• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember COVER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Institut Teknologi Sepuluh Nopember COVER"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

COVER

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan kajian yang berjudul “Swasembada Pangan dan Menyusutnya Lahan Pertanian di Indonesia” dengan baik dan benar tanpa adanya halangan yang berarti.

Penyusun juga menyadari bahwa selama berlangsungnya pembuatan laporan ini tak lepas dari dukungan serta bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Teman-teman di Departemen Kajian Strategis HMPL ITS yang telah menuntun dan memberkan semangat dalam pembuatan kajian

2. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi, do’a, serta dukungan moril dan materil sehingga penyusunan kajian ini dapat terselesaikan dengan baik

Kami sepenuhnya menyadari bahwa dalam kajian ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kami memohon maaf sebesar-besarnya serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan kajian ini.

Akhir kata, semoga kajian yang berjudul “Swasembada Pangan dan Menyusutnya Lahan Pertanian di Indonesia” ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi yang membacanya.

Salam hangat,

Penyusun

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan... 2

1.4 Ruang Lingkup Substansi ... 3

1.5 Sistematika Pembahasan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pangan ... 4

2.2 Ketahanan Pangan ... 4

2.3 Swasembada Pangan ... 4

2.4 Lahan ... 5

2.5 Perencanaan ... 5

BAB III PEMAPARAN FAKTA DAN DATA ... 6

3.1 Pengaruh Pertambahan Jumlah Penduduk terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia 6 3.2 Menurunnya Luas Lahan Pertanian serta Alih Fungsinya di Indonesia... 7

3.3 Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang Tidak Terkontrol ... 7

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Swasembada Pangan di Indonesia ... 8

3.5 Strategi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia ... 10

3.6 Kebijakan Pemerintah dalam Mewujudkan Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045 ... 11

BAB IV REKOMENDASI ... 13

(4)

iii

4.1 Penyikapan dari Sisi Perencanaan ... 13 DAFTAR PUSTAKA ... 15

(5)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Indeks Ketahanan Pangan Global ... 1

(6)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia (Sumber : BPS) ... 6

(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi pangan di masa depan diperkirakan penuh dengan ketidakpastian. Hal itu disebabkan oleh adanya berbagai tantangan, di antaranya menurunnya permukaan air tanah, laju peningkatan produksi pangan yang mulai stagnan, perubahan iklim yang mengacaukan pola budi daya, meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman, serta degradasi dan erosi lahan yang terjadi di hampir semua negara di dunia.

Gambar 1. Indeks Ketahanan Pangan Global

Melalui Indeks Ketahanan Pangan Global yang dibuat oleh The Economist Intelligence Unit, terlihat bahwa indeks ketahanan pangan Indonesia mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2012-2018. Namun, menurut The Economist Intelligence Unit skor Indonesia masih tergolong rendah untuk beberapa hal, di antaranya untuk anggaran riset pertanian, diversifikasi pangan, dan akses pembiayaan petani. Selain itu, indeks ketahanan pangan Indonesia yang mengalami kenaikan tersebut tidak bisa menjadi acuan peningkatan swasembada pangan di Indonesia. Hal ini dikarenakan peningkatan tersebut didapatkan dari kegiatan impor secara besar-besaran dan usaha- usaha eksternal lainnya, bukan karena peningkatan kuantitas produksi dalam negeri.

(8)

2

Pengukuran indeks ketahanan pangan mempertimbangkan beberapa hal seperti affordability atau kemampuan konsumen untuk membeli makanan, availability atau kecukupan pasokan, dan tentang risiko gangguan pasokan. Selain itu, indeks ketahanan pangan juga mengukur kapasitas negara mendistribusikan pangan, faktor kualitas, serta keamanan pangan. Namun, indeks ketahanan pangan dalam penilaiannya mengabaikan sumber pangan, tidak peduli apakah bahan pangan tersebut merupakan hasil dari produksi petani dalam negeri atau didatangkan melalui importasi. Maka dari itu nilai indeks ketahanan pangan Indonesia cenderung tetap meningkat meskipun Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.

