PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN DOSIS PENGGUNAAN MIKROORGANISME INDIGENOUS YL (MOIYL) TERHADAP
KANDUNGAN NUTRISI POD KAKAO (Theobroma cacao L.)
SKRIPSI
Oleh:
EKA WULANDARI 140306013
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN DOSIS PENGGUNAAN MIKROORGANISME INDIGENOUS YL (MOIYL) TERHADAP
KANDUNGAN NUTRISI POD KAKAO (Theobroma cacao L.)
SKRIPSI
Oleh:
EKA WULANDARI 140306013
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian diProgram Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
ABSTRAK
EKAWULANDARI: Pengaruh lama Fermentasi dan Dosis Penggunaan Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) Terhadap Kandungan Nutrisi Pod Kakao (Theobroma cacao L.) Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HASNUDI.
Masalah utama pod kakao adalah kandungan serat kasar yang tinggi serta protein kasar yang rendah. Diperlukan tindakan khusus untuk mengubah kandungan nutrisinya salah satunya dengan teknologi fermentasi. Fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL).
Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan yang dilaksanakan mulai Juli sampai September 2018 di Laboratorium Produksi Ternak dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola Faktorial 4 x 4, dengan 3 ulangan dimana faktor 1 adalah berbagai level inokulum Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) dan faktor 2 adalah lama fermentasi (inkubasi) dengan parameter yang diukur adalah, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan kadar abu menggunakan analisis proksimat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fermentasi pod kakao menggunakan mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) dapat meningkatkan kualitas kandungan nutrisi diantaranya protein kasar tertinggi dengan dosis 5% dengan lama fermentasi7 hari sebesar11.89 % dan yang terendah tanpa Moiyl dengan lama fermentasi 28 hari sebesar7.18 %, lemak kasar tertinggi dengan dosis 5%
dengan lama fermentasi7 hari sebesar1.34 % dan yang terendah tanpa Moiyl dengan lama fermentasi 28 hari sebesar 1.22%, sedangkan serat kasar tertinggi dengan dosis 5% dengan lama fermentasi7 hari sebesar 21.3 % dan yang terendah dosis 5% dengan lama fermentasi 28 hari sebesar 23.93 %, kadar abu tertinggi dengan dosis 1% dengan lama fermentasi 7 hari sebesar 9.52 % dan kadar abu terendah tanpa Moiyl dengan lama fermentasi 7 hari sebesar 11.17 %. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fermentasi pod kakao menggunakan mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) 5 % dan lama fermentasi 7 hari dapat meningkatkan protein kasar, dan lemak kasar, sedangkan serat kasar, dan kadar abu menurun.
Kata kunci: Pod kakao, Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL), Nutrisi, Lama fermentasi, Dosis.
ABSTRACT
EKAWULANDARI: Effect of Fermentation duration and Dosage of Indigenous YL (MOIYL) Microorganism Use on Pod Nutrition of Cacao (Theobroma cacao L.) Nutrition Guided by TRI HESTI WAHYUNI and HASNUDI.
The main problem with cocoa pods is the high crude fiber content and low crude protein. Special measures are needed to change the nutritional content, one of which is fermentation technology. Fermentation used in this study uses Indigenous YL (MOIYL) microorganisms. This research lasted for 3 months which was carried out from July to September 2018 at the Laboratory of Animal Production and the Laboratory of Animal Nutrition Sciences at the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. The research design used was Factorial 4 x 4 Completely Randomized Design (CRD), with 3 replications where factor 1 was the various levels of inoculum of Indigenous YL (MOIYL) and factor 2 was the length of fermentation (incubation) with measured parameters of crude protein, crude fiber, crude fat, and ash content using proximate analysis.
The results showed that cocoa pod fermentation using Indigenous YL (MOIYL) microorganisms could improve the quality of nutrient content including the highest water content with a dose of 3% with a 7 day fermentation of 11.75%
and the lowest without Moiyl with 21 days fermentation time of 10.02%. highest crude protein with 5% dose with 7 days fermentation of 11.89% and the lowest without Moiyl with 28 days fermentation of 7.18%, highest crude fat at 5% with 7 days fermentation at 1.33% and the lowest without Moiyl with 28 days fermentation time is 1.22%, while the highest crude fiber is 5% with 7 days fermentation of 21.3% and the lowest is 5% with 28 days fermentation of 23.93%, the highest dry matter is 3% with 7 days fermentation time equal to 88.24% and the lowest without Moiyl with 7 days long 89.95%, highest ash content with d osis 1% with a 7 day fermentation time of 9.52% and the lowest ash content without Moiyl with a 7 day fermentation time of 11.17%. The results of this study concluded that cocoa pod fermentation using 5% Indigenous YL (MOIYL) microorganisms and 7 days fermentation time could increase water content, crude protein, and crude fat, while crude fiber, dry matter, and ash content decreased.
Keywords: Cacao Pod, Indigenous YL Microorganism (MOIYL), Nutrition, duration of fermentation, dosage
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 03 Oktober 1995 dari ayahMuliono dan ibu Nurhayati. Penulis merupakan putri pertama dari 3 bersaudara, sewaktu kecil penulis gemar melukis dan mengikuti lomba seni lukis.
Tahun 2011 penulis memasuki SMA Negeri 6 Binjai. Sewaktu bersekolah di SMA, penulis aktif dalam kegiatan PMR, penulis juga merupakan anggota sanggar seni SMANAM dan juga pernah mengkuti lomba karya seni lukis, dan pada tahun 2014 penulis masuk di Fakultas Peertanian USU melalui jalur SNPTN.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMMIP).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli sampai September 2017 di Kelurahan Sentang Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Lama Fermentasi dan Dosis Penggunaan Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) Terhadap Kandungan Nutrisi Pod Kakao (Theobroma cacao L.)”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas do’a, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian serta rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca.
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN LatarBelakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
HipotesisPenelitian ... 2
Kegunaan Penelitian... 2
TINJAUAN PUSTAKA Pod Kakao (Theobroma cacao L.) ... 3
Zat Antinutrisi Limbah Pod Kakao ... 5
Fermentasi ... 8
Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) ... 11
Kadar Abu ... 12
Serat Kasar ... 12
Lemak Kasar ... 13
Kadar Protein ... 14
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15
Bahan dan Alat Penelitian ... 15
Bahan ... 15
Alat ... 15
Metode Penelitian... 16
Parameter yang di ukur ... 17
Protein Kasar ... 18
SeratKasar ... 19
LemakKasar ... 20
Kadar Abu ... 20
Pelaksanaan Penelitian ... 21
Analisis Data ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Protein Kasar ... 24
SeratKasar ... 26
LemakKasar ... 27
Kadar Abu ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
LAMPIRAN ... 36
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Presentase bagian-bagian di dalam cokelat (%) ... 5
2. Kandungan Nutrisi pod kakao (%) ... 6
3. Kandungan Theobromine pada buah kakao (%) ... 7
4. Rancangan ... 17
5. Protein Kasar Pod Kakao Setelah Fermentasi ... 24
6. Serat Kasar Pod Kakao Setelah Fermentasi ... 26
7. Lemak Kasar Pod Kakao Setelah Fermentasi ... 27
8. Kadar Abu Pod Kakao Setelah Fermentasi ... 28
iii
DAFTAR GAMBAR
No Hal.
1. Bagian-bagian di dalam buah kakao ... 5
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal.
