PENERJEMAH PORTABLE AKSARA LONTARA MENGGUNAKAN METODE MODIFIED
DIRECTION FEATURE
TUGAS AKHIR
Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Untuk menyelesaikan program Strata-1 Departemen Informatika
Universitas Hasanuddin
Disusun Oleh
DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ANGREYNI DEVIANTI L.
D42113308
KATA PENGANTAR
Syalom,
Segala puji syukur atas kebaikan Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan Hikmat dan Karunia-Nya sehingga Tugas Akhir dengan judul “PENERJEMAH PORTABLE AKSARA LONTARA MENGGUNAKAN MODIFIED DIRECTION FEATURE” ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang Strata-1 pada Departemen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Pada penyusunan skripsi ini disajikan hasil penelitian menyangkut judul yang telah
diangkat dan telah melalui proses pencarian dari berbagai sumber baik jurnal penelitian, prosiding pada seminar-seminar nasional/internasional, buku maupun dari situs-situs di internet, selain dari hasilhasil penelitian sebelumnya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan masa penyusunan Tugas Akhir, sangatlah sulit untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada:
1) Kedua Orang tua penulis, Bapak Simon Layuk dan Ibu Alfrida Tapparan serta saudara- saudara penulis, yang selau memberikan dukungan, doa dan semangat;
2) Bapak Dr. Indrabayu ST., MT., M.Bus.Sys., selaku pembimbing 1 dan Ibu Dr.Eng. Intan Sari Areni, ST, MT., selaku pembimbing II yang selalu menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan perhatian yang luar biasa untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir;
3) Bapak Amil Ahmad Ilham, ST., M.IT., Ph.D selaku Ketua Departemen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin atas bimbingannya selama masa perkuliahan penulis;
4) Para Saudara Ruvilena dan F3, teman-teman KMKO Teknik, teman-teman dan kakak- kakak AIMP Research Group Unhas utamanya Kak Rina dan Kak Mahathir yang telah memberikan begitu banyak bantuan selama penelitian, pengambilan data dan diskusi progress penyusunan Tugas Akhir serta selalu memberikan semangat positif;
5) Kakak-kakak pemimpin Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) yaitu Kak Uti, Kak Stella dan Kak Mega yang tak henti-hentinya mendoakan serta memberikan semangat untuk tetap tekun dan pantang menyerah.
6) Segenap Staf Departemen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis;
7) Seluruh teman-teman angkatan 2013 Fakultas Teknik atas semua bantuan dan semangat yang diberikan selama ini;
8) Orang-orang berpengaruh lainnya yang tanpa sadar telah menjadi inspirasi penulis.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yesus Kristus melimpahkan Kasih-Nya kepada orangorang yang telah membantu penulis. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Aamiin.
Makassar, 3 Juni 2018
Penulis
ABSTRAK
Kebudayaan sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari baik secara sosial, bahasa maupun adat istiadat. Di Sulawesi Selatan sendiri terdapat aksara Lontara yang merupakan Bahasa asli masyarakat Bugis-Makassar.
Namun kita ketahui bahwa pengenalan akan aksara Lontara masih minim selain kurangnya media untuk pengenalan tetapi juga kurangnya sarana dan prasarana pendukung yang mempermudah pengenalan aksara Lontara. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah memasukkan materi aksara Lontara sebagai salah satu media pembelajaran di sekolah. Tetapi pengajaran ini terbatas untuk siswa dan tidak ditujukan untuk wisatawan. Sehingga dibutuhkan suatu sarana pendukung yang efisien dan efektif serta mudah digunakan. Dalam penelitian ini, dikembangkan sistem penerjemah Aksara Lontara portable yang lebih mudah digunakan dengan metode Modified Direction Feature dan klasifikasi menggunakan Multiclass-SVM dengan pemanfaatan Android Studio dan Matlab 2016a. Hasil yang didapatkan rata-rata sebesar 95%.
Kata Kunci : Skripsi, Aksara Lontara, Modified Durection Feature, Multiclass-SVM, Android Studio, Matlab 2016a.
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ...i
KATA PENGANTAR………..ii
ABSTRAK………...v
DAFTAR ISI………...70
DAFTAR GAMBAR………...72
BAB I PENDAHULUAN ……….1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Batasan Masalah Penelitian ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Aksara Lontara ... 6
2.2 Android ... 8
2.3 Matlab ... 9
2.4 Client-Server ... 10
2.5 Citra Digital ... 16
2.6 Pengolahan Citra ... 19
2.7 Pengenalan Pola ... 21
2.8 Grayscale ... 24
2.9 Resize ... 25
2.10 Binerisasi ... 25
2.11 Deteksi Tepi ... 25
2.12 Centroid Region dan Bounding Box ... 27
2.13 Modified Direction Feature ... 27
2.14 Multiclass-SVM ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
3.1 Tahapan Penelitian ... 38
3.2 Sarana Implementasi ... 39
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 40
3.4 Jenis Penelitian... 40
3.5 Teknik Pengambilan Data ... 41
3.6 Perancangan Sistem ... 42
3.7 Akurasi Sistem ... 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1 Hasil Kinerja Sistem pada Android... 55
4.2 Pengujian Sistem Klasifikasi pada Server……….. 58
4.3 Perbandingan antara Jenis dan Warna Tulisan……… 61
BAB V PENUTUP………... 63
5.1 Kesimpulan………. 63
5.2 Saran……….. 63
DAFTAR PUSTAKA………. 64
LAMPIRAN……….. 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
Gambar 2.1 Ina Sureq (Huruf Induk) ... 6
Gambar 2.2 Anaq Sureq (Anak Huruf) ... 7
Gambar 2.3 Konektivitas Client-Server ... 11
Gambar 2.4 Sistem Client-Server Kompleks ... 12
Gambar 2.5 Server Berkas ... 13
Gambar 2.6 Server Basis Data ... 14
Gambar 2.7 Server Transaksi ... 15
Gambar 2.8 Koordinat Citra Digital ... 17
Gambar 2.9 Citra Burung Nuri ... 21
Gambar 2.10 Edge Detection ... 26
Gambar 2.11 Centroid Region ... 27
Gambar 2.12 Pengecekan Raster ... 29
Gambar 2.13 Nilai piksel citra biner ... 31
Gambar 2.14 Pemberian nilai arah pada citra ... 31
Gambar 2.15 Nilai TF dan DF ... 32
Gambar 2.16 Normalisasi I ... 33
Gambar 2.17 Normalisasi II ... 34
Gambar 2.18 Penggabungan TF dan DF ... 34
Gambar 3.1 Diagram tahapan penelitian ... 38
Gambar 3.2 Ilustrasi Pengambilan Gambar ... 41
Gambar 3.3 Gambaran Umum Sistem ... 42
Gambar 3.4 Perancangan Sistem pada Server ... 43
Gambar 3.5 Contoh Citra Aksara Lontara ... 44
Gambar 3.6 Preprocessing ... 44
Gambar 3.7 Pixel Region Grayscale ... 45
Gambar 3.8 Proses Binerisasi………... 45
Gambar 3.9 Nilai Ambang 150 ... 46
Gambar 3.10 Pixel Region Biner, Deteksi Tepi dan centroid region ... 46
Gambar 3.11 Bounding Box dan Cropping ... 47
Gambar 3.12 Tahapan MDF ... 47
Gambar 3.13 Nilai Arah setiap Pixel ... 47
Gambar 3.14 Nilai TF dan Df ……….. 48
Gambar 3.15 Input Kata dan Nilai Vektor ... 52
Gambar 3.16 Perancangan sistem pada Android ... 53
Gambar 3.17 Tampilan Utama ... 53
Gambar 3.15 Hasil Terjemahan ... 53
Gambar 4.1 Hasil Kinerja Sistem pada Android ... 58
Gambar 4.2 Hasil Kinerja Sistem Klasifikasi ... 59
Gambar 4.3 Kegagalan ... 60
Gambar 4.4 Pengambilan Citra yang mengakibatkan kegagalan ... 60 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan ... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Bentuk Aksara menurut budayawan Prof. Mattulada berasal dari sulapa eppa wala suji. Wala suji berasal dari kata Wala yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang artinya putri. Wala suji adalah sejenis pagar bambu yang berbentuk belah ketupat yang digunakan dalam acara ritual. Sulapa eppa yang artinya empat sisi adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta yaitu api, air, angin dan tanah. Huruf lontara ini pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyakatan. Naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar (Alex, 2015).
