8
Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN DATA
2.1. Data Fisik
2.1.1. Tapak Luar Bangunan
Lokasi tapak: Jl. Arjuna II no. 1 Salatiga
Gambar 2.1. Tapak Luar Sumber: Google Earth (2011) Batas-batas tapak:
Utara : rumah tetangga Timur : tanah kosong Selatan : tanah kavling
Barat : Jl. Arjuna II Salatiga
9
Universitas Kristen Petra
2.1.2. Tapak Dalam Bangunan
Gambar 2.2. Denah Perancangan
Sumber: Panti Wreda Yayasan Maria Martha (2011) Luas bangunan yang akan dirancang adalah ±1.041 m2.
Struktur dan konstruksi bangunan : beton bertulang
Lantai : keramik putih 30 x 30 cm
Plafon : gypsum, finishing cat
Dinding : bata plester, finishing cat
WC : kloset duduk
Listrik : PLN
10
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.3. Tampak Depan Bangunan
Gambar 2.4. Kamar tidur
Kamar tidur dibedakan menjadi beberapa kelas berdasarkan harganya.
Kamar yang berada di depan dan memperoleh pencahayaan dan penghawaan paling baik harganya lebih mahal.
Kamar mandi berukuran 2 x 1,5 m dengan bak mandi dan kloset duduk.
11
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.5. Kamar mandi
Di tengah-tengah bangunan terdapat lahan kosong yang ditumbuhi banyak tanaman yang baik untuk membantu pertukaran karbondioksida dengan oksigen.
Pada lahan kosong ini akan dibangun bangunan tambahan, yaitu pendopo terbuka untuk area berkumpul para penghuni panti dan beberapa kamar tambahan.
Gambar 2.6. Lahan yang akan dibangun
Ruang makan digunakan untuk makan bersama para penghuni panti. Meja dan kursi yang tersedia hanya sedikit karena beberapa penghuni panti memilih makan di dalam kamar mereka masing-masing karena alasan kesehatan yang tidak memungkinkan mereka untuk makan di ruang makan. Ruang makan ini juga dijadikan tempat untuk menonton TV selain di ruang tamu.
12
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.7. Ruang makan
Ruang tamu digunakan untuk menerima tamu atau keluarga yang datang berkunjung, dan kadang-kadang dijadikan tempat untuk berkumpul para penghuni panti. Perabot yang ada adalah sofa, meja, kabinet, dan rak TV.
Gambar 2.8. Ruang tamu
Ruang kebaktian digunakan setiap hari Minggu. Tidak semua lansia mengikuti kebaktian yang diadakan karena tidak semua penghuni panti beragama Kristen/Katolik dan juga beberapa penghuni panti tidak mampu mengikuti karena alasan kesehatan.
13
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.9. Ruang kebaktian
Ruang periksa/klinik digunakan setiap hari Selasa saat dokter datang atau digunakan saat ada lansia yang kesehatannya terganggu. Di ruang ini terdapat suster yang siap membantu. Perabot yang ada di ruangan ini adalah tempat tidur, meja dan kursi konsultasi, sementara kursi roda dan peralatan pendukung lainnya diletakkan di ujung ruangan dengan diberi penyekat dinding partisi.
Gambar 2.10. Ruang periksa/klinik
2.2. Data Non-Fisik
2.2.1. Panti Wreda Maria Martha A. Sejarah Berdiri
Kerinduan untuk membangun rumah orang tua sekitar tahun 1974 baru akan terwujud pada tanggal 21 Oktober 1991 dengan didapatnya tanah di Jl.
Semeru 4 seluas 340 m2, namun Tuhan berkehendak lain, karena warga sekitar jalan itu menolak adanya rencana pembangunan rumah orang tua tersebut.
14
Universitas Kristen Petra
Namun kegagalan ini tidak membuat patah semangat untuk membangun rumah orang tua. Dengan tetap bertekun dalam doa dan usaha, Tuhan memberikan tanah di Jl. Arjuna II no. 1, Salatiga seluas 2.446 m2 yang bersertifikat HM No.
665.
Pada tanggal 15 Mei 1993, Yayasan Maria Martha dibentuk Majelis GKI Karangsaru dengan Akta Notaris Andhy Mulyono, SH. Peletakan batu pertama pembangunan tahap kesatu dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1993 seluas 260 m2.
Pada tanggal 1 Oktober 1994 pembangunan tahap pertama ini diresmikan bersamaan dengan Peringatan Hari Orang Tua Sedunia.
Pembangunan tahap kedua juga segera dimulai pada bulan Maret 1995 dengan luas 170 m2.
Adapun Beliau-beliau yang telah merintis pembangunan tersebut adalah:
Penasehat : Bp. Budi Suyanto, SH Ketua 1 : Alm. Pdt. Zacharia WS Ketua 2 : Ny. Dwi Agustina S. H.
