• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Desentralisasi merupakan memberikan kewenangan dari pemerintahan pusat pada pemerintahan daerah yang dimana bertujuan agar dapat mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan juga aspirasi dari rakyatnya didalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Isitilah dalam keorganisasian yang secara di definisikan desentralisasi ialah adanya penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. (Abdullah, 2005)

Menurut pandangan Sasana (2009) tentang desentralisasi, yang dimana dikemukakan dalam aturan yang keduabelas, bahwa desentralisasi harus memacu adanya persaingan di antara berbagai pemerintah lokal untuk menjadi pemenang. Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik.

Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan memberikan apa yang terbaik yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan peran masyarakat yang semakin besar meningkatkan kesejahteraan rakyat, partisipasi rakyat setempat dalam pemerintahan dan lain-lain. (Sasana, 2009)

Berdasarkan Undang-undnag Nomor 32 Tahun 2004 direvisi menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku maka terkait definisi desentralisasi ini sudah di atur dalam Undang- undang tersebut, yang dimana desentralisasi secara umum adalah penyerahan kekuasaan Pemerintahan Daerah oleh Pemerintahan Pusat kepadda daerah otonom berdasarkan asas otonom. Dengan adanya desentralisasi ini maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. (Ririn Arifah, 2014)

Kemudian dengan adanya desentralisasi ini maka langkah yang tepat di ambil bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat adanya proses norma-norma atau nilai-nilai baru yang di bentuk, agar tebentuk keserasian dalam tubuh

(2)

2

organisasi yang telah mengalami perubahan. Kemudian dalam sejarah pengaturan Desa, telah berbagai peraturan yang mengatur tentang Nagari, yang dimana dalam peraturan tersebut baik berupa keputusan Gubernur maupun Peraturan Daerah. Di Provinsi Sumatera Barat terakhir ini ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari, akan tetapi belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya.

Sehingga, dengan hal tersebut langkah yang tepat untuk memperbaiki pemerintah Nagari ini, maka pemerintah daerah Sumatera Barat khususnya Komis I DPRD Provinsi Sumatera Barat merupakan Komisi yang terakit, yang dimana melakuan adanya perubahan Peraturan Daerah, yakni Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Nagari. Kemudian dengan adanya Peraturan Daerah yang dibentuk tersebut maka akan menajdi milik bersama sehingga dapat juga diimplementasikan tanpa megalami permasalahan.

Terkait pembahasan desentralisasi yang dipaparkan pada jurnal Sakinah Nadir (2013) yang berjudul Otonomi Daerah dan Desentralisasi Desa, dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa pelaksanaan desentralisasi dan demokratisasi pada Orde Baru kurnag berhasil, pada dasarnya memang pada era Orde Baru ada beberapa Undang-undang atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintahan yang menyangkut hal ini. Pada masa Orde Baru sesuai dengan pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1974, yang dimana pelaksanaan Otonomi Daerah juga diterapkan akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan serta tidak membawa hasil yang memuaskan. Kemudian, ketika memasuki Era Reformasi yang dimana berbagai perubahan besar pada tata kehidupan sosial politik bangsa ini banyak dilakukan. Perubahan-perubahan tersebut dimaksudkan untuk membawa bangsa ini menuju sebuah era

(3)

3

masyarakat yang lebih demokratis. Salah satunya perubahan itu adalah mengenai kebijakan Otonomi Daerah. (Nadir, 2013)

Pada pembahasan Pemerintahan Desa yang dikemukakan pada Nadir (2013) yang berjudul Sinergitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pasca Pemberlakukan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dari hasil penelitian pada jurnal tersebut bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa yang berkualitas berpotensi yang mendorong kesejahteraan masyarakat Desa, sekaligus meningkatkan kualitas hidup di Desa. Sebagai strata pemerintahan terkecil, yang dimana Desa memainkan peran sentral dalam agenda pemabangunan nasional dimana sebagian masyarakat Indonesia hidup di pedesaan. Kemudia dengan hal seperti itu UU No. 2 Tahun 2014 mempenuhi harapan itu, yang dimana jawaban dari UU tersebut untuk mengembalikan dan mengembangkan otonomi asli Desa, melalui penegasan kembali terhadap keragaman Desa. UU Desa menempatkan status Desa sebagai badan hukum yang tersendiri yang terkait dengan pemerintahan Negara. Pemerintahan Desa berwenang menetapkan Peraturan Desa sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan resmi dengan persetujuan bersama Badan Perwakilan Desa (BPD). (Nadir, 2013)

Otonomi itu sendiri adalah kebebasan masyarakat yang tingal di daerahnya itu sendiri untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri.

