• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun Oleh: INAROTUL INSYANIYAH NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun Oleh: INAROTUL INSYANIYAH NIM :"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

SANKSI PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Disusun Oleh:

INAROTUL INSYANIYAH NIM : 11170454000023

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2021 M

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul SANKSI PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 25 Maret 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Pidana Islam

Jakarta, 25 Maret 2021 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A.

NIP : 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

Ketua : Qosim Arsadani, M.A

NIP. 196906292008011016 ( ……… )

Sekretaris : Mohamad Mujibur Rohman, M.A

NIP. 197604082007101001 ( ……… )

Pembimbing I : Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.Ag., M.H

NIP. 196810141996031002 ( ……… )

Pembimbing II : Hj. Rosdiana, M.A.

NIP. 196906102003122001 ( ……… )

Penguji I : Burhanudin, S.H., M.Hum.

NIP. 195903191979121001 ( ……… )

Penguji II : Mara Sutan Rambe, S.HI., M.H

NIP. 198505242020121006 ( ……… )

(3)

ii

SANKSI PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

INAROTUL INSYANIYAH NIM : 11170454000023

Dosen Pembimbing I :

Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.A., M.H NIP. 196810141996031002

Dosen Pembimbing II :

Hj. Rosdiana, M.A.

NIP. 196906102003122001

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

(4)
(5)

iii

ABSTRAK

Inarotul Insyaniyah (11170454000023) SANKSI PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH. Program studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2021 M / 1442 H.

Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai tindak pidana pemerkosaan oleh anak dibawah umur yang dilakukan oleh Pangeran Anak Jauhari al. Cebol Bin Martilan yang terdapat dalam putusan pengadilan Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan di LPKA Pamekasan. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana sanksi terhadap pelaku pemerkosan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam khususnya dalam perspektif teori maslahah mursalah, bagaimana penerapan hukum dan pertimbangan hakim, serta analisa penulis mengenai putusan pengadilan Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, yang mana penulis melakukan identifikasi dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan objek kajian. Setelah data diperoleh, penulis menganalisis secara yuridis normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian putusan pengadilan Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam hukum pidana positif pelaku dikenakan pasal 285 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 (dua belas) tahun, namun karena pelaku masih dalam kategori anak, maka sesuai sesuai dengan pasal 81 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada pelaku paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam, sanksi tindak pidana pemerkosaan bagi anak adalah dengan membayar mahar misil terhadap korban. Pemidanaan terhadap pelaku kejahatan menurut perspektif teori maslahah mursalah memiliki tujuan yang pertama bersifat relatif yakni menghukum pelaku tindak pidana agar pelaku jera dan bertaubat, yang kedua, tujuan absolut yakni melindungi kemaslahatan manusia dengan terpeliharanya berbagai kebutuhan dasar.

Kata kunci : Pemerkosaan, Anak di Bawah Umur, Pemidanaan

Pembimbing : Dr. Yayan Sopyan, MH (Pembimbing I) dan Hj. Rosdiana, M.A (Pembimbing II)

Daftar Pustaka : 1976 - 2019

(6)

iv

KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا هللا مسب

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan pada Baginda Agung Nabi Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran untuk semua umat khususnya kepada umat Islam.

Skripsi ini berjudul “SANKSI PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH” disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program strata satu di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih tiada tara atas bimbingan, masukan, saran, dan dukungannya baik moril maupun materiil kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Dr.

Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H.

2. Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam Bapak Qosim Arsadani, M.A dan Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam bapak Mohamad Mujibur Rohman, M.A.

3. Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi Bapak Dr. Yayan Sopyan, MH dan ibu Hj. Rosdiana, M.A yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan.

4. Seluruh Dosen dan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Paling istimewa teruntuk kedua orang tua penulis, Baba H. Marja’i dan Mama Hj.

Saudah yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, serta doa yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Allah senantiasa melindungi, memberikan umur yang panjang dan barokah, serta diberikan kesehatan dan dilapangkan rizkinya, Amiiinnn.

6. Kepada adik tercinta penulis Hudayatur Rohman, Syakir, Syahad yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada para kyai dan pengasuh PONPES Darul Ulum Peterongan Jombang,

khususnya pengasuh Asrama Putri XI Muzamzamah-Chosyiah, KH. Ali Muchsin

dan Dra. Niswah Qonita As’ad serta asatidz-asatidzah yang penulis ta’dzimi.

(7)

v

8. Kepada keluarga besar Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan khususnya Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Kasi DATUN ibu Siti Barokah, S.H, bapak Winanto, S.H, bapak Derry Gusman, S.Kom., S.H, ibu Desy Marjanti, S.H, ibu Ani Indriyani, S.H, bapak Achmad Saifudin Firdaus, S.H., M.H, ibu Rahmi Utary, S.H, bapak Robby dan bapak Yudha terimakasih untuk pembelajaran yang sangat bermanfaat selama ini, semoga silaturahim kita tidak putus dan senantiasa terjalin.

9. Kepada teman-teman jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2017, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita jalani bersama di bangku perkuliahan, semoga kita dapat meraih apa yang kita cita-citakan.

10. Kepada seluruh anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya sahabat berjuang Dany Ryzka Maulidya, An’nisa Al-aufia, Nisya Febrianka, Achmad Danial, M. Ridho Ilahi, Fadillah Osama, Indri Atika Putri, Maulidia Permata Citra, Niken Rianti, Neneng Nurwahidah Yusuf, Nila Aulia Khairunnisa, Wahyu Purnomo Aji, Ricky Chandra, Fathu Rizqi, Dion Satria Putra, dan Wildan Dzaki, terimakasih untuk kebersamaannya selama di bangku perkuliahan.

11. Kepada Ketum Mohammad Gazali, Sekum Syamsul Arifin, Ali Fikri beserta seluruh pengurus dan anggota Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) Jabodetabek, terimakasih untuk kekeluargaan, bantuan, doa dan dukungannya.

12. Kepada Fajril Islam, Luthfi Bagus Brillianto, dan segenap anggota Ikatan Mahasiswa Darul Ulum (IMADU) Tangerang Selatan, terimakasih untuk kebersamaan, bantuan, semangat, doa dan dukungannya selama ini.

13. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga melainkan ucapan Alhamdulillahirabbil

‘Alamiiinnn. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan terkhusus bagi penulis, Amiinnn.

Sekian dan terimakasih.

Jakarta, 07 Februari 2021 M 24 Jumadil Akhir 1442 H

Inarotul Insyaniyah

(8)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….………...…… i

ABSTRAK ……….……… iii

KATA PENGANTAR ……….……….. v

DAFTAR ISI………...… vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi Masalah……….. 4

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah………... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 5

E. Studi Terdahulu………. 6

F. Metode Penelitian……….. 7

G. Sistematika Penulisan……… 8

BAB II TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DAN MASLAHAH MURSALAH A. Konsep Tindak Pidana Dalam Hukum Positif……….. 10

1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Positif……… 10

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Positif………. 11

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Positif……… 12

B. Konsep Tindak Pidana Dalam Hukum Islam……… 13

1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Islam………. 13

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Islam……….. 14

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam………. 14

C. Konsep Tindak Pidana Pemerkosaan……… 17

1. Pemerkosaan Menurut Hukum Positif……… 17

2. Pemerkosaan Menurut Hukum Islam………. 20

D. Konsep Anak Dalam Hukum……… 20

1. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif……….. 20

2. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam……… 22

E. Pemidanaan Terhadap Anak………. 23

F. Sanksi Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Di Bawah Umur……… 26

Dalam Hukum Positif Dan Hukum Islam G. Maslahah Mursalah dalam Hukum Islam……….………. 30

H. Kerangka Teori……….. 32

BAB III DESKRIPSI PERKARA NOMOR 10/PID.SUS-ANAK/2020/PN BKL TENTANG PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Kronologi Kejadian………... 35

B. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa……… 38

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NOMOR 10/PID.SUS-ANAK/2020/PN BKL TENTANG PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Dalam Perkara….. 40

Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl.

(9)

vii

1. Pertimbangan Hakim……….. 40 2. Amar Putusan………. 45 B. Analisis Putusan Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl Tentang Pemerkosaan Oleh Anak Di Bawah Umur Dalam Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Analisis Putusan Menurut Hukum Positif……….. 46 2. Analisis Putusan Menurut Hukum Islam……… 46 C. Analisis Putusan Menurut Maslahah Mursalah……… 52 BAB V PENUTUP

A. Simpulan……… 54

B. Saran……….. 54

DAFTAR PUSTAKA……… 56

LAMPIRAN

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi ini banyak sekali perubahan yang terjadi dikalangan masyarakat, salah satunya adalah pelaku kejahatan. Saat ini kejahatan atau suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh siapapun dari berbagai kalangan tanpa melihat status sosial, jabatan, bahkan usia sekalipun. Suatu kejahatan tidak hanya dapat dilakukan oleh orang dewasa, melainkan juga dapat dilakukan oleh anak dibawah umur.

Dalam jumpa pers yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tanggal 18/02/2020, Ketua KPAI Susanto mengatakan bahwa dalam kasus pelanggaran hak anak paling dominan adalah kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) sebanyak 1.251 dari total 4.369 kasus pelanggaran hak anak di tahun 2019.

1

Anak sebagai salah satu sumber daya manusia sekaligus calon penerus bangsa, sudah selayaknya mendapatkan perilaku khusus dari pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pembinaan terhadap anak untuk mewujudkan generasi yang hebat dan berkualitas. Berkaitan dengan pembinaan anak, diperlukan sarana dan prasana hukum yang mengantisipasi segala permasalahan yang akan timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud menyangkut kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan perilaku yang menjadikan anak terpaksa dihadapkan ke muka peradilan.

2

Berbicara mengenai anak, jika anak tersebut berada dilingkungan keluarga yang tidak harmonis maka anak cenderung mencari lingkungan yang bisa membuatnya nyaman. Oleh karena itu, faktor lingkungan luar juga berpengaruh terhadap terbentuknya karakter atau kepribadian seorang anak dalam melakukan sesuatu. Jika anak berada di lingkungan yang baik, maka anak tersebut akan cenderung berperilaku positif. Namun jika anak tersebut berada di lingkungan yang negatif, maka anak akan terbawa dalam melakukan perilaku-perilaku yang buruk juga.

1 Farih Maulana Sidik, KPAI Catat 4.369 Kasus Pelanggaran Hak Anak di Tahun 2019, https://news.detik.com/berita/d- 4903880/kpai-catat-4369-kasus-pelanggaran-hak-anak-di-tahun-2019/1, (diakses pada Selasa, 18 Feb 2020 13:27 WIB)

2 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiolologis, (Bandung: Sinar Bandung, 1999), h.15

(11)

Untuk itu peran orang tua sangatlah penting terhadap tumbuh kembang anak. Suatu kegagalan dalam proses tumbuh kembang seorang anak, menjadikan anak tersebut sulit diatur, atau dapat disebut dalam cap masyarakat sebagai anak nakal.

3

Dalam hal ini, B.Simanjuntak dalam bukunya yang berjudul Kriminologi, berpendapat bahwa kondisi-kondisi rumah tangga yang mungkin dapat menghasilkan

“anak nakal” adalah

4

;

1. Adanya anggota lain dalam rumah tangga itu sebagai penjahat, pemabuk, emosional.

2. Ketidakadaan salah satu atau kedua orang tuanya karena kematian, perceraian, atau pelarian diri.

3. Kurangnya pengawasan orangtua karena sikap masa bodoh, cacat inderanya, sakit jasmani atau rohani.

4. Ketidakserasian karena adanya main kuasa sendiri, iri hati, cemburu, terlalu banyak anggota keluarganya, dan mungkin ada pihak lain yang campur tangan.