Penulis 1 : Josianto Boediono Penulis 2 : Elilestio Wibowo Bendahara 1 : Ny. Tinningsih Soewito Bendahara 2 : Ny. Herawati Widjaja Komisaris : 1. Drs. J. Soesanto
1. Ny. Eddy Santoso 2. Ny. Bertien R. Susetya
Saat ini kapasitas panti sebanyak 30 orang dengan rincian: 13 orang penghuni kamar dan 17 orang penghuni zaal.
Sebagaimana kebutuhan manusia pada umumnya, penghuni panti akan menikmati 3 kali makan dan 2 kali makanan kecil, serta pemeriksaan dokter yang dilaksanakan setiap minggu, kontribusi yang ditetapkan yayasan sejak bulan Oktober 2003 bervariasi mulai dari Rp 450.000,-, Rp 550.000,-, dan Rp 600.000,- sesuai dengan kamar atau zaal yang ditempati.
Panti Wreda saat ini dikelola oleh Bp. Budi Suyanto dengan dibantu beberapa tenaga perawat yang bertugas secara shift selama 24 jam sehari, dan
15
Universitas Kristen Petra
beberapa orang lainnya bertugas sebagai juru masak, tukang cuci, dan tukang kebun.
B. Visi dan Misi Visi:
Mengejawantahkan kasih Tuhan Yesus melalui pelayanan dan perhatian kepada kaum lanjut usia.
Misi:
Memberikan pelayanan kepada para lanjut usia agar dalam kelemahan fisiknya tetap merasa diperhatikan dan dikasihi.
C. Struktur Organisasi
Penasehat : Pdt. Yohanes Lie, STh, M.Min Budi Suyanto, SH
Ketua 1 : Ny. Tinningsih Soewito Ketua 2 : Ny. Herawati Widjaja Penulis 1 : Budi Haryanto
Penulis 2 : Elilestio Wibowo Bendahara 1 : Josianto Boediono
Bendahara 2 : Abdiel Budi Santoso, MA Komisaris : Ny. Bertien R. Susetya
Drs. J. Soesanto Kristianto Sutandi
16
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.11. Struktur Organisasi Panti Wreda Maria Martha Sumber: Dokumen Panti Wreda Maria Martha
D. Fasilitas dan Keanggotaan Fasilitas:
Kamar tidur pribadi
Makan 3 kali sehari dan snack 2 kali sehari
Pemeriksaan dokter tiap 1 minggu sekali
Kebaktian pagi setiap hari Minggu
Perawatan khusus apabila sakit (Suster) Keanggotaan Panti Wreda Yayasan Maria Martha:
Mampu menolong diri sendiri, seperti makan, mandi, dan lain-lain.
Tidak memiliki penyakit menular dengan membawa surat keterangan dokter.
Pihak penanggung jawab bersedia menandatangani persyaratan dan pernyataan.
Penasehat
Operasional Bendahara 1
Bendahara 2 Penulis 1
Penulis 2
Ketua 2 Ketua 1
Pengurus Panti
Housekeeping Dapur Sekuriti
Kesehatan
17
Universitas Kristen Petra
2.2.2. Data Pengguna
a. Jumlah penghuni panti: 23 orang nenek, 1 orang kakek Rentang usia para penghuni panti di atas 60 tahun.
Sebagian besar penghuni panti tidak memiliki anak atau tidak menikah sehingga mereka dirawat di panti wreda dan dibiayai oleh kerabat yang masih dimiliki atau oleh Gereja.
b. Jumlah karyawan: 10 orang 1. Pengurus panti
- Mengawasi jalannya kegiatan operasional panti wreda
- Menerima dan memeriksa laporan dari tiap-tiap bagian di bawahnya - Bekerjasama dengan karyawan lain dalam pelaksanaan operasional
panti wreda 2. Staff kesehatan
- Memeriksa dan merawat apabila ada penghuni panti yang sakit
- Membantu memandikan atau menyuapi penghuni panti yang memiliki keterbatasan fisik
3. Staff dapur
- Menyiapkan makanan untuk penghuni panti
- Berbelanja dan mengatur persediaan makanan dan peralatan dapur - Bekerjasama dengan karyawan lain dalam pelaksanaan operasional
panti wreda 4. Staff sekuriti
- Menjaga keamanan panti
- Menerima tamu yang datang berkunjung ke panti
- Bekerjasama dengan karyawan lain dalam pelaksanaan operasional panti wreda
5. Housekeeping
- Menjaga kebersihan panti - Mencuci pakaian penghuni panti
- Bekerjasama dengan karyawan lain dalam pelaksanaan operasional panti wreda
18
Universitas Kristen Petra
2.2.3. Pola Sirkulasi Pengguna a. Pengurus Panti
Gambar 2.12. Pola Sirkulasi Pengurus Panti
b. Staff Kesehatan
Gambar 2.13. Pola Sirkulasi Staff Kesehatan
c. Staff Dapur
`
Gambar 2.14. Pola Sirkulasi Staff Dapur Datang
Kamar mandi
Ruang karyawan Ruang makan
Pulang
Datang Klinik
Ruang makan
Pulang Kamar mandi
Ruang karyawan
Kamar penghuni
Ruang makan
Pulang Kamar mandi
Datang Pasar Dapur
Ruang karyawan
19
Universitas Kristen Petra
d. Housekeeping
Gambar 2.15. Pola Sirkulasi Housekeeping
e. Penghuni Panti
Gambar 2.16. Pola Sirkulasi Penghuni Panti
f. Tamu
Gambar 2.17. Pola Sirkulasi Tamu
2.3. Data Literatur 2.3.1. Keadaan Manula
Para manula memiliki waktu yang lebih senggang dan santai dibandingkan ketika usia mereka masih produktif. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih sederhana dan biasanya mereka lebih banyak melakukan kegiatan spiritual dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka berupaya mencapai
Datang
Kamar mandi Ruang servis
Ruang makan
Pulang
Ruang tamu
Ruang karyawan Kamar tidur
Kamar tidur Ruang makan Kamar mandi
Ruang kegiatan Ruang kebaktian
Datang
Kamar mandi Ruang tamu
Pulang
20
Universitas Kristen Petra
kedamaian hati secara rohani dan jasmani melalui kegiatan-kegiatan hening dan rileks serta jauh dari kebisingan duniawi.