Pada zaman sekarang, pengenalan tentang bagaimana cara membaca dan menerjemahkan aksara Lontara sangat kurang. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi serta sarana dan prasarana yang mendukung pengenalan aksara Lontara. Sehingga dibutuhkan suatu sarana pendukung yang efisien dan efektif serta mudah digunakan. Hal inilah yang mendorong penelitian menerjemahkan aksara Lontara berbasis objek Asyraf (Asyraf, 2016). Penelitian ini mengembangkan sistem penerjemah dengan Metode Modified Direction Feature – Fourier Descriptor dan SVM untuk menerjemahkan tulisan Aksara ke Latin. Hasil akurasi yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 93.33%. Tetapi sistem ini masih berbasis PC.
Merujuk dari penelitian tersebut, dibutuhkan penerjemah Aksara yang lebih efisien dan dapat digunakan dengan mudah. Sarana pendukung yang paling tepat adalah smartphone. Selain penggunaannya yang sangat mudah, penggunaan smartphone juga sangat menunjang kehidupan manusia saat ini baik dalam pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Pada smartphone sendiri
terdapat sistem operasi Android. Android merupakan platform pengembangan yang terbuka sehingga menawarkan kemampuan untuk membangun aplikasi yang kaya dan inovatif. Sehingga ditinjau dari penggunaannya yang mudah disertai berbagai kemampuan yang menunjang penelitian ini, maka akan dirancang sebuah sistem “Penerjemah Portable Aksara Lontara menggunakan Metode Modified Direction Feature”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada Tugas Akhir ini adalah:
1. Bagaimana mengenali pola Aksara Lontara berbasis citra?
2. Bagaimana tingkat keakuratan metode Multi-SVM dalam mengklasifikasikan Aksara Lontara?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari tugas akhir ini adalah:
1. Mengenali pola Aksara Lontara berbasis citra.
2. Mengetahui tingkat keakuratan metode Multi-SVM dalam mengklasifikasi aksara Lontara.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari tugas akhir ini adalah:
1. Bagi masyarakat, diharapkan dapat menghasilkan suatu aplikasi yang dapat membantu masyarakat untuk mengenali aksara Lontara berbasis Android yang bersifat efisien dan mudah digunakan.
2. Bagi pariwisata, diharapkan dapat membantu wisatawan untuk mengetahui dan memahami aksara Lontara.
3. Bagi pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberi pengetahuan aksara Lontara yang lebih mudah dipahami melalui penggunaan Android.
1.5 Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah 1. Input berupa citra dengan ukuran 2048 x 1152 pixel.
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra kata Aksara Lontara.
3. Pengujian dilakukan dengan pengambilan citra secara real-time.
4. Citra tulisan aksara Lontara diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia 5. Kata yang digunakan merupakan kata kerja dengan dua suku kata.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran singkat mengenai isi tulisan secara keseluruhan, maka akan diuraikan beberapa tahapan dari penulisan secara sistematis yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan secara umum mengenai hal yang menyangkut latar belakang sehingga perlunya suatu sistem untuk penerjemahan aksara Lontara. Selanjutnya rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian disebutkan sehingga memberikan gambaran sisngkat tentang penelitian yang
dilakukan. Penjelasan pada sistematika penulisan mengenai laporan penelitian ini serta isi setiap bagian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori, dasar penelitian terkait, dan studi literatur sebagai penjelasan mengenai sumber acuan untuk mengetahui perkembangan penelitian dan motode-metode yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan penerapan algoritma.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian yang disertai tabel hasil pengujian sistem. Hasil-hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel sehingga mempermudah pembaca dalam memahami hasil yang didapatkan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang rangkuman kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran untuk pengembangan lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aksara Lontara
Lontara adalah sebutan naskah bagi rakyat Sulawesi Selatan. Kata ini diambil dari bahasa Jawa atau Melayu yaitu lontar atau palem tal (Borassus flabellifer). Dengan begitu lontara adalah naskah yang ditulis pada daun tal, tradisi yang juga dilakukan oleh orang Sunda, Jawa, Bali dalam menulis naskah rontal mereka. Ada pula yang berpendapat bahwa secara etimologis kata lontara terdiri dari 2 kata yaitu raung (daun) dan talak (lontar). Kata raung talak mengalami proses evolusi menjadi lontara. Ada sebuah lontara yang unik, mirip dengan pita atau kaset audio/video. Teksnya ditulis satu baris pada daun tal sempit yang digulung, hanya dapat dibaca bila gulungan diputar balik disebut Lontara gulung (Wihanry, 2015).
Huruf Lontara terbagi atas ina sureq dan anaq sureq. Ina sureq atau huruf induk sendiri terdiri atas dua puluh tiga huruf yang ditunjukkan Gambar 2.1
Gambar 2.1 Ina Sureq (Huruf Induk)
Jika ina sureq itu dibubuhi diakritik (tanda pembeda) tertentu dengan posisi tertentu pula, akan melambangkan atau mewakili suku kata tertentu pula. Diakritik itu dinamakan anaq sureq (anak huruf) (Alex, 2015).
Gambar 2.2 anaq sureq (Anak Huruf) (Alex, 2015) 1. Simbol (i): posisinya di atas ina sureq, melambangkan bunyi /i/.
2. Simbol (u): posisinya di bawah ina sureq, melambangkan bunyi /u/.
3. Simbol (e): posisinya di depan ina sureq, melambangkan bunyi /e/ (taling).
4. Simbol (o): posisinya di belakang ina sureq, melambangkan bunyi /o/.
5. Simbol (e): posisinya di atas ina sureq, melambangkan bunyi /e/ (pepet).
Salah satu lontara gulung tersebut adalah La Galigo, sebuah epos asli masyarakat Bugis, diperkirakan ditulis pada abad ke-14, masa pra Islam. Karya sastra ini berjumlah 6.000 halaman, dengan metrum lima suku kata. Latar belakang kisah La Galigo ini berada di Luwu, kerajaan yang dianggap tempat kelahiran masyarakat Bugis. Aksara Lontara (ada yang menyebutnya Lontaraq atau Lontarak) ialah aksara asli masyarakat Bugis, Makassar, dan Mandar di Sulawesi Selatan.
Sebetulnya masih ada huruf Makassar Kuno, yang usianya lebih tua dari aksara lontara. Namun yang kemudian lestari adalah lontara. Ada yang berpendapat, bahwa lontara ini berbeda dengan aksara-aksara lain di Indonesia seperti aksara Bali, Jawa, Lampung, Sunda, yang oleh sebagian besar filolog dikaitkan dengan aksara Pallawa dari India. Aksara lontara ini tidak dipengaruhi budaya lain, termasuk india. Namun ada pula yang berpendapat bahwa aksara ini merupakan turunan dari pallawa. Selain aksara sendiri, masyarakat Bugis menggunakan dialek sendiri yang dikenal dengan “bahasa Ugi”. Sementara itu, suku lainnya di Sulawesi Selatan yaitu Saqdan Toraja, tak memiliki tradisi menulis, hanya memiliki tradisi lisan (Wihanry, 2015).
2. 2 Android
Android merupakan platform mobile yang bersifat open source dan didukung oleh Google OS, pada mulanya dikembangkan oleh Google Inc. dan kemudian diselesaikan oleh Handset Alliance. Blackberry sendiri merupakan platform mobile yang memiliki keunggulan dalam hal komunikasi karena didukung dengan push mail yang handal, namun sayangnya sistem operasi ini tidak bersifat open source sehingga tidak memungkinkan pengguna untuk melakukan pemodifikasian terhadap handset pilihan pengguna. Beberapa kelebihan dan kekurangan sistem android diuraikan sebagai berikut (Oktaviani, 2017).