1. Hasil Analisis Protein Kasar ... 36
2. Hasil Analisis Serat Kasar ... 38
3. Hasil Analisis Lemak Kasar ... 40
4. Hasil Analisis Kadar Abu... 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan pakan ternak merupakan masalah utama dalam pembangunan peternakan. Bila ditinjau dari segi biaya produksi dalam suatu usaha peternakan, maka biaya makanan merupakan biaya yang paling tinggi jika dibandingkan dengan biaya produksi lainnya. Biaya makanan ini dapat mencapai lebih dari 75%
dari total biaya produksi. Oleh karena itu pentingnya mencari bahan alternatif yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan pengganti yang kandungan nutrisinya sama dengan bahan pokok lainnya.
Salah satu alternatif yang dapat diambil adalah dengan menambah pengetahuan mengenai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternative pakan ternak misalnya, limbah dari tanaman perkebunan seperti pada tanaman kakao/coklat dapat dihasilkan dalam skala yang cukup besar dan memungkinkan dijadikan sebagai bahan alternatif pakan ternak.
Pod kakao mengandung protein kasar 8,5 % dan serat kasar sebesar 27 %, sehingga lebih digunakan sebagai pakan ternak ruminansia dibandingkan ternak monogastrik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pod kakao tidak dapat diberikan pada ternak monogastrik karena kandungan lignin yang cukup tinggi yaitu mencapai 38,70 % serta adanya theobromine dan terdapat antinutrisi tanin yang menjadi pembatas penggunaan pod kakao ini (Wong et al,. 1987).
Pemberian pod kakao secara langsung dapat menurunkan berat badan ternak karna kandungan protein yang rendah dan kadar lignin dan selulosanya yang tinggi. Oleh karena itu sebelum diberikan ke ternak sebaiknya difermentasi dulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh ternak dan untuk
meningkatkan nilai nutrisi yang baik bagi ternak dengan batasan konsentrasi dalam penggunaannya karena mengandung senyawa anti nutrisi theobromin.
Wina (2005) mengatakan pemberian pakan yang berkualitas rendah dengan kandungan lignin yang tinggi, akan menyebabkan kondisi dan fungsi rumen kurang baik, sehingga diperlukan teknologi untuk memperbaikinya.
Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan asal limbah, karena katerlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat kasar, mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga nilai kecernaan pakan asal limbah dapat meningkat.
Fermentasi yang dapat dilakukan salah satunya dengan cara menggunakan Moiyl dan membiarkan dalam waktu tertentu dalam keadaan tertutup. Moiyl adalah mikroorganisme lokal yang berasal dari limbah perkebunan sawit yang potensial dalam mendegradasi serat (Yunilas, 2016).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan dosis penggunaan mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) terhadap kandungan nutrisi pod kakao (Theobroma cacao L.).
Hipotesis Penelitian
Penggunaan mikroorganisme indigenous YL (MOIYL) pada proses fermentasi dapat meningkatkan kualitas kandungan nutrisi pod kakao.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai bahan informasi bagi kalangan akademis, peneliti dan masyarakat tentang pemanfaatan limbah pod kakao yang difermentasi dengan Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Pod Kakao (Theobroma cacao L.)
Pod kakao merupakan limbah perkebunan yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Buah kakao terdiri dari 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24% biji. Pod kakao dapat menggantikan sumber-sumber energi dalam ransum tanpa mempengaruhi kondisi ternak. Berdasarkan data yang didapat, produksi kakao secara nasional berkisar 712.000 ton dari 1,67 hektar lahan perkebunan.
Produksi kakao yang tinggi tentu akan menghasilkan limbah pod kakao yang banyak pula, dimana limbah yang ditinggalkan akan menjadi permasalahan baru bagi lingkungan perkebunan, oleh sebab itu perlu alternatif untuk memecahkan persoalan ini dengan cara mengubah limbah ini menjadi lebih bermanfaat salah satunya adalah sebagai pakan yang potensial bagi ternak. (Merdekawani dan Kaswiran, 2013).
Pemanfaatan pod kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah diolah. Kandungan gizi pod kakao yaitu bahan kering 88%, protein kasar 7,17%, serat kasar 32,5%, abu 12,2%, total degrestible Nutrient (TDN) 53,0%, lemak 0,80%, kalsium 0,12%, protein 0,05% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 32,1%. (Merdekawati dan Kawiran, 2013).
Klasifikasi tanaman buah kakao menurut Puslitkoka (2004)Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledone, Sub kelas : Dialypatalae, Ordo : Malvales, Famili : Sterculiaceae, Genus : Theobroma, Spesies : Theobroma Cacao. L.
Presentase bagian bagian didalam buah kakao dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Presentase bagian-bagian di dalam buahkakao
Komponen Kadar Segar Kadar Kering
Kulit 68,5% 47,2%
Plasenta 2,5% 2,0%
Biji 29,0% 50,8%
Sumber: Siregar et al., (2009)
Gambar 1. Bagian-bagian di dalam buah kakao
Pemanfaatan pod kakao sebagai pakan ternak akan memberikan dua dampak utama yaitu peningkatan ketersediaan bahan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan pod kakao yang kurang baik.Namun dalam pemanfaatan sebagai bahan pakan ternak memiliki kendala utama yaitu berupa kandungan lignin yang tinggi dan protein yang rendah (Nelson dan Suparjo, 2011).
Kandungan lignin dalam bahan pakan dan kecernaan bahan kering pakan sangat berhubungan erat, oleh karena itu untuk mempermudah proses pencernaan pod kakao oleh mikroba rumen, maka diperlukan suatu teknologi yang dapat mendegradasi ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dengan selulosa yaitu dengan menguraikan komponen polisakarida yang terkandung di pod kakao
BijiKakao plasenta
Pod kakao
melalui proses degradasi atau fermentasi menggunakan aktivitas mikroba (Kuswandi, 2011).
Pod kakao merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L). Hasil analisa proksimat pod kakao mengandung bahan kering (BK) 28%, Serat kasar (SK) 40,1 %, Protein kasar (PK) 8 % dan TDN 50,8
% dan penggunaan oleh ternak ruminansia 30– 40 % Kandungan nutrisi pod kakao segar memiliki kandungan protein sebesar 9,07%, selulosa 38,65%, dan lignin 20,15%, sedangkan apabila telah difermentasi maka nilai kandungan nutrisi pod kakao berturut-turut adalah Protein 17,68%, selulosa 46,34%, dan lignin 12,26% (Anas dan Soejono., 2011).
Kandungan Nutrisi Pod kakao dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrisi pod kakao
Zat-zat makanan Kandungan (%)
Bahan Kering % 18,4
Protein % 12,9
Lemak % 1,32
Serat Kasar % 24,7
TDN % 53,2
Ca 0,21
P 0,13
Sumber: Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat (2010)
Zat Antinutrisi Limbah Pod Kakao
Dibalik potensi yang dimiliki limbah pod kakao, terkandung senyawa antinutrisi dalam pod kakao antara lain lignin, tanin, dan theobromine.
Theobromine merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromine secara terus menerus dapat menurunkan pertumbuhan. Kandungan lignin yang tinggi, juga menyebabkan rendahnya nilai kecernaan (Oluokun, 2005).
5
Lignin tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa dan hemiselulosa sehingga strukturnya menjadi sangat kuat (Aji et al., 2013). Sedangkan keberadaan tanin dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein dan karbohidrat yang mengakibatkan aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi protein dan karbohidrat menjadi berkurang sehingga menurunkan daya cerna (Puastuti et al.,2014).
Kandungan Theobromine pada bagian buah kakao dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kandungan theobromine pada buah kakao.