5. Perbedaan rasial, suku, dan agama ataupun perbedaan adat istiadat, rumah piatu, panti-panti asuhan.

Berpacu pada keterangan KPAI diatas, belakangan ini sering terjadi kasus-kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur, salah satunya ialah pemerkosaan. Tindak pidana pemerkosaan merupakan perbuatan yang keji, karena kejahatan ini berdampak buruk bagi korban, baik dari segi psikologis maupun fisik. Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah berperan dalam memberikan langkah preventif yang dapat memberantas atau meminimalisir kejahatan-kejahatan yang terjadi, khususnya yang dilakukan oleh anak mengingat anak merupakan aset masa depan sebagai penerus bangsa.

Menurut UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, anak yag berkonflik dengan hukum adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

5

Mulyana W. Kusumah dalam bukunya yang berjudul Hukum dan Hak-Hak Anak berpendapat bahwa penyelesaian tindak pidana perlu ada pembedaan antara pelaku orang dewasa dengan pelaku anak, dilihat dari kedudukannya seorang anak secara hukum belum

3Astrid Ayu Pravitria, Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Yang Melakukan Pemerkosaan Terhadap Anak, Media Iuris Vol. 1 No. 3, Oktober 2018

4B. Simanjuntak, Kriminologi, (Bandung: Tarsito, 1984), h. 55

5Lilik Mulyadi, Wajah sistem Peradilan Anak Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2014), h. 4

(12)

dibebani kewajiban dibadingkan orang dewasa, selama seseorang masih disebut anak, selama itu pula dirinya tidak dituntut pertanggungjawaban, bila timbul masalah terhadap anak, maka diusahakan bagaimana haknya dilindungi oleh hukum.

6

Terdapat perbedaan penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dengan anak, baik dari segi acara peradilan maupun ancaman pidananya. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 81 ayat (2) dan (6) UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyebutkan bahwa sanksi penjara bagi anak paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana orang dewasa, dan jika ancaman pidana anak tersebut adalah seumur hidup atau pidana mati, maka pidana yang dijatuhkan pada anak paling lama 10 (Sepuluh) tahun.

Tindak pidana pemerkosaan dalam KUHP Pasal 285 disebutkan bahwa “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun”. Sedangkan dalam hukum Islam, hukuman bagi jarimah perkosaan (zina) dibagi menjadi dua, yaitu; jika pelaku belum pernah menikah (zina ghairu muhsan), maka hukumannya adalah di cambuk sebanyak 100 (seratus) kali dan diasingkan selama satu tahun.

Sedangkan jika pelaku sudah menikah (zina muhsan) maka hukumannya adalah rajam, yaitu pelaku dikubur sebatas bahu lalu dilempari batu hingga meninggal.

7

Dalam sebuah kasus pemerkosaan bergilir yang terjadi di Desa Bungkeng, Kecamatan Kokop, Kabupaten Bangkalan, Madura dimana seorang anak yang bernama Pangeran berusia 14 Tahun telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap Siti Romlah. Kasus ini bermula saat Siti Romlah hendak diantarkan pulang oleh Moh. Syaiful Rizel dan Riyadus Sholihin setelah keluar membeli bedak di Indomaret, lalu saat mereka melintas terdapat tujuh orang laki-laki yang sedang berkumpul.

Selang beberapa menit kemudian ketujuh orang tersebut mengikuti dan menghadang motor yang dikendarai oleh Romlah, Rizal dan Riyadus Sholihin. Lalu ketujuh orang tersebut menyuruh Rizal dan Riyadus Sholihin menyerahkan Romlah dengan mengaku bahwa Romlah adalah dua pupu dari salah satu pelaku. Romlah pun dibawa lalu dilakukan lah perkosaan bergilir oleh tujuh orang tersebut. Diantara ketujuh pelaku tersebut, salah satu pelakunya adalah pangeran yang usianya masih dibawah umur, sedangkan pelaku lainnya merupakan orang dewasa, sehingga perkara pangeran ini ditindak secara terpisah oleh pengadilan.

6Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986), h. 3

7M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h.52

(13)

Setelah melalui tahapan penyidikan hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Bangkalan, anak atas nama Pangeran diadili oleh majelis hakim sesuai dengan tata cara peradilan berdasarkan aturan dalam UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan sanksi Pidana Penjara selama 3 Tahun 6 Bulan.

Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membahas serta mengkaji lebih dalam terkait pemerkosaan oleh anak dibawah umur dengan judul: “SANKSI PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN MASLAHAH MURSALAH.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Banyaknya tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

2. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang melakukan suatu tindak pidana atau perbuatan yang melanggar dari ketentuan hukum.

3. Kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur bisa disebabkan karena kurangnya pendidikan dan pengawasan oleh orang tua, serta pergaulan lingkungan yang kurang baik sehingga terjadilah tindakan pemerkosaan oleh anak dibawah umur.

4. Adanya pembedaan dalam hal pemberian sanksi bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan bagi orang dewasa dengan anak dibawah umur, namun juga tidak menghapuskan adanya pertanggungjawaban hukum.

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa sanksi pidana penjara bagi anak paling lama ½ dari maksimum ancaman bagi orang dewasa.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka penulis perlu

membatasi permasalahan tersebut agar pembahasan tidak melebar lebih jauh, oleh

karenanya yang dijadikan pokok permasalahan pada penulisan ini adalah sanksi pidana

bagi anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana pemerkosaan dalam perspektif

hukum positif dan hukum Islam.

(14)

Dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum positif adalah peraturan perundang- undangan yang mengatur tindak pidana, yang mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), beserta peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan, yaitu UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sedangkan yang dimaksud dengan maslahah mursalah adalah penulis akan menyajikan dalil-dalil hukum berdasarkan Al-Qur.'an, hadist, serta kaidah-kaidah hukum pidana Islam khususnya maslahah mursalah terkait sanksi pemerkosaan yang dilakukan oleh anak dibawah umur.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas dan untuk mempermudah memahami pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis memberikan rumusan masalah sebagai berukut :

a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 10/Pid.Sus- Anak/2020/PN Bkl ?

b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 10/Pid.Sus- Anak/2020/PN Bkl dalam perspektif teori maslahah mursalah ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis, antara lain sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui penerapan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Putusan Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl.

b. Untuk mengetahui pandangan teori maslahah mursalah terkait Pidana Anak berdasarkan Putusan Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan wawasan dalam memahami sanksi bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan oleh anak dibawah umur dari sudut pandang hukum pidana positif dan maslahah mursalah.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan memberikan penjelasan secara

spesifik tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan oleh anak

(15)

dibawah umur dari sudut pandang hukum pidana positif dan maslahah mursalah, dan bermanfaat bagi penegak hukum dan masyarakat.

