• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG

PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI

(2)

Kata Pengantar

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... 2

Daftar Isi...… 3

BAB I. Pendahuluan...…… 4

1. Latar belakang...………4

2. Landasan hukum...4

3. Sejarah dan prkembangan pendidikan dokter gigi (sekarang dan bgmna ke depannya) ... 4. Tujuan dan kegunaan naskah akademik... BAB II. Profil Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia saat ini ... BAB III Standar Pendidikan Kedokteran gigi... 5

III.1 Standar Isi

Kurikulum (KKNI dan standar kompetensi secara garis besar) …. 5 III.2 Standar Proses

Tata pamong ………..

Sistem Pembelajaran ………….

Suasana akademik ……….

III.3 Standar Kompetensi Lulusan Mahasiswa dan lulusan ……….

III.4 Standar Pendidik dan tenaga Sumber daya manusia ………..

kependidikan

III.5 Standar Sarana dan Prasarana Sarana Dan Prasarana ……….

III.6 Standar Pengelolaan

Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan Sistem Pengelolaan………

Sistem Informasi ………..

Sistem Penjamin Mutu ………

III.7 Standar Pembiayaan

Pembiayaan ………..

III.8 Standar Penilaian Pendidikan Penelitian, Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama

(4)

BAB IV. Standar Kompetensi dan Jenis Tindakan serta Jumlah Kasus 1.

BAB V. RSGM sebagai Wahana Penyelenggaraan Tahap Profesi Pendidikan Kedokteran Gigi …... 15

1. Latar belakang

2. Keberadaan RSGM di Indonesia

3. Gambaran RSGM sebagai wahana pendidikan dokter gigi di luar Negri 4. RSGM P sebagai whanan pendidikan profesi KG

5. Kondisi RSGM sebagai wahana pendidikan KG saat ini 6. Pekerjaan klinik yang dilakukan peserta didik di RSGMP 7. Kondisi kelainan/penyakit gigi dan mulut di Indonesia 8. Sumber daya manusia di RSGMP

9. RSGMP di masa mendatang

10. Peran serta RSGMP dalam mendukung Tridarma Perguruan Tinggi 11. Pelaksaan standarisasi, akreditasi dan perizinan RSGMP

12. Pendanaan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN KEPUSTAKAAN

(5)

DAFTAR SINGKATAN

Kemkes:Kementrian Kesehatan

Kemdiknas: Kementrian Pendidikan Nasional Ditjen Dikti: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KKI: Konsil Kedokteran Indonesia

KKG: Konsil Kedokteran Gigi

MKKGI: Majelis Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia KDGI: Kolegium Dokter Gigi Indonesia

AFDOKGI: Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia ARSGMP: Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan KIPDGI: Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Gigi Indonesia BAN PT: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi ED: Evaluasi Diri

RKAT: Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan RENSTRA: Rencana Strategis

(6)

PENGERTIAN UMUM

 Pendidikan profesi dokter gigi merupakan pendidikan akademik dan pendidikan professional yang diarahkan pada penguasaan ilmu dan penerapan ilmu kepada masyarakat dalam bidang kedokteran gigi.

 Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

 Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang disusun berdasarkan atas elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi penunjang, dan kemampuan dasar.

 Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

 Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanan dengan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

 Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperrlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

 Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu aktivitas dosen dan mahasiswa dalam bentuk jasa Perguruan Tinggi yang dilaksanakan dengan menganut azas kelembagaan, ilmu, kerjasama, kesinambungan, dan edukatif serta pengembangan.

 Penelitian merupakan kegiatan telaah taat kaidah dalam upaya menemukan kebenaran dan atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi juga merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, metode, model atau informasi baru yang memperkaya iptek.

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut Negara mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Serta menjamin pemerataan kesempatan dan meningkatkan mutu pendidikan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Pendidikan profesi dokter gigi sebagai salah satu pofesi bidang kesehatan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1928, dan telah mengalami pasang surutnya sampai saat ini. Pada hakikatnya, sistem pendidikan dokter gigi di Indonesia saat ini terdiri atas tahap akademik dan tahap profesi. Tahap akademik adalah pendidikan sarjana yang bertujuan meraih kompetensi melalui pembangunan kemampuan dasar sesuai dengan ketetapan pada standar kompetensi dokter gigi. Tahap profesi adalah pendidikan setelah pendidikan sarjana kedokteran gigi yang bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan kompetensi klinik tertentu yang mencakup pembinaan sikap dan perilaku profesional sesuai dengan standar kompetensi dokter gigi yang disahkan oleh Konsil Kedokteran Gigi Indonesia, untuk meraih gelar dokter gigi. Tahap profesi ini diselenggarakan pada sebuah wahana pendidikan klinis di sebuah sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut berbentuk rumah sakit.

Kompetensi klinik dokter gigi dan dokter gigi spesialis tidak dapat dicapai pada sarana dan prasarana yang dipunyai sebuah Klinik; untuk itu diperlukan sebuah rumah sakit khusus yang kemudian dikenal sebagai Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM). RSGM yang digunakan sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi, yaitu pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis; perlu terakreditasi dan memenuhi persyaratan klasifikasi RS khusus untuk menjadi RSGM Pendidikan.

Demi peningkatan kualitas serta penjaminan mutu dokter gigi dan dokter gigi spesialis di Indonesia, BAN-PT telah mengembangkan instrumen akreditasi bagi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi termasuk di dalamnya instrumen

(8)

akreditasi baik bagi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi maupun bagi Rumah Sakit Gigi dan Mulut sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis.

2. Sejarah dan perkembangan pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia a. Zaman Penjajahan Belanda (tahun 1928-1942)

Pendidikan dokter gigi di Indonesia mulai sejak pemerintahan kolonial Belanda, pada bulan September 1928 dengan didirikannya “STOVIT” (School Tot Opleiding Van Indische Tandartsen). Lamanya pendidikan dokter gigi ini 5 tahun, dan yang diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah lanjutan menengah pertama (MULO) dan HBS (3 tahun). Penerimaan mahasiswa didasarkan atas penilaian angka-angka ilmu alam, matematika dan ilmu hayat, dan juga berasal dari keturunan orang-orang baik, dalam arti mereka yang dianggap setia kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Lulusan STOVIT dapat melanjutkan studinya ke Tandheelkundig Instituut di Utrecht Nederland, tanpa ujian dan mencapai gelar Tandarts, yang dianggap telah mencapai tingkatan sepadan dengan Dokter Gigi Belanda. Seluruh kurikulum disesuaikan dengan kurikulum di Utrecht dengan tambahan Fisika, Kimia, Matematika, Botani, Zoologi, Bahasa Latin dan Bahasa Jerman, oleh karena hampir semua buku-buku pelajaran diambil dari bahasa Jerman.

