• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Peningkatan Pembelajaran Pecahan di Kelas IV Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar (SD), memahami karakteristik siswa merupakan hal yang harus dimiliki seorang guru. Siswa pada usia sekolah dasar cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan suka berimajinasi. Kedua sifat tersebut adalah modal utama bagi seorang anak untuk dapat tumbuh dan berkembang. Secara psikologis, setiap siswa akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun secara mental. Susanto (2014: 71) mengatakan bahwa perkembangan mental meliputi perkembangan intelektual, emosi, bahasa, sosial, dan moral keagamaan. Proses perkembangan siswa tersebut terjadi secara kompleks dan berkelanjutan serta dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lingkungan belajar maupun teman-teman dalam lingkungan belajar tersebut. Desmita (2012: 4) berpendapat bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-funsi jasmaniyah dan rohaniyah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar.

Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam perkembangan. Santrok dan Yusen (Susanto, 2014: 71) mengelompokkan perkembangan siswa menjadi lima fase yaitu: (1) fase prenatal, saat dalam kandungan dari masa pembuahan sampai dengan masa kelahiran; (2) fase bayi, yaitu saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan; (3) fase kanak-kanak awal, fase perkembangan yang

(2)

berlangsung sejak akhir masa bayi sampai usia lima atau enam tahun; (4) fase kanak-kanak tengah dan akhir, fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur enam sampai sebelas tahun; dan (5) fase remaja, masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal.

Siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 8-10 tahun. Mereka memiliki karakteristik tersendiri dalam tahap perkembangannya baik perkembangan fisik maupun mental. Piaget (Susanto, 2014: 77) menyatakan,

“Anak dalam usia 7-11 tahun termasuk ke dalam tahap operasional konkret dimana pada tahap ini anak sudah mulai memahami aspek- aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya. Selain itu, peserta didik sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.”

Siswa usia SD sudah mampu melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual mereka misalnya membaca, menulis, dan berhitung. Menurut Syamsu Yusuf (Susanto, 2014: 73) pada anak usia 6- 12 tahun ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, dan mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Havighurst (Sobur, 2009: 139) mengatakan bahwa anak sekolah dasar mulai belajar membaca, menulis, berhitung, belajar pengertian-pengertian kehidupan sehari-hari, belajar peranan jenis kelamin, kontak denga teman sebaya serta belajar sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang karakteristik siswa kelas

(3)

sudah mampu berpikir dan menjelah serta mencari tahu tentang peristiwa- peristiwa atau benda-benda yang ada di sekitarnya. Mereka sudah mulai berkelompok dan saling mengenal dengan teman-teman sebaya. Penelitian dengan judul Penerapan model Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran pecahan di kelas IV diharapkan sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV karena dalam model RME siswa akan belajar sambil mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Siswa akan berinteraksi secara aktif dalam kelompok-kelompok dan berperan langsung untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran.

Dengan demekian pembelajaran akan meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

b. Konsep pembelajaran

1) Pengertian Pembelajaran

Menurut aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari Darsono (Hamdani, 2011: 23).

Sagala (2014: 61) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemrolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabuat, serta pembentuka sikap dan keyakinan pada peserta didik (Susanto, 2014: 19).

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang terjadi dalam lingkungan belajar dan dalam proses tersebut terjadi interaksi belajar-

(4)

mengajar antara guru dan siswa dalam rangka memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang baru.

2) Prinsip-prinsip Pembelajaran

Mengenai prinsip-prinsip pembelajaran, Susanto (2014: 87) menguraikan beberapa prinsip pembelajaran, sebagai berikut:

a) Prinsip motivasi

Upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam diri anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

b) Prinsip latar belakang

Upaya guru dalam proses belajar mengajar memperhatikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang membosankan.

c) Prinsip pemusatan perhatian

Usaha untuk memusatkan perhatian anak dengan jalan mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.

d) Prinsip keterpaduan

Guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan pokok bahasan dengan pokok bahasan lain, atau subpokok bahasan dengan subpokok bahasan lain agar anak mendapat gambaran keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.

e) Prinsip pemecahan masalah

Situasi belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah. Hal ini dimaksudkan agar anak peka dan juga mendorong mereka untuk

(5)

f) Prinsip menemukan

Kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari, mengembangkan hasil perolehannya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu, proses belajar mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak akan menyebabkan kebosanan.

g) Prinsip belajar sambil bekerja

Suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh pengalaman baru. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui bekerja tidak mudah dilupakan oleh anak. Dengan demikian, proses belajar mengajar memberi kesempatan pada anak untuk bekerja dan berbuat sesuatu sehingga terpupuk kepercayaan diri, gembira, dan puas karena kemampuannya tersalurkan dengan melihat hasil kerjanya.

h) Prinsip belajar sambil bermain

Kegiatan yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar. Melalui bermain, anak akan terdorong untuk aktif dalam belajar sehingga pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak berkembang.

i) Prinsip perbedaan individu

Upaya guru dalam proses belajar mengajar yang memperhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat, dan kebiasaan, atau latar belakang keluarga.

j) Prinsip hubungan sosial

Sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

Sagala (2014: 150) berpendapat bahwa ada beberapa prinsip- prinsip pembelajaran yang secara relatif berlaku umum diantaranya adalah prinsip perkembangan, perbedaan individu, minat dan kebutuhan