Bagian Buah Kakao Kandungan Theobromine (%)
Kulit buah 0,17 – 0,20
Kulit biji 1,80 – 2,10
Biji 1,90 – 2,0
Sumber : Wong (1987)
Zat antinutrisi yang terkandung didalam pod kakao adalah tanin. Jenis tanin yang terdapat dalam pod kakao merupakan tanin kondensasi yaitu anthocyanidin, catekin, dan leukoanthocyanidin. Keberadaan tanin dalam kakao dapat mengurangi manfaatnya sebagai pakan karena kemampuannya dalam mengendapkan protein. Terdapat dua kelompok dari tanin yang berpengaruh terhadap nutrisi ternak. Kedua kelompok tersebut ialah kelompok tanin hidrolisis dan tanin kondensasi yang biasa di sebut Proanthocyanidin. Theobromine merupakan senyawa yang memiliki peran dalam mekanisme pertahanan diri tanaman kakao (Hardana, 2013).
Soejono (1991) menyatakan bahwa rasa pahit yang timbul dalam mulut diakibatkan oleh kompleks tanin dan protein saliva yang pada akhirnya mempengaruhi palatabilitas dan konsumsi pakan.
6
Tandi, E. (2010) mengatakan bahwa tanin berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas enzim protease (tripsin). Ini berarti semakin tinggi kadar tanin dalam substrat akan menyebabkan aktivitas enzim protease semakin rendah dalam memecah protein menjadi asam amino. Melihat penurunan aktivitas enzim tripsin sangat nyata signifikan maka pada kadar tanin yang lebih tinggi dari 8%
kemungkinan besar aktivitas enzim tripsin akan berhenti. Ternak yang mengkonsumsi tanin tinggi akan menimbulkan berbagai problem akibat dari gangguan metabolisme protein, energi dan vitamin B kompleks.
Menurut (Mahyudin dan Bakrie, 1993) zat antinutrisi pada pod kakao yaitu theobromine sebesar 1,0%. Senyawa theobromine dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak seperti muntah, diare, sering buang air kecil, atau keringat secara berlebihan dan pendarahan internal. Zat antinutrisi lainnya adalah asam fitat dan lignin yang tinggi.Senyawa asam fitat sulit dicerna, fosfor dari asam fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh ternak ruminansia. Asam fitat dapat mengikat unsur- unsur mineral terutama kalsium, seng, besi, dan magnesium, serta dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga menghambat pencernaan protein oleh enzim proteolitik akibat perubahan konformasi protein.
Hasil penelitian (Baharrudin, 2007), pada ternak kambing menunjukkan pemberian pod kakao yang segar dan dikeringkan dengan sinar matahari secara langsung atau tanpa fermentasi dulu mengakibatkan penurunan berat badan pada ternak, karena rendahnya kandungan protein pada pod kakao yang segar dan tingginya kandungan lignin dan selulosanya. Oleh karena itu sebelum pemberian pada ternak sebaiknya di fermentasi terlebih dahulu untuk mengurangi tingginya
7
kandungan kadar lignin dan untuk meningkatkan nilai nutrisinya, akan tetapi tetap harus diperhatikan batasan konsentrasi pemberiannya karena adanya senyawa antinutrisi theobromine. Pod kakao mengandung alkaloid theabromin (3,7 dimethyxaaantine) yang merupakan faktor pembatas pada pemberian limbah pod kakao sebagai pakan ternak.
Fermentasi
Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan nilai gizi pakan berserat tinggi. Fermentasi dapat menghidrolisis protein, lemak, selulosa, lignin dan polisakarida lain, sehingga bahan yang difermentasi akan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi, fermentasi akan meningkatkan total Digestible Nutrien (TDN) dari bahan menjadi 70%, (Anggorodi, 1979).
Pada prinsipnya fermentasi adalah mengaktifkan kegiatan mikroba tertentu untuk tujuan mengubah sifat bahan agar dihasilkan sesuatu yang bermanfaat, misalnya asam dan alkohol yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba beracun (Widayati, 1996)
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yaitu : 1). Jenis Inokulum
Inokulum merupakan kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium pada saat kultur mikroba pada fase pertumbuhan. Inokulum probiotik mengantung bahan pengikat mikroba dan mengandung mikroba yang dapat melakukan fermentasi, salah satunya adalah terdapat pada ragi (Suriawiria, 2005).
8
2). Jumlah Inokulum
Wizna et al (2009) juga mengatakan bahwa kepadatan inokulum yang tinggi membuat inokulum sulit untuk tumbuh sempurna yang pada gilirannya menyebabkan kematian mikroba.
3). Lama Fermentasi
Lama fermentasi berkaitan dengan fase pertumbuhan mikroba yang akan terus berubah dari waktu ke waktu selama proses fermentasi berlangsung.
Lamanya inkubasi fermentasi pada umumnya tergantung pada jenis mikroorganisme dan substrat yang digunakan.
4). Perlakuan awal pada substrat
Perlakuan awal pada substrat ini bertujuan untuk mempersiapkan substrat bagi pertumbuhan mikroba. Perlakuan awal dapat berupa penggilingan substrata tahu pengukusan substrat bertujuan untuk mempermudah penetrasi mikroba kedalam substrat agar pertumbuhannya menjadi cepat dan diharapkan agar menjadi pembentukan protein microbial yang tinggi, selain itu air panas atau kukus jenuh (160 - 250) derajat celcius: menyingkirkan sebagian hemiselulosa dan struktur lignin menjadi rusak (Brown, 2003)
5). Penambahan air pada substrat
Menurut sinurat dan B P Manurung (2005) kadar air substrat awal bahan mempengaruhi kandungan protein produk fermentasi. Air sangat di perlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan juga sangat mempengaruhi terjadinya reaksi enzimatis, karna air bebas membantu difusi enzim dalam substrat.
9
6). Substrat
Substrat sebagai sumber energi yang diperlukan oleh mikroba untuk proses fermentasi. Energi yang dibutuhkan berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral dan zat gizi lainnya yang terdapat dalam substrat.Bahan energi yang banyak digunakan oleh mikroorganisme adalah glukosa. Mikroba fermentasi harus mampu tumbuh pada substrat dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Sinurat dan B P Manurung, 2005).
7). Suhu
Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yang akan tumbuh. Sinurat dan B P Manurung (2005) menyatakan suhu sangat mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme, laju sintesa enzim dan laju inaktivasi enzim. Setiap bakteri memiliki suhu optimal dimana mereka dapat tumbuh sangat cepat dan memiliki rentang suhu dimana mereka dapat tumbuh.
Pembelahan sel sangat sensitive terhadap efek kerusakan yang disebabkan oleh suhu (Pelczar et al., 2008).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumbar (2010), menyatakan bahwa ciri-ciri fermentasi yang berhasil yaitu: permukaan irisan pod kakao berwarna kecoklatan atau kehitaman, berbau manis, seperti bau tape. Sedangkan, ciri-ciri fermentasi gagal yaitu berbau amis atau busuk, pod kakao berlendir, terdapat bintik kuning/orange pada permukaan kulit buah kakao.
(Anas et al., 2011) mengatakan bahwa buah kakao mengandung lignin dan theobromin tinggi, selain juga mengandung serat kasar yang tinggi (40,03%) dan protein yang rendah (9,71%). Kulit buah kakao mengandung selulosa 36,23%,
10
hemiselulosa 1,14% , dan lignin 20%- 27,95%. Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak.