Bagi pemerintahan Hindia Belanda, maka STOVIT tidak didirikan untuk memberi perawatan secara menyeluruh kepada rakyat banyak, oleh karena de Dienst der Volksgezondheid (Jawatan Kesehatan) tidak mempunyai Dinas Kesehatan Gigi.

Pelayanan pasien-pasien penyakit gigi yang terdapat diseluruh Indonesia adalah di CBZ (Central Burgerlijk Ziekenhuis) Jakarta dimana terdapat seorang dokter gigi, serta CBZ di Surabaya merupakan satu-satunya klinik kesehatan gigi di seluruh Indonesia. Pasien-pasien penyakit gigi, mendapat pelayanan yang lengkap, diantaranya pencabutan, penambalan, pembedahan, pemasangan gigi tiruan, dan pengaturan gigi (orthodonti). Pembedahan-pembedahan dilakukan dalam bidang bedah minor dan bedah mayor, untuk itu terdapat fasilitas bagi perawatan pasien di bangsal khusus. Pada bulan Juni 1933, dokter gigi lulusan pertama dihasilkan oleh STOVIT.

(9)

b. Zaman Penjajahan Jepang (tahun 1942-1945)

Dengan pecahnya perang dunia ke-II, dan didudukinya negeri Belanda oleh tentara Hitler, maka orang-orang Belanda di Nederlandsch Indie, menjadi gelisah. Orang-orang Jerman yang berwarga negara Jerman diinternir di Sarangan, termasuk dokter dan dokter gigi. Imbas Perang Dunia ke-2 akhirnya sampai juga di Indonesia yang ditandai dengan pendudukan oleh bala tentara Jepang pada tahun 1942. Penjajahan Jepang walaupun berlangsung singkat menimbulkan penderitaan rakyat dimana-mana, namun ada sisi positif bagi dunia kedokteran gigi yaitu naiknya orang-orang Indonesia menduduki jabatan yang ditinggalkan oleh Belanda.

Dalam rangka membangun negara dan dengan slogan kemakmuran bersama di Asia Raya. Pendidikan kedokteran gigi pada zaman pendudukan Jepang kemudian diganti namanya, STOVIT dibubarkan diganti dengan nama IKA DAIGAKU SHIKA IGAKUBU dalam tahun 1943, dengan guru-guru besar bangsa Jepang. Lamanya pendidikan adalah 3 tahun, dan yang dapat diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah Menengah 5- 6 tahun yaitu dari AMS/SMT/HBS Pada waktu itu mahasiswa-mahasiswa bekas STOVIT dipanggil kembali dan harus belajar bahasa Jepang, supaya dapat mengikuti kuliah-kuliah dalam bahasa Jepang.

Sementara itu yang diterima mahasiswa baru, diantara yang dipaksakan memilih jurusan kedokteran gigi, walaupun mereka mendaftarkan diri pada sekolah insinyur atau olah raga.

Shika Daigaku tidak pernah meluluskan mahasiswa didikannya selama pendudukan, akan tetapi mahasiswa-mahasiswa yang diterima dalam zaman Jepang akhirnya akan menyelesaikan studinya di Malang dan Jogja. Dua belas mahasiswa yang lulus dalam masa pendudukan Jepang adalah bekas murid STOVIT.

c. Zaman R.I.S. ( tahun 1945-1950)

Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kota Surabaya kemudian diduduki kembali oleh Tentara Serikat ( Belanda). Pendidikan dokter gigi, kemudian dipindahkan ke Malang yang

(10)

dipimpin oleh Prof. drg. Indrojono dan Dr. Eggink. Tidak lama kemudian Malangpun diserbu juga oleh Belanda.

Mahasiswa-mahasiswa kedokteran gigi kemudian pindah lagi ke Solo.Tahun 1946, Sekolah Kedokteran Gigi digabungkan dengan Sekolah Kedokteran, yang didirikan di Klaten dengan pimpinan Prof. Dr. Sardjito. Untuk jurusan kedokteran gigi dipimpin oleh drg. Soedomo. Setelah itu pendidikan kedokteran gigi dimasukkan ke dalam lingkungan Universitas Gajah Mada digabungkan dengan Kedokteran dan Farmasi.

Sementara itu setelah kota Surabaya diduduki kembali oleh Belanda, pada bulan September 1947, pendidikan dokter gigi dibuka lagi dengan nama Tandheelkundig Institut. Pada tanggal 15 Januari 1948, berubah nama lagi menjadi Universitair Tandheelkundig Institut, sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran di Surabaya. Lamanya pendidikan adalah 4 tahun dan yang dapat diterima sebagai mahasiswa adalah lulusan sederajat dengan SMA bagian B.

Dalam bulan Desember tahun 1949, pemerintahan diserahkan kembali kepada Republik Indonesia. Pendidikan Kedokteran Gigi di Surabaya kemudian berubah lagi menjadi Lembaga Kedokteran Gigi , dengan lama pendidikan 4 tahun.

a. Zaman Pemerintahan R.I. (tahun 1950 - sekarang)

Pada tanggal 10 November 1954 Universitas Airlangga berdiri. Tahun 1958, Lembaga Ilmu Kedokteran Gigi digabungkan dalam Universitas Airlangga, dan kemudian namanya berubah lagi menjadi Fakultas Kedokteran Gigi.

Lamanya pendidikan 5 tahun dan yang diterima sebagai mahasiswa adalah lulusan SMA bagian B.

Waktu itu hanya ada 2 fakultas kedokteran gigi, yaitu Fakultas Kedokteran Gigi Gajah Mada yang waktu itu merupakan fakultas gabungan, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Pada tanggal 1 September 1959, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran didirikan dan dalam waktu 5 ½ tahun dapat meluluskan 6 orang dokter gigi yang pertama.Tanggal 29 Desember 1960, Pendirian Fakultas Kedokteran gigi Universitas Padjadjaran pada tahun 1959, telah membuka jalan bagi lain-lain Fakultas untuk menginjak masa baru

(11)

sebagai Fakultas tersendiri dan Dekan seorang Dokter Gigi sesuai dengan tuntutan zaman

Maka berturut-turut sampai sekarang berdiri Fakultas Kedokteran Gigi dan Program Studi Kedokteran Gigi di Indonesia, yang sampai saat ini sampai saat ini (2011) untuk pendidikan dokter gigi, tercatat ada 26 Fakultas/Program Studi Kedokteran Gigi

Perkembangan kedokteran gigi disuatu negara dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor tersebut yakni: faktor politik, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor demografi, faktor luasnya dan macamnya kebutuhan akan kesehatan gigi dan faktor mental manpower.

