• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KECURANGAN AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA UKSW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KECURANGAN AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA UKSW"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KECURANGAN AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS

TEKNOLOGI INFORMASI PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA UKSW

OLEH

ASTRID MARISYA LOPPIES 80 2010 017

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2014

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

i

Abstrak

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Teknik Informatika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Teknik Informatika Universitas Kristen Satya Wacana angkatan tahun 2012. Sebanyak 70 Mahasiswa diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel insidental sampling.

Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data dengan metode skala, yaitu skala self-regulated learning dan skala kecurangan akademik. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) -0,137 dengan nilai signifikansi 0,129 (p < 0.05) yang berarti tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Teknik Infomatika angkatan 2012.

Kata Kunci : Self-Regulated learning, Kecurangan akademik

(10)

ii

Abstract

This research is a correlational study which aimed to determine the significance of the correlation between self-regulated learning with the academic cheating on the students tecnich information satya wacana christian university salatiga. The population in this study faculty tecnich information satya wacana christian university class of 2012. There are 70 students were taken as samples using insidental sampling technique. Research methods used in the data collection was scale, method using scales of self-regulated learning and academic cheating. Data analysis technique used was product moment of correlation technique. Analysis of data obtained from the coefficient of correlation was (r) -0,137 with 0,129 (p<0,05) which means that there is no significant negative relationship between self-regulated learning with academic cheating on Information Technology Student force in 2012.

Keywords : Self-Regulated learning, Academic cheating

(11)

i Abstrak

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Teknik Informatika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Teknik Informatika Universitas Kristen Satya Wacana angkatan tahun 2012. Sebanyak 70 Mahasiswa diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel insidental sampling.

Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data dengan metode skala, yaitu skala self-regulated learning dan skala kecurangan akademik. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) -0,137 dengan nilai signifikansi 0,129 (p < 0.05) yang berarti tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Teknik Infomatika angkatan 2012.

Kata Kunci : Self-Regulated learning, Kecurangan akademik

(12)

ii Abstract

This research is a correlational study which aimed to determine the significance of the correlation between self-regulated learning with the academic cheating on the students tecnich information satya wacana christian university salatiga. The population in this study faculty tecnich information satya wacana christian university class of 2012. There are 70 students were taken as samples using insidental sampling technique. Research methods used in the data collection was scale, method using scales of self-regulated learning and academic cheating. Data analysis technique used was product moment of correlation technique. Analysis of data obtained from the coefficient of correlation was (r) -0,137 with 0,129 (p<0,05) which means that there is no significant negative relationship between self-regulated learning with academic cheating on Information Technology Student force in 2012.

Keywords : Self-Regulated learning, Academic cheating

(13)

1

PENGANTAR

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan upaya yang bertujuan untuk dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri individu yang berlangsung seumur hidup sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Pengembangan potensi individu bukan hanya diperlukan oleh individu itu sendiri, melainkan juga diperlukan oleh masyarakat. Pendidikan individu dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan formal, non formal maupun informal. Salah satu tempat untuk mendapatkan pendidikan secara formal adalah perguruan tinggi yang merupakan pendidikan lanjutan bagi peserta didik setelah selesai menempuh pendidikan menengah atas (Kurniawan, 2013).

Peserta didik yang melanjutkan ke perguruan tinggi bukan dikenal dengan predikat siswa, melainkan mahasiswa. Mahasiswa adalah orang yang belajar (pelajar) di perguruan tinggi (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008). Hal ini dikarenakan mahasiswa diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di perguruan tinggi. Untuk itu mahasiswa dituntut untuk belajar lebih mandiri dan tidak hanya bergantung pada apa yang didapat dari pengajar.

Selain itu mahasiswa juga harus dapat mengerjakan tugas-tugas perkuliahan yang diberikan oleh pengajar (dosen) dengan membutuhkan pengaturan waktu belajar maupun mengerjakan tugas agar dapat diselesaikan dengan baik dan tepat. Namun terkadang mahasiswa mengalami kesulitan saat mengatur waktu untuk perkuliahan maupun dalam menyelesaikan tugas yang membuat mahasiswa tersebut memilih untuk berperilaku tidak jujur saat pelaksanaan ujian, yang tidak peduli apakah perilaku kecurangan tersebut merugikan atau tidak. Setiap kecurangan dalam menghadapi suatu tugas dan ujian dinamakan kecurangan akademik (Bintoro, dkk 2013).

(14)

2

Kecurangan adalah perbuatan tidak jujur dan melanggar peraturan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Kecurangan dapat terjadi di berbagai lingkungan, termasuk lingkungan akademik Hendricks, (dalam Riski, 2009) Kecurangan akademik (academic dishonesty) merupakan berbagai bentuk perilaku yang mendatangkan keuntungan bagi mahasiswa secara tidak jujur termasuk didalamnya mencontek, plagiarisme, mencuri, dan memalsukan sesuatu yang berhubungan dengan akademis.

Pada dasarnya kecurangan akademik dilakukan oleh mahasiswa dengan sengaja ataupun tidak sengaja dengan berbagai tujuan dan alasan. Di sisi lain Lambert, Hogan dan Barton (2003) menyatakan bahwa kecurangan akademik sangat sulit untuk didefinisikan secara jelas. Kecurangan akademik merupakan salah satu tindakan yang bertentangan dengan etika. Kecurangan akademik dapat terjadi ketika mahasiswa melakukan berbagai cara yang tidak baik untuk mencapai tujuan dan keberhasilan. Kecurangan akademik dapat dilakukan mahasiswa khususnya dalam proses pembelajaran.

Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam dunia pendidikan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Blankenship dan Whitley (dalam, Nashohah, A &

Wrastari 2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecurangan yang dilakukan oleh murid dengan kecurangan dan perilaku buruk yang dilakukan dalam kehidupan profesional. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mukid dan Guswina (2011) menuliskan dalam Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Diponegoro bahwa data kecurangan selama Ujian Nasional yang didapatkan oleh pemantau independen dan pengawas nasional cukup mengecewakan. Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat 42% daerah yang memiliki tingkat kecurangan 21%-90%

selama pelaksanaan ujian nasional, 39,99% daerah yang melakukan kecurangan hampir 90%-100% selama pelaksanaan ujian, dan 17% daerah yang bersih dari kecurangan.

(15)

3

Kecurangan akademik pada penelitian lainnya mengatakan bahwa Kecurangan akademik (academic fraud) menjadi fenomena yang mencuat dalam beberapa tahun ini, dengan penelitian yang menyimpulkan hingga 70% pelajar berlaku curang paling sedikitnya satu kali ketika menempuh pendidikan di universitas, dan 25% berlaku curang lebih dari satu kali (Lozier, 2010). Bahkan dalam majalah Tempo tanggal 2 Februari 2013 juga diberitakan bahwa sedikitnya 125 mahasiswa Harvard University, Cambridge, Massachusetts pada Agustus 2010 melakukan skandal contek massal.

Sungguh memprihatinkan, salah satu universitas terbaik di dunia tercoreng nama baiknya akibat kecurangan akademik (academic fraud) yang mulai marak di kalangan mahasiswa ataupun dosen.

Proses belajar mengajar dalam lembaga pendidikan gagal untuk mendidik generasi muda yang diidamkan. Menurut Mulyawati (2010), akibat dari kecurangan akademik akan memunculkan dalam diri siswa perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, tidak berprestasi, tidak mau membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat catatan-catatan kecil untuk bahan menyontek. Maraknya budaya menyontek merupakan indikasi bahwa sudah tergantikannya budaya disiplin dalam lembaga pendidikan yang dampaknya tidak hanya akan merusak integritas dari pendidikan itu sendiri, namun bisa menyebabkan perilaku yang lebih serius seperti tindakan kriminal.

Hendricks (dalam Rizki, 2009) mengatakan bahwa dengan melakukan hal tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bisa melakukan tindakan kecurangan akademik yaitu, faktor individual dilihat dari usia, jenis kelamin, prestasi akademik, pendidikan orangtua, faktor kepribadian yang mencakup moralitas, pencapaian akademis. Faktor konstektual meliputi keanggotaan perkumpulan

(16)

4

mahasiswa, perilaku teman sebaya, penolakan teman sebaya terhadap perilaku curang dan faktor situasional yaitu belajar terlalu banyak, kompetisi, ukuran kelas, serta lingkungan ujian. Dari beberapa faktor tersebut salah satunya ada faktor kepribadian yang di dalamnya terdapat motivasi yang merupakan hal yang berkaitan dengan self- regulated learning tersebut, karena dalam kepribadian seseorang motivasi untuk dapat

mengontrol diri saat belajar merupakan hal yang penting untuk mencapai suatu prestasi yang baik, jika seseorang mampu meregulasi dirinya sendiri. Menurut Rizi, (2013) mahasiswa dituntut untuk dapat menyesuaikan, mengatur dan mengendalikan dirinya termasuk saat menghadapi padatnya aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas kuliah yang sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu usaha aktif dan mandiri oleh mahasiswa untuk membantunya mengarahkan proses belajar pada tujuan belajar yang ingin dicapai, yang disebut dengan self-regulated learning.

Zimmerman (1989) memaparkan secara umum bahwa self-regulated learning pada siswa digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang meliputi keaktifan partisipan baik secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku individu didalam proses belajar.

Secara metakognisi, self-regulated learning merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan diri, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada tingkatan-tingkatan yang berbeda dari apa yang mereka pelajari. Selain itu, dengan adanya self-regulated learning ini mahasiswa diharapkan mampu mengatur dan merancang waktu belajarnya

sendiri sesuai dengan keperluan dan tujuan dari individu yang bersangkutan sehingga mahasiswa dapat menyadari akan tugas-tugas akademik dan memiliki keinginan yang kuat dalam belajar akan membentuk individu yang bertanggung jawab serta membantu individu mencapai hasil yang terbaik (Sumarmo, 2006).

(17)

5

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Chotim (2002) tentang perilaku menyontek Siswa SMP dari segi regulasi diri dan atribusi mengemukakan bahwa hasil penelitian diketahui tingkat regulasi diri memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan perilaku menyontek. Hal ini berarti bahwa semakin mandiri regulasi diri siswa aka semakin rendah perilaku menyontek yang dilakukan oleh siswa. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah regulasi diri siswa maka semakin tinggi tingkat perilaku menyontek siswa. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ashifa, (2011) mengenai kontribusi strategi self-regulated learning terhadap perilaku mencontek berada pada kategori sedang yang menunjukkan cukup banyak siswa yang melakukan perilaku mencontek. Perilaku yang dilakukan biasanya suka mencari bocoran soal, melihat contekan, menggunakan media komunikasi (handphone), bertanya kepada teman dan melihat jawaban teman. Selain itu siswa tidak menggunakan kemampuan self-regulated learning dengan baik, sehingga memunculkan perilaku kecurangan akademik terjadi.