Mikroorganisme Indigenous YL (Moiyl)
Mikroorganisme Indigenous YL (Moiyl) adalah mikroorganisme lokal yang berasal dari limbah perkebunan sawit.MOIYLdigunakan sebagai inokulum campuran (cocktail inocolum) terdiri dari Bacillus sp YLB1, Trichordema sp YLF8 dan Saccharomyces sp YLY3 yang potensial dalam mendegradasi serat (Yunilas, 2016).
Mikroorganisme lokal (indigenous microorganisme) merupakan mikroba yang dieksploitasi dari substratnya sendiri yang memiliki kemampuan optimal dalam mendegradasi pakan berserat. Melalui ekplorasi mikroba indigenous akan dihasilkan multi enzim yang sangat berperan dalam proses pengolahan pakan.
Pengolahan pakan fermentasi menggunakan mikroba indigenous akan mengoptimalkan kemampuan mikroorganisme rumen dalam mencerna pakan berserat tinggi (Yunilas et al., 2013).
MOL (Indigenous microorganisme) adalah cairan yang berbahan dari berbagai sumber daya alam yang tersedia setempat. MOL (Indigenous microorganisme) mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung
mikroba yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang
pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Sari et al., 2012).
Larutan MOL/Mikroorganisme lokal (Indigenous microorganism) adalah hasil larutan fermentasi yang berbahan dasar dari sumber daya yang tersedia, mengandung unsur hara dan mikro mengandung mikroorganisme berpotensi
11
sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dengan pengendalihan hama dan penyakit (Mamilianti, 2009).
Kadar Abu
Kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan bahan anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen, kandungan bahan organik suatu pakan terdiri dari protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Cherney, 2000).
Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600 derajat celcius sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian anorganik makanan.
Serat Kasar
Serat kasar merupakan fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit. Termasuk dalam komponen serat kasar adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang tidak larut.
Selulosa merupakan serat kasar utama penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena monomer glukosa terhubung dengan ikatan β 1-4 yang sangat stabil (Soejono, 1991).
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak monogastrik. Ternak
12
ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Tillman et al 1991).
Cairan retikulo rumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminansia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991)
Lemak Kasar
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Utomo dan
Soejono, 1999). Kadar lemak dalam analisis proksimat ditentukan dengan jalan mengekstraksi bahan pakan dengan pelarut dietil eter atau bisa juga dengan n- hexan. Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan n-hexan sebagai pelarut (Tillman et al., 2008). Kandungan yang ada pada lemak kasar merupakan bukanlah lemak murni melainkan campuran dari beberapa zat yang terdiri dari klorofil, xantofil, dan karoten (Yunus, 2008).
Protein kasar
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).
13
Menurut Agustono et al., (2010), selama proses fermentasi peningkatan kandungan protein kasar disebabkan terjadinya peningkatan jumlah biomassa mikroba. Kapang yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim protease akan merombak protein. Protein dirombak menjadi polipeptida, kemudian menjadi peptida sederhana yang akhirnya mengalami perombakan lebih lanjut menjadi asam-asam amino, yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri.
14
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitianini berlangsung selama 3 bulan yang dilaksanakan mulai dari bulan Juli sampai September 2018 di Laboratorium Produksi Ternak dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain :
Bahan-bahan yang akan digunakan adalah mikroorganisme indigenous YL (MOIYL) (Yunilas., 2017), pod kakao, molasses 3%, dedak padi 3%, dan bahan untuk memperbanyak Moiyl yaitu bioaktifator, Air kelapa tua, gula merah, buah nanas, dan bahan-bahan untuk analisis proksimat.
Alat
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cowper untuk mencacah pod kakao segar, terpal sebagai tempat untuk penjemuran limbah pod kakao, baskom sebagai wadah untuk mencampur bahan, Timbangan analitik, sarung tangan, masker, label name, spidol fermanen, Aluminium foil, tull box, timbangan sebagai alat untuk menimbang bahan, buku dan pulpen, plastik ukuran 2 kg sebagai tempat menyimpan bahan yang di fermentasi, dan alat untuk analisis proksimat.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian yang digunakan adalah RAL Faktorial 4x4, dengan 3 ulangan.
Faktor I Berbagai level inokulum Probiotik MOIYL A0 = Tanpa Moiyl
A1 = 1% Probiotik MOIYL A2 = 3% Probiotik MOIYL A3 = 5% Probiotik MOIYL
Faktor II = Lama Fermentasi (Inkubasi) B1 = 7 Hari
B2 = 14 Hari B3 = 21 Hari B4 = 28 Hari
Adapun Ulangan didapat dari rumus a.b (r-1) ≥ 15
4.4 (r-1) ≥ 15 16r – 16 ≥ 15 16r ≥ 15 + 16 r ≥ 31/16 r ≥ 1,9375
= 2 = 3
Adapun Metode linear yang digunakan adalah Yij = µ + αi + βi + εijk
Dimana :
Yij = Pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
µ = Mean populasi
αi = Pengaruh taraf ke-j dari faktor A βi = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B
(αβ)ij = Pengaruh taraf ke-j dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
εijk = Pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Tabel 4. Rancangan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Faktor I R Faktor II
B1 (7 hari) B2 (14 hari) B3 (21 hari) B4 (28 hari) A0 = Tanpa Moiyl U1 A0B1U1 A0B2U1 A0B3U1 A0B4U1
U2 A0B1U2 A0B2U2 A0B3U2 A0B4U2
U3 A0B1U3 A0B2U3 A0B3U3 A0B4U3
A1 = 1 % U1 A1B1U1 A1B2U1 A1B3U1 A1B4U1 U2 A1B1U2 A1B2U2 A1B3U2 A1B4U1 U3 A1B1U3 A1B2U3 A1B3U3 A1B4U1
A2 = 3 % U1 A2B1U1 A2B2U1 A2B3U1 A2B4U2 U2 A2B1U2 A2B2U2 A2B3U2 A2B4U2 U3 A2B1U3 A2B2U3 A2B3U3 A2B4U2
A3 = 5% U1 A3B1U1 A3B2U1 A3B3U1 A3B4U3 U2 A3B1U2 A3B2U2 A3B3U2 A3B4U3 U3 A3B1U3 A3B2U3 A3B3U3 A3B4U3
Parameter yang di ukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan nutrisi dari pod kakao yang telah difermentasi menggunakan MOIYL.