Dengan adanya desentralisasi ini akan berdampka positif pada pembangunan daera-daerah tertinggal sehingga daerah otonom tersebut menjadi mandiri.

Dampaknya pembangunan nasional menjadi semangkin maju dan berkembang yang sesuai dengan tujuan otonomi daerah itu sendiri.

Menurut pandangan Setiawan (2021) terkait Nagari, yang dimana dalam pandangan tersebut Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang memiliki wilayah tertentu batas-batasnya, dalam hal ini memiliki harta kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam memilih pimpinan kesatuan keluarga yang lebih besar dari suku, Nagari biasanya terdiri dari lebih kurang 4 suku yakni keluarga besar yang setali darah

(4)

4

dari beberapa paruik menurut garis keturunan ibu. (Setiawan, 2021)

Nagari yang terbentuk di Sumatera Barat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah di Minangkabau tepatnya di Sumatera Barat. Yang dimana terdiri dari himpunan beberapa suku yang memiliki wilayah tertentu batas-batasnya, kemudian dalam hal ini memiliki harta kekayaan sendiri. Seperti yang kita ketahui tentang Nagari tersebut yang dimana bahwasanya terkait penjelasan terkait Nagari bukan saja dipahami sebagai kualitas teritorial, akan tetapi juga merupakan kualitas geneologis.

Dalam hal tersebut Nagari merupakan lembaga kesatuan sosial utama yang dominan. Sebagai kesatuan lembaga masyarakat otonom, Nagari ialah kelembagaan yang kecil artinya bahwasanya kelembagaan yang berdasarkna hukum adat Minangkabau dan memiliki administrasi yang berpedoman dengan adat Minangkabau itu sendiri. Kemudian Nagari punya pemerintahan sendiri, punya adat sendiri serta tata kehidupan keanggotaanya diakui.

Pembentukan Nagari di Minangkabau ini yang dimana dalam susunan masyarakat Nagari disebut Nagari Mulo Dibuek (mulai didirikan), artinya bahwasanya dengan adanya berhubungan dengan lahan ataupun wilayah baru tidak berpenduduk. Lalu dengan terbentuknya Nagari ini bermula dari taratak, taratak menjadi dusun. Dusun menjadi koto. Koto sebagai wilayah pusat perkampungan. Kampung-kampung tersebut digabungankan dan itu disepakati oleh masyarakat adat kemudian menjadi Nagari baru. Jadi pada dasarnya dalam pembuatan Nagari baru ini bukanlah membagi suatu wilayah Nagari yang telah ada. Akan tetapi bermula dari mencari lahan baru karena ruang hidup sudah sempit. Kemudian dengan keterbatasan lahan masyarakat Nagari ada sebagain yang tidak bisa mendirikan rumah, tidak cukup lahan untuk berladang dan sawah. Lalu saudara lelaki tertua diikuti beberapa keluarganya dalam satu suku atau banya suku mencari lahan baru.

Masyarakat adat Minangkabau talah mengalami tiga periode besar kekuasaan yang dimana adanya kerajaan Pagaruyuang abad ke-14, Pemerintahan kolonial Belanda abad ke-17 dan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945. Kerajaan Pagaruyuang adalah kerjaan yang

(5)

5

didirikan oleh Aditiawarman, keluarga Raja Majapahit. Pada masa kolonialis Eropa yang dimana wilayah hukum Adat dibatasi hanya pada pengaturan jabatan Penghulu, kekuasaan atas Tanah Ulayat, peraturan waris, perkawinan, dan adat isitiadat saja. Kemudian kekuasaan hukum, keamanan dan teritirial tersebut diambil alih oleh pemerintah kolonial.

Begitu kuat makna lembaga adat Nagari bagi masyarakat Provinsi Sumatera Barat sehingga ketika Pemerintah memberlakukan UU No. 5 Tahun 1979 yang sudah dijelaskan di atas bahwasanya Nagari di Sumatera barat secara keseluruhan baru bisa dihapus dan dijadikan pemerintah desa tahun 1984. Walupun Nagari tidak lagi sebagai pemerintah terendah pada periode itu, pemerintah provinsi atas permintaan masyarakat menetapkan kebijakn untuk tetap mempertahankan Nagari walupun hanya sebagai kesattuan masyarakat hukum adat. Peraturan untuk mendukung kebijakan itu ditetapkan melalui peraturan daerah Provinsi No. 13 Tahun 1983 tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalm Provinsi. Daerah Tk. I Sumatera Barat.