Namun penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Bintoro (2013) pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang menemukan bahwa ada hubungan negatif antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik tidak terbukti karena self- regulated learning yang paling banyak dimiliki oleh mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang adalah time managemnet, dan strategic planning. Sedangkan mengenai kecurangan akademik mahasiswa menunjukkan bahwa

memalsukan kutipan dalam penyusunan laporan, menggunakan ide orang lain tanpa mencantumkan nama pengarangnya dan mencontek merupakan kecurangan akademik yang paling sering dilakukan mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

(18)

6

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Angkatan 2012 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

LANDASAN TEORI

Kecurangan Akademik

Menurut Lambert, Hogan, dan Barton (2003) mengatakan bahwa kecurangan akademis didefinisikan secara luas sebagai tindakan-tindakan curangan atau usaha- usaha siswa untuk menggunakan cara, alat, sumber-sumber yang tidak diperkenankan atau tidak dapat diterima pada pengerjaan tugas. Sedangkan menurut Cizek (2003) kecurangan akademik dapat diartikan sebgai perilaku yang dilakukan oleh mahasiswa dengan sengaja meliputi: (1) pelanggaran terhadap peraturan-peraturan dalam menyelesaikan ujian atau tugas, (2) memberikan keuntungan kepada mahasiswa lain didalam ujian atau tugas dengan cara yang tidak jujur, (3) pengurangan keakuratan yang diharapkan pada performasi mahasiswa. Kecurangan dalam akademis digolongkan dalam beberapa kategori. Menurut Pravela (dalam Lambert, Hogan, dan Barton, 2003), ada empat kategori yang terkandung makna academic dishonesty, yaitu:

a. Menyontek dengan menggunakan barang-barang terlarang pada kegiatan akademis berbentuk apapaun seperti penugasan, ujian, dsb.

b. Pemalsuan informasi, referensi, maupun hasil pekerjaan akademis.

c. Penjiplakan.

(19)

7

d. Membantu siswa lain yang terlibat dalam tindakan curang akademis, seperti memfasilitasi siswa lain menyalin hasil pekerjaannya, mengambil soal ujian, mengingat-ingat dan memberitahukan soal yang keluar dalam ujian, dsb.

Faktor-faktor yang memengaruhi kecurangan akademik mahasiswa menurut Hendricks (dalam Rizki, 2009) yaitu :

1. Faktor individual

Dilihat dari prestasi akademik yaitu mahasiswa yang memiliki prestasi akademik rendah lebih banyak melakukan kecurangan akademik daripada mahasiswa yang memiliki prestasi yang lebih tinggi. Mahasiswa yang memiliki prestasi akademik yang rendah berusaha memperoleh prestasi akademik yang lebih tinggi dengan cara berperilaku curang dan lebih mau mengambil resiko daripada mahasiswa yang memiliki prestasi akademik yang tinggi.

2. Faktor kepribadian

Motivasi merupakan hal yang berkaitan dengan kecurangan akademik, pola kepribadian dan pengharapan terhadap kesuksesan. Motivasi berprestasi memiliki hubungan yang positif dengan perilaku curang.

3. Faktor konstektual

Perilaku teman sebaya memiliki pengaruh yang penting terhadap kecurangan akademik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) dari Bandura dan teori hubungan perbedaan (Differential Association Theory) dari Edwin Sutherland. Teori-teori tersebut mengemukakan bahwa perilaku manusia dipelajari dengan mencotoh perilaku orang lain dan individu yang memiliki perilaku menyimpang akan berpengaruh terhadap peningkatan perilaku individu lainnya.

(20)

8

4. Faktor situasional

Adanya lingkungan ujian yang membuat mahasiswa lebih cenderung melakukan kecurangan di dalam ruangan ujian jika mahasiswa tersebut berpikir bahwa hanya sedikit resiko ketahuan ketika melakukan kecurangan.

Self-Regulated Learning (SLR)

Zimmerman (dalam Schunk, 2012) Self-regulation adalah proses dimana siswa mengaktifkan dan mempertahankan kognisi, perilaku, dan pengaruh yang sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan mereka. Zimmermen (1989) memaparkan secara umum bahwa self-regulated learning pada siswa digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang meliputi keaktifan partisipasi baik secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku individu didalam proses belajar.

Menurut Chamot (dalam Ellianawati dan Wahyuni, 2010) menyatakan bahwa, self- regulated learning atau pembelajaran mandiri adalah sebuah situasi belajar dimana

pebelajar memiliki kontrol terhadap proses pembelajaran tersebut melalui pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai, pemahaman terhadap tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar.

Pintrich dan Zusho (dalam kurniawan, 2013) bahwa self-regulated learning merupakan proses konstruktif aktif ketika mahasiswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memantau, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya. Menurut Zimmerman (1990) self-regulated learning terdiri atas tiga aspek yaitu :

a. Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan mahasiswa merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai

(21)

9

sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar.

b. Motivasi dalam self-regulated learning yaitu dimana mahasiswa merasakan self- efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik.

c. Perilaku dalam self-regulated learning ini merupakan upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar.

Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat yang memungkinakan mereka untuk belajar.

Montalvo (dalam Bintoro, 2013) mengenai karakteristik perilaku mahasiswa yang memiliki ketrampilan self-regulated learning antara lain sebagai berikut:

1. Terbiasa dan tahu bagaimana menggunakan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) yang membantu mereka untuk memperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi, dan menguasai informasi.

