• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL PADA GORENGAN YANG DISAJIKAN MENGGUNAKAN PENUTUP DAN TIDAK MENGGUNAKAN PENUTUP DI PINGGIR JALAN MARELAN RAYA TAHUN 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL PADA GORENGAN YANG DISAJIKAN MENGGUNAKAN PENUTUP DAN TIDAK MENGGUNAKAN PENUTUP DI PINGGIR JALAN MARELAN RAYA TAHUN 2019"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

LAILAN MARDIAH NIM. 151000054

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAILAN MARDIAH NIM.151000054

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)
(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes.

Anggota : 1. Dr. Sri Malem Indirawati, S.K.M., M.Si.

2. Ir. Indra Chahaya S, M.Si.

(5)
(6)

pembakaran bensin adalah makanan yang dijual di pinggir jalan. Makanan yang dijual dipinggir jalan biasanya adalah makanan jajanan seperti gorengan di pinggir Jalan Marelan Raya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penjual gorengan, mengetahui kandungan timbal pada gorengan yang disajikan menggunakan penutup dan tidak menggunakan penutup, mengetahui kadar timbal pada minyak goreng, mengetahui higiene sanitasi tempat penjualan, dan mengetahui jarak dagangan dengan jalan raya .Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, wawancara dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian yaitu sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, berumur antara 35-44 tahun, berpendidikan terakhir SMA, berjualan paling lama 1-5 tahun.

Kadar timbal pada gorengan tanpa penutup, positif mengandung timbal sebanyak 28,6% sedangkan gorengan yang menggunakan penutup seluruhnya tidak mengandung timbal. Seluruh sampel minyak goreng tidak mengandung timbal.

Higiene sanitasi tempat penjualan makanan jajanan gorengan di pinggir Jalan Marelan Raya tahun 2019 untuk tempat pengolahan dan penjamah makanan tidak

memenuhi syarat kesehatan menurut Kepmenkes

RI/No.942/MENKES/SK/VI/2011. Rata-rata Jarak dagangan dengan jalan raya adalah 0,95 meter. Kepada pedagang agar menggunakan penutup pada tempat dagangannya agar mengurangi paparan timbal pada gorengan.

Kata kunci : Gorengan, higiene sanitasi, timbal

(7)

contaminated with lead combustion gasoline. Foods that are sold on the roadside are usually snacks such as fried foods on the roadside of Marelan Raya. The purpose of this study was to determine the characteristics of fried food sellers, investigate the lead content in fried food served using a lid and not using a lid, investigate the lead content in cooking oil, assess the sanitation hygiene of the place of sale, and determine the distance of trade with the highway. This type of research was a descriptive survey. The sampling technique was done by total sampling, interview and observation. Data were analyzed descriptively. The study results showed that most respondents were female, aged between 35-44 years, high school graduates, and became sellers for 1-5 years. The results showed that fried foods without lid contained lead with 28.6% while fried foods with lid did not contain lead. All cooking oil samples did not contain lead. The sanitation hygiene of the selling place of fried food snacks on the side of Marelan Raya Street in 2019 for food processing and food handlers did not meet the health requirements according to the Ministry of Health Republic of Indonesia /No.942/MENKES/SK/VI/2011. The average distance of food productwith the highway was 0.95 meters. Sellers should use a lid on their products to reduce lead exposure on their foods and improve sanitation hygiene at their sales places to increase public health.

Keyword: Fried food, sanitation hygiene, lead

(8)

yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan Timbal pada Gorengan yang Disajikan Menggunakan Penutup dan Tidak Menggunakan Penutup di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

(9)

pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Dr. Asfriyati, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus Dian Afriyanti.

9. Kepala UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian.

10. Teristimewa untuk orang tua (Sri Mulyono dan Fauziah Parinduri) yang telah memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi dukungan kepada penulis.

11. Terkhusus untuk saudara (M. Asril Tamimi dan Ramadani Syahfitri) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Teman-teman terdekat (Apria, Putri, Fiola, Widya, Ira, Nurul) yang telah menyemangati dan mendukung penulis.

13. Teman-teman seperjuangan skripsi yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

14. Teman-teman Peminatan Kesehatan Lingkungan yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

(10)
(11)

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Tujuan umum 4

Tujuan khusus 5

Manfaat Penelitian 5

Manfaat teoritis 5

Manfaat aplikatif 5

Tinjauan Pustaka 7

Makanan 7

Fungsi pokok makanan 7

Makanan jajanan 8

Jenis makanan jajanan 8

Persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan 9

Higiene sanitasi makanan 13

Prinsip higiene sanitasi makanan 13

Pencemaran Udara pada Jalan Raya 22

Definisi 22

Sumber pencemaran udara pada jalan raya 23

Emisi gas buang kendaraan 24

Masuknya bahan pencemar ke dalam tubuh manusia 26

Dampak emisi gas buang 27

Timbal 29

Definisi 29

Karakteristik dan sifat timbal 30

Manfaat penggunaan timbal 31

(12)

Landasan Teori 38

Kerangka Konsep 39

Metode Penelitian 40

Jenis Penelitian 40

Lokasi dan Waktu Penelitian 40

Populasi dan Sampel 40

Variabel dan Definisi Operasional 41

Metode Pengumpulan Data 42

Metode Pengukuran 46

Metode Analisis Data 47

Hasil Penelitian 48

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 48

Gambaran Umum Karakteristik Responden 48

Jenis gorengan 50

Jenis minyak goreng 50

Hasil Penelitian Analisis Kadar Timbal Pada Gorengan dan

Minyak Goreng 51

Hasil penelitian analisis kadar timbal pada gorengan 51 Hasil penelitian analisis kadar timbal pada minyak goreng 53 Hasil Penelitian Higiene Sanitasi Penjaja Makanan Jajanan Gorengan 55

Jarak Dagangan Dengan Jalan Raya 62

Jumlah Kendaraan Yang Melintas 63

Pembahasan 66

Karakteristik Penjaja Gorengan 66

Kadar Timbal Gorengan dan Minyak Goreng 66

Analisis kadar timbal pada gorengan yang disajikan tanpa

menggunakan penutup 66

Analisis kadar timbal pada gorengan yang disajikan

menggunakan penutup 67

Analisis kadar timbal pada minyak goreng 68

Higiene Sanitasi Penjaja Makanan Jajanan Gorengan 69 Keadaan Penutup Gorengan Terhadap Keberadaan Timbal 73 Higiene Sanitasi Makanan Jajanan Terhadap Keberadaan Timbal 73