Adapun kelebihan android yaitu:
1. Android bersifat terbuka kerena berbasis linux yang memang open source sehingga bisa dikembangkan oleh siapa saja.
2. Kemudahan mengakses Android Market Application
3. Mendukung semua layanan google, sistem operasi android mendukung semua layanan dari google mulai dari gmail sampai google reader.
4. Dapat melakukan modifikasi pada ROM dan tidak membahayakan perangkat.
5. Fasilitas penuh USB, dapat mengganti baterai, mass storage, disk drive, dan usb thatering.
Dibalik platform mobile android yang bersifat open source dengan semua kelebihan yang dimilikinya, android juga memiliki beberapa kekurangan yaitu:
1. Memerlukan koneksi internet agar bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan pengguna.
2. Perusahaan kadang lambat mengeluarkan pembaharuan android versi terbaru terhadap android versi lama milik pengguna.
3. Sering terdapat iklan pada aplikasi sehingga dapat mengganggu pengguna.
2.3 Matlab
Matlab (Matrix Laboratory) adalah sebuah program untuk analisis dan komputasi numerik yang merupakan suatu bahasa pemrograman matematika lanjutan yang dibentuk dengan dasar pemikiran menggunakan sifat dan bentuk matriks. Matlab telah berkembang menjadi sebuah environment pemrograman canggih dan berisi fungsi-fungsi built-in untuk melakukan pengolahan sinyal, aljabar linier, dan kalkulasi matematika lainnya. Matlab berisi toolbox yang terdiri dari fungsi-fungsi tambahan untuk aplikasi khusus. Matlab juga bersifat extentible yaitu seorang pengguna dapat menulis fungsi baru untuk ditambahkan di library jika fungsi-fungsi built-in yang tersedia tidak dapat melakukan tugas tertentu. Matlab banyak digunakan pada:
a. Matematika dan komputasi b. Pengembangan dan algoritma
c. Pemrograman modeling, simulasi, dan pembuatan prototype d. Analisis data, eksplorasi, dan visualisasi
e. Analisis numeric dan statistika f. Pengembangan aplikasi teknik
Matlab juga memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk mengefisiensi suatu program yaitu GUI (Graphic User Interfaces). GUI merupakan matlab script file yang dibuat untuk menunjukan analisis suatu permasalahan khusus (Wafa, 2013).
2.4 Client Server
Arsitektur jaringan client server merupakan pengembangan dari arsitektur file server. Arsitektur ini adalah model konektivitas pada jaringan yang mengenal adanya server dan client, dimana masing-masing memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain. Client bisa terhubung dengan beberapa server. Dimana Server dapat berbagi pakai data, aplikasi dan peripheral seperti harddisk,
printer, modem dan lain-lain. Oleh karena itu, tidak jarang juga tercipta sebutan print server, communication server dan lain sebagainnya. Prinsip kerjanya sangat sederhana, dimana server akan menunggu permintaan dari client, memproses dan memberikan hasilnya kepada client.
Sedangkan client akan mengirimkan permintaan ke server, menunggu proses dan melihat visualisasi hasil prosesnya. Prinsip kerja inilah yang diterapkan pada konektivitas client server seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Konektivitas Client Server (Robby, 2015)
Sistem client server ini menggunakan protocol TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). Unix dan Windows NT merupakan contoh yang baik dari sistem operasi jaringan client server.
2.4.1 Sistem Client Server
Sistem Client dan Server terdiri atas dua komponen (mesin) utama, yaitu Client dan Server.
Client berisi aplikasi basis data dan server berisi DBMS dan basis data. Setiap aktifitas yang dikehendaki para pemakai akan lebih dahulu ditangani oleh client. Client menangani proses yang menjadi tanggung jawabnya. Jika ada proses yang harus melibatkan data yang tersimpan pada basis data yang terletak di server, barulah client mengadakan hubungan dengan server. Pada bentuk sistem client server untuk memenuhi kebutuhan client akan megirimkan pesan atau
perintah Query pengambilan data. Selanjutnya server yang menerima pesan tersebut akan menjalankan Query tersebut dan hasilnya akan dikirimkan kembali ke client. Dengan begitu, transfer datanya jauh lebih efisien. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.4 sistem client server berikut (Robby, 2015).
Gambar 2.4 Sistem Client-Server Kompleks Dalam client server terdapat beberapa komponen dasar yaitu:
1. Client merupakan terminal yang digunakan oleh pengguna untuk meminta layanan tertentu yang dibutuhkan. Terminal client dapat berupa PC, ponsel, komunikator, robot, televisi dan peralatan lain yang membutuhkan informasi.
2. Middleware merupakan komponen perantara yang memungkinkan client dan server untuk saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain. Midleware ini dapat berupa Transaction Monitor/TP. Remote Procedure Call atau Object Request Broker/ORB.
3. Server merupakan komputer khusus yang bertugas melayani aplikasi-palikasi jaringan / pihak yang menyediakan layanan. Server ini akan dapat berupa basis data SQL, Monitor TP, server groupware, server objek dan web. Secara umum, server berperan menerima pesan permintaan layanan dari client, memproses permintaan tersebut dan mengirimkan hasil permintaan kepada client.
2.4.2 Tipe Jaringan Client Server
Berdasarkan tipe layanan yang diberikan server kepada client, jaringan Client Server dapat dibagi menjadi ke dalam banyak tipe, tipe-tipe tersebut antara lain (Robby, 2015):
1. Server Berkas
Sistem jaringan berkas adalah sistem jaringan yang dimana layanan yang diberikan server berupa berkas, baik berkas aplikasi seperti aplikasi pengolahan kata, pengolahan angka, pengolahan data, pengolahan gambar dan lain sebagainya, maupun berkas yang dihasilkan oleh aplikasi tersebut, seperti dokumen pengolahan kata, tabel-tabel pengolahan angka, berkas presentasi dan lain sebagainya seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Server Berkas (Robby, 2015)
2. Server Basis Data
Sistem jaringan server basis data adalah merupakan sistem jaringan dimana layanan yang diberikan oleh server berupa pengolahan dan penyajian data berdasarkan perintah terstruktur (query) yang diberikan client. Pada jaringan ini, server menyimpan berbagai macam data yang dapat diakses oleh pengguna melalui terminal-terminal client. Client dilakukan dengan mengirim perintah terstruktur ke server, selanjutnya perintah diproses dan dikirim kembali pada client seperti Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Server Basis Data (Robby, 2015)
3. Server Transaksi
Sistem jaringan server transaksi adalah sistem jaringan dimana layanan yang diberikan server berupa hasil Sistem Operasi dari sekelompok perintah terstruktur yang diberikan client. Jaringan ini pada dasarnya hampir sama dengan sistem jaringan basis data sebelumnya. Perbedaan terletak pada server transaksi yang memproses sekelompok perintah terstruktur dari client, dan sekelompok perintah terstruktur ini disebut prosedur.
Gambar 2.7 menunjukkan kerja server traksaksi yang memiliki perbedaan dengan sistem jaringan basis data.
Gambar 2.7 Server Transaksi (Robby, 2015)
4. Groupware Server
Sistem jaringan groupware adalah sistem jaringan dimana layanan yang diberikan server berupa fasilitas pemakaian bernama informasi semi terstruktur diantara pengguna
jaringan. Pada jaringan ini, server menyimpan, mengelola dan menyebarkan informasi antar pengguna dalam jaringan, misalnya teks, gambar, surat dan ruang diskusi.
5. Server Objek
Sistem jaringan server objek adalah sistem jaringan dimana layanan yang diberikan server berbentuk objek. Dalam jaringan ini, client dan server berkomunikasi melalui objek-objek yang miliki client dan server.
