• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINERGITAS BUDAYA DAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINERGITAS BUDAYA DAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SINERGITAS BUDAYA DAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Hadirman

IAIN Manado, Sulawesi Utara, Indonesia hadirman@iain-manado.ac.id

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sinergisitas budaya, pendidikan, dan pengembangan karakter bangsa. Budaya menjadi langkah awal untuk membentuk karater pelajar (generasi muda) dari sudut pandang masyarakat pemiliki budaya itu. Sementara itu, pendidikan Islam menjadi membentuk karakter pelajar (generasi muda) melalui transmisi pengetahuan berlandaskan pada nilai-nilai universalitas Islam dalam interaksi pendidikan dan pembelajaran. Dengan demikian, keduanya dapat bersinergi untuk membentukan karakter bangsa kepada pelajar (generasi muda) di masa yang akan datang.

Kata kunci: budaya, pendidikan Islam, karakter bangsa

Abstract

This paper aims to determine the synergy of culture, Islamic education, and national character development. Culture is the first step in shaping the character of student (younger generations) from the perspective of the people who own the culture. Meanwhile, Islamic education forms the character of students (younger generations) through the transmission of knowledge based on the values of universality of Islamic in educations and learning interactions. Thus, the two of them can be synergy to shape the character of the nations for students (younger generations) in the future.

Keyword: culture, Islamic educations, national character

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh budaya dan pendidikan (Islam).

Budaya merupakan identitas suku bangsa, bahkan setiap suku bangsa tersebut memelihara dan melestarikan budayanya. Dalam dunia pendidikan, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain saling berkaitan sehingga menjadi suatu sistem dan sistem itu menjadi pedoman dari konsep-konsep ideal yang dapat diajarkan dalam dunia pendidikan (Islam) sebagai pedoman berperilaku maupun sebagai pendukung materi ajar di lembaga pendidikan (sekolah/madrasah).

Budaya dan pendidikan (Islam) memiliki hubungan yang resiprokal sehingga keberlangsungan nilai budaya ditentukan oleh interaksi masyarakat pendukungnya dan transmisinya dalam dunia pendidikan. Demikian pula, hubungan budaya dengan pendidikan Islam sangat bergantung pada komitmen pendidik di lembaga pendidikan Islam untuk memanfaatkan budaya sebagai tuntunan berperilaku dan materi ajar yang disampaikan kepada peserta didik.

Penanaman nilai-nilai budaya etnik sangat bergantung pada lembaga pendidikan (Islam). Hal ini penting karena budaya menjadi media untuk

(2)

membentuk dan mewarnai karakter manusia Indonesia yang akan datang.

Demikian pula, kajian pendidikan Islam tampaknya merupakan bidang yang belum digarap secara serius dalam studi Islam secara keseluruhan. Bahkan, lebih memprihatinkan lagi, kajian pendidikan Islam dalam konteks Indonesia lebih ketinggalan.1

Karena itu, perlu dipertanyakan apakah ada kesadaran bahwa instrumen yang menciptakan karakter bangsa manusia Indonesia melalui budaya-budaya yang dimiliki suku-suku bangsa yang ditransmisikan baik formal (pendidikan) maupun nonformal (masyarakat pemilik budaya tersebut). Sebenarnya, budaya suku-suku bangsa tersebut telah diajarkan sebagiannya, sebagian lainnya dibiarkan begitu saja.

Bahkan, mengalami marginalisasi dan ancaman kenuhanan. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk merevitaliasi dan mensinergikan dengan pendidikan (Islam) sebagai penanda identitas peserta didik sesuai dengan budayanya, dan membentuk karakter bangsa.