(6)

aktivitas, dan motivasi. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

a) Prinsip Perkembangan

Pada prinsipnya, siswa yang sedang belajar di kelas sedang dalam tahap perkembangan. Kemampuan anak pada tingkat kelas berbeda- beda sesuai dengan perkembangannya. Oleh karena itu, dalam menyiapkan pembelajaran guru harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak serta kemampuan mereka.

b) Prinsip Perbedaan Individu

Setiap individu tentanya memiliki ciri-ciri dan pembawaan- pembawaan yang berbeda, menerima pengaruh dan perlakuan dari keluarga masing-masing yang berbeda pula. Agar dapat memberikan bantuan belajar bagi siswa, maka guru harus memahami dengan benar ciri-ciri siswa tersebut. Baik dalam menyiapkan dan menyajikan pelajaran maupun dalam memberikan tugas-tugas dan pembimbingan belajar siswa.

c) Minat dan Kebutuhan Anak

Setiap siswa mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-sendiri. Dalam hal pembelajaran, bahan ajaran dan penyampaian sedapat mungkin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa tersebut. Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan siswa, tentu akan menarik perhatiannya, dengan demikian mereka akan bersungguh-sungguh dalam belajar.

d) Motivasi

(7)

Motif memiliki peranan yang cukup besar dalam upaya belajar.

Tanpa motif hampir tidak mungkin siswa melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang prinsip-prinsip pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan tiap siswa, karena siswa pada tingkat kelas yang lebih rendah memiliki kemampuan yang berbeda dengan siswa pada tingkat kelas lebih tinggi. Pembelajaran hendaknya memperhatikan ciri-ciri setiap siswa, karena setiap siswa tentunya memiliki ciri-ciri yang berbeda. Pembelajaran harus dirancang semenarik mungkin agar dapat meningkatkan minat belajar siswa.

c. Hakikat Pembelajaran Matematika 1) Pengertian matematika

Matematika merupakan bidang studi yang ada di setiap jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. Kata matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau manthema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran Depdiknas (Susanto, 2014: 184). Susanto (2014: 183) mengemukakan bahwa Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Russefendi (Heruman, 2008:1) menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang

(8)

terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Sedangkan

Matematika dapat dikatakan sebagai ilmu dasar untuk mempelajari bidang ilmu yang lain. Penguasaan konsep-konsep matematika harus betul-betul dipahami sejak anak dalam usia dini karena pada hakikatnya konsep matematika merupakan satu kesatuan yang saling terangkai dan berkaitan satu sama lain. Artinya adalah konsep-konsep yang telah dipelajari pada subbab sebelumnya menjadi dasar bagi subbab- subbab yang lain, sehingga jika siswa belum memahami konsep awal matematika siswa akan sulit memahami konsep selanjutnya pula.

Sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV Susanto (2014: 184) menambahkan bahwa siswa usia sekolah dasar pada umumnya sulit memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang matematika, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah salah satu bidang ilmu yang mengkaji hal-hal secara abstrak, dan harus dipahami secara bertahap yaitu dimulai dari konsep sederhana menuju konsep yang kompleks, dan dikaji melalui penalaran deduktif artinya suatu konsep yang diperoleh merupakan akibat dari konsep yang sebelumnya.

2) Pembelajaran Matematika

Susanto (2014, 186-188) berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat

(9)

kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya. Selain itu, pembelajaran matematika bukan hanya sebagai transfer of knowledge, yang mengandung makna bahwa siswa menjadi objek dalam belajar, namun hendaknya siswa menjadi subjek dalam belajar.

Bruner (Heruman 2008: 4) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Diharapkan setelah terjadi kegiatan belajar mengajar matematika, akan mengakibatkan perubahan tingkah laku siswa baik dalam pengetahuan konsep matematika maupun penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi dari guru ke siswa yang melibatkan lingkungan sebagai sumber belajar agar tercipta kegiatan belajar mengajar yang menghasilkan pemahaman konsep matematika kepada siswa serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

3) Tujuan Pembelajaran Matematika

Susanto (2014: 189) mengatakan bahwa secara umum, tujuan pendidikan matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Depdiknas (Susanto: 2014: 190) mengemukakan tujuan khusus dari pembelajaran matematika adalah (a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonse, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme; (b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyususn bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

(c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan

(10)

solusi yang diperoleh; (d) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah;

dan (e) memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan tersebut dalam kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya menciptakan suasana dan situasi yang memungkinkan siswa untuk ikut aktif dalam menemukan, mengkonstruksi, dan mengembangkan pengetahuan baru tentang konsep matematika agar siswa bisa memahami konsep tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Piaget (Susanto, 2014: 191) mengemukakan bahwa pengetahuan atau pemahaman siswa itu ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri.

Penenerapan model RME dengan media konkret diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika karena dalam model RME siswa akan belajar sambil mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Siswa akan berinteraksi secara aktif dalam kelompok-kelompok dan berperan langsung untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran.