Berdasarkan analisis proksimat sebagai berikut :
20 17
1. Protein Kasar
Metode yang digunakan pada materi kadar protein dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak 0,05 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 1 gram Selenuim 2,5 ml H2SO4 dan 3 tetes H2O2. Bahan-bahan yang telah dicampurkan kemudian di destruksi hingga bening, caranya mengatur panas pada alat destruksi di putar dengan skala 2 hingga mencapai skala 10.Kemudian dilakukan pengenceran, sampel yang telah didestruksi kemudian diencerkan larutan dengan menggunakan H2O (Aquades) sebanyak 50 ml dan dikocok, dan dimasukkan kebotol Kjehdahl. Setelah itu dilakukan Destilasi, sediakan tabung Kjehdahl dan Erlenmeyer, pada tabung Kjehdahl dimasukkan sampel yang telah diencerkan sebanyak10 ml dan ditambahkan penolphtalen 3 tetes dan NaOH 50%
sampai larutan menjadi merah, pada Erlenmeyer dimasukkan Asam Borax (H3BO3) 3% sebanyak 5 ml, ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml, serta incubator mix 2 tetes, kedua tabung yang telah berisi larutan tersebut dipasangkan
pada alat destilasi kjehdahl, kemudian didestilasi hingga larutan pada Erlenmeyer bertambah menjadi 150 ml, destilasi dihentikan, Erlenmeyer dikeluarkan untuk dititrasi. Kemudian dilakukan titrasi dengan HCl 0,01 N sampai warna kemerah- merahan, dihitung kadar proteinnya dengan blanko (0,05) dengan rumus :
PK = (X – Y) x N x 0.014 x 6.25 x 100%
Z Keterangan:
X = Jumlah titrasi sampel (ml) Y = Jumlah titrasi Blanko (ml) N = Normalitas HCl
Z = Berat sampel (gram)
18
2. Serat Kasar
Metode yang digunakan dengan cara menimbang berat cawan porselin kosong yang telah diovenkan terlebih dahulu, ditimbang sampel sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam beaker glass, ditambahkan 150 ml H2S04 1,25 %, Kemudian direbus dalam skala tinggi (no.8) sampai mendidih, kemudian diturunkan skala perebusannya (no.3) dan direbus selama 30 menit, dipasang corong pengisap yang telah dilapisi kertas ke vacum pump, dituang rebusan sampel dan biarkan air rebusan dihisap habis setelah itu dicuci dengan air panas 100 ml, diambil sampel dan dimasukkana ampasnya kedalam beaker glass, ditambahkan 150 ml NaOH 1,25% kemudian turunkan skala perebusannya (no.3) dan direbus selama 30 menit, dituang rebusan sampel dan biarkan air rebusan dihisap habis setelah itu dicuci dengan air panas 100 ml, ethanol 20 ml, dan terakhir dengan diethylether 20 ml, diambil residu sampel beserta kertas saringnya dan dimasukkan kedalam cawan porselin, cawan porselin dimasukkan ke dalam oven 105 derajat celcius selama 12 jam, kemudian dimasukkan ke desikator ± 1 jam. Setelah dingin ditimbang, dipijarkan kedalam tanur 600 derajat celcius selama 8 jam sampai putih (menjadi abu), dimasukkan ke desikator selama 1 jam, kemudian ditimbang, dihitung kandungan serat kasarnya dengan rumus :
%SK = (Berat C + S stlh oven) – (Berat C + S stlh tanur) x 100%
Berat sampel
Keterangan:
SK = Serat kasar C = Cawan porselin S = Sampel bahan
19
3. Lemak Kasar
Metode yang digunakan dengan cara ditimbang kertas saringdan berat boiling awal kemudian dicatat, kemudian ditimbang sampel sebanyak 1 gr, dibungkus kertas saring dan diikat secara rapi, lalu masukkan sampel kedalam tabung soxhlet, kemudian diisi dengan pelaruk organik sebanyak ± ½ volume tabung, kemudian boiling/labu penampung diisi dengan pelarut organic yang sama dengan pelarut organic pada tabung soxhlet sebanyak ± 50 ml, kemudian dipasangkan pada alat ekstraksisoxhlet dan dihidupkan, lalu amati perubahan warna yang terjadi selama perebusanbahan, bahan direbus selama beberapa jam hingga boiling dalam alat ekstraksi tampak jernih atau sampai lemak tidak terlihat lagi, dimatikan alat ekstraksi setelah jernih, sampel diambil dan dikeringkan dalam oven 105 derajat celcius selama 12 jam.
Dihitung kadar lemak :
%LK= Berat boiling lemak – Berat boiling awal x 100%
Berat sampel Keterangan:
LK= Lemak kasar 4. Kadar Abu
Metode yang digunakan dengan cara diovenkan cawan porselin pada suhu 105 derajat celcius selama 1 jam, dimasukkan kedalam desikator selama ± 15 menit (sampai dingin), ditimbang cawan kosong dan di catat, diberi tanda masing- masing cawan porselin, misalnya 2A dan 2B, ditimbang sampel sebanyak 2 gram untuk masing-masing cawan porselin, lalu masukkan dalam tanur 600 derajat celcius selama 8 jam sampai menjadi abu, kemudian keluarkan sampel dari tanur
20
dan didinginkan dalam desikator selama 1 jam, ditimbang sampel sebanyak tiga kali setiap jam sekali dan dirata-ratakan,.
Dihitung % kadar Abu dengan C kosong rumus:
KAb = (C + S stlh tanur) – Berat C kosong
%KAb = (Berat C + S stlh tanur) – (Berat C kosong) x 100%
Berat sampel awal Pelaksanaan penelitian
1. Persiapan Limbah Pod Kakao
Limbah pod kakao di cacah terlebih dahulu, setelah itu pod kakao yang sudah dicacah diangin-anginkan sampai kadar air berkurang.
2. Memperbanyak Moiyl
Sediakan 1 liter bioaktifator, gula merah 1 kg, air kelapa 1 liter, buah nanas 2-3 buah ( 1liter air nanas). Pertama gula merah di iris-iris kemudian di masak tambahkan air secukupnya, tunggu sampai dingin. Setelah itu peras buah nanas ambil air nya, kemudian campur semua bahan yang telah disediakan masukkan kedalam dregen. Kemudian di simpan selama 7 hari.
3. Pencampuran Bahan dan pembungkusan
Pod kakao yang sudah dicacah dan diangin-anginkan dibawa matahari dicampur dengan dedak padi 3 % dari 1000 gram pod kakao (30 gram) aduk sampai merata, kemudian molasses 3% dari 1000 gram pod kakao (30 gram) dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian campurkan molasses kedalam pod kakao yang sudah di campur dedak secara merata, kemudian semprotkan MOIYLdengan berbagai level penggunaan yaitu 1%,3%, 5%, dengan (fermentasi) yaitu 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari, lalu masukkan kedalam plastik kemudian dipadatkan sehingga tercipta keadaan anaerob, kemudian diikat
21
dan dilapisi dengan plastik ke-2 selanjutnya plastik tersebut dimasukkan lagi kedalam plastik ke-3, kemudian diikat lagi dan disimpan sesuai waktu perlakuan . 4. Pengujian Sampel
Setelah proses fermentasi selesai menurut perlakuan masing-masing (7, 14 21, dan 28 hari dengan dosis 1%, 3%, 5%), plastik dibuka kemudian masing- masing kantong plastik diambil sampelnya dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 60 derajat celcius selama 24 jam untuk menghentikan fermentasinya Kemudian dilakukan pengujian sampel terhadap limbah hasil fermentasi dengan cara sebagai berikut: sampel dikeringkan dalam oven selama 8 jam dengan suhu 105 derajat celcius atau sampai beratnya konstan, kemudian ditimbang.
Selanjutnya dilakukan analisis secara proksimat di Laboratorium Produksi Ternak dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
22
Analisis Data
Data hasil pengujian yang diproleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANNOVA), apabila diantara perlakuan terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Protein Kasar
Hasil analisis protein kasar dari fermentasi pod kakao dengan pemberian dosis mikroorganisme indigenous YL (MOIYL) (1, 3, dan 5%) dan lamafermentasi (7,14, 21, dan 28 hari) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Protein Kasar pod kakao setelah fermentasi
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris (huruf kecil/lama fermentasi) dan kolom (huruf besar/dosis moiyl) yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,05).
