• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)"

Copied!
342
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)

“Mengnyinergikan Pembangunan Dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses

Pembangunan”

Banda Aceh, Selasa 10 September 2018 di Aula BAPPEDA Aceh

Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LKPPL)

2018

(3)

Cover

Penanggung Jawab

Ketua Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LLPPL) Ketua Program Studi Teknik Pertanian Unsyiah

Pimpinan Pertamina EP Asset I Field Rantau

Pelaksana Kegiatan

Ketua Panitia : Diswandi Nurba, S.TP., M.Si Sekretaris : Mustaqimah, S.TP., M.Sc Bendahara : Dr. Devianti, S.TP., MP

Reviewer & Editor : Dr. Muhammad Yasar, S.TP., M.Sc Diswandi Nurba, S.TP., M.Si Mustaqimah, S.TP., M.Sc Raida Agustina, S.TP., M.Sc Cover & Layout : Tomi Mukhtar, S.TP

ISBN : 978-602-52982-0-2

Cetakan : Pertama, September 2018

Bel Penerbit

Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LKPPL) Prodi. Teknik Pertanian, Unsyiah

Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 3 Darussalam, Banda Aceh, 23111 CP: 08126941857; 082164846042 Email: lkppl.office@gmail.com

(4)

i

KATA PENGANTAR

Kearifan lokal (local wisdom) dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan adat, pandangan hidup atau cara hidup yang terbentuk dari kristalisasi kebiasaan baik dan bernilai luhur bagi kemaslahatan masyarakat di suatu tempat yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi baik melalui tradisi lisan (seperti: pepatah, peribahasa, ungkapan, cerita rakyat, dan lain-lain) maupun tradisi tulisan (seperti: manuskrip dan etnografi).

Kearifan lokal di suatu daerah terkadang tidak hanya menjadi kebijakan di daerah tersebut saja tetapi juga di adopsi oleh daerah lain sehingga menjadi kearifan lintas daerah, suku bangsa bahkan nasional. Bagi masyarakat Aceh, kearifan lokal mencakup segala aspek kehidupan mulai dari aspek budaya, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan, ibadah, muamalah, pendidikan, konservasi alam, lingkungan dan lainnya. Kearifan lokal tersebut harus dipelihara, dilestarikan dan diterapkan sebagai norma kehidupan.

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, kearifan lokal menjadi hal penting dari segi aspek sosial dan budaya. Untuk itu, kearifan masa lalu perlu digali untuk kepentingan pembangunan di masa kini dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu, kegiatan Seminar Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal (Local Wisdom) yang mengambil tema “Mengnyinergikan Pembangunan Dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembangunan” ini menjadi strategis karena dipandang mampu menggali dan menghimpun konsep pembangunan berbasis kultural secara komprehensif.

Kegiatan Seminar Nasional ini terselenggara atas kerjasama Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian, dan Lingkungan (LKPPL), Pertamina EP Asset I Field Rantau, Program Studi Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Politeknik Aceh Selatan (POLTAS), Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (Masika-ICMI) Orwil Aceh, dan Ikatan Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (IKA UKM) Chapter Aceh.

(5)

ii

Terimakasih tak terhingga disampaikan kepada seluruh Keynote Speaker, Invited Speaker, Presenter, dan Participant atas sumbangsih pemikiran dan tulisan yang telah memperkaya dan mempertajam jalan diskusi sehingga melahirkan rumusan konseptual berkaitan dengan aktifitas pembangunan berbasis kearifan lokal ini. Demikian juga kepada seluruh peserta yang berasal dari lintas sektor, semoga kegiatan ini mampu menginspirasi, memotivasi, dan memberi manfaat yang luas terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan masyarakat secara keseluruhan.

Banda Aceh, 10 September 2018 Tim Editor

Diswandi Nurba, S.TP., M.Si Mustaqimah, S.TP., M.Sc

Dr. Muhammad Yasar, S.TP., M.Sc Raida Agustina, S.TP., M.Sc

(6)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii INOVASI PROGRAM CSR BERBASIS KEARIFAN LOKAL,

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIA TUMBUH JAMUR MERANG DI KELOMPOK

BUDIDAYA JAMUR ORGANIK SERUMPUN ... 1 PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL

WISDOM) ... 14 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS SUMBER DAYA

DAN KEARIFAN LOKAL ... 20 PEREMPUAN PURUN SERASI PENERAPAN PROGRAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KEBUDAYAAN

LOKAL DAERAH ... 24 TAPEUGOT AKHLAK LEUBEH JROH DARIPADA GEUDONG

MEUTINGKAT ... 32 PARIWISATA PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT SEBUAH STUDI ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS)

TERHADAP POSTINGAN INSTAGRAM (GENPI) ACEH ... 40 BERJUANG DEMI SETETES AIR PEMBELAJARAN DARI UPAYA

PERLINDUNGAN SUMBER AIR BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI

KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH ... 52 PERAN SPESIES KUNCI BUDAYA (SKB) TERHADAP

PELESTARIAN HUTAN DAN PEMBANGUNAN EKOWISATA

DATARAN TINGGI GAYO, PROVINSI ACEH ... 61 MEKANISME PENENTUAN WILAYAHKELOLA HUKOM ADAT

LAOT LHOK LAMTEUNGOH KABUPATEN ACEH BESAR ... 70 UPAYA PENGHIJAUAN PANTAI DAN LINGKUNGAN HIDUP

DESA PADANG SEURAHET KABUPATEN ACEH BARAT ... 84 PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN MELALUI

PROGRAM KULIAH KERJA NYATA PEMBELAJARAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KKN-PPM) DI DAERAH

(7)

iv

PESISIR PANTAI GAMPONG LAYEUN KECAMATAN LEUPUNG

ACEH BESAR ... 90 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMBUATAN

PESTISIDA NABATI DI GAMPONG SEUREUMO KABUPATEN

ACEH BESAR ... 99 PERSEPSI MASYARAKAT DESA TERHADAP KKN TEMATIK

MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MELINJO DALAM PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN EKONOMI

MASYARAKAT KECAMATAN ULIM PIDIE JAYA ... 111 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MELALUI PENERAPAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KERUPUK TIRAM ... 123 PEMBUATAN SELAI BOH LIMENG (AVERRHOA BILIMBI) ... 133 PENGELOLAAN LAHAN PANGAN LESTARI TERINTEGRASI

SECARA VERTIKAL DAN RAMAH LINGKUNGAN DI GAMPOENG LAMPISANG KECAMATAN SUKAMAKMUR

KABUPATEN ACEH BESAR ... 138 PROSPEK DAN POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN ITIK

LOKAL DI PROVINSI ACEH ... 143 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN

BUDIDAYA IKAN LELE SISTEM BIOFLOK DI DESA

BLANGKUALA MEUKEK ACEH SELATAN ... 153 POTENSI TANAMAN PISANG SEBAGAI KOMODITAS

UNGGULAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI LOKAL DI

KABUPATEN ACEH BARAT DAYA ... 166 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN, ORIENTASI

PASAR, DAN STRATEGI BERSAING TERHADAP KINERJA

PEMASARAN UMKM ROTI SELAI SAMAHANI ACEH BESAR ... 176 UJI KINERJA ALAT PENGERING ENERGI SURYA UNTUK

PENGERINGAN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI)

DENGAN PENAMBAHAN KINCIR ANGIN SAVONIUS ... 187 UPAYA PERAWATAN WAJAH DARI JERAWAT MENGGUNAKAN

AMPAS KOPI DAN DAUN GELINGGANG PADA REMAJA SMA

NEGERI 2 BANDA ACEH ... 201 PENGOLAHAN BATU MARMAR MENJADI UBIN DI WORKSHOP

POLITEKNIK ACEH SELATAN ... 208

(8)

v

PENERAPAN METODE KOREKSI PEAK NORMALIZATION PADA APLIKASI LASER PHOTO-ACCOUSTIC SPECTROSCOPY (LPAS) UNTUK PREDIKSI KUALITAS AIR DI TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR GAMPONG JAWA KOTA BANDA ACEH ... 223 PEMBANGUNAN KARAKTER BERKEARIFAN LOKAL ACEH