E. Studi terdahulu yang relevan

Sejumlah penelitian terkait perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pemerkosaan sudah banyak dilakukan. Berikut tinjauan umum atas sebagian penelitian tersebut;

- Jurnal ilmiah karya Astrid Ayu Pravitria yang diterbitkan pada Oktober 2018 melalui Media Iuris, yang berjudul Anak Yang Berkonflik dengan Hukum yang Melakukan Pemerkosaan Terhadap Anak. Dalam jurnal ini berisi tentang Perlindungan Anak sebagai ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum) dengan kasus Tindak Pidana Pemerkosaan yang dilakukan oleh anak pelaku terhadap anak korban, dengan melakukan analisa terhadap Putusan No 206/Pid.Anak/2011/PN.SBY dan Putusan No 113/Pid.Anak/2012/PN.SBY.

- Jurnal ilmiah karya Zulkarnain Lambanaung yang diterbitkan pada Agustus 2017 oleh Lex Crimen, yang berjudul Mengadili Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Perkosaan Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Jurnal ini berisi tentang pertanggung jawaban pidana anak pelaku perkosaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

- Jurnal ilmiah karya Waty Suwarty Haryono (Dosen Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta) bersama Bhetner Hatta Pritz (Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta) yang diterbitkan pada tahun 2016 oleh Jurnal Lex Certa, yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Perkosaan. Jurnal ini berisi tentang Perlakuan Perlindungan Hukum Bagi Seorang Anak Pelaku Tindak Pidana dan Tanggungjawab Negara Dalam Melindungi Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Di Indonesia.

Ketiga sumber diatas menjelaskan tentang bagaimana bentuk perlindungan hukum

terhadap anak yang melakukan tindak pidana pemerkosaan dalam perspektif hukum

positif. Sedangkan dalam skripsi yang akan ditulis oleh penulis akan membahas tentang

sanksi tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh anak dibawah umur tidak hanya

dalam perspektif hukum positif, tetapi juga dalam perspektif hukum Islam yakni teori

maslahah mursalah.

(16)

F. Metode Penelitian 1. Teknik Penelitian

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan studi terhadap putusan dengan cara mengidentifikasi secara sistematis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek, dan masalah dalam suatu penelitian.

8

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah menelaah putusan kasus yang bersifat kualitatif. Yakni dengan mengkaji lebih dalam melalui literatur yang telah dikumpulkan, baik buku, artikel, jurnal hukum, e-book, putusan hakim, maupun dari hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan normatif, yakni peneliti mengkaji masalah ini berdasarkan Undang-undang, dimana penulis akan membahas permasalahan tentang pemerkosaan yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji aturan-aturan yang terdapat pada pasal 285 KUHP, UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

4. Sumber data a. Sumber Primer

Sumber primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

9

yakni Al-Qur’an, Hadist, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Putusan Hakim Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yakni pengumpulan data dapat diperoleh dari dokumen- dokumen yang berupa catatan formal dengan mengumpulkan serta menelaah beberapa literatur baik berupa buku-buku, catatan, dan dokumen-dokumen atau

8Jaenal Aripin, dkk, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.13.

(17)

diktat yang ada pada redaksi.

10

Dalam penelitian ini adalah hasil-hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel, dan lain sebagainya.

5. Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis- normatif. Penelitian yang menggunakan analisis yuridis-normatif merupakan penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peratutan perundang- undangan dan putusan pengadilan.

11

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami dan tersusun secara sistematis, maka penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab. Adapun perinciannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Di dalam bab ini penulis akan menuliskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi terdahulu, serta sistematika penulisan.

BAB II TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DAN MASLAHAH MURSALAH Pada bab ini penulis akan menguraikan tinjauan umum tentang tindak pidana, konsep tindak pidana pemerkosaan dalam hukum positif dan hukum Islam, tinjauan hukum positif dan teori maslahah mursalah terkait tindak pidana pemerkosaan oleh anak dibawah umur, berikut ketentuan peraturan perundang- undangan beserta ancaman pidananya.

BAB III DESKRIPSI PERKARA NOMOR 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl TENTANG PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Pada bab ini penulis akan menguraikan deskripsi kasus yang tercantum dalam Perkara Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl Tentang Pemerkosaan Oleh Anak Dibawah Umur.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERKARA NOMOR 10/Pid.Sus-Anak/2020/PN Bkl TENTANG PEMERKOSAAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Dalam bab ini penulis akan menganalisa bagaimana pertimbangan- pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 10/Pid.Sus- Anak/2020/PN Bkl.

10 Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h.32

11 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.24.

(18)

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan menguraikan pokok-pokok hasil penelitian dalam

suatu kesimpulan dan juga penulis akan memberikan saran-saran terkait dengan

pokok permasalahan yang penulis kaji sehingga tercapai tujuan dilakukannya

sebuah penelitian.

(19)

10

BAB II

TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DAN MASLAHAH MURSALAH A. Konsep Tindak Pidana Dalam Hukum Positif

1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Positif

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wvs Belanda maupun berdasarkan asas konkordansi istilah tersebut juga berlaku pada WvS Hindia Belanda (KUHP). Tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan istilah itu, namun hingga saat ini belum ada keseragaman pendapat tentang strafbaarfeit.

1

Tindak pidana dapat dilihat dari pendapat pakar-pakar, antara lain menurut VOS, delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum oleh undang-undang.

Sedangkan menurut Van Hamel, delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain. Menurut Simons, delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh Undang- undag telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum.

Dengan demikian pengertian sederhana dari tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan dan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

2

Sedangkan menurut S.R Sianturi Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab).

3

Beberapa istilah mengenai strafbaar feit dalam undang-undang antara lain:

a. Peristiwa Pidana, istilah ini atara lain digunakan dalam Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.

1Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) , h. 67

2Ismu Gunadi & Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Prenademedia group, 2014), h.37

3S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapan, (Jakarta : Alumni Ahaem-Petehaem, 1996) h. 204

(20)

b. Perbuatan Pidana, istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan, dan acara-acara pengadilan sipil.

c. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam Undang- undag Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen.

d. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam Undang-undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.

e. Tindak Pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai Undang-undang, misalnya:

i. Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Umum.

ii. Undang-undang Darurat Nomor 7 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

iii. Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1953 Tentang Kewajiban Kerja Bakti dalam rangka pemasyarakatan bagi terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan.

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Positif

Dari beberapa pengertian yang dijabarkan diatas dapat kita lihat bahwa suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

4

1) Unsur Subyektif

Unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subyektif dari tindak pidana terdiri dari:

a. Kesengajaan atau kelalaian (dolus atau culpa);

b. Maksud dari suatu percobaan atau poging;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk;

d. Merencanakan terlebih dahulu;

e. Perasaan takut.

2) Unsur Obyektif

Unsur obyektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari pelaku itu harus dilakukan.

Unsur obyektif terdiri dari:

4P.A.F Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: CV. Armico, 1984), Cet.I, h. 184

(21)

a. Sifat melawan hukum;

b. Kualitas dari pelaku;

c. Kausalitas, yakni hubungan suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Berkaitan dengan unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit), Moeljatno menyatakan bahwa, untuk adanya perbuatan pidana maka harus ada unsur-unsur:

a. Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia;

b. Perbuatan tersebut memenuhi rumusan undang-undang (syarat formil);

c. Bersifat melawan hukum (syarat materil).

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Positif

Jenis-jenis tindak pidana dalam hukum positif dapat dikategorikan sebagai berikut:

5

a. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain

kejahatan yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III. Pembagian tindak pidana “kejahatan dan pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi buku ke II dan buku ke III, melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.

b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan menjadi dua, yakni tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materil (materiil delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu melakukan perbuatan tertentu. Misalnya pasal 338 KUHP yaitu tentang pembunuhan berencana. Sedangkan tindak pidana materil inti larangannya adalah pada yang menimbulkan dilarang. Karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.

c. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten).

Contoh tindak pidana sengaja (dolus) yang diatur dalam KUHP antara lain sebagai berikut: pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain, pasal 338 KUHP yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Pada delik tidak sengaja atau lalai (culpa) seseorang juga dapat dipidana

5Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), h.25

(22)

jika ada kesalahan, misal pasal 360 yang menyebabkan orang luka berat, pasal 188, dan pasal 359.

d. Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang yang berbuat, misal penipuan pasal 378 dan pencurian pasal 362, tindak pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misal dalam pasal 552, 304, dan 224 KUHP. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misal dalam pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal.

6

B. Konsep Tindak Pidana Dalam Hukum Islam 1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

Definisi tentang tindak pidana menurut Abdul Qadir Audah dalam bukunya yang berjudul Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami, sebagai berikut:

اما يه تاروظحملاو ,ريزعتوا دحب اهنع اللهرجز ةيعرش تاروظحم اهناب ةيملاسلاا ةعيرشا يف مئارجلا فيرعت هنع يهنم لعف نايتا . هب روم أم كرت وا

Artinya : Dalam syariat Islam, yang dimaksud dengan jarimah adalah larangan- larangan syar’i yang diancam oleh Allah dengan hukuman hudud atau takzir. Larangan- larangan ini ada kalanya berupa melakukan larangan atau meninggalkan perintah.

7

Sedangkan menurut Wahbah Al-Zuhaili, jinayah atau jarimah secara terminologis mencakup dua pengertian, pengertian secara umum dan khusus. Terminologi jinayah secara umum persis seperti definisi jinayah menurut Abdul Qadir Audah. Sedangkan terminologi jinayah secara khusus adalah setiap kejahatan secara mutlak berupa pelanggaran yang ditujukan atas nyawa atau tubuh manusia, yaitu pembunuhan, pelukaan, dan pemukulan.

8

6 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), h. 27

7Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I fil-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al-Wad’I, (Beirut: Al-Resalah, 1998), Juz I, h. 66

8Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr Al-Ma’ashir, 1997) cet Ke-4, Jilid 7, h. 5611

(23)

Menurut Imam Al-Nawardi jarimah adalah segala larangan syarah (melakukan hal- hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau takzir.

9

Suatu perbuatan dikatakan jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat, baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan atau aturan masyarakat, nama baik, perasaan atau hal-hal yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya. Artinya, jarimah adalah dampak dari pelaku yang menyebabkan sesuatu pada pihak lain baik berbentuk materil (jasad, nyawa, atau harta benda) maupun non materil atau gabungan non fisik seperti ketenangan, ketentraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya.

10

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

Unsur-unsur tindak pidana atau jarimah dalam hukum Islam dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu

11

:

a) Al-rukn al-syar’i atau unsur formil ialah unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada undang-undang yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana.

b) Al-rukn al-madi atau unsur bersifat meteril ialah unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan tindak pidana atau jarimah, baik yang bersifat positif (aktif dalam melakukan sesuatu) maupun yang bersifat negatif (pasif dalam melakukan sesuatu).

Al-rukn al-adabi atau unsur moril ialah unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak di bawah umur, atau sedang berada di bawah ancaman.

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

Secara garis besar, jarimah atau tindak pidana dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya;

a. Jarimah Hudud

Jarimah Hudud merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman had. Had secara bahasa ialah pemisah antara dua hal agar tidak bercampur dengan yang lainnya, atau batasan antara satu dengan yang lain, atau juga pemisah antara dua hal

9Al- Mawardi, al Ahkam al- Sulthaniyah, (Jakarta: Darul Falah,1973), hal . 219.

10Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hal. 17

11M, Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 2-3

(24)

yang sudah mempunyai batas, misal batas tanah, batas haram dan sebagainya.

12

Menurut Abdul Aziz Amir had adalah :

13

.ىلاعت اللهاقح بجت هردقم ةبوقع هنأب دحلا Artinya : Had adalah hukuman tertentu yang merupakan hak Allah SWT.