Analisis keragaman menunjukkan adanya interaksi antara dosis inokulum dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,05), terhadap protein kasar dalam fermentasi pod kakao (Lampiran 1). Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor menyebabkan kenaikkan kandungan protein kasar, terdapat kenaikan protein kasar yang tertinggi pada A3B1 dari 7.31 % menjadi 11.89 % atau sebesar 38.60 % dan yang terendah pada rataan A0B4 dari 7.31 % menjadi 7.18 % atau sebesar 1.67 %.
Meningkatnya kadar protein pada penelitian ini sejalan dengan banyaknya inokulum yang diberikan, jumlah dosis yang diberikan lebih banyak maka kadar protein kasar semakin tinggi karena adanya penurunan kandungan serat dan senyawa zat antinutrisi yang ada pada pod kakao.
Dosis Moiyl
Lama Fermentasi
Rataan B1 B2 B3 B4
A0
A1 7.42bA 7.35bA
7.27 bA 7.18 bA
7.31 11.55bB
11.47bB
10.64bB 9.75bB
10.85 11.76bB
11.67bB 10.75bB 9.85bB
11.00 11.89bB
11.74 bB 10.85bB 9.94 bB
11.10 A2
A3
Rata-rata 10.65 10.55 9.87 9.18
Hal ini diduga karena pada saat fermentasi, mikroorganisme indigenous YL mengalami pembelahan sehingga menghasilkan lebih banyak bakteri dimana bakteri dapat menghasilkan protein yang disebut protein sel tunggal dan memiliki susunan tubuh sebagian besar dari protein sehingga protein kasar yang ada pada pod kakao pun meningkat akibat dari banyaknya sel bakteri yang tumbuh pada saat fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprihatin (2010), bakteri merupakan sel prokariotik yang tumbuh dengan cara membelah secara simetris menjadi dua sel, sedangkan pertumbuhan di pengaruhi beberapa faktor waktu yang dibutuhkan untuk membelah diri.
Mekanisme bakteri dalam meningkatkan protein kasar menurut Wizna et al. (2009) bahwa populasi mikroba yang tinggi mengakibatkan kandungan protein
kasar tinggi karena mikroba sebagian besar terdiri dari protein. Cruger (1984) menambahkan bahwa kadar protein berbagai jenis mikroba bervariasi, bakteri mengandung protein 70-78%. Peningkatan kandungan protein dasar dapat disebabkan adanya tambahan protein yang berasal dari enzim yang dihasilkan bakteri selulolitik serta tambahan protein yang berasal dari enzim yang berasal dari peningkatan biomassa inokulum bakteri selulolitik (Lokapirnasari, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Gianfrendra dan Rao (2004) bahwa peningkatan protein dan asam amino pada onggok terfermentasi merupakan akumulasi dari protein onggok, protein mikroba dan protein enzim ekstraseluler produksi mikroba. Selain itu, semakin lama fermentasi maka semakin banyak memberikan kesempatan pada bakteri untuk tumbuh dan berkembang sehingga protein yang dihasilkan juga semakin banyak.
25
2. Serat Kasar.
Hasil analisis Serat kasar dari fermentasi pod kakao dengan pemberian dosis mikroorganisme indigenous YL (MOIYL) (1, 3, dan 5%) dan lama fermentasi (7, 14, 21, dan 28 hari) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Serat Kasar pod kakao setelah fermentasi
Keterangan: yang berbeda pada baris (huruf kecil/lama fermentasi) dan kolom (huruf besar/dosis moiyl) yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Analisis keragaman menunjukkan adanya interaksi antara dosis inokulum dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01), terhadap serat kasar fermentasi pod kakao (Lampiran 2). Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor menyebabkan penurunan kandungan serat kasar, terdapat penurunan kandungan serat kasar yang tertinggi pada A3B1 dari 33.31 % menjadi 21.3 % atau sebesar 36.05% dan yang terendah ada pada rataan A3B4 dari 33.31 % menjadi 23.93 atau sebesar 28.15 %.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dan semakin tinggi dosis yang diberikan maka nilai kadar serat kasar semakin menurun. Hal ini di duga karena enzim-enzim selulase yang dihasilkan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya dosis inokulum dan hari fermentasi sehingga semakin banyak kesempatan mikroba untuk mendegradasi selulosa dan ligninselulosa pada batas waktu tertentu.
Dosis Moiyl
Lama Fermentasi
Rataan B1 B2 B3 B4
A0 A1
33.42bB
33.34bB
33.28bB 33.18aB
33.30 21.57aB
21.77bA
22.74bB 23.54bA
22.40 21.44aB
21.82bB
22.64bB 23.75bB
22.42 21.3Aa
21.88bB
22.55bA
23.93bB
22.41 A2
A3
Rata-rata 24.43 24.70 25.30 26.1
26
Hal ini sesuai dengan pernyataan Yunilas et al.,(2013) yang mengatakan bahwa penurunan serat kasar terjadi karena aktivitas mikroba selama fermentasi mampu menghasilkan enzim pendegradasi substrat serat kasar. Selain itu, menurunnya kadar serat kasar diduga disebabkan karena adanya tambahan bahan- bahan tertentu seperti molasses, dan dedak padi.
3. Lemak Kasar
Hasil analisis Lemak kasar dari fermentasi pod kakao dengan pemberian dosis mikroorganisme indigenous YL (MOIYL) (1, 3, dan 5%) dan lama fermentasi (7, 14, 21, dan 28 hari) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Lemak kasar pod kakao setelah fermentasi
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris (huruf kecil/lama fermentasi) dan kolom (huruf besar/dosis moiyl) yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Analisis keragaman menunjukkan adanya interaksi antara dosis inokulum dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01), terhadap lemak kasar fermentasi pod kakao (Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor menyebabkan meningkatnya kandungan lemak kasar, terdapat peningkatan kandungan lemak kasar yang tertinggi pada A3B1 dari 1.34 % menjadi 2.97 % atau sebesar 54.88 % dan yang terendah ada pada rataan A0B4 dari 1.34 % menjadi 1.2 % atau sebesar 11.66%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwakandungan lemak kasar tinggi karena melakukan proses pengeringan dengan matahari, hal tersebut sesuai Dosis
Moiyl
Lama Fermentasi
Rataan B1 B2 B3 B4
A0
A1 1.45bA
1.37bA
1.3bA 1.22aA
1.34 2.77bB
2.46bB
2.47bB 2.18aB
2.47 2.87bB
2.57bB
2.54bB 2.34aB
2.58 2.97bB
2.64bB
2.64bB 2.54aB
2.69 A2
A3
Rata-rata 2.51 2.26 2.23 2.07
27
dengan hasil penelitian Erlinawati (2012) yang mengatakan bahwa kadar lemak yg tinggi pada lemak dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian panas yang tinggi pada lemak sehingga terputusnya ikatan-ikatan rangkap pada lemak. Lemak merupakan suatu senyawa yang terbentuk sebagai hasil dari reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam lemak.
Kandungan lemak kasar tertinggi terdapat pada pengeringan dengan matahari. Hal ini disebabkan terjadi penguapan air dari bahan dalam jumlah banyak sehingga kadar air menurun dan menyebabkan peningkatan pada lemak kasar. Sesuai dengan pendapat Rahayu (1992) bahwa kadar lemak berbanding terbalik dengan kadar air. Kadar lemak yang tinggi biasanya mempunyai kandungan air cenderung lebih rendah. Hal tersebut di dukung oleh pendapat Buckle (1987) bahwa selama proses pengeringan, air menguap dari permukaan dengan kecepatan tergantung pada suhu pengeringan, tetapi kemudian setelah kadar air kritis tercapai, air yang akan menguap harus berdifusi dari dalam bahan.