Para lanjut usia ini sering dikunjungi orang (keluarga/tamu) dan mereka senang bila ada yang mengunjunginya, namun ada saat-saat tertentu mereka tidak ingin dikunjungi orang lain selain keluarga. Para manula suka sekali melihat-lihat jalan, pemandangan yang indah, orang-orang, terutama anak kecil karena dianggap sebagai cucu mereka.
Peralatan bantu untuk orang lanjut usia, terdiri dari:
a. Walker (kurungan jalan).
b. Kwadipot (tongkat kaki empat).
c. Kursi roda.
d. Brandcard (tempat tidur dorong).
e. Tempat tidur yang dapat diatur kemiringannya dan didorong.
A. Tingkatan Mengenai Ketuaan 1. Tingkatan Ketuaan
a. Tingkatan menjadi tua
Tingkatan menjadi tua, dibagi menjadi:
- Pertumbuhan - Kedewasaan - Menjadi tua - Masa tua
b. Dari menjadi tua hingga masa tua
Dari menjadi tua hingga masa tua, dibagi menjadi:
- Masa usia dini lanjut
Membentang dari usia 40-50 tahun.
- Masa usia madya lanjut
Membentang dari usia 50-60 tahun.
- Masa usia lanjut dini
Berkisar antara 60-70 tahun.
- Masa usia lanjut
21
Universitas Kristen Petra
Mulai dari usia 70 tahun hingga akhir kehidupan seseorang.
(Suwandi, 1992)
2. Pengelompokan Orang Lanjut Usia Para lanjut usia dikelompokkan menjadi:
a. Orang lanjut usia yang masih sehat dan produktif, tak memerlukan perawatan dan dapat mengurus diri sendiri.
b. Orang lanjut usia yang mengalami kondisi fisik yang lemah/sakit karena proses ketuaan, sehingga memerlukan pelayanan dan perawatan khusus.
(Suwandi, 1992)
3. Pembagian Umur Usia Lanjut menurut WHO
Pembagian umur yang dipakai patokan oleh WHO (World Health Organization) mengenai usia lanjut:
a. Umur Pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Usia Lanjut (elderly), antara 60-74 tahun.
c. Tua (old), antara 75-90 tahun.
d. Sangat Tua (very old), di atas 90 tahun
B. Penyebab Orang Menjadi Tua
Bila pada awal kehidupan manusia, perubahan dari satu tahap ke tahap yang lain bersifat evolusional yang berarti seseorang selalu menuju tahapan yang lebih sempurna baik kematangan emosional maupun kesempurnaan fungsional organ-organ tubuh, maka pada tahapan kehidupan lansia justru terjadi kemunduran sesuai dengan hukum alam, perubahan ini umum dikenal sebagai istilah ‘menua’ (proses penuaan). Seiring perjalanan usia, proses penuaan pun terus berlangsung, tubuh akan mengalami perubahan-perubahan yang menyebabkan degradasi jaringan dengan fungsi organ tubuh mengalami kemunduran baik fisik maupun mental.
C. Keadaan Manula
1. Ciri dan Keadaan Individu
22
Universitas Kristen Petra
a. Ciri Usia Lanjut
Manusia mempunyai sifat tidak pernah statis. Setelah memasuki masa kedewasaan manusia tidak mengalami perubahan secaran konstan dan evolusional lagi, pada masa ini umumnya disebut dengan istilah ‘menua’. Usia lanjut tersebut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk.
b. Keadaan Individu
Setelah manusia memasuki masa tua, manusia banyak mengalami masalah kejiwaan yang umumnya berhubungan erat dengan masa-masa sebelumnya.
Adanya gangguan-gangguan inilah yang menyebabkan munculnya sikap, antara lain:
- Sifat kekanak-kanakan yang muncul seiring dengan usia yang semakin bertambah (minta diperhatikan, dilayani lebih).