Keterbatasan Penelitian 75

Kesimpulan dan Saran 76

Kesimpulan 76

Saran 77

(13)
(14)

1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden di Pinggir

Jalan Marelan Raya Tahun 2019 49

2 Jenis Gorengan yang Dijual di Pinggir Jalan Marelan Raya

Tahun 2019 50

3 Jenis Minyak Goreng yang Dijual di Pinggir Jalan Marelan

Raya Tahun 2019 50

4 Hasil Analisis Kadar Timbal pada Gorengan yang Disajikan Tidak Menggunakan Penutup di Pinggir Jalan Marelan Raya

Tahun 2019 52

5 Hasil Analisis Kadar Timbal pada Gorengan yang Disajikan

Menggunakan Penutup di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 53 6 Hasil Analisis Kadar Timbal pada Minyak Goreng pada

Gorengan yang Disajikan Tidak Menggunakan Penutup di

Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 54

7 Hasil Analisis Kadar Timbal pada Minyak Goreng pada Gorengan yang Disajikan Menggunakan Penutup di Pinggir

Jalan Marelan Raya Tahun 2019 54

8 Distribusi Penjaja Gorengan Berdasarkan Penjamah Makanan

di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 55

9 Distribusi Kategori Penjaja Gorengan Berdasarkan Penjamah

Makanan di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 56 10 Distribusi Penjaja Gorengan Berdasarkan Peralatan di Pinggir

Jalan Marelan Raya Tahun 2019 57

11 Distribusi Kategori Penjaja Gorengan Berdasarkan Peralatan

di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 58

12 Distribusi Penjaja Gorengan Berdasarkan Bahan Makanan

di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 58

(15)

Makanan di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 59 15 Distribusi Kategori Penjaja Gorengan Berdasarkan

Pengangkutan Makanan di Pinggir Jalan Marelan Raya

Tahun 2019 60

16 Distribusi Penjaja Gorengan Berdasarkan Sarana Penyajian

di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 60

17 Distribusi Kategori Penjaja Gorengan Berdasarkan Sarana

Penyajian di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 61 18 Distribusi Penjaja Gorengan Berdasarkan Sarana Penjaja

di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 61

19 Distribusi Kategori Penjaja Gorengan Berdasarkan Sarana

Penjaja di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019 62 20 Jarak Dagangan dengan Jalan Raya di Pinggir Jalan Marelan

Raya Tahun 2019 62

21 Tabulasi Silang antara Keadaan Penutup Gorengan dengan Keberadaan Timbal di Pinggir Jalan Marelan Raya Tahun

2019 63

22 Tabulasi Silang antara Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dengan Keberadaan Timbal pada Gorengan di Pinggir jalan

Marelan Raya Tahun 2019 64

(16)

1 Kerangka penelitian 39

2 Lokasi pengambilan sampel 89

(17)

1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Makanan Jajanan 81

2 Master Data 83

3 Surat Izin Penelitian 86

4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Gorengan 87

5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Minyak Goreng 88

6 Dokumentasi Kegiatan 89

(18)

BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan BPS BadanPusatStatistik

Pb Plumbum atau Timbal WHO World Health Organization

(19)
(20)

Pendahuluan

Latar Belakang

Tingkat polusi udara sangat tinggi di banyak bagian dunia. Data WHO menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang menghirup udara yang mengandung polutan tingkat tinggi. Polusi udara luar ruangan menjadi penyebab utama kematian di dunia ke-4, dan kerugian ini diperkirakan membebani ekonomi global dengan biaya tahunan yang tidak sedikit yaitu sebesar 255 miliar USD. (Green Peace Indonesia, 2019).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di Sumatera Utara pada tahun 2016 sebanyak 6.798.265.

Diantaranya mobil penumpang 496.002, mobil bis 74.739, mobil gerobak 309.585, sepeda motor 5.917.939. Kendaraan bermotor termasuk salah satu penyumbang polusi udara terbesar yang mengandung zat berbahaya, salah satunya adalah timbal.

Timbal kini dianggap sebagai ancaman serius karena diketahui menebarkan racun diudara dan masuk kedalam paru-paru, beredar dalam darah serta menyebabkan efek buruk jangka panjang. Logam pencemar dari kendaraan dengan bahan bakar bensin bertimbal bisa terakumulasi dalam tubuh, menyerang organ-organ penting, bahkan merusak kualitas keturunan. Keracunan timbal yang berasal dari udara bebas terdapat ada penduduk yang mendapat pemaparan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama. Efek paparan ini terhadap kesehatan dapat menjadi akut maupun kronik (Palar, 2008).

(21)

Timbal merupakan bahan kimia yang termasuk dalam kelompok logam berat. Lingkungan yang mengandung Pb dengan konsentrasi tinggi dapat berdampak terhadap gangguan kesehatan manusia, seperti halnya terjadi penningkatan kadar Pb dalam darah yang mengakibatkan gangguan terhadap system syaraf pusat dan dapat mengurangi kecerdasan (IQ) bagi anak-anak. Salah satu cara pencegahan yakni mengurangi keterpaparan dengan udara yang mengandung Pb berkonsentrasi tinggi, serta lebih memperhatikan dalam pelestarian lingkungan seperti penanaman tumbuhan hijau disepanjang jalan raya, dimana pohon berperan dalam mengurangi pencemaran udara, salah satunya adalah partikel yang bersumber dari kendaraan bermotor. (Ridhowati, 2013).

Timbal merupakan logam yang bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.

Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Olahan pasal 1 ayat 3, Cemaran Pangan yang selanjutnya disebut Cemaran adalah bahan yang tidak sengaja ada dan atau tidak dikehendaki dalam Pangan yang berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses di sepanjang rantai Pangan, baik berupa cemaran biologis, cemaran kimia, residu obat hewan, dan pestisida maupun benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Berdasarkan penelitian Marbun (2010) pada makanan jajanan berdasakan lama waktu pajanan di pingir Jalan Pasar I Padang Bulan Medan yaitu seluruh sampel bakwan mengandung logam berat timbal (Pb). Rata-rata kadar timbal (Pb)

(22)

sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu 0.4287 ppm, tiga jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan 0.8398 ppm dan enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan 1.1197 ppm.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan kepada 21 sampel rakik udang dari 21 pedagang di pasar ulakan tapakis padang pariaman didapati seluruh sampel positif mengandung timbal. Namun tidak melebihi standar yang telah ditetapkan. Kadar timbal terendah ditemukan pada sampel no.3 dengan nilai 0,037 ppm dan kadar timbal tertinggi ditemukan pada sampel no.20 dengan nilai 0,202 ppm dengan kadar rata-rata adalah 0,112 ppm (Perdana, 2016).

