ANALISIS COMPRESSIVE STRENGTH
PADA RESTORASI KOMPLEKS GIGI POSTERIOR DENGAN PENGGUNAAN KETEBALAN DENTIN REPLACEMENT YANG BEBEDA
COMPRESSIVE STRENGTH ANALYSIS IN POSTERIOR TOOTH COMPLEX RESTORATIONS WITH DIFFERENT THICKNESS OF
DENTIN REPLACEMENT MATERIAL
UCI ERNAWATI H J1022 16 108
DOSEN PEMBIMBING
DRG. NURHAYATY NATSIR, Ph.D, Sp.KG DRG.CHRISTINE ANASTASIA ROVANI, Sp.KG
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROGRAM STUDI KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
vi KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu Alaikum Wr. Wb
Dengan penuh kerendahan hati, penulis memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan izin, rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Bagi penulis, penyusunan laporan tesis yang berjudul “Analisis Compressive Strength Pada Restorasi Kompleks Gigi Posterior Dengan Ketebalan Dentin Replacement Yang Berbeda “ merupakan tugas yang tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan dalam proses penyusunan tesis ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun pada akhirnya tesis ini dapat terselesaikan tentulah karena beberapa pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini.
Oleh karena itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, utamanya kepada yang terhormat:
1. Prof.Dr.drg. Bahruddin Thalib M.Kes,Sp.Pros(K), sebagai Dekan Fakustas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin periode 2015-2019 atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Dr. drg. Juni Jekti Nugroho, Sp.KG(K) sebagai Ketua Program Studi Konservasi Gigi, yang telah banyak memberikan bimbingan, wejangan,
vii semangat dan dukungan yang tiada henti sejak awal masuk ke PPDGS Konservasi Gigi dan selama penulis melaksanan tugas-tugas sebagai residen.
3. Drg. Nurhayaty Natsir, Ph.D, Sp.KG, sebagai pembimbing ke I yang telah memberikan dukungan dan meluangkan waktu bagi terwujudnya tesis ini.
Dengan kesabaran, perhatian telah memberikan dorongan, koreksi dan saran baik dari aspek metodologi penelitian maupun penyajian isi tesis secara keseluruhan.
4. Drg. Christine A. Rovani, Sp.KG sebagai pembimbing ke II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, waktu dan masukan-masukan kepada penulis sehingga dapat meyelesaikan tesis ini.
5. Dr.drg. Aries Chandra Trilaksana, Sp.KG(K) sebagai dosen dan penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan selama pendidikan.
6. Drg. Wahyuni Suci Dwiandhany, Sp.KG, sebagai dosen yang selalu memberikan bimbingan dan masukan selama Pendidikan.
7. Dr. Ir. Muhammad Arsyad, M.T dan Muhlis, ST, selaku Dosen Teknik Mesin Politeknik Negeri Makassar yang telah membimbing, meminjamkan sarana laboratorium dan mendampingi penulis pada saat penelitian.
8. Teman-Teman SDR Squad, drg. Aidasriwaty Gasma, drg. Ilda Budiwati, drg. Farida Rahim terima kasih atas kekompakannya sejak dari pencarian judul, penentuan metode, proposal,penelitian hingga penyusunan tesis ini selesai.
viii 9. Teman- teman seperjuanganku angkatan 2016, drg. Afniati, drg. Asrianti, drg.Yonatan, drg.Arisandi, drg. Nurtiara, drg. Andi Wisda atas semua masukan dan dukungannya selama ini. Teman sekampung drg. Sulistiya Hastuti yang telah memberikan dukungan moral, semangat dan doa.
10. Terkhusus kepada :
Ayahanda H.Abdul Hafid dan Ibunda Hj.Hasnah RB yang
dengan doanya, wejangan dan motivasinya penulis haturkan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta mengucapkan terima kasih dengan iringan doa “Semoga amal baik diterima dan mendapat balasan dari Allah Yang Maha Kasih, Maha Sayang dan Maha Pemurah”.
Ibunda Mertua Majeng dan Ayahanda Ambo Asse
(Almarhum), terima kasih untuk doa-doanya dan motivasinya selalu kepada penulis selama menempuh pendidikan.
Suami tercinta, drg.Rustan Ambo Asse , terimakasih atas doa,
motivasi,dukungan yang walaupun berada disituasi yang sama menuntut ilmu dan berjuang tetapi dengan sabar selalu ada selama ini.
Teristimewa anak-anaku, Najwa Azizah Azzahrah dan Naurah
Afifah Aliyah, yang sudah dengan sabar bersama Bunda, yang selalu jadi penyemangat Bunda. Selalu ada doa dan semangat untukmu.
ix
Kepada saudaraku Yudistira, S.Si.Apt & Ari Dwi Doyono,Amd.Kep terimakasih atas doa, dukungan moril dan material kepada penulis selama studi.
Kepada saudaraku Jumrah Fauziah, Amd.AK dan Muhammad
Syawaluddin terima kasih atas doa dan semangatnya selalu.
Hamdana,Amd.AK yang selalu membantu dan memberi dukungan kepada penulis.
Kepada Ibundaku Ratnaniah, S.Sos, yang selalu menjadi
tempat berbagi cerita, yang selalu memberi semangat dan dukungannya pada penulis .
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah dan anugrah-Nya berlimpah bagi beliau-beliau yang tersebut di atas.
Sangat disadari dalam tesis ini terdapat banyak kekurangan oleh karena itu semua saran dan kritik penulis terima dengan lapang dada demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Akhirnya harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran gigi.
Makassar, September 2018
Penulis
x ABSTRAK
UCI ERNAWATI : Analisis Compressive Strength Pada Restorasi Kompleks Gigi Posterior Dengan Ketebalan Dentin Replacement Yang Berbeda (Dibimbing oleh Nurhayaty Natsir dan Christine Anastasia Rovani)
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui compressive strength dari restorasi kompleks gigi posterior menggunakan dentin replacement dengan ketebalan yang berbeda.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain post test only group design. Penelitian dilakukan pada 36 gigi molar yang telah diekstraksi. Seluruh sampel dipreparasi dengan membuat kavitas kompleks berukuran serviko oklusal 6±0,5 mm dan mesio distal 9,5±0,5mm. Sampel ditanam dalam balok akrilik ukuran 2,5cm x 2,5cm x 2,5cm. Restorasi dengan teknik inkremental sentripetal menggunakan dentin replacement sebagai base dengan ketebalan berbeda. Sampel dibagi dalam 3 kelompok yang terdiri dari kelompok 1 Aplikasi base dentin replacement ketebalan 2 mm, kelompok 2 base dentin replacement ketebalan 4 mm dan kelompok 3 tanpa aplikasi dentin replacement (Kelompok kontrol). Uji compressive strength seluruh sampel menggunakan Universal Testing Mechine dan penilaian pola fraktur menggunakan stereomikroskope pembesaran 40x dilanjutkan pemeriksaan Scaning Electro Microscope (SEM). Data dianalisis secara statistik menggunakan uji One Way Anova dilanjutkan dengan uji Post hoc menggunakan Least Significant Difference (LSD).
Hasil penelitian pada kelompok 1 memiliki compressive strength rerata 145,72 Mpa dengan presentase pola fraktur adhesi 50% (n=6), kelompok 2 rerata 135,08 Mpa dengan presentase pola adhesi 16,7% (n=2) dan kelompok 3 rerata 150,38 Mpa dengan presentase pola fraktur adhesi 33,3% (n=4). Dari hasil uji menunjukkan bahwa aplikasi base dentin replacement dengan ketebalan 2 mm lebih kuat menahan tekanan dibandingkan aplikasi base dentin replacement 4 mm pada restorasi kompleks gigi posterior.
Kata Kunci : Compressive strength , dentin replacement, pola fraktur, restorasi kompleks.
xi ABSTRACT
UCI ERNAWATI H : Compressive Strength Analysis In Posterior Tooth Complex Restorations With Different Thickness Of Dentin Replacement Material (Supervised by Nurhayaty Natsir and Christine Anastasia Rovani)
This research aimed to determine the compressive strength analysis in posterior tooth complex restorations with different thickness of dentin replacement material.
This study is a laboratory experimental study with post-test only group design.
This study was performed on 36 extracted molars. Complex cavities were prepared in all tooth with cervicocclusal of 6+0.5 mm, bukolingual of 4 mm and mesiodistal of 9.5+0.5 mm. Samples was embedded in acrylic blocks of 2.5 x 2.5 x 2.5 cm.