- Perasaan rendah diri/tidak berguna/ hanya sebagai pengganggu, jika tidak mendapat perhatian yang diinginkan sehingga mereka menjadi sendu, murung, tawar hati, putus asa, dan lain-lain.
- Rasa bangga bahwa para lansia merasa lebih berpengalaman dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
- Para lansia butuh teman bicara yang mengerti mereka, sepenanggungan, cocok, dan sedunia dengan mereka (seusia dengan mereka).
- Kondisi tubuh yang mulai menurun, mudah terserang penyakit.
- Kepikunan, hal ini berdampak pada perilaku yang aneh-aneh, seperti suka mengumpulkan barang antik (aneh), suka marah.
Kemunduran akan semakin banyak dirasakan saat menjadi tua, tetapi sensitivitas emosional seseorang akan semakin meningkat dalam proses menua, yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah pada masa menua.
(Suwandi, 1992)
c. Kepribadian Lanjut Usia
Kepribadian atau personality berasal dari kata ‘persona’ yang berarti masker atau topeng, maksudnya apa yang tampak secara lahir tidak selalu
23
Universitas Kristen Petra
menggambarkan yang sesungguhnya. Kepribadian adalah corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Perkembangan kepribadian bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya.
Beberapa tipe kepribadian lansia, antara lain:
- Tipe Kepribadian Konstruktif (Constructive Personality)
Orang berkepribadian tipe ini umumnya mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan dan pola kehidupannya. Pada masa dewasa mempunyai rasa toleransi yang tinggi, sabar, bertanggung jawab dan fleksibel, sehingga dalam menghadapi tantangan dan gejolak selalu dihadapi dengan kepala dingin dan sikap yang mantap. Pada masa lanjut usia, lansia dengan tipe kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada masa pensiun ia dapat menerima dengan suka rela dan tidak menjadikannya sebagai suatu masalah.
- Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality)
Orang bertipe kepribadian ini sejak muda dikenal sebagai orang yang aktif dan dinamis dalam pergaulan sosial, senang menolong orang lain, memiliki penyesuaian diri yang cepat dan baik, banyak memiliki kawan dekat namun sering menolak pertolongan atau bantuan orang lain.
- Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality)
Tipe ini ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja, dan masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau orang lain.
- Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality)
Tipe kepribadian ini adalah tipe yang tidak disenangi orang karena perilakunya cenderung sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semaunya sendiri, dan sebagainya. Orang bertipe kepribadian ini takur menghadapi masa tua sehingga mereka berupaya agar tetap awet muda.
Mereka juga takut kehilangan kekuasaan, pensiun, dan paling takut akan
24
Universitas Kristen Petra
kematian. Biasanya pada masa lansia orang-orang dengan tipe ini terlihat menjadi rakus, tamak, emosional, dan tidak puas dengan kehidupannya.
- Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality)
Tipe kepribadian ini ditandai dengan adanya sifat-sifat yang sering menyesali diri dan mengkritik dirinya sendiri.
2. Pemicu Proses Penuaan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang menjadi tua, antara lain:
a. Faktor genetika
Faktor genetika merupakan faktor bawaan (keturunan) yang berbeda pada tiap individu yang mempengaruhi perbedaan efek menua pada setiap individu, seperti seseorang yang mempunyai bawaan penuaan dini, keturunan mengidap penyakit tertentu, perbedaan tingkat intelegensia, warna kulit, tipe, atau kepribadian.
b. Faktor lingkungan dan gaya hidup
Faktor ini terkait dengan diet dan asupan gizi, kebiasaan merokok, minum alkohol, kafein, tingkat polusi, pendidikan, pendapatan, obat-obatan, penyinaran sinar ultra violet, dan sebagainya. Selain itu, sikap lingkungan sosial budaya juga banyak mempengaruhi kondisi kesehatan lansia.
c. Faktor endogenik
Terkait dengan proses penuaan, yaitu perusakan sel yang berjalan seiring perjalanan waktu. Terjadi perubahan-perubahan pada lansia seperti perubahan struktural dan penurunan fungsional, kemampuan, daya adaptasi kulit untuk mensintesis vitamin D.
3. Kemunduran yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya usia, seseorang akan semakin berkembang mencapai puncaknya. Namun setelah mencapai masa puncak atau masa dewasa,
25
Universitas Kristen Petra
seseorang akan mengalami beberapa kemunduran. Setelah menjadi lansia kemunduran yang dialami, antara lain:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Beberapa kemunduran organ tubuh yang terjadi pada lansia, antara lain:
- Kulit kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis lagi.
Dengan demikian fungsi kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap masuknya kuman terganggu.
- Rambut rontok, warna menjadi putih, kering, dan tidak mengkilat. Ini berkaitan dengan perubahan degeneratif kulit.
- Otot jumlah sel otot berkurang, ukurannya antrofi, sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun, kekuatannya berkurang.
- Jantung dan pembuluh darah pada manusia usia lanjut kekuatan mesin pompa jantung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting khusus yang di jantung dan otak mengalami kekakuan. Lapisan intim menjadi kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi, dan lain-lain yang memudahkan timbulnya penggumpalan darah dan thrombosis.
- Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) dalam tulang menurun, akibatnya tulang menjadi keropos (osteoporosis) dan mudah patah.
- Seks produksi hormon seks pada pria dan wanita menurun dengan bertambahnya umur.
Tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan jika menghadapi pasien khususnya yang mengalami kemunduran otak adalah sebagai berikut:
- Terapi obat dengan pengawasan dokter - Terapi non obat
Intervensi lingkungan, intervensi perilaku, dan intervensi psikologis.
- Terapi lainnya
Aktivitas keagamaan dan mengembangkan hoby yang ada seperti melukis, memasak, main musik, berkebun, fotografi.
26
Universitas Kristen Petra
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik, seperti:
- Gangguan jantung
- Gangguan metabolisme, misalnya diabetes mellitus - Vaginitis
- Baru selesai operasi, misalnya prostatektomi
- Kekurangan gizi karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
- Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, dan tranquilizer
- Faktor psikologis yang menyertai lansia
c. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, dan koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.
d. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera penglihatan, pendengaran, gerak fisik, dan sebagainya muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia, misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas agar mereka tidak merasa terasing atau diasingkan.
4. Beberapa Aspek yang Mempengaruhi Kehidupan Manula a. Kesehatan
27
Universitas Kristen Petra
- Aspek Mental
Lambat laun semua manusia akan mengalami dan menuju ke suatu proses menjadi tua. Dalam penyesuaian diri menjadi tua terdapat bermacam-macam cara beradaptasi antar individu, antara lain regresi (kekanak-kanakan, ingin selalu dirawat dan diperhatikan), depresi (menyalahkan diri sendiri, pikiran), rasa takut, berdiam diri, kecurigaan yang bertambah (terutama pada lansia yang hidup menyendiri), perasaan tidak menerima (overcompensation), memaksakan kehendak. Perasaan menerima keadaan ini adalah sikap yang tepat untuk kemudian bertindak positif sesuai dengan situasi dan kondisi.
- Aspek Jasmani
Gangguan kesehatan pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan mobilitas karena proses degenerasi sendi dan otot, serta gangguan jantung/pembuluh darah.
b. Psikososial
Kesepian merupakan faktor psikososial yang utama. Hidup dekat dengan Tuhan, lebih banyak beribadah, melakukan kegiatan sosial, serta aktif dalam organisasi akan mengurangi faktor kesepian tersebut.
c. Material/finansial
Keadaan material/finansial dan keluarga sangat menentukan kehidupan mereka di masa tua. Bila material/finansial mencukupi dan keluarga sejahtera maka kehidupan mereka di masa tua akan lebih terjamin daripada yang kemampuan materialnya kurang mencukupi dan memiliki keluarga yang sejahtera.
5. Membenahi Mental Manula a. Cara Membenahi Mental Manula
Membenahi mental manula dengan cara berikut:
- Bersikap positif pada diri dan lingkungan - Memiliki kebebasan dan keterbukaan
28
Universitas Kristen Petra
- Menekuni hobi
- Mencari teman baru dan belajar menjadi pendengar yang baik
b. Menyiasati faktor sosial
- Membuat diri sendiri diperlukan oleh lingkungan dan keluarga.
- Bekerja menjadi seseorang yang dibutuhkan oleh orang lain.
- Berusaha memiliki peran dalam masyarakat sesuai dengan kemampuan diri.
- Meningkatkan hubungan baik dengan orang lain dan diri sendiri.
- Mengetahui kesalahan yang dimiliki dan memaafkan diri sendiri.
- Menyeimbangkan perilaku dengan orang lain.
c. Meningkatkan Faktor Spiritual
Meningkatkan faktor spiritual berguna dalam rangka menyelesaikan permasalahan hidup yang tidak dapat diselesaikan secara medis. Peran spiritual dalam diri seseorang sangat berarti dalam menghilangkan rasa was-was, cemburu, rasa bersalah, dan rasa takut. Faktor spiritual mampu menyelesaikan permasalahan hidup yang terkadang tidak terbatas pada penyelesaian masalah spiritual saja, tetapi juga masalah kesehatan mental dan sosial.
D. Panti Jompo
Panti jompo sering juga disebut dengan panti wreda adalah pelayanan untuk orang jompo yang tidak memiliki keluarga dan terlantar maupun orang jompo yang memerlukan perhatian lebih karena keluarganya kurang memperhatikannya. Panti jompo ini bertujuan memberikan penghidupan yang layak dengan memberikan perawatan dan perhatian yang holistik (segi psikologis, spiritual, sosial, dan fisik) dalam sisa hidupnya.
Panti jompo umumnya terdiri dari 3 bagian utama:
1. Rumah panti jompo
Merupakan tempat yang terpisah, di sini para lanjut usia melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rumah panti jompo berbentuk ruang dengan fasilitas lengkap seperti berada di hotel.