Inilah yang menyebabkan kadar lemak meningkat.
4. Kadar Abu
Hasil analisis kadar abu dari fermentasi pod kakao dengan pemberian dosis mikroorganisme indigenous YL (MOIYL) (1, 3, dan 5%) dan lama fermentasi (7, 14, 21, dan 28 hari) dapat dilihat pada Tabel 8.
28
Tabel 8. Kadar Abu pod kakao setelah fermentasi
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris (huruf besar/lama fermentasi) dan kolom (huruf kecil dosis moiyl) yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01).
Analisis keragaman menunjukkan adanya interaksi antara dosis inokulum dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P<0,01), terhadap kadar abu fermentasi pod kakao (Lampiran 4). Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor menyebabkan penurunan kandungan kadar abu, terdapat penurunan kandungan kadar abu yang tertinggi pada A1B1 dari 11.04%
menjadi 9.52 % atau sebesar 15.96 % dan yang terendah ada pada rataan A0B1 dari 11.04 % menjadi 11.17 % atau sebesar 1.16 %.
Menurunnya kandungan abu di karenakan mikroorganisme belum merombak bahan anorganik yang terdapat pada kulit buah kakao, ini disebabkan karena melarutnya silika yang terdapat pada kulit buah kakao tersebut, sedangkan silika merupakan bagian dari abu. Lignin adalah bahan makanan yang sulit di cerna bersama selulosa membentuk komponen yang disebut lignosellulosa yang mempunyai koefisien cerna yang sangat rendah Tillman et., al. (1989). Kulit buah kakao yang difermentasi dapat menyebabkan sebagian silika dan lignin dapat larut dalam larutan basa dan ini akan menurunkan kandungan abu.
Menurunnnya serat kasar berhubungan erat dengan menurunnya kadar abu pada suatu bahan pakan Wibowo (2010), menunjukkan bahwa kadar serat kasar dan kadar abu mempunyai hubungan yang positif, tinggi serat kasar akan Dosis
Moiyl
Lama Fermentasi
Rataan B1 B2 B3 B4
A0
A1 11.17Bb
11.09Bb 10.99Bb 10.93Ba 11.04 9.52Aa
9.75Ab
10.44Ab 10.76Ab
10.11 9.56Ba
9.83Bb
10.52Bb 10.84Bb 10.18 9.65Ba
9.9Bb
10.62Bb 10.85Bb 10.25 A2
A3
Rata-rata 9.97 10.14 10.64 10.84
29
berpengaruh positif terhadap besarnya kadar abu suatu bahan pakan. Penurunan kadar abu ini sangat diharapkan, karena semakin tinggi menurunnya kadar abu, berarti kandungan bahan organik akan semakin bertambah.
Penurunan kadar abu ini biasa terjadi karena dalam proses fermentasi akan terjadi peningkatan bahan organik, karena adanya proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroba. Semakin sedikit bahan organik yang terdegradasi, maka relatif semakin sedikit juga terjadinya penurunan kadar abu secara proporsional, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu secara proporsional.
Semakin lama fermentasi maka semakin menurunkan serat kasar (Purwanto, 2012).
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Fermentasi pod kakao menggunakan mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) 5 % dan lama fermentasi 7 hari dapat meningkatkan protein kasar, dan lemak kasar, sedangkan serat kasar, dan kadar abu menurun.
Saran
Disarankan kepada peternak yang akan memanfaatkan pod kakao sebagai pakan ternak untuk melakukan fermentasi terlebih dahulu sebelum memberinya pada ternak, agar mempunyai nilai nutrisi yang baik dan mudah dicerna oleh tubuh ternak. Selain itu, untuk peternak yang ingin menerapkan fermentasi dengan mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) disarankan untuk menggunakan pada dosis 5 % dan lama fermentasi 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Agustono, A.S., Widodo dan W. Paramita. 2010. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Daun Kangkung Air (Ipomoea Aquatica) yang Difermentasi. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 2, No.1, Hal 37- 43.
Aji, D.P., U. Sri, dan Suparwi. 2013. Fermentasi kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) menggunakan Aspergillus niger pengaruhnya terhadap kadar VFA dan N-NH3 secara in-vitro. Jurnal Ilmu Peternakan. 1:774-780 Anas, dan Soejono, 2011.Kajian Pemberian Pakan Kulit Kakao Fermentasi
terhadap Pertumbuhan Sapi Bali. Jurnal Agrisistem, Vol. 7 No.2:79-86.
Anggorodi. 1979. Ilmu makanan Ternak Umum. PT Gramedia : Jakarta.
Anggorodi., R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Penertbit PT Gramedia Pustaka Utama, JakartaAnas, S., A. Zubair, dan D. Rohmadi.2011.Kajian Pemberian Pakan Kulit Kakao Fermentasi Terhadap Pertumbuhan Sapi Bali.Jurnal Agribisnis Vol. 7.No.2.Gorontalo.
Baharrudin dan Wahyuni. 2007. Mengelola Kulit Buah Kakao Menjadi Pakan Ternak. Ar-Ruzz Media Grup: Yogyakarta.
Balai Pengkajian Teknologi pertanian (BPTP) Sumatera Barat. 2010. Fermentasi Kulit Buah Kakao Untuk Pakan Ternak. Hal 1-2.
Bolzen K dan Sapienza. 1993. Teknologi Silase: Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada ternak. Penerjemah Riri BS. Martoyoedo.Kansas.
Dioneer Seeds.
Brown, M. M. (2003). Technology Diffusion and the “ Knowledge Barrier’’ : The Dilemma of Stakeholder Participation, 26(4), 345-359. oi : 10.1177/1530957603252581.
Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. Wollingford : CABI Publishing : 281-300.
Cruger, W. and A. Crueger. 1984. Biotechnology. Text book of industrial Microbiology.Science Technology.Sinaver Assosiates Inc. Madison.
Erlinawati.1986. Kemungkinan Penggunaan Kulit Biji Coklat (Theobroma cacao L.) untuk Bahan Makanan Ternak Domba. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gianfreda, L. and M. A. Rao. 2004. Potential of extraceluler enzyme in remediation of polluted soil. Enzyme Microbiology Technolog. 2(35):
339-354.
Hardana, N. E., Suparwi dan F. M. Suhartati. 2013. Fermentasi Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) menggunakan Aspergillus niger Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Bahan Kering (kbk) dan Kecernaan Bahan Organik (Kbo) Secara In vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3) : 781-788, September 2013.
Kuswandi.2011. Teknologi Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Menunjang Peningkatan Produksi Ternak Ruminasia Pengembangan Inovasi Pertanian4 (3):189-204.
Lokapirnasari, W. P., 2013. Potensi Inokulum Selulolitik Entrobacter Cloacae dan Minyak Ikan Untuk Meningkatkan Kualitas Pakan Serta Implikasinya terhadap penampilan produksi dan kualitas daging broiler.Disertasi.
Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga. Surabaya.
Mahyudin dan Bakrie, 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular.
Direktorat Jenderal Peternakan. Dapertemen Pertanian. Jakarta.
Mamilianti, W. 2009.Pengaruh MOL (Mikroorganisme Lokal) terhadap penggemukan sapi potong sebagai upaya peningkatan pendapatan peternak. Universitas Yudharta Pasuruan.
Merdekawati, S. dan A. Kaswiran.2013. Fermentasi Limbah Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) denagan Aspergillus niger Terhadap Kandungan Bahan Kering dan Abu. LENTERA: Vol.13 No.2 Juni 2013.