Fenomena impor bahan pangan yang terus meningkat ini sejalan dengan luas lahan pertanian di Indonesia yang semakin sempit. Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Alih fungsi lahan sawah di Jawa yang terus berlangsung dan sulit dihindari berdampak terhadap penyediaan bahan pangan nasional. Lahan pertanian yang semula berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan non pertanian seperti kawasan industri, kawasan perdagangan, perumahan dan sarana publik yang dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Mengingat buruknya kondisi ketahanan pangan dan lahan pertanian Indonesia serta semakin beragamnya tantangan pangan di masa depan, menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan terjadinya ketidakseimbangan pangan jika persoalan pangan dan lahan pertanian tidak segera ditangani dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Merujuk kepada latar belakang, terdapat beberapa rumusan rumusan masalah diantaranya :

1. Apa itu ketahanan pangan dan swasembada pangan ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi swasembada pangan di Indonesia ? 3. Apa saja hal yang bisa dilakukan seorang perencana dalam membantu

mewujudkan swasembada pangan di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan pengkajian isu ini adalah sebagai berikut :

(9)

3

1. Dapat mengetahui informasi terkait ketahanan pangan dan swasembada pangan secara umum

2. Dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi swasembada pangan di Indonesia

3. Dapat mengetahui hal apa saja yang bisa dilakukan seorang perencana dalam membantu mewujudkan swasembada pangan di Indonesia

1.4 Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi yang akan dibahas dalam kajian ini mencakup pembahasan mengenai swasembada pangan secara umum serta penyikapannya dari sudut pandang di bidang perencanaan dan tata ruang.

1.5 Sistematika Pembahasan

Terdapat pemisahan pembahasan berupa bab dan subbab dalam makalah ini yang bertujuan untuk mempermudah pembaca memahami alur kajian ini. Rincian sistematika pembahasan dalam kajian ini adalah sebagai berikut :

BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar balakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup substansi, serta sistematika penulisan

BAB II merupakan bab tinjauan pustaka yang berisi definisi dasar serta pengertian terhadap isu yang akan dibahas dan dikaji

BAB III merupakan bab pemaparan fakta dan data yang berisi pembahasan lebih lanjut dan pemaparan temuan mengenai kondisi eksisting swasembada pangan di Indonesia

BAB IV merupakan bab kesimpulan yang berisi rekomendasi penyikapan dari sisi perencanaan

(10)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

2.2 Ketahanan Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahana pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

2.3 Swasembada Pangan

Berdasarkan ketetapan FAO tahun 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7

(11)

5

tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.

2.4 Lahan

Berdasar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, lahan didefinisikan sebagai bagian daratan dari ermukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Selain itu lahan merupakan wadah dari seluruh aktivitas manusia yang penting dalam pembentukan permukiman.

2.5 Perencanaan

Perencanaan adalah upaya untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan (R. Terry, 2006 dalam Nita 2017). Menurut Alder, 1999 dalam Rustiadi, 2008 perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai dimasa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang di butuhkan untuk mencapainya.

(12)

6

BAB III

PEMAPARAN FAKTA DAN DATA

3.1 Pengaruh Pertambahan Jumlah Penduduk terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki pertambahan penduduk yang cukup tinggi dan konsisten dari tahun ke tahun. Merujuk pada sensus dan proyeksi yang dilakukan oleh BPS, pada tahun 2018 jumlah penduduk Indonesia mencapai 267,7 juta jiwa serta diproyeksikan pada tahun 2030 akan mencapai angka 294,1 juta jiwa dan pada tahun 2045 akan mencapai 318,9 juta jiwa.

Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia (Sumber : BPS)

(13)

7

Akumulasi pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan konsisten tersebut menyebabkan angka permintaan (demand) akan ketersediaan pangan meningkat, baik dari kuantitas maupun aksesibilitasnya. Jika akumulasi pertambahan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan, dikhawatirkan akan muncul kerawanan pangan yang secara jangka panjang ditakutkan akan meningkatkan angka kemiskinan serta menambah beban negara.

3.2 Menurunnya Luas Lahan Pertanian serta Alih Fungsinya di Indonesia

Terdapat sekitar 187.720 Ha luas lahan sawah yang setiap tahunnya dialihfungsikan menjadi menjadi peruntukan lainnya. Hanya sekitar 4,3 juta Ha (57,6%) dari total keseluruhan lahan sawah yang dapat dipertahankan fungsinya sebagai lahan persawahan sedangkan sisanya terancam mengalami alih fungsi ke peruntukan lainnya.