Sehingga setelah berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999 dan gerakan dikembalikan ke Nagari, Adat Minang mendapat tempat yang lebih baik dan Nagari dijadikan sebagai salah satu pemerintahan terendah di Negara Indonesia. Namun upaya kembali untuk menegakan adat Minangkabau di Nagari mengalami stagnasi yang dimana akibat dari kepemilikan Ulayat adat tidak kembali dijadikan sebagai milik bersama.

(6)

6

Gambar 1. 1Transformasi dari Nagari ke Desa kembali ke Nagari Baru Dari sifat pembentukan wilayahnya, Nagari juga memilliki keunikan sifat dan nilai sosial wilayah yang berbeda dengan desa pada umumnya.

Keunikan tersebut diantaranya adalah sifat pembentukan wilayah yang dimana Sosial Budaya UU No. 5/1979 UU No. 22/1999

UU No. 32/2004 Perda Sumbar No.

Nagari (Bentuk asli/tradisional

Desa (Pemerintahan

Sentralistik)

Nagari Baru (Perpaduan

Modern &

Tradisional)

Otonomi Daerah

Kepemimpinan Kolektif/adat

• Ninik Mamak

• Cerdik Pandai

• Alim Ulama

Struktur Pemerintahan

• Kepala Desa

• LMD

Struktur Pemerintahan

• Wali Nagari

• Bamus Nagari

• Diferensiasi Peran

• Tumpang tindih tugas dan fungsi

• Peralihan otoritas dari KAN ke Wali nagari Kutup

penyelamat

• UU/Perda

• Kelembagaa n lokal/baru

Potensi Konflik

Positif fungsional (Memperkuat

struktur)

Negatif fungsional (Melemahkan

struktur)

Bottom Up Top Down Aksi

Sosial

Kebijakan

(7)

7

Nagari (setingkat desa), kemudian ada bersifat teritorial (berdasarkan tempat tinggal), dan geneologis (berdasarkan keturunan/suku) (Mochtar Naim, 1990:54). Sementara desa tumbuh karena salah satu sifat saja yaitu teritorial (seumpama Jawa, Madura, Aceh) atau geneologis (seumpama Kalimantan, Sulawesi, umumnya Indonesia Timur) (Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1965).

Sebagai wilayah hukum adat, Nagari menganut sistem nilai kepemilikan dan kekerabatan berdasarkan geneologis dari garis keturunan ibu (sistem matrilineal), sedangkan suku lain menganut sistem patrilineal (berdasarkan garis keturunan dari bapak).

Desa menurut Mondong (2013) dalam bukunya yang berjudul ‘’Otonomi Daerah’’ menyatakan bahwasanya, desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran mengenai pemerintah desa adalah kanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. (Mondong, 2013)

Desa yang memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuta, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Pemerintah desa sebagai penyelenggara pemerintah dilaksanakan kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa. Dalam kehidupan bernegara, pemerintahan sangat dibutuhkan untuk mengatur rakyat, mengayomi rakyat karena sifat hakikat negara memiliki sifat memaksa, monopoli, dan mencakup keduanya.

Kerapatan Adat Nagari yang selanjutnya disingkat KAN atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang merupakan perwujudan permusyawaratan perwakilan tertinggi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari yang keanggotaannya merupakan perwakilan suku dan /atau kaum melalu unsur Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai dalam Nagari

(8)

8

yang bersangkutan berdasarkan ketentuan adat salingka Nagari. Penyebutan KAN atau yang disebut dengan nama lain di dalam Ranperda Sumatera Barat dimaksudkan untuk memberi ruang kepada masing-masing Nagari untuk menyebutnya dengan nama lain sesuai monografi adat salingka Nagari. Dalam sejarah hukum pemerintahan Nagari terutama merujuk kepada penyelenggaraan pemerintahan Nagari sebelum Desa atau sebelum Undang- Undang No. 5 Tahun 1999, penyebutan terhadap lembaga ini adalah Kerapatan Nagari (KN) Penyebutan KAN secar yuridis baru dipakai setelah Perda No. 13 Tahun 1983, sejalan dengan diterapkannya Desa yang telah dicabut dengan Perda No. 9 Tahun 2000. Dengan mempertimbangkan bahwa saat ini penyebut KAN sudah merata pada masing-masing Nagari di Sumatera Barat maka secara sosiologis isitilah KAN dipakai sebagai nama generik untuk penyebutan lembaga permusyawaratan dan perwakilan tertinggi dalam penyelenggaraan Nagari.