SEJAK USIA DINI (KAJIAN SATRA LISAN DODA IDI) ... 236 KAJIAN KETEBALAN TUMPUKAN KELAPA KUKUR TERHADAP

PRODUKSI MINYAK SIMPLAH ... 246 PENGUJIAN MESIN PENCACAH TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT TIPE REEL SILINDER DENGAN PENAMBAHAN ROLL

PENGEPRES ... 258 PENGARUH LAJU AERASI DAN LAMA FERMENTASI BIJI

KAKAO MENGGUNAKAN PACKED BED REACTOR TERHADAP

KADAR AIR DAN DERAJAT FERMENTASI BIJI KAKAO ... 266 KAJIAN PROSES FERMENTASI PADA PROSES PENGOLAHAN

PLIEK-U ... 276 SIFAT ELEKTRO-OPTIK BUBUK KUNYIT BERBASIS NEAR

INFRARED SPECTROSCOPY UNTUK PREDIKSI KURKUMINOID ... 285 BUDIDAYA CACING TANAH (Lumbricus Rubellus) SEBAGAI

ALTERNATAIF KEWIRAUSAHAAN MUDA PERTANIAN ... 295 POTENSI IKAN ASIN PATEK SEBAGAI PRODUK UNGGULAN

DAERAH ... 308 PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU DENGAN TRAKTOR RODA

DUA TERHADAP KWALITAS DAN PERTUMBUHAN TUNAS ... 316 POTENSI PENGEMBANGAN DAN BUDIDAYA IKAN KUWE DI

ACEH ... 326 LAMPIRAN ... 335

(9)

1

INOVASI PROGRAM CSR BERBASIS KEARIFAN LOKAL, TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIA TUMBUH JAMUR MERANG DI KELOMPOK BUDIDAYA JAMUR

ORGANIK SERUMPUN

Tim Corporate Social Responsibility (CSR) – Legal and Relation Departement(1)(2) PT Pertamina EP Asset 1 Rantau Field

Dedi Zikrian S. (Corporate Social Responsibility Staff)1 Popy Farida A.W. (Community Development Officer)2

E-mail: dedi.zikrian@pertamina.com ABSTRAK

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 terdapat 87 perusahaan kelapa sawit yang berada di Provinsi Aceh dimana 25 diantaranya mempunyai ijin Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Aceh Tamiang. Luas Kabupaten Aceh Tamiang adalah 1.957,02 Km2, dimana 80% wilayahnya merupakan perkebunan kelapa sawit. Setiap panen kelapa sawit segar akan menghasilkan sekitar 80% buah kelapa sawit segar dan 20% limbah berupa tandan kosong. Artinya, dalam setiap satu ton panen sawit akan menghasilkan limbah beruapa 200 kg tandan kosong.

Selama ini pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh perkebunan kelapa sawit masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun karena adanya beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sampai 6 – 12 bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Maka cara-cara tersebut kurang diminati oleh PKS. Kampung Sukaramai Satu berada di lingkungan perkebunan kelapa sawit dengan luas kebun 90 Ha di sekitar area perkampungan. Selain perkebunan sawit, Kampung Suka Ramai satu juga merupakan wilayah penghasil padi dengan luas sawah 160 Ha.

Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami sebagai media tumbuh jamur merang merupakan penemuan kelompok dari hasil mengamati peristiwa alam. Bisa juga disebut sebagai kearifan lokal masyarakat yang kemudian dikembangkan menjadi inovasi pada proses budidaya jamur. Hal ini menjadi keuntungan bagi kelompok karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk media tumbuh jamur. Kemampuan kelompok dalam melihat potensi yang ada di sekitar tentu saja merupakan nilai positif dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Selain keuntungan dari segi ekonomi, pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan jerami tentu saja juga berhasil menyelamatkan pencemaran udara karena mengurangi produksi gas rumah kaca dari proses pembakaran tandan kosong kelapa sawit atau pun jerami. Hal ini menjadi nilai tambah yang sangat berpengaruh dalam penyelamatan lingkungan. Selain itu, dengan kemampuan kelompok dalam mengolah tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai media tumbuh tanpa menggunakan mesin pencacah juga menjadi nilai positif. Penggunaan mesin diesel tentu juga akan meningkatkan produksi gas rumah kaca, sehingga proses pengomposan yang baik dinilai menjadi kunci dalam mengolah limbah menjadi media tumbuh tanpa proses pencacahan.

Kata Kunci : Corporate Social Responsibility, Inovasi, Jamur Merang, TKKS, Jerami, Kearifan Lokal

(10)

2 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di Dunia dengan jumlah produksinya mencapai 35 ton pada tahun 20171. Awal mula kelapa sawit masuk ke Indonesia didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Saat ini penyebaran perkebunan kelapa sawit meliputi daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga saat ini banyak hutan dan perkebunan lama yang kemudian dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 terdapat 87 perusahaan kelapa sawit yang berada di Provinsi Aceh dimana 25 diantaranya mempunyai ijin Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Aceh Tamiang. Luas Kabupaten Aceh Tamiang adalah 1.957,02 Km2, dimana 80% wilayahnya merupakan perkebunan kelapa sawit. Banyaknya lahan kelapa sawit yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang berbanding lurus dengan persoalan lingkungan yang ditimbulkan. Persoalan lingkungan ini berasal dari hasil produksi kepala sawit terutama limbah tandan kosong, dimana setiap panen kelapa sawit segar akan menghasilkan sekitar 80% buah kelapa sawit segar dan 20% limbah berupa tandan kosong. Artinya, dalam setiap satu ton panen sawit akan menghasilkan limbah beruapa 200 kg tandan kosong. BPS Kabupaten Aceh Tamiang mencatat pada tahun 2015 produksi kepala sawit mencapai 194,512.50 ton setiap tahunnya, maka produksi limbah tandan kosong sendiri dapat diperkirakan sebanyak 38,902.5 ton pada tahun tersebut.

Selama ini pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh perkebunan kelapa sawit masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun

1 Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017 Kelapa Sawit. Hal 3

(11)

3

karena adanya beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sampai 6 – 12 bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Maka cara – cara tersebut kurang diminati oleh PKS.

Bahaya dari pembakaran sampah organik tidak hanya ditimbulkan dari pembakaran tandan kosong saja, termasuk di dalamnya juga pembakaran pada jerami padi. Dengan luas lahan pertanian 30.277 Ha di wilayah Aceh Tamiang.

Pemanfaatan jerami masih terbatas pada pengunaan untuk pakan ternak, bagi masyarakat yang tidak memiliki ternak biasanya jerami akan dijual atau dibakar.

Permasalahannya adalah apabila jerami dibakar maka ini akan menambah jumlah emisi karbon di udara.