Berdasarkan pemeriksaan Kandungan Timbal (Pb) Pada Jajanan Pinggiran Jalan Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo didapatkan kandungan timbal pada jajanan pisang goreng berkisar antara 0.65 ppm – 3.86 ppm dimana terendah pada sampel 05 dan tertinggi pada sampel 10 sedangkan untuk kandungan timbal pada jajanan tahu isi berkisar antara 0.47 ppm – 3.68 ppm dimana terendah terdapat pada sampel 05 dan tertinggi pada sampel 08. (Tuloly, 2013).

Berdasarkan pemeriksaan kandungan timbal (pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang Gorengan sekitar kawasan traffic light di Kota Medan menunjukkan bahwa pada minyak sebelum penggorengan, kadar timbal (Pb) tertinggi adalah 0.3091 ppm dan terendah 0.0876 ppm. Kadar timbal (Pb) tertinggi pada sampel minyak sesudah penggorengan adalah 0.8216 ppm dan terendah 0.3859 ppm (Hasibuan, 2012).

(23)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Kecamatan Medan Marelan terdapat 10 pedagang yang menjajakan dagangan gorengan. Dari hasil pengamatan terdapat 7 pedagang yang tidak memakai penutup pada tempat penjualannya, sementara 3 pedagang lainnya memakai penutup pada tempat penjualannya. Makanan jajanan yang dijual adalah jenis gorengan yaitu bakwan, pisang goreng, tahu isi goreng, tempe goreng dan lain-lain. Para pedagang menjual dagangan di pinggir jalan yang padat lalu lintas dan jarak dagangan yang sangat dekat dengan jalan raya. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengetahui kandungan timbal pada gorengan yang disajikan menggunakan penutup dan tidak menggunakan penutup di pinggir jalan Marelan Raya Tahun 2019.

Perumusan Masalah

Makanan jajanan kaki lima cenderung lebih mudah terkontaminasi oleh timbal (Pb) hasil pembakaran bensin adalah makanan yang dijual dipinggir jalan.

Makanan yang dijual dipinggir jalan biasanya adalah makanan jajanan seperti gorengan. Banyaknya pedangang yang tidak menutup dagangannya dan berdagang di tepi jalan dengan jarak kurang dari 2 meter. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar persentase kontaminasi timbal pada gorengan yang dijual di pinggir jalan Marelan Raya tahun 2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan timbal pada gorengan yang disajikan menggunakan penutup dan tidak menggunakan penutup di pinggir jalan Marelan Raya Tahun 2019.

(24)

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik penjual gorengan di pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019.

2. Mengetahui kandungan timbal pada gorengan yang dijual tidak menggunakan penutup di pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019.

3. Mengetahui kandungan timbal pada gorengan yang dijual dengan menggunakan penutup di pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019.

4. Mengetahui kandungan timbal pada minyak goreng yang dijual di pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019.

5. Mengetahui gambaran higiene sanitasi penjaja makanan gorengan di pinggir Jalan Marelan Raya Tahun 2019.

6. Mengetahui jarak dagangan gorengan dengan jalan raya di pinggir jalan Marelan Raya Tahun 2019.

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi terkait gorengan yang mengandung timbal di Kecamatan Marelan Raya tahun 2019.

Manfaat aplikatif. Adapun manfaat apikatif dari penelitian ini adalah:

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai kontaminasi cemaran logam berat yaitu timbal (Pb) pada gorengan dan minyak goreng.

(25)

2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai makanan jajanan seperti gorengan dan minyak goreng yang mengandung timbal yang dijual dipinggir jalan Marelan Raya.

3. Bagi lembaga-lembaga pemerintah yang berwenang dalam pembinaan makanan jajanan, khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan serta pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan usaha-usaha makanan di masyarakat yang perlu pembinaan. Sehingga lebih sering dilakukan pemeriksaan dan sosialisasi agar pedangang lebih baik lagi dalam menjajakan makanannya yang dapat merugikan kesehatan bagi konsumen.

(26)

Tinjauan Pustaka

Makanan

Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur / ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila di masukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2004).

Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil (Hasdianah, 2014).

Fungsi pokok makanan. Dalam kehidupan manusia sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan, karena makanan adalah salah satu persyaratan pokok untuk manusia, disamping udara (oksigen). Empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia adalah untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan / perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari, mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain, berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Agar makanan berfungsi seperti itu maka makanan yang kita makan sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat gizi ini disebut gizi. Dengan perkataan lain, makanan yang kita makan sehari-hari harus dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan.

(27)

Makanan jajanan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah makan/restoran dan hotel.

Makanan jajajan menurut FAO (1991&2000) adalah makanan atau minuman yang disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di pinggir jalan, tempat umum atau tempat lain, yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi atau di rumah atau di tempat berjualan. Makanan tersebut langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Adriani, 2012). Makanan jajanan kaki lima termasuk makanan yang cukup digemari oleh masyarakat. Selain harga nya yang murah, makanan tersebut juga mudah didapat dan juga memiliki banyak variasi.

Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan no 5 tahun 2018 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan olahan adalah sebesar 0,25 ppm, sedangkan tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam minyak adalah sebesar 0,10 ppm.

Jenis makanan jajanan. Jenis makanan jajanan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) yang dikutip oleh Sitorus (2007) dapat digolongkan menjadi (3) tiga golongan, yaitu:

1. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang goreng, kue bugis, risol, tahu isi dan sebagainya.

(28)

2. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti pecal, mie bakso, nasi goreng, mie rebus dan sebagainya.

3. Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti ice cream, es campur, jus buah, minuman rasa dan sebagainya.

Makanan jajanan mengandung banyak risiko. Debu, asap kendaraan bermotor, dan lalat yang hinggap pada makanan yang tidak ditutup serta peralatan makan seperti sendok, garpu, gelas, dan piring yang tidak dapat dicuci dengan bersih karena persediaan air terbatas dapat menyebabkan penyakit pada sitem pencernaan seperti disentri, tifus ataupun penyakit saluran pencernan lainnya (Sihotang, 2017).