Berbagai fenomena sosial yang muncul akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Fenomena kekerasan antarpelajar, pelajar yang tidak patuh pada orang tua, dan pelajar yang melakukan tindak kriminal disajikan dan dipertontonkan baik di media cetak maupun televisi. Beberapa upaya dilakukan untuk meminimalkan kenakalan para pelajar di lembaga pendidikan Islam (sekolah/madrasah). Dalam konteks ini, sistem pendidikan Islam dapat menjadi sebuah alternatif untuk mengantarkan generasi muda muslim ke arah masa depan yang lebih cerah.2

Tampaknya karakter pelajar (generasi muda) Indonesia yang berkata santun, bersikap dan berperilaku baik telah melemah dan tidak mampan dalam mengatasi kenakalan pelajar (generasi muda). Apakah fungsi budaya yang dimiliki suatu suku bangsa telah punah dan hilang dari fungsi dalam membentuk karakter bangsa.

Ataukah, kajian pendidikan (Islam) yang tidak memiliki cara jitu untuk meminimalkan moralitas pelajar (generasi muda) yang didiknya. Tulisan ini akan mendiskusikan budaya, pendidikan Islam, dan karakter bangsa.

TINJAUAN PUSTAKA 1. Hakikat Budaya

Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.3 Budaya diartikan sebagai keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota

1 Azumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta:

Penerbit Kencana, 2014), h. 107

2 Azumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan …, h. 107

3 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993).

(3)

suatu masyarakat tertentu.4

Budaya sendiri mempunyai beberapa tingkatan yang secara praktis dapat dijelaskan sebagai berikut.5

1) Tingkat formal. Dalam tingkat formal budaya merupakan tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya;

2) Tingkat informal. Pada tingkat informal ini, budaya banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui yang didengar, dilihat, dipakai, dan dilakukan tanpa diketahui alasannya; dan 3) Tingkat teknis. Pada tingkat teknis ini, bukti-bukti dan aturan-aturan

merupakan hal yang paling penting. Sehingga terdapat penjelasan logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan.

2. Pendidikan Islam

Pendidikan—kata ini dilekatkan kepada Islam—telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia masing-masing. Namun pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan; pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif.6

Pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungan dengan Islam—sebagai suatu sistem keagamaan—menimbulkan pengertian-perngertian yang baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik yang dimilikinya.

Menurut Alattas pengertian pendidikan dengan seluruh totalitas dalam konteks Islam inheren dalam konotasi “tarbiyah, “ta’lim”, “tadib” yang harus dipahami secara bersama-sama.7

Dasar-dasar pendidikan Islam secara prinsipil diletakkan pada ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Kebudayaan juga memut nilai-nilai pendidikan Islam. 8Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah Al-Qur’an dan sunnah. Al-Qur’an misalnya memberikan prinsip penting bagi pendidikan yaitu penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial.9

Dasar pendidikan Islam selanjutnya adalah nilai sosial-kemasyarakatan

4Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h.28.

5 Rumaliadi Agus Santoso, dkk. “Analisis Pesan Moral dalam Komunikasi Tradisional Mappanretasi Masyarakat Suku Bugis Pagatan”, dalam Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan, Vol. 18. No.

3 (Oktober 2014).

6 Azumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan …, h. 8.

7 Ibid.

8 Gonibala, Rukmina, Ardianto Ardianto, and Hadirman Hadirman. "Strategi Pelestarian Tradisi Katoba sebagai Media Pendidikan Islam pada Masyarakat Etnis Muna di Sulawesi Tenggara." Journal of Islamic Education Policy 3.1 (2018).

9 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung: al-Maarif, 1980), h.196-206.

(4)

yang tidah bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan sunnah atas prinsip mendatangkan manfaat dan menjauhkan kemudaratan bagi manusia. Selain itu, juga memiliki makna dalam pelaksanaan dakwah Islam.10 Dengan dasar ini, pendidikan Islam diletakkan dalam kerangka sosiologis, selain menjadi sarana transmisi pewarisan kekayaan sosial-budaya yang positif bagi kehdupan manusia.11

Kemudian, warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting dalan pendidikan Islam. Dalam hal ini, hasil pemikiran para ulama, filsuf, cendekiawan muslim, khususnya dalam pendidikan menjadi rujukan penting pengembangan pendidikan Islam. Pemikiran mereka pada dasarnya merupakan refleksi terhadap pokok ajaran Islam. Terlepas dari hasil refleksi itu apakah berupa idealisasi atau kontekstualisasi ajaran Islam, jelas warisan pemikiran mencerminkan dinamika Islam dalam menghadapi kenyataan kehidupan yang terus berkembang dan berubah. Oleh karena itu, terlepas pula dari keragaman warisan pemikiran tersebut, ia dapat diperlukan secara positif dan kreatif untuk pengembangan pendidikan Islam.12

