• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018 Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSIDING Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi tahun 2018 Tema: Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumberdaya Lokal"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

191 TANGGAP PERTUMBUHAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN AWAL (PRE

NURSERY) DENGAN METODE PENANAMAN VERTIKULTUR Vira Irma Sari1*), Toto Suryanto1

1Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

*)Penulis untuk korespondensi: Tel.+6281361327269/+6285211114159 email: vierairma28@yahoo.com

ABSTRAK

Bibit kelapa sawit membutuhkan perawatan dan perhatian khusus pada awal pertumbuhannya, karena bibit yang unggul dan bermutu akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit dua puluh lima tahun mendatang. Penerapan vertikultur pada penanaman bibit kelapa sawit akan mempermudah pengawasan, menghemat tenaga kerja saat penyiraman, dan menambah nilai estetika. Perakaran bibit yang masih pendek membuat metode vertikultur dapat diaplikasikan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan alternatif metode penanaman secara vertikultur dan mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan morfologi dan fisiologi bibit kelapa sawit masa pre nursery, serta mengetahui teknik pembuatan dan spesifikasi rak vertikultur untuk bibit kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik CWE pada Februari sampai Agustus 2018. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial, dengan dua perlakuan yaitu penanaman secara vertikal (rak vertkultur) dan horizontal (menggunakan bedengan). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, terdapat 4 rak vertikultur dan 4 bedengan yang masing-masing berisi 40 bibit, sehingga total bibit keseluruhan adalah 320 bibit. Analisis data dilakukan menggunakan sidik ragam dan uji lanjut DMRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penanaman vertikultur dapat dijadikan alternatif penanaman bibit kelapa sawit masa pre nursery, namun belum berpengaruh nyata terhadap parameter morfologi tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang) dan fisiologi tanaman (kandungan klorofil dan jumlah stomata). Pengamatan secara fisik menunjukkan bahwa pertumbuhan morfologi dan fisiologi bibit yang ditanam secara vertikal lebih baik dibandingkan horizontal. Rak vertikultur yang digunakan dilengkapi dengan pompa air listrik dan kolam penampungan air, sehingga memudahkan kegiatan penyiraman dan menghemat kebutuhan air.

Kata Kunci: vertikultur; penyiraman; pemeliharaan; bibit; dan media tanam

(2)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

192 PENDAHULUAN

Pemeliharaan pada masa pembibitan kelapa sawit merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena dari masa tersebut perlu dihasilkan bibit kelapa sawit yang unggul dan bermutu. Produksi kelapa sawit puluhan tahun mendatang sangat bergantung dari kualitas bibit yang dipilih saat penanaman, oleh karena itu pemeliharaan di msa pembibitan perlu diperhatikan dan dilakukan dengan tepat.

Kegiatan pemeliharaan yang penting pada pembibitan salah satunya adalah penyiraman, Dwiyana et al. (2015) menyatakan bahwa salah satu cara memacu pertumbuhan bibit kelapa sawit adalah tersedianya media tumbuh yang mempertimbangkan kondisi aerasi dan ketersediaan air. Air juga sangat diperlukan bibit kelapa sawit karena dibutuhkan untuk keperlua fotosintesis, memelihara protoplasma, serta translokasi hara ataupun fotosintat (Nababan et al., 2014).

Penyiraman bibit kelapa sawit umumnya dilakukan pada pagi dan sore hari, penyiraman pagi pada pukul 07.00 WIB sampai 11.00 WIB, sedangkan sore mulai pukul 16.00 (Dwiyana et al., 2015). Penyiraman di pembibitan awal (pre nursery) umumnya masih dilakukan secara manual menggunakan selang atau gembor, pada pembibitan skala besar juga umumnya sudah digunakan mesin sumisansui. Penyiraman secara manual memerlukan tenaga kerja yang tinggi, umumnya untuk luas lahan 1 ha pembibitan (±12.000 bibit) memerlukan 40-44 orang. Kebutuhan tenaga ini dianggap sangat besar, dan diharapkan dengan metode vertikultur ini dapat menghemat tenaga kerja tersebut.