Makanan sebagai salah satu pintu masuk terpaparnya tubuh oleh Pb yang dijual di kawasan padat lalu lintas, diantaranya adalah kawasan Kota Medan yang banyak terdapat pedagang gorengan. Sifat minyak yang mudah teradsorpsi logam timbal (Pb) yang terkandung pada asap-asap kendaraan yang melintasi memungkinkan zat pencemar udara terutama yang berupa debu-debu halus mudah menempel, sehingga memperbesar kemungkinan masuknya cemaran udara ke tubuh konsumen dari makanan (Fillaeli, 2012). Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng untuk mengolah makanan baik untuk lauk maupun makanan kecil.

Persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan. Ada lima prinsip dalam penyelenggaraan higiene sanitasi makanan jajanan menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003, yaitu penjamah makanan, peralatan, bahan makanan dan penyajian,

(29)

dan sarana penjaja.

Penjamah makanan. Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003, antara lain :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular misalkan: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya.

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya).

3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.

4. Memakai celemek dan tutup kepala.

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

6. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan, atau dengan alastangan.

7. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut, atau bagian lainnya).

8. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan danatau tanpa menutup mulut atau hidung.

Peralatan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan higiene sanitasi menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003 seperti berikut ini:

1. Peralatan yang sudah dipakai, dicuci dengan air bersih dan dengan sabun.

2. Lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih.

3. Kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

(30)

4. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuksekali pakai.

Bahan makanan dan penyajian (air, bahan makanan, bahan tambahan, dan penyajian). Bahan makanan dan penyajian seperti air, bahan makanan, bahan tambahan, dan penyajian menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003 seperti berikut ini:

1. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan persyaratan higiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.

2. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.

3. Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar, dan tidak busuk.

4. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadarluasa, tidak cacat atau tidak rusak.

5. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.

6. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.

7. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan tertutup dan atau terbungkus.

(31)

8. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.

9. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan dilarang ditiup.

10. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih.

11. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran.

12. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jamapabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.

Sarana penjaja. Sarana penjaja menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003 seperti berikut ini:

1. Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran.

2. Konstruksi sarana penjaja sebagaimana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes No. 942 Tahun 2003, yaitu antara lain : mudah dibersihkan, terlindung dari debu dan pencemaran, tersedia tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), dan tempat sampah.

(32)

Higiene sanitasi makanan. Higiene sanitasi makanan menurut Kepmenkes (2003) adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi makanan ada enam menurut Permenkes No. 1096 Tahun 2011, yaitu pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan jadi.

Pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan menurut

Permeskes No. 1096 tahun 2011 antara lain :

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu, makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti :

a. Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna,rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat yang diawasi.

b. Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur.

c. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

2. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

(33)

3. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan, tetapi digunakan untuk proses pegolahan makanan lebih lanjut, yaitu makanan dikemas: mempunyai label dan merek, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadarluwarsa, kemasan digunakan hanya untuk sekali penggunaan.

Makanan tidak dikemas : baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau berjamur, tidak mengandung bahan berbahaya.

Penyimpanan bahan makanan. Penyimpanan bahan makanan menurut

Permeskes No. 1096 tahun 2011 antara lain :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi, baik oleh bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadarluasa dimanfaatkan/ digunakan lebih dahulu.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan, contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab.

4. Penyimpanan bahan makanan.

5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm 6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% - 90%

(34)

7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu 100C

8. Tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut: Jarak bahan makanan dengan lantai adalah 15 cm, jarak bahan makanan dengan dinding adalah 5 cm, jarak bahan makanan dengan langit-langit adalah 60 cm.

Pengolahan makanan. Pengolahan makanan menurut Permeskes No. 1096

tahun 2011 antara lain :

1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

2. Menu disusun dengan memperhatikan: pemesanan dari konsumen, ketersediaan bahan, jenis, dan jumlahnya, keragaman variasi dari setiap menu., proses dan lama waktu pengolahannya, keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait.

3. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran makanan.

4. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.

(35)

5. Peralatan antara lain: peralatan yang kontak dengan makanan, wadah penyimpanan makanan, peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel dimulut, kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli dan kuman lainnya, keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gumpal dan mudah dibersihkan.

6. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan meyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.

7. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 900C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan gizi tidak hilang akibat penguapan.

8. Prioritas dalam memasak antara lain : dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering, makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir, simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es, simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan panas, perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan menyebabkan kontaminasi ulang, tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat seperti penjepit atau sendok, mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.

(36)

9. Higiene penanganan makanan antara lain: memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan, menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.

Penyimpanan makanan masak/jadi. Penyimpanan makanan masak/jadi

menurut Permeskes No. 1096 tahun 2011 antara lain :

1. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

2. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku yaitu angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan, angka kuman Escherichia coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.

3. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

4. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) danfirst expired first out (FEFO) yaitu yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadarluarsa dikonsumsi terlebih dahulu.

5. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

6. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

(37)

Pengangkutan makanan. Pengangkutan makanan menurut Permeskes No.

1096 tahun 2011 antara lain :

1. Pengangkutan bahan makanan antara lain : tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3), menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis, bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting, dan diduduki, bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pedingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair, dan sebagainya.

2. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap antara lain : tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3), menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis, setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup, wadah harus utuh, kuat, tidak berkarat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan, isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi), pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 600C atau tetap dingin pada suhu 400C.

Penyajian makanan. Penyajian makanan menurut Permenkes No. 1096

Tahun 2011 seperti berikut:

1. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan :

(38)

a. Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.

b. Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda-tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

c. Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.

2. Tempat penyajian yaitu perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ketempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan diluar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

3. Cara penyajian antara lain: penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang, prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-masing,

(39)

saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuaidengan kesukaannya, dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastic yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum danbuah yang biasanya untuk acara makan siang. nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap, layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan, lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

4. Prinsip penyajian

a. Wadah yaitu setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

b. Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

c. Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

(40)

d. Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/beanmerry) makanan harus berada pada suhu > 600C.

e. Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

f. Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

g. Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

h. Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hiding dan tepat volume (sesuai jumlah).