Jika kita dengan memperhatikan situasi pada waktu ini dapat memperkirakan bahwa faktor-faktor tersebut di atas (selainnya faktor demografi) dalam waktu 10 tahun yang akan datang maka dapat diharapkan, bahwa perkembangan kedokteran gigi pada tahun-tahun yang mendatang akan lebih pesat dari pada waktu yang lampau.

Faktor pertambahan penduduk dapat memusingkan kita dan oleh karena itu pada tiap-tiap perencanaan harus betul-betul diperhitungkan. Menurut sensus penduduk tahun 2011, pada tahun 2011 Indonesia berpenduduk 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun adalah sebesar 1,49 persen. Hasil Sensus penduduk Indonesia 2010 oleh BPS menunjukkan bahwa distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar 57 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah sebagai berikut: Sulawesi sebesar 7 persen; Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Ini berarti penambahan 3.539.589 juta penduduk setiap tahunnya, yang harus dipelihara kesehatan mulut dan giginya. Yang merupakan suatu beban yang berat sekali untuk profesi kedokteran gigi, dan yang dapat membuat rasio dokter gigi penduduk menjadi kabur lagi.

Jika kita perkirakan jumlah lulusan dokter gigi dalam 5 tahun yang akan datang

@ 1250 per tahun, maka dalam 5 tahun yang akan datang diproduksikan 6250 dokter gigi, sehingga jumlah dokter gigi pada akhir tahun 2016 akan menjadi kurang

(12)

lebih 26.905 orang, sesudah dikurangi oleh dokter gigi yang pensiun dan yang meninggal. Jumlah ini jelas tidak akan dapat menampung kebutuhan/permintaan akan kesehatan gigi dari 237.556.363+ 17697945= 255.254.308 juta penduduk, yang kiranya dapat diharapkan pada waktu itu akan lebih dental-minded.

Selain itu, penyebaran penduduk yang tidak merata dan berkonsentrasi pada beberapa daerah serta keadaan geografis yang dipisahkan lautan dan tersebar di berbagai kepulauan menyebabkan banyak pembangunan dan penyebaran informasi yang tidak merata. Salah satu masalah yang muncul adalah kurang maksimalnya penyebaran fasilitas dan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.

Ditiap ibu kota propinsi hendaknya mulai dibangun suatu Dental Specialist Centre, khususnya untuk Bedah Mulut, Konservasi, Periodintik, Protetik dan Ortodontik guna menampung penderita-penderita dari perifer dengan suatu referral- system.

3. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik a. Tujuan

1. Menelaah hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan di pendidikan tinggi kedokteran gigi

2. Menelaah aspek filosofis, sosiologis 3. Melakukan tinjauan pustaka

4. Melakukan kajian kebijakan pendidikan kedokteran gigi b. Kegunaan

Kegunaan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran gigi ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan menjadi dasar dalam merumuskan ketentuan-ketentuan Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran gigi.

c. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran Gigi adalah sebagai berikut:

Metode Deskriptif-Analitis, yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisis ketentuan-ketentuan yang ada yang terkait dengan RUU tentang Pendidikan Kedokteran Gigi. yang bertujuan untuk mengumpulkan data primer

(13)

dan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data primer tersebut adalah melalui studi kepustakaan, konsultasi publik/undang pakar, dan penelitian lapangan.

a. Studi kepustakaan sebagai salah satu pendekatan dalam pengumpulan bahan, data dan materi informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Kedokteran gigi. Materi studi pustaka berupa kajian dan review terhadap buku-buku, majalah, surat kabar, website, jurnal, serta data lain tentang peraturan perundang-undangan, dokumen negara, hasil penelitian, makalah seminar, berita media, dan data lainnya yang terkait dengan Pendidikan Kedokteran Gigi.

b. Penelitian lapangan (Fact finding) yang dilakukan dengan menghimpun pendapat dan persepsi dari berbagai pihak yang terkait, baik praktisi hukum maupun akademisi, pada penelitian mengenai Pendidikan Kedokteran Gigi ini informasi dan pendapat didapatkan dari Stakeholder di Jakarta dan 4 daerah yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Yogjakarta (dengan stakeholders institusi pendidikan kedokteran gigi, Rumah Sakit Pendidikan, Departemen Kesehatan Dan IDI di masing- masing wilayah penelitian).

c. Konsultasi Publik/mengundang Pakar, dengan melakukan diskusi dan menyelenggarakan seminar yang melibatkan para stakeholder dengan latar belakang beragam. Selain melakukan review terhadap bahan-bahan tertulis, juga dilakukan pengumpulan bahan informasi melalui brainstorming, kompilasi pendapat dan pemikiran dari pakar dan para ahli yang memiliki kompetensi dalam masalah Pendidikan Kedokteran Gigi.

(14)

BAB II

PROFIL INSTITUSI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI DI INDONESIA SAAT INI

II.1 Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia

Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi Kedokteran Gigi berbentuk Universitas yang mencakup Program Pendidikan Kedokteran gigi Dasar (S-1), dan Pendidikan Profesi Dokter Gigi. Perguruan tinggi yang memenuhi syarat dapat menjalankan Pendidikan Magister (S-2), Dokter Spesialis, serta Pendidikan Doktor (S-3).

Saat ini ada 26 (duapuluhenam) institusi pendidikan kedokteran gigi Gigi milik pemerintah dan swasta yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran gigi di Indonesia, sementara yang sudah meluluskan dokter gigi sebanyak 14 (empat belas) institusi. Dari grafik II.1.1 di bawah ini dapat dilihat bahwa institusi pendidikan dokter terbanyak terdapat di Pulau Jawa (16) dan diikuti oleh Pulau Sumatera (6). Sedangkan wilayah dengan jumlah institusi pendidikan dokter yang paling sedikit adalah Kalimantan (1), Bali (1) dan Sulawesi (2), sedang di daerah Maluku dan Papua belum mempunyai Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi.