Centripetal increment technique with dentin replacement material as base at various thickness was used in the restorations. Samples was divided into 3 groups, i.e. in Group 1 dentin replacement with to 2 mm thickness; Group 2 for 4 mm thickness;
and Group 3 without dentin replacement material applications [control group].
Universal testing machine was used in the compressive strength test and fracture pattern was assessed using a Stereomicroscope with 40x magnification and Scanning Electron Microscope [SEM]. The data was statistically analyzed using one-way ANOVA and post-hoc test with Least Significant Difference [LSD].
The mean compressive strength in the treatment Group 1 was 145.72 MPa with 50% adhesion fracture pattern [n = 6], Group 2 was 135.08 MPa with 16.7%
adhesion fracture pattern [n = 2] and Group 3 was 150.38 MPa with 33% adhesion fracture pattern [n =4]. The result showed that dentin replacement thickness of 2 mm presented significantly higher compressive strength than 4 mm thickness in the complex restorations of the posterior tooth.
Keywords: Compressive strength, Dentin replacement, Fracture pattern, Complex restorations.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….. i
PRASYARAT GELAR……….. ii
PENGESAHAN UJIAN TESIS……… . iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI.……….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS………. v
PRAKATA……… . vi
ABSTRAK……… . x
ABSTRACT………. xi
DAFTAR ISI………. . xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN.……….. xv
DAFTAR GAMBAR……… . xvi
DAFTAR TABEL……….. xvii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xviii
BAB I. PENDAHULUAN... 01
I.1 Latar Belakang...… 01
I.2 Rumusan Masalah... . 03
I.3 Tujuan Penelitian... . 04
I.3.1 Tujuan Umum...…. 03
I.3.2 Tujuan Khusus...…. 03
I.4 Manfaat Penelitian... .. 04
I.4.1 Manfaat Umum...…. 04
I.4.2 Manfaat Khusus...…. 04
xiii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………..05
2.1 Resin Komposit………...05
2.2 Komposit Nanofill………...07
2.3 Komposit Flowable………... 09
2.4 Dentin Replacement……….10
2.5 Polimerisasi... 14
2.6 Teknik Inkremental... 17
2.7 Metode penyinaran... 18
2.8 Sifat Mekanik Resin Komposit... 20
2.9 Restorasi Kompleks………... 25
2.10 Kerangka Teori………..28
2.11 Kerangka Konsep………..29
2.10 Hipotesa Penelitian………30
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 31
3.1 Jenis dan Desain Penelitian... 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 31
3.2.1 Tempat Penelitian... 31
3.2.2 Waktu Penelitian... 31
3.3 Sampel Penelitian... 32
3.4 Variabel Penelitian... 33
3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 33
3.6 Alat dan Bahan Penelitian... 36
3.6.1 Alat Penelitian... 36
3.6.2 Bahan Penelitian... 37
3.7 Cara Kerja …………... 37
xiv
3.7.1 Pemilihan Sampel Gigi... 37
3.7.2 Preparasi Kavitas... 38
3.7.3 Prosedur Restorasi... 39
3.7.4 Uji Compressive Strength………... 41
3.7.5 Pengamatan Pola Fraktur………... ….43
3.7.6 Pengamatan hasil………... 44
3.7.7 Analisis Data………... … 44
3.7.8 Alur Penelitian….………..45
BAB IV. HASIL PENELITIAN………....46
Tabel. 1………...46
Tabel. 2………...47
Tabel. 3………...48
Tabel. 4………...49
BAB V. PEMBAHASAN………. 52
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN………. 60
6.1 Kesimpulan………. 60
6.2 Saran……… 60
DAFTAR PUSTAKA... 61
xv DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan
Mpa Megapascal
SDR Smart Dentin Replacement
Bis-GMA Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate
UDMA Urethane Dimethacrylate
TEGDMA Trietilen Glycol Dimethacrylate
LED Light Emiting Diode
QTH Quartztungsten-Halogen
PAC Plasma Arc Curing
LCU Light Curing Unit
µW mikrowatt
mW megawatt
nm nanometer
KN Kilonewton
N Newton
mm milimeter
cm centimeter
min menit
UTM Universal Testing Machine
LPPM Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat
ITS Institut Teknologi 10 November Surabaya
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4.1 Komposisi SDR dan Fungsinya………...12
Gambar 2.4.2 Ikatan Kimia Teknologi SDR ...13
Gambar 2.8.1 Compressive Strength Bahan Restorasi………...24
Gambar 2.8.2 Alat Uji Compressive Strength………...25
Gambar 3.5.1 Bentuk Kavitas Restorasi Kompleks ………...34
Gambar 3.5.2 Desain Teknik Aplikasi Inkremental Sentripetal…………...35
Gambar 3.7.1.1 Ilustrasi Penananam Sampel Pada Balok Akrilik ………...38
Gambar 3.7.2.1 Bentuk Preparasi Kavitas Kompleks………...39
Gambar 3.7.3.1 Ilustrasi Potongan Sagital Teknik Inkremental Sentripetal………..40
Gambar 3.7.3.2 Gambar Preparasi Setelah Direstorasi Inremental Sentripetal…….40
Gambar 3.7.4.1 Sudut Tekan dan Posisi Pusat Tekan………41
Gambar 3.7.4.2 Posisi Sampel Sampel Saat Dilakukan Uji Tekan………42
Gambar 3.7.4.2 Posisi Sampel Sampel Di Mechanical Testing Machine…………..42
Gambar 3.7.5.1 Pengamatan Sampel Dengan Stereomicroscope………..43
Gambar 3.7.5.2 Pengamatan sampel Dengan Scaning Electro Microscope………..43
Gambar 5.1 Grafik Presentase Nilai Compressive Strength Setelah Perlakuan..48
Gambar 5.2 Grafik Kejadian Pola Fraktur Perkelompok Perlakuan………50
Gambar 5.3 Pola Fraktur Dengan Pemeriksaan Stereomicroscope 40x………..50
Gambar 5.4 Hasil Pemeriksaan Sampel Dengan Scaning Electro Microscope..51
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Homogenitas Dimensi Mahkota Antar Kelompok………..47
Tabel 2 Nilai Compressive Strength Antar Kelompok Perlakuan………47
Tabel 3 Least Significant Difference (LSD) Antar Kelompok………48
Tabel 4 Perbandingan Pola Fraktur ………49
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rekomendasi Persetujuan Etik
2. Surat Keterangan Penelitian dari ITS Surabaya
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rekomendasi Persetujuan Etik
2. Surat Keterangan Penelitian dari ITS Surabaya
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini komposit sebagai bahan adesif berkembang secara pesat, termasuk penggunaannya pada gigi posterior. Restorasi komposit tidak hanya memberikan hasil estetik yang baik menyerupai gigi asli, namun juga biokompatibel, mampu berikatan dengan struktur gigi serta mempunyai sifat mekanik yang baik. (Kiran KV et al 2014 ; Rusmayati A et al 2017)
Resin komposit telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi untuk merestorasi struktur gigi yang hilang. Pada beberapa tahun belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran gigi, resin komposit yang awalnya untuk gigi anterior sekarang penggunaannnya untuk gigi posterior pun semakin dikembangkan.(Lestari S, 2012; Andari ES et al, 2014).