Berdasarkan Peraturan Daerah ini, pada setiap Nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari sebagai lembaga permusyawaratn tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari. Anggota Kerapatan Adat Nagari diangkat atau dipilih dari dan oleh unsur Tungku Tigo Sajarangan yang mewakili suku dan/atau kaum melalui musyawarah mufakat menurut ketentuan adat salinngka Nagari. Kerapatan Adat Nagari dipimpin oleh seseorang ketua dan seseorang sekretaris yang di angkat atau dipilih dari dan oleh anggota menurut ketentuan adat salingka Nagari yang akan diatur dengan Peraturan Darah Kabupaten/Kota sesuai dengan adat istiadat setempat.

Sebagai lembaga permusyawaratan tertinggi di Nagari, KAN bertugas megawasi penyelenggaraan pemerintahan Nagari oleh Kapalo Nagari, menyusun peraturan Nagari bersama kapalo Nagari, dan membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Nagari tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari. Dalam pelaksanaan tugas tersebut KAN mempunyai wewenang memilih atau mengangkat Kapalo Nagari secara musyawarah dan mufakat, menyalurkan aspirasi masyarakat nagari, melakukan pengawasan

(9)

9

terhadap pelaksanaan adat istiadat dan budaya Nagari, dan meminta pertanggungjawaban pelaksanakan Pemerintahan Nagari kepada nagari.

Kemudian, pada setiap nagari juga dibentuk Pemerintah Nagari sebagai penyelenggara pemerintahan Nagari bersama KAN. Pemerintahan Nagari dipimpin oleh Kapalo Nagari dan dibantu oleh perangkat Nagari. Sejalan KAN, penyebutan nomenklatur Kapalo Nagari juga dimaksudkan sebagai nama generik, dan juga dapat disebut dengan nama lain sesuai monografi adat masing-masing Nagari. Kapalo Nagari mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, pembinaan kemsayarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Nagari. Dalam menjalankan tugasnya Kapalo Nagari mempunyai wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintah Nagari, mengangkat dan memberhentikan Perangkat Nagari, memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan asset Nagari, menetapakan Peraturan Nagari, menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari, membina kehidupan masyarakat Nagari, membina ketentraman dan ketertiban masyarakat, dan membina serta mengembangkan kehidupan sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Nagari.

Maksud dari pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Nagari ini adalah sebagai pedoman bagi Kabupaten/Kota dalam pembentukan Nagari sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan hukum adat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai tujuan pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Nagari adalah agar terbentuk Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang secara geonologis dan historis memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan sendiri, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan memilih serta mengangkat pemimpinnya, sehingga mampu menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan hukum adat.

Kesatuan masyarakat hukum adat yang sangat beaneka ragam di Indonesia direduksi dan diseragamkan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Akibatnya, sebagian besar kesatuan

(10)

10

masyarakat hukum adat. Karena harus menyesuaikan diri dengan tuntutan yang di atur di dalam Undang-Undang tersebut.

Keputusan Provinsi Sumatera Barat untuk kembali pada bentuk Pemerintah Nagari didasarkan atas harapan serta dapat terwujudnya efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, meningkatnya kesejahteraan, meningkatnya kualitas pelayanan publik, tata kelola, dan daya saing Nagari, dalam hal tersebut sesuai yang diinginkan pasal 7 ayat 3 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Kemudian ada keunggulan dari pola Pemerintahan Nagari yang dinilai dapat menjadi modal besar bagi Pemerintahan Nagari dalam menjalankan dan mencapai tujuan pembangunan.