2. Mengetahui bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan proses mental untuk mencapai tujuan personal (metakognisi).

3. Memperhatikan seperangkat keyakinan motivasional dan emosi yang adaptif, seperti tingginya keyakinan diri secara akademik, memiliki tujuan belajar, mengembangkan emosi postif terhadap tugas (senang, puas, antusias), memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasinya, serta menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas dan situasi belajar khusus.

4. Mampu merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas, tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari guru dan teman jika menemui kesulitan.

(22)

10

5. Menunjukkan usaha yang besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur tugas-tugas akademik, iklim, dan sturktur kelas.

6. Mampu melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas.

Hubungan Antara Self-Regulated Learning dengan Kecurangan Akademik

Seorang mahasiswa dituntut untuk dapat merencanangkan kuliah dan proses belajar dengan baik, mampu bersikap disiplin dalam proses belajar dan mengerjakan tugas.

Namun terkadang mahasiswa tidak dapat mengontrol diri dan perilaku yang mereka lakukan sehingga mahasiswa memilih jalan pintas dalam berbagai cara saat pelaksanaan ujian dengan berperilaku tidak jujur dan tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan tersebut merugikan orang lain atau tidak (Mulyawati, 2010). Academic Cheating atau kecurangan akademik adalah perilaku tidak etis yang dilakukan dengan sengaja oleh mahasiswa meliputi pelanggaran terhadap aturan-aturan dalam menyelesaikan tugas atau ujian dengan cara yang tidak jujur, seperti pada tindakan menyontek, plagiarism, mencuri serta memalsukan sesuatu yang beruhubungan dengan akademik (Nursalam, Bani dan Munirah, 2013). Perilaku-perilaku yang muncul akan berakibat negatif bagi perilaku mahasiswa, jika tidak dapat mengontrol diri mereka dengan baik. Self- regulated learning atau pengelolaan diri dalam belajar terdiri dari unsur metakognisi,

motivasi dan perilaku partisipasi aktif. Siswa yang memiliki self-regulated learning meliputi tiga karakter, diantaranya siswa menggunakan self-regulated learning, siswa merespon timbal balik orientasi diri mengenai efektivitas pembelajaran, dan siswa bergantung pada proses motivasi sehingga dengan karakter tersebut siswa dapat memilih dan menggunakan self-regulated learning untuk memperoleh hasil akademis yang diinginkan (Zimmerman, 1990). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alberto &

(23)

11

Troutman, (1990) dalam mengkaji pola dan treatment yang diberikan guna mengurangi perilaku menyontek pada siswa yang kemudian ditinjau dari segi regulasi diri. Dalam penelitiannya variabel situasi memang sangat berpengaruh terhadap perilaku menyontek siswa, seperti keketatan dalam penjagaan ujian, perilaku teman dalam menyontek dan lain-lain, tetapi pemberian perlakuan yang didasarkan pada variabel situasional tersebut tidak memberikan dampak pengurangan perilaku menyontek. Untuk itu siswa yang mampu meregulasi dirinya dengan baik akan dapat mengontrol dirinya untuk tidak melakukan perilaku kecurangan, maupun sebaliknya.

Selain itu juga masalah belajar adalah masalah pengaturan diri, untuk itu siswa membutuhkan pengaturan diri (self-regulated learning). Pengaturan diri dibutuhkan agar siswa mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Scunk (1989), ditemukan bahwa siswa dikatakan melakukan self-regulation dalam belajar bila mereka secara sistematis mengatur perilaku kognisinya dengan memperhatikan aturan yang dibuat sendiri, mengontrol jalannya proses belajar dan mengintegrasikan pengetahuan, melatih untuk mengingat informasi yang diperoleh, serta mengembangkan dan mempertahankan nila-nilai positif. Zimmerman (1989) mengatakan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self-regulation maka mengakibatkan proses dan performa yang lebih buruk. Zimmerman menjelaskan bahwa self-regulated learning penting bagi semua jenjang akademis. Self-regulared learning dapat diajarkan, dipelajari dan dikontrol. Umummnya jika seorang siswa yang berhasil adalah siswa yang mampu menggunakan self-regulated learning dengan baik disekolah maupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anderman (dalam Ashifa, 2011) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa seseorang yang tidak tahu cara menggunakan strategi

(24)

12

belajar efektif yang meliputi self-regulated learning akan menimbulkan perilaku mencontek karena sebelumnya siswa cenderung malas berpikir kompleks. Sehingga dari dampak tersebut perilaku kecurangan akademik salah satunya mencontek akan membuat siswa melupakan inti belajar yang sesungguhnya yaitu, membaca dan mempelajari kembali pelajaran yang diterima. Para siswa menganggap waktu yang dimiliki sangat banyak, tanpa mereka sadari sebenarnya waktu yang dimiliki semakin sedikit. Siswa tidak ada persiapan dalam menghadapi ujian, sehingga mengambil jalan pintas dengan mencontek.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning memiliki hubungan dengan kecurangan akademik dalam mengendalikan diri dan mengontrol perilaku kecurangan terjadi saat ujian maupun proses belajar.

Hipotesa

Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada Mahasiswa Program Studi

Teknik Informatika Angkatan 2012 Uksw.

Ho : rxy ā‰„ 0 Tidak ada hubungan negatif yang siginifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada Mahasiswa.