Secara umum, alih fungsi lahan pertanian di indonesia dipengaruhi oleh beberapa hal berikut :

a. Faktor eksternal berupa dinamika pertumbuhan kawasan, demografi, dan ekonomi

b. Faktor internal berupa kondisi sosial dan ekonomi keluarga/masyarakat pengguna lahan

c. Faktor kebijakan berupa peraturan, perundang-undangan, serta pelaksanaan aturan

3.3 Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang Tidak Terkontrol

Apabila tidak dikontrol secara terpadu, konversi alih fungsi lahan pertanian menjadi peruntukan lainnya dapat menimbulkan beberapa dampak negatif seperti yang ada dibawah ini :

a. Menurunnya kapasitas produksi pertanian

b. Rusaknya sistem pengairan di daerah produksi yang sudah terbangun c. Hilangnya investasi yang ditanamkan dalam membangun waduk,

irigasi, serta lahan pertanian

(14)

8

d. Berpotensi menurunkan kesejahteraan serta kesempatan kerja di bidang pertanian

e. Lahan yang sudah dialihfungsikan tidak bisa difungsikan lagi menjadi lahan pertanian kembali

f. Menurunnya ketahanan pangan secara permanen, kumulatif, dan progresif

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Swasembada Pangan di Indonesia

Luas lahan di suatu wilayah cenderung bersifat tetap, sehingga peningkatan permintaan lahan untuk suatu sektor ekonomi tertentu hanya dapat dipenuhi dengan melakukan alih fungsi pada penggunaan lahan di sektor lainnya baik sektor produksi pangan, energi, dan kehutanan (Harahap et al., 2017; Mahmood et al., 2016).

Kesulitan dalam upaya mencapai swasembada pangan beras sebagian terkendala oleh faktor non teknis, oleh adanya salah pemahaman yang melanda hampir seluruh warga bangsa Indonesia. Contoh kesalahpahaman yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Data total luas lahan garapan dianggap cukup akurat dan dianggap cukup untuk memproduksi pangan bagi 250 juta jiwa penduduk Indonesia

b. Lahan di Indonesia dianggap semuanya subur, luas, sumber daya alam melimpah, tidak secara serius diaudit dengan akurat, berapa ha yang subur, dan berapa ha yang tidak subur. Produktivitas lahan juga dianggap semuanya tinggi

c. Kekayaan keanekaragaman hayati “yang luar biasa” dianggap merupakan/menjadi jaminan ketersediaan bahan pangan melimpah d. Indonesia negara agraris, lantas dimaknai pangan harus cukup tersedia

(taken for granted) secara otomatis

e. Dengan teknologi, produktivitas lahan bisa ditingkatkan terus, tanpa diketahui batas maksimalnya, untuk seluruh luasan lahan yang ada f. Indonesia merupakan wilayah tropis, dengan curah hujan melimpah dan

sinar matahari juga melimpah, memungkinkan pangan diproduksi

(15)

9

sepanjang tahun

g. Harga bahan pangan harus murah, sepadan harga paritas internasional h. Laporan data produksi dari Kabupaten, Provinsi dan Nasional dianggap

akurat, tidak perlu ada koreksi dan verifikasi

i. Petani selalu bersedia memproduksi padi, walaupun tidak diberikan insentif ekonomi yang menarik.

Oleh karena konsep pikir yang keliru tersebut menjadikan faktor-faktor penting penentu kecukupan produksi pangan secara berkelanjutan terabaikan. Faktor penting yang dimaksud adalah :

a. Kecukupan lahan garapan untuk produksi pangan beras b. Penyediaan air pengairan pada musim kemarau

c. Ketersediaan kredit modal kerja bagi petani secara individual

d. Stabilisasi harga gabah pada waktu panen raya yang dapat memberikan insentif ekonomi bagi petani

Terdapat juga faktor psikologis yang diakibatkan oleh salah pikir tadi antara lain :

a. Menganggap bahwa untuk mencapai target produksi mudah, dengan cara menyesuaikan data produksi

b. Pembimbingan petani untuk menerapkan teknologi secara optimal kurang serius

c. Langkah antisipatif untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul di lapangan tidak dilakukan

d. Tidak ada rasa empati pada petani atas masalah yang dihadapi, seperti kekurangan/kelangkaan modal kerja

e. Kesulitan memperoleh jatah air irigasi

f. Ketidak tersediaan pupuk dan bahan penunjang lainnya g. Kurang mau memperhatikan kondisi tanaman di lapangan

Hal-hal tersebut menjadikan pejabat di daerah dalam melakukan pembinaan program peningkatan produksi beras berjalan secara rutin dan seperti biasa, seperti

(16)

10

kegiatan tahun sebelumnya tanpa ada niat serta kemauan dalam mengoptimalkan maupu memperbaiki kualitas di masing-masing daerahnya.

