC).

(e) Cairo Regional Centre for Intenational Commercial Arbitration (CRCICA),

(f) Singapore International Arbitration Centre (SIAC), (g) International Chamber of Commerce (ICC),

(h) International Centre for Settlement of Investment Disputes

(23)

(ICSID)

(i) Japan Commercial Arbitration Association (JCAA), (j) Netherlands Arbitration Institute (NAI),

(k) Korean Commercial Arbitration Board (KCAB)

(l) Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA),

(m) Philippines Dispute Resolution Centre (PDRC)

(n) Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC), dan (o) Foundation for International Commercial Arbitration and

Alternative Dispute Resolution (SICA-FICA)

Masih banyaknya kasus pelanggaran Hak Cipta terhdaap materi Stand Up Comedy membuat Penyelesaian sengketa begitu penting.

Karena di dalam praktiknya masih banyak Komika yang bingung harus berbuat apa ketika mereka sadar bahwa hak cipta mereka telah dilanggar.

(24)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

Hak cipta adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau penerima hak atas suatu hasil karya atau produk yang mereka buat untuk dipublikasikan dengan tujuan melindungi karya atau produk tersebut baik dari segi ekonomi maupun moral. Di Indonesia Hak Cipta diatur dalam Undang-undang nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta disebutkan karya apa saja

Hak Cipta

Stand Up Comedy

Dicatatkan Tidak Dicatatkan

Diumumkan

Pencipta

Bukan Pencipta

Prinsip Deklaratif

Pelanggaran Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014

Perlindungan Hukum

Preventif Represif

(25)

yang dilindungi oleh hak cipta. Diantaranya pada pasal 40 ayat 1b di sebutkan bahwa Ceramah,Pidato dan Ciptaan Sejenis merupakan objek hak cipta yang wajib dilindungi.

Stand Up Comedy ialah komedi yang disampaikan secara monolog kepada penonton dalam memberikan pengamatan, pendapat, menceritakan pengalaman pribadi, mengutarakan keresahan, mengangkat kenyataan, memotret kehidupan sosial masayarakat dan menyuguhkannya dengan jenaka. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa Stand Up Comedy merupakan kategori ciptaan yang sejenis dengan Ceramah atau Pidato. Sehingga Stand Up Comedy seharusnya juga dilindungi oleh Hak Cipta.

Akan tetapi dunia Stand Up Comedy yang bersifat dinamis tidak memungkinkan untuk sebuah karya dapat dicatatkan kepada Dirjen HAKI, para komika selalu dituntut membuat narasi suatu materi secara terus menerus tanpa sempat mengurus pencatatan hak cipta. Walaupun begitu materi Stand Up Comedy sebenarnya tetap mendapatkan perlindungan jika materi tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk nyata dan sudah diumumkan ke publik. Karena pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Hak CIpta disebutkan bahwa Hak Cipta menggunakan Prinsip Deklaratif.

Prinsip deklaratif yang terdapat dalam penjelasan pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Hak Cipta tersebut merupakan suatu doktrin yang digunakan untuk memproteksi hak cipta yaitu suatu ciptaan sudah mendapatkan perlindungan hukum sejak ciptaan tersebut selesai dibuat, dan dapat diketahui, didengar, dilihat oleh pihak lain (first to publish) yang menimbulkan kepemilikan hak bagi pencipta ataupun pemegang hak cipta. Dalam arti luas ketentuan kepemilikan suatu ciptaan tidak ditentukan oleh adanya regristrasi, karena suatu karya cipta tersebut sudah mendapatkan perlindungan sejak pertama kali diumumkan. Kurangnya pemahaman terhadap hal tersebut mengakibatkan banyak terjadinya pelanggaran Hak Cipta terhadap materi Stand Up Comedy, seperti plagiasi materi, modifikasi materi dan membawakan materi tanpa ijin pemilik hak cipta dan/atau pemegang hak cipta untuk tujuan komersil.

(26)

Oleh karena itu perlindungan hukum harus diberikan kepada pencipta dan/atau pemegang hak cipta materi Stand Up Comedy, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang

$esuai dengan standard “American Society for Testing and Materials”,  pengukuran kadar air agregat halus dan kasar dalam keadaan $$ maupun keadaan asli

Di dalam aljabar linear invers suatu matriks merupakan hal yang sering dibicarakan dalam menyelesaikan sistem persamaan linear, yang sudah dinyatakan dalam bentuk

Variabel Niat Keperilakuan (NK) memiliki pengaruh positif terhadap Perilaku Menggunakan (PM), artinya semakin tinggi Niat Keperilakuan (NK) maka akibatnya akan

Untuk tujuan ini, baik Fakultas maupun Sekolah menyediakan sumber daya akademik maupuan sumber daya pendukung akademik (laboratorium, studio, perpustakaan), bukan

Guru B mampu menyusun penilaian tes uraian sebesar 55% dan penilaian proyek dengan kemampuan penyusunan 25%, sedangkan penilaian yang belum mampu disusun dalam

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa melalui penggunaan media pop up book pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Boyolali

Marlina (2011) melakukan penelitian dengan judul pengaruh range of motion terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik di ruang saraf RSUD DR Zainoel