Metode penanaman vertikultur adalah metode budidaya tanaman secara vertikal atau bertingkat, struktur vertikal ini memudahkan pengguna untuk membuat dan memeliharanya (Lukman, 2011). Umumnya, tanaman sayuran atau tanaman berakar pendek yang ditanam dengan metode ini. Bibit kelapa sawit pre nursery umur 1-3 bulan juga memiliki perakaran yang pendek, sehingga dapat ditanam secara vertikultur. Rasapto (2006) menjelaskan bahwa keuntungan budidaya tanaman secara vertikultur adalah (1) kualitas produksi lebih baik dan bersih, (2) efisiensi lahan, pupuk, air, benih dan tenaga kerja, (3) menambah nilai estetika, (4) menjadi lahan bisnis baik langsung ataupun tidak langsung.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode alternatif penanaman bibit kelapa sawit secara vertikultur, dan mengetahui tanggap pertumbuhan morfologi

(3)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

193 dan fisiologi bibit kelapa sawit dengan penerapan metode tersebut, serta mengetahui spesifikasi dan teknik pembuatan rak vertikultur untuk bibit kelapa sawit pre nursery.

BAHAN DAN METODE 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan II Politeknik Citra Widya Edukasi, Cibitung Bekasi, mulai dari Februari sampai September 2018.

2.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kecambah kelapa sawit varietas DXP Simalungun PPKS, kompos kotoran sapi, Top soil, sekam padi, fungisida Mankozeb, gelas mineral plastik, label, kertas milimeter, kuteks, air, cat besi, tinner. Alat- alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pipa PVC standar, penutup pipa 4 inchi, sambungan elbow pipa 4 inchi, pipa T ukuran 0.5 inchi, sambungan elbow pipa 0.5 inchi, pipa besi, plat besi, pompa air, pipa air, bak penampung, digital caliper, cangkul, alat-alat pengelasan, timbangan analitik, dan meteran.

2.3 Metode Penelitian

Penelitian ini mennggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah berbagai metode penanaman bibit kelapa sawit, yaitu

A1 : Penanaman secara vertikal (vertikultur, menggunakan rak pipa paralon) A2 : Penanaman secara horizontal (menggunakan gelas mineral plastik)

Setiap perlakuan akan diulang sebanyak empat kali, sehingga akan terdapat empat rak vertikultur dengan populasi kecambah per rak adalah 40 kecambah. Jumlah kecambah yang digunakan untuk rak vertikultur adalah 160 kecambah, jumlah kecambah tersebut juga akan digunakan untuk penanaman menggunakan gelas mineral plastik. Sehingga, jumlah seluruh kecambah yang digunakan adalah 320 kecambah.

Tahapan penelitian terdiri dari persiapan areal, pembuatan rak vertikultur, persiapan media tanam, penanaman kecambah, dan pemeliharaan bibit kelapa sawit.

Persiapan areal dilakukan dengan meratakan topografi areal yang bergelombang serta membersihkan sampah dan gulma yang berada di sekitarnya. Pembuatan rak vertikultur

(4)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

194 150 cm 30 cm20 cm30 cm30 cm30 cm

200 cm

10 cm 30 cm

diawali dengan membuat kerangka rak kemudian menyusun pipa paralon yang telah diberi lubang tanam ke kerangka tersebut. Rak vertikultur yang digunakan memiliki spesifikasi tinggi 150 cm, lebar 200 cm, jarak antar lubang tanam 20 cm dan terdiri dari 5 tingkat pipa. Rak vertikultur dilengkapi dengan saklar listrik, kolam dan pompa air yang terletak di bagian bawahnya. Penanaman secara horizontal dilakukan dengan membuat bedengan pada areal datar, wadah gelas mineral digunakan sebagai pengganti polybag dan disusun pada bedengan. Wadah ini juga digunakan pada rak vertikultur. Design dan spesifikasi ukuran rak vertikultur yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1 sampai 3.

Persiapan media tanam dilakukan dengan mencampur top soil dan kotoran sapi dengan perbandingan 1:1, media tanam yang telah tercampur dimasukkan ke wadah gelas mineral dan diberi mulsa sekam padi. Penanaman kecambah dilakukan dengan menanam kecambah yang telah diseleksi sedalam 2 cm pada media tanam yang telah diberi wadah.