Gigi posterior dengan kavitas kompleks umumnya direstorasi indirek, tetapi waktu perawatan yang lama dan membutuhkan biaya perawatan yang besar, sehingga dengan perkembangan bahan adesif para klinisi dapat memilih menggunakan restorasi direk komposit sebagai alternatif perawatan.( Boushell LW et al, 2013 ; Kiran KV et al, 2014 ; Andrade CI et al, 2014)
Pemilihan bahan adesif pada restorasi kompleks akan mempengaruhi sifat mekanik suatu restorasi. Sifat mekanik suatu restorasi adalah kekuatan menahan gerakan pada saat pengunyahan sehingga restorasi dapat bertahan lama. Salah satu sifat mekanik yang harus dimiliki oleh restorasi komposit adalah compressive
2 strength. Compressive strength adalah kemampuan suatu bahan untuk mempertahankan keutuhannya di bawah tekanan maksimun dalam satuan Megapascal (MPa) hingga mengalami fraktur. Kejadian fraktur baik pada gigi maupun restorasinya menjadi indicator penilaian tekanan mekanik restorasi komposit. (Aryanto M et al, 2013 ; Annusavice KJ, 2013)
Compressive strength restorasi komposit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis komposit dan proses polimerisasi. Resin komposit mengandung berbagai ukuran filler, morfologi, volume, distribusi, komposisi kimia dan matriks yang mempengaruhi sifat mekaniknya. Formulasi resin komposit yang saat ini dikembangkan yaitu dengan adanya penggunaan base yang akan berpengaruh terhadap konstribusi tekanan yang homogen yang kemudian berpengaruh terhadap compressive strength restorasi komposit. (Aryanto M et al, 2013 ; Sonwane SR et al, 2015)
Salah satu komposit flowable yang dapat diaplikasikan sebagai base adalah dentin replacement . Dentin replacement memiliki bahan dasar resin uretan dimetakrilat, menyerupai dentin , dapat diaplikasikan dengan ketebalan 4- 5 mm, sifatnya bulkfill mempermudah aplikasi dan efesiensi waktu sehingga banyak digunakan untuk restorasi pada gigi posterior. Sementara daya tahan restorasi komposit sangat dipengaruhi oleh derajat polimerisasinya. Derajat polimerisasi sangat berkaitan dengan ketebalan aplikasi bahan restorasi.
(Markovska Lotfi N et al, 2015 ; Denstply, 2017)
Telah banyak penelitian yang melaporkan keberhasilan penggunaan dentin replacement pada restorasi klas II dan MOD tetapi belum ada publikasi tentang
3 penggunaan dentin replacement pada kavitas kompleks dengan ketebalan aplikasi yang berbeda. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ketebalan aplikasi dentin replacement dihubungkan dengan compressive strength restorasi kompleks gigi posterior.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana pengaruh penggunaan dentin replacement sebagai base dengan ketebalan aplikasi yang berbeda terhadap compressive strength restorasi kompleks gigi posterior?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui compressive strength dari restorasi kompleks gigi posterior menggunanakan dentin replacement dengan ketebalan yang berbeda.
1.3.2 Tujuan khusus
- Mengukur compressive strength pada restorasi kompleks dengan ketebalan aplikasi base dentin replacement yang berbeda (2 mm dan 4 mm).
- Mengamati pola fraktur pada restorasi kompleks setelah dilakukan uji compressive strength.
4 1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Umum
Dapat digunakan sebagai referensi untuk pemilihan jenis restorasi pada kavitas kompleks gigi posterior.
1.4.2 Manfaat Khusus
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan informasi bagi dokter gigi dan dokter gigi spesialis konservasi pada khususnya mengenai penggunaan dentin replacement sebagai base terhadap compressive strength pada restorasi kompleks gigi posterior.
b. Sebagai acuan untuk penelitian in vivo dan follow up jangka panjang compressive strength pada restorasi kompleks gigi posterior yang menggunakan dentin replacement sebagi base.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RESIN KOMPOSIT
Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang merupakan gabungan atau kombinasi dari dua atau lebih bahan kimia yang berbeda. Resin komposit sudah lama digunakan di kedokteran gigi sejak tahun 1940 dan telah mengalami perkembangan pesat. Resin komposit terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler yang disebut coupling agent. (Rawls HR, 2013 ; Nurhapsari A, 2016 ; Rusmayati A et al, 2017).
Komponen pertama yaitu resin. Resin adalah komponen aktif kimia dalam komposit. Bentuknya adalah monomer cair. Resin komposit yang umum digunakan adalah Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis-GMA), Urethane Dimethacrylate (UDMA) dan Trietilen Glycol Dimethacrylate (TEGDMA).
(Sakaguchi RL et.al, 2012 ; Rawls HR ,2013).
Kegunaan matriks resin ini adalah untuk membentuk ikatan silang polimer yang kuat pada bahan komposit dan mengontrol konsistensi pada resin komposit.
Matriks resin mengandung monomer dengan viskositas tinggi (kental) yaitu Bis- GMA yang disintesis melalui reaksi antara bisphenol A dan glycidyl methacrylate
7 oleh Bowen. Monomer dengan viskositas rendah juga terkandung didalamnya yaitu TEGDMA dan UDMA. (Sakaguchi RL et al, 2012 ; Rawls HR , 2013)
Komponen kedua adalah partikel filler. Partikel bahan pengisi (filler) adalah material anorganik yang ditambahkan pada matriks resin. Partikel bahan pengisi yang benar-benar berikatan dengan matriks akan meningkatkan sifat bahan matriks, sifatnya seperti mengurangi pengerutan ketika terjadi polimerisasi matriks resin, mengurangi penyerapan air dan ekspansi koefisien panas, dan meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi atau pemakaian. Filler yang digunakan dalam resin komposit adalah partikel silika anorganik. Berdasarkan ukuran partikel filler, komposit dibagi menjadi lima yaitu makrofiller, mikrofiller, hibrid, nanofiller dan nanohibrid.
(Sakaguchi RL et al, 2012 ; Rawls HR , 2013 ; Haraldo et al, 2013)
Komponen ketiga adalah coupling agent. Matriks resin dan partikel bahan pengisi yang saling berikatan memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel pengisi yang lebih kaku. Ikatan antara keduanya diperoleh dengan adanya bahan coupling yaitu bahan interfasial yang menyatukan matriks resin dan filler, bahan ini berfungsi untuk mengikat filler ke matriks dan juga sebagai bahan stress absorber yang akan meneruskan tekanan dari matriks ke partikel pengisi. (Sakaguchi RL et al, 2012 ; Sonwane SR, 2015)
Adapun kegunaannya coupling agent yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis dan fisik resin dan untuk menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air.
Ikatan ini akan berkurang ketika komposit menyerap air dari penetrasi bahan
8 pengisi resin. Bahan pengikat yang paling sering digunakan adalah organosilanes (3-metoksi-profil-trimetiksilane). Selain itu, zirconates dan titanates juga sering digunakan. (Rawls HR , 2013 ; Haraldo et al, 2013; Belli S et al, 2015)
Dengan adanya penyatuan ketiga komponen utama yang merupakan komposisi dari resin komposit dengan fungsi dan perannya sehingga resin komposit dapat digunakan untuk pengganti struktur gigi yang hilang atau untuk memodifikasi warna dan kontur gigi sehingga dapat meningkatkan estetik.
(Rusmayani A, 2017 ; Rawls HR , 2013; Nurhapsari A , 2016)
2.2 KOMPOSIT NANOFILL
Berdasarkan ukuran partikel filler, komposit dibagi menjadi lima yaitu makrofiller, mikrofiller, hibrid, nanofiller dan nanohibrid. Baru-baru ini, dibuat nanopartikel (1-100 nm) yang menggunakan silika koloidal. Pada dasarnya, ukuran partikelnya sama dengan komposit mikrofill, namun perbedaannya adalah partikel-partikel dalam komposit mikrofill membentuk jaringan atau gugusan tiga dimensi yang memiliki viskositas tinggi sedangkan yang terdapat dalam komposit nanofill sangat bervariasi dan tidak banyak mempengaruhi viskositas. Jadi, komposit ini memiliki sifat-sifat optik dan polishability yang lebih unggul seperti komposit mikrofill, namun surface treatment akan mengurangi peningkatan viskositas saat digabungkan dengan monomernya,sehingga kandungan filler-nya dapat ditambah sampai 60% dari volume dan 78% dari beratnya. (Mota EG et al, 2012 ; Sakaguchi RL et al, 2012 ; Rawls HR, 2013; Kiran KV, 2014)
9 Resin komposit nanofiller merupakan bahan restorasi universal yang diaktivasi oleh sinar tampak yang dirancang untuk keperluan restorasi gigi anterior maupun gigi posterior. Resin komposit jenis ini dikembangkan dengan konsep teknologi nano yang biasanya digunakan untuk membentuk suatu produk yang dimensi komponen kritisnya adalah sekitar 0,1 hingga 100 nanometer (Basri MHC et al, 2015; Sarfi S, 2017).
Teknologi nano secara teori digunakan untuk membuat suatu produk baru yang lebih ringan dan lebih kuat. Komponen filler pada resin komposit nanofiller berisi kombinasi yang unik antara nanopartikel individual dan nanocluster.