3. METODE

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan. Metode kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data berupa buku-buku, jurnal, hasil penelitian berkaitan dengan objek penelitian yakni terkait dengan pendidikan Islam dan budaya lokal. Setelah data pustaka terkumpul lalu dilakukan kategorisasi dan analisis untuk mendapatkan keterkaitan/hubungan data kepsutakaan yang satu dengan lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pendidikan Islam

Pada dasarnya pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem pendidikan umum di Indonesia. Karakteristik tersebut diuraikan sebagai berikut.13

1) Pendidikan Islam adalah penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah Swt. Setiap penganut Islam diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk memahami secara mendalam. Dalam taraf selanjutnya, dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia. Pencarian, penguasaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan merupakan proses berkesinambungan dan berlangsung seumur hidup. Hal inilah yang kemudian dikenal denagn istilah life long education dalam sistem pendidikan modern. Sebagai ibadah, dalam

10Soga, Zainuddin, and Hadirman Hadirman. "Semiotika Signifikansi: Analisis Struktur dan Penerapannya dalam Alquran." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 3.1 (2018).

11 Azumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan …h.9

12 Ibid…h, 9-10.

13Ibid…h, 10-13.

(5)

pencarian, penguasaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini, kejujuran, sikap tawadhu’ dan menghormati sumber pengetahuan merupakan prinsip penting yang perlu dipegangi setiap pencari ilmu;

2) Pengakuan terhadap potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang.

Setiap pencari ilmu dipandang sebagai Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi sebaik- baiknya; dan

3) Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggungjawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia. Di sini pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, terdapat konsistensi antara apa-apa yang diketahui dengan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Islam, mengetahui suatu ilmu pengetahuan sama poentingnya dengan pengamalannya secara konkret sehingga dapat terwujud kemaslahatan bagi umat.

2. Sinergitas Budaya, Pendidikan Islam dan Karakter Bangsa

Budaya atau kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaaan batin (akal budi) manusia yang dapat mengambil bentuk kepercayaan, kesenian, adat istiadat. Selain itu, kebudayaan dapat pula diartikan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serrta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.14 Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.15

Dengan memperhatikan batasan pengertian tersebut tampak jelas bahwa antara etika, moral, dan budaya hakikatnya satu yaitu sebagai produk daya cipta, rasa, dan karya manusia. Ketiganya dapat dikatakan sebagai kebudayaan. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya.

Kebudayaan yang di dalamya mencakup etika, moral, dan budaya itu selanjutnya dapat digunakan sebagai kerangka acuan oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, kebudayaan akan tampil sebagai pranata yang secara terus-menerus dipelihara oleh pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut. Selain itu, kebudayaan juga sangat erat kaitannya dengan pembentukan nilai-nilai karakter

14 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kebudayaan diakses (20 Desember 2020.

15 Sutan Takdir Alisyahbana, Antropologi Baru (Jakarta: Dian Rakyat, 1986), h. 207.

(6)

generasi muda.16

Keuntungan masyarakat bila masyarakatnya menjalankan dan mempertahankan budaya untuk memajukan negeri adalah sebuah aset negara.

Dengan memberikan pendidikan pendidikan kepada seluruh anak bangsa secara tidak langsung akan memperkokoh bangsa, membudayakan pendidikan, membudayakan budi pekerti bagi seluruh anak bangsa. Pendidikan budaya di Indonesia yang diajarkan di lembaga pendidikan (Islam) adalah: (a) kejujuran, (b) budi pekerti, (c) etika ketimuran, (d) agama, (e) tatakrama, (f) moral, (g) jatidiri bangsa, (h) bekerja keras dan (i) cara menanggulangi malas.17