4) Materi Pecahan Kelas IV SD

Standar isi mata pelajaran Matematika SD/MI sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk kelas IV materi pecahan adalah sebagai berikut:

(11)

Tabel 2.1. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pelajaran Matematika Kelas IV SD materi pecahan

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator

6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah

6.1 Mejelaskan arti pecahan dan urutannya

6.2 Menyerderhanakan pecahan

6.3 Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan

6.1.1 Menjelaskan pecahan sebagai bagian dari keseluruhan 6.1.2 Mengurutkan pecahan yang

berpenyebut sama

6.1.3 Menunjukkan letak pecahan pada garis bilangan

6.1.4 Mengurutkan pecahan berpenyebut berbeda 6.1.5 Membandingkan pecahan 6.2.1 Menunjukkan pecahan-pecahan

yang senilai 6.2.2 Menjelaskan cara

menyederhanakan pecahan

6.3.1 Menghitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenye- but sama dengan hasil positif dan nilainya paling besar 1

6.3.2 Menghitung penjumlahan peca- han berpenyebut berbeda dengan hasil positif dan nilainya paling besar 1

6.3.3 Menghitung pengurangan peca- han berpenyebut berbeda dengan hasil positif dan nilainya paling besar 1

Heruman (2008: 43) berpendapat bahwa pecahan adalah bagian dari sesuatu yang utuh. Sedangkan Yuniarto dan Hidayati (2008: 127) mengatakan bahwa bilangan pecahan adalah bilangan yang berbentuk , dengan a dan b bilangan bulat, serta b tidak sama dengan 0. Pada bilangan pecahan tersebut, a disebut pembilang dan b disebut penyebut.

(12)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pecahan, dapat disimpulkan bahwa pecahan merupakan bilangan bulat atau cacah dengan bentuk , dimana a dan b merupakan bilangan bulat dan b ≠ 0.

a) Mengenal pecahan sebagai bagian dari keseluruhan

Pecahan merupan bagian dari keseluruhan yang dapat dituliskan dengan lambang dan b ≠ 0. bilangan a merupakan pembilang dan b merupakan penyebut.

Perhatikan contoh berikut!

Reni memiliki satu lembar kertas lipat. Ia ingin membaginya dengan Sendi sehingga sama besar. Berapakah bagian mereka masing- masing?

1 Kertas Lipat Reni Sendi

Reni memiliki 1 kertas lipat utuh, ia ingin membagi kertas lipat tersebut kepada Sendi, maka ia memotong kertas lipat tersebut menjadi 2 bagian yang kongruen (sama) menggunakan gunting. Satu bagian dari dua bagian yang kongruen kertas lipat tersebut adalah

Jadi, masing-masing anak mendapat bagian.

Satu kertas lipat utuh dipotong menjadi 4 bagian yang kongruen.

+

(13)

- 1 bagian dari 4 bagian adalah - 2 bagian dari 4 bagian adalah

- 3 bagian dari 4 bagian adalah - 4 bagian dari 4 bagian adalah

b) Mengurutkan pecahan berpenyebut sama

Untuk mengurutkan pecahan-pecahan berpenyebut sama, pengurutan dapat dengan melihat pembilangnya saja.

Contoh : Urutkan pecahan-pecahan mulai dari yang terkecil!

Jawab : Pecahan tersebut berpenyebut sama, maka perhatikan pembilang-pembilang dari pecahan tersebut.

Karena 2 < 4 < 8 maka

, jadi urutan pecahan dari yang terkecil adalah

(14)

c) Menentukan letak pecahan pada garis bilangan

Untuk mempermudah mempelajari pecahan, kita bisa menggunakan garis bilangan.

Buatlah garis bilangan dengan panjang 8 cm. Setiap 1 cm mewakili 1 satuan

(1) Jika garis bilangan dibagi menjadi 2 bagian yang sama panjang, maka tiap bagian nilainya .

(2) Jika garis bilangan di atas dibagi menjadi 4 bagian yang sama panjang, maka tiap bagian nilainya .

(3) Jika garis bilangan diatas dibagi menjadi 8 bagian sama panjang , maka tiap bagian nilainya .

d) Mengurutkan Pecahan berpenyebut Berbeda

Untuk mengurutkan pecahan-pecahan berpenyebut berbeda, dapat dilakukan dengan membuat gambar masing-masing pecahan.

Contoh : Urutkan pecahan-pecahan mulai dari yang terkecil!

(15)

Jawab :

e) Membandingkan pecahan

Untuk membandingkan pecahan dapat dilakukan dengan menyamakan penyebut atau membuat gambar dari pecahan tersebut!

Contoh:

Bandingkan pecahan berikut ini!

…….

Jawab!

(1) Menyamakan penyebut

Kita mencari KPK dari 2 dan 4.

2 = 1, 2 4 = 1, 2, 4

KPK dari 2 dan 4 adalah 2 x 4 = 8

=

= =

=

Jadi

,

(16)

(2) Menggunakan gambar

Gambar tersebut menunjukkan bahwa

f) Menentukan pecahan-pecahan yang senilai

Untuk membandingkan dua pecahan atau lebih yang penyebutnya sama, kita tinggal membandingkan pembilang pecahan-pecahan tersebut. Pecahan yang pembilangnya lebih besar, berarti nilainya lebih besar (Yuniarto dan Hidayati, 2008: 134).

Perhatikan gambar berikut!