5. Sampel atau contoh

a. Setiap menu makanan harus ada satu porsi sampel (contoh) makanan yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen.

b. Penempatan sampel untuk setiap jenis makanan dengan menggunakan kantong plastik steril dan sampel disimpan dalam suhu 100C selama 1 x 24 jam.

c. Sampel yang sudah tidak diperlukan lagi tidak boleh dimakan tetapi harus dibuang.

(41)

d. Jumlah makanan yang diambil untuk sampel sebagai berikut : makanan kering/gorengan dan kue : 1 potong, makanan berkuah : 1 potong + kuah 1 sendok sayur, makanan penyedap/sambal : 2 sendok makan, makanan cair : 1 sendok sayur, nasi : 100 gram dan minuman 100cc

e. Makanan jajanan terutama jenis gorengan sudah banyak tercemar salah satunya udara yaitu kepadatan lalu lintas.

Pencemaran Udara pada Jalan Raya

Definisi. Menurut WHO (2014), pencemaran udara adalah salah satu pencemaran lingkungan yang terjadi di udara baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan oleh bahan kimia, agen fisik atau agen biologis yang mengubah kondisi alami dari atmosfer.

Menurut Wardhana (2004), secara umum penyebab terjadinya pencemaran udara terdapat 2 macam, yaitu :

a. Faktor internal (faktor alamiah), misalnya: debu di udara karena tiupan angin, debu akibat bencana alam seperti meletusnya gunung berapi, proses pembusukan sampah organik.

b. Fator eksternal (aktivitas manusia), misalnya: hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu dari kegiatan industry, pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara, gas buang akibat kepadatan lalu lintas.

Kepadatan lalu lintas adalah ukuran atau volume kendaraan yang melewati jalan di daerah tertentu dengan arus kendaraan yang bervariasi di saat jam-jam tertentu di nyatakan dalam per jam per kilometer (Wibowo, 2017).

(42)

Menurut Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan atau hewan.

Menurut Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 96 Tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas, Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan per jam atau satuan mobil penumpang per jam.

Sumber pencemaran udara pada jalan raya. Menurut Chandra (2006) salah satu sumber pencemaran udara yaitu berasal dari buatan manusia ( dari aktivitas manusia), contoh: Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor seperti gas CO, CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehid dan timbal.

Sumber pencemaran udara lalu lintas terdiri dari kendaraan roda dua, roda tiga, roda empat dan lain sebagainya yg terus berkembang dan menimbulkan dampak negatif.

Jumlah kendaraan yang tiap tahun semakin bertambah mengakibatkan meningkatnya permintaan kendaraan baik itu roda dua ataupun roda empat.

Kepadatan jumlah kendaraan yang tinggi dapat menyebabkan permasalahan dalam lalu lintas seperti masalah kemacetan, terdapatnya pengguna jalan yang menyebrang sembarangan tidak pada penyebrangan yang telah tersedia dan

(43)

merupakan salah satu penyebab yang dapat menyebabkan suatu kemacetan akibat tidak menggunakan tempat penyebrangan sebagai tempat dalam menyebrang jalan yang akan menimbulkan permasalahan bagi pengguna jalan lainnya akan timbul kemacetan yaitu pemborosan waktu yang dirasakan oleh pengguna jalan dan ketidaklancaran lalu lintas akibat pengguna jalan menyebrang sembarangan saat aktivitas lalu lintas berlangsung dan terdapatnya kendaraan parkir yang dilakukan oleh pengguna jalan dengan cara tidak benar yaitu pengguna jalan memarkirkan atau memberhentikan kendaraan mereka sembarangan tempat yang akan mengganggu kelancaran lalu lintas sehingga dapat menyebabkan kemacetan.

(Fitri, 2015).

Menurut Rahardjo (2011) mengatakan bahwa akar permasalahan dari terjadinya kemacetan lalu lintas yang sangat serius di kota-kota besar itu, adalah jumlah kendaraan bermotor bertambah terus dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi, sedangkan pembangunan jalan baru lamban dan bahkan tidak bertambah sama sekali, maka terjadilah ketidakseimbangan antara pertambahan kendaraan bermotor terhadap pembangunan jalan, terjadi ketidakseimbangan antara jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah terhadap panjang jalan yang tersedia.

Emisi gas buang kendaraan. Emisi gas buang kendaraan adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin kendaraan yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin, sedangkan proses pembakaran adalah reaksi kimia antara oksigen di dalam udara dengan senyawa hidrokarbon di dalam bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Dalam reaksi yang sempurna, maka sisa hasil pembakaran adalah berupa gas buang yang mengandung karbondioksida (CO2),

(44)

uap air (H2O), Oksigen (O2) dan Nitrogen (N2). Dalam prakteknya, pembakaran yang terjadi di dalam mesin kendaraan tidak selalu berjalan sempurna sehingga di dalam gas buang mengandung senyawa berbahaya seperti karbonmonoksida (CO), hidrokarbon (HC), Nitrogenoksida (NOx) dan partikulat. Di samping itu untuk bahan bakar yang mengandung timbal dan sulfur, hasil pembakaran di dalam mesin kendaraan juga akan menghasilkan gas buang yang mengandung sulfurdioksida (SO2) dan logam berat (Pb). Secara umum komposisi gas buang kendaraan bermesin bensin dapat dilihat pada gambar 2 (Winarno, 2014).

Emisi Pb dari lapisan atmosfer bumi berbentuk gas atau partikel. Emisi Pb yang berasal dari buangan gas kendaraan bermotor berbentuk gas, emisi Pb yang berebentuk gas ini merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin-mesin kendaraan dan senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Emisi Pb dari pembakaran mesin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, peningkatan emisi Pb berdampak negative yaitu tingginya tingkat polusi udara di lingkungan kota. Hasil emisi gas pembuangan kendaraan bermotor akan meningkatkan pula kadar Pb di udara. Asap kendaraan bermotor dapat mengeluarkan partikel Pb yang bisa mencemari udara,tanaman di sekitar jalan raya dan mencemari makanan minuman yang dijajakan di pinggir jalan. Selain itu, asap juga dapat diserap oleh manusia secara langsung melalui pernafasan atau kulit (Ridhowati, 2013).

Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor menempati 90% dari total emisi Pb di atmosfer. Pb mengendap langsung ditanah dalam jarak 100 meter dari jalan sekitar 100%; 45% mengendap dalam

(45)

jarak 20 km; 10% mengendap dalam jarak 20-200 k; dan 35% terbawa ke atmosfer. Hasil pnelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb di udara perotaan yang padat lalu lintas adalah sebesar 0,1-0,2 ppm dan kandungan Pb dalam darah penduduk di sekitar lokasi sebesar >0,3 ppm (Rubianto, 2000).