Salah satu program CSR PT Pertamina EP Rantau Field adalah program Budidaya Jamur Organik. Pertamina EP Rantau Field berupaya melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kampung Sukaramai Satu dengan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam program tersebut. Dalam pelaksanaan program, kelompok berusaha memanfaatkan banyaknya limbah dari perkebunan kelapa sawit dan sawah menjadi inovasi dalam penggunaan media tanam jamur merang. Selain jumlah yang melimpah juga karena kandungan selulosa tandan kelapa sawit yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% (Aryafatta, 2008). Selulosa merupakan kandungan yang sangat dibutuhkan dalam budidaya jamur, dengan tujuan efisiensi dan penyelamatan lingkungan, kelompok berusaha mengembangkan inovasi media tumbuh jamur merang dengan memanfaatkan limbah tandan kosong sawit dan jerami yang melimpah di Kampung Sukaramai Satu, Kecamatan Seruway, kabupaten Aceh Tamiang.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya

Banyak penelitian yang menggunakan tema tandan kosong sawit sebagai tema besar dalam penelitian. Meskipun ada perbedaan fokus dalam penelitian sebelumnya, banyak yang membahas mengenai tandan kosong sawit sebagai pupuk organik seperti pada penelitian Happy Widiastuti dan Tri Panji (2007) yang membahas mengenai limbah tandan kosong kelapa sawit sisa jamur merang sebagai pupuk organik pada pembibitan kelapa sawit. Penelitian ini juga senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ichsan, C.N, dkk (2011) membahas menegenai

(12)

4

Karakteristik Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Merang (Volvariella volvacea L) pada Media Tanam Dan Konsentrasi Pupuk Biogreen yang Berbeda. Fokus pada penelitian ini adalah bagaimana masyarakat dengan kearifan lokalnya mampu memanfaatkan limbah yang ada di sekitar sebagai media tumbuh jamur.

TINJAUAN PUSTAKA

Melalui bukunya berjudul "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Rensposibility)", Suharto menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetap juga untuk pembangunan sosial ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan, CSR adalah bagian dari policy perusahaan yang dijalankan secara profesional dan melembaga (Suharto, 2009).

Sebagai perusahaan yang berkomitmen dalam bidang CSR, PT Pertamina EP Rantau Field berusaha mendorong masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan melalui kegiatan pengembangan kapasitas yang disediakan oleh perusahaan.

Program CSR yang dijalankan oleh PT Pertamina EP Rantau Field salah satunya adalah yang akan dibahas dalam jurnal ini yaitu program Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Budidaya Jamur di Kampung Sukaramai Satu, Aceh Tamiang.

Menurut UU No. 19 Tahun 2002, pengertian inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan atau pun perekayasaan yang dilakukan dengan tujuan melakukan pengembangan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau pun cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah ada ke dalam produk atau pun proses produksinya.

Dalam konteks budidaya jamur di Kelompok Jamur Organik Serumpun, inovasi dilakukan untuk mengembangkan proses produksi jamur dengan tujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penyelamatan lingkungan dan peningkatan hasil produksi. Inovasi yang dilakukan di Kelompok Jamur Organik Serumpun berupaya mengembangkan konsep kearifan lokal dari masyarakat setempat.

Phongphit dan Nantasuwan, menyatakan kearifan lokal sebagai pengetahuan yang berdasarkan pengalaman masyarakat turun-temurun

(13)

5

antargenerasi. Pengetahuan ini menjadi aturan bagi kegiatan sehari-hari masyarakat ketika berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat lain dan lingkungan sekitar (Kongprasertamorn, 2016). Maka dari itu, yang dimaksud inovasi berbasis kearifan lokal adalah suatu inovasi yang ditemukan berdasarkan pengalaman masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Inovasi tandan kosong sawit dengan jerami sebagai media tumbuh jamur merang merupakan inovasi yang berkembang dari masyarakat sendiri karena adanya pengetahuan masyarakat berdasarkan dari pengalaman sehari-hari.

PEMBAHASAN

A. Inovasi Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami sebagai Media Tumbuh Jamur Merang

Kampung Sukaramai Satu berada di lingkungan perkebunan kelapa sawit dengan luas kebun 90 Ha di sekitar area perkampungan. Selain perkebunan sawit, Kampung Sukaramai Satu juga merupakan wilayah penghasil padi dengan luas sawah 160 Ha. Masyarakat hidup berdampingan dengan alam, sudah menjadi kewajiban apabila masyarakat hidup dengan rasa tanggung jawab pada alam dan lingkungan, tim CSR PT Pertamina EP Rantau Field bersama Kelompok Jamur Organik Serumpun menawarkan pengembangan inovasi dengan memanfaatkan limbah tandan kosong dan jerami.

Penemuan ini merupakan hasil percobaan dari masyarakat sendiri yang selalu mengamati perubahan alam di sekitar mereka. Banyaknya tumpukan tandan kosong kelapa sawit di area perkampungan memberikan pengetahuan bagi masyarakat, bahwa tandan kosong kelapa sawit yang sudah terkena hujan berkali kali dan lembab akan ditumbuhi beberapa jenis jamur ditasnya, salah satunya adalah jenis jamur merang. Sebelumnya Kelompok Jamur Organik Serumpun berhasil memanfaatkan limbah tandan kosong sebagai media tumbuh jamur merang, saat ini kelompok berupaya menambahkan jerami pada tandan kosong sebagai media tumbuh jamur merang. Hal tersebut diperkirakan akan lebih menguntungkan karena kandungan kedua limbah tersebut yang dinilai masyarakat bagus untuk tumbuh kembang jamur.

(14)

6

Kondisi wilayah di Aceh Tamiang yang di dominasi oleh perkebunan sawit menyebabkan perbedaan proses produksi jamur merang. Merang yang identik dengan media tumbuh berupa jerami dan kapas, namun tidak dengan jamur merang di Kelompok Jamur Organik Serumpun. Mempertimbangkan susahnya mendapatkan jerami setiap saat karena siklus pertanian di Kabupaten Aceh Tamiang sangat langka dikarenakan sawah yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang adalah sawah tadah hujan, maka tim CSR PT Pertamina EP Rantau Field bersama Kelompok Jamur Organik Serumpun mencoba untuk mengembangkan potensi yang ada di sekitar kelompok.

Selanjutnya Kelompok Jamur Organik Serumpun mencoba untuk mengembangkan tandan kosong untuk dijadikan campuran media tumbuh jamur merang. Nantinya media tumbuh jamur merang akan berupa tandan kosong dicampur dengan jerami di bagian atasnya. Secara kimiawi limbah jerami dan tandan kosong sawit mengandung bahanorganik dan hara mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur. Meski demikian dalam budidaya jamur merang tetap diperlukan pupuk atau hormon (Sediaoetama, 2004). Dalam penelitian ini akan menggunakan dedak sebagai tambahan dalam proses pengomposan. Adanya inovasi media tanam yang tepat diharapkan dapat memaksimalkan hasil produksi jamur merang. Kelebihan dari inovasi ini adalah kelompok tidak menggunakan mesin pencacah sama sekali selama proses persiapan media tanam. Hal ini tentu menjadi kelebihan pada inovasi ini karena kelompok berhasil mengurangi penggunaan mesin diesel dalam proses produksi jamur merang.

Komposisi tandan kosong sawit dan jerami yang digunakan adalah 2:1 atau dalam 500 kg tandan kosong yang digunakan ditambahkan 250 kg jerami padi dengan ketebalan jerami sekitar 10 cm. Keduanya akan melewati proses pengomposan dengan dicampurkan dedak dan dolomit. Berikut adalah proses pengolahan tandan kosong dan jerami hingga siap di sebarkan bibit.

Berikut merupakan alur pada Proses Produksi Jamur Merang menggunakan Media Tanam Tandan Kosong KelapaSawit dan Jerami :

(15)

7 Perendaman jangkos dan jerami

Proses ini merupakan proses pertama, termasuk di dalamnya adalah proses pengomposan dengan mencampurkan dedak 50 kg dan dolomit sebanyak 25 kg.

Selama proses pengomposan tangkos dan jerami akan mengalami proses balik katul, balik kosong yang mana keseluruhan proses pada tahap ini memerlukan waktu 8 hari.

Sterilisasi di Tunel

Sterilisasi dilakukan dengan cara penguapan pada media tanam yang telah selesai melalui proses pengomposan di dalam tunel khusus yang telah disediakan dan memerlukan waktu 2 hari.