Nanopartikel adalah partikel yang terpisah dan tidak berkelompok yang berukuran 20 nanometer. Nanocluster terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran nano yang dengan mudah berikatan membentuk kelompok partikel. (Sonwane SR, 2015 ; Basri MHC et al, 2015; Sarfi S et al, 2017).
Kelompok partikel ini bertindak sebagai unit tunggal yang memungkinkan filler loading dan kekuatan yang tinggi pada komposit ini. Kombinasi nanopartikel dan nanocluster akan mengurangi jumlah ruang interstitial antar partikel filler, sehingga dapat meningkatkan sifat fisis dan hasil polis yang lebih baik bila dibandingkan dengan resin komposit yang lain. Aplikasi bahan ini mudah karena sifatnya yang tidak lengket, dan memberikan keleluasaan bagi operator untuk membentuk kontur yang baik. Hal ini yang menyebabkan resin komposit nanofiller menjadi pilihan dan sering digunakan dalam praktek dokter gigi. (Muezzyzadeh M, 2012 ; Jayanti N et al, 2013; Basri MHC et al, 2015).
10 2.3 KOMPOSIT FLOWABLE
Resin komposit berdasarkan viskositasnya dibagi atas komposit packable dan komposit flowlable. Resin komposit flowable mengandung resin dimethacrylate dan partikel filler anorganik dengan ukuran partikel 0,4-3,0 µm dan jumlah bahan pengisi lebih rendah daripada resin komposit lainnya, yaitu 34- 68% volume. Partikel filler anorganik yang sering digunakan adalah partikel hibrid dan nanofiller. Resin komposit flowable memiliki viskositas rendah sehingga bisa beradaptasi dengan baik, yaitu menghasilkan ikatan yang rapat dengan dasar dan dinding kavitas, serta mengalir masuk ke dalam bagian iregular mikroskopis.(Rawls HR, 2012; Haraldo et al, 2013)
Selain itu, resin komposit flowable memiliki beberapa kelebihan seperti kemampuan membasahi permukaan gigi, memastikan penetrasi ke dalam setiap iregularitas, membentuk lapisan dengan ketebalan minimal, memperbaiki dan mengeliminasi udara yang masuk, radio-opaqueness, tersedia dalam berbagai warna dan fleksibilitas tinggi. Resin komposit flowable diindikasikan untuk restorasi kelas I, II, V, pit dan fissure sealants, bahan reparasi batas tepi restorasi, dan lebih sering digunakan sebagai base dibawah resin komposit packable.
(Sakaguchi RL et al, 2012; Haraldo et al, 2013)
Umumnya, resin ini memiliki viskositas rendah karena kandungan fillernya sedikit sehingga resin ini mudah mengalir, merata, adaptasinya dengan bentuk kavitas lebih rapat dan menghasilkan anatomi gigi sesuai keinginan. Hal ini meningkakan kemampuan klinisi untuk membentuk base atau liner kavitas
11 yang bisa beradaptasi dengan baik, terutama untuk preparasi klas II posterior dan situasi lain yang sulit diakses. (Sakaguchi RL et al, 2012; Haraldo et al, 2013)
Meskipun cenderung tidak lengket dibandingkan dengan komposit mikrofill dan hibrid, sifat-sifat mekanis bahan ini jauh lebih rendah karena kandungan fillernya lebih sedikit dan lebih rentan terhadap keausan dan bentuk atrisi lainnya. Karena adaptasi dan fleksibilitasnya sebagai bahan cured lebih baik, komposit flowable juga dapat digunakan untuk restorasi klas I di daerah gingiva dan klas V lesi abfraksi. Dapat juga diaplikasikan dengan cara yang sama dengan fissure sealant sebagai restorasi klas I minimal untuk mencegah karies.
(Sakaguchi RL et al, 2012; Rawls HR, 2013)
2.4 DENTIN REPLACEMENT
Bahan adhesif dan sifat resin komposit semakin dikembangkan dengan semakin meningkatnya permintaan estetika oleh pasien untuk penggunaan komposit selain amalgam untuk area posterior. (Lestari S, 2012; Andari ES, 2014). Terlepas banyaknya manfaat dari komposit, satu kekurangan terpenting yaitu pengerutan polimerisasi yang menyebabkan kebocoran mikro marginal, sensitivitas pasca operatif dan karies rekuren. Kebanyakan komposit posterior memiliki kandungan filler yang tinggi sehingga dapat mereduksi pengerutan polimerisasi. Penggunaan base sebagai suatu lapisan intermediat telah diajukan untuk mengatasi masalah terkait dengan pengerutan polimerisasi. Oleh karena itu saat ini dikembangkan komposit flowable dengan modulus elastisitasnya rendah telah direkomendasikan sebagai suatu lapisan fleksibel untuk mereduksi tekanan
12 kontraksi polimerisasi. (Didem A et al, 2014; Lotfi N et al, 2015;
Mounterrubbianessi R et al, 2016).
Sebuah komposit flowable yaitu dentin replacement telah diperkenalkan di bidang kedokteran gigi. Dentin replacement berbeda dari resin konvensional karena disertai dengan teknologi resin SD (resin penurun tekanan). Ketika dentin replacement terpapar sinar tampak, peningkatan tekanan seiring waktu akan tereduksi. Pengerutan yang rendah dkarenakan kombinasi dentin replacement yaitu struktur uretan dimetalkrilat dan memiliki berat molekul yang tinggi (849gr/mol untuk resin dentin replacement dibandingkan 513gr/mol Bis-GMA pada resin konvensional) serta suatu modulator polimerisasi yang secara kimia dipendam di pusat monomer dentin replacement dengan peningkatan fleksibilitas sehingga bisa menyesuaikan pengerutan. Juga tingginya persentase filler (berat 68%) memberikan kekuatan pada kerangka resin. (Didem A et al 2014; Al- Zahawi AR et al, 2015; Mounterrubbianessi R et al 2016).
Dentin Replacement merupakan suatu bahan resin komposit restoratif komponen tunggal, mengandung flour, di-curing dengan cahaya tampak, dan radioopak. Bahan ini didesain untuk digunakan sebagai base pada restorasi Kelas I dan II. Bahan dentin replacement memiliki karasteristik manipulasi yang sama dengan komposit flowable, namun dapat diaplikasikan hingga ketebalan lapisan 4 mm dengan tekanan polimerisasi yang minimal. Bahan dentin replacement memiliki sifat self-leveling yang memudahkan adaptasi awal pada dinding kavitas yang telah terpreparasi. Tersedia dalam satu warna, bahan ini didesain untuk dilapisi dengan komposit universal/posterior berbahan metalkrilat untuk
13 menggantikan enamel oklusal dan fasial yang hilang. (Didem A et al, 2014; Lotfi N et al 2015; Dentsply, 2017)
Dentin replacement dapat digunakan bersama dengan bahan restorasi universal pada gigi posterior yang sesuai, sebagai penganti enamel oklusal atau fasial dan kompatibel dengan berbagai bahan restorasi (Dentsply, 2017 ; Vianna de Pinho MG, et al, 2017).
Komposisi dentin replacement yang terdiri dari komponen yang lama dan baru, masing-masing memiliki fungsi khusus yaitu :
Bahan Fungsi
Resin uretan dimetakrilat yang telah dipatenkan oleh SDR
Pengerutan rendah dengan tekanan struktur yang rendah
Resin dimetalkrilat Struktur resin Diluent difungsional Resin ikatan silang Barium dan stronsium kaca
alumino-flouro-silikat (68% wt, 45%vol)
Flour struktur kaca
Sistem fotoinisiasi Curing sinar tampak
Pewarna Shade uiversal
Gambar 2.4.1 Komposisi SDR dan Fungsinya Sumber : Dentsply. SDR: smart denntin replacement.
http://dentsplymea.com/sites/default/files/SDR_OPL_factfile_3p.pdf. Diakses pada 20 Juni 2017.