Grafik II.1 Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia (data survey Afdokgi/HPEQ, 2010-2011)

(15)

Pada tabel di bawah ini ditampilkan nama-nama Universitas dan Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi di seluruh Indonesia beserta wilayah tempat berdirinya institusi tersebut

Tabel 1 Nama Institusi pendidikan menurut wilayah

No Nama Tempat No Nama Tempat

1 Universitas Syah Kuala

Banda Aceh 14 Universitas Sultan Agung

Semarang 2 Universitas Prima Medan 15 IIK Kediri Kediri 3 Universitas Sumatera

Utara

Medan 16 Universitas Gajah Mada

Yogyakarta 4 Universitas Andalas Padang 17 Universitas

Muhamadyah

Yogyakarta 5 Universitas

Baiturahmah

Padang 18 Uiversitas UMS Solo 6 Universitas Sriwijaya Palembang 19 Universitas

Airlangga

Surabaya 7 Universitas

Indonesia

Jakarta 20 Universitas Hang Tuah

Surabaya 8 Universitas Trisakti Jakarta 21 Universitas

Jember

Jember 9 Universitas

Moestopo (B)

Jakarta 22 Universitas Brawidjaja

Malang 10 Universitas

Padjadjaran

Bandung 23 Universitas Mahasaraswati

Denpasar 11 Universitas Kristen

Maranatha

Bandung 24 Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin

12 Universitas Jendral Yani

Bandung 25 Universitas Hasanudin

Makasar 13 Universitas Jendral

Soedirman

Purwokerto 26 Universitas Sam Ratulangi

Menado

II.2 Bentuk/sifat Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi

Dilihat dari bentuk atau sifatnya tidak semuanya Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi bernama fakultas, sebagian masih bernama Program Studi dibawah Fakultas Kedokteran.

Sejumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi berupa fakultas yang berdiri sendiri, sedangkan sebagian institusi pendiikan kedokteran gigi (….) masih berupa Program Studi dibawah Fakultas Kedokteran. Masih terdapatnya Prodi terutama pada institusi kedokteran gigi yang baru, mengingat hampir 50% institusi pendidikan kedokteran gigi baru saja berdiri

Tabel 2. Jumlah menurut bentuk/sifat institusi pendidikan KG 2011 (14) data harus dirubah

(16)

Status

Jumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi

Prosentase

Fakultas 6 42,9 %

Prodi KG 8 57,1 %

II.3 Institusi Pendidikan Dokter Gigi berdasarkan Status Kepemilikan

Jumlah program studi berdasarkan status kepemilikan dibagi menjadi dua yaitu program studi Kedokteran Gigi yang dimiliki oleh PTN dan PTS. Jumlah program studi yang dimiliki oleh PTN adalah 17 dan PTS adalah 9. Penyebaran PTN masih belum merata diseluruh wilayah Indonesia.Terbanyak masih di pulau Jawa yaitu 7 PTN, sementara Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua tidak memilik Institusi Pendidikan Dokter Gigi

Untuk PTS, wilayah Kopertis II, XI dan XII tidak memiliki PTS. Untuk perbandingan PTN dan PTS berdasarkan wilayah, untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi perbandingannya seimbang yaitu 2:2.

Sementara untuk di wilayah Jawa, lebih banyak PTS dibandingkan PTN.

Di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, hanya ada 1 PTS, dan di wilayah Kalimantan, hanya ada 1 PTN.

Tabel 3 Status Kepemilikan Institusi Pendidikan Dokter Gigi

Status Jumlah Persentase

1 PTN 17 65,38

2 PTS 9 34,62

TOTAL 26 100%

II.4 Akreditasi

(17)

Akreditasi program studi kedokteran gigi diklasifikasi berdasarkan jenjang pendidikan per pulau dan akreditasi untuk tiap bidang ilmu.

Tabel 4. Akreditasi Prodi Kedokteran gigi Gigi Jenjang S1 di Beberapa Wilayah di Indonesia

Wilayah A B C

Belum Terakreditasi

Sumatera 1 - 4 1

Jawa 5 4 1 6

Bali, - 1 - -

Kalimantan - - - 1

Sulawesi 1 - - 1

TOTAL 7 5 5 9

Sumber : Survei AFDOKGI/HPEQ 2010/2011

Berdasarkan Tabel atas, akreditasi yang terbanyak adalah A di Pulau Jawa.

Masih banyak program studi yang belum terakreditasi, jumlah terbanyak yang belum diakreditasi terdapat di Pulau Jawa. Di Indonesia Timur belum terakreditasi kecuali di Bali dan Sulawesi Selatan, jumlah program studi yang belum terakreditasi sebesar 46% jika dibandingkan dengan yang sudah terakreditasi. .

Dengan melihat data di atas maka kualitas 26 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi ini sangat bervariasi. Pada umumnya institusi yang sudah berdiri sejak lama mempunyai akreditasi A dan dapat menjadi jaminan karena bila peminatnya banyak maka akan mendapat mahasiswa yang berkualitas. Akibatnya jurang pemisah antara institusi lama dengan yang baru menjadi semakin besar.

Pada tabel ... diperlihatkan bahwa baru 65,38% dari 26 Fakultas/Prtodi kedokteran gigi yang telah terakreditasi, sedangkan 34,62% masih belum terakreditasi

Tabel 5. Situasi akreditasi jenjang sarjana kedokrean gigi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi 2011

(18)

AKREDITASI IPDG

Jenjang Sarjana Kedokteran Gigi

Status Jumlah IPDG Prosentase

Terakreditasi 17 65,38 %

Belum Terakreditasi 9 34,62 %

II.5 Jumlah penerimaan mahasiswa baru

Tabel 6. Kapasitas Institusi pendidikan menurut Jumlah penerimaan mahasiswa

No Nama Jumlah No Nama Jumlah

1 Universitas Syah Kuala

118 14 Universitas

Sultan Agung 55 2 Universitas

Prima

32 15 IIK Kediri 50

3 Universitas

Sumatera Utara 210 16 Universitas

Gajah Mada 147 4 Universitas

Andalas 50 17 Universitas

Muhamadyah 100 5 Universitas

Baiturahmah

95 18 Uiversitas UMS 50

6 Universitas

Sriwijaya 80 19 Universitas

Airlangga 170 7 Universitas

Indonesia 101 20 Universitas

hang Tuah 75

8 Universitas

Trisakti 220 21 Universitas

Jember 100

9 Universitas Moestopo (B)

172 22 Universitas Brawidjaja

107 10 Universitas

Padjadjaran 150 23 Universitas

Mahasaraswati 76 11 Universitas

Kristen Maranatha

35 24 Universitas

Lambung Mangkurat

52

12 Universitas

Jendral Yani 38 25 Universitas

Hasanudin 119 13 Universitas

Jendral Soedirman

53 26 Universitas Sam Ratulangi

106

Total penerimaan mahasiswa baru : 2421 mahasiswa baru

(19)

II.6 Jumlah mahasiswa

Jumlah mahasiswa dari 14 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi yang disurvei sebanyak 6800 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa tahap akademik 4832 orang dan tahap profesi 1968 orang. Ada 50% Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi yang belum mempunyai mahasiswa tahap profesi (Tabel 2)

Tabel 7. Jumlah Mahasiswa 14 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi

No Institusi Pendidikan Kedokteran

Gigi

Jumlah Mahasiswa

Tahap Akademik

Jumlah Mahasiswa

Tahap Profesi

Jumlah Total Mahasiswa

1 IIK 166 13 179

2 UKM 101 0 101

3 UMS 100 0 100

4 UMY 389 179 468

5 UNAIR 610 230 840

6 UNAND 162 0 162

7 UNEJ 551 178 729

8 UNISULA 169 0 169

9 UNJANI 116 0 116

10 UNPAD 642 522 1164

11 UNPRI 96 0 96

12 UNSOED 163 0 163

13 USAKTI 829 564 1393

14 USU 738 300 1038

TOTAL 4832 1986 6718

Jumlah mahasiswa profesi jika dibandingkan dengan dental unit

(20)

RSGM Pendidikan

Jumlah Mahasiswa

Profesi

Jumlah DCU

RSGM Pendidikan

Jumlah Mahasis

wa Profesi

Jumlah DCU

1 Universitas Sumatera Utara

302 124 9 UMJ 148 84

2 Universitas Baiturahmah

333 100 10 Unair 230 187

3 Universitas Sriwijaya

11 UHT 112 78

4 Universitas Indonesia

202 160 12 Jember 281 128

5 Universitas Trisakti

889 151 13 Unhas 385 114

6 Universitas Moestopo (B)

440 90 14 Universitas

Mahasaraswati

325 68

7 Unpad 501 244

8 UGM 358 160

survey 2010/2011

II. 9 Jumlah lulusan

Pada tabel ini diperlihatkan data lulusan dokter gigi pada periode 2010/2011 di 14 fakultas Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi yang telah menghasilkan lulusan dokter gigi. Total lulusan adalah 1057 orang dengan rincian pada tabel 8 di bawah ini.

Dua belas Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi belum menghasilkan lulusan dokter gigi, karena masih dalam tahap sarjana ataupun masih sednga menjalankan tahap profesi. Tahun 2012 yang akan datang jumlah Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi yang akan menghasilkan lulusan dokter gigi akan bertambah.

Tabel 8. Jumlah lulusan dokter gigi pada periode 2010/2011

No Nama Jumlah No Nama Jumlah

1 Universitas 23 8 Universitas 130

(21)

Sumatera Utara Gajah Mada 2 Universitas

Baiturahmah 63 9 Universitas

Muhamadyah 42

3 Universitas Sriwijaya

18 10 Universitas

Airlangga

39 4 Universitas

Indonesia

88 11 Universitas

Hang Tuah

33

5 Universitas

Trisakti 184 12 Universitas

Jember 85

6 Universitas

Moestopo (B) 88 13 Universitas Mahasaraswati 7 Universitas

Padjadjaran

164 14 Universitas

Hasanudin 103

Total 1060

1. Jumlah mhs total profesi dan akademik

II.10. Jumlah dosen tetap menurut institusi (pns maupun non pns tetapi sk univ dosen tetap.

Tabel 9. Jumlah dosen tetap

Nama Institusi

Jumlah Dosen

Tetap (drg)

Jumlah Dosen Tetap (drg

Sp)

Jumlah Dosen Tetap (S2)

Jumlah Dosen Tetap (S3)

Jumlah Dosen Tetap Total

1 UI 5 54 14 27 100

2 UNSYIAH 5 11 17 1 34

3 UGM 0 67 29 13 109

4 UNMAS 28 10 18 0 56

5 UNLAM 10 1 0 0 11

6 UNSRI 3 0 2 0 5

7 UHT 12 13 8 5 38

8 UNSRAT 6 3 3 0 12

9 UPDM(B) 28 20 29 4 81

10 UB 4 13 6 1 24

11 UNHAS 24 19 36 21 100

12 UNBRAH 16 4 9 1 30

13 IIK 17 4 2 0 23

14 UKM 6 5 4 0 15

15 UMS 6 2 2 0 10

16 UMY 9 1 6 0 16

17 UNAIR 5 113 72 33 223

(22)

18 UNAND 11 0 0 0 11

19 UNEJ 12 6 51 7 76

20 UNISULA 11 2 3 1 17

21 UNJANI 0 7 2 2 11

22 UNPAD 3 44 47 25 119

23 UNPRI 7 5 6 0 18

24 UNSOED 10 1 3 1 15

25 USAKTI 31 47 28 21 127

26 USU 45 13 19 13 90

Total

2. Jumlah tenaaga dosen tetap berdasrkan jenjang pendidikan 3. Rasio dosen tetap thd mhs

II.11 Rasio jumlah dosen dan jumlah mahasiswa (p e r i k s a l a g i )

Sumber Daya Manusia untuk rasio jumlah dosen dan jumlah mahasiswa untuk pendidikan ditemukan data sebagai berikut: Pada tahap Akademik terdapat 8 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi yang mempunyai rasio dosen dengan mahasiswa di atas 1:10 (30.77 %), hal ini tidak sesuai dengan dengan standar pendidikan yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi tahun 2008. Sedangkan 18 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi mempunyai rasio 69.23 %

Sedang rasio dosen dengan mahasiswa tahap profesi dari 16 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi yang telah mempunyai mahasiswa tahap profesi, hanya 7 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (43,75%) yang memenuhi standar pendidikan dokter gigi dengan rasio dosen dengan mahasiswa tahap profesi 1 : ≤ 5 (Tabel ). Sedangkan 9 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi mempunyai rasio 1 : ≥ 5 (56.25 %)

Tabel 10. Rasio Jumlah Dosen Tetap dengan Jumlah Mahasiswa

(23)

. Rasio Jumlah Dosen Tetap dengan Jumlah Mahasiswa

Rasio Jumlah IPDG Prosentase

1 : < 10 12 46,15 %

1 : > 10 14 53,85 %

Tabel 11 Rasio dosen tetap dengan mahasiswa Tahap Akademik Rasio Jumlah Dosen dengan Jumlah Mahasiswa

Tahap Akademik

Rasio Jumlah IPDG Prosentase

1 : ≤ 10 18 69.23 %

1 : > 10 8 30.77 %

Tabel 12. Rasio Dosen dengan Mahasiswa Tahap Profesi

. Rasio Jumlah Dosen dengan Jumlah Mahasiswa Tahap Profesi

Rasio Jumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi

Prosentase

1 : ≤ 5 7 43.75 %

1 : ≥ 5 9 56.25 %

4. Pendidikan spesialis

Untuk pendidikan spesialis ada 8 (delapan) cabang spesialisasi dokter gigi yang dilakukan oleh 6 PTN dan 1 PTS institusi penyelenggara pendidikan dokter gigi spesialis.