Gambar di atas menunjukkan tiga persegi yang masing-masing dibagi menjadi 2 bagian, 4 bagian, dan 8 bagian yang sama besar. Luas daerah yang diarsir pada setiap lingkaran diatas adalah sama besar. Ini berarti . Ketiga pecahan di atas disebut dengan pecahan senilai.

g) Menyederhanakan pecahan

Tentukan pecahan paling sederhana dari

.

(17)

2) Ambil kertas lipat yang baru, kita bagi menjadi dua bagian lalu arsir salah satu bagian sehingga menunjukkan bilangan

3) Jika daerah yang menunjukkan bilangan dan memiliki luas yang sama, maka bilangan merupakan pecahan paling sederhana dari 4) Jika daerah yang menunjukkan bilangan dan memiliki luas yang

berbeda, maka ambil kertas lipat lagi lalu bagi kertas lipat tersebut menjadi 3 bagian, 4 bagian, 5 bagian, dan seterusnya hingga menemukan luas daerah yang sesuai.

5) Lakukan secara berkelompok.

1) 2)

Setelah dilakukan percobaan, ternyata luas daerah bilangan sama dengan luas daerah bilangan

,

jadi bilangan merupakan pecahan paling sederhana dari bilangan

.

Untuk menyederhanakan pecahan, dapat pula menggunakan FPB Faktor dari 4 (pembilang) adalah 1, 2, 4

Faktor dari 8 (penyebut) adalah 1, 2, 4, 8 FPB dari 4 dan 8 adalah 4.

Maka kedua bilangan baik 4 maupun 8 dibagi dengan 4 h) Penjumlahan pecahan berpenyebut sama

Penjumlahan berpenyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak di jumlahkan (Suparti, dkk, 2008: 136). Contoh:

(18)

Tentukan hasil penjumlahan dari

!

=

+

= i) Penjumlahan pecahan berpenyebut beda

Penjumlahan berpenyebut beda dilakukan dengan mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai menggunakan KPK sehingga penyebutnya menjadi sama (Kusnandar dan Supriatin, 2008: 195).

Contoh:

Tentukan hasil penjumlahan dari

!

Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 4 dengan KPK 4

( ) ( )

=

Jadi,

=

+

j) Pengurangan pecahan berpenyebut sama +

+ =

=

=

(19)

Tentukan hasil pengurangan

=

Jadi,

=

=

k) Pengurangan pecahan berpenyebut beda

Pengurangan berpenyebut beda dilakukan dengan mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai menggunakan KPK sehingga penyebutnya menjadi sama (Kusnandar dan Supriatin, 2008: 205). Contoh:

Tentukan hasil pengurangan

!

Penyebut kedua pecahan adalah 4 dan 2 dengan KPK 4

( ) ( )

=

Jadi,

=

=

(20)

d. Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Pecahan di Kelas IV SD Bruner (Wahyudi, 2013: 6) mengungkapkan bahwa pembelajaran Matematika adalah pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur- struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu, sedangkan Bruner (Heruman, 2008: 4) dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran Matematika, siswa harus menyelesaikan sendiri berbagai permasalahan yang terjadi, materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahuhan cara penyelesaiannya, jadi dapat disimpulkan bahwa peningkatan pembelajaran Matematika tentang pecahan di kelas IV SD adalah proses untuk meningkatan konsep- konsep dan struktur-struktur matematika serta menyelesaikan berbagai masalah yang terdapat di dalam materi yang dipelajari yaitu menjelaskan arti pecahan dan urutannya, menyederhanakan pecahan, serta menjumlahkan dan mengurangkan pecahan yang disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas IV SD yaitu mengenal teman sebaya dan senang berkelompok serta mempelajari hal-hal yang konkret atau nyata.

2. Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dengan Media Konkret

a. Model Realistic Mathematics Education (RME) 1) Pengertian Model Pembelajaran

Model Pembelajaran menurut Komalasari (2013: 57) adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran

(21)

kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat- perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang model pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan pembelajaran di kelas dari awal sampai akhir agar tercapai tujuan belajar tertentu.

2) Model Realistic Mathematics Education (RME)

a) Pengertian Model Realistic Mathematics Education (RME)

Ariyanti (Wahyudi, 2013: 15) mengungkapkan bahwa Realistic Mathematic Education (RME) adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal.

Grevermeijer (1994: 82) berpendapat bahwa pendidikan matematika realistik berakar pada interpretasi Freudenthal, matematika sebagi suatu kegiatan, sedangkan Hadi (2005: 7) mengungkapkan bahwa RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang RME, dapat disumpulkan bahwa RME adalah suatu model pembelajaran matematika yang mengaitkan antara matematika dengan masalah dalam kehidupan nyata, dimana masalah tersebut haruslah masalah yang benar-benar dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.

(22)

b) Karakteristik model Realistic Mathematics Education (RME) Treffers (Wijaya, 2012: 21) merumuskan lima karakteristik RME, yaitu:

(1) Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi yang lainselama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

(2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

(3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.

(4) Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.

Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan

(23)

dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

Mengenai karakteristik RME, Grevenmeijer (Tarigan, 2006:

6) memiliki pendapat lain yaitu sebagai berikut.

(1) Penggunaan konteks

Proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kontekstual.

(2) Instrumen vertikal

Konsep atau ide matematika dikonstruksikan oleh siswa melalui model-model instrumen vertikal, yang bergerak dari prosedur informal ke formal.