Indonesia merupakan negara yang sangat miskin akan lahan garapan dibandingkan dengan negara-negara lain yang produksi pangannya cukup. Setiap ha lahan garapan (arable land) sawah di Indonesia harus menghidupi 33 orang, sedangkan negara lain jauh lebih sedikit, seperti Vietnam 10 orang/ha; Thailand 2 orang/ha; India 8 orang/ha; Tiongkok 9 orang/ha; Bangladesh 15 orang/ha; Australia 0,25 orang/ha;

Brazil 3 orang/ha.

3.5 Strategi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia

Pencapaian swasembada pangan membutuhkan upaya dan sinergi yang mumpuni untuk meraihnya. Terwujudnya swasembada pangan haruslah bisa dijalankan secara berkelanjutan dan mencapai surplus juga berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional serta keamanan pangan dunia.

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan swasembada pangan di Indonesia adalah :

a. Mewujudkan kesejahteraan petani melalui peningkatan daya saing dan nilai tambah produk pertanian pangan, menjaga nilai tukar petani, serta mengembangkan pertanian korporasi

b. Meningkatkan efisiensi produksi pangan melalui berbagai sistem dan model pertanian maju dan modern

c. Menjaga dan melestarikan lingkungan pertanian sehingga tidak berdampak merusak proses produksi, kuantitas, dan kualitas produk pertanian

d. Menekan risiko usaha tani dan mengupayakan jaminan risiko berusaha tani agar mampu mempertahankan dan meningkatkan daya tarik usaha di bidang pertanian, tidak hanya tanaman pangan

e. Menjaga momentum peningkatan produksi pangan secara konsisten

(17)

11

dengan mengatasi kendala teknis di lapangan, dengan menjaga kesiapan dukungan infrastruktur serta sarana dan prasarana serta permodalan dalam produksi pangan untuk mengatisipasi dinamika lingkungan strategis (termasuk perubahan iklim) yang mempengaruhi proses produksi pertanian

f. Melanjutkan dan mendorong lebih kuat sinergi antarsektor dan subsektor dalam mewujudkan swasembada pangan yang telah dicapai g. Mewariskan semangat kerja keras untuk swasembada pangan dan

mewujudkan kedaulatan pangan pada generasi selanjutnya secara berkesinambungan

h. Menjaga political will pemerintah dalam swasembada pangan dan kedaulatan pangan pada masa pemerintahan sekarang dan akan datang, melalui dukungan berbagai kebijakan yang nyata dan positif

i. Meningkatkan SDM pertanian secara nyata dan berkesinambungan j. Menciptakan, mengembangkan, dan memanfaatkan inovasi teknologi

pertanian secara konsisten untuk mengatasi kelemahan, menjawab tantangan, memanfaatkan peluang, dan mengantisipasi ancaman dalam pembangunan pertanian

k. Mendorong peningkatan ekspor komoditas unggulan dan potensial serta menekan impor komoditas non-unggulan untuk meningkatkan arus masuk devisa yang dapat berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan

l. Meningkatkan daya tarik investasi di bidang pertanian, baik di hulu maupun hilir

3.6 Kebijakan Pemerintah dalam Mewujudkan Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045

(18)

12

Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, konsep swasembada pangan direfleksikan sebagai upaya penyediaan pangan melalui peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri untuk memperkuat ketahanan pangan dan daya saing pangan dalam rangka mencapai kedaulatan pangan. Konsep ini selanjutnya dimaknai sebagai upaya mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045. Artinya, dalam konsep swasembada pangan menurut Presiden Joko Widodo, di samping upaya memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri (swasembada pangan) secara berkelanjutan, juga ditujukan untuk memperkuat daya saing pangan nasional sehingga mampu memanfaatkan peluang ekspor pangan ke pasar global.