Yang dimana modal tersebut adalah anak Nagari, pemerintahan suku, sifat orang minang dan syarat Nagari (Basri & Moehar, 2008). Oleh karenanya urgensi dari penataan ulang dalam peraturan serta pembentukan norma-norma atau nilai-nilai baru ini agar untuk lebih menjadi pemerintahan Nagari yang sesuai dengan kultural Minangkabau, yang dimana sudah dicantumkan pada pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari, bahwa maksud dari ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah sebagai bagi kabupaten/kota dalam pembentukan Nagari sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan Hukum Adat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Urgensi dari perubahan dari Nagari – Desa – Nagari Baru merupakan suatu perubahan yang menjadikan suatu wilayah yang memiliki kelestarian adat, sehingganya pemerintahan Provinsi Sumatera Barat adanya perubahan bagi pemerintahan terendah itu sendiri. Yang dimana Provinsi Sumatera Barat khususnya Pemerintahan Kabupaten pada awalnya menganut pemerintahan Nagari, kemudian seiring kebijakan pemerintahan untuk menyeragaman bentuk pemerintahan terendah maka pemerintahan Nagari pada saat itu dihapuskan lalu di jadikan pemerintahan Desa.

Pemerintahan Desa yang bercorak nasioanal mengakibatkan institusi- institusi lokal menjadi tersingkirkan. Yang dimana pada dasarnya institusi di Minangkbau tersebut ada memiliki makna yaitu tali tigo sapilin dan tungku tigo sajarangan, kemudian makna tersebut tercabut dari dalam masyarakat

(11)

11

karena fungsi tersebut telah diambil alih oleh Negara. Meskipun dalam lembaga ini juga terdapat unsur ninik mamak, namun nyaris tidak berfungsi.

Karena Desa hanya menjalankan semua program yang telah ditetapkan oleh pemerintahan pusat.

Dengan munculnya desentralisasi maka, Pemerintahan Daerah Sumatera Barat mengadakan perombakan pemerintahan terendah dengan menghidupkan kembali Pemerintahan Nagari, dengan tujuan mengembalikan kelestarian adat atau budaya Minangkabau. Pengakuan Nagari sebagai pemerintahan terendah diikuti pula dengan kebijakan otonomi Nagari. Namun otonomi nagari tersebut belum terealisir karena masih besarnya campur tangan pemerintah dalam pemerintahan Nagari, misalnya melalui berbagai regulasi pemerintah menentukan lembaga-lembaga sosial apa yang harus ada dalam Nagari.

Kemudian hal tersebut pemerintahan Nagari adanya ketergantungan terhadap pendanaan dari pemerintahan pusat dan itu memiliki pendanaan besar, dan pemerintahan Nagari di Sumatera Barat belum mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam Nagari.

Kemudian eksistensi dari perubahan organisasi pemerintahan desa yang ada di pemerintahan Provinsi Sumatera Barat khususnya di Kabupaten bahwa adanya makna dari perjuangan masyarakat Minangkabau dan Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. Dengan hal ini telah diberikan apresiasi oleh Negara Indonesia yang dimana Negara sudah mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisioanalnya masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat maupun prinsip Negara Republik Indonesia.

1. 2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kebangkitan Pemerintahan Nagari ?

2. Apa Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Kebangkitan Pemerintahan Nagari?

1. 3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Kebijakan Perubahan Organisasi Pemerintahan Desa.

2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintahan Provinsi Sumatera Barat dalam melestarikan adat Minangkabau melaui re-organisiasi pemerintahan desa.

(12)

12

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam kebijakan perubahan pemerintahan desa.

1. 4 Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, yang dimana manfaat dari penelitian ini terdiri atas dua manfaat yaitu manfaat terhadap kepentingan Teoritis dan manfaat terhadap kepentingan praktis. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat akademik dari hasil peneltian ini diharapkan dapat menambah atau memperluas pengetahuan tentang teori-teori Kebijakan.

Penelitian ini juga dilakukan sebagai menyelesaikan tugas akhir Sarjana program studi Ilmu Pemerintahan, dan dapat menjadi refrensi bagi peneliti yang lain dalam mencari informasi terkait Kebijakan Perubahan Organisasi Pemerintahan Desa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input yang berkontribusi terhadap perubahan organisasi pemerintahan desa dalam penataan kembali dari Nagari – Desa – Nagari Baru bagi Pemerintahan Daerah Kabupaten Padang Pariaman.

1. 5 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan suatu unsur penelitian yang menjelaskan tentang karakteristik sesuatu masalah yang hendak diteliti, dan juga memberikan batasan-batasan terhadap konsep-konsep yang digunakan dalam kajian penelitian, sehingga dalam pembahasan ini menjadi lebih terfokus dan spesifik. Adapun judul penelitian terkait tentang Kebijakan Perubahan Organisasi Pemerintahan Desa, maka konsep yang digunakan dalam kajian penelitian ini, yaitu:

1.5.1 Desentralisasi

Desentralisasi merupakan adanya pelepasan diri dari pusat, artinya bukan berarti daerah dapat berdiri sendiri dan melepaskan diri dari ikatan Negara. Lalu dari sudut pandang ketatanegaraan, desentralisasi suatu pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah yang dimana segala urusan rumah tangga maupun

(13)

13

urusan yang ada di daerah sudah menjadi amanah dalam mengurusnya.