Menurut Muhammad Abu Syuhbah, had adalah hak mutlak bagi Allah, tidak boleh ditunda tanpa alasan yang jelas, ditambah ataupun dikurangi. Penguasa hanya berhak melaksanakan sebagaimana ketentuan syara’. Sedangkan menurut Abu Syuhbah had bukan merupakan hak khalifah atau qadi dan tidak ada toleransi dalam penegakannya. Wahbah zuhaili berpendapat bahwa had adalah suatu ketentuan yang apabila dilanggar, maka pelakunya dihukum dengan hukuman yang telah ditentukan dalam Alquran, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi.

14

Jika ditinjau dari segi dominasi hak yang terdapat pada persyariatan hukuman, hudud terbagi menjadi 2 kategori, yaitu hudud yang termasuk dalam wilayah hak Allah dan hak manusia.

15

Ada perbedaan mendasar antara hak Allah dan hak manusia. Hak Allah adalah hak masyarakat luas yang dampaknya dapat dirasakan oleh banyak orang, sedangkan hak manusia adalah hak yang terkait dengan manusia sebagai individu, bukan sebagai masyarakat. Oleh sebab itu, hak Allah disebut juga haqq al-ibad (hak masyarakat luas) sedangkan hak manusia adalah haqq al-fard (hak individu).

16

Berdasarkan uraian diatas, dapat kita pahami ciri-ciri jarimah hudud adalah sebagai berikut:

a) Hukuman tersebut merupakan hak Allah, jika terdapat hak manusia disamping hak Allah, maka hak Allah lah yang lebih dominan.

b) Hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara’, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi.

Adapun yang termasuk dalam jarimah hudud adalah:

1. Jarimah perzinaan.

2. Jarimah penuduhan zina (Qadzaf) dan pencemaran nama baik.

12Reni Surya, Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum Islam, Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Volume 2 No. 2. Juli-Desember 2018, h. 531

13Abdul Aziz Amir, Al- Ta‘zir fi al-Syari‘ah al-Isamiyah, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1976), h.13

14Reni Surya, Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum Islam, Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Volume 2 No. 2. Juli-Desember 2018, h. 532

15M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), h.16

16M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 49

(25)

3. Jarimah meminum khamar (Syurb al-khamr) dan penyalahgunaan narkoba.

4. Jarimah pemberontakan (Al-baghyu).

5. Jarimah murtad (Riddah).

6. Jarimah pencurian (Sariqah).

7. Jarimah perampokan (Hirabah).

17

b. Jarimah Qisas dan Diat

Qisas adalah hukuman pembalasan yang diberlakukan kepada pelaku, sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.

18

Dalam Al-Mu’jam Al-Wasith pengertian qisas diperjelas, yakni menjatuhkan sanksi hukum kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan; nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh.

Sedangkan diat adalah uang tebusan sebagai ganti rugi akibat kasus pembunuhan dan atau penganiayaan yang mendapatkan permaafan dari keluarga korban dan wajib dibayarkan oleh pelaku kepada keluarga korban.

19

Secara garis besar jarimah qisas ini dibagi menjadi dua macam, yakni pembunuhan dan penganiayaan. Namun dari kedua macam tersebut terbagi ke dalam beberapa kategori, diantaranya:

1. Pembunuhan sengaja;

2. Pembunuhan semi sengaja;

3. Pembunuhan tersalah;

4. Penganiayaan sengaja;

5. Penganiayaan tidak sengaja.

20

c. Jarimah Takzir

Takzir adalah pengajaran yang tidak sampai pada ketentuan had syar’i seperti pengajaran terhadap seseorang yang mencaci maki pihak lain tetapi bukan tuduhan berzina.

21

Berbeda dengan qisas dan hudud, bentuk takzir tidak disebutkan secara tegas dalam Alquran dan hadist. Untuk menentukan jenis dan ukurannya menjadi wewenang hakim atau penguasa setempat. Tentu dalam memutuskan suatu jenis

17M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 48-92

18M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 31

19 Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntashir, dkk, Al-Mu’jam Al-Wasith, (Kairo: Majma’ Al-Lugoh Al-Arabiyah, 1972), h. 740

20M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 35-41

21Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntashir, dkk, Al-Mu’jam Al-Wasith, (Kairo: Majma’ Al-Lugoh Al-Arabiyah, 1972), h. 598

(26)

dan ukuran takzir ini tetap memperhatikan nash agama secara teliti, baik, dan mendalam sebab hal ini menyangkut pada kemaslahatan umum.

22

Dari definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa ciri-ciri takzir adalah :

a) Perbuatan dan hukuman tersebut tidak tercantum dalam Alquran dan hadist, namun perbuatan itu juga dapat dikategorikan sebagai jarimah.

b) Penentuan hukumannya berada di tangan hakim atau penguasa setempat.

C. Konsep Tindak Pidana Pemerkosaan 1. Pemerkosaan Menurut Hukum Positif

Kata perkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi.

23

Pada zaman dahulu tindak pidana perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri dan tidak hanya berbentuk persetubuhan, namun segala bentuk serangan yang melibatkan alat kelamin yang dilakukan dengan cara kekerasan dan pemaksaan oleh pelaku terhadap korban.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), perkosaan berasal dari kata perkosa yang berarti paksa, gagah, kuat, perkasa.

24

Memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, menggagahi, melanggar dengan kekerasan. Dengan itu menurut kamus besar bahasa Indonesia menunjukkan bahwa unsur yang melekat pada tindakan pemerkosaan adalah adanya perilaku kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual, yang dilakukan dengan jalan melanggar hukum, maksudnya tidak selalu kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual dapat dikategorikan sebagai pemerkosaan.

25

Terdapat beberapa perbedaan pendapat ahli terkait dengan pengertian perkosaan.

Menurut R. Sughandi perkosaan ialah seorag pria yang memaksa pada seorang wanita yang bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya, dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk kedalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan mani.