29
Universitas Kristen Petra
2. Asrama untuk para lanjut usia
Ruang-ruang yang dilengkapi dengan perlengkapan untuk tempat tinggal dan perlengkapan pengobatan. Asrama ini memiliki peraturan yang ketat.
3. Rumah perawatan lanjut usia
Melayani perawatan, pengobatan, dan penanganan untuk penderita yang kronis dan juga melayani kebutuhan perawatan bagi masyarakat lain.
Menurut pembentukannya panti jompo ini memiliki dua bentuk, yaitu:
1. Panti Jompo Pemerintah
Panti jompo ini didirikan oleh pemerintah. Ciri-ciri panti jompo ini, antara lain:
- Kecenderungan 100% sosial (tidak mengejar profit).
- Umumnya tidak dinaungi suatu agama tertentu.
- Sasarannya bagi mereka yang benar-benar tidak punya keluarga dan terlantar.
2. Panti Jompo Swasta
Didirikan oleh perseorangan atau perkumpulan tertentu dengan bentuk yayasan. Panti jompo ini memiliki ciri:
- Mengejar profit dengan pengenaan biaya tertentu. Namun dalam hal ini keuntungan yang didapat digunakan untuk menjalankan panti ini, membiayai lansia yang tidak mampu dari segi ekonomi, dan disalurkan ke panti lain.
- Umumnya dinaungi suatu agama tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arahan yang lebih tepat pada lansia.
- Sasaran utamanya adalah lansia dari keluarga mampu atau menengah ke atas.
2.3.2. Universal Desain A. Pengertian
Universal desain adalah desain produk dan lingkungan yang dapat digunakan oleh semua orang, hingga tingkat atau batas yang paling luas, tanpa perlu adaptasi atau desain khusus.
30
Universitas Kristen Petra
(Jordan, 2008)
B. Prinsip-prinsip Universal Desain
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam universal desain dikembangkan di bawah arahan Center for Universal Design yang terdiri dari sekelompok ahli.
Prinsip-prinsip tersebut, antara lain:
a. Penggunaan yang Adil atau Sama Rata (Equitable Use)
Desain digunakan untuk semua orang tanpa terkecuali, tanpa perlu adanya tambahan untuk pengguna tertentu.
b. Fleksibel (Flexibility in Use)
Desain menyesuaikan dengan kemampuan dan kecenderungan pengguna.
Desain yang fleksibel memenuhi kebutuhan penggunanya yang kidal atau tangan kanan, misalnya.
c. Penggunaan Sederhana dan Mudah Dipahami (Simple and Intuitive Use) Desain mudah dimengerti oleh semua orang dan mudah digunakan.
d. Informasi Jelas (Perceptible Information)
Informasi diperlukan dalam membedakan atau menggunakan desain dan harus tersampaikan secara jelas.
e. Toleransi Kesalahan (Tolerance for Error)
Desain mampu mencegah terjadinya kecelakaan dan meminimalkan bahaya dengan melindungi elemen berbahaya, menyediakan peringatan, dan menggabungkan fitur yang mudah.
f. Usaha Fisik Rendah (Low Physical Effort)
Desain dapat digunakan dengan efisien, nyaman, dan dengan usaha yang minimum.
g. Pendekatan dan Penggunaan Ukuran dan Jarak (Size dan Space for Approach and Use)
Desain menggabungkan ukuran dan jarak yang diperlukan setiap pengguna untuk beraktivitas dengan baik, tanpa memandang ukuran, postur, dan mobilitas tubuh.
(Dobkin, 1999)
31
Universitas Kristen Petra
C. Esensi Universal Desain
Dalam menciptakan desain yang mudah dan aman untuk digunakan, desain harus mencakup komponen universal desain berikut ini:
- Minimal memiliki 1 pintu masuk / entrance yang tidak berundak - Ambang pintu yang datar atau sangat rendah pada pintu
- Ruang terbuka dengan pintu, hall, dan jalan yang lebar - Minimal 1.5 m – diameter jarak untuk berputar
- Jika bangunan memiliki tingkat lebih dari satu, tangga harus rendah dan dalam dengan handrail di kedua sisi; dan jika mungkin menyediakan elevator atau ruang untuk elevator
- Saklar yang lebih rendah dari standard dan stop kontak yang lebih tinggi dari standar
- Hardware pintu, keran, dan laci yang mudah digenggam
- Peralatan didesain dan diletakkan untuk penggunaan yang nyaman dari posisi berdiri atau duduk
- Kontrol peralatan dan sistem lain mudah diraih, dilihat, dipahami, dan dioperasikan
- Banyak cahaya di dalam bangunan, termasuk pencahayaan alami, ambient lighting, dan task lighting
- Jendela yang mudah dioperasikan
- Counter yang luas di dapur, kamar mandi, atau di mana saja dengan tabletop.
- Area kerja dengan berbagai ketinggian yang dapat diakses oleh siapa saja.