Terdapat 5 tahapan dalam mewujudkan Indoneisa menjadi lumbung pangan dunia, yaitu :

a. Pencapaian swasembada pangan yang mampu memenuhi minimal 90%

dari kebutuhan domestik, terutama pangan strategis

b. Penciptaan daya saing produk/komoditas, terutama terkait kualitas dan spesifikasi produk, harga, efisiensi hulu-hilir, dan profit

c. Maksimalisasi produksi pangan strategis (produksi melimpah dan stabil) untuk memenuhi kebutuhan domestik lebih dari 100%, terciptanya rantai pasok, dan tersedianya komoditas sebagai cadangan untuk kebutuhan intervensi dan bencana

d. Melakukan ekspor setelah terpenuhinya kebutuhan domestik dan selebihnya menjadi target ekspor melalui pengembangan pangsa pasar dunia. Dalam konteks ini, nilai tambah ekspor sebagai akumulasi keberhasilan tahapan sebelumnya

e. Terciptanya lumbung pangan dunia dengan mempertahankan ekspor secara berkelanjutan guna menjamin tercapainya kesejahteraan petani Realisasi strategi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045 saat ini adalah dengan menetapkan wilayah Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas sebagai lokasi program Food Estate.

(19)

13

BAB IV REKOMENDASI

4.1 Penyikapan dari Sisi Perencanaan

Sebagai seorang perencana, masalah yang berkaitan lahan merupakan masalah berprioritas strategis yang perkembangannya bisa sangat dinamis. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang optimal dalam mengelola dan merencanakan lahan pertanian yang ada sehingga bisa memaksimalkan potensi swasembada pangan itu sendiri.

Terdapat beberapa hal yang bisa ditempuh dari sisi perencanaan demi terwujudnya swasembada pangan di Indonesia, diantaranya :

a. Memaksimalkan RTRW sebagai alat pengendali penataan ruang

RTRW menjadi sangat krusial terhadap administrasi pertanahan sesuai peruntukannya. Diperlukan sinergi dan antara instansi terkait serta masyarakat sebagai objek implementasi RTRW, karena pelaksanaan RTRW tidak akan berhasil apabila tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat sebagai pelaku produk perencanaan tersebut.

Dengan diimplementasikannya RTRW sesuai pengaturannya, diharapkan kontrol akan alih fungsi lahan dapat lebih terestriksi serta teratur dalam perubahan konversinya.

b. Pembenahan sumber daya manusia di bidang pertanian

Apabila kita berbicara mengenai pengelolaan lahan dan produktivitas pertanian yang optimal, maka kita tidak boleh melupakan sumber daya yang bergerak di bidang tersebut. Pengembangan sumber daya menjadi suatu urgensi dan dapat dikatakan sebagai sebuah investasi jangka panjang. Pengembangan sumber daya dapat berbasis pengembangan pendidikan, kompetensi, dan kecakapan adaptasi petani.

(20)

14

c. Pencerdasan mengenai dampak penataan ruang

Masih banyak orang Indonesia yang bekum mengetahui pentingnya perencanaan dalam penataan ruang. Oleh karena itu, perlu diberlakukan suatu sistem sosialisasi yang informatif dan terpadu khususnya kepada masyarakat, petani, serta pengembang (developer).

d. Pogram pemberian insentif oleh pemerintah

Pemberian insentif tidak semata hanya memberikan bantuan berupa modal, tapi juga insentif kepastian produk komoditas pertanian serta insentif pemotongan atau pembebasan pajak tanah sawah.

e. Penerapan teknologi tepat guna

Dengan lahan pertanian yang semakin sempit, maka teknologi menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Penggunaan teknologi yang tepat seperti penggunan bibit varietas unggul, alat mesin pertanian (alsintan), digitalisasi e-catalog, sampai penggunaan Internet of Things (IoT) seperti pemetaan dengan citra satelit untuk mengetahui kebutuhan lahan diharapkan bisa memaksimalkan produktivitas juga meminimalisir gagal panen.

(21)

15

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Irawa, Bambang dan Ening Ariningsih. 2015. Dinamika Kebijakan dan Ketersediaan Lahan Pertanian. Jakarta:IAARD PRESS Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian

Subdirektorat Statistik Demografi. 2018. Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 Hasil SUPAS 2015 (Edisi Revisi). Jakarta:BPS RI

Kariyasa, Ketut dkk. 2019. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2014-2018. Jakarta:Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal – Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Amran Sulaiman, Andi dkk. 2018. Kebijakan Penyelamat Swasembada Pangan.