H1 : rxy <0 Ada hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada Mahasiswa.

(25)

13

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian

Self-Regulated Learning (Variabel Bebas)

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel bebas adalah aspek-aspek dari self-regulated learning yang diukur dengan Skala Self-regulated learning. Skala ini

merupakan modifikasi dari skala Printrich et al. (1991) dalam Artino Jr dengan berdasarkan tiga aspek self-regulated learning menurut Zimmerman (1990) yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku.

Kecurangan Akademik (Variabel Terikat)

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel terikat adalah bentuk-bentuk kecurangan akademik yang dikemukakan oleh Lambert, Hogan, dan Barton (2003) yaitu, Menyontek dengan menggunakan barang-barang terlarang pada kegiatan akademis berbentuk apapaun seperti penugasan, ujian, pemalsuan informasi, referensi, maupun hasil pekerjaan akademis, penjiplakan, membantu siswa lain yang terlibat dalam tindakan curang akademis, seperti memfasilitasi siswa lain menyalin hasil pekerjaannya, mengambil soal ujian, mengingat-ingat dan memberitahukan soal yang keluar dalam ujian.

Populasi, Subjek, & Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana, sedangkan subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Fakultas Teknik Informatika angkatan 2012 yang aktif kuliah berjumlah 212 dan diambil subjek sebanyak 70 mahasiswa.

(26)

14

Menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah insidental sampling yang merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2012).

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah menggunakan kuesioner yang akan diisi oleh mahasiswa Teknik Informatika. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala berupa skala yaitu :

Skala Self-regulated Learning

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-regulated learning adalah Skala self- regulated learning modifikasi dari skala Printrich et al. (1991) dalam Artino Jr yang

penyusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek self-regulated learning menurut Zimmerman (1990) meliputi :

a. Metakognisi

Kemampuan mahasiswa merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan.

Proses ini memungkinkan mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar.

b. Motivasi

Mahasiswa merasakan self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik

(27)

15

c. Perilaku

Upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar. Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat yang memungkinakan mereka untuk belajar.

Skala Self-Regulated Learning dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk angket.

Angket merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan yang berisikan serangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai sesuatu hal yang diberikan kepada sejumlah subjek dan berdasarkan jawaban yang diberikan, peneliti mengambil kesimpulan mengenai subjek (Suryabrata, 1984). Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa skala psikologi yaitu Skala Self-Regulated Learning. Skala ini merupakan modifikasi dari skala Pintrich et al (1991) dalam Artino yang berdasarkan tiga aspek Self-Regulated Learning menurut Zimmerman (1990) yaitu metakognisi, motivasi, dan

perilaku. Item dalam skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 7 pilihan jawaban dari skala Likert yaitu, sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), agak tidak setuju (ATS), netral (N), agak setuju (AS), setuju (S), sangat setuju (SS).

Dari try out terpakai pada skala self-regulated learning dilakukan dengan dua kali putaran. Pada pengujian putaran pertama sebanyak 11 item yang gugur. Jadi item yang dinyatakan valid sebanyak 21 dari 32 item awal.

Pada pengujian analisis seleksi item dan reliabilitas skala self-regulated learning koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,388-0,626. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala self-regulated learning sebesar, 0,885. Hal ini berarti skala self-regulated learning reliabel menggunakan

(28)

16

ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ā‰„0,30.

Skala Kecurangan Akademik

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kecurangan akademik adalah skala kecurangan akademik yang dirancang dengan berdasarkan bentuk-bentuk kecurangan akademik yang dikemukakan oleh Lambert, Hogan, dan Barton (2003). Bentuk-bentuk tersebut sebagai berikut:

a. Menyontek dengan menggunakan barang-barang terlarang pada kegiatan akademis berbentuk apapaun seperti penugasan, ujian, dsb.

b. Pemalsuan informasi, referensi, maupun hasil pekerjaan akademis.

c. Penjiplakan.

d. Membantu siswa lain yang terlibat dalam tindakan curang akademis, seperti memfasilitasi siswa lain menyalin hasil pekerjaannya, mengambil soal ujian, mengingat-ingat dan memberitahukan soal yang keluar dalam ujian, dsb.

Skala kecurangan akademis disusun dengan skala Likert yang menggunakan 7 pilihan jawaban yaitu, sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), agak tidak setuju (ATS), netral (N), agak setuju (AS), setuju (S), sangat setuju (SS).

Try out terpakai pada skala kecurangan akademik dilakukan dengan dua kali putaran.

Pada putaran pertama pengujian item hanya 1 item yang gugur. Jadi item yang dinyatakan valid diperoleh sebanyak 29 dari item awal yang berjumlah 30.

Dalam pengujian seleksi item dan reliabilitas pada skala kecurangan akademik koefisien korelasi item total bergerak antara 0,350-0,689, dan koefisien Alpha pada skala kecurangan akademik sebesar 0,935 yang artinya skala tersebut reliabel

(29)

17

menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ā‰„0,30.

HASIL PENELITIAN

Hasil Uji Deskriptif

a. Variabel Self-Regulated Learning

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pada skala self-regulated learning paling rendah adalah 40 dan skor paling tinggi adalah 135, rata-ratanya adalah 98,61 dengan standar deviasi 16,829.