(3) Konstribusi siswa

Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing- masing.

(4) Kegiatan interaktif

Kegiatan belajar bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa.

(5) Keterkaitan

Pembelajaran suatu bahan matematika terkait dengan berbagai topic matematika secara terintegrasi.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang karakteristik RME, dapat disimpulkan bahwa karakteristik RME, yaitu (1) RME menggunakan permasalahan nyata untuk mengenalkan konsep matematika, (2) RME mengajak siswa untuk menemukan kembali konsep matematika melalui diskusi dengan bimbingan guru, (3) RME

(24)

mengembangkan konsep matematika yang didapatkan melalui hasil diskusi, (4) RME melatih siswa untuk mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok, dan (5) RME melatih siswa untuk menerapkan konsep matematika yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari- hari.

c) Langkah-langkah Realistic Mathematics Education (RME)

Shoimin (2014: 150) mengemukakan langkah-langkah dalam RME adalah sebagai berikut.

(1) Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut.

(2) Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa secara individu diminta untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut dengan caranya sendiri.

(3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil.

(4) Menarik kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.

Setyono (Wahyudi, 2013: 22) mengemukakan langkah- langkah RME secara umum yaitu:

(1) Persiapan

(25)

(2) Pembukaan

Siswa diperkenalkan dengan masalah dari dunia nyata dan diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri

(3) Proses Pembelajaran

Siswa mencoba berbagai strategi untuk memecahkan masalah baik secara perorangan maupun kelompok dan mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Setelah itu siswa menarik kesimpulan dari pembelajaran saat itu.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang langkah-langkah RME, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran RME, yaitu (1) memahami masalah kontekstual yang akan dipelajari, (2) menyelesaiakan masalah kontekstual yang diberikan guru secara individu, (3) mendiskusikan hasil jawaban individu dalam kelompok kecil, (4) mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, dan (5) menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan.

d) Kelebihan dan Kekurangan Realistic Mathematics Education Setyono (Wahyudi, 2013: 25) mengemukakan bahwa kelebihan RME adalah sebagai berikut (1) karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya, (2) suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan masalah dalam kehidupan nyata yang sudah dekat dengan siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan, (3) siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa bernilai, (4) memupuk kerjasama dalam kelompok, (5) melatih siswa untuk terbuasa mengemukakan pendapat, (6) melatih keberanian siswa karena siswa harus menjelaskan jawaban, dan (7)

(26)

pendidikan budi pekerti: misalnya kerja sama, menghormati teman yang berbicara, dan sebagainya.

Sementara itu, Shoimin (2014: 151) berpendapat bahwa kelebihan RME adalah (1) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia; (2) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksikan dan dikembangkan sendiri oleh siswa; (3) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain; dan (4) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kelebihan RME, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model RME, yaitu (1) membangun pengetahuan siswa tentang masalah dalam kehidupan sehari-hari; (2) membantu siswa mengembangkan materi matematika khususnya pecahan dengan cara yang menyenangkan dan menggunakan masalah dalam kehidupan sehari-hari; dan (3) melatih siswa untuk berpendapat, berdiskusi dalam kelompok serta mengungkapkan pendapat dalam forum diskusi tentang materi

(27)

untuk dapat diterapkan RME; (2) Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntuk dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa; (3) Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah; (4) Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

Setyono (Wahyudi, 2013: 25) kekurangan model RME adalah (1) karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu, siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya; (2) Membutuhkan waktu yang lama, terutama bagi siswa yang kemampuan awalnya rendah; (3) siswa yang pandai terkadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai; (4) membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu; dan (5) belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam memberi nilai.

Berdasarkan uraian tentang kekurangan RME, dapat disimpulkan bahwa kekurangan model RME, yaitu (1) siswa mengalami kesulitan dalam memahami sendiri masalah kontekstual karena siswa terbiasa diberi pemahaman oleh guru; (2) tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa menyelesaikan masalah dalam waktu yang sama karena kemampuan siswa yang satu dengan yang lain berbeda-beda; dan (3) tidak mudah bagi guru untuk menemukan masalah kontekstual dan alat peraga yang cocok digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

(28)

b. Media Konkret

1) Pengertian Media Pembelajaran

Sanaky (2015: 3) mengungkapkan bahwa media pembelajran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pendapat lain dikemukakan oleh Hamdani (2011: 244), bahwa media pembelajaran adalah alat yang bisa merangsang siswa untuk terjadinya proses belajar. Arsyad (2014: 4) menyatakan media sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Rossi dan Breidle (Sanjaya: 2014: 163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala alat pengajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau materi pembelajaran kepada siswa agar siswa menjadi terangsang baik pikiran, emosi, maupun minat dalam mengikuti pembelajaran.

2) Macam-macam Media

Sudjana dan Rivai (2013: 3) mengemukakan bahwa ada beberapa jenis media pengajaran digunakan dalam proses pengajaran, yaitu

“Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film,

(29)

Sementara itu, Asyhar (2011: 45) berpendapat bahwa beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran dibagi ke dalam empat jenis (1) media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik; (2) media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik;

(3) media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan; dan (4) multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang jenis-jenis media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, yaitu (1) media audio, (2) media visual, (3) media audio-visual, (4) media tiga dimensi, dan (5) multimedia. Macam-macam media tersebut dapat terus berkembang mengikuti perkembangan Iptek. Media pembelajaran yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalah media tiga dimensi yang berupa media konkret atau media benda nyata.