6. Web Server
Sistem jaringan web server adalah sistem jaringan dimana layanan yang diberikan server berupa pengelolaan dan pemakaian bersama dokumen-dokumen yang saling terhubung.
Jaringan ini merupakan jaringan yang memungkinkan tiap dokumen dalam jaringan memiliki hubungan ke dokumen lain sehingga dokumen-dokumen dalam jaringan terhubung satu dengan yang lain, semacam jaringan laba-laba (Robby, 2015).
2.5 Citra Digital
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan.
Citra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still image) dan citra bergerak (moving image). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Sedangkan citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri dari ratusan sampai ribuan frame.
Citra terbagi menjadi dua yaitu citra diam (still image) dan citra bergerak (moving image).
Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Sedangkan, citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sequential) sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang bergerak.
Citra digital merupakan kumpulan pixel (picture element) dengan suatu intensistas tertentu.
Resolusi atau dimensi citra merupakan ukuran dari sebuah citra yang dinyatakan dengan pixel x pixel. Semakin tinggi resolusi suatu citra, maka akan semakin baik tampilan dari citra digital tersebut. Sedangkan intensitas (kedalaman bit) dari masing-masing pixel, secara keseluruhan akan menggambarkan terang atau gelapnya citra digital tersebut.
Pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun kompleks yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitude f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nila x, y, dan nilai amplitude f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Pada Gambar 2.8 menunujukkan koordinat citra digital dengan f(x,y) merupakan skala keabuan pada titik pixel.
Gambar 2.8 Koordinat Citra Digital (Putra, 2010)
Nilai pada suatu irisan antar baris dan kolom (pada posisi x,y) disebut dengan picture elements, image elements, pels, atau pixels. Citra digital tersusun atas titik-titik yang dapat berbentuk persegi panjang dan secara beraturan membentuk baris-baris dan kolom-kolom. Setiap titik memiliki koordinat dan dapat dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yaitu 0 atau 1 bergantung pada sistem yang digunakan. Format nilai pixel sama dengan format citra keseluruhan.
Pada kebanyakan sistem pencitraan, nilai ini dapat berupa bilangan bulat positif. Format citra digital yang banyak digunakan, yaitu:
 Citra biner (Monokrom). Citra monokrom atau citra hitam-putih merupakan citra yang
setiap pikselnya hanya mempunyai dua kemungkinan nilai, seperti on dan off, disimpan dalam matriks dengan nilai 0 (off) dan 1 (on).
 Citra skala keabuan (Grayscale). Citra grayscale dikatakan format citra skala keabuan
karena pada umumnya warna yang dipakai adalah warna hitam sebagai warna minimum dan warna putih sebagai warna maksimumnya, sehingga warna antara keduanya adalah abu-abu.
 Citra berwarna, dimana citra warna terdiri atas 3 layer matriks, yaitu R-layer, G-layer,
B-layer. sistem warna RGB (Red Green Blue) menggunakan sistem tampilan grafik kualitas tinggi (High quality raster graphic) yaitu mode 24 bit. Setiap komponen warna merah, hijau, biru masing-masing mendapatkan alokasi 8 bit untuk menampilkan warna.
Pada sistem warna RGB, setiap pixel akan dinyatakan dalam 3 parameter dan bukan nomor warna. Setiap warna mempunyai range nilai 00 (angka desimalnya adalah 0) dan f (angka desimalnya 255) atau mempunyai nilai derajat keabuan 256 = 28. Dengan demikian, range warna yang digunakan adalah (28)(28)(28) = 224 (atau dikenal dengan
istilah True Color pada Windows). Nilai warna yang digunakan merupakan gabungan warna cahaya merah, hijau dan biru.
Pada awalnya citra yang dikenal manusia berbentuk citra kontinu. Suatu representasi objek yang dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog dan dinyatakan dalam bidang dua dimensi. Nilai cahaya yang ditransmisikan pada citra kontinu memiliki rentang nilai yang tak terbatas. Contoh dari citra kontinu adalah mata manusia dan kamera analog.
Sebuah citra kontinu tidak dapat direpresentasikan secara langsung oleh komputer. Oleh karena itu dilakukan sebuah proses untuk merubah nilai-nilai yang ada pada citra kontinu agar komputer dapat membaca dan menerjemahkan informasi yang terdapat pada citra kontinu. Hasil dari pemrosesan tersebut dinamakan sebagai citra digital (Putra, 2010).
2.6 Pengolahan Citra
Era teknologi informasi saat ini tidak dapat dipisahkan dari multimedia. Situs web (website) di Internet dibuat semenarik mungkin dengan menyertakan visualisasi berupa gambar atau video yang dapat diputar. Beberapa waktu lalu istilah SMS (Short Message Service) begitu populer bagi pengguna telepon genggam (handphone atau HP). Tetapi, saat ini orang tidak hanya dapat mengirim pesan dalam bentuk teks, tetapi juga dapat mengirim pesan berupa gambar maupun video, yang dikenal dengan layanan MMS (Multimedia Message Service).
Citra istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Ada sebuah peribahasa yang berbunyi
“sebuah gambar bermakna lebih dari seribu kata” (a picture is more than a thousand words).
Maksudnya tentu sebuah gambar dapat memberikan informasi yang lebih banyak daripada informasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata (tekstual).
Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang.
Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik.
Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing) (Amutiara,2015).
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Sebagai contoh, citra burung nuri pada Gambar 2.9 (a) tampak agak gelap, lalu dengan operasi pengolahan citra kontrasnya diperbaiki sehingga menjadi lebih terang dan tajam (b).
Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra apabila:
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra,
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur, 3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Citra burung nuri yang agak gelap, (b) Citra burung yang telah diperbaiki kontrasnya sehingga terlihat jelas dan tajam (Amutiara, 2015)
2.7 Pengenalan Pola
Pola adalah suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasi serta diberi nama melalui ciri-cirinya (feature). Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan pola yang lainnya. Ciri yang baik adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi, sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan keakuratan yang tinggi.
Pola adalah komposit/gabungan dari ciri yang merupakan sifat dari sebuah objek (Asyraf, 2016).
Beberapa contoh pola :
a. Huruf, memiliki ciri-ciri seperti tinggi, tebal, titik, sudut dan lengkungan garis.
b. Suara, memiliki ciri-ciri seperti amplitudo, frekuensi, nada dan intonasi.
c. Tanda tangan, memliki ciri-ciri seperti panjang, kerumitan dan tekanan.
d. Sidik jari, memiliki ciri-ciri seperti lengkungan dan jumlah garis.
Ciri-ciri pada suatu pola diperoleh dari hasil pengukuran pada titik objek uji. Khusus pada pola yang terdapat di dalam citra, ciri-ciri dapat diperoleh dari beberapa parameter objek, seperti berikut.
a. Spasial, seperti intensitas piksel dan histogram.
b. Tepi, seperti arah dan kekuatan.
c. Kontur, seperti garis, ellips dan lingkaran.
d. Wilayah/bentuk, seperti keliling, luas dan pusat massa.
e. Hasil transformasi fourier, seperti frekuensi.
Pengenalan pola bertujuan menentukan kelompok atau kategori pola berdasarakan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut. Dengan kata lain, pengenalan pola membedakan suatu objek dengan objek lain. Pengenalan pola sendiri merupakan cabang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Beberapa definisi tentang pengenalan pola, diantaranya:
a. Suatu ilmu yang mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu objek (Putra, 2010).
b. Penentuan suatu objek fisik atau kejadian ke dalam salah satu atau beberapa kategori.