Norma Kategorisasi hasil pengukuran Skala self-regulated learning dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.1 Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Regulated Learning

Keterangan: x = self-regulated learning

Dapat dilihat bahwa 3 mahasiswa memiliki skor self-regulated learning yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 4,29%, 34 mahasiswa memiliki skor self- regulated learning yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 48,57%, 28

mahasiswa memiliki skor self-regulated learning yang berada pada kategori sedang dengan persentase 40%, 4 mahasiswa memiliki skor self-regulated learning yang berada

No Interval Kategori Mean N Persentase 1 121,8 ā‰¤ x ā‰¤ 147 Sangat

Tinggi

3 4,29%

2 96,6 ā‰¤ x < 121,8 Tinggi 98,61 34 48,57%

3 71,4 ā‰¤ x < 96,6 Sedang 28 40%

4 46,2 ā‰¤ x < 71,4 Rendah 4 5,71%

5 21 ā‰¤ x < 46,2 Sangat Rendah

1 1,43%

Jumlah 70 100%

SD = 16, 829 Min = 40 Max = 135

(30)

18

pada kategori rendah dengan persentase 5,71%, dan 1 mahasiswa yang memiliki skor self-regulated learning yang sangat rendah dengan persentase 1,43%.Berdasarkan rata-

rata sebesar 98,61 dapat dikatakan bahwa rata-rata self-regulated learning mahasiswa berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 40 sampai dengan skor maksimum sebesar 135 dengan standard deviasi 16,829.

b. Variabel Kecurangan Akademik

Pada variabel Kecurangan Akademik diperoleh skor paling rendah adalah 39 dan skor paling tinggi adalah 165, rata-ratanya adalah 85,81 dengan standar deviasi 26,706.

Norma Kategorisasi hasil pengukuran Skala kecurangan akademik dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.2 Kategorisasi Pengukuran Skala Kecurangan akademik

Keterangan: x = Kecurangan akademik

Dapat dilihat bahwa tidak ada mahasiswa yang memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 0%, 2 mahasiswa memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 2,86%, 21 mahasiswa memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori sedang dengan persentase 30%,32 mahasiswa memiliki skor kecurangan akademik yang berada pada kategori rendah dengan persentase 45,71%, dan 15 mahasiswa memiliki skor

No Interval Kategori Mean N Persentase 1 168,2 ā‰¤ x ā‰¤ 203 Sangat

Tinggi

0 0%

2 133,4 ā‰¤ x < 168,2 Tinggi 2 2,86%

3 98,6 ā‰¤ x < 133,4 Sedang 21 30%

4 63,8 ā‰¤ x < 98,6 Rendah 85,81 32 45,71%

5 29 ā‰¤ x < 63,8 Sangat Rendah

15 21,43%

Jumlah 70 100%

SD = 26,706 Min = 39 Max = 165

(31)

19

kecurangan akademik yang berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 21,43%. Berdasarkan rata-rata sebesar 85,81, dapat dikatakan bahwa rata-rata kecurangan akademik berada pada kategori rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 39 sampai dengan skor maksimum sebesar 165 dengan standard deviasi 26,706.

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Self-regulated learning

Kecurangan akademik

N 70 70

Normal Parametersa Mean 98.61 85.81

Std. Deviation 16.829 26.706

Most Extreme Differences Absolute .078 .068

Positive .059 .068

Negative -.078 -.044

Kolmogorov-Smirnov Z .656 .568

Asymp. Sig. (2-tailed) .783 .904

Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada di atas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel self-regulated learning memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,656 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,783 (p>0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data self-regulated learning berdistribusi normal.

Hal ini juga terjadi pada variabel kecurangan akademik yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,568 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,904. Dengan demikian data kecurangan akademik juga berdistribusi normal.

(32)

20

Sementara dari hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.4 Uji Linearitas

ANOVA Table

Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,662 dengan sig.= 0,886 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik adalah linear.

Uji Korelasi

Dari perhitungan uji korelasi antara variable bebas dan terikat, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.5 Hasil Uji Korelasi antara Self-regulated learning dengan Kecurangan akademik

Correlations

Self-regulated learning

Kecurangan akademik Self-regulated learning Pearson Correlation 1 -.137

Sig. (1-tailed) .129

N 70 70

Kecurangan akademik Pearson Correlation -.137 1

Sig. (1-tailed) .129

N 70 70

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Kecurangan akademik * Self-regulated learning

Between Groups

(Combined) 25874.702 43 601.737 .670 .880

Linearity 926.881 1 926.881 1.033 .319 Deviation from

Linearity 24947.821 42 593.996 .662 .886

Within Groups 23335.883 26 897.534

Total 49210.586 69

(33)

21

Hasil yang menunjukkan koefisien korelasi antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik, sebesar -0,137 dengan signifikansi = 0,129 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Informatika

UKSW Salatiga.

Pembahasan

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Informatika angkatan 2012 UKSW Salatiga, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan negatif signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik

Informatika angkatan 2012 UKSW Salatiga. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar -0,137 dengan signifikansi sebesar 0,129 (p < 0.05) yang berarti kedua variabel yaitu self-regulated learning dengan kecurangan akademik memiliki arah hubungan yang negatif, namun tidak signifikan. Dari hasil penelitian ini seseorang yang mempunyai self-regulated learning yang baik dalam mengontrol dan mengatur diri mereka pada kesiapan belajar, tidak selalu menunjukkam perilaku kecurangan akademik maupun seseorang yang mempunyai self-regulated learning buruk mereka bisa saja melakukan kecurangan akademik dan sebaliknya mereka tidak melakukan kecurangan akademik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian menurut Moch & Sunawan (2007) yang menyatakan bahwa regulasi diri berkorelasi negatif signifikan dengan perilak meyontek.