3) Fungsi Media Pembelajaran di SD

Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi utama yaitu (1) media sebagai sumber belajar, (2) fungsi semantik (bahasa), (3) fungsi manipulatif, (4) fungsi fiksatif, 5) fungsi distributif, 6) fungsi psikologis, dan fungsi sosio-kultiral (Asyhar: 2011: 29)

Hamdani (2011: 246-247) merumuskan fungsi media pengajaran adalah sebagai berikut: (1) menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. dengan gambar, potret, slide, film, video atau media lainnya, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang benda atau peristiwa sejarah; (2) mudah membandingkan sesuatu,

(30)

dengan bantuan gambar, model atau foto, siswa dapat dengan mudah membandingkan dua benda yang berbeda seperti sifat, ukuran, warna dan sebagainya; (3) memperoleh gambaran yang jelas tentang benda atau hal- hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang terlalu besar atau terlalu kecil; dan (4) melihat bagian-bagaian yang tersembunyi dari suatu alat. dengan diagram, bagan, model, siswa dapat mengamati bagian mesin yang sukar secara langsung.

Sementara itu, Sanaky (2015: 7) berpendapat bahwa media pembelajaran berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan (1) menghadirkan objek sebenarnya dan objek yang langka, (2) membuat duplikasi dari objek sebenarnya, (3) membuat kondep abstrak ke konsep konkret, (4) memberi kesamaan persepsi, (5) mengatasi hambatan waktu, jumlah, dan tempat, (6) menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan (7) memberi suasana belajar yang menyenangkan, tidak tertekan, santai dan menarik, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang fungsi media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa fungsi utama media pembelajaran di SD adalah sebagai berikut: (1) memotivasi minat atau tindakan siswa SD dengan menampilkan benda, model, gambar, atau video yang berkaitan dengan pembelajaran khusunya pembelajaran matematika tentang pecahan, (2) media dapat menyajikan informasi yang lengkap dan jelas tentang materi matematika khususnya tentang pecahan yang sulit dipahami, dan (3) media memberikan instruksi kepada siswa agar terlibat dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika tentang pecahan.

(31)

bahwa benda asli adalah benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya.

Media konkret atau benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka (Asyhar, 2011: 54).

Sanaky (2015: 128) juga berpenjapat bahwa apabila menggunakan benda asli, benda-benda nyata, atau makhluk hidup (real life materials) dalam pembelajaran adalah hal yang paling baik karena dalam menampilkan benda-benda asli tersebut tentu memiliki ukuran, suara, gerak-gerik, permukaan, bobot badan, dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang, dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah objek nyata atau benda asli yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar serta disesuaikan dengan pola belajar siswa. Media konkret yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa kertas lipat dan pita.

5) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret

Sudjana dan Rivai (2013: 197) berpendapat bahwa langkah- langkah penggunaan media konkret di SD yaitu memperkenalkan unit, penjelasan proses, menjawab pertanyaan, pelengkapi perbandingan, dan unit akhir.

Berdasarkan pendapat tentang langkah-langkah penggunaan media konkret, dapat diuraikan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret, yaitu (1) memperkenalkan unit yaitu memperkenalkan media pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran misalnya kertas lipat; (2) penjelasan proses yaitu menjelaskan cara menggunakan media tersebut, kertas lipat digunting menjadi dua, satu bagian dari dua bagian disebut setengah; (3) menjawab pertanyaan yaitu menjawab pertanyaan yang diajukan selama proses pembelajaran tentang pecahan baik pertanyaan dari guru maupun pertanyaan dari siswa, dalam langkah ini setiap siswa berhak untuk bertanya maupun menjawab

(32)

pertanyaan, misalnya “apakah pecahan dan bernilai sama?”; (4) melengkapi perbandingan, maksudnya adalah membandingkan jawaban- jawaban atas pertanyaan guru yang telah diberikan selama proses pembelajaran pecahan , disini siswa menjelaskan menggunakan media kertas lipat untuk mengetahui apakah pecahan dan bernilai sama; dan (5) unit akhir atau puncak merupakan pengambilan kesimpulan berdasarkan pembelajaran yang telah dilaksanakan, artinya dari jawaban- jawaban yang telah diberikan siswa bersama dengan guru menyimpulkan bahwa pecahan dan tidak bernilai sama, hal ini dibuktikan dengan potongan buah apel yang menunjukkan bilangan dan berbeda.

6) Kelebihan dan Kelemahan Media Konkret

Kelebihan dalam penggunaan media konkret (nyata) adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang (Asyhar, 2011: 55).

Sementara itu, Sudjana dan Rivai (2013: 196) berpendapat bahwa belajar menggunakan benda-benda asli memegang peranan penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran.

Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) mengatakan bahwa media sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut: (1) memberikan pengalaman secara langsung, (2) penyajian secara kongkrit dan menghindari verbalisme, (3) dapat menunjukkan objek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, (4) dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dan (5) dapat menunjukkan alur suatu proses

(33)

nyata, yaitu memberikan pengalaman nyata atau sebernarnya kepada siswa karena penggunaan media konkret menyajikan objek benda secara utuh agar proses pembelajaran di kelas lebih menarik.