Berdasarkan definisi di atas, pengenalan pola dapat didefinisikan sebagai cabang kecerdasan buatan yang fokus pada metode pengklasifikasian objek ke dalam kelas-kelas tertentu untuk menyelesaikan masalah. Penerapannya saat ini sering diterapkan untuk mendukung aspek keamanan suatu sistem. Saat ini, aplikasi-aplikasi pengenalan pola sudah sangat beragam, diantaranya (Asyraf, 2016):
a. Voice Recognition yang menggunakan pengenalan suara sebagai kunci atau password bagi pengguna sistem.
b. Fingerprint Identification yang menggunakan pengenalan sidik jari sebagai pengganti password atau pin untuk mengakses sistem tertentu.
c. Face Identification yang menggunakan pengenalan wajah sebagai kunci bagi pengguna sistem, bahkan saat ini badan penegak hukum sedang mengembangkan sistem untuk mengidentifikasi para buronan dengan
melakukan scanning pada wajah para pelaku kejahatan yang sudah di- database-kan berdasarkan foto pelaku kejahatan tersebut.
d. Handwriting Identification yang menggunakan pengenalan tulisan unuk identifikasi dan digunakan pada sistem perbankan untuk membuktikan pelaku transaksi adalah orang yang benar-benar berhak.
e. Optical Character Recognition (OCR) yang secara luas digunakan pada counter pengecekan barang.
f. Robot Vision yang digunakan oleh aplikasi robotik dalam mengenali objek tertentu pada lingkungan yang unik.
2. 8 Grayscale
Proses mengubah citra menjadi warna dengan skala keabuan termasuk proses pengolahan citra, yang bertujuan untuk menyerhadakan model suatu citra dengan mengubah nilai piksel citra yang memiliki 3 layer yaitu R(red), G(green) dan B(blue) ke warna abu-abu, yaitu warna dalam rentang gradasi hitam dan putih. Untuk mendapatkan nilai grayscale dari nilai RGB dari citra dapat dihasilkan dengan algoritma sesuai dengan persamaan berikut.
Gray=(R+G+B)/3 (1)
Dari persamaan tersebut untuk mendapatkan nilai grayscale hanya dengan menghitung rata-rata nilai dari R, G dan B pada piksel citra. Konversi citra warna ke skala keabuan dapat juga dilakukan dengan memberi nilai bobot pada setiap elemen warna, sehingga persamaannya sebagai berikut.
Gray = wRR + wGG + wBB (2)
Nilai wR, wG, dan wB adalah nilai dari masing-masing bobot sistem elemen warna merah, hijau dan biru. NTSC (National Television System Committe) mendefinisikan nilai bobot untuk konversi citra warna ke skala keabuan dengan nilai 0.289, 0.5870 dan 0.1140 (Asyraf, 2016).
2.9 Resize citra
Resize citra artinya adalah mengubah besarnya ukuran citra digital dalam pixel.
Adakalanya ukurannya berubah menjadi lebih kecil dari file aslinya dan adakalanya sebaliknya.
Untuk dapat melakukan resizing citra kita bisa menggunakan fungsi : B = imresize(A, skala)
B = imresize(A, [mrows ncols])
"A" merupakan matriks penyusun citra, "skala" merupakan skala untuk resizing (perubahan ukuran) citra, "mrows" adalah jumlah baris matriks yang baru, sedangkan "ncols"
adalah jumlah kolom matriks yang baru (Bertalya, 2005).
2.10 Binerisasi
Pada citra biner merupakan hasil dari proses binerisasi yang memiliki dua tingkat keabuan yaitu hitam dengan nilai 0 dan putih untuk warna putih. Proses binerisasi dilakukan dengan menentukan nilai ambang (treshold) antara 0 – 255 untuk mentukan nilai piksel menjadi 0 atau menjadi nilai 1. Persamaan binerisasi sebagai berikut.
𝐵(𝑥, 𝑦) = {1 𝑖𝑓 𝐺(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑇
0 𝑖𝑓 𝐺(𝑥, 𝑦) ≥ 𝑇 (3)
Pada persamaan diatas B(x,y) adalah citra biner dari citra grayscale G(x,y) dan T menyatakan nilai ambang (Asyraf, 2016).
2.11 Deteksi Tepi
Deteksi tepi (Edge detection) adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi (edges) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda (Pitas, 1993). Tujuannya adalah untuk mengubah citra 2D menjadi bentuk kurva. Edge adalah beberapa bagian dari citra di mana intensitas kecerahan berubah secara drastis.
Gambar 2.10 Beberapa bagian Edge Detection
Edge adalah beberapa bagian dari citra di mana intensitas kecerahan berubah secara drastis.
Dalam objek berdimensi 1, perubahan dapat diukur dengan menggunakan fungsi turunan (derivative function). Perubahan mencapai maksimum pada saat nilai turunannya pertamanya mencapai nilai maksimum atau nilai turunan kedua (2nd derivative) bernilai 0 (Bertalya, 2005).
2.12 Centroid Region dan Bounding Box
Centroid Region merupakan preprocessing yang bertujuan untuk menarik titik tengah region huruf ke titik tengah gambar. Centroid adalah nilai tengah dari obyek yang terdeteksi, sedangkan bounding box merupakan fungsi yang digunakan untuk membuat kotak yang sesuai besarnya dengan obyek yang teridentifikasi. Centroid Region untuk menyelaraskan semua posisi huruf dengan koordinat centroid dan Bounding Box akan mendeteksi nilai yang bernilai 1. (Rizky, 2018). Gambar 2.11 menunjukkan penggunaan metode centroid region.
Gambar 2.11 Centroid Region dan Bounding Box
2.13 Modified Direction Feature (MDF)
Teknik Modified Direction Feature (MDF) merupakan teknik yang mengambil vektor ciri dengan menggabungkan metode Direction Feature (DF) dan Transition Feature (TF) sehingga terbentuk vektor ciri yang spesifik.
a. Direction Feature (DF)
Direction Feature (DF) adalah pencarian nilai fitur berdasarkan nilai arah dari sebuah piksel. Pada metode ini, setiap piksel foreground citra memiliki masing-masing 4 arah dengan nilai yang berbededa (Asyraf, 2016). Pada metode MDF ini, terlebih dahulu akan mencari nilai arah objek penelitian dengan memberi nilai seperti tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai Arah MDF (Agung, 2009)
Untuk melakukan pelabelan arah pada masing masing pixel dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Melakukan pengecekan secara raster dari kiri ke kanan
2. Melakukan pengecekan dengan melihat tetangga dari pixel tersebut apabila menemukan sebuah pixel foreground.
3. O adalah pixel yang akan dicek, kemudian pengecekan dilakukan dari x1-x8. Pada Gambar 2.12, apabila pada posisi tetangga dari x1 sampai x8 ditemukan pixel foreground, maka ubahlah nilai O menjadi nilai arah berdasarkan aturan dibawah ini:
- Jika pada posisi x1 atau x5 maka nilai arah adalah 5 - Jika pada posisi x2 atau x6 maka nilai arah adalah 2 - Jika pada posisi x3 atau x7 maka nilai arah adalah 3 - Jika pada posisi x4 atau x8 maka nilai arah adalah 4
Gambar 2.12 Pengecekan Raster (Agung, 2009) b. Transition Feature (TF)
Ide dari Transition Feature (TF) adalah menghitung posisi transisi dan jumlah transisi pada bidang vertikal dan horizontal dari gambar. Transisi adalah posisi dimana terjadinya perubahan piksel dari background menjadi foreground tetapi tidak sebaliknya. Nilai pada TF didapat dari pembagian antara posisi transisi dengan panjang ataupun lebar dari suatu gambar. Nilai TF ini akan diambil dari 4 arah yaitu kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah dan bawah ke atas. Nilai transisi dari masing-masing arah akan selalu berkisar antara 0-1 dimana nilainya selalu menurun. Jumlah transisi yang diambil dari setiap arah tidaklah sembarangan, hal ini tergantung dari jumlah transisi maksimal yang ditetapkan. Apabila terdapat transisi lebih dari jumlah maksimal transisi maka transisi tersebut tidak akan dihitung. Namun apabila jumlah transisi yang ditemukan kurang dari jumlah maksimal maka nilai transisi yang diberikan adalah 0 (Asyraf, 2016).