Sebelum penanaman, kecambah direndam dalam larutan fungisida Mankozeb selama 30 menit. Pemeliharaan bibit kelapa sawit dilakukan dengan melakukan penyiraman dua kali sehari pada pagi dan sore hari (vertikultur dengan menghidupkan saklar pompa, horizontal dengan menyiram manual menggunakan selang air), dan melakukan pengendalian gulma di dalam dan di luar wadah sebanyak satu kali dalam sebulan.

Pengamatan parameter yang dilakukan adalah tanggap morfologi tanaman (tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang, luas daun, panjang akar), dan tanggap fisiologi tanaman (kehijauan daun, jumlah stomata, biomassa, kandungan hara jaringan daun).

Analisis media tanam dilakukan pada awal dan akhir percobaan.

30 cm30 cm30 cm30 cm

5 cm 200 cm 3 cm

10cm 20cm

(5)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

195

2.4 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan sidik ragam pada taraf 5%, apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis data dilakukan menggunakan aplikasi Statistical for Agricultural Research (STAR).

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Tanggap Morfologi Bibit

Tinggi Bibit

Aplikasi metode penanaman vertikultur tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit mulai dari 1 sampai 3 Bulan setelah Tanam (BST). Berdasarkan pengamatan fisik, tinggi bibit tertinggi pada 3 BST terlihat pada perlakuan vertikultur dan memiliki selisih 0,95 cm dari perlakuan horizontal. Rataan pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi bibit dengan penerapan teknik vertikultur

Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan vertikal dengan nilai 18,55 cm pada 3 BST, dan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan perlakuan horizontal.

Pertumbuhan tinggi bibit yang baik ini dikarenakan media tanam top soil yang digunakan memiliki kandungan unsur hara dan Fosfor (P) tersedia yang tergolong sangat tinggi yaitu 61,61 ppm (penggolongan berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah 1983). P tersedia yang sangat tinggi tersebut baik untuk pertumbuhan akar di awal masa vegetatif bibit, akar yang kuat akan efektif menyerap unsur hara dan air sehingga dapat digunakan tanaman untuk melakukan reaksi-reaksi penting untuk

Perlakuan Umur (bulan setelah aplikasi)

1 2 3

--- Tinggi bibit (cm) ---

Vertikultur 4,97 12,79 18,55

Horizontal 4,63 12,37 17,60

Bak Air Pompa

(6)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

196 pertumbuhannya. Ketersediaan fosfor di dalam tanah menjadi salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman, fosfor yang rendah dapat mengurangi pertumbuhan akar primer yang berarti berkurangnya proses pemanjangan sel (Williamson et al. 2001). Akar yang tidak mendapatkan fosfor yang cukup juga akan mengalami kehilangan kemampuan merespon hormon auksin di meristemnya sehingga aktivitas mitosis (pembelahan sel) akan berkurang (Lopez-Bucio et al., 2003).

Jumlah Daun

Penerapan teknik vertikultur tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit umur 1 sampai 3 BST. Rataan pertumbuhan jumlah daun bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan pertumbuhan jumlah daun dengan penerapan teknik vertikultur

Jumlah daun yang lebih banyak pada teknik vertikultur dikarenakan ketersediaan air pada pipa lebih terjaga dibandingkan pada bedengan. Air akan memenuhi seluruh isi pipa dengan waktu dua menit, dan akan perlahan turun dengan total waktu 12 menit.

Sedangkan, pada perlakuan horizontal waktu penyiraman yang dibutuhkan untuk semua bibit adalah 5 menit, namun air bisa langsung hilang atau menguap. Air pada pipa vertikultur akan terjaga karena permukaan pipa tertutup sehingga memperkecil penguapan.

Ketersediaan air yang cukup tersebut merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jumlah daun. Hal ini dikarenakan jumlah daun akan tumbuh optimal apabila syarat tumbuh seperti iklim dan lingkungannya terpenuhi. Salah satu syarat tumbuh yang harus dipenuhi adalah ketersediaan air. Rini dan Usnaqul (2016) melaporkan bahwa jumlah daun kelapa sawit mengalami penurunan dengan cekaman air yang tinggi. Bibit kelapa sawit dengan cekaman air akan mengalami penghambatan pertumbuhan dan pembentukan daunnya.