Tidak adanya korelasi antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik, hasil ini mungkin dipengaruhi oleh aspek yang dimasukan dalam angket untuk pengukuran yaitu aspek memberikan jawaban sehingga, kecurangan akademik yang

(34)

22

dilakukan pada mahasiswa teknik informatika ini bukan hanya menyontek tetapi juga dalam memberikan jawaban kepada teman lain. Dalam angket penelitian terdapat item yang menyebutkan bahwa kecurangan akademik bukan hanya menyontek tetapi memberikan jawaban. Mahasiswa yang memiliki self-regulated learning yang tinggi biasanya memiliki persiapan yang baik sebelum mengikuti ujian, tetapi dia memberikan jawaban kepada teman lain itu termasuk juga dalam perilaku kecurangan akademik yang dikemukakan oleh Lambert (2003). Mahasiswa yang memiliki self-regulated learning yang baik ini dapat memberikan jawaban kepada teman lain karena faktor

teman sebaya ataupun sikap yang ingin membantu teman serta merasa kasihan kepada teman lain. Dalam hal ini mahasiswa dengan self-regulated learning tinggi pun dapat dikategorikan melakukan kecurangan dengan angket yang digunakan peneliti tersebut.

Selain hal diatas Thormburg (dalam Sujana, 1994) mengatakan bahwa ketakutan akan kegagalan dan kemalasan merupakan alasan utama bagi siswa untuk melakukan perilaku kecurangan. Ketika seorang mahasiswa yang menyiapkan diri dengan baik dalam menghadapi ujian, tentu mereka memiliki self-regulated learning yang baik tetapi juga dapat melakukan kecurangan akademik karena takut mengalami kegagalan.

Dengan demikian, Seseorang yang memiliki self-regulated learning yang tinggi ataupun rendah mereka juga berpotensi untuk melakukan kecurangan akademik, kerena salah satu alasanya adalah kegagalan. Dan beberapa alasan lainnya yang membuat mereka memutuskan melakukan kecurangan akademik seperti memiliki kesempatan untuk menyontek dan takut dikatakan sombong.

Sujana (1994) mengatakan bahwa siswa yang memiliki intelegensi tinggi namun memiliki intensi menyontek yang bersumber pada harapan berlebihan untuk dapat meraih nilai tinggi atau berhasil dalam tes, terutama pada siswa yang mempunyai

(35)

23

prestasi yang tinggi pula tekanan ini menyebabkan siswa merasa khawatir tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gibson (dalam Sujana, 1994) bahwa sisi menarik dari tindakan menyontek adalah bahwa tindakan tersebut tidak hanya dilakukan oleh siswa yang secara aktual memang mengalami kegagalan, tetapi juga dilakukan oleh siswa yang takut bila berprestasi lebih rendah atau lebih buruk dari harapannya maupun harapan orang-orang disekitar. Dapat dilihat bahwa kecurangan akademik bisa terjadi oleh siswa yang mempunyai prestasi yang baik karena takut mengalami kegagalan atau tidak dapat mempertahankan prestasi yang dimilikinya.

Tidak adanya korelasi antara self-regulated learning dan kecurangan akademik mungkin juga disebabkan karena kecurangan akademik sudah dianggap menjadi suatu kebiasaan oleh sebagian mahasiswa, sehingga baik yang memiliki self-regulated learning tinggi maupun rendah tetap melakukan kecurangan akademik. Sebagaimana

hasil wawancara singkat dari salah satu mahasiswa yang peneliti jumpai. ā€œILā€

mengatakan bahwa dia sering melakukan perilaku menyontek karena dia tidak tahu bahwa besok akan diadakan kuis. Perilaku ini dapat dilakukan juga karena sikap dosen yang tidak mengawas dengan baik sehingga memberikan peluang bagi mahasiswa untuk menyontek. Di tambahkan oleh Davis, dkk (2009) menyatakan bahwa ketika siswa duduk berdekatan dan memungkinkan tiap peserta ujian saling melihat jawaban rekan lainnya maka perilaku kecurangan akademik dapat terjadi. Selain kesesakan dalam pelaksanaan ujian, soal berjenis pilihan ganda juga memungkinkan terjadi perilaku kecurangan akademik.

(36)

24

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Informatika angkatan 2012 UKSW Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning

dengan kecurangan akademik pada mahasiswa Program Studi Teknik Informatika angkatan 2012 UKSW.

2. Sebagian besar subjek (48,57%) memiliki tingkat self-regulated learning berada pada kategori tinggi dan sebagian besar subjek (45,71%) memiliki tingkat kecurngan akademik berada pada kategori rendah.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan ini, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Bagi mahasiswa-mahasiswi,

Diharapkan pada mahasiswa yang memiliki Self-regulated learning yang tinggi lebih mempertahankan sikap diri dengan baik sementara itu, bagi mahasiswa yang self- regulated learning nya rendah sebaiknya meningkatkan self-regulated learning

dalam mengembangkan pencapaian kesuksesan belajar.

2. Bagi Fakultas dan dosen.

Pada fakultas dan dosen memberikan alternatif lain untuk dapat mengurangi

kecurangan akademik seperti memberikan peraturan dan bimbingan yang lebih ketat kepada mahasiswa agar dapat mengarahkan dalam proses belajar mengajar yang berjalan dengan baik.