Masuknya bahan pencemar kedalam tubuh manusia. Menurut dantje (2015), bahan- bahan pencemar lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui : (1) mulut, (2) kulit, (3) system pernapasan (hidung), (4) organ lainnya seperti telinga dan mata.

1. Melalui mulut

Mulut merupakan organ utama tmpat masuknya bahan pencemar. Air minum dan bahan makanan yang mengandung residu bahan pencemar seperti pestisida atau makanan yang mengandung pathogen mikroba masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan memakan bahan-bahan makanan yang mengandung residu bahan pencemar. Bahan-bahan pencemar ini kemudian masuk ke dalam system pencernaan makanan dan diabsorpsi masuk ke dalam sistem peredaran darah.

2. Melalui kulit

Pada permukaan kulit manusia terdapat pori-pori yang memungkinkan keluar masuknya bahan-bahan kimia seperti air (kerigat). Bahan-bahan racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui pori-pori dengan proses difusi sederhana. Biasanya molekul-molekul hidrofilik (berat molekul sampai 600) menembus membran melalui pori-pori berair, dimana molekul hidrofobik mendifusi bagian lipid dari membran tersebut (Rozman &

(46)

Klasen, 2003). Kulit mamalia termasuk manusia lebih resisten terhadap senyawa-senyawa kimia apolar seperti DDT.

3. Melalui system pernapasan

Bahan pencemar juga dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui sistem pernapasan, yaitu hidung ke paru-paru. Bahan-bahan pencemar seperti fumigant dan partikel-partikel halus dari bahan-bahan pencemardapat dengan mudah terhirup masuk ke dalam paru-paru melalui hidung dan kemudian di transportasikan ke organ-organ lain melalui sistem pernapasan dan peredaran darah.

4. Melalui telinga dan mata

Bahan pencemar lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh melalui mata.

Mata adalah organ penglihatan yang terbuka dengan lingkungan sekitar.

Bahan cairan atau gas dapat masuk ke dalam tubuh melalui mata. Selain itu bahan pencemar juga dapat masuk ke dalam ubuh melalui lubang telinga.

Dampak emisi gas buang. Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksitas (daya racun) masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya. Tugaswati (2009) menyatakan berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :

1. Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen, ozon dan oksida lainnya.

(47)

2. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti hidrokarbon monoksida dan timbel/timah hitam.

3. Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker seperti hidrokarbon.

4. Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan, dll.

Dampak masing-masing senyawa di dalam gas buang terhadap kesehatan adalah sebagai berikut (Anonim, 2013):

1. CO (Karbon Monoksida) dapat mengurangi jumlah oksigen dalam darah, sehingga bisa mengganggu cara berfikir, penurunan refleks dan gangguan jantung, dan apabila terkomsumsi dalam jumlah besar akan mengkibatkan kematian.

2. HC (Hidrokarbon) dapat mengakibatakan iritasi pada mata, batuk, rasa mengantuk, bercak kulit dan perubahan kode genetik. 3. PM10 (Partikulat) jika masuk dalam sistem pernafasan sampai ke bagian paru-paru terdalam sehingga menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas, jantung, bronchitis, asma.

3. Pb (Timbal) dapat meracuni sistem pembentukan darah merah, sehingga mengakibatkan gangguan pembentukan sel darah merah, anemia, tekanan darah tinggi dan mengurangi fungsi pada ginjal, pengaruh pada anak-anak adalah penurunan kemampuan otak dan kecerdasan.

(48)

4. SOx (Oksida Belerang) dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas, sehingga menimbulkan batuk sampai sesak nafas, meningkatkan kasus asma

5. NOx (Oksida Nitrogen) bisa menimbulkan gangguan jaringan paru seperti, melemahkan sistem pertahan paru, asma, infeksi saluran nafas.

Timbal

Definisi. Logam timbal (Pb) merupakan kelompok elemen utama pada grup karbon, dan termasuk logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Timbal juga dapat berasal dari aktivitas manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan timbal alami. Pb dapat digunakan untuk melapisi logam agar tidak terjadi karat, dikarenakan karakteristik kimia dari timbal (Ridhowati, 2013).

Timbal termasuk sebagai logam pascatransisi (post-transition metal) dan juga anggota dari kelompok karbon dengan symbol Pb dan memiliki nomor atom 82 berebntuk logam lembut, stabil, memiliki densitas tinggi, lembut, tahan korosi, memiliki konduktivitas lemah dan paruh waktu sangat lama (stabil) serta terdapat bebas secara alami dalam bumi dalam bentuk isotop, yaitu 204, 206, 207, dan 208 serta kemampuan bereaksi (Lide, 2004 dalam Sembel, 2015).

Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu yang dapat terhirup oleh manusia. Mobil berbahan bakar timbale melepaskan 95% timbal yang mencemari udara di negara berkembang. Partikel timbal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, gangguan system reproduksi, menurunkan tingkat

(49)

kecerdasan hingga merusak jaringan syaraf (Palar, 2004).

Menurut badan pengawasan obat dan makanan, batasan cemaran logam berat pada makanan adalah 0,25 ppm dan pada minyak adalah 0,10 ppm.

Karakteristik dan sifat timbal. Pb memiliki karakteristik kimia berupa titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif. Selain itu, timbal meleleh pada suhu 328oC, titik didih 1740oC dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20. Timah hitam (Pb) tergolong ke dalam logam berat, yang dalam system periodic unsure ini terletak pada unsure golongan IV A, dan perioda ke 6. Di alam Pb terdapat dalam bentuk senyawa sulfat (PbSO4), karbonat (PbCo3), dan sulfide (PbS). Apabila Pb dicampur dengan logam lain akan terbentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan (Sembel, 2015).

Timbal banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifat-sifatnya sebagai berikut:

1. Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.

2. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk.

3. Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.

4. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni.

(50)

5. Densitas timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri (Fardiaz, 1992).

Manfaat penggunaaan timbal. Timbal biasanya digunakan untuk penahan radiasi. Penggunaan timbal dipermudah oleh sifat-sifatnya yang memiliki titik didih rendah, lunak, dan memiliki densitas tinggi serta tahan terhadap korosi.