Penyusunan Media Tanam di Rak

Setelah media tanam melalui proses strerilisasi kemudian media siap ditata di dalam rak rangka baja yang ada di dalam kumbung. (pola penyusunan media di rak)

Penaburan Benih Jamur Merang

Media tanam yang sudah ditata di rak di dalam kumbung akan mulai ditaburkan benih jamur merang secara merata. Setelah selesai menaburkan bibit di media tanam maka kumbung akan ditutup selama empat hari untuk proses inkubasi bibit.

Pembuangan Amoniak dan Pengabutan

Pada hari ke lima, kumbung dibuka untuk membuang amoniak di dalam kumbung, setelah itu terus lakukan pengabutan untuk mendapatkan kelembapan di dalam kumbung jamur hingga masa panen.

Panen

Panen jamur merang sekitar 8-10 hari dari proses penanaman benih atau kurang lebih sekitar 3 hari dari awal proses pengabutan. Waktu panen dapat berbeda-beda tergantung dari seberapa maksimal misillium tumbuh.

(16)

8

Sumber : Kelompok Budidaya Jamur Organik Serumpun

Gambar 1. Alur Proses Produksi Jamur Merang di Kelompok Budidaya Jamur Organik Serumpun

B. Tandan Kosong kelapa Sawit dan Jerami yang Berhasil Dimanfaatkan Terbakarnya hutan secara terbuka menyebabkan sejumlah besar polutan mencemari atmosfer yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan iklim dan kondisi kimia atmosfer di daerah topis (Crutzen & Andreae, 1990; D.G.

Streets, 2003). Indonesia merupakan kontributor emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia (IPCC, 2006). Selain kebakaran hutan yang selalu menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca setiap tahunnya, pembakaran sampah an- organik maupun sampah organik juga menjadi pemeran penting dalam pencemaran udara di Indonesia. Besarnya lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi salah satu penyumbang pencemaran udara apabila tidak ada pengelolaan tandan kosong kelapa sawit yang tepat guna. Dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit saja dapat menyumbangkan emisi karbon di udara yang cukup besar. Maka dari itu pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai median tumbuh jamur merang merupakan pilihan yang paling tepat untuk menghindari proses pembakaran.

(17)

9

Dalam kurun waktu produksi jamur merang selama satu tahun ini dimulai dari produksi jamur merang pertama yaitu bulan Juni 2017, Kelompok Jamur Organik Serumpun telah memanfaatkan sebanyak 30 ton tandan kosong sawit.

Pengiriman tandan kosong sawit dilakukan setiap dua bulan sekali sebanyak 5 ton satu kali pengantaran yang bisa digunakan selama dua bulan. Hal ini mengartikan dalam satu tahun produksi Perkebunan Kelapa Sawit menghasilkan tandan kosong kelapa sawit sebesar 50,4 ton/bulan, Kelompok Jamur Organik Serumpun telah memanfaatkan sebanyak 30 ton dalam kurun waktu setahun.

Sedangkan untuk menghitung berapa ton jumlah jerami padi pada 1 hektar padi sawah memang perlu data yang akurat. Berdasarkan perhitungan dari berbagai sumber, berat jerami padi adalah 1,4 kali dari hasil panen GKG (Kim and Dale, 2004). Perhitungan jumlah jerami yang dihasilkan sawah di wilayah Kampung Sukaramai satu yaitu, 1,4 dikalikan 1.033 ton/ 160ha area sawah sehingga menghasilkan angka 1.446 ton jerami padi dalam satu kali periode panen. Jumlah jerami padi yang sudah dimanfaatkan hingga saat ini sebanyak 15 ton atau setengah dari jumlah tandan kosong kelapa sawit.

Selama menggunakan tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai media tumbuh jamur merang, kelompok lebih diuntungkan dengan pola tumbuh jamur merang yang lebih rapat dibandingkan sebelumnya saat menggunakan tandan kosong kelapa sawit saja. Hal ini menjadi keuntungan finansial bagi kelompok budidaya jamur organik serumpun.

PENUTUP 1. Kesimpulan

Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami sebagai media tumbuh jamur merang merupakan penemuan kelompok dari hasil mengamati peristiwa alam. Bisa juga disebut sebagai kearifan lokal masyarakat yang kemudian dikembangkan menjadi inovasi pada proses budidaya jamur. Hal ini menjadi keuntungan bagi kelompok karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk media tumbuh jamur. Kemampuan kelompok dalam melihat potensi yang ada di sekitar tentu saja merupakan nilai positif dalam proses pemberdayaan masyarakat.

(18)

10

Selain keuntungan dari segi ekonomi, pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan jerami tentu saja juga berhasil menyelamatkan pencemaran udara karena mengurangi produksi gas rumah kaca dari proses pembakaran tandan kosong kelapa sawit atau pun jerami. Hal ini menjadi nilai tambah yang sangat berpengaruh dalam penyelamatan lingkungan. Selain itu, dengan kemampuan kelompok dalam mengolah tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai media tumbuh tanpa menggunakan mesin pencacah juga menjadi nilai positif. Penggunaan mesin diesel tentu juga akan meningkatkan produksi gas rumah kaca, sehingga proses pengomposan yang baik dinilai menjadi kunci dalam mengolah limbah menjadi media tumbuh tanpa proses pencacahan.

Kearifan lokal yang ada di masyarakat apabila mendapat perhatian dari stakeholder setempat seperti yang dilakukan oleh PT Pertamina EP Rantau Field tentu akan menjadi inovasi yang luar biasa. Kemampuan Kelompok Budidaya Jamur Organik Serumpun dalam melihat potensi yang ada juga merupakan kunci berkembangnya sebuah kelompok. CSR PT Pertamina EP Rantau Field akan terus berkomitmen untuk mengembangkan potensi-potensi pemberdayaan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar serta mendorong terciptanya inovasi-inovasi yang ramah lingkungan. Semoga kedepannya semakin banyak pihak yang terinsipari untuk turut terlibat dalam melakukan hal-hal yang berdampak positif bagi lingkungan.

2. Saran

Dalam pengembangan inovasi berbasis kearifan lokal tentunya akan banyak membutuhkan peran dari pihak lain untuk mendampingi selama masa percobaan.

Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa inovasi yang dilakukan bisa berjalan dengan baik. Pengetahuan masyarakat umum dalam mengembangkan inovasi masih sangat terbatas pada pengetahuan yang mereka ketahui dari kegiatan sehari- hari dan masih membutuhkan pihak lain untuk mengecek kevalidannya. Oleh sebab itu adanya perusahan atau stakeholder lainnya yang ada di lingkungan sekitar memiliki peranan yang sangat penting sebagai pihak yang membantu mencari keabsahan dari inovasi tersebut. Tujuannya adalah agar inovasi yang sudah berhasil ditemukan oleh masyarakat dapat berkembang dan diakui oleh masyarakat umum.

(19)

11

Disinilah fungsi dari adanya pihak terkait yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Masayrakat dan stakeholder adalah sebuah mitra yang mana tentunya sudah sepantasnya apabila keduanya saling bekerja sama untuk kepentingan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, D. 2005. Budidaya Jamur Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

BPS. 2015. Data BPS Pertanian Kabupaten Aceh Tamiang.

Crutzen, Paul J., and Andreae, Meinrat O. 1990. Biomass Burning in the Tropics:

Impact on Atmospheric Chemistry and Biogeochemical Cycles. Science, 250.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017 Kelapa Sawit. Jakarta.

IPCC. 2006. IPCC Guidelines for national greenhouse gas inventories. 4.

Kim, S. and Dale, B. E. 2004. Global potential bioethanol production from wasted crops and crop residues. Biomass and Bioenergy.

Konservasi Mangrove dan Kesejahteraan Masyarakat/Robert Siburian, John Haba (ed.). 2016. Kata Pengantar: Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M. S.; ed 1. cet. 1.

Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sediaoetama, A.D. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Jakarta.

PT Dian Rakyat.

Suharto, E. 2009. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung. Alfabeta.

Sutaryo, D. 2009. Perhitungan Biomassa : Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.

(20)

12 LAMPIRAN

Foto 1. Perendaman Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami untuk Proses Pengomposan

Foto 2. Tunel – Digunakan untuk penguapan Tandan Kosong dan Jerami yang sudah di kompos, sebelum dimasukan ke dalam kumbung

(21)

13

Foto 3. Gambar benih yang sudah ditabur setelah misilium telah menyebar dan telah muncul jamur merang dalam ukuran kecil

Foto 4. Jamur merang yang telah berkembang dan mendekati masa panen

(22)

14

PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) Muhammad Yasar

Direktur Politeknik Aceh Selatan, Ketua Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LKPPL), Dosen Teknik Pertanian

Universitas Syiah Kuala E-mail: yasar.unsyiah@gmail.com

ABSTRAK

Pembangunan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah konsep pembangunan yang mampu menggali, menguji, menyosialisasi dan mengkulturasi tata nilai luhur, bersifat bijaksana, penuh kearifan, dan bernilai baik dengan memperluas aplikasi modal sosial (social capital) dan modal budaya (culture capital) yang menjadi bahagian dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai sumber daya yang dapat ditransformasikan menjadi nilai tambah dalam pembangunan bangsa yang berkarakter.

Konsep pembangunan seperti ini perlu dipelihara, diperkuat, dan dilestarikan untuk mencapai tujuan pembangunan yang sesungguhnya yaitu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi, penguatan sosial, budaya dan kelembagaan, serta pelestarian lingkungan hidup untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Kata kunci: kearifan lokal, pemberdayaan ekonomi, kelembagaan.

PENDAHULUAN

Kearifan lokal (local wisdom) secara umum dapat diartikan sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Ia dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognitif) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai

‘kearifan/ kebijaksanaan’ (Sumada, 2017).

Di Indonesia, kearifan lokal merupakan warisan budaya yang terbentuk sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Proses-proses terbentuknya kearifan lokal sangat bergantung kepada potensi sumberdaya alam dan lingkungan serta dipengaruhi oleh pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat setempat terhadap alam dan lingkungannya (Suyahman , 2017). Ia menjadi suatu kebijakan adat, pandangan hidup atau cara hidup yang terbentuk dari kristalisasi kebiasaan baik dan

(23)

15

bernilai luhur bagi kemaslahatan masyarakat di suatu tempat yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi baik melalui tradisi lisan (seperti:

pepatah, peribahasa, ungkapan, cerita rakyat, dan lain-lain) maupun tradisi tulisan (seperti: manuskrip dan etnografi).

Kearifan lokal di suatu daerah terkadang tidak hanya menjadi kebijakan di daerah tersebut saja tetapi juga di adopsi oleh daerah lain sehingga menjadi kearifan lintas daerah, suku bangsa bahkan nasional. Bagi masyarakat Aceh, kearifan lokal mencakup segala aspek kehidupan mulai dari aspek budaya, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan, ibadah, muamalah, pendidikan, konservasi alam, lingkungan dan lainnya. Kearifan lokal tersebut harus terus digali, dipelihara, dilestarikan dan diterapkan secara komprehensif sebagai norma kehidupan untuk kepentingan pembangunan di masa kini dan masa yang akan datang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

CIRI-CIRI KEARIFAN LOKAL

Menurut Suyahman (2017) kearifan lokal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(i) Kearifan lokal adalah bentuk warisan peradaban yang dilakukan secara terus menerus dari generasi, ke generasi; (ii) kearifan lokal dianggap mampu untuk mengendalikan berbagai pengaruh dari luar; (iii) kearifan lokal biasanya menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat; (iv) kearifan lokal tidak tertuliskan namun tetap diakui sebagai kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum; (v) kearifan lokal ialah bentuk sifat yang melekat pada seseorang berdasarkan pada asalnya; dan kearifan lokal memiliki multi dimensi (pengetahuan, nilai, keterampilan, sumberdaya, pengambilan keputusan, dan solidaritas).

Sebagai bentuk warisan peradaban yang dilakukan secara terus menerus dari generasi, ke generasi, kearifan lokal adalah tatanan sosial budaya dalam bentuk pengetahuan, norma, peraturan dan keterampilan masyarakat di suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan (hidup) bersama yang diwariskan secara turun temurun (Hidayati, 2016).

Walau kearifan lokal terkadang tidak tertuliskan namun tetap diakui sebagai kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum karena menurut Wagiran (2012)

(24)

16

dalam Suyahman (2017), kearifan lokal paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: (1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2) kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Kearifan lokal hidup dalam domain kognitif, afektif dan psikomotorik, serta tumbuh menjadi aspirasi dan apresiasi publik.

Modernisasi kalau tidak disikapi secara kritis, dengan berbagai daya tarik dan propagandanya memang dapat membius seseorang sehingga lupa pada identitas dan jatidirinya sebagai bangsa Indonesia. Ujung-ujungnya adalah makin terkikisnya nilai-nilai luhur budaya lokal, regional maupun nasional. Dan kearifan lokal dianggap mampu untuk mengendalikan berbagai pengaruh dari luar. Untuk itu perlu upaya penggalian terhadap apa yang disebut dengan istilah nilai-nilai kearifan lokal (Basyari, 2014).

Kearifan lokal biasanya menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat. Kearifan lokal merupakan modal sosial yang dikembangkan masyarakat untuk menciptakan keteraturan dan keseimbangan antara kehidupan sosial budaya masyarakat dengan kelestarian sumber daya alam di sekitarnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal sarat dengan makna kebersamaan dan mempunyai fungsi sosial dan ekologi yang tinggi (Hidayati, 2016). Upaya menggali, menguji, mensosialisasi dan mengkulturasi tata nilai luhur perlu terus ditingkatkan, dan didukung dengan memperluas aplikasi modal budaya dan modal sosial, sebagai sumber yang dapat ditransformasikan menjadi nilai tambah dalam membangun karakter bangsa.

Kearifan lokal ialah bentuk sifat yang melekat pada seseorang berdasarkan pada asalnya. Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Seperti Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat muari, angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan perilaku yang lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletannya dalam usaha. Demikian juga etnis-etnis

(25)

17

lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja, Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai dengan keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan bersama (Sugiharto, 2017)

Kearifan lokal memiliki multi dimensi (pengetahuan, nilai, keterampilan, sumberdaya, pengambilan keputusan, dan solidaritas). Berdasarkan dimensi pengetahuan lokal setiap masyarakat memilki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya karena masyarakat memilki pengetahuan lokal dalam menguasai alam. Seperti halnya pengetahuan masyarakat mengenai perubahan iklim dan sejumlah gejala-gejala alam lainya. Dimensi Nilai Lokal Setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal mengenai perbuatan atau tingkah laku yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotannya tetapi nilai-nilai tersebut akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya. Nilai- nilai perbuatan atau tingkah laku yang ada di suatu kelompok belum tentu disepakati atau diterima dalam kelompok masyarakat yang lain, terdapat keunikan.

Seperti halnya suku Dayak dengan tradisi tattoo dan menindik dibeberapa bagian tubuh.

Dimensi keterampilan lokal setiap masyarakat memilki kemampuan untuk bertahan hidup (survival) untuk memenuhi kebutuhan keluargannva masing- masing atau disebut dengan ekonomi subsistensi. Hal ini merupakan cara mempertahankan kehidupan manusia yang bergantung dengan alam mulai dari cara berburu, meramu, bercocok tanam, hingga industry rumah tangga. Dimensi sumber daya lokal setiap masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besar atau di- komersialkan. Masyarakat dituntut untuk menyimbangkan keseimbangan alam agar tidak berdampak bahaya baginya.

Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan.

Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sesuia dengan aturan yang telah disepakati sejak lama. Kemudian jika seseorang melanggar aturan tersebut, maka dia akan diberi sanksi tertentu dengan melalui kepala suku sebagai pengambil keputusan, dan Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal Manusia adalah makhluk sosial yang mebutuhkan bantuan orang lain dalam

(26)

18

melakukan pekerjaanya, karena manusia tidak bisa hidup sendirian. Seperti halnya manusia bergotong royong dalam menjaga lingkungan sekitarnya (Suyahman, 2017).

ORIENTASI KEARIFAN LOKAL

Perkembangan global memberi dampak terhadap eksistensi kearifan lokal dan pola pikir umat manusia. Karena itu terjadi benturan kepentingan dengan upaya mempertahankan kearifan lokal. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran yang mendalam terhadap keberadaan kearifan lokal diperlukan adanya peningkatan pengetahuan setiap manusia dan menginternalisasikan kearifan lokal ke dalam setiap hati sanubari manusia.

Dalam konteks kekinian, disebabkan oleh desakan arus modernisme dan globalisasi kearifan lokal harus berorientasi pada:

1. Keseimbangan dan harmoni manusia, alam dan budaya;

2. Kelestarian dan keragaman alam dan kultur;

3. Konservasi sumber daya alam dan warisan budaya;

4. Penghematan sumber daya yang bernilai ekonomi;

5. Moralitas dan spiritualitas.

FUNGSI KEARIFAN LOKAL

Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa:

nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam- macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula.

Fungsi tersebut antara lain adalah:

1. Untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam 2. Untuk mengembangkan sumber daya manusia 3. Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan 4. Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Merujuk dari penjelasan di atas maka seharusnya kearifan lokal perlu menjadi acuan bagi setiap kebijakan publik yang akan diambil dan setiap daerah

(27)

19

untuk tidak mengambil keputusan yang kontradiktif dengan kearifan lokal agar kearifan lokal dapat terlindungi, tidak adanya benturan antara kebijakan pusat dengan kearifan lokal, kebijakan publik dapat lebih efektif dalam implementasinya, kebijakan publik mendapat dukungan dari setiap anggota masyarakat, serta implementasi untuk menuju sebuah negara yang good governance dapat dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Basyari, I.W. 2014. Nilai-nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu Pada Masyarakat Cirebon (Studi Masyarakat Desa Setupatok Kecamatan Mundu. Edunomic Jurnal Volume 2 No. 1 Tahun 2014.

Hidayati, D. 2016. Memudarnya Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air. Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. 11 No.

1 Juni 2016. 39-48

Sugiharto. 2017. Pengembangan Nilai-nilai Kearifan Lokal Masyarakat Sebagai Wujud Nyata Masyarakat Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017.

Sumada, I.M. 2017. Peranan Kearifan Lokal Bali Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VII No. 1/Juni 2017.

Suyahman. 2017. Internalisasi Kearifan Lokal Dalam era Global Menyongsong Generasi Emas Tahun 2045. PIBSI XXXIX, Semarang 7-8 November 2017.

(28)

20

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS SUMBER DAYA DAN KEARIFAN LOKAL

Misriani

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Banda Aceh

Email: misrianijauhari@gmail.com

Sebagai Inflementasi dari Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, khususnya Pasal 78 ayat (1) menyebutkan bahwa, “Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan” dan pasal 81 ayat (3) menyatakan : “Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa”, sementara dalam amanat Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Organisasi tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pasal 190 tentang melaksanakan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, standarisasi, bimbingan teknis, supervisi serta monitoring dan evaluasi bina pengelola Teknologi Tepat Guna perlu dipahami sebagai peluang bagi pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat memberdayakan secara optimal potensi-potensi unggulan yang ada.

Beranjak dari hal di atas maka pengembangan potensi sumber daya alam dan kearifan lokal sangat penting peranannya guna mendukung upaya pemerintah dalam pembangunan. melalui pemberdayaan masyarakat berbasis potensi sumber daya alam serta kearifan lokal yang diharapkan mampu memanfaatkan potensi- potensi yang ada serta menciptakan produk unggulan gampong.

Produk unggulan daerah dalam hal ini adalah sumber daya alam unggulan berbasis kearifan lokal menggambarkan kemampuan daerah dalam menghasilkan produk, serta kemampuan menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga

(29)

21

mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestik dan / atau pasar ekspor.

(Sudarsono, 2001)

Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor : 050.05 / 2910 / III / BANDA tanggal 7 Desember 1999, ditentukan kriteria komoditas unggulan sebagai berikut :

a. Mempunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, industri dan jasa.

b. Mempunyai daya saing tinggi di pasar, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global.

c. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat)

d. Mempunyai jaminan kandungan bahan baku yang cukup banyak, stabil dan berkelanjutan.

e. Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya.

f. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM setempat.

g. Ramah lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014, Produk Unggulan Daerah merupakan produk yang berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki daya saing, daya jual dan daya dorong menuju dan mampu memasuki pasar global.

Dengan adanya Undang Undang no 6 tentang Desa tahun 2014 desa diberikan ruang yang penuh untuk memutuskan dan menyelenggarakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang di pimpinnya selanjutnya di

(30)

22

dalam Peraturaran menteri dalam negeri nomor 44 tahun 2016 tentang kewenangan desa untuk mengatur rumah tangga nya sendiri.

Pengertian pembangunan kawasan gampong ialah gampong yang mempunyai kegiatan pertanian, industri perikanan, pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan wisata dan budaya serta industri rumah tangga, Yang bertujuan mempercepat peningkatan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif. Dalam pelaksanaan pembangunan kawasan gampong terdapat beberapa kendala dan isu strategis diantaranya adalah : a. Terbatasnya akses pelayanan sosial dasar.

b. Terbatasnya infrastruktur dasar.

c. Belum optimalnya pengelolaan potensi desa dan kawasan perdesaan.

d. Belum optimalnya pembentukan dan penetapan kawasan Gampong oleh Bupati/walikota.

e. Rendahnya keterkaitan atau konektifitas.

f. Rendahnya akses transportasi dan telekomunikasi.

g. Tingginya kesenjangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

h. Meningkatnya kerentanan dan resiko bencana.

Belum optimalnya tata kelola pemerintahan sesuai dengan amanat Undang- Undang No. 6 tentang desa tahun 2014 termasuk tertatanya pendampingan kepada masyarakat dan pemerintah desa, rendahnya kualitas Dokumen perencanaan pembangunan desa serta belum optimalnya pengelolaan keuangan desa dan belum berkembangnya pembangunan kawasan perdesaan yang berkelanjutan.

Pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal adalah peran yang paling penting dalam pembangunan di gampong mengingat kondisi saat ini banyak kearifan lokal yang di kesampingkan dan bukan prioritas sehingga itu menjadi salah satu faktor dalam menghambat pembangunan di gampong. Dari sekian jumlah penduduk se indonesia terdapat 24, 5 persen yang di dominasi oleh kelompok usia produktif ( 15-55 tahun) dengan serapan tenaga kerja sampai dengan 16.541 jumlah tenaga kerja per/tahun oleh sebab itu Peran pemuda sangatlah diharapkan dan penting dalam pembangunan apabila pembangunan itu dapat berjalan dengan optimal akan memberi peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Gampong.

(31)

23

Pengelolaan potensi kearifan lokal apabila dikembangkan akan menimbulkan dampak yang besar bagi pembangunan yang akhir nya dapat menciptakan dan melahirkan produk unggulan Gampong serta meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Untuk menuju sukses nya pembangunan di gampong sangat dibutuhkan keterlibatan pemuda sebagai penopang pembangunan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Mampu memberikan informasi pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

b. Menggali dan mengelola potensi-potensi yang ada di gampong c. Sebagai wadah aspirasi bagi masyarakat.

d. Selalu mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi e. Menjadi ujung tombak pembangunan di Gampong.

Pendanaan pembangunan kawasan gampong dapat didanai dari anggaran Pusat (APBN) APBA Provinsi dan APBK kabupaten/Kota serta APB Des.

Dilengkapi dengan Dokumen perencanaan anggaran yang diproses melalui RPJM.

Dalam proses pelaksanaan nya juga tidak luput dari pengawasan, monitoring dan Evaluasi.

(32)

24

PEREMPUAN PURUN SERASI PENERAPAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KEBUDAYAAN

LOKAL DAERAH

Arsi Rakhmanissazly1, Ely Chandra Peranginangin2

1 CSR Staff, Legal & Relations Department

2 Assistant Manager of Legal & Relations Department PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field

Langkat, Sumatera Utara, Indonesia Email: arsi.rakhmanissazly@pertamina.com

ABSTRAK

Di era informasi, arus modernisasi dan globalisasi tak pelak semakin mengeliminiasi unsur – unsur kebudayaan local (local wisdom) pada masyarakat. Tata nilai budaya yang diturunkan secara turun temurun bisa terhenti jika tidak ada usaha pelestarian ataupun penyesuaian terhadap budaya tersebut. Di sisi lain, Corporate Social Responsibility (CSR) kini dilihat tidak hanya sebagai salah satu cara untuk membangun reputasi positif dari stakeholders tetapi juga penerapan program CSR sudah dipandang menjadi salah satu bentuk cara untuk menciptakan stabilitas operasional perusahaan melalui investasi sosial (social investment). Komitmen PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field (PEP) dalam investasi sosial mulai terlihat sejak tahun 2015 lalu ditandai dengan pergerakan trend program CSR dari yang semula hanya berupa donasi (charity) saja tapi perlahan bergerak dan menitikberatkan kepada program yang dapat memberikan nilai tambah (value creation) bagi masyarakat melalui program yang bersifat berkelanjutan. Program Perempuan Purun Serasi adalah salah satu program CSR PEP dengan mencoba untuk menggabungkan pilar utama pemberdayaan masyarakat (community development) dengan kebudayaan local daerah. Program ini merupakan implikasi dari hasil social mapping. Analisa evaluasi program dengan studi pengukuran Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) yang menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan dibantu penilaian kualitatif pada penerima manfaat (beneficiaries). Hasil dari program ini disimpulkan dapat memberikan dampak positif dan berkelanjutan tidak hanya bagi operasional perusahaan tetapi kepada penerima manfaat yang meliputi tiga aspek, peningkatan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan sosio – budaya

Kata kunci: CSR, pemberdayaan, budaya local, berkelanjutan, nilai tambah

PENDAHULUAN

Dilihat dari peta geografis, Desa Lubuk Kertang mempunyai garis pantai yang cukup panjang tak heran jika desa ini dikategorikan sebagai desa pesisir.

Secara administrative, Desa Lubuk Kertang berada di Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat yang merupakan salah satu desa di Ring 1 wilayah kerja PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field (PEP). Merunut sejarah cikal bakal Desa Lubuk Kertang berasal dari sekelompok manusia perahu yang hidupnya berpindah-pindah dari daerah satu ke daerah yang lain menggunakan

(33)

25

perahu/sampan dan mereka menemukan suatu tempat untuk menetap. Seiring berjalannya waktu, yang awalnya hanya sekelompok orang, kini banyak pendatang daerah ini, sehingga daerah ini menjadi sebuah perkampungan yang besar dan kini berubah menjadi sebuah desa.2

Konon, sekelompok orang yang menetap dan membuat pemukiman adalah para pelaut suku Banjar (Kalimantan) yang berlayar ke Andalas (sekarang Sumatera). Tidak heran banyak warga masyarakat Desa Lubuk Kertang yang keturunan suku Banjar dan kini menetap di desa tersebut. Dari Suku Banjar ini pulalah diwariskan kebiasaan untuk menganyam purun (mendong). Sedikit berbeda dengan tradisi anyaman purun pada Suku Banjar, disini yang ‘diperbolehkan’ untuk menganyam purun hanya khusus untuk kaum perempuan saja. Keterampilan menganyam pun diturunkan secara turun temurun dari Ibu ke anak perempuannya hingga kini. Lambat laun budaya menganyam purun menjadi kebudayaan lokal khas dari Desa Lubuk Kertang.

Mengutip Hudayana (2000), kebudayaan lokal memberikan identitas dan harga diri sekaligus potensi bagi pemberdayaan ekonomi msyarakat setempat.

Sebagai sebuah aktivitas ekonomi, kebudayaan local berbasis pada potensi sosial – budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Bahkan, tidak itu saja, ia juga berbasis pada sumberdaya alam setempat sehingga mengungkapkan kekuatan ekonomi masyarakat setempat.3

Bagai dua sisi mata pedang, efek modernisasi secara tidak langsung menggerus budaya local kerajinan khas daerah ini. PEP kemudian mengambil inisiatif untuk mulai menginisiasi program CSR di desa tersebut. CSR merupakan bentuk translasi dari pendekatan sustainable development pada institusi bisnis (Talioris, 2016: 3)4. Melalui studi social mapping didapati bahwa masih ada kelompok – kelompok masyarakat yang melestarikan kerajinan anyaman purun yang dilakukan oleh kaum perempuan Desa Lubuk Kertang. PEP mencoba untuk menggabungkan pilar utama pemberdayaan masyarakat dengan kebudayaan local

2 Dokumen Social Mapping Desa Lubuk Kertang. 2016. (p.38)

3 Hudayana, Bambang. 2000. “Kebudayaan Lokal dan Pemberdayaannya”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol.3, No.3, Maret 2000: (285-307), (hlm.296).

4 Komara Yuda, Tauchid. 2016. “Memaknai Ulang Corporate Social Responsibility: Upaya Mewujudkan Fair Responsibility”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 19, No. 3., Maret 2016. (hlm. 201).

(34)

26

daerah melalui program Perempuan Purun Serasi. Strategi yang digunakan pada program ini yaitu dengan memperkuat potensi atau daya dari budaya menganyam yang dimiliki masyarakat (empowering) setempat dengan tujuan membentuk suatu wadah masyarakat yang mandiri dan berdaya.

Selain untuk pelestarian budaya lokal menganyam purun, dampak yang diharapkan dari program ini adalah menjadi katalisator peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat (kelompok). Target dari program ini adalah kaum perempuan (non aktif) yang masih termasuk dalam golongan marjinal di desa tersebut. Sehingga, perempuan tidak hanya berperan sebagai pelaku ekonomi pasif saja tetapi dapat berperan besar dalam mewujudkan tatanan ekonomi di masyarakat.

Melalui program ini juga diharapkan dapat menjawab tantangan issue global melalui SDG’s – Goal 1 : No Poverty (Memerangi Kemiskinan) dan Goal 5:

Gender Equality (Kesetaraan Gender). 5

TINJAUAN PUSTAKA

Skema CSR hadir sebagai salah satu alat untuk melihat komitmen perusahaan dalam menginternalisasi eksternalitas aspek lingkungan dan sosial. Program pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat membantu penguatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri. Hal tersebut senada dengan paradigm pembangunan sosial kini yang mengutamakan peran aktif masyarakat sebagai titik sentral pembangunan (people central development) guna menjawab kebutuhan masyarakat setempat. 6

Selain, pemberdayaan (empowerment) terdapat tiga pilar utama lain yang dijadikan landasan bagi PEP dalam menjalankan program CSR yaitu; pembangunan fisik (infrastructure), donasi (charity) dan peningkatan kapasitas (capacity building). Program Perempuan Purun Serasi adalah salah satu program CSR PEP yang diharapkan dapat memberikan dampak positif secara berkelanjutan tidak hanya bagi operasional perusahaan tetapi terlebih kepada penerima manfaat baik dari sisi peningkatan ekonomi, kelembagaan, maupun secara sosio – budaya.

5 https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs

6 Saharuddin. 2009. “Pemberdayaan Masyarakat Miskin Berbasis Kearifan Lokal”. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. April 2009. (hlm 17 – 44).

(35)

27

Social mapping adalah salah satu dari banyak pendekatan yang dipakai dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat.7 Menurut Twelvetrees, “social mapping adalah proses pendampingan masyarakat agar dapat meningkatkan potensi dari masyarakat itu sendiri dengan melakukan tindakan kolektif. 8 Rekomendasi dari pendekatan social mapping yang kemudian PEP gunakan sebagai dasar sebelum membuat rencana strategis program.

Gambar 1. Siklus CSR Program

Dalam konteks program ini, penilaian kinerja akan dikaitkan erat dengan kepuasan masyarakat terhadap perusahaan dan juga para staff yang melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, untuk penilaian keefektivitasan program kami menggunakan studi IKM sebagai evaluasi. Hasil pengukuran tersebut diukur secara kuantitatif dan kualitatif dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Survey IKM bertujuan untuk mengetahui performa program secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan rencana program dalam rangka peningkatan kualitas program selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Perempuan Purun Serasi sudah dimulai sejak akhir 2016 melalui rekomendasi program bidang pemberdayaan dari social mapping yang dilakukan di Desa Lubuk Kertang. Proses pemberdayaan pada program ini berlangsung dalam tiga tahap yaitu tahap penyadaran, peningkatan kapasitas dan pemberian daya.

Bersama dengan Kelompok Serasi sebagai penerima manfaat (beneficiaries) sekaligus aktor sentral dalam program ini, PEP mencoba menerapkan pengelolaan

7 Twelvetrees, A. (1991). Community Work (2nd edn). London: Macmillan.

8 Suharto, Edi. Metode and Teknik Pemetaan Sosial. Retrieved from:

http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_18.html 1. Social

Mapping;

Program Recommendat

ion

2. Strategic Plan 3. Year Plan 4.

Implementation

5. Monitoring and Evaluation

(36)

28

berkelanjutan dalam tiga aspek dasar 1. Lingkungan, 2. Pelestarian Budaya Anyaman dan 3. Peningkatan perekonomian bagi masyarakat. 9

Tabel 1. Rekap Kegiatan Proses Pemberdayaan Masyarakat Program Purun Serasi

Sumber: Laporan Implementasi Program Perempuan Purun Serasi.

Pada awalnya Program Perempuan Purun Serasi diharapkan hanya menjawab permasalahan pelestarian budaya anyaman purun di Desa Lubuk Kertang. Namun, seiring dengan perkembangannya implementasi dari program ini mampu menciptakan dampak berlapis (multiplier effect) yaitu dalam aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bagi masyarakat setempat. Adanya pertumbungan dan aktivitas ekonomi baru dari program ini menjadi salah satu tanda keberlanjutan dari program community development yang PEP jalankan.

A. Aspek Ekonomi

Salah satu proses pemberdayaan yang PEP lakukan pada tahap penyadaran (lihat Tabe1 1) adalah pelatihan manajemen keuangan bagi kelompok. Untuk melihat pergerakan penjualan per bulan dilakukan dengan cara penghitungan secara kuantitatif (lihat Grafik 1). Dari hasil penjualan per bulannya terlihat ada peningkatan dari tahun 2017 lalu, peningkatan tersebut juga menunjukkan peningkatan pendapatan bagi anggota kelompok. Kelompok menerapkan system

9 Dokumen Rencana Strategis Program Perempuan Purun Serasi. 2016.

* Update data sampai Agustus 2018

Tahun Proses Pemberdayaan Masyarakat

Penyadaran Peningkatan Kapasitas Pemberian Daya

2016 Pembentukan kelompok

Pelatihan dasar anyaman

lokal Bantuan alat (mesin giling purun) Train of Trainer Pemasaran produk di Galeri

Cinde Mate

2017

Penguatan kelembagaan Studi banding ke Gamplong, Bantul

Partisipasi bahan baku pendamping produk

Pelatihan manajemen keuangan Pelatihan pengembangan produk baru

Pemasaran produk di Galeri Ajang Ambe

Pemasaran produk di pameran regional

2018

Penguatan kelembagaan Pelatihan kreasi anyaman lokal

Partisipasi pembangunan workshop Serasi

Legalisasi organisasi

Peningkatan kualitas produk

Pengembangan inovasi IPAL

Penetapan AD/ART Pengembangan pemasaran online

melalui sosial media

(37)

29

bagi hasil yang didapat dari penjualan produk untuk setiap anggota setelah dipotong dengan kas iuran anggota. Berikut trend penjualan produk di tahun 2017 sampai 2018*

Sumber: Laporan Monitoring Program Perempuan Purun Serasi

Grafik 1. Trend Perbandingan Penjualan Produk Purun

B. Aspek Lingkungan

Sebelum dilakukan pelatihan kreasi anyaman purun, produk yang kelompok hasilkan berupa alat bantu tradisional kegiatan rumah tangga seperti cucian beras, tempat ikan, dan juga topi caping lebar untuk petani ladang dan nelayan. Purun yang awalnya dipandang gulma tidak bermanfaat menjadi berkah bagi kelompok ini.

Tabel 2. Total Limbah Purun Termanfaatkan

Tahun Berat 1 ikat purun (20 kg)

Rata – rata penggunaan purun /

bulan

Total limbah purun termanfaatkan

(ton/th)

2016 10 5 7,8

2017 10 5 6

2018 10 5 4,4

Sumber: Rekap Pemanfaatan Limbah Non B3

Dampak lingkungan lain yang ditimbulkan dari program ini selain pemanfaatan gulma purun adalah reduksi air limbah non B3 dari proses pewarnaan

58 58

13 34

63 93

64 51

0 0 0 0

41

13 24

32 30

14 18

6 9

20

40 40

- 20 40 60 80 100

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des

Trend Perbandingan Penjualan Produk

2018* 2017

Referensi

Dokumen terkait

Faktor cuaca seperti hujan juga dapat memberikan pengaruh terhadap variasi pada masing-masing pola sebaran spasial baik pada Gambar 2a, 2b maupun 2c ataupun terjadinya

Perlakuan top icing dengan film plastik (P3), top icing dengan toples plastik (P4) dan kontrol suhu dingin (KD) sampai hari ke-6 penilaian terhadap warna bunga

Dalam bimbingan kelompokada empat tahapan yang harus dilalui yaitu tahap awal, peralihan, kerja dan pengakhiran (Glading, 1994). Dalam tahap awal hal-hal yang dilakukan

40.. b) Beberapa kegiatan dalam proses akreditasi yang telah dilakukan secara digital dan online adalah: pengisian data oleh sekolah (DIA), visitasi oleh

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu: pembuatan pupuk organik cair (MOL), pengujian pengaruh antibiosis dan antisenosis beberapa jenis MOL (formulasi

Dari pemaparan ahli dpat disimpulkan bahwa pembelajaran PKN berbasis kearifan lokal dnegan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai yang

Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan: “negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

Berdasarkan penjelasan di atas, penting ditawarkan agar pada masa depan, hukom adat laot sebagai kearifan lokal dapat menjadi sebagai kerangka implementatif dalam pengelolaan