Perlakuan Umur (bulan setelah aplikasi)

1 2 3

--- Jumlah daun (cm) ---

Vertikultur 1,23 2,30 3,44

Horizontal 1,43 2,09 3,25

(7)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

197 Diameter Batang

Parameter diameter batang tidak menunjukkan pengaruh nyata dengan penerapan metode vertikultur. Diameter batang terlebar pada 3 BST terdapat pada perlakuan horizontal (bedengan), namun tidak berbeda signifikan dengan perlakuan vertikultur.

Rataan pertumbuhan diameter batang dapat dilihat pada Tabel 3.

Diameter batang pada perlakuan vertikultur dan horizontal telah sesuai dengan standar pertumbuhan varietas DXP Simalungun PPKS yaitu sekitar 0,25 cm sampai 0,39 cm mulai 4 sampai 8 MST (Hidayat 2010). Nilai diameter batang pada perlakuan horizontal (0,51 cm) juga sejalan dengan hasil penelitian Khair et al. (2014) yang melaporkan bahwa diameter batang bibit kelapa sawit 12 MST varietas DXP Simalungun adalah sebesar 0,51 cm. Diameter batang yang lebar sangat baik untuk menopang pelepah kelapa sawit nantinya di masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) atau Tanaman Menghasilkan (TM ). Peningkatan diameter batang ini dapat berlangsung dengan didukung ketersediaan unsur hara N dan P yang cukup. Kandungan unsur hara N dari top soil dan kompos kotoran sapi masing-masing adalah 0,16% dan 1,77%, sedangkan P tersedia adalah 61,61 ppm dan 1,25%. Hara N pada top soil tergolong rendah (kriteria sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah 1983), namun dengan penambahan kompos kotoran sapi membuat ketersediaan hara N pada media tanam tercukupi. Unsur hara P pada kedua media tanam sudah tergolong tinggi sehingga mampu mendukung kerja N untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Satria et al. (2015) menyatakan bahwa N bersama P digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.

Munawar (2011) juga berpendapat bahwa metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang dan daun.

Tabel 3. Rataan pertumbuhan diameter batang dengan penerapan teknik vertikultur

Luas Daun dan Panjang Akar

Perlakuan Umur (bulan setelah aplikasi)

1 2 3

--- Diameter batang (cm) ---

Vertikultur 0,32 0,37 0,49

Horizontal 0,29 0,40 0,51

(8)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

198 Pengamatan parameter luas daun dan panjang akar diamati pada akhir percobaan (umur bibit 3 minggu). Luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan vertikultur, sedangkan panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan horizontal. Rataan pertumbuhan luas daun dan panjang akar bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan pertumbuhan luas daun dan panjang akar dengan penerapan teknik vertikultur

3.2 Tanggap Fisiologi Tanaman

Kehijauan Daun dan Jumlah Stomata

Penggunaan rak vertikultur sebagai metode penanaman bibit kelapa sawit tidak berpengaruh nyata terhadap kehijauan daun dan jumlah stomata. Rataan nilai kehijauan daun dan jumlah stomata dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan nilai kehijauan daun dan jumlah stomata bibit kelapa sawit

Nilai kehijauan daun yang lebih tinggi pada perlakuan vertikultur sangat baik untuk mendukung pertumbuhan bibit kelapa sawit, hal ini dikarenakan kandungan klorofil pada daun tersebut juga tinggi. Sudradjat dan Nindyta (2014) menyatakan bahwa peningkatan tingkat kehijauan daun menunjukkan peningkatan jumlah klorofil, semakin banyak klorofil maka laju fotosintesis juga akan meningkat.

Jumlah stomata penting untuk diketahui karena stomata merupakan pintu masuknya senyawa-senyawa yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Jumlah stomata pada perlakuan vertikultur lebih banyak, namun tidak berbeda signifikan dengan perlakuan horizontal. Hal ini menunjukkan sifat genetik varietas bibit yang digunakan sudah cukup baik. Ketersediaan air yang cukup juga membuat stomata membuka dan menjadi tempat pertukaran gas CO2 dan O2 sehingga proses fotosintesis dan rekasi

Perlakuan Luas daun (cm2) Panjang akar (cm)

Vertikultur 65,45 24,22

Horizontal 56,11 30,67

Perlakuan Kehijauan daun Jumlah stomata

Vertikultur 38,96 14,02

Horizontal 38,84 13,71

(9)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

199 pembongkaran energi berlangsung dengan lancar. Sholihatun et al. (2014) menyatakan bahwa stomata adalah gerbang penghubung tanaman dengan lingkungan luar, tanaman yang tercekam kekeringan akan menyebabkan penutupan stomata dan mempengaruhi pertukaran CO2 dan O2, sehingga metabolisme tanaman terganggu.