Jakarta:IAARD PRESS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jurnal

Purwanti, Tari. 2018. Petani, Lahan dan Pembangunan: Dampak Alih Fungsi Lahan terhadapKehidupan Ekonomi Petani. UMBARA Indonesian Journal of Anthropology Volume 3 (2) Desember 2018 (eISSN 2528-1569). Bandung:Universitas Padjajaran

Mulyani, Anni, Dedi Nursyamsi, dan Muhammad Syakir. 2017. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan untuk Pencapaian Swasembada Beras Berkelanjutan. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 11 No. 1 (2017) (ISSN 1907-0799). Bogor:Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementrian Pertanian

Yoga Prasada, I Made, Tia Alfina Rosa. 2018. Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Ketahanan Pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 14, No. 3, Oktober 2018. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada

(22)

16

Janah, R, B. T. Eddy, dan T. Dalmiyatun. 2017. Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Kehidupan Penduduk di Kecamatan Sayung kabupaten Demak.

Agrisocionomics:Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Vol. 1, No. 1 (2017).

Semarang:Universitas Diponegoro

Pareke, JT. 2017. Harmonisasi Pelaksanaan Pengaturan Penataan Ruang Kawasan Perdesaan dalam Konsep Tiga Kesatuan Perlindungan Berkelanjutan. AL IMARAH:Jurnal Pmerintahan dan Politik Islam Vol. 2, No. 1 (2017). Bengkulu:Institut Agama Islam Negeri Bengkulu Dewei, Ika Arsianti. 2011. Analisis Efektivitas Tata Ruang sebagai Instrumen Pengendali Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Penggunaan Lahan Non Pertanian di Kabupaten Bekasi. Masters Thesis. Bogor:Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor

Suhendrata, Tota. 2008. Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Peningkatan Produktivitas Padi Sawah untuk Mendukung Ketahanan Pangan. IPB University Scientific Repository Proceedings. Bogor:Institut Pertanian Bogor

Jati, Lusi Aulia. 2020. Analisis Penerapan IoT untuk Meningkatkan Produktivitas Pangan Masyarakat Daerah Lampung di Era Industri 4.0. Jurnal Sains, Prodi Matematika.

Lampung:Institut Teknologi Sumatera

Septiadi, Ahmad Fattaa. 2018. Analisis Daya Dukung Lahan Pangan untuk Beras di Kabupaten Jepara. Undergraduate Thesis. Semarang:Universitas Diponegoro

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 207 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Situs

(23)

17

Handayani,S dan F Nurdiana. 2003. Aspek Kependudukan vs Ketahanan Pangan.

http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10727/Aspek%20Kependud ukan%20vs%20Ketahanan.htm

Katadata.com. 2020. Badan Pusat Statistik (BPS)/Proyeksi Penduduk Indonesia.

https://databoks.katadata.co.id/series?id_kategori=551#

Wikan Prasetya, Anggara. 2020. Tingkatkan Produktivitas Pertanian, Ini Inovasi dan

Modernisasi yang Dilakukan Kementan.

https://money.kompas.com/read/2020/06/26/173509626/tingkatkan-produktivitas-pertanian- ini-inovasi-dan-modernisasi-yang-dilakukan?page=all

Pertanian.go.id. Swasembada Pangan Suatu Keharusan.

https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=2496#:~:text=Swasembada%

20Pangan%20Suatu%20Keharusan,-

Swasembada%20pangan%20menjadi&text=Ketersediaan%20pangan%20dalam%20jumlah%

20yang,pemerintahan%20untuk%20dapat%20mencapai%20swasembada.

Gambar

Gambar 1. Indeks Ketahanan Pangan Global
Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia (Sumber : BPS)

Referensi

Dokumen terkait

Proses emulsifikasi merupakan proses pembentukkan margarin, dimana semua bahan baku, yaitu minyak kelapa yang telah dihidrogenasi akan dicampur dengan berbagai

kali berturut-turut dalam hal PIHAK KEDUA: a) Tidak dapat menyelesaikan pekerja an sesuai dengan jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada pasal 7 perjanjian ini dan

Hal itu dikarenakan sifat pemimpin yang baik dan bijaksana mampu meningkatkan motivasi dan membimbing karyawan dengan lebih baik, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan

Ada sebagian artikel yang menggunakan lebih dari satu model dalam penelitiannya, tetapi hanya dua model saja yang akan dihitung dalam penelitian. Selain modelnya, setiap

Studi pendahuluan yang dilakukan di kelas IX SMP Unismuh Makassar, melalui observasi yang dilakukan peneliti tentang pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas IX,

Since the standards requirement of the research success were at least 70% of the students who could fulfill at least 3 indicators of observation and there were at

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana korelasi antara kadar IL-17 serum dengan nilai LEDdan kadar

a) Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab dari Perusahaan Gameloft tidak menjalankan aturan mengenai upah lembur dan waktu kerja lembur sesuai dengan