Adapun definisi Desentralisasi menurut Simon dan Hoogerwerf, yaitu :

‘’Desentralisasi merupakan suatu organisasi administratif, yang artinya sentralisasi yang luas apabila keputusan yang dibuat pada level organisasi yang tinggi, desentralisasi yang luas apabila keputusan didelegasikan dari top manajemen kepada level yang rendah dari wewenang eksekutif. (Simon, 1989)’’ (Hidayat, 2016) hal 152

‘’Desentralisasi adalah pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri dalam mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu. (Hoogerwerf, 1978)’’

(Hidayat, 2016) hal 153

Pada dasarnya memang Desentralisasi ini sudah menjadi kewajiban pemerintahan daerah dalam mengurus urusan yang ada di daerah, yang dimana bertujuan untuk adanya pendemokrasian pemerintahan daerah sehingga masyarakat yang ada di daerah ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

1.5.2 Organisasi Pemerintahan Desa

Organisasi Pemerintahan Desa merupakan pemerintahan terendah yang ada di daerah yang dimana pemerintahan desa itu sendiri menyelenggarakan ataupun mengurus suatu wilayah di desa. Adapun dalam menyelenggarakan pemerintahan desa ini yang dimana dilaksanakan oleh kepala desa dan juga dibantuk oleh perangkat desa.

Kemudian pemerintahan desa ini dilaksanakan berdasarkan atas dua faktor yakni dari faktor asal-usul dan adat istiadat setempat, yang dimana makna dari kedua tersebut sudah diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun yang bersangkutan dari definisi organisasi pemerintahan desa ini yang dimana sudah diartikan oleh para ahli, contohnya T. Coser dan Anthony Rosenberg dalam bukunya yang berjudul ‘’an introduction to International Pilitics’’, yaitu :

‘’Dalam buku tersebut menyatakan bahwasanya pemerintahan desa dituntut memberikan pelayanan yang lebih prima serta memberdayakan masyarakat sehingga taraf hidup masyarakat

(14)

14

terjamin dan tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemajuan daerahnya, karena pada dasarnya masyarakatlah yang tahu apa yang mereka butuhkan serta bagaimana kemudian mereka dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sejahtera. (T.

Coser dan Anthony Rosenberg)’’ (Sugiman, 2018)

Kemudian ada juga definisi organisai pemerintahan desa menurut Widjaja, dalam bukunya yang berjudul ‘’Organisasi Desa’’ 2003:3, yaitu :

‘’Dalam buku tersebut mengemukakan bahwa pemerintahan desa adalah bagian dari birokrasi pemerintahan modern yang bertugas mengelola barang-barang publik termasuk melakukan pungutan pajak pada masyarakat. Sebagai institusi modern, pemerintahan desa tidak hanya cukup memainkan legitimasi simbolik dan sosial tetapi harus membangun legitimasi yang dibangun dari dimensi kinerja politik dan ekonomi. (Widjaja, 2003:3)’’ (Mondong, 2013) Kemudian pada dasarnya pemerintahan desa ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat, artinya dalam mensejahterakan tersebut bisa berupa pembangunan, penataan wilayah, dan juga pemerintahan desa juga harus bisa mengayomi masyarakatnya, serta memenuhi kebutuhan masyarakat.

1.5.3 Nagari dan Nagari Baru

Pemerintahan Nagari merupakan suatu pemerintahan terendah yang ada di daerah, yang dimana Nagari ini dibentuk oleh kaum adat Minangkabau. Kemudian Nagari tersebut juga merupakan kesatuan hukum adat yang dalam pemerintahan daerah tepatnya di Provinsi Sumatera Barat. Dalam Pemerintahan Nagari tersebut terdiri dari himpunan beberapa suku yang dimana memiliki wilayah tertentu batas- batasnya, kemudian dalam ini juga memiliki harta kekayaan sendiri.