Budayawan van Peursen dalam Strategi Kebudayaan-nya mengutip filsuf Jerman Immanuel Kant, menyatakan bahwa ciri khas kebudayaan terdapat dalam kemampuan manusia untuk mengajar dirinya sendiri. Kebudayaan merupakan semacam sekolah di mana manusia dapat terus menerus belajar.18

Kebudayaan adalah identitas atau cermin manusia dalam bentuk sikap, perilaku, kreativitas, senia atau dalam bentuk karya benda monumental yang dihasilkan pada suatu suku atau bangsa. Kontribusi budaya generasi masa lalu sebagai kekayaan intelektual yang monumental, dan menjadi pegangan kehidupan masa kini dan masa mendatang.19

Sifat-sifat yang paling menonjol dari kebudayaan adalah sifatnya yang dinamis. Selain itu, sangat menonjol pula sifatnya yang dialogis: berarti kebudayaan itu bukan merupakan sesuatu yang dilahirkan, tetapi diperoleh dari proses belajar. Di sinilah terdapat kaitan antara pendidikan dan kebudayaan. Dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah proses pembudayaan. Kebudayaan adalah hasil karya manusia, diciptakan oleh manusia, dan kebudayaan ikut membentuk manusia di dalam kehidupan serta kekaryaannya.20

Nilai budaya merupakan konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagaian anggota masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Nilai-nilai budaya menampakkan diri dalam kata-kata dan perilaku anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dan menentukan alternatif cara-cara, alat- alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yangh tersedia.21

Kebudayaan diciptakan oleh manusia untuk kebahagiannya. Menurut

16Hardin, Hardin, and Hadirman Hadirman. "PESAN DAKWAH ISLAM DALAM NYANYIAN RAKYAT (Pemaknaan atas Teks-Teks Kabhanti Kantola pada Masyarakat Muna)." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 2.2 (2018).

17 Rossy dan Rian . “Membudayakan Pendidikan” dalam Kenedi Nurhan, Industri Budaya, Budaya Industri.

Konggres Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, 2008), 597-599.

18 Van Peursen, Strategi Kebudayaan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), h. 14.

19 Usman Ilyas dan Wa Ode Murima, “Internalisasi Budaya dalam Sistem Pendidikan Nasional” dalam Jurnal Foramadiahi: Jurnal Kajian Pendidikan Keislaman, Vol. 11. No. 2 Edisi Desember 2019 http://journal.iain- ternate.ac.id/index.php/foramadiahi diakses 20 Desember 2020.

20 Tilaar, HAR. “Peran Pendidikan sebagai Proses Pembudayaan” dalam Kenedi Nurhan, Industri Budaya, Budaya Industri. Konggres Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, 2008).

21 Koentjaraningrat….1993, h.10

(7)

Michael Fairbanks, kebudayaan dalam arti yang luas menyimpan modal utama di dalamnya yakni:

1) modal alam atau lingkungan yang diolah oleh manusia sebagai pemiliknya;

2) modal keuangan suatu negara;

3) modal fisik yang dimiliki oleh manusia seperti: gedung-gedung, jembatan, jalan, dan telekomunikasi;

4) modal kelembagaan seperti: departemen pemerintah yang efisien, perusahaan-perusahaan, dan lembaga-lembaga sosial lainnya;

5) modal pengetahuan seperti lembaga pendidikan tinggi dan lembaga- lembaga riset;

6) modal manusia yaitu manusia yang memiliki keterampilan, wawasan, dan kemampuan untuk membangun; dan

7) modal dalam bidang bahasa, musik, tradisi ritualistik, dan juga nilai-nilai yang berkaitan dengan kemampuan inovasi suatu masyarakat.

Ketujuh modal tersebut di atas merupakan hasil karya manusia yang terakumulasi dalam kehidupannya. Modal-modal ini terus berkembang berkat manusia yang bekerja inovatif. Kebudayaan terus berubah oleh manusia yang mau mengubahnya. Di sinilah letak perpaduan antara hakikat pendidikan (Islam) dan kebudayaan yaitu perubahan (change).