Oleh karena sifat-sifat tersebut, maka timbal juga digunakan untuk menjadi tali pengikat scuba diving . sebagian besar produksi timbal di Amerika Serikat, yaitu sekitar 1.15 juta ton (tahun 2000) dipergunakan untuk pabrik kendaraan bermotor, elektroda baterai timbal, dan sebagai beterai mobil. Timbal juga dipergunakan untuk bahan insulasi kabel-kabel listrik bertegangan tinggi, penangkal radiasi (ruangan X-ray), pendingin reactor cepat dan pipa organ. Di zaman Roma, timbal juga digunakan untuk pembuatan pipa air, pengawet makanan dan minuman.

Selain itu timbal juga digunakan untuk pebuatan pestisida. (Sembel, 2015).

Pb memiiki kemampuan membentuk alloy dengan berbagai jenis logam lain sehingga sifat metalurgi Pb meningkat, yaitu :Pb + Sb sebagai kabel telpon, Pb + As +Sn + Bi sebagai kabel listrik, Pb + Ni merupakan senyawa azida sebagai bahan peledak, Pb + Cr + Mo + Cl sebagai pearnaan cat, Pb + asetat digunakan untuk mengkilapkan keramik dan bahan anti api, Pb + Te sebagai pembangkit istrik tenaga panas, Tetrametil – Pb dan tetraetil – Pb sebagai bahan adiktif pada bahan bakar kendaraan bermotor.Pb juga merupakan slaah satu zat yang dicampurkan kedalam bahan bakar, yaitu (C2H5)4Pb atau TEL (Tetra Ethyl Lead) sebagai bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan angka oktan sehingga penggunaannya akan menghindarkan mesin dari gejala “ngelitik” yang berfungsi

(51)

sebagai pelumas kerja antar katup mesin. Kendaraan octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja dengan baik.

Sumber pencemaran timbal. Pencemaran yang ditimbulkan Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil kegiatan manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik dilingkungan air, udara maupun darat. Timbal merupakan logam yang bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, makanan, minuman, pernafasan, kontak lwat kulit, mata, serta parenteral ( Ridhowati, 2013).

Semakin meningkatnya produksi kendaraan bermotor memperburuk keberadaan timbal (Pb) di udara. Menurut data badan pusat statistic (bps) jumlah kendaraan bermotor menurut jenisnya sebanyak 138.556.669. Diantaranya Mobil Penumpang 15.493.068, Mobil bis 2.509.258, Mobil barang 7.523.550, Sepeda motor 113.030.793.

Peningkatan konsentrasi Pb diudara dapat berasal dari hasil pembakaran bahan bakar bensin dalam berbagai snyawa Pb terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO. Senyawa Pb halogen terbentuk selama pembakaran bensin, karena dalam bensin yang sering ditambahkan cairan anti letupan (anti ketok) yang terdiri ddari 62% TEL, 18% etildiklorida dan 2% bahan-bahan lainnya. Senyawa yang berperan sebagai zat anti ketok adalah timbale oksida. Timbal Oksida ini terdapat dalam partikel-partikel yang tersebar dalam ruang bakar bensin. Snyawa Pb sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam minyak atau lemak (Fardiaz, 1992 dalam Ridhowati, 2013).

(52)

Masuknya timbal kedalam tubuh manusia. Bagi kebanyakan orang, sumber utama asupan Pb adalah makanan yang biasanya menyumbang 100–300 ug per hari. Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pemaparan maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90% partikel timbal dalam asap atau debu halus diudara dihisap melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5–15% pada orang dewasa. Pada anak-anak lebih tinggi yaitu 40%

dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang dikeluarkan Poison Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama ketoksikan timbal dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih menghawatirkan adalah efeknya terhadap kecerdasan (IQ) anak–anak, sehingga menurunkan prestasi belajar mereka, walaupun kadar timbal di dalam darah mereka tidak dianggap toksik (Noviyanti, 2012).

Timbal yang telah masuk kedalam tubuh akan didistribusi kedalam darah sebesar 95% (Palar, 2004).Timbal yang terhirup dan masuk sistem pernapasan akan ikut bereda rke seluruh jaringan, terakumulasi dalam tubuh dan sisanya akan dikeluarkan dalam urine yaitu sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut, dan kuku. Pada umumnya ekskresi timbal berjalan sangat lambat (Palar, 2004).

(53)

Efek timbal terhadap kesehatan. Efek timbal terhadap kesehatan antara lain:

1. Efek Timbal pada Sistem Syaraf

Di antara semua sistem pada organ tubuh, sistem syaraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam timbal.

Pengamatan yang dilakukan pada pekerja tambang dan pengolahan logam Pb menunjukkan bahwa pengaruh dari keracunan timbal dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan timbal adalah epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar, dan delirium yaitu sejenis penyakit gula.

2. Efek Timbal pada Sistem Urinaria

Senyawa-senyawa timbal yang terlarut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh sistem tubuh. Pada peredarannya, darah akan terus masuk ke glomerulus yang merupakan bagian dari ginjal. Dalam glomerulus tersebut terjadi proses pemisahan akhir dari semua bahan yang dibawa darah. Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan membentuk aminociduria yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urin.

Aminociduria dapat kembali normal setelah selang waktu beberapa minggu

(54)

tetapi intranuclear inclusion bodies membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali normal.

3. Efek Timbal pada Sistem Reproduksi

Pada wanita dengan paparan timbal yang tinggi, timbal akan disimpan dalam tulang. Pada wanita hamil, timbal yang terserap dan ditimbun dalam tulang diremobilisasi dan masuk ke peredaran darah, melalui plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, menghambat perkembangan otak dan intelegensia janin. Selanjutnya setelah bayi lahir, timbal akan dikeluarkan bersama dengan air susu. Efek toksik timbal pada fungsi reproduksi laki-laki yaitu mempengaruhi proses spermatogenesis sehingga terjadi penurunan kualitas semen dalam jumlah, morfologi, motilitas dan bentuk abnormal spermatozoa.