Seperti yang kita ketahui terkait Nagari ini bahwa penjelasan tentang Nagari bukan saja dipandang sebagai kualitas teritorial, akan tetapi merupakan kualitas geneologis. Dalam hal tersebut Nagari merupakan lembaga kesatuan sosial. Sebagai kesatuan lembaga masyarakat otonom, Nagari ialah kelembagaan yang kecil artinya kelembagaan yang berdasarkan hukum adat Mianangkabau dan memiliki administrasi yang berpedoman dengan adat Minangkabau itu sendiri. Kemudian Nagari

(15)

15

punya pemerintahan sendiri pastinya yang berkorelasi dengan kultural Minangkabau, serta punya tersendiri dan tata kehidupan keanggotaannya yang diakui. Seperti penjelasan Soeroto terkait Nagari tersebut, yaitu :

‘’Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang memiliki wilayah tertentu batas-batasnya, dalam hal ini memiliki harta kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam memilih pimpinan kesatuan keluarga yang lebih besar dari suku, nagari biasanya terdiri dari lebih kurang 4 suku yakni keluarga besar yang setali darah dari beberapa menurut garis keturunan ibu. (Soeroto, 2005:20).’’ (Setiawan, 2021)

Nagari baru merupakan suatu perubahan dari Nagari ke Desa lalu kembali lagi ke Nagari, yang dimana adanya menghidupukan kembali kelestarian adat ataupun budaya. Lalu Nagari baru ini bisa dikatakan sebuah pemerintahan yang baru yang menggabungkan kelembagaan tradisional dan organisasi modern. Kemudian Nagari baru ini lahir dikarenakan munculnya desentralisasi yang biasa kita ketahui kebijakan otonomi daerah.

1. 6 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan suatu definisi yang berdasarkan pada suatu karakteristik yang dapat diamati atau dilakukan observasi dari apa yang sedang didefinisikan ataupun juga mengubah konsep-konsep. Serta petunjuk atau turunan yang berasal dari dari rumusan masalah dengan menjawab pertanyaan secara keseluruhan, sehingga mengambil indikator sebagai penilaian yang akan dibahas pada pembahasan. Definisi operasioanal dalam penelitian ini yaitu bagaimana dinamika perubahan organisasi pemerintahan desa (Nagari – Desa – Nagari Baru). Dinamika perubahan organisasi pemerintahan desa yaitu melalui beberapa indikator diantaranya adalah : 1.6.1 Kebijakan perubahan Nagari.

1. Kebijakan Pemerintahan

a. Memberlakukan UU No 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa (Nagari – Desa)

• Perubahan Sistem

• Dibawah naungan Negara

(16)

16

• Membentuk Lembaga Musyawarah Desa (LMD)

b. Memberlakukan Desentralisasi berdasarkan UU No. 22/1999 yang disempurnakan oleh UU No. 32/2004 (Desa – Nagari Baru)

• Perubahan Sistem

• Dibawah naungan Pemerintahan Daerah

• Membentuk Kerapatan Adat Nagari (KAN)

2. Mengeluarkan Perda Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari dan Di Ganti Menjadi Perda Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari dan Di Ganti Kembali Menjadi Perda Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Nagari oleh Provinsi Sumatera Barat

1.6.2 Faktor pendukung dan penghambat dalam Kebangkitan Pemerintahan Nagari.

1. Memakan waktu lama dalam perubahan pada sistem pemerintahan 2. Menyesuaikan sistem pemerintahan dengan kelestarian adat

3. Mengundang kaum adat yang bersangkutan serta lembaga yang terkait

1. 7 Metode Penelitian

1.7.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian Studi Literatur atau Studi Kepustakaan (Liberary Research), atau suatu riset kepustakaan. Jenis penelitian ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dan informasi dengan cara menelaah sumber-sumber tertulis seperti jumlah ilmiah maupun prosiding yang relvan dengan judul yang akan diteliti.

Menurut Mestika Zed (2008: 3) Studi kepustakaan ialah serangkaian kegiatan yang berkenan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian.

Pada umumnya, data pustaka adalah sumber sekunder atau bahan dari tangan kedua, bukan data orisinil dari tangan pertama sehingga dapat mengandung bias, kemudian data pustaka dibatasi oleh ruang dan waktu atau informasi statik (data mati) yang tersimpan daam rekaman tertulis

(17)

17

(teks, angka, gambar, rekaman tape, atau film dalam koteks kekinian dan data digital), oleh Amir Hamzah (2020: 7-8).