Proses pendidikan menghasilkan manusia-manusia yang aktif dan kreatif serta memerlukan visi dan kemampuan untuk mengubah unsur-unsur kebudayaan melalui proses inkulturasi dan akulturasi tanpa membuang begitu saja nilai-nilai tradisional yang relevan dengan tuntutan kehidupan yang terus berubah.

Keterkaitan antara budaya dan pendidikan (Islam) yakni: (a) kebudayaan itu sifatnya dinamis; (b) kebudayaan itu bersifat multifaset; (b) kebudayaan itu bersifat kontekstual, terutama berkaitan dengan lingkungan; (c) kebudayaan itu bersifat kontekstual, terutama berkaitan dengan lingkungan; (d) kebudayaan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik; (e) kebudayaan dipelajari bukan sesuatu yang different; dan (e) kebudayaan bersifat dialektis.22

Pengalaman kebudayaan secara konsekuen dapat diajarkan di lembaga pendidikan Islam. Muaranya adalah akan menghasilkan mental persatuan dan kesatuan bangsa pada peserta didik, seperti kebudayaan gotong-royong, saling menolong, saling menghormati, dan sebagainya.

Kebudayaan dan pendidikan (Islam) memiliki hubungan timbal-balik sebab kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi melalui proses pendidikan, baik formal maupun informal. Sebaliknya, bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung. Bahkan, lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) dalam menjalankan

22 Tilaar, HAR. “Peran Pendidikan sebagai Proses Pembudayaan” dalam Kenedi Nurhan, Industri Budaya, Budaya Industri. Konggres Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, 2008).

(8)

fungsinya harus mampu mensosialisasikan budaya kepada peserta didik, sehingga mereka nantinya bisa merubah diri mereka dan masyarakat menuju kebaikan dan kemajuan. Dengan demikian, sekolah/madrasah tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan kebudayaan yang dimiliki masyarakat di tempat sekolah/madrasah berada.23

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakni dan digunakan sebagai landasam untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu.24

Pada posisi ini, budaya dan pendidikan Islam bertautan dengan karakter serta jati diri bangsa.25 Penghayatan terhadap nilai-nilai luhur budaya luhur yang positif dalam pengembangan karakternya hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya tersebut. Dalam konteks sekolah/madrasah misalnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan diri dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. 26

Budaya, pendidikan Islam, dan karakter merupakan pendidikan yang telah mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter yang baik. Dengan menerapkan nilai- nilai tersebut dalam kehidupannya maka semakin melahirkan keunggulan sumber daya manusia bangsa di masa mendatang. Pengembangan tersebut harus dilakukan dengan perencanaan, pendekatan, dan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Budaya dan pendidikan (Islam) diharapkan dapat mendorong upaya untuk terus mencari kedamaian, mempromosikan keadilan, tanpa mengurangi harkat dan martabat, dan asasi manusia. Setiap peserta didik mempunyai identitas dan kebudayaan sendiri-sendiri yang perlu diakui dan dihargai, karena pada saat yang sama dapat membangun pondasi pengembangan karakter bangsa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa budaya dan pendidikan Islam erat kaitannya dalam pengembangan karakter bangsa. Pengembangan karakter bangsa yang berbasis budaya dan pendidikan (Islam) ini hanya akan

23 Usman Ilyas dan Wa Ode Murima, “Internalisasi Budaya dalam Sistem Pendidikan Nasional” dalam Jurnal Foramadiahi: Jurnal Kajian Pendidikan Keislaman, Vol. 11. No. 2 Edisi Desember 2019 http://journal.iain- ternate.ac.id/index.php/foramadiahi diakses 20 Desember 2020.

24 Ibid.

25 Hendri Gunawan dan Salmin Djakaria, Ungkapan dan Tradisi Bercirikan Pembentukan Karakter Bangsa:

Suatu Kajian Budaya Minahasa (Yogjakarta: Kepel Press, 2014) h.10.

26 Ibid.

(9)

berjalan baik bila dilakukan secara bersama-sama baik formal (antara pendidik dan peserta didik di lingkungan madrasah/sekolah) maupun nonformal (masyarakat pemilik budaya tersebut). Hal ini perlu dilakukan karena pembentukan karakter bangsa dalam konteks ini, menjadi bagian yang tidak terpisahkan antara masyarakat dan kultur pendidik/peserta didik di lingkungan sekolah/madrasah.