4. Efek Timbal pada Sistem Endokrin

Efek yang dapat ditimbulkan oleh keracunan timbal terhadap fungsi sistem endokrin merupakan penelitian yang paling sedikit dilakukan dibandingkan dengan sistem-sistem lain dari tubuh. Hal ini bisa disebabkan karena parameter pengujian yang akan dilakukan terhadap sistem endokrin lebih sulit ditentukan dan kurang variatif bila dibandingkan dengan sistem- sistem lainnya.Pengukuran terhadap steroid dalam urin pada kondisi paparan timbal yang berbeda dapat digunakan untuk melihat hubungan penyerapan Pb oleh sistem endokrin. Dari pengamatan yang dilakukan dengan paparan timbal yang berbeda terjadi pengurangan pengeluaran

(55)

steroid dan terus mengalami peningkatan dalam posisi minus. Kecepatan pengeluaran aldosteron juga mengalami penurunan selama pengurangan konsumsi garam pada orang yang keracunan timbal dari penyulingan alkohol. Endokrin lain yang di uji pada manusia adalah endokrin tiroid.

Fungsi dari tiroid sebagai hormon akan mengalami tekanan bila manusia kekurangan I 131 (iodium isotop 131).

5. Efek Timbal pada Jantung

Organ lain yang dapat diserang oleh racun yang dibawa oleh logam timbal adalah jantung. Namun sejauh ini perubahan dalam otot jantung sebagai akibat dari keracunan Pb baru ditemukan pada anak-anak. Perubahan tersebut dapat dilihat dari ketidaknormalan EKG. Tetapi setelah diberikan bahan khelat, EKG akan kembali normal.Sampai sekarang belum ada laporan lain tentang perubahan kerja jantung pada pekerja-pekerja di pertambangan atau industri yang menggunakan timbal. (Palar, 2004).

Pencegahan dan pengendalian timbal secara umum. Gilbert (2012) mengemukakan pendapatnya mengenai pencegahan dan pengendalian secara umum. Jika manusia pindah rumah ke sebuah rumah yang lebih tua dan mempunyai balita atau merencanakan untuk memulai sebuah keluarga, cat dantanah di sekitar rumah yang dimiliki mungkin terkontaminasi timbal. Jika mereka merenovasi sebuah rumah tua, mengampelas atau memindahkan cat memungkinkan terbentuk debu dengan konsentrasi timbal yang tinggi. Balita yang memiliki kebiasaan memasukan tangan ke mulut akan terkontaminasi jumlah timbal yang signifikan hanya dari debu yang dihasilkan dari renovasi rumah

(56)

tersebut. Pada pekerja yang bekerja di wilayah yang berinteraksi dengan timbal.

Jika mereka bekerja yang kontak dengan timbal, sesegera mungkin mencuci tangannya. Jika mereka memegang timbal, apa pun yang disentuh dengan tangannya akan mengandung timbal dalam jumlah yang kecil. Memindahkan sepatu mereka sebelum pulang ke rumah akan mengurangi jejak debu yang mengandung timbal.

(57)

Landasan Teori

Menurut Mushak (2011), timbal adalah sejenis zat pencemar lingkungan yang menghasilkan laporan penyakit manusia dan risiko dari penyakit manusia, tergantung dari dimana kira-kira garis respon dosis prevalensi dan insidensi yang sebenarnya dari paparan sistemik yang berarti terjadi atau sedang terjadi.

Ardalina (2012) bahwa ada peningkatan kadar timbal dengan pemaparan udara selama 8 jam dimana semua pisang goreng yang disajikan menggunakan penutup dan tidak menggunakan tutup. Kadar timbal pada pisang goreng yang menggunakan penutup mempunyai kadar timbal yang lebih rendah dibanding yang tidak menggunakan tutup.

Marhadi (2017) yang menganalisis kadar timbal pada jajanan pinggiran jalan di Kota Jambi menuturkan dari tiga sampel pisang goreng yang diteliti, dua sampel mempunyai kadar timbal yang melebihi ambang batas standar BPOM yaitu (15,05 ppm) dan (8,5 ppm).

Penelitian yang dilakukan Yuliantini, et al, (2018) menganalisis kandungan timbal pada pangan jajanan anak sekolah yang dijajakan di pinggir jalan raya di dekat sekolah mengemukakan bahwa sampel pada pangan jajanan yang dijual di pinggir jalan raya memiliki kadar timbal 1,4944 – 5,6934 ppm, melebihi batas aman yang telah disyaratkan BPOM, yaitu 0,25 ppm.

(58)

Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka penelitian Karakterisktik Penjual : - usia

- jenis kelamin - pendidikan - lama bekerja

- menggunakan penutup / tidak

Kadar Timbal pada Gorengan : -terbuka

-tertutup

Jarak Dagangan dengan Jalan Raya

Minyak Goreng

Gambar

Gambar 1. Kerangka penelitian  Karakterisktik Penjual : - usia - jenis kelamin - pendidikan - lama bekerja - menggunakan penutup / tidak  Kadar Timbal  pada Gorengan : -terbuka -tertutup
Gambar 1. Penjaja Gorengan tanpa Penutup
Gambar 3. Penjaja Gorengan Menggunakan Penutup
Gambar 5. Sampel Gorengan di Timbang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Populasi bakteri amilolitik cenderung meningkat dengan pemberian ampas teh dan tepung daun kembang sepatu dalam penelitian ini diduga disebabkan karena penurunan populasi

Rasio volume penggunaan mortar dan kawat yang digunakan terhadap volume silinder terdiri dari empat variasi yaitu 0%, 0,1%, 0,2%, 0,3% dengan dibuat tiga benda

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian kuat tekan beton untuk penambahan 0%, 7%, 12%, 17%, dan 25% pyrophyllite,mengamati beton

Pada tahap ini akan dijelaskan tentang langkah-langkah dalam penghitungan LDA untuk mendapatkan nilai maksimum sehingga kita dapat menentukan apakah buah tomat itu

Toisen lehtiruodin pituus la- jikkeissa Honeoye, Flair, Wendy, Polka ja Bounty sekä kolmannen lehtiruodin pituus kaikissa lajikkeissa oli merkitsevästi ( P <0,05)

Sellainen liikkeen kannattajien välinen viestintä, joka on suhteellisen helposti myös ul- kopuolisten löydettävissä (esimerkiksi avoimissa sosiaalisen median profiileissa käy-

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa maka guru harus menerapkan beberapa hal sebagai berikut; (1) apresepsi dan memberikan motifasi belajar pada siswa, (2) guru harus terlebih

Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian ini yakni berupa data peningkatan kualitas limbah cair tahu meliputi penurunan kadar COD dan BOD serta kenaikan