Dentin replacement diperkenalkan di bidang kedokteran gigi sebagai komposit flowable yang telah direkomendasikan sebagai base karena sifat viskositasnya yang rendah, elastisitas serta wetabilitas yang tinggi. Sehingga sifat tersebut dapat membantu dalam reduksi kebocoran mikro dan memberikan kemampuan penutupan tepi yang lebih baik. (Lotfi N et al, 2015;
Mountterrubbiannessi R et al, 2016)
14 Dentin replacement mengandung uretan dimetalkrilat dalam komposisinya.
Gugus foto aktif membantu dalam pengontrolan polimerisasi kinetik. Gugus ini juga bisa menunda titik gel, yang merupakan suatu mekanisme untuk menurunkan tekanan pengerutan. (Markovska N, 2010 ; Sonwane SR et al, 2015; Lotfi N et al, 2015)
Teknologi resin dentin replacement terbaru (masih menunggu paten USA) merupakan suatu struktur uretan metalkrilat yang bertanggung jawab terhadap reduksi pengerutan dan tekanan polimerisasi. Dentin replacement memiliki pengerutan yang sangat rendah (3.5%) dibandingkan dengan komposit flowable konvensional lainnya. (Lotfi N et al 2015; Dentsply, 2017; Marurkar A et al, 2017)
Gambar 2.4.2. Ikatan kimiawi teknologi SDR Sumber : Dentsply. SDR: smart denntin replacement.
http://dentsplymea.com/sites/default/files/SDR_OPL_factfile_3p.pdf. Diakses pada 20 Juni 2017.
Berat molekul tinggi dan sifat yang lentur di sekitar pusat modular berdampak pada optimalnya fleksibilitas dan struktur resin dentin replacement.
Kombinasi unik dari filler dengan resin dentin replacement memberikan tingginya penutupan kedalaman dan reologi yang adekuat untuk memperoleh karasterisktik
15 self leveling khusus yang berguna mengoptimalkan adaptasi dan integritas tepi.
(Dentsply, 2017 .; Marurkar A et al, 2017)
Penambahan flour pada bahan restoratif telah menarik perhatian para peneliti kedokteran gigi dan dokter gigi karena kemungkinan penggunaan baha tersebut sebagai suatu sumber pelepas flour yang rendah pada gigi, dalam periode lama. Penambahan flour disebut sebagai bahan kedokteran gigi “cerdas” yang telah dikembangkan dengan tujuan mereduksi karies sekunder dan menetralkan penurunan pH, khususnya pada pasien dengan resiko karies tinggi. Sifat mekanik dan estetik dari dentin replacement telah ditingkatkan dan dapat digunakan untuk merestorasi gigi posterior. Sehingga dentin replacement dipertimbangkan menjadi pilihan bahan untuk kavitas dalam di gigi molar permanen muda di mana flour dibutuhkan untuk melawan proses karies aktif dan untuk mencegah karies rekuren di kavitas yang luas dan dalam. (Dentsply, 2017 ; Marurkar A, 2017)
2.5 POLIMERISASI
Polimerisasi adalah reaksi kimia yang terjadi ketika molekul-molekul resin dengan berat molekul kecil yang disebut monomer bergabung bersama untuk membentuk rantai panjang , molekul dengan berat molekul besar yang disebut polimer. Zat kimia yang menyebabkan reaksi polimerisasi adalah initiator dan aktivator. (Sakaguchi RL et al, 2012; Rawls HR, 2013; Al-Zahawi et al, 2015)
Aktivator adalah molekul organik yang tersusun oleh tersier amine.
Aktivator bereaksi kimia dengan initiator untuk memulai proses pengikatan
16 monomer bersama-sama dalam satu waktu. Rantai polimer mempunyai kelompok- kelompok kecil atom-atom mengantung pada sisi-sisinya. Ketika sisi-sisi polimer yang berdekatan berbagi elektron-elektron, mereka membentuk ikatan kovalen yang menghubungkan rantai-rantai bersama-sama (cross linking). Ikatan silang polimer-polimer menghasilkan material yang lebih kuat, kaku daripada polimer dengan rantai tunggal. (Sakaguchi RL et al, 2012; Rawls HR, 2013; Al-Zahawi, 2015; Rosatto CMP et al, 2015)
Proses polimerisasi akan menentukan persentase perubahan ikatan monomer menjadi ikatan tunggal primer yang kemudian berpengaruh terhadap kontraksi polimerisasi . Fase polimerisasi komposit total terbagi dua, yaitu fase pragelasi dan pascagelasi. Pada fase pragelasi, kepadatan ikatan silang antar monomer masih rendah dan rantai polimer masih dapat berubah-ubah, sehingga masih terjadi pelepasan tekanan di dalam struktur komposit. Selama fase pascagelasi, bertambahnya kontraksi polimerisasi menimbulkan tekanan yang signifikan pada ikatan antara resin komposit dengan dinding kavitas dan struktur gigi di sekitarnya. (Sakaguchi RL et al, 2012; Rawls HR, 2013; Al-Zahawi et al, 2015).)
Tekanan yang timbul pada fase pascagelasi tidak tersebar secara merata pada dinding kavitas dan kekuatan adhesi antara gigi dan komposit juga berbeda- beda di sepanjang permukaan yang beradhesi. Pada area yang kekuatan kontraksi polimerisasinya yang lebih besar daripada kekuatan ikatan komposit-struktur gigi pada area tersebut akan terbentuk celah yang akan menyebabkan kegagalan adhesi
17 dan kebocoran mikro, dan lebih jauh lagi menyebabkan sensitivitas pasca tindakan dan karies sekunder. (Sakaguchi RL et al, 2012; Rawls HR, 2013, Yusri 2016)
Kontraksi polimerisasi terjadi karena ada dua faktor yang menurun, yaitu volume Van der Waals dan volume bebas. Volume Van der Waals adalah volume molekul yang terbentuk dari atoms dan panjang ikatan. Penurunan volume Van der Waals terjadi saat polimerisasi karena terjadi perubahan pada panjang ikatan (konversi rantai ganda menjadi tunggal). Volume bebas, baik monomer atau polimer adalah volume yang terjadi akibat pergerakan rotasi dan termal. Ketika monomer konversi menjadi polimer maka terjadi penurunan volume bebas karena terjadi rotasi rantai polimer. (Sakaguchi RL et al, 2012; Rawls HR, 2013; Lotfi N et al, 2015)
Selain kontraksi volume, polimerisasi juga menyebabkan meningkatnya modulus elastisitas. Selama polimerisasi, terdapat suatu titik yang disebut titik gelasi (gel point). Titik gelasi adalah tahap peningkatan modulus elastisitas material komposit secara nyata sehingga tidak terjadi deformasi plastis atau aliran material untuk mengkompensasi kontraksi volume. (Sakaguchi RL et al, 2012;
Rawls HR, 2013; Lotfi N et al, 2015 )
Hasil polimerisasi erat kaitannya dengan derajat konversi. Derajat konversi didefenisikan sebagai persentase dari rantai ikatan ganda karbon yang diubah menjadi ikatan tunggal untuk membentuk polimer, atau persentase kelompok metakrilat yang terpolimerisasi. (Gajewski V et al 2012 ; Robeiro BC et al, 2012)
Semakin tinggi derajat konversi bahan resin komposit, semakin tinggi pula tingkat kekerasan, ketahanan terhadap keausan dan sifat mekanis lainnya. Derajat
18 konversi sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis restorasi resin komposit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polimerisasi dengan penyinaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kandungan resin komposit, warna resin komposit, kualitas unit sumber penyinaran, waktu paparan, serta ketebalan lapisan resin komposit. (Robeiro BC et al, 2012; Abed YA et al, 2015)
Resin komposit dengan derajat konversi yang tinggi memiliki sifat mekanik yang lebih besar, ketahanan aus yang lebih besar, stabilitas warna yang lebih baik dan lebih biokompatibel sehingga memberikan kontribusi dengan panjangnya umur resin komposit. (Gajewski V et al, 2012; Robeiro BC et al, 2012; Abed YA et al , 2015)
2.6 TEKNIK INKREMENTAL
Aplikasi komposit secara inkremental dengan penggunaan base yang lebih fleksibel dinyatakan sebagai metode untuk melepaskan tekanan polimerisasi Teknik inkremental akan mereduksi tekanan melalui faktor C. Ketika dinding kavitas yang beradhesi dengan resin komposit menjadi lebih sedikit (C-Factor menjadi kecil) maka kontraksi polimerisasi yang terjadi tentunya juga lebih sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian yng dilakukan oleh Hasan dkk (2010) yang melaporkan bahwa teknik aplikasi inkremental dapat menurunkan tekanan polimerisasi. (Diansari V et al, 2010; Fabianelli A, 2010; Markaovska, 2014; Al- Zahawi AR et al, 2015; Hirata R, 2015 ; Sarfi S et al, 2017;)
Salah satu modifikasi teknik inkremental adalah inkremental sentripetal.