- Area shower yang luas dengan jalan masuk yang lebar dan mudah diakses - Toilet setinggi tempat duduk
- Pegangan tangan di kamar mandi dan di mana saja - Tempat penyimpanan yang mudah dicapai
- Lantai halus, kuat, dan anti licin
- Sistem, material, dan finishing yang mudah perawatannya (Dobkin, 1999)
32
Universitas Kristen Petra
D. Dimensi Standard
- Bukaan pintu lebar (81.3 cm – 86.4 cm)
- Counter dapur dengan berbagai ketinggian (71.1 cm – 86.4 cm)
- Menyediakan ruang untuk kaki (legroom) pada dapur, kamar mandi, dan area-area menggunakan counter
Gambar 2.18. Dimensi Standard Ruang untuk Legroom
Sumber: Universal Design for the Home: Great Looking, Great Living Design for All Ages, Abilities, and Circumstances (2008)
- Menyediakan ruang untuk toekick pada counter
Gambar 2.19. Dimensi Standard Ruang untuk Toekick pada Counter Sumber: Universal Design for the Home: Great Looking, Great Living Design for
All Ages, Abilities, and Circumstances (2008) - Tempat duduk dengan sandaran punggung
33
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.20. Dimensi Standard Tempat Duduk dengan Sandaran Punggung Sumber: Universal Design for the Home: Great Looking, Great Living Design for
All Ages, Abilities, and Circumstances (2008) - Stop kontak dan saklar mudah diraih
- Posisi grabbar atau pegangan tangan mudah diraih
Gambar 2.21. Dimensi Standard Posisi Stop Kontak, Saklar, dan Grabbar Sumber: Universal Design for the Home: Great Looking, Great Living Design for
All Ages, Abilities, and Circumstances (2008)
34
Universitas Kristen Petra
2.3.3. Kriteria Tentang Perancangan Panti Wreda A. Lantai
1. Penggunaan bahan yang halus tetapi tidak licin sangat dianjurkan seperti vinyl dan karpet.
2. Penggunaan vinyl lebih efektif, karena vinyl mengandung seperti biji yang tertanam pada permukaannya yang dapat mengecilkan kemungkinan untuk jatuh selain itu perawatannya mudah dan mampu meredam suara.
3. Karpet yang digunakan adalah Low Pile Carpet dimana karpet yang berserat rendah dapat sedikit menyerap energi, sehingga dapat mencegah jatuh dan jika menggunakan serat karpet yang terlalu tebal akan menyulitkan gerak (karpet tebal akan banyak menyerap energi pada saat berjalan) terutama untuk pergerakan kursi roda, selain itu juga dapat menyebabkan jatuh.
4. Penggunaan lantai keramik atau bahan yang licin sebaiknya dihindarkan.
5. Untuk pola lantai jangan menggunakan pola yang mixed colors karena akan membingungkan dan pola lantai yang bergelombang karena akan menimbulkan perasaan yang tidak seimbang.
B. Plafon
1. Penggunaan Accoustical Ceiling sangat dianjurkan, karena dapat mengurangi polusi suara.
2. Memperpendek plafon dapat memberikan kesan ruang yang lebih dekat, selain itu dapat mengurangi polusi suara.
C. Dinding
1. Pemilihan dinding yang bertekstur halus dapat mengurangi polusi suara.
2. Usahakan untuk menyediakan daerah-daerah terbuka (Open Air Spaces) D. Perabot
1. Ujung-ujung perabot sebaiknya melengkung atau tidak tajam untuk keamanan.
2. Kursi yang ringan dengan sandaran tangan dapat mudah untuk dipindahkan.
3. Pengadaan sandaran punggung yang cukup tinggi sangat dianjurkan untuk mencegah jatuh ke belakang saat akan berdiri sehabis duduk.
35
Universitas Kristen Petra
4. Sandaran tangan memiliki panjang sampai ujung kursi dengan permukaan yang rata dan nyaman untuk digenggam tangan.
5. Ketinggian duduk berkisar antara 43,18 – 45,72 cm dan lebar dudukan berkisar antara 45,72 – 48,26 cm, sehingga pada saat seseorang akan berdiri tidak akan menimbulkan tekanan berlebihan di belakang lutut.
6. Bagian bawah kursi yang terbuka dapat memudahkan kaki untuk bergerak pada saat berdiri.
7. Penggunaan pelapis kain atau bahan upholstery sangat dianjurkan, karena selain untuk kenyamanan dapat digunakan untuk meredam suara.
8. Sebaiknya hindarkan kursi yang bergelombang-gelombang, karena kurang aman.
E. Pencahayaan
1. Lampu fluorescent lebih jelas dan hemat energi daripada lampu halogen (lampu kuning)
2. Penerangan harus dimaksimalkan untuk menghindari daerah-daerah gelap/berbayang-bayang gelap.
3. Tombol lampu harus ada di setiap jalan masuk ke suatu ruangan.
4. Lampu malam dibutuhkan untuk menerangi ruangan bila seseorang memerlukan pencahayaan di ruangan itu.
5. Penggunaan tirai, kerai, vertical blinds, dan kaca berwarna dapat mengurangi silau.
F. Penghawaan
1. Penggunaan exhaust fan untuk pertukaran udara yang lebih baik.
2. AC bisa disediakan tetapi penggunaannya harus dikontrol karena kulit orang tua sangat sensitif. AC dapat menyebabkan kulit kering jika digunakan terlalu lama.