DAFTAR PUSTAKA

Alisyahbana, Sutan Takdir. 1986. Antropologi Baru. Jakarta: Dian Rakyat.

Azra, Azumardi. 2014. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Penerbit Kencana, 2014, h. 107.

Gonibala, Rukmina, Ardianto Ardianto, and Hadirman Hadirman. 2018. "Strategi Pelestarian Tradisi Katoba sebagai Media Pendidikan Islam pada Masyarakat Etnis Muna di Sulawesi Tenggara." Journal of Islamic Education Policy 3.1 (2018).

Gunawan, Hendri dan Salmin Djakaria. 2014. Ungkapan dan Tradisi Bercirikan Pembentukan Karakter Bangsa: Suatu Kajian Budaya Minahasa.

Yogjakarta: Kepel Press.

Hardin, Hardin, and Hadirman Hadirman. 2018. "PESAN DAKWAH ISLAM DALAM NYANYIAN RAKYAT (Pemaknaan atas Teks-Teks Kabhanti Kantola pada Masyarakat Muna)." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 2.2 (2018).

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kebudayaan diakses 20 Desember 2020.

Ilyas, Usman dan Wa Ode Murima, 2019. “Internalisasi Budaya dalam Sistem Pendidikan Nasional” dalam Jurnal Foramadiahi: Jurnal Kajian Pendidikan Keislaman, Vol. 11. No. 2 Edisi Desember 2019 http://journal.iain- ternate.ac.id/index.php/foramadiahi diakses 20 Desember 2020.

Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.

Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam.

Bandung: al-Maarif.

Rossy dan Rian. 2008. “Membudayakan Pendidikan” dalam Kenedi Nurhan, Industri Budaya, Budaya Industri. Konggres Kebudayaan Indonesia. Jakarta:

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Rossy dan Rian. 2008. “Membudayakan Pendidikan” dalam Kenedi Nurhan,

(10)

Industri Budaya, Budaya Industri. Konggres Kebudayaan Indonesia (Jakarta:

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Santoso, Rumaliadi Agus, dkk. 2015. “Analisis Pesan Moral dalam Komunikasi Tradisional Mappanretasi Masyarakat Suku Bugis Pagatan”, dalam Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan, Vol. 18. No. 3 Oktober 2014.

Setiadi, Elly. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Soga, Zainuddin, and Hadirman Hadirman. 2018. "Semiotika Signifikansi:

Analisis Struktur dan Penerapannya dalam Alquran." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 3.1 (2018).

Tilaar, HAR. 1989. “Peran Pendidikan sebagai Proses Pembudayaan” dalam Kenedi Nurhan, Industri Budaya, Budaya Industri. Konggres Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Van Peursen,1989. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Referensi

Dokumen terkait

Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 13 Tahun 2006 Terkait Proses

Bagi notaris yang meminta adanya persetujuan pasangan untuk jual beli saham yang termasuk dalam harta bersama, persyaratan ini mutlak diperlukan sebagai pemenuhan ketentuan

Online Single Submission (OSS) di DPMPTSP, Digital School, Si Mantap ( sistem informasi pelayanan pendidikan terpatu), Sakera Mesem ( satu pintu

Pada uji praklinik kolesterol total kelompok kontrol negatif tidak terjadi penurunan karena tikus yang hiperkolesterolemia tidak diberikan susu fermentasi Lactobacillus

Hasil penelitian ini mendukun penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko (2006) yang menyatakan pelayanan pembayaran berpengaruh signifikan dan positif bagi Wajib Pajak

[r]

Hal ini artinya konsentrasi yang dapat mematikan wereng batang padi coklat (WBPC) lebih 50% adalah pada konsentrasi 50 gram/liter. Hal ini berarti dengan

Hasil penelitian berdasarkan uji Independen T test didapatkan beda rata-rata skor tingkat insomnia kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebesar 0,545 dan nilai p value