Teknik ini didemonstrasikan oleh Bichalho (1994) yaitu dengan meletakkan resin
19 komposit secara inkremental dari tepi ke tengah kavitas. Teknik sentripetal menghasilkan adaptasi tepi yang lebih baik karena jumlah komposit yang digunakan untuk membangun dinding proksimal lebih sedikit. (Fabianelli A et al, 2010 ; Nadig RR et al, 2011; Bicalho AA et al, 2014)
2.7 METODE PENYINARAN
Masalah yang utama yang sering dihadapi dalam tumpatan resin komposit adalah tidak sempurnanya polimerisasi. Derajat polimerisasi dapat diketahui dengan adanya sisa monomer akibat polimerisasi yang tidak sempurna. Derajat polimerisasi resin komposit sinar tampak dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.(Mahn E, 2013)
Faktor intrinsik antara lain komposisi material resin komposit, bahan organik (matriks), anorganik (tipe dan kandungan bahan pengisi), viskositas, dan ketebalan lapisan resin komposit. Faktor ekstinsik antara lain light curing unit (LCU), intensitas dan waktu pemaparan sinar, metode aktivasi sinar tampak dan temperature. (Tolidis K et al 2011; Segal P et al, 2015)
Light curing unit (LCU) telah dipertimbangkan sebagai salah satu alat yang paling penting pada restorasi kedokteran gigi berhubungan dengan derajat polimerisasi. Tipe light curing unit yang sering digunakan dalam proses polimerisasi antara lain : LED (light emiting diode), QTH (quartztungsten- halogen) dan PAC (plasma arc curring), dan Argon laser lamp. (Tolidis K et al, 2011; Kramer N et al , 2014; Segal P et al, 2015).
20 LED merupakan lampu berbasis sinar biru dengan daya rendah. LED generasi pertama menggunakan silikon karbida dengan output daya 7 µW, sedangkan LED generasi kedua dibuat dengan menggunakan teknologi gallium nitride dengan output daya lebih besar yaitu 3 mW. (Tolidis K et al, 2011; Mahn E, 2013)
Kelebihan LED dibandingkan dengan QTH antara lain LED tidak memerlukan filter karena memancarkan cahaya pada panjang gelombang tertentu pada kisaran photo absorption comphorquinone yaitu 400 nm – 500 nm, sinar yang dipancarkan LED berguna semua dalam proses polimerisasi. LED mempunyai kemampuan yang konstan tanpa penurunan intensitas karena pemakaian dan tidak terlalu sering memerlukan penggantian dioda, panas tidak dihasilkan selama pemakaian LED sehingga tidak diperlukan kipas pendingin.
(Silva C et al, 2009; Pasril Y et al, 2013 Kramer N et al 2014; Segal P et al, 2015)
Light curing LED yang dikembangkan saat ini dilengkapi dengan beberapa teknik penyinaran yaitu metode konvensional (fast curing) dan metode lambat (soft start). Macam-macam tehnik penyinaran yang ada saat ini direkomendasikan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan pengerutan polimerisasi.
(Melkummyam TV et al, 2012 ; Ghareecb NH et al, 2014)
Teknik penyinaran soft start dibagi menjadi 3 macam tehnik , yaitu stepped, ramped, dan pulse-delayed. Teknik stepped dimulai dari sinar intensitas rendah diaplikasikan pada periode awal, kemudian diikuti sinar dengan intensitas tinggi pada periode berikutnya. Teknik ramped dimulai dari sinar intensitas
21 rendah, kemudian secara perlahan meningkat selama beberapa saat sampai mencapai intensitas tinggi, dan dipertahankan sampai beberapa saat sampai penyinaran selesai. Teknik pulse delay dimulai dari sinar intensitas rendah selama beberapa saat, kemudian ada fase penundaan dan terakhir penyinaran lama dengan intensitas penuh. (Diansari V et al, 2010; Melkumyam TV et al , 2012 Sakaguchi RL et al, 2012)
Neo dan Yap (2005) menyatakan dalam bukunya bahwa jarak maksimal antara sumber sinar dengan permukaan komposit resin adalah 4 mm dengan ketebalan material 2 mm. Sedangkan Powers dkk (2006) menyarankan jarak maksimal antara sumber sinar dengan material komposit adalah 1 mm dengan ketebalan 2-2,5 mm guna mendapatkan polimerisasi yang optimal. Bahkan Ferracane dkk (2001) menyarankan jika memungkinkan antara sumber sinar dengan material komposit resin sebaiknya berkontak rapat untuk mendapatkan polimerisasi yang optimal. Namun, jika tidak memungkinkan menempatkan sumber sinar berkontak rapat dengan material komposit resin, maka jarak maksimal antara sumber sinar dengan material komposit adalah 1-2 mm. (Diansari V et al, 2010; Tsujimoto A et al , 2017)
2.8 SIFAT MEKANIK RESIN KOMPOSIT
Sifat mekanis pada bahan restorasi komposit merupakan faktor yang penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus menjamin bahan restorasi berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka waktu tertentu.(Moezzyzadeh M et al, 2013)
22 Adapun sifat mekanik resin komposit meliputi tensile strength (kekuatan tarik), shear strength (kekuatan geser atau gesek) dan compressive strength (kekuatan tekan). Menurut Powers JM dkk (2009), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menguji sifat mekanis gigi seperti ketahanan fraktur gigi yaitu kekuatan tarik, kekuatan gesek dan kekuatan tekan. Menurut Hatrick CD (2011) bahwa gaya kompresi, tarik dan gesek merupakan gaya yang dihasilkan saat mastikasi. Ketiga sifat mekanik ini sangat mempengaruhi ketahanan dari restorasi komposit sehingga bisa bertahan lama dalam rongga mulut. (Badr SBY et al 2013;
Pradeep K et al, 2016; Tsijumoto et al, 2016)
Compressive strength merupakan ketahanan fraktur suatu material terhadap beban maksimum yang diberikan serta merupakan indikator keberhasilan yang terpenting karena compressive strength gigi yang tinggi sangat diperlukan dalam menahan tekanan mastikasi dan kebiasaan parafungsi. Gaya kompresi lebih banyak dihasilkan dari gigi posterior khususnya saat mengunyah makanan atau proses mastikasi. (Anusavice KJ, 2013; Sakaguchi RL et al, 2012)
Mastikasi adalah suatu proses kompleks yang melibatkan lidah, gigi dan otot orofasial dalam pemecahan makanan menjadi bolus makanan menjadi konsistensi yang lunak sebelum dilanjutkan dengan penelanan. Kekuatan mastikasi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor seperti jenis kelamin, umur, jenis makanan, keadaan gigi, keadaan rahang serta kekuatan otot. Adapun kekuatan maksimum mastikasi berbeda-beda pada setiap penelitian tetapi umumnya rata-rata kekuatan mastikasi maskimum pada seluruh
23 gigi berkisar antara 500-700 N. (Sakaguchi RL et al, 2012 ; Anusavice KJ, 2013;
Caldas S et al, 2013)
Kekuatan mastikasi dapat semakin meningkat pada penderita bruksism dimana dilaporkan bahwa penderita bruksism dapat memiliki kekuatan mastikasi kira-kira sebesar 1000 Newton atau tiga kali lipat dibandingkan kekuatan mastikasi normal. Faktor umur mempengaruhi kekuatan mastikasi seseorang dimana pada penelitian Singh dkk (2011) terlihat adanya pengurangan kekuatan mastikasi pada orang usia tua dibandingkan usia muda. Selain faktor umur, kekuatan mastikasi juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin yaitu umumnya laki-laki memilki kekuatan mastikasi yang lebih besar daripada perempuan.