Kelemahan dalam penggunaan media konkret menurut Sanaky (2015: 29) adalah belajar menggunakan media konkret membutuhkan biaya yang lebih besar. Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) kelemahan penggunaan media tiga dimensi adalah (1) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, (2) penyimpanannya memerlukan ruang yang besar, dan (3) perawatannya rumit.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kelemahan media konkret, dapat disimpulkan bahwa kelemahan dalam penggunaan media konkret adalah tidak praktis dan memerlukan biasa yang lebih besar apa lagi untuk menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar.

c. Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME) dengan Media Konkret

Menurut KBBI, penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan, jadi penerapan model Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret adalah suatu proses menerapkan model pembelajaran matematika yang mengaitkan antara matematika dengan masalah dalam kehidupan nyata dimana masalah tersebut haruslah masalah yang benar-benar dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari dengan bantuan objek nyata atau benda asli yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar serta disesuaikan dengan pola belajar siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, langkah-langkah penerapan model Realistic Mathematics Education dengan media konkret dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(34)

1) Memahami masalah kontekstual yang akan dipelajari dengan menggunakan media konkret

Guru menyampaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi pecahan, misalnya “Jika Ani ingin membagikan 1 kertas lipat kepada 4 temannya, maka masing-masing teman Ani mendapat berapa bagian?” atau “Ani memiliki bagian kertas lipat lalu Andi memberikan bagian kertas lipat miliknya untuk Ani, berapa kertas lipat yang dimiliki Ani sekarang?” Setelah itu, guru menunjukkan media konkret yang akan digunakan dalam pembelajaran misalnya kertas lipat.

2) Menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan guru secara individu menggunakan media konkret

Guru meminta siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan secara individu menggunakan kertas lipat. Dalam langkah ini, guru tetap membimbing siswa terutama dalam penggunakan media konkret.

3) Mendiskusikan hasil jawaban individu dalam kelompok kecil dengan media konkret

Setelah menyelesaikan masalah secara individu, siswa berdiskusi dalam kelompok kecil saling membandingkan jawaban yang telah merekan peroleh. Dalam tahap ini, siswa membandingkan potongan kertas lipat miliknya dengan temannya dan berdiskusi agar mendapatkan jawaban atas permasalahan yang telah diberikan.

4) Mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas menggunakan media konkret

(35)

kelompok lain bahwa 1 dari 4 bagian tersebut dinamakan

.

Selama proses presentasi berlangsung setiap kelompok saling menanggapi hasil diskusi kelompok lain.

5) Menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan menggunakan media konkret

Setelah presentasi, siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi tentang permasalahan tersebut menggunakan media konkret. Siswa bersama dengan guru memberikan kesimpulan bahwa jika ibu memiliki 1 kertas lipat dan ingin membagikannya kepada 4 anaknya, maka masing- masing anak mendapatkan bagian kertas lipat

.

Dengan demikian, siswa dapat menambah pengetahuan yang dimiliki.

Tabel 2.2. Rincian Penggunaan Media Konkret

No Materi Media konkret

yang Digunakan

1 Pengertian Pecahan Kertas lipat

2 Menuliskan pecahan pada garis bilangan Pita

3 Menyederhanakan pecahan Kertas lipat

4 Penjumlahan pecahan biasa Kertas lipat 5 Pengurangan pecahan biasa Kertas lipat

3. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Widjaja dan Heck (2003: 1) tentang “How Realistics mathematics Education Approach and Microcomputer-Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesian Junior High School”. Hasil penelitian ini adalah siswa menunjukkan kemajuan luar biasa dalam pekerjaan mereka. Opini siswa dan guru dalam pembelajaran pada umumnya cenderung positif. Persamaan penelitian ini terletak

(36)

pada penggunaan Realistic Mathematics Education dalam pembelajaran.

Sedangkan perbedaan terletak pada aspek yang diamati dalam penelitian.

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Uzel dan Uyangor (2006: 1951) tentang “Attitude of 7th Class Students Toward Mathematics in Realistic Mathematics Education.” Hasil penelitian ini adalah dengan menggunakan model Realistic Mathematics Education, menunjukkan variasi perilaku positif siswa pada pelajaran matematika. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel bebas, yaitu penggunaan model Realistic Mathematics Education. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel terikat, dimana dalam penelitian ini meneliti tentang perilaku siswa. Selain itu, perbedaan juga terletak pada subjek penelitian.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2012: 1) tentang

“Model Pembelajaran RME (Realistic mathematics Education) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Krapyak 2 Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran RME mampu meningkatkan hasil belajar matematika tentang konsep pecahan siswa kelas IV SD Negeri Krapyak 2 Tahun pelajaran 2011/2012. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada variable bebas yaitu penerapan model Realistic mathematics Education, sedangkan perbedaan terletak pada variabel terikat. Pada penelitian ini meneliti tentang hasil belajar matematika sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang pembelajaran matematika. Selain itu, perbedaan juga terletak pada subjek penelitian.