26

Dari pendapat ini dikatakan bahwa perkosaan tidak hanya kekerasan persetubuhan akan tetapi ada unsur

22M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 93

23Hariyanto, Dampak Sosio Psikologis Korban Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Wanita, (Jogjakarta : Pusat Studi Wanita Universitas Gajah Mada, 1997), h. 97

24Kamus Besar Bahasa Indonesia

25Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual; Advokasi Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), h. 40

26 R. Sughandi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berikut Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), h.32

(27)

lain yakni keluarnya mani, yang artinya perbuatan tersebut harus dilakukan hingga selesai, jika pelaku tidak mengeluarkan mani maka tidak dapat dikategorikan sebagai perkosaan. Sedangkan menurut Soetandyo Wignjosoebroto perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual seorang laki-laki pada seorang perempuan dengan cara melanggar hukum.

27

Menurut Arif Gosita, Perkosaan itu dirumuskan melalui beberapa bentuk perilaku sebagai berikut:

a. Korban perkosaan harus seorang wanita, tanpa batas usia (objek) sedangkan ada juga seorang laki-laki diperkosa oleh wanita.

b. Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan perlakuan pelaku.

c. Persetubuhan diluar ikatan perkawinan adalah tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap wanita tertentu. Dalam kenyataan ada pula persetubuhan dalam perkawinan yang dipaksakan dengan kekerasan, yang menimbulkan penderitaan mental dan fisik. Walaupun tindakan itu dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan oleh karena tidak dirumuskan terlebih dahulu oleh pembuat Undang-undang sebagai suatu kejahatan. Ketiga unsur yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa posisi perempuan ditempatkan sebagai obyek dari suatu kekerasan seksual atau pemerkosaan.

28

Tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam pasal 285 KUHP, berbunyi sebagai berikut; “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun”.

Berdasarkan pasal 285 KUHP diatas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan perkosaan adalah :

a. Suatu hubungan kelamin yang dilarang, dengan seorang wanita tanpa persetujuan dari wanita tersebut.

27Soetandyo Wignjosoebroto dalam Suparman Marzuki (et.al), Pelecehan Seksual, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1997), hlm. 25

28Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Persindo, 1989), h. 13-14

(28)

b. Persetubuhan yang tidah sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kemauan wanita yang bersangkutan.

c. Perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan istrinya atau tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita itu ketakutan.

Berdasarkan motif pelaku, tindak pidana perkosaan dapat digolongkan menjadi beberapa motif, diantaranya sebagai berikut

29

:

a. Seductive Rape

Perkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi, dan bersifat subjektif. Biasanya perkosaan semacam ini karena diantara keduanya sudah saling mengenal, misal : perkosaan oleh pacar, perkosaan teman.

b. Sadictive Rape

Perkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam hal ini pelaku mendapat kepuasan seksual bukan karena hubungan tubuhnya, melainkan perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban.

c. Anger Rape

Perkosaan yang dilakukan sebagai ungkapan marah pelaku. Perkosaan semacam ini biasanya disertai tindakan brutal pelaku secara fisik. Kepuasan seksual bukan tujuan utama, melainkan melampiaskan amarahnya.

d. Domination Rape

Dalam hal ini pelaku ingin menunjukkan dominasinya terhadap korban.

Kekerasan fisik bukan tujuan utama, melainkan pelaku ingin menguasai korban secara seksual, dengan demikian pelaku dapat menunjukkan bahwa ia berkuasa atas orang tertentu. Contohnya : Perkosaan pembantu oleh majikan.

e. Exploitasion Rape

Perkosaan semacam ini dapat terjadi karena ketergantungan korban terhadap pelaku, baik secara ekonomi atau sosial. Dalam hal ini pelaku tanpa

29Topo Santoso, Seksualitas dan Pidana, (Jakarta: In Hill, 1997), h. 92-93

(29)

menggunakan kekerasan fisik namun pelaku dapat memaksa keinginannya terhadap korban.

2. Pemerkosaan Menurut Hukum Islam

Perkosaan yang berarti menundukkan, memaksa, atau menggagahi dengan kekerasan atau paksaan dapat kita temui dalam bahasa arab yakni ikrah. Al-ikrah (هاركلأا) berasal dari kata هاركأ – هاركي – هاركأ yang memiliki arti paksa, memaksa, paksaan, dan membenci suatu yang keji.

30

Ikrah diartikan sebagai ajakan untuk melakukan suatu perbuatan disertai ancaman dengan benda tajam atau secara halus. Dalam perbuatan ikrah terkandung sikap ketidaksenangan dan ketidakrelaan pada diri korban dalam melakukan suatu perbuatan.

31

Menurut Sayyid Sabiq perkosaan disebut dengan al-wath bi al-ikrah yang artinya adalah hubungan badan secara paksa. Sedangkan Al-Juzairi menyebutnya dengan istilah az-zina bi al-ikrah.

32

Syarat paksaan antara lain: pelaku pemaksaan memiliki kemampuan untuk melakukannya, disertai dugaan kuat bahwa penolakan atasnya akan mengakibatkan ancaman tersebut benar-benar dilaksanakan. Ancaman ini berupa hal yang membahayakan, seperti membunuh, menghajar atau menghancurkan harta benda.

33

Perkosaan merupakan salah satu perbuatan jarimah, hal ini dikarenakan perkosaan memiliki beberapa unsur, diantaranya;

a. Pelaku yang melakukan perbuatan secara memaksa;

b. Korban terpaksa melakukan perbuatan yang dikehendaki pelaku;

c. Jika korban menolak maka akan mengakibatkan ancaman dari pelaku berupa hal-hal yang membahayakan, seperti membunuh, menghajar atau melukai;

d. Perbuatan tersebut dilarang oleh syara’.

D. Konsep Anak Dalam Hukum

1. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif

Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti keturunan yang kedua, manusia yang masih kecil.