1.7.2 Sumber Data

Merujuk pada jenis penelitian yang dilakukan oleh peniliti adalah Liberary Research, maka sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yaitu jurnal yang terakreditasi, buku, Undang-Undang, Peraturan-Peraturan Daerah maupun Pusat.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Library Research ini adalah berupa data-data yang digunakan oleh peneliti dari hasil karya tulis berupa jurnal, buku, berita maupun prosiding nasional, maka dalam pengumpulan data ini peniliti menelusuri, kemudian membaca dan mencatat hasil-hasil yang diperlakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan model Inquiry Learning yang menggunakan media pembelajaran, yang dimana pengumpulannya tersebut diperoleh dari hasil—hasil penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online.

1.7.4 Teknik Analisis Data

Menurut Amir Hamzah (2020: 61) Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang mudah dipahami. Penelitian ini menganalisa data melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1) Display Data

Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah menunjukan data atau display data. Dengan menunjukan data, maka akan mempermudah peniliti dalam memahami hasil penelitian.

2) Content Analysis (Analisis Isi)

Dalam menganalisa data peneliti menggunakan metode content analysis (analisis isi) yaitu metode untuk mengumpulkan data menganalisis muatan dari sebuah teks. Teks dapat berupa kata-

(18)

18

kata, makna gambar, simbol, gagasan, tema, dan segala bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan. Menurut Amir Hamzah (2020:

75), analisis data dapat digunakan jika memenuhi syarat, yaitu:

a. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumnetasi (buku, surat kabar, pita rekaman, dan naskah).

b. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.

c. Peniliti memiliki kemampuan teknis mengolah data karena mungkin sebagian dokumentasi bersifat sangat spesifik.

Dengan demikian pennilit dalam metode ini menganalisa berdasarkan kajian tekstual yang ada dalam literatur tentang model pembelajaran inquiry learning berbantuan media. Setelah mendapatkan hasil analisis langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan.

Menurut Sukardi (2014: 39-40) untuk memberikan sekadar rambu-rambu cara mengorganisasikan data yang berasal dari bermacam-macam sumber, berikut ini diberikan beberapa langkah untuk dapat diaplikasikan sesuai dengan keadaan yang ada:

a. Mulai dengan materi hasil penelitian secara sekuensi diperhatikan dari paling yang relavan, relevan, dan cukup relevan. Cara lain dapat juga, misalnya dengan melihat tahun penelitian diawali dari yang paling mutakhir dan berangsur- angsur mundur ke tahun-tahun yang lebih lama.

b. Membaca abstrak dari setiap penelitian lebih dahulu untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuia dengan hendak dipecahkan dalam penelitian.

c. Mencatat bagian-bagian penting dan relevan dengan permasalahan penelitian. Untuk menjaga agar tidak terjebak dalam unsur palgiat, para peneliti hendaknya juga mencatat sumber-sumber informasi dan mencantumkannya dalam daftar

(19)

19

pustaka, jika memang informasi berasal dari ide atau hasil penelitian orang lain.

d. Buatlah catatan, kutipan, atau salinan informasi dan susunan secara sistematis sehingga peneliti dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu-waktu diperlukan.

Gambar

Gambar 1. 1Transformasi dari Nagari ke Desa kembali ke Nagari Baru  Dari  sifat  pembentukan  wilayahnya,  Nagari  juga  memilliki  keunikan  sifat  dan  nilai  sosial  wilayah  yang  berbeda  dengan  desa  pada  umumnya

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Program Revitalisasi Perkebunan Sawit di Desa Tapung Jaya Kecamatan Tandun

Masker untuk memutihkan wajah dari beras yang merupakan cara merawat kulit wajah secara alami ini bisa Kita lakukan minimal 1 minggu sekali dan harus secara rutin untuk

TIDAK RAHASIA Ketidakmampuan untuk meningkatkan harga jual di dalam negeri secara wajar yang bertujuan untuk menutupi atau mengganti kenaikan biaya produksi serta penurunan

Pengaruh solvent-feed ratio, waktu kontak, suhu eampuran dan keeepatan putaran pengaduk terhadap volume rafinat, titik anilin, spesific gravity dan angka eetane bahan bakar diesel

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

Pada penelitian tugas akhir ini diimplementasikan meto- de GloVe untuk mengukur kesamaan antar pasangan kata menggunakan korpus Wikipedia bahasa Indonesia dan skor yang dihasilkan

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Jumlah spora mikoriza yang terdeteksi pada rizosfer bawang merah yang terbanyak berasal dari aplikasi pupuk NPK 15-15-15 dosis 2,5 g/ tanaman dikombinasikan dengan aplikasi pupuk