Nelson dan Suparjo.2011.Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan Phanerochaete chrysosporium. Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi.
Agrinak Vol 1 No.1:1-10.
Oluokun JA. 2005. Intake, digestion and nitrogen balance of diets blanded with urea treated and untreated cowpea husk by growing rabbit. African J Biotechnol. 4: 1203-1208.
Pelczar, Michael J. ECS. Chan. 2008.Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta. UI Press.
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat.2010. Fermentasi Kulit Buah Kakao untuk Pakan Ternak.Hal : 1-2.
Puastuti W, D Yulistiani.2014 .Utilization of urea and fish meal in cocoa pod silage based rations to increase the growth og Etawah crossbred goats. In:
Ali A, Kamil KA, Alimon AR, Orskov, Zentek J, Tanuwiria UH, editors.
Proc 2nd Int Semin AINI Feed Saf Heal Feed. Jatinagor, July 6-7, 2011.
Bandung (Indonesia ): Padjadjaran University.p.463-469.
25 33
Purwanto, D. 2012. Penambahan Urea, Phanerochaete chryssporium, dan Trametes Sp. Terhadap Kandungan Serat Kasar dan Neutral Detergent Fiber Pelepah Daun Sawit Sebagai Pakan Hijauan. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia), 2004.Panduan lengkap Budidaya kakao. PT Agromedia Pustaka, Depok.
Rahayu, W. P,.S. Ma’oen, Suliantari dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. PusatbAntar Universitas Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Sari, D.N., Surti.K.R., dan R Teti., 2012.Pengaruh Pemberian Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang Nangka Terhadap Produksi Rosella.
Santosa, A dan C Prakosa,.2010.Karakteristik Tape Buah Sukun Hasil Fermentasi Penggunaan Konsentrasi Ragi Yang Berbeda.Magistra. 73
Siregar, T., S. Riyadi.dan L. Nuraeni. 2009. Coklat, Pembudidayaan, Pengolahan, Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soejono, P. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soejono, M. 1991. Analisis dan Evaluasi Pakan. Petunjuk Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Fakultas Peternakan UGM.
Srebotnik, E., K.A. Jensen, and K.E. Hammel. 1998. Cleavage of Nonphenolic Lignin Structure by Laccase in The Presence of 1-Hydroxibenzotriazole.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press. Surabaya.
Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Sutard,.2009. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Fakultas Peternakan. Institut Peertanian Bogor. Bogor.
Tandi, E. J. 2010. Pengaruh Tanin Terhadap Aktivitas Enzim Protease.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Makasar.
Tillman, A. D., 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Utomo, R dan M Soedjono,.1999. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
27 34
Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Kandungan nutrient Dedak padi Berdasarkan Karakteristik sifat fisik.Thesis. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widayati, E. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Wina, E. 2005. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah Review. Wartazoa 15(4): 173-186.
Wong, H. K., A. H. Osman and M, S. Idris 1987. Utilization of cocoa by product as ruminant feed. In: Dixon R. M (Ed) Ruminant Feeding System Utlizing Fibrous Agricultural Residues. 1986. School of Agriculture and Forestry.
University of Me bourne.Parkville. Victoria.
Yunilas.2013. Peran Mikroorganisme Indigenous YL (MOIYL) Sebagai Inokulum Pendegradasi Serat Berbasis Limbah Perkebunan Sawit.Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 8. 16 November 2016.
Yunilas, Lili Warly, Yetti Marlida., and Irsan Riyanto. 2013. Potency of Indigenous Bacteria from Oil Palm Waste in Degrades Lignocellulosa as A Sources of Inoculum Fermented to High Fibre Feed. Pakistan Journal of Nutrition. 12(9): 851-853.
Yunus. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan. Jurusan Produksi Ternak LUW- Universitas Brawijaya. Animal Husbandry Project. 177 hlm
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Protein Kasar Fermentasi Pod Kakao (Bahan Kering)
Faktor I R Faktor II
B1 (7 hari) B2 (14 hari) B3 (21 hari) B4 (28 hari)
A0 (0%) U1 7.45 7.38 7.30 7.21
U2 7.43 7.35 7.27 7.18
U3 7.40 732 7.25 7.16
A1 (1 %)
U1 11.58 11.49 10.69 9.78
U2 11.55 11.48 10.65 9.75
U3 11.53 11.45 10.60 9.73
A2 (3 %)
U1 11.78 11.69 10.79 9.89
U2 11.76 11.67 10.75 9.85
U3 11.74 11.65 10.73 9.82
A3 (5 %)
U1 11.96 11.79 10.89 9.99
U2 11.87 11.75 10.85 9.95
U3 11.85 11.70 10.83 9.90
Analisis Ragam Protein kasar kakao Sumber
keragaman
DB JK KT Fhit F table 5 % 1 % Perlakuan 15 143.54ª 9.5693 8537.68 1.99 2.65 Probiotik Moiyl 3 122.55 40.8503 36446.36* 2.90 4.46 Lama fermentasi 3 16.87 5.6231 5016.88** 2.90 4.46
Interaksi 9 4.12 0.4577 408.39** 2.19 3.02
Galat 32 0.04 0.0011
Total 47 143.58
Keterangan : **berpengaruh sangat nyata *berpengaruh nyata Hasil Uji Lanjutan Duncan
Dosis Moiyl Rata-rata 7.42 11.55 11.76 11.89 Notasi
A0B1 7.42 0 A
A1B1 11.55 4.13 0 B
A2B1 11.76 4.34 0.21 0 B
A3B1 11.89 4.47 0.34 0.13 0 B
Dosis Moiyl Rata-rata 7.35 11.47 11.67 11.74 Notasi
A0B2 7.35 0 A
A1B2 11.47 4.12 0 B
A2B2 11.67 4.32 0.2 0 B
A3B2 11.74 4.39 0.27 0.07 0 B
Dosis Moiyl Rata-rata 7.27 10.64 10.75 10.85
Notasi
A0B3 7.27 0 A
A1B3 10.64 3.37 0 B
A2B3 10.75 3.48 0.11 0 B
A3B3 10.85 3.58 0.21 0.1 0 B
Dosis Moiyl Rata-rata 7.18 9.75 9.85 9.94
A0B4 7.18 0 A
A1B4 9.75 2.57 0 B
A2B4 9.85 2.67 0.1 0 B
A3B4 9.94 2.76 0.19 0.09 0 B
LAMA
FERMENTASI
Lama Fermentasi Rata-rata 7.18 7.27 7.35 7.42 NOTASI
B4A0 7.18 0 A
B3A0 7.27 0.09 0 B
B2A0 7.35 0.17 0.08 0 B
B1A0 7.42 0.24 0.15 0.07 0 B
Lama Fermentasi Rata-rata 9.75 10.64 11.47 11.55 NOTASI
B4A1 9.75 0 a
B3A1 10.64 0.89 0 b
B2A1 11.47 1.72 0.83 0 b
B1A1 11.55 1.8 0.91 0.08 0 b
Lama Fermentasi Rata-rata 9.85 10.75 11.67 11.76
B4A2 9.85 0 a
B3A2 10.75 0.9 0 b
B2A2 11.67 1.82 0.92 0 b
B1A2 11.76 1.91 1.01 0.09 0 b
Lama Fermentasi Rata-rata 9.94 10.85 11.74 11.89
B4A3 9.94 0 a
B3A3 10.85 0.91 0 b
B2A3 11.74 1.8 0.89 0 b
B1A3 11.89 1.95 1.04 0.15 0 b
37