G. Warna
Warna dalam aplikasi desain cukup penting karena bias mempengaruhi efek psikologis serta kondisi mata para manula yang semakin tidak jelas dapat mempengaruhi pula persepsi dari warna yang ada.
36
Universitas Kristen Petra
1. Penggunaan warna-warna yang hangat dan akrab, seperti kuning, oranye, dan sawo matang, karena mata tua lebih bisa membedakan warna-warna hangat daripada warna-warna dingin.
2. Warna-warna hangat seperti kuning atau merah selain dapat menstimulasi aktivitas, juga dapat menarik perhatian jika digunakan pada ruang-ruang yang intensitas penerangannya rendah.
3. Warna-warna dingin seperti biru dan warna-warna netral seperti putih, krem dapat menimbulkan kesan yang relax, dapat digunakan untuk ruangan-ruangan yang membutuhkan ketenangan.
4. Warna-warna gelap seperti hitam terkesan mendekat, sedangkan warna terang terkesan menjauh.
5. Penggunaan warna yang berbeda seperti warna kontras akan memudahkan penglihatan dalam pembedaan bidang atau ruang.
6. Penggunaan warna-warna yang seragam sebaiknya digunakan untuk ruangan yang sejenis dan penggunaan warna berbeda untuk pembedaan ruang.
7. Kuning juga dapat untuk meningkatkan nafsu makan pada orang tua yang mulai menurun.
8. Sebaiknya dihindarkan penggunaan warna-warna monokromatis, karena warna tersebut akan mengaburkan pandangan, sulit untuk dibedakan.
H. Kontrol Kebisingan
Suara yang bising perlu dikondisikan dengan baik karena kebisingan bisa berdampak buruk dan terkejut yang berlebihan pada manula, hal ini bisa diatasi dengan cara-cara berikut:
1. Plafon akuistik, karpet, perabot perlu diperhatikan atau diatur agar dapat membantu mengurangi kebisingan.
2. Suara sebaiknya bagi para manula adalah dengan nada rendah (bass) karena mereka lebih mudah mendengar suara nada rendah daripada nada tinggi.
I. Pendukung Aktivitas
1. Menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami karena dapat membantu para manula dalam menjaga kesehatan.
37
Universitas Kristen Petra
2. Sebaiknya hindarkan penggunaan tangga.
3. Penggunaan ramp jangan terlalu banyak, jika ada sebaiknya kemiringan maksimum 5% - 8% dan sediakan area istirahat sepanjang kurang lebih 9 m.
4. Handrail dibutuhkan sebagai pegangan bagi para manula, terutama di koridor-koridor dengan diameter kurang lebih 3,81 cm dan 5,08 cm untuk pegangan tangan. Ketinggian handrail umumnya 81,28 cm yang dapat digunakan untuk orang cacat dan orang normal.
5. Koridor sebaiknya pendek, jika panjang maka diberi tempat duduk di lorong untuk istirahat jika dibutuhkan.
6. Pintu sebaiknya ringan dan tidak berat.
J. Petunjuk atau Tanda
1. Menggunakan warna, bentuk, dan tekstur yang berbeda untuk berbagai area yang berbeda, sehingga tiap ruang punya identitas yang berbeda, selain itu juga memudahkan para lansia untuk membedakan ruang.
2. Objek visual seperti artwork atau tanaman dapat digunakan untuk pembeda antara ruang yang satu dengan yang lain.
3. Menggunakan blinds, kerai, tirai, dll yang dapat dibuka tutup untuk jendela yang besar, supaya orang dari luar tidak dengan mudah mengamati hal-hal yang terjadi di dalam, karena orang tua cenderung lebih suka untuk mengamati daripada diamati.
4. Garis horizontal lebih efektif dibandingkan garis vertikal.
(Sumber: Resources for the Elderly: Designing Facilities and Creating Publications
http://www.providence.org/oregon/programs_and_services/center_on_aging/hous ing.htm)
38
Universitas Kristen Petra
K. Antropometri
Gambar 2.22. Dimensi Kursi Roda
Sumber: Human Dimension and Interior Space (1980)
Gambar 2.23. Alternatif Radius Putar Kursi Roda Sumber: Human Dimension and Interior Space (1980)
Gambar 2.24. Antropometrik Pemakai Kursi Roda Sumber: Human Dimension and Interior Space (1980)
39
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.25. Penopang dan Walker
Sumber: Human Dimension and Interior Space (1980)
Gambar 2.26. Tongkat
Sumber: Human Dimension and Interior Space (1980)
40
Universitas Kristen Petra
2.3. Data Tipologi
41
Universitas Kristen Petra
42
Universitas Kristen Petra
43
Universitas Kristen Petra
44
Universitas Kristen Petra
45
Universitas Kristen Petra