Dan yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Amalin (2015:

181) tentang “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Benda Konkret

(37)

pada siswa kelas V SDN Kalijambe tahun ajaran 2014/2015. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada media benda konkret sebagai variable bebas dan pembelajaran matematika sebagai variable terikat. Perbedaan terletak pada model pembelajaran dan materi pembelajaran. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Saintifik untuk materi tentang sifat-sifat bangun datar, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan model Realistic Mathematics Eduation iuntuk materi pecahan. Perbedaan juga teletak pada subjek penelitian.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil pengamatan awal pada siswa kelas IV SDN 1 Gunungmujil, pembelajaran matematika belum menggunakan media atau alat peraga yang dapat menarik siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru serta belum melibatkan siswa dalam diskusi kelompok sehingga. Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji hal-hal secara abstrak, dan harus dipahami secara bertahap yaitu dimulai dari konsep sederhana menuju konsep yang kompleks dan dikaji melalui penalaran deduktif artinya suatu konsep yang diperoleh merupakan akibat dari konsep yang sebelumnya. Dalam pembelajaran, guru diharapkan memilih model dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Karakteristik siswa kelas IV yaitu mampu berpikir secara logis terhadap sesuatu yang nyata (konkret). Mereka berada dalam tahap operasional konkret yang mampu berpikir dan menjelah serta mencari tahu tentang peristiwa- peristiwa atau benda-benda yang ada di sekitarnya. Mereka sudah mulai berkelompok dan saling mengenal dengan teman-teman sebaya. RME merupakan suatu model pembelajaran matematika yang mengaitkan antara matematika dengan masalah dalam kehidupan nyata. Masalah tersebut haruslah masalah yang benar-benar dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. media

(38)

konkret adalah objek nyata atau benda asli yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar serta disesuaikan dengan pola belajar siswa. Media konkret yang digunakan adalah kertas lipat

Penerapan model Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret diharapkan sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV karena dalam model RME siswa akan belajar sambil mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Siswa akan berinteraksi secara aktif dalam kelompok- kelompok dan berperan langsung untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran. Media konkret diharapkan dapat menarik perhatian siswa dan memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran khususnya tentang pecahan. Kombinasi antara model RME dengan media konkret akan sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV yang mampu berpikir dan mencari tahu tentang benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang ada di sekitarnya.

Pembelajaran matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV menggunakan model pembelajaran RME dilaksanakan dalam 3 siklus. Pada siklus I, siswa akan mempelajari tentang pengertian pecahan, mengurutkan pecahan berpenyebut sama dan berbeda, menuliskan pecahan pada garis bilangan serta membandingkan pecahan pecahan berpenyebut sama dan berbeda. Pada siklus II siswa akan mempelajari tentang menyederhanakan pecahan serta penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama, sedangkan pada siklus III siswa akan mempelajari tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut berbeda.

Penerapan model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran pecahan kelas IV, melalui langkah yang tepat dapat meningkatkan pembelajaran matematika dan

(39)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir KONDISI

AWAL

1. Siswa belum aktif dalam diskusi kelompok

2. Guru belum menggunakan model dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran

TINDAKAN

Menerapkan model RME dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika tentang pecahan di kelas IV SDN 1 Gunungmujil tahun ajaran 2015/2016

1. Siswa lebih aktif dalam diskusi kelompok 2. Siswa terlibat langsung

dalam pembelajaran menggunakan media konkret berupa kertas lipat

3. Siswa aktif bertanya jawab dengan guru selama pembelajaran Matematika tentang pecahan berlangsung

KONDISI AKHIR

Pembelajaran Matematika tentang pecahan di kelas IV SDN 1 Gunungmujil lebih menarik dan menyenangkan, sehingga ketuntasan hasil belajar yang dicapai oleh siswa meningkat

(40)

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu “Jika penerapan model Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang benar, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan di kelas IV SDN 1 Gunungmujil tahun ajaran 2015/2016”.

Referensi

Dokumen terkait

Mayoritas penduduk di dalam dan sekitar TNK adalah nelayan yang berasal dari Bima (Sumbawa), Manggarai, Flores Selatan dan Sulawesi Selatan. Keturunan dari penduduk asli

Pengembangan yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu (Annisaa Rahman dan Yanthi Hutagaol) adalah periode penelitian terdahulu mengambil lokasi dan tahun data

bahwa dengan adanya peningkatan kinerja pegawai dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah dilakukan di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka

Hasil akhir dari penelitian ini adalah terciptanya sebuah media pembelajaran pengenalan warna, bentuk, angka, huruf dan tangga nada berbasis multimedia interaktif

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, diharapkan agar Saudara dapat hadir tepat waktu dengan membawa dokumen asli dan 1 (satu) rangkap fotocopy untuk setiap data yang

Karya Ilmiah Laporan Praktek Kerja Nyata berjudul “Prosedur Perhitungan, Pembayaran, Pemungutan dan Pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Asuransi Jiwa Bersama

 Syaifuddin 2006 ANATOMI FISIOLOGI untuk mahasiswa keperawatan EGC Jakarta  Guyton Arthur C 2007 Buku. ajar Fisiologi Kedokteran

Dari tahapan desain, beberapa elemen yang dipakai untuk dapat secara mandiri produktif dari segi ekonomi antara lain adalah sebagai berikut. Jendela