Untuk mencari nilai fitur vektor yang akan diproses, harus mencari nilai transisi (TF), nilai arah (DF), dan menentukan banyaknya transisi yang dipakai. TF, dan DF diambil dari 4 segmen arah yaitu kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah dan bawah ke atas.
 Menentukan Nilai Transisi
Dalam menentukan nilai transisi hal pertama yang dilakukan adalah melakukan pemindaian pada masing-masing piksel dari masing-masing arah. Nilai transisi (TF) adalah nilai dari pembagian antara posisi dari transisi dengan panjang atau lebar dari gambar. Apabila pemindaian dilakukan dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri maka nilai transisi diambil dari pembagian posisi transisi dengan lebar gambar. Apabila proses pemindaian dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas maka nilai transisi diambil dari pembagian posisi transisi dengan panjang gambar.
TF selalu berkisar antara 0 – 1. Transisi pertama yang ditemukan selalu mempunyai TF yang terbesar.
 Menentukan Nilai Arah
Ketika sebuah transisi ditemukan, selain menyimpan TF, DF juga disimpan. DF ini diambil dari pembagian label arah pada posisi ditemukan transisi dengan nilai pembagi. Nilai pembagi yang digunakan adalah 10. Apabila jumlah transisi yang ditemukan kurang dari jumlah transisi yang digunakan maka DF sisanya diberikan nilai 0.
Setelah semua nilai TF dan DF dari 4 arah dicari maka akan dilanjutkan dengan melakukan normalisasi vektor ciri yang didapat pada setiap arah pencarian yang semula dengan dimensi jumlah_transisi x panjang_image atau jumlah_transisi x
lebar_image. Normalisasi dilakukan dengan merata-ratakan nilai vektor ciri (Asyraf, 2016).
c. Penerapan Perhitungan MDF
Misalkan ada input citra biner berukuran 12x15 piksel yang nilai pikselnya ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Nilai piksel citra biner (Asyraf, 2016).
Objek piksel (piksel bernilai 1) pada Gambar 2.13 akan diberi nilai arah sesuai dengan metode MDF seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Pemberian nilai arah pada citra (Asyraf, 2016).
Proses selanjutnya adalah menghitung nilai TF dan DF dari arah kiri ke kanan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14. Nilai TF untuk arah kiri ke kanan diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut.
TF = 1 - (p/w) (3) Dimana TF adalah nilai transisi, sedangkan p adalah posisi piksel dan w adalah lebar
citra. Untuk nilai arah, yaitu DF diperoleh dengan persamaan berikut.
DF = 0.1 dn (4)
Nilai dn adalah nilai arah pada piksel gambar.
(a)
(b)
Gambar 2.15 (a) Nilai TF citra, (b) Nilai DF citra (Asyraf, 2016).
Setelah mendapatkan nilai TF dan DF, nilai-nilai tersebut akan dinormalisasi 2 kali pada masing-masing arah. Normalisasi pertama dilakukan dengan cara membagi piksel citra menjadi 4 segmen. Setelah dibagi menjadi 4 segmen, nilai piksel paling awal yang bukan bernilai 0 diambil pada masing-masing segmen. Apabila pada salah satu segmen semua piksel bernilai 0, maka nilai pada segmen berikutnya yang diambil.
Gambar 2.16 menunjukkan normalisasi pertama nilai TF dan DF dari arah kiri ke kanan.
(a) (b)
Gambar 2.16 (a) Normalisasi I nilai TF, (b) Normalisasi I nilai DF citra (Asyraf, 2016).
Setelah dilakukan normalisasi pertama terhadap nilai TF dan DF, dilanjutkan tahap normalisasi kedua dari nilai TF dan DF untuk masing-masing arah. Normalisasi kedua diperoleh dengan cara menghitung nilai rata-rata dari 4 piksel citra dari atas ke bawah.
Gambar 2.17 menunjukkan normalisasi pertama nilai TF dan DF dari arah kiri ke kanan.
(a) (b)
Gambar 2.17 (a) Normalisasi II nilai TF, (b) Normalisasi II nilai DF citra (Asyraf, 2016).
Proses tersebut dilanjutkan untuk arah-arah yang lain. Setelah dilakukan normalisasi dari semua arah, Penggabungan nilai TF dan DF dari masing-masing arah ke dalam bentuk vektor. Proses ini ditunjukkan pada Gambar 2.18
(a)
(b)
Gambar 2.18 (a) Penggabungan nilai TF dari masing-masing arah, (b) Penggabungan nilai DF dari masing-masing arah citra (Asyraf, 2016).
Setelah menggabungkan nilai TF dan DF dari masing-masing arah, proses selanjutnya adalah penggabungan nilai TF dan DF. Nilai yang diletakkan di awal vektor adalah nilai DF, kemudian dilanjutkan dengan nilai TF. Proses ini ditunjukkan pada Gambar 2.19
Gambar 2.19 Penggabungan nilai TF dan DF citra (Asyraf, 2016).
2.14 MultiClass-SVM
SVM saat pertama kali diperkenalkan oleh Vapnik, hanya dapat mengklasifikasikan data ke dalam dua kelas (klasifikasi biner). Namun, penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan SVM sehingga bisa mengklasifikasi data yang memiliki lebih dari dua kelas, terus dilakukan. Ada dua pilihan untuk mengimplementasikan multiclass-SVM yaitu dengan menggabungkan beberapa
SVM biner atau menggabungkan semua data yang terdiri dari beberapa kelas ke dalam sebuah bentuk permasalah optimasi. Namun, pada pendekatan yang kedua permasalahan optimasi yang harus diselesaikan jauh lebih rumit (Sembiring, 2007). Berikut ini adalah metode yang umum digunakan untuk mengimplementasikan multiclass-SVM dengan pendekatan yang pertama:
a) Metode ”one-against-all”
Dengan menggunakan metode ini, dibangun k buah model multisvm-SVM biner (k adalah jumlah kelas). Setiap model klasifikasi ke-i dilatih dengan menggunakan keseluruhan data seperti persamaan (3). Contohnya, terdapat permasalahan klasifikasi dengan 4 buah kelas. Untuk pelatihan digunakan 4 buah multiclass-SVM biner dan penggunannya dalam mengklasifikasi data baru dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 MultiClass-SVM biner dengan metode One-against-all (Sembiring, 2007)
.
b) Metode ”one-against-one”
Dengan menggunakan metode ini, dibangun k(k-1)/2 buah model klasifikasi biner (k adalah jumlah kelas). Setiap model klasifikasi dilatih pada data dari dua kelas. Untuk
(5)
data pelatihan dari kelas ke-i dan kelas ke-j, dilakukan pencarian solusi untuk persoalan optimasi konstrain seperti persamaan (4) dengan hasil pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Multiclass-SVM biner dengan metode One-against-one (Sembiring,2007)
(6)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Adapun uraian tahapan penelitian pada gambar 3.1 sebagai berikut.
1. Studi literatur penelitian terkait tentang metode MDF dan Client Server untuk penghubung antara Matlab dan Android Studio.
2. Pengambilan data berupa gambar kata aksara dengan ukuran 150x120 pixel dengan format JPG.
3. Perancangan sistem dilakukan dengan membuat diagram sistem penelitian mulai dari tahap preprocessing, ekstrasi fitur dengan MDF pada Matlab sebelum dikirim ke Android Studio sebagai database terjemahan. Perancangan system menggunakan Software Matlab 2016a dan Android Studio.
Mulai
Studi Literatur metode MDF, MultiSVM dan Client Server Pengambilan data berupa Citra
Aksara Lontara
Perancangan Sistem Penerjemah Aksara Lontara
Pembuatan Laporan dan Jurnal terkait
Uji Coba Sistem dan Analisa
Selesai
4. Uji coba sistem dan analisa. Tahapan ini menguji sistem yang telah dirancang dengan metode yang digunakan untuk mengetahui keakuratan sistem dan menganalisis setiap parameter yang digunakan dengan menghitung tingkat akurasinya.