(37)

25

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi self- regulated learning dengan kecurangan akademik. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan dalam mengetahui tinggi rendahnya kecurangan akademik, seperti faktor individual yaitu usia, jenis kealamin, ataupun faktor lingkungan sehingga dapat dikaji lebih jauh tentang fenomena kecurangan akademik.

Kemudian peneiliti selnajutnya disarankan untuk lebih Memperhatikan aspek-aspek dalam menyusun skala yang diukur sehingga dapat mempengaruhi kecurangan akademik.

(38)

26

DAFTAR PUSTAKA

Alberto, P.A. & Troutman, A.C. (1990). Applied Behavior Analysis for Teacher.

3nd ed. Columbus: Merrill Publishing Company.

Anthony. R, & Artino Jr. (1986). A review of the motivated strategies for learning questionaire University of Connecticut.

Ashifa. (2011). Pengaruh Strategi Self Regulated Learning dengan Perilaku Mencontek Pada Siswa Kelas VII SMPN 10 Bandung. (Skripsi diterbitkan).

Bandung : UPI.

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bintoro, W., Purwanto, E., & Noviyani, I. D. (2013). Hubungan Self-regulated learning dengan kecurangan akademik. Educational Psychology Journal Cizek (2003). Preventing, detecting, and addressing academic dishonesty.

Handbook of The Teaching of Psychology.

Chotim, M & Sunawan. (2007). Perilaku menyontek siswa sekolah menengah pertama dari segi regulasi diri dan atribusi. Jurnal ilmu pendidikan Universitas Negeri Semarang, 14 (2), 100-107.

Davis, S. F, Drinan. F. P & Gallant. B. T. (2009). Cheating in School: What We Know and What We Can Do. Singapura: Wiley Blackwell.

Ellianawati, W.S. (2010). Pemanfaatan model self-regulated learning sebagai upaya peningkatan kemampuan belajar mandiri pada mata kuliah optik.

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6, 35-59.

Kurniawan, R. (2013). Hubungan antara self-regulated leraning dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa jurusan psikologi universitas negeri semarang, Skripsi, (tidak diterbitkan) Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang.

Lambert, E.G., Hogan, N.L., & Barton, S.M. (2003). Collegiate academic dishonesty revisited: what have they done, how often have they done it, who does it, and why did they do it. Electronic Journal of Sosiology.

Lozier, K.A. (2012). Student Perceptions of Academic Dishonesty Scenarios, An Honors Thesis Psicology, Ball State University, Muncie, IN

Mukid, M.A. & Guswina, N. (2011). Estimasi Proporsi Siwa SMP di Kota Semarang yang Berperilaku Curang pada Saat Ujian Akhir Nasional Tahun

(39)

27

2011 Menggunakan Model Respon Acak (Moresa). Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Diponegoro.

Mulyawati, H., Masturoh, I., Anwaruddin, I., Mulyati, L. Agustendi, S., &

Tartila, T.S.S. (2010). Pembelajaran Studi Sosial. Bandung: Alfabeta Nashohah, A & Wrastari, T., A (2012). Prediktor Intensi Kecurangan Akademik

Ditinjau dari Minat Personal, Struktur Tujuan Kelas, dan Orientasi Tujuan Personal pada Siswa SMA. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, 1-5

Nursalam, S.B. & Munirah. (2013). Bentuk Kecurangan Akademik (Academic Cheating) Mahasiswa PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alaudin Makassar. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 16, No. 2, 127-138.

Riski, S.A. (2009). Hubungan prokrastinasi akademis dan kecurangan akademis pada mahasiswa fakultas psikologi universitas sumatera utara. (Skripsi tidak diterbitkan). Jurusan Psikologi Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Schunk. H.D., & Zimmerman, B. J. (1998). Self Regulated Learning : From Teaching To Self Reflective Practice. New York : The Guilford Press.

Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sujana, Y.E., & Wulan, R. (1994). Hubungan antara kecenderungan Pusat Kendali Dengan Intensi Mencontek. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi UGM.

Suryabrata, S. (1984). Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Zimmerman, B. (1989). A Social Cognitive View of Self Regulated Academic Learning. Journal of Educational Psychology, 3, 329-339.

Zimmerman, B. J., & Martinez-Pons, M. (1990). Student Differences In Self- Regulated Learning: Relating Grade, Sex, And Giftedness To Self-Efficacy And Strategy Use. Journal Of Educational Psychology, 82, 51ā€“59.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

It is expected that the finding can be useful for student teachers who will do their teaching practicum in hotels, also for those who are interested in studying

4 Saya bersemangat dalam bekerja karena sesuai dengan keahlian yang saya miliki.. 5 Saya bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa guru kurang maksimal dalam menjelaskan kembali semua materi yang diberikan, siswa kurang memperhatikan dan menanggapi

Berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 7 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013/2014, dapat disimpulkan bahwa (1) Dengan menggunakan strategi

Kegiatan LDBI ini diikuti oelh perwakilan peserta didik terbaik dari 34 provinsi yang ada Indonesia, dimana setiap tim akan terdiri dari 3 orang peserta didik SMA.. Sehubungan

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kimani, Kara, and Nyala (2012), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan HIV/AIDS dapat memberikan pengaruh yang bermakna

merupakan jenis unggas paling sukses yang berhasil didomestiļ¬kasi, namun populasinya di alam, terutama di Taman Nasional Baluran tidak terlalu besar dan persebarannya

Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung syaraf sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke indung telur,