(Sakaguchi RL et al, 2012 ; Anusavice KJ, 2013)
Pada umumnya, perempuan memiliki kekuatan mastikasi yang lebih rendah dibandingkan laki-laki hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan kekuatan otot mastikasi antara laki-laki dan perempuan. Pemberian beban yang melebihi batas normal mastikasi (overloads) dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada gigi. Adapun variasi perbedaan ketahanan fraktur gigi saat mastikasi dapat dipengaruhi oleh segi biologis gigi yaitu besarnya tekanan yang diberikan dan sifat material dari gigi. (Sakaguchi RL et al, 2012; Anusavice KJ, 2013)
Terdapat hubungan kekuatan tekan (compressive strength) dengan mastikasi. Gaya kompresi merupakan gaya yang kebanyakan dihasilkan dari gigi posterior saat mengunyah makanan. Pergerakan rahang bawah ke atas dan ketahanan gigi rahang atas terhadap tekanan gigi dari rahang bawah tersebut pada
24 saat mastikasi akan mengakibatkan gigi menerima tekanan kompresi baik pada mahkota maupun akar. (Sakaguchi RL , 2012; Moezzyzadeh M, 2012;Anusavice KJ, 2013)
Pada saat mastikasi, gigi dan ligamen peridontal akan mentransmisikan gaya mastikasi ke tulang alveolar sehingga tekanan yang diterima gigi menjadi berkurang. Ligamen peridontal merupakan struktur terlembut yang berperan dalam menerima gaya kompresi sehingga ligamen periodontal inilah yang akan pertama mengalami deformasi daripada tulang alveolar pada saat menerima tekanan yang melebihi batas normal. Adapun perbedaan nilai tekanan yang diterima oleh cusp bukal dan palatal pada gigi premolar satu rahang atas disebabkan akibat adanya perbedaan dalam fungsi dimana cusp palatal (cusp fungsional) umumnya menerima tekanan kompresi yang lebih besar dibandingkan cusp bukal (cusp non fungsional) pada saat oklusi. (Anusavice KJ, 2013; Baishal LW et al, 2013)
Adapun besar maksimun tekanan pada oklusal gigi berkisar 200-3500 N.
Untuk gigi molar satu antara 400- 800 N, Incisivus 150-200 N. Sementara pada anak anak berkisar 235-494 N dan dewasa 65-235 N. Disaat gigi telah mendapatkan perawatan berupa restorasi komposit dengan sebagian struktur gigi terdiri dari bahan restorasi dengan bentuk yang telah menyerupai gigi asli maka beban kompressi yang diterima oleh gigi yang telah direstorasi akan sama dengan gigi normal. Sehingga peran bahan restorasi untuk menerima tekanan harus bisa
25 menerima beban mastikasi dengan tetap mempertahankan bentuk dan fungsinya.
((Sakaguchi RL et al, 2012 ; Anusavice KJ, 2013; Badr SBY, 2013)
Compressive strength resin komposit dapat dilihat pada tabel nilai compressive bahan restorasi.
Gambar 2.8.1 Compressive strength bahan restorasi (Sumber : Anusavice KJ, 2013)
Penilaian compressive strength pada gigi yang telah direstorasi dapat dilakukan dengan memberikan dua gaya kompresi dari atas dan bawah dengan arah kedua gaya menuju ke spesimen yang diuji atau dapat juga dilakukan dengan memberikan gaya hanya pada salah satu ujung spesimen sehingga spesimen tersebut akan dikompresi menuju ujung spesimen lainnya yang tidak diberi gaya sampai terjadi fraktur. (Sakaguchi R et al, 2012; Sonwane SR, 2015)
Uji kompresi biasanya digunakan pada material yang rapuh (brittle) dan dilakukan dengan memberikan penekanan pada suatu spesimen berbentuk silinder dimana spesimen berbentuk silinder tersebut mempunyai ukuran panjang yang
26 lebih besar daripada ukuran diameternya dan pada bagian dasar dari spesimen dibuat rata. Spesimen akan dikompresi diantara plat pada alat penguji dan tekanan kompresi yang diberikan pada spesimen tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan panjang spesimen yang akhirnya menyebabkan terjadinya fraktur.
(Sakaguchi R et al, 2012; Sonwane SR, 2015)
Gambar 2.8.2 Alat Uji Compressive Strength Universal Testing Machine
Sumber : Ronald L. Sakaguchi. Chapter 4: Fundamentals of Materials Science in Craig’s restorative dental material. Elseiver Mosby.13th Ed.2012 : 34-41
Universal Testing Machine (UTM) yang juga dikenal dengan universal tester merupakan alat yang dapat digunakan untuk menguji kekuatan tarik (tensile strength) dan kekuatan tekan (compressive strength) suatu material. Beban maksimun untuk penekanan diukur dan hasil yang diperoleh kemudian dibaca serta dicatat dalam satuan Newton (N). (Sakaguchi R et al, 2012; Anusavice KJ, 2013)
2.9 RESTORASI KOMPLEKS
Kehilangan mahkota gigi yang parah dapat menyebabkan masalah pada retensi gigi dan juga pada restorasi. Kebanyakan gigi dapat direstorasi dengan
27 amalgam atau komposit. Namun apabila ukuran preparasi sangat besar dikarenakan karies dan alasan lainnya maka struktur gigi yang tersisa menjadi berkurang, hal tersebut akan mempersulit untuk mendapatkan resistensi yang optimal dan juga bentuk retensi. (Andrade CL et al, 2014 ; Khursheed DA et al, 2015, Yildis E et.al, 2016)
Restorasi posterior yang kompleks digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang atau rusak akibat fraktur, keterlibatan karies yang parah atau adanya bahan restorasi. Restorasi ini biasanya melibatkan pergantian ulang satu atau lebih cups yang hilang dengan membutuhkan retensi tambahan.
(Boushell LW et al, 2013)
Restorasi kompleks gigi posterior sebaiknya dipertimbangkan ketika terjadi kehilangan struktur gigi yang luas dan apabila satu atau lebih cups perlu dilakukan capping. Pada gigi dengan karies parah atau adanya bahan restorasi, undermine dentin atau struktur gigi yang lemah sehingga rentan fraktur harus segera dihilangkan dan direstorasi. Biasanya gigi yang rapuh sangat baik direstorasi dengan restorasi indirek yang telah di desain seksama sehingga dapat mencegah fraktur akibat tekanan mastikasi. Apabila retensi konvensional tidak adekuat karena struktur gigi yang tersisa tidak memadai, bentuk retensi dapat diperbaiki dengan melakukan penggunaan pin, slove dan perpanjangan groove pilihan. Sifat retensi yang dibutuhkan tergantung pada jumlah struktur gigi yang tersisa dan gigi yang direstorasi. Semakin banyak struktur gigi yang hilang maka akan semakin banyak retensi tambahan yang dibutuhkan (Boushell LW et al, 2013; Krusheed DA et al ; Dalawi DA et al, 2015).
28 Saat ini telah banyak dikembangkan jenis resin komposit yang dengan ikatan adesifnya dapat menggantikan peran dan fungsi retensi tambahan. Ketika merestorasi kavitas yang besar atau dalam pada gigi posterior suatu proses pengisian bertahap yang melibatkan penempatan dan foto polimerisasi berulang dari resin komposit terjadang dibutuhkan. Keperluan restorasi ini secara signifikan meningkatkan waktu untuk mendapatkan restorasi kavitas yang adekuat. Oleh karena itu saat ini beberapa pabrikan telah mengembangkan komposit bulk fill untuk mengatasi proses restorasi melalui peempatan bahan dengan ketebalan hingga 4 mm saat di fotopolimerisasi sehingga menghindari komsumsi waktu pada saat restorasi. (Ghareecb NH et al, 2014; Abed YA et al, 2015).
29
28 2.10 Kerangka Teori
-NANOFILL Resin Komposit
Matriks Filler Coupling Agent
-BIS GMA -TEGMA -UDMA
-MAKROFILL -MIKROFILL -HIBRID
ORGANOSILANE, EPOXY, VINYL, METHYL SILANES
Restorasi Kompleks Restorasi MOD
Restorasi Indirect Restorasi Direct
- Onlay - Inlay - Uplay - Crown
- Prosedur kerja rumit - Waktu
lebih lama - Biaya
lebih mahal
Efesiensi waktu &
Murah -Amalgamm -Komposit
Compressive strength Sifat mekanik restorasi komposit Polimerisasi
Modifikasi filler Teknik aplikasi Metode penyinaran
Compressive strength Berpengaruh terhadap :
Shrinkage & stress polymerisation
Dentin Replacement
Base flowable posterior
Self leveling
Stress breaker
Modular polymerization
Keterangan :
Diteliti Tidak Diteliti
29 2.11 Kerangka Konsep
Resin Komposit
Restorasi Direct
Restorasi Kompleks
Polimerisasi Modifiksi Filler Teknik Aplikasi Metode
Penyinaran
Sifat mekanik restorasi komposit
Compressive strength
DENTIN REPLACEMENT
- Flowable - Self leveling - Stress breaker
Sebagai Base Gigi Posterior
KETERANGAN
Variabel independen
Variabel dependen Variabel Kendali
29 2.10 HIPOTESA PENELITIAN
Ada pengaruh ketebalan aplikasi dentin replacement sebagai base terhadap compressive strength dan pola fraktur restorasi kompleks gigi posterior.