5. Pembuatan laporan dan Jurnal terkait. Pada bagian ini dilakukan penulisan laporan dan pembuatan jurnal terkait sesuai hasil yang telah diperoleh.
3.2 Sarana Implementasi
Sarana implementasi pada penelitian ini terdiri atas Hardware dan Software.
3.2.1 Hardware
Perangkat keras atau hardware yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Smartphone
Spesifikasi smartphone yang digunakan antara lain:
 Asus Zenfone Laser 2
 Android versi 5.1.1 (Lollipop)
 RAM 1 GB, Internal 8 GB
2. Dekstop
Spesifikasi desktop yang digunakan adalah:
 Laptop Levono
 Processor Intel(R) Core i5
 RAM 4GB
 Harddisk 500GB 3.2.2 Software
Adapun perangkat lunak atau software yang digunakan untuk implementasi aplikasi ini ialah:
 Android Studio 2.3.3
 Matlab 2016a
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 9 bulan dimulai sejak di setujuinya proposal penelitian ini pada bulan Juni 2017 hingga pelaporan hasil penelitian pada akhir Maret 2018 bertempat di Laboratorium Kecerdasan Buatan Departemen Teknik Informatika Universitas Hasanuddin.
3.4 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental karena penelitian dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti. Tahapan yang dilakukan adalah kajian studi pustaka, metode pengumpulan data dan pembuatan sistem. Penelitian ini yang bersifat aplikatif sehingga dari masalah yang ditemukan dapat dilakukan metode studi pustaka (library research), metode pengumpulan data lapangan (field research) dan pembuatan aplikasi.
3.5 Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan mengambil citra menggunakan kamera android sebanyak 665 kata kerja menggunakan aksara Lontara yang telah digunakan Asyraf, dkk (Asyraf, 2016).
Gambar 3.2 Ilustrasi Pengambilan Gambar
Pengambilan data dilakukan dengan jarak ±12cm. Data citra yang digunakan dengan pengambilan data menggunakan blitz dan tanpa blitz dan dibagi menjadi data training dan testing.
Pada data training terdapat 5 kondisi dengan 2 kondisi citra dengan menggunakan blitz sebanyak 266 citra, 2 kondisi citra dengan tanpa blitz sebanyak 266 citra dan 1 kondisi untuk citra yang blur sebanyak 133 citra. Pada testing, ada 126 data citra yaitu 60 data menggunakan blitz dan 60 data tanpa menggunakan blitz dengan 5 kali pengujian dan kondisi huruf harus berada pada bagian tengah citra.
3.6 Perancangan Sistem
Secara umum, sistem yang dibuat pada penelitian ini terdiri dari dua sistem yaitu aplikasi android dan klasifikasi aksara lontara dengan MultiClass-SVM di server. Perancangan sistem penerjemah aksara Lontara pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Klasifikasi (Multi-SVM) Sistem Klasifikasi
Server
Menginput Gambar
Ekstraksi Fitur (MDF) Aplikasi Android
Preprocessing
Pada sistem ini, tahap pertama yaitu menginput citra dengan kamera pada android.
Setelah dilakukan proses penginputan gambar, kemudian citra akan dikirim ke server. Pada server, citra akan diproses pada tahap processing, ekstraksi fitur dan klasifikasi. Setelah proses selesai, maka hasil akan dikirim kembali ke android untuk ditampilkan.
3.6.1 Perancangan Sistem Klasifikasi Aksara Lontara
Perancangan Sistem Klasifikasi Aksara Lontara dengan proses Training dan Testing ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Perancangan Sistem pada Server pada (a) Proses training dan (b) Proses testing Pada perancangan sistem ini terdapat 2 tahapan, yaitu tahap training dan testing. Proses pengambilan citra aksara lontara menggunakan kamera android. Ukuran semua citra yang
Training
Menampilkan Hasil
Testing
Preprocessing
Hasil Terjemahan
Preprocessing Ekstraksi Fitur
Klasifikasi Database
Gambar 3.3 Gambaran Umum Sistem Menampilkan
digunakan 2048x1152 pixel dengan ekstensi .jpg. Contoh citra aksara Lontara yang menjadi masukan sistem diperlihatkan pada Gambar 3.5 (Data masukan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1).
Berikut adalah uraian pengolahan data pada sistem yang telah dibuat sebagai berikut.
1. Preprocessing
Setelah input citra yang telah dilakukan, proses akan dilanjutkan pada tahap preprocessing untuk hasil maksimal pada proses selanjutnya maka dilakukan proses grayscale, resize, binerasi, deteksi tepi terpusat, Centroid Region, Bounding Box dan Cropping.
Gambar 3.6 (a) Grayscale, (b) Resize, (c) Binerisasi, (d) Deteksi Tepi, (e) Centroid Region, (f) Bounding box, (g) Cropping.
Pada Gambar 3.6 menunjukkan hasil dari kata “akka” yang telah di preprocessing dengan menggunakan proses grayscale, resize, binerisasi dan deteksi tepi. Gambar 3.7 menunjukkan pixel region pada proses grayscale.
Gambar 3.7 Pixel region proses grayscale kata “akka”
Setelah melakukan proses grayscale maka akan dilakukan resize gambar menjadi 150 x 120 pixel. Proses binerisasi dilakukan dengan menghitung ambang global yang dapat digunakan untuk mengkonversi intensitas cahaya pada gambar dengan proses normalisasi. Gambar 3.8 menunjukkan proses Binerisasi.
Gambar 3.8 Proses Binerisasi
Nilai ambang yang diberikan sebesar 150 dimana jika nilai di atas150 maka citra akan menghasilkan pola biner yang tidak terbaca sedangkan jika nilai di bawah 150 maka citra menjadi tidak sempurna.
(a) (b)
Gambar 3.9 (a) Nilai ambang dibawah 150 dan (b) Nilai ambang diatas 150
Hasil dari proses ini memiliki dua tingkat keabuan yaitu hitam dengan nilai 0 dan putih untuk nilai 1. Selanjutnya dilakukan proses deteksi tepi. Gambar 3.8 menunjukkan pixel region kata “akka” dalam bentuk biner dan proses deteksi tepi serta centroid region.
(a) (b)
Setelah proses centroid region dilakukan, akan dilanjutkan dengan proses membentuk bounding box dan Cropping. Pada proses ini, dilakukan pencarian nilai biner 1 pada setiap tepinya kemudian dilanjutkan dengan pembuatan bounding box ketika nilai telah didapatkan dan dilakukan cropping.
2. Ekstraksi Fitur
Ekstraksi Fitur yang digunakan adalah Metode Modified Direction Feature. Metode ini menggabungkan nilai Transition Feature (TF) dan Direction Feature (DT). Gambar 3.11 menunujukkan Tahapan MDF.
Gambar 3.12 Tahapan MDF
Pada metode ini setiap nilai yang telah didapatkan sesuai dengan nilai arah yang terdiri dari 4 arah dan masing masing arah diberikan nilai atau label yang berbeda seperti pada tabel 2.1.
Sebagai contoh pada Gambar 3.13, setiap nilai citra yang telah didapatkan pada Gambar 3.11 kemudian diubah nilainya berdasarkan arahnya sesuai Tabel 2.1.
Pada Gambar 3.13 dapat dilihat bahwa nilai yang didapatkan adalah 3 yaitu nilai diagonal kanan. Hal ini disebabkan citra yang diproses telah melalui proses deteksi tepi yang mengakibatkan hanya bagian tepi yang berwarna putih atau bernilai 1.
Setelah nilai arah didapatkan seperti Gambar 3.13, selanjutnya tahap menghitung nilai Transition Feature (TF) dengan persamaan (3) dan Direction Feature (DT) pada persamaan (4) maka hasil yang didapatkan seperti pada Gambar 3.14.