34

Ditinjau dari segi yuridis, pengertian anak di mata hukum positif Indonesia biasa diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang di bawah umur atau keadaan di bawah umur, atau kerap juga disebut sebagai anak

30Kamus Bahasa Arab Online : www.almaany.com/id/dict/ar-id/

ها

ركأ

31Yuyun Affandi, Pemberdayaan dan Pendampingan Perempuan Korban Kekerasa Seksual Perspektif Al’Quran, (Semarang:

Walisongo Press, 2010), h.159

32M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2014), h.158

33Yuyun Affandi, Pemberdayaan dan Pendampingan Perempuan Korban Kekerasa Seksual Perspektif Al’Quran, (Semarang: Walisongo Press, 2010), h. 162

34https://kbbi.web.id/anak

(30)

yang di bawah pengawasan walinya.

35

Menurut Marlina, anak adalah manusia yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih berada di dalam kandungan dan belum menikah.

36

Batasan usia seorang anak dalam hukum positif Indonesia, antara lain:

1. Dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

37

2. Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 1 ayat (3) berbunyi “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

3. Menurut pasal 47 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, anak adalah yang belum mencapai umu 18 (delapan belas) tahun.

38

4. Dalam pasal 330 bagian kesatu Kitab Undang-undang Hukum Perdata (burgerlijk wetboek) tentang kebelumdewasaan, yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak kawin sebelumnya.

39

5. Jika dilihat dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), usia maksimal anak berbeda-beda, diantaranya;

a. Pasal 45 KUHP tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana, dan pasal 72 KUHP tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut ats pengaduan. Usia maksimal anak adalah 16 tahun.

b. Pasal 283 KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan, menawarkan, memberikan, memperlihatkan tulisan, gambar, atau benda yang melanggar kesusilaan. Usia maksimal anak adalah 16 tahun.

c. Pasal 287 KUHP tentang kejahatan kesusilaan, bersetubuh dengan waita di bawah umur. Usia anak adalah 15 tahun.

35Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, (Bandung: PT. Alumni Bandung, 2014), h.1

36Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), h.1

37UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

38 Tim Redaksi Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV Nuansa Aulia, 2013), cet.5, h.89

39 R.Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2004), h.90

(31)

6. Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2008 Pornografi pasal 1 angka 4 anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

7. Undang-undang No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

8. Dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM pasal 1 angka 5, anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

9. Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang ketenagakerjaan pasal 1 angka 20, anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.

10. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang kesejahteraan anak pasal 1 angka 2, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Dari beberapa definisi yang sudah dipaparkan diatas dapat kita ketahui bahwa anak adalah orang yang masih berada di bawah umur tertentu, belum dewasa, dan belum menikah. Batas usia anak berbeda-beda, tergantung dari sisi mana kita melihat, pidana, perlindungan anak, perdata, perkawinan atau yang lainnya. Namun dikarenakan penulis fokus dalam bidang pidana, maka disini penulis akan menggunakan definisi anak menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 1 ayat (3) berbunyi “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.”

2. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam, seseorang dikategorikan sebagai anak bukan didasarkan

pada usianya. Dalam ketentuan fiqh jinayah hanya mengenal perbedaan masa anak-

anak dan masa baligh. Baligh yakni telah mencapai umur seseorang yang sudah dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya, atau disebut juga mukallaf. Menurut Imam

Abu Hanifah tanda baligh seorang laki-laki ditandai dengan mimpi dan keluarnya mani,

sedangkan perempuan ditandai dengan haid, namun jika tidak ada tanda-tanda bagi

keduanya maka ditandai dengan tahun yaitu 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi

(32)

perempuan. Menurut Imam Malik, baligh ditandai dengan keluarnya mani secara mutlak dalam kondisi menghayal atau sedang tidur, atau ditandai dengan tumbuhnya rambut di beberapa anggota tubuh. Menurut Imam Syafi’i bahwa batasan balig adalah 15 tahun bagi laki-laki dan 9 tahun bagi perempuan. Menurut Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal, bagi laki-laki ditandai dengan mimpi atau umur 15 tahun, sedangkan bagi perempuan ditandai dengan haid.

40

Menurut pandangan hukum Islam, seseorang yang memasuki usia baligh merupakan ukuran yang digunakan untuk menentukan umur awal kewajiban menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari seperti sholat, puasa, dan lain sebagainya.

41

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai anak apabali dia belum mencapai usia baligh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendapat Imam Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam menentukan usia baligh, yakni 15 (lima belas) tahun.

E. Pemidanaan Terhadap Anak

Pada dasarnya seorang anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa.

Kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadangkala sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak berarti sanksi yang diberikan juga sama. Anak tetaplah anak, yang tentu saja masih mengalami proses perkembangan fisik, psikis, dan sosial menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki oleh orang dewasa. Konsekuensinya, reaksi terhadap anak tidak sama dengan reaksi yang diberikan orang dewasa, yang lebih mengarah kepada punitif.

42

Seperti halnya yang terdapat dalam Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 4 berbunyi bahwa Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak

43

:

a. mendapat pengurangan masa pidana;

b. memperoleh asimilasi;

c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga;

d. memperoleh pembebasan bersyarat;

e. memperoleh cuti menjelang bebas;

40Abd al-Rahman Al-Jaziri, Kitab al-fiqh Ala Madzahib Al-Arba’ah, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2003), h.313-314

41Marsaid, Perlindungan Hukum Pidana Anak Dalam Perspektif Hukum Islam: Maqashid as-Syariah, (Palembang:

Noerfikri Offset, 2015), cet-II, h.59-60

42Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), h.75

43 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 77 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN - NET PAJAK PENGHASILAN TERKAIT 0. 78 TOTAL LABA

6) Kebijakan Perlindungan Simpanan. Para penyimpan dan para deposan pada lembaga keuangan perbankan mendapat perlindungan dari Bank Indonesia yang mendorong

Maksud dari praktikum kimia dasar adalah menunjang teori yang telah didapatkan atau sedang diberikan oleh dosen pada saat kuliah.Tujuan umum penulisan Laporan Akhir Praktikum

Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Tentang Materi Pengukuran Sudut1. Universitas Pendidikan Indonesia |

Protein antigen yang bersifat antigenik ditandai de- ngan kemampuannya dalam menstimulasi tanggap-kebal dalam tubuh inang. Pada kenyataanya tidak semua kom- ponen protein

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

[r]