Biomassa

Biomassa terdiri dari bobot basah dan bobot kering bibit kelapa sawit, parameter ini tidak menunjukkan pengaruh nyata dengan penerapan teknik penanaman secara vertikultur. Rataan nilai biomassa bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6.

Bobot kering bibit kelapa sawit perlakuan vertikultur lebih tinggi dibandingkan horizontal, dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan yaitu 0,19 gram. Bobot kering yang tinggi menunjukkan tanaman mampu tumbuh optimal dengan media tanam dan kondisi iklim di sekitarnya. Keadaan tersebut membuat reaksi-reaksi dalam tanaman berjalan lancar, dan menghasilkan akumulasi fotosintat yang tersebar merata di tubuh tanaman. Berat kering merupakan hasil pertambahan protoplasma karena bertambahnya ukuran dan jumlah sel, akumulasi bahan bering dapat digunakan sebagai indicator ukuran pertumbuhan serta dapat mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi cahaya matahari serta interaksi dengan faktor lingkungannya (Heddy, 2001; Hademenos, 2000).

Tabel 6. Rataan nilai biomassa bibit kelapa sawit dengan teknik vertikultur

Kandungan Hara Jaringan Daun

Analisis kandungan hara jaringan daun dilakukan pada satu sampel bibit setiap ulangan dan perlakuan. Hasil analisis kandungan hara jaringan daun menunjukkan bahwa nilai unsur hara Nitrogen, Fosfor, Kalium berturut-turut pada bibit vertikultur adalah 1,98% N, 0,27% P, dan 3,60% K, sedangkan pada bibit horizontal nilainya adalah 2,18%

N, 0,29% P dan 3,33% K. Nilai kandungan unsur hara tersebut tergolong cukup sesuai dengan pernyataan Munawar (2011) yang menyatakan bahwa nilai kandungan hara N

Perlakuan Bobot basah (g) Bobot kering (g)

Vertikultur 7,03 1,66

Horizontal 6,17 1,47

(10)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

200 yang yang tepat pada jaringan daun adalah 2% sampai 4% dari bobot kering, P 0,20%

sampai 1,00%, dan untuk hara K adalah 2% sampai 3% dari bobot kering. Tercukupinya kebutuhan unsur hara N, P, dan K bagi tanaman sangat baik untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Fernandez et al. (2011) menyatakan bahwa unsur hara N, P, dan K merupakan nutrisi utama yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan mutu buah.

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1. Metode penanaman vertikultur dapat dijadikan alternatif penanaman bibit kelapa sawit masa pre nursery, namun belum berpengaruh nyata terhadap parameter morfologi tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun dan panjang akar) dan fisiologi tanaman (kandungan klorofil, jumlah stomata dan biomassa).

2. Pengamatan secara fisik menunjukkan bahwa pertumbuhan morfologi dan fisiologi bibit yang ditanam secara vertikal lebih baik dibandingkan horizontal.

3. Rak vertikultur yang digunakan memiliki tinggi 150 cm, lebar 200 cm, lima tingkat pipa dan 8 lubang tanam di setiap pipanya. Satu rak pipa mampu menampung 40 bibit kelapa sawit. Rak vertikultur dilengkapi dengan pompa air listrik dan kolam penampungan air, sehingga memudahkan kegiatan penyiraman dan menghemat kebutuhan air. Penyiraman menggunakan rak pipa membutuhkan waktu 2 menit, sedangkan menggunakan cara konvensional (selang) selama 5 menit.

4.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut menggunakan bibit kelapa sawit dengan varietas berbeda dan menggunakan variasi media tanam.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih diberikan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atas Hibah Penelitian Dosen Pemula yang telah diberikan untuk Pelaksanaan Tahun 2018

(11)

ISBN: 978-602-97051-7-1 E-ISSN :

DOI :

201 DAFTAR PUSTAKA

Dwiyana SR, Sampoerno, Ardian. 2015. Waktu dan volume pemberian air pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di main nursery. JOM Faperta. 2(1): 1-10.