Pendidikan spesialis menghasilkan 120 dokter gigi spesialis setiap tahun di seluruh Indonesia. Lulusan dokter spesialis diharapkan meningkat menjadi 200

(24)

sampai 250 orang pertahun. Jumlah ini hanya dapat dicapai apabila ada perubahan mendasar pada sistem pendidikan dokter spesialis. Berbagai perubahan mendasar antara lain mengenai pertambahan jumlah rumah sakit gigi dan mulut sebagai tempat pendidikan spesialis. Mahalnya pendikan dokter gigi spesialis dan kurangnya pendanaan dan bantuan lain.

Walaupun pada masa sekarang dan masa 10 tahun yang akan datang Fakultas Kedokteran Gigi-Fakultas Kedokteran Gigi harus tetap memusatkan perhatiannya kepada produk dokter gigi yang baik dan cakap untuk diabdikan kepada rakyat banyak, namun dibeberapa fakultas yang mampu hendaknya dapat dimulai dengan kursus-kursus untuk upgrading dan spesialisasi dalam beberapa cabang keahlian, khususnya untuk memenuhi kebutuhan staf pengajar dan Dental Specialist Centres.

Kiranya baik juga diperingatkan disini, bahwa usaha secara besar-besaran untuk overspesialisasi dan superspesialisasi dalam periode 10 tahun yang mendatang akan mengandung bahaya yang besar, yakni akan membikin kabur tugas utama dokter gigi Indonesia pada waktu ini, ialah memelihara dan mempertinggi kesehatan mulut dan gigi dari masyarakat. Hendaknya dihindarkan bahwa spesialisasi ini hanya dijadikan suatu proyek prestise untuk beberapa gelintir orang saja.

Tabel

ORTO IBM KGA PROSTO KONS

ER

IPM PERIO RADIO

USU V - - V V - V -

UI V V V V V V V -

USAKTI - - - - V - - -

UNPAD V V V V V V V V

UGM V V V V V V V -

UNAIR V V V V V V V -

UNHAS - - - V V - V -

Jumlah lulusan Spesialis tahun 2010-2011

(25)

No Nama Jumlah No Nama Jumlah

1 Universitas

Sumatera Utara 5 Universitas

Gajah Mada 2 Universitas

Indonesia

6 Universitas Airlangga 3 Universitas

Trisakti 7 Universitas

Hasanudin 4 Universitas

Padjadjaran 36

RSGMP Jumlah DCU Jumlah Peserta

BM Kons KGA Prosto Orto Perio OM Total

UI 4* 14 8 12 15 10 1* 64

USAKTI 13 24

UNPAD 2* 6 7 10 14 5 1* 45

UGM UNAIR

UNHAS 7 6 6

USU - 3 - 3 6 3 - 15

3.1.10. Pendidikan Pascasarjana

Berdasarkan hasil survei terdapat 5 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (35,7%) mempunyai pendidikan lanjutan Sp-1, sedangkan 9 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (64,3 %) belum mempunyai pendidikan lanjutan Sp-I. Pendidikan lanjutan S-2 terdapat di 5 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (35,7%), sedangkan 9 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (64,3 %) belum mempunyai pendidikan lanjutan S-2.

Pendidikan lanjutan S-3 diselenggarakan oleh 4 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (28,6 %), sedangkan 10 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (71,4 %) belum memiliki pendidikan lanjutan S-3. Sebagian besar yang tidak mempunyai pendidikan lanjutan adalah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Iyang masih berstatus Program studi (Tabel 11).

(26)

Tabel . Pendidikan

Program Studi

Sumatera Jawa Bali, Nusa Tenggara

Kalimantan Sulawesi Maluku, Papua

S2 0 6 0 0 0 0

S3 0 2 0 0 0 0

Sp 1 5 0 0 1 0

Tabel . Pendidikan Pascasarjana Spesialis 1

Sp – 1 Jumlah Institusi

Pendidikan Kedokteran Gigi

Prosentase

Mempunyai 7 26,92 %

Belum Mempunyai 19 73,08 %

Tabel . Pendidikan Pascasarjana S-2

S – 2 Jumlah Institusi

Pendidikan Kedokteran Gigi

Prosentase

Mempunyai 5 35,7 %

Belum Mempunyai 9 64,3 %

(27)

Tabel . Pendidikan Pascasarjana S-3

S – 3 Jumlah Institusi

Pendidikan Kedokteran Gigi

Prosentase

Mempunyai 4 28,6 %

Belum Mempunyai 10 71,4 %

5. Kapasitas peserta didik spesialis menurut institusi

6. Pendidian tenaga auxillary personil

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri tertanggal 30 Desember 1950 Nomor: 27998 / Kab memutuskan mendirikan Pendidikan Perawat Gigi ( Dental Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 1951, untuk Sekolah Perawat Gigi di Jakarta dan pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta meluluskan Perawat Gigi yang pertama. Namun, pada tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG). Pada tahun 1959 SPTG didirikan dan pada tahun 1960 lulus Sekolah Pengatur Tehniker Gigi angkatan I Jakarta dan akhirnya pada tahun 1967 berdiri Ikatan Perawat Gigi dan Tehniker Gigi Indonesia ( IPTGI ).

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa tenaga kesehatan harus mempunyai keahlian professional yang ditunjang pendidikannya.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional menyatakan untuk menjadi Jabatan Fungsional dipersyaratkan adanya profesi yang jelas, etika profesi dan tugas mandiri dari tenaga kesehatan tersebut dan Jabatan Fungsional menghendaki adanya organisasi profesi. Sedemikian besar tuntutan pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta luasnya tanah air Indonesia dan bertambahnya penduduk, Perawat Gigi lulusan Sekolah

(28)

Pengatur Rawat Gigi di Jakarta sudah barang tentu tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut.

Seperti kita ketahui Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah / pernah memiliki sekitar 22 Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berada di 17 propinsi. Jelaslah bahwa keberadaan Perawat Gigi bagi masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan.

Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berdiri sejak tahun 1951 sampai saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, yang artinya Perawat Gigi juga telah mempunyai beberapa wajah atau profil (terlampir Pedoman Kurikulum Pendidikan SPRG) dari lampiran SK Menkes Nomor 62/KEP/DIKLAT/KES/81. Memenuhi tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan Organisasi Profesi serta berkat daya juang yang tinggi melalui berbagai proses, terbentuklah wadah menghimpun profesi Perawat Gigi pada tanggal 13 September 1996 yang dinamakan Persatuan Perawat Gigi Indonesia/organisasi profesi PPGI di BLKM Ciloto Jawa Barat yang didukung oleh Direktorat Kesehatan Gigi, Biro Organisasi Departemen Kesehatan RI, dan PUSDIKNAKES Depkes RI.

Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Jelaslah bagi kita, dari butir pertama Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa Perawat Gigi termasuk dalam salah satu tenaga kesehatan. Perawat Gigi mempunyai keterampilan, kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan gigi khususnya setelah menempuh pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998 tentang Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan kelompok Keperawatan. Selanjutnya untuk kenyamanan Perawat Gigi bekerja disusunlah peraturan – peraturan Jabatan Fungsional Perawat Gigi kemudian terbitlah :

1. KEPMENPAN No. 22/KEP/M.PAN/4/2001tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan angka kreditnya.

2. Keputusan Bersama Menkes dan Kesos dan KA. BKN No. 728/MENKES/ KESOS/ SKB/

VII/ 2001 dan No. 32A Tahun 2001 Kep.Menkes No. 1208/Menkes /SK/ XI/2001

(29)

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 284/ Menkes/SK/ IV/ 2006, Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan dalam kelompok Keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan Standar Profesi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor : 378/Menkes/SK/III/2007, (terlampir). Sehingga dapat disimpulkan tenaga profesi Kesehatan Gigi mempunyai jenis tenaga sebagai berikut ;

1.Dokter Gigi 2.Perawat Gigi 3.Tehniker Gigi

B. SEJARAH AKADEMI KESEHATAN GIGI DEPKES HINGGA KINI Menyadari akan makin meningkatnya need and demand masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan, PUSDIKLAT Depkes ( pada waktu itu belum terpisah Pusdiklat dan Pusdiknakes) telah memikirkan untuk meningkatkan SPRG menjadi Program D3 dengan mengadakan pertemuan di Tawangamangu tahun 1980 yang dihadiri oleh pakar dari Depkes, Depdikbud, beberapa dekan FKG, Pimpinan dan staf SPRG . Setelah melalui proses yang panjang, konsultasi dengan Departemen Kesehatan, Depdikbud, FKG, FKM, PDGI, IPGI ( pada waktu itu IPTGI ) serta mengacu pada referensi antara lain Sistem Kesehatan Nasional, lahirlah Akademi Kesehatan Gigi Depkes yang akan melahirkan tenaga Ahli Madya Kesehatan Gigi.

Bentuk Pendidikan Tinggi Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 menegaskan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan professional, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas.

1.Akademi menyelenggarakan program pendidikan professional dalam satu atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, tehnologi, atau kesenian tertentu

2.Politeknik menyelenggarakan program pendidikan professional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus

Dengan demikian pendidikan akademik yang mengutamakan peningkatan mutu dan

memperluas wawasan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi, Institut dan

(30)

Universitas, sedangkan pendidikan professional yang mengutamakan peningkatan kemampuan penerapan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas.

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Akademi Kesehatan Gigi mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 095/MENKES/SK/II/1991. Dan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 017a/U/1998 Nomor: 108/MENKES/SKB/II/1998 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Program Diploma di Bidang Kesehatan Pendidikan Perawat Gigi di Indonesia pada awalnya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dengan

kemampuan vokasional setara jenjang pendidikan menengah dengan kelembagaan Sekolah Pengatur Rawat Gigi berubah menjadi Akademi Kesehatan Gigi ( AKG ) dengan peserta didik berasal dari lulusan pendidikan menengah ( SMU/SMA) dan semenjak tahun 2002 Akademi Kesehatan Gigi bergabung dalam struktur kelembagaan Politeknik Kesehatan sebagai Jurusan Kesehatan Gigi ( JKG ).

Padahal Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 43/MENKES- KESOS/SK/1/2001 tentang Izin Penyelenggaraan Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan pendidikan Diploma Kesehatan Gigi tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. ( terlampir ) dan telah diganti menjadi jenis pendidikan Diploma Keperawatan Gigi

sebagaimana pada SK Menkes dalam lampiran I Surat Keputusan Menteri Kesehatan (terbaru) Nomor : 1192/MENKES/PER/X2004 tanggal 19 Oktober 2004 tertuang jenis pendidikan Diploma di bidang kesehatan sebagai berikut;

Namun kenyataan hingga saat ini penyelenggaraan pendidikan program Diploma jenis pendidikan masih menggunakan jenis pendidikan lama ( Kesehatan Gigi ).

Kekhasan dari penyelenggaraan pendidikan program Diploma adalah pelaksanaan praktik yang lebih intensif untuk menghasilkan lulusan yang menguasai kompetensi profesi tertentu.

Hal ini berimplikasi pada beberapa hal berikut;

1.Program Diploma lebih mengutamakan pada peningkatan keahlian dan keterampilan 2.Kegiatan menerapkan dan mempraktikkan keahlian lebih dominan dalam proses penyelenggaraan sistem belajar – mengajar

3.Oleh karenanya laboratorium maupun bengkel dengan fasilitas yang memadai menjadi tulang punggung dalam penyelenggaraan pendidikan

4.Dosen atau laboran yang kompeten menjadi prasyarat utama agar sistem pembelajaran berjalan semestinya

5.Kurikulum harus merujuk pada kompetensi profesi yang dituju

(31)

Kompetensi menjadi jembatan yang menghubungkan antara stake holder (pengguna) dengan institusi pendidikan program Diploma ( diantaranya Politeknik Kesehatan Depkes ).

Kompetensi profesi akan menjadi rujukan dalam menyusun panduan proses belajar mengajar, yang salah satu bagian terpentingnya adalah kurikulum.

Dengan demikian kurikulum pada pendidikan Diploma harus didasarkan pada kompetensi profesi yang diidentifikasi secara langsung dari masyarakat profesinya. ( P5D Bandung, 2002 hal 3 )

Dalam membangun kurikulum berbasis kompetensi profesi perlu diperhatikan urutan kerja dalam menyelesaikan setiap tahapannya. Urutan yang logis untuk membangun kurikulum adalah;

1.Identifikasi profesi dan rincian kerja pada profesi tersebut

2.Identifikasi kompetensi dari setiap profesi yang telah teridentifikasi

3.Menjabarkan kompetensi dalam gatra pembelajaran sesuai taxonomi Bloom sekaligus mengukur kedalamannya

4.Memilah dan mengurut gatra pembelajaran dalam kelompok matakuliah

5.Menentukan mata kuliah yang merangkum gatra pembelajaran yang telah tersusun Hal tersebut harus dirinci dan dilaksanakan proses pengembangan kurikulum Diploma III Keperawatan Gigi yang diinginkan.

Jurusan Keperawatan Gigi lebih sesuai namanya dengan yang dihasilkan yaitu Perawat Gigi dengan sebutan Ahli Madya Keperawatan Gigi.

Penggantian nama pendidikan dari Jurusan Kesehatan Gigi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi juga telah masuk daftar agenda ( prioritas utama program jangka pendek ) Musyawarah Nasional III PPGI, Perawat Gigi seluruh Indonesia tahun 2006 di Makassar.