Setelah nilai TF dan DF diketahui seperti pada gambar 3.11 dilanjutkan dengan normalisasi nilai TF dan DF yang didapat pada setiap arah pencarian. Pada setiap arah pencarian tersebut akan dihasilkan dua buah matriks, matriks pertama berisi letak piksel arah yang membentuk karakter (TF). Sedangkan matriks ke dua berisi nilai arah pada piksel tersebut (DF), setiap matriks berukuran (Nm) 5x3.
Setelah nilai TF dan DF didapatkan, maka akan dilakukan normalisasi pada TF dan DF, dilakukan penggabungan nilai TF dan DF dari semua arah sehingga didapatkan hasil akhir vektor yang berjumlah 120 = (Nm x Nf x Nd). Dimana Nf adalah banyaknya arah pencarian dan Nd adalah jumlah matriks pada setiap arah pencarian. Sebagai contoh nilai vektor MDF dari kata “akka” sebagai berikut.
0.139 0.013 0 0.120 0.201 0.013 0.140 0.165 0.133 0.126
Pada nilai vektor MDF di atas, nilai yang didapatkan berdasarkan hasil dari preprocessing dan ekstraksi fitur sehingga menghasilkan vektor 1x120 untuk setiap citranya.
3. Klasifikasi
Metode yang digunakan pada proses klasifikasi ini adalah MultiClass-SVM. MultiClass- SVM dengan k dimana setiap kelas ke-i di training dengan menggunakan keseluruhan data dengan persamaan (5). Dalam proses ini, data hasil ekstraksi fitur dengan MDF digunakan untuk inputan data pada proses multiclass-SVM.
a. Proses Klasifikasi Data Training
Berikut adalah Algoritma Klasifikasi dengan Multiclass-SVM:
Step 1 : Mengambil file .mat yang telah dibuat pada Ekstraksi Fitur.
Step 2 : Membuat target data sesuai dengan jumlah data yang di training.
Step 3: Melakukan Proses training dengan fungsi svmtrain antara nilai pada file .mat dengan jumlah data training.
Step 4: Mengklasifikasikan hasil pengamatan ke dalam kelas yang menghasilkan data yang sama dengan svmpredict. Hasil yang telah didapatkan pada svmtrain kemudian diklasifikasikan dengan nilai yang terdapat pada file .mat ekstraksi fitur.
b. Proses Klasifikasi Data Uji
Step 1: Misalkan terdapat sebuah sampel data hasil ekstraksi fitur MDF berdimensi
1x kolom, dimana nilai kolom merupakan nilai vector hasil normalisasi MDF yang bernilai 120.
Step 2: Melakukan proses klasifikasi dengan menggunakan fungsi svmpredict yang memanggil hasil training Multiclass-SVM.
Step 3: Sampel harus memiliki jumlah kolom yang sama dengan dataset training.
Step 4: Menampilkan hasil sesuai klasifikasi dengan pemberian nilai predict.
Step 5: Nilai predict yang telah didapatkan kemudian disesuaikan dengan menggunakan pengkondisian If Elseif Else yang sesuai dengan database. Selanjutnya hasil akhir akan ditampilkan.
Ada dua cara mengimplementasikan multiclass-SVM yaitu dengan menggabungkan beberapa SVM biner atau menggabungkan semua data yang terdiri dari beberapa kelas ke dalam sebuah bentuk permasalah optimasi (Sembiring, 2007).
Dalam data training, digunakan 5 kondisi dengan 2 kondisi citra dengan menggunakan blitz sebanyak 266 citra, 2 kondisi citra dengan tanpa blitz sebanyak 266 citra dan 1 kondisi untuk citra yang blur sebanyak 133 citra. Data tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu training dan testing. Data training digunakan untuk melatih setiap nilai fitur dan disimpan pada database. Sedangkan untuk testing, menggunakan nilai fitur data baru sebagai data testing.
Pada penelitian ini, digunakan klasifikasi untuk mencocokkan nilai fitur yang telah didapatkan pada ekstrasi fitur MDF dengan model (jumlah target data). Ketika telah ditemukan kesamaan pada Multiclass-SVM maka akan menghasilkan data kecocokan pada Multiclass-SVM.
4. Proses Terjemahan
Sistem pengenalan dimulai dengan pengambilan citra menggunakan kamera android.
Selanjutnya Citra akan diproses dengan berbagai metode preprocessing yaitu grayscale, resize, binerisasi dan deteksi tepi. yang telah diambil kemudian akan dilakukan Ekstrasi Fitur menggunakan MDF. Nilai akhir proses ekstrasi fitur akan menghasilkan nilai vektor 1x120 sebagai nilai input training. Setelah nilai didapatkan, maka masuk dalam proses klasifikasi training.
Dalam proses klasifikasi (MultiClass-SVM) akan menghasilkan data target yang sesuai dengan database yang telah didapatkan dari ekstrasi fitur. Dari proses ini, hasil yang didapatkan berupa model yang kemudian digunakan pada testing. Selanjutnya proses preprocessing yang sama pada training dilakukan pada testing. Selanjutnya dilakukan proses Ekstraksi Fitur testing dilanjutkan dengan klasifikasi. Dalam proses klasifikasi ini, nilai vektor dari ekstraksi fitur dan model dari klasifikasi training digunakan. Dalam proses testing ini ada pengkondisian if elseif else, dimana setiap nilai yang sesuai dengan database maka akan diberi penomoran sesuai data training.Sebagai contoh input dan nilai vektor
“akka” sebagai berikut.
(a) (b)
3.6.2 Perancangan Sistem pada Android
Berikut adalah perancangan sistem pada android yang ditunjukkan Gambar 3.16
Gambar 3.16 Blok Diagram Perancangan Sistem pada Android a. Tampilan Utama Sistem
Pada tampilan utama terdapat button camera yang berfungsi untuk mengambil citra secara realtime.
b. Tampilan Hasil Terjemahan
Setelah melalui proses Processing, maka server akan mengirim hasil ekstraksi fitur dan klasifikasi berupa cara membaca dan terjemahan yang kemudian ditampilkan pada tampilan utama.
3.7 Akurasi Sistem
Perhitungan akurasi dilakukan untuk menguji tingkat keakuratan sistem. Metode yang digunakan adalah menghitung perbandingan antara jumlah data yang benar dengan jumlah data keseluruhan. Perhitungan akurasi sistem dapat dilihat pada persamaan (7).
𝐴 = 𝑋
𝑌∗ 100% (7)
Dimana:
 A= Akurasi Sistem
 X= Jumlah data yang benar
 Y = Jumlah data keseluruhan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kinerja Sistem pada Android
Pengujian sistem dilakukan pada android untuk menganalisis hasil kinerja sistem terhadap tampilan utama sistem dan menampilkan hasil terjemahan.
a. Pengujian pada Tampilan Utama
Pengujian ini dilakukan untuk menganalisis sistem dalam menampilkan tampilan utama. Dari tabel 4.1 ditunjukkan tampilan utama sistem pada android.
Tabel 4.1 Pengujian Tampilan Utama Tampilan Utama Keterangan
Berhasil
Berhasil
Tampilan Utama Keterangan
Berhasil
Berhasil
b. Pengujian Menampilkan Hasil terjemahan
Data masukan berupa citra kata Lontara maupun yang bukan kata Lontara. Pengujian dilakukan dengan data masukan sebanyak 6 yaitu 3 merupakan huruf Lontara dan 3 bukan huruf Lontara. Hasil kinerja Sistem pada android untuk menampilkan terjemahan ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kinerja Sistem pada Android
No Data Masukan Hasil
1
No Data Masukan Hasil
Tabel 4.1(lanjutan)
2
3
4
Akka = Angkat 5
Didi`=Didik
6
Bicik =Bisik
Pada pengujian ini, hasil yang didapatkan ialah jika data masukan berupa citra huruf aksara Lontara maka sistem akan menghasilkan output berupa hasil terjemahan dan jika data masukan berupa gambar bukan huruf aksara Lontara maka hasilnya data tidak dikenali.
Tabel 4.2 (lanjutan)