31 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental laboratorium..
3.1.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian post test only group design.
3.2.Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian
Bulan April- Mei 2018
3.2.2 Lokasi Penelitian
Pembuatan sampel dilakukan di Laboratorium Konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Pemeriksaan uji compressive strength dan stereomicroscope di
Laboratorium Fakultas Teknik Mesin Politeknik Negeri Makassar.
Pemeriksaan SEM di Laboratorium Energi dan Lingkungan LPPM ITS Surabaya.
32 3.3 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan yaitu gigi Molar, Smart Dentin Replecement (SurefillTM SDR, Dentsply), Resin komposit nanofiller (Palfique LX5 , Tokoyama) dan Resin komposit flowable ( Filtek Z 350 XT).
Perhitungan Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Frederer:
(t-1)(n-1) ≥ 15
t = jumlah kelompok perlakuan
n= replikasi (besar sampel per kelompok) Cara perhitungan besar sampel :
t = 3 Kelompok perlakuan (3-1) x (n-1) ≥ 15 (2n-2) ≥ 15
2n ≥ 15+2 n ≥ 17/2 n ≥ 8,5
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel untuk setiap kelompok perlakuan adalah 8 sampel. Jadi jumlah sampel minimal adalah 8 x 3 = 24 sampel. Untuk memenuhi syarat distribusi normal pada uji statistik maka ditetapkan jumlah sampel untuk setiap perlakuan adalah 12. Jadi jumlah keseluruhan adalah 12 x 3 = 36 sampel. Kelompok perlakuan dibagi atas :
1. Gigi Molar dengan restorasi kompleks yang diaplikasi base SDR setebal 2 mm dan restorasi komposit universal setebal 4 mm.
33 2. Gigi Molar dengan restorasi kompleks yang diaplikasi base SDR
setebal 4 mm dan restorasi komposit universal setebal 2 mm.
3. Gigi molar dengan restorasi kompleks yang diaplikasi base flowable biasa setebal 2 mm dan restorasi komposit universal setebal 4 mm (kelompok kontrol).
3.4 Variabel Penelitian
Variabel independen : Dentin Replecement Variabel dependen : Compressive strength
Variabel Kendali : Metode penyinaran , Arah penyinaran, Jarak Penyinaran, Waktu penyinaran, , Komposit Nanofill, Restorasi kompleks
3.5 Defenisi Operasional
1. Dentin replacement : suatu bahan resin komposit restoratif komponen tunggal,memiliki karasteristik manipulasi flowable, dicuring dengan sinar tampak dan radiopak yang diaplikasikan sebagai base dan selanjutnya ditutupi dengan komposit universal diatasnya.
2. Compressive strength (kekuatan tekan) : ketahanan suatu material terhadap beban maksimun dengan memberikan beban dimulai dari 0 Kilonewton (KN) secara kontiyu dengan kecepatan 0,5mm/min sampai terbentuk retakan (patahan) kemudian dikonversi kedalam rumus untuk mendapatkan nilai dalam satuan Megapascal (Mpa).(Harsi et.al, 2015)
34
σ
Compressive strength = F = Newton(Mpa) A (PxL)mm2 Luas Mahkota gigi
Keterangan :
σ : Nilai compressive strength F : Besar compressive pada UTM A : Luas Permukaan sampel P : Panjang mahkota mesiodistal L : Lebar mahkota bukolingual
Mpa : Nilai compressive strength dalam satuan Megapascal
3. Pola fraktur : Garis fraktur yang terbentuk setelah dilakukan uji compressive strength pada sampel yang dapat mengenai pemukaan gigi/restorasi (adhesi), bagian dalam gigi/restorasi (kohesi) dan pemukaan sampai bagian dalam gigi/restorasi (adhesi kohesi/campuran)
4. Restorasi kompleks : Restorasi dengan kavitas yang kehilangan lebih dari satu cusp disertai kehilangan dinding di permukaan bukal dari arah mesial ke distal dan kedalaman kavitas sudah mengenai dentin yang dalam .
Gambar 3.5.1 Bentuk Kavitas Restorasi Kompleks
35 Keterangan
1 & 3 : Komposit universal 2 : dentin replacement
(Sumber : Boushell LW, D Aldridge, Jr Wilder. Chapter 14 :Complex amalgam restorations in Studervant’s art an acience of operative dentistry.6th Ed.
Elsevier.2013 : 429-53)
5. Teknik inkremental sentripetal : teknik peletakan resin komposit setebal 0,5 mm pada bagian bukal dan proksimal dari arah serviko oklusal hingga membentuk box proksimal dan ridge marginal dengan matriks logam pada bagian dinding proksimal sebagai batas dan pembentuk anatomi proksimal.
Gambar 3.5.2 Desain Teknik Aplikasi Inkremental Sentripetal (Sumber : Nadig. RR, Bugalia. A, Usha. G, Karthik. J, Rao. R, Vedhavathi.
B, Effect of Four Different Placement Techniques on Marginal Microleakage in Class II Composite Restorations: An In Vitro Study, World Journal of
Dentistry, 2011; 2(2): 111-116)
6. Metode penyinaran : metode yang digunakan untuk penyinaran bahan restorasi yaitu metode soft start dengan intensitas cahaya 400-500nm.
7. Arah penyinaran : arah datangnya sinar yang digunakan pada saat penyinaran yaitu pada bagian proksimal tegak lurus sumbu panjang
36 gigi dan bagian oklusal membentuk sudut 90o dengan dataran oklusal gigi.
8. Jarak penyinaran : Jarak dari ujung alat curing 1 mm ke dinding kavitas yang telah direstorasi.
9. Waktu penyinaran : lamanya waktu yang digunakan saat penyinaran yaitu 20 detik.
10. Resin komposit universal : Resin komposit yang memiliki bahan pengisi (filler) berukuran nano (Palfique LX 5, Tokoyama)
3.6 Alat dan Bahan
3.6.1 Alat yang digunakan
1. Handpiece kecepatan tinggi (Panamax NSK, Jepang) 2. Semprotan udara dan air (DU Gnatus, Brazil)
3. Round and fissure diamond bur (Dentsply, Germany) 4. Matriks universal ( Omini MatrixTM, Ultradent Product.Inc) 5. Probe periodontal (Osung, Korea)
6. Instrumen plastic filling ( Schezher, Germany)
7. Alat pengatur intensitas cahaya light cure (LM-1,Woodpecker, China) 8. Unit penyinaran LED (LED Woodpecker,China)
9. Disc pemoles: Enhance (Dentsply, Germany) 10. Stereomicroscope (SFX 33 LED Portable, London) 11. Inkubator (Memmert Incubator IN 260, Germany) 12. Universal Testing Machine (TISY CO., LTD, Taiwan)
37 13. Scaning Electro Microscope ( EVO MA10, Zeiss, London)
3.6.2 Bahan yang digunakan
1. 36 gigi molar yang memenuhi kriteria inklusi yaitu tidak ada karies, tidak ada garis patah atau retakan dan tidak ada restorasi sebelumnya dan dari pencabutan 3 bulan sebelum penelitan (November-Januari 2017).
2. Larutan salin (NaCl 0.9%)
3. Bahan etsa (total etch) asam fosfat 35% (Prime & Bond XP,Dentsply,Germany )
4. Bahan adesif (Prime & Bond XP,Dentsply, Germany) 5. SDR (SurefillTM SDR, Dentsply, USA)
6. Resin komposit flowable ( Filtek X 350 XT, 3M,USA) 7. Resin komposit nanofiller (Palfique LX5 , Tokoyama)
3.7 Cara Kerja
3.7.1 Pemilihan Sampel Gigi
Tiga puluh enam gigi molar yang memenuhi kriteria inklusi dibersihkan dari jaringan lunak dan kalkulus dengan scaler, dibilas di bawah air mengalir, kemudian disimpan dalam larutan salin sebelum diberikan perlakuan. Sebelum penelitian ,sampel gigi ditanam dalam akrilik berbentuk balok (2,5x 2,5 x 2,5 cm) dengan penananam akar sampai batas 2 mm di bawah CEJ. (Mincik J et al, 2016)