C. PERAWAT GIGI BUKAN PERAWAT ( NURSE )

Walaupun Perawat Gigi di dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1035 Tahun 1998 termasuk kelompok Keperawatan bukan berarti Perawat Gigi adalah Perawat. Sama halnya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Bidan juga termasuk kelompok Keperawatan akan tetapi Bidan sendiri menyatakan dirinya bukan Perawat.

Alasan mengapa Perawat Gigi bukan Perawat adalah Pemahaman tentang Keperawatan bukan hanya berarti nursing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1994, kata

“RAWAT” diartikan pelihara, urus, atau jaga. “Perawatan” adalah proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan, pembelaan (orang sakit). Berdasarkan pengertian

(32)

tersebut di atas, maka Keperawatan dapat diartikan sesuatu yang berkaitan dengan proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan dan pembelaan khususnya bagi orang sakit.

Definisi Keperawatan berdasarkan hasil lokakarya Keperawatan Tahun 1983, dinyatakan bahwa Keperawatan adalah suatu bentuk professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsiko social cultural yang komperehensif serta ditujukan kepada inidividu, keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit.

Dalam hal ini PPGI lebih cenderung mengartikan Keperawatan dalam konteks kesehatan gigi dan mulut adalah dalam bentuk upaya pemeliharaan ( care ) kesehatan gigi dan mulut. Antara Perawat Gigi dan Perawat terdapat perbedaan pendekatan walaupun kedua jenis tenaga tersebut memandang manusia sebagai satu kesatuan yang mengandung unsur – unsur biologi, psikologis, sosial dan kultural (biopsikososialkultural).

Perawat Gigi melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya pendekatan, pemeliharaan melalui tindakan-tindakan promotif – preventif, sedangkan Perawat (Nurse) melakukan pendekatan berdasarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar mampu mengatasi masalahnya.

Hingga dapat disimpulkan sebagai berikut;

1.Pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup pelayanan medis gigi ( care ) oleh Dokter Gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ( care ) oleh Perawat Gigi dan pelayanan asuhan supporting oleh Tehnisi Gigi.

2.Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara komperehensif kepada

individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai ruang lingkup berfokuskan kepada aspek promotif, preventif, dan kuratif dasar

3.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi dapat memberikan konseling terhadap hak-hak klien dan memberikan jaminan terhadap kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan secara profesional

4.Untuk menghasilkan tenaga Perawat Gigi yang profesional melalui pendidikan jenjang lanjut, pendidikan tinggi yaitu jenjang Diploma III

5.Perawat Gigi merupakan tenaga kesehatan professional yang termasuk dalam kategori tenaga Keperawatan

6.Tugas Perawat Gigi bersifat mandiri secara professional

7.Perawat Gigi adalah mitra kerja Dokter Gigi yang menunjang program Pemerintah dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut

(33)

8.Perawat Gigi melaksanakan program Pemerintah ( Departemen Kesehatan ) dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

9.Pendidikan Perawat Gigi telah dimulai sejak tahun 1951 melalui Sekolah Perawat Gigi dan pada tahun 1957 berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang ditingkatkan jenjang pendidikan tinggi melalui Akademi Kesehatan Gigi dan kini Jurusan Kesehatan Gigi 10.Perawat Gigi mempunyai organisasi profesi sebagai wadah berhimpun dan

memperjuangkan aspirasinya adalah PERSATUAN PERAWAT GIGI INDONESIA.

11.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi berkolaborasi dengan tenaga

kesehatan lainnya ( Dokter Gigi, Dokter Umum, Perawat Umum, Bidan dan sebagainya ) dan bekerja sesuai Standar Profesi yang berlaku

12.Penyelenggaran pendidikan Diploma bidang kesehatan bagi tenaga calon Perawat Gigi agar disesuaikan nama institusi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi sebagaimana dalam lampiran I SK Nomor 1192/Menkes/PER/X/2004

13.Kurikulum adalah dokumen yang berisikan uraian mengenai aktivitas belajar, mengajar dan fasilitas penunjang yang dirangkum berdasarkan kebutuhan masyarakat, falsafah pendidikan dan tujuan institusional ( Keperawatan Gigi ) maka dianggap perlu melakukan perubahan sesuai Standar Profesi dan Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut yang berlaku.

14.Bahwa penyusunan kurikulum pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi harus melibatkan organisasi profesi PPGI

15.Semua anggota Keperawatan adalah satu KAUM = Kaum Keperawatan

Tabel Jumlah Institusi pendidikan perawat gigi

Program Studi Sumatera Jawa Bali, Nusa Tenggara

Kalimantan Sulawesi Maluku Papua

Jurusan Keperawatan Gigi

(JKG) Politeknik Kesehatan Kemenkes

6 6 0 2 4 0

Gambar

Grafik II.1  Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia  (data survey Afdokgi/HPEQ, 2010-2011)
Tabel 1  Nama Institusi pendidikan menurut wilayah
Tabel 3 Status Kepemilikan Institusi Pendidikan Dokter  Gigi
Tabel 4. Akreditasi Prodi Kedokteran gigi Gigi Jenjang S1 di Beberapa Wilayah  di Indonesia  Wilayah  A  B  C  Belum  Terakreditasi  Sumatera  1  -  4  1  Jawa  5  4  1  6  Bali,    -  1  -  -  Kalimantan  -  -  -  1  Sulawesi  1  -  -  1  TOTAL  7  5  5
+7

Referensi

Dokumen terkait

identifikasi melalui suara echolokai juga dapat membedakan jenis kelamin dari jenis yang sama pada empat jenis yang diamati yaitu R..

Ketidakserempakan pembungaan akan mengurangi jumlah serangga yang mendatangi bunga dalam populasi tersebut, yang akhirnya akan berdampak pada berkurangnya perpindahan tepung

Sediaan setengah padat berbentuk bulat telur digunakan untuk 2agina... Cara penyimpanan obat di rumah tangga sebagai berikut : 1. $impan obat ditempat yang se!uk dan

Pikolih tetilik puniki, inggih ipun (1) kaiwangan Ejaan Bahasa Bali Yang Disempurnakan sane wenten ring sajeroning sasutaran awig-awig subak Kacangbubuan, desa adat

didih( @itik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan atmos0er( 6airan yang diembunkan kembali disebut destilat( @u'uan destilasi adalah pemurnian

Bagi guru PAI, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menggunakan pendekatan belajar siswa, sehingga dalam pembelajaran tidak hanya terpaku pada

bahwa Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Balikpapan Nomor 6 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Balikpapan yang

Sedangkan dalam segi waktu eksekusi dapat disimpulkan bahwa pertama, penggunaan blockfull pada HDFS memberikan waktu eksekusi yang lebih baik, kedua, tidak ada