• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH STATUS BELLIGERENT SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS HAMAS DI PALESTINA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MASALAH STATUS BELLIGERENT SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS HAMAS DI PALESTINA)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Indonesia

MASALAH STATUS BELLIGERENT

SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS HAMAS DI PALESTINA) Penulis Pertama : Mikail Hamidum Majid

Penulis Kedua : Adijaya Yusuf Penulis Ketiga : Arie Afriansyah Program Studi Ilmu Hukum

Program Kekhususan Hukum tentang Hubungan Transnasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai status belligerent sebagai subjek hukum internasional dengan mengambil studi kasus yaitu HAMAS di Palestina. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa hukum internasional tidak memiliki pengaturan dan standar yang baku dalam menentukan apakah suatu kelompok dapat diakui dan dikategorikan sebagai belligerent atau tidak; Hamas memiliki potensi untuk diakui sebagai belligerent, namun terkendala oleh PLO yang telah lebih dulu diakui oleh Majelis Umum PBB sebagai wakil sah bangsa Palestina, terlebih lagi pada bulan Desember 2012, Majelis Umum PBB telah mengakui Palestina sebagai negara peninjau non-anggota.

Kata Kunci : Subjek Hukum Internasional, Belligerent, Hamas

Abstract

This minithesis discusses the belligerent status as a subject of international law by taking a case study of the Hamas in Palestine. This research is a qualitative descriptive design.

The results make it clear that international law does not have a standard setting and standards in determining whether a group can be recognized and categorized as belligerent or not;

Hamas has the potential to be recognized as a belligerent, but constrained by the PLO which was first recognized by the UN General Assembly as a legitimate representative of the Palestinian People, especially in December 2012, the UN General Assembly has recognized Palestine as non-member observer state.

Keywords: Subjects of International Law, belligerent, Hamas

(2)

Universitas Indonesia

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Negara merupakan subjek hukum internasional yang terutama, namun dewasa ini negara tidak merupakan satu-satunya subjek hukum internasional. Keadaan ini tidak lain disebabkan oleh berbagai perubahan yang telah terjadi dalam masyarakat internasional selama berabad-abad yang merupakan pencerminan masyarakat internasional dewasa ini. Anggapan bahwa negara adalah satu-satunya subjek hukum internasional merupakan suatu anggapan yang wajar dalam keadaan bahwa hubungan antarnegara identik dengan hubungan internasional. Istilah hukum antarnegara yang hingga kini terkadang masih digunakan, merupakan bukti bahwa anggapan ini masih ada penganutnya.1

Persoalan ini dapat ditinjau secara teoritis, tetapi dapat pula ditinjau secara praktis.

Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa subjek hukum internasional sebenarnya hanyalah negara. Perjanjian internasional seperti Konvensi-konvensi Palang Merah tahun 1949 memberikan hak dan kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban itu diberikan konvensi secara tidak langsung kepada perorangan atau individu melalui negaranya yang menjadi peserta konvensi itu.2 Melalui konstruksi ini, banyak keadaan atau peristiwa individu menjadi subjek hukum internasional berdasarkan suatu konvensi dapat dikembalikan pada negaranya yang menjadi peserta konvensi yang bersangkutan. Contohnya adalah Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States. Pendirian yang mengatakan bahwa perjanjian internasional hanya berlaku dalam wilayah suatu negara yang menjadi pesertanya setelah diundangkannya undang-undang pelaksanaannya (implementing legislation) yang lazim dikenal dengan teori transformasi merupakan perwujudan lain dari teori bahwa hanya negara yang merupakan subjek hukum internasional.3

Teori lain menyatakan bahwa sebenarnya individu merupakan subjek hukum yang sesungguhnya dari hukum internasional, karena dalam analisis terakhir individulah yang merupakan subjek segala hukum nasional maupun internasional. Teori ini disampaikan Hans Kelsen dalam bukunya Principles of International Law dengan logika dan analisis yang sukar

1 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Goes, Pengantar Hukum Internasional, ed.2, cet.1, (Bandung:

Alumni, 2003), hlm. 95.

2 Ibid., hlm. 95-96.

3 Ibid., hlm. 96.

(3)

Universitas Indonesia

dibantah, apa yang dinamakan hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara itu. Dalam pandangan Kelsen, negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis yang tidak akan mungkin tanpa manusia-manusia anggota masyarakat negara itu. Subjek hukum internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional.4

Oleh sebab itu tidak dapat lagi dikatakan begitu saja bahwa hukum internasional hanya mengatur hubungan antara negara dengan negara, dan bahwa negara merupakan satu-satunya subjek hukum internasional. Dalam hukum internasional saat ini jumlah subjek hukum internasional yang bukan negara telah kian bertambah. Juga melihat substansinya hukum internasional saat ini makin banyak memperhatikan hak dan kepentingan orang perseorangan dan mengatur hubungan hukum yang mencakup subjek hukum bukan negara. Semua ini merupakan penjelmaan dari masyarakat internasional yang sedang mengalami suatu proses perkembangan dan perubahan.5

Suatu perkembangan dalam hukum internasional ialah diberikannya pengakuan terbatas kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional yang memungkinkannya untuk ikut dalam PBB atau organisasi internasional tertentu. Melalui resolusi Majelis Umum PBB No. 3237 tanggal 22 November 1974, PLO (Palestine Liberation Organization) diberikan status sebagai peninjau tetap pada PBB.6 PLO juga telah secara resmi diberikan pengakuan de jure oleh Amerika Serikat pada masa Presiden Bill Clinton pada tahun 1993, dan diberikan pengakuan pula bahwa PLO adalah wakil tunggal bangsa Palestina dengan kontrol sementara atas badan yang baru didirikan, yaitu Otoritas Palestina.7

Dinamika perjuangan rakyat Palestina terus berkembang, HAMAS (Gerakan Perlawanan Islam) yang semula merupakan gerakan sosial kemudian menjadi Partai Politik yang mengikuti pemilu legislatif pada tahun 2006. Tanpa diduga oleh banyak pihak, HAMAS

4 Hans Kelsen, Principles of International Law, New York, 1952, p.97, sebagaimana dikutip dalam Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Goes, Pengantar Hukum Internasional, ed.2, cet.1, (Bandung: Alumni, 2003), hlm. 96-97.

5 Hans Kelsen, Principles of International Law, New York, 1952, p