Fernandez ER, Garcia NJM, Restrepo, DH. 2011. Mobilization of nitrogen in the olive bearing shoots after foliar application of Urea. Sci. Hort. 127(3): 452-454.

Hidayat, T. 2010. Penyiapan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jaqc.) dalam Pengadaan Bahan Tanaman di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Sumatera Utara. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Heddy S. 2001. Hormon Tumbuhan. Jakarta (ID): Rajawali.

Hademonos GJ. Fried, G.H. 2000. Biologi. Edisi Kedua. Jakarta (ID) : Erlangga.

Hidayat T. 2010. Penyiapan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jaqc.) dalam Pengadaan Bahan Tanaman di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Sumatera Utara. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Khair H, Darmawati JS, Romi SS. 2014. Uji pertumbuhan bibit kelapa sawit Dura dan Varietas Unggul DXP Simalungun (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap pupuk organik cair di main nursery. Agrium. 18(3) : 251-259.

Lopez-Bucio J, Alfredo CR, Luis HE. 2003. The role of nutrient availability in regulating root architecture. Current Opinion in Biology. Internet. https://www.ncbi.nlm.

nih.gov/pubmed/12753979. [Diakses 10 Oktober 2018].

Lukman L. 2011. Membudidayakan sayuran secara vertikultur. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 3(4): 7-9.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Nababan J, Islan, Gulat, MEM. 2014. Uji pemberian volume air melalui sistem irigasi tetes pada pembibitan utama (main nursery) kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

JOM Faperta. 1(2): 1-9.

Rasapto, R. W. 2006. Budidaya sayuran dengan vertikultur. Temu Teknis Nasional Tenada Fungsional Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Internet. http://balitnak.litbang.pertanian.go.id. [Diakses 10 Oktober 2018].

Rini MV, Usnaqul E. 2016. Respon bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap pemberian fungi mikoriza arbuskular dan cekaman air. Menara Perkebunan. 84(2):

106-115.

Satria N, Wardati, Amrul MK. 2015. Pengaruh pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit tanaman gaharu (Aquilaria malaccencis). JOM Faperta. 2(1): 1-14.

Sudradjat, Nindyta. 2014. Pengaruh pemupukan Fosfor dan Kalium terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama.

Agrovigor. 7(2): 105-115.

Sholihatun F, Eka TSP, Dody K. 2014. Induksi ketahanan kekeringan dalam hibrida kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Boron. Vegetalika. 3(3): 14-26.

Williamson LC, Sebastien PCP, Ribrioux, Alastair HF, HM Ottoline, L. 2001. Phosphate availability regulates root system architecture in Arabidopsis. Plant Physiology.

126: 875-882.

Referensi

Dokumen terkait

Pada percobaan di atas tidak didapatkan suatu pengulangan dalam men-generate nomor acak semu, maka dari itu didapatkan hasil bahwa algoritma LCG yang diterapkan pada sistem

Untuk mendapatkan pengaturan penempatan buku yang sesuai dengan prediksi kemunculan setiap buku dilakukan dengan mencari hubungan keterkaitan antar buku melalui

Pemilihan nilai random pada bobot awal algoritma Backpropagation sangat mempengaruhi proses pembelajaran algoritma, dengan penambahan algoritma Nguyen Widraw dan penambahan

Terkait dengan hal tersebut diatas, perlu dilakukan Kajian Beban Ijin Total Pesawat (Pta) Dari Nilai PCN (Pavement Classification Number ) Di Bandar udara

Rumus yang digunakan untuk penaksiran risiko di Kabupaten Padang Pariaman adalah seperti berikut.. Pada dasarnya, wilayah dengan populasi dan bangunan yang padat dianggap

Metode:  Ceramah Media:  Ms.PowerPoint Alat:  LCD Projector  Alat peraga 10 menit Penyajian (Inti)  Mendeskripsikan definisi anatomi sistem alat gerak

Langkah-langkah praktikum diberikan dengan jelas sehingga para praktikan, dibantu oleh asisten mata kuliah Elektronika Daya, dapat semakin memahami karakteristik

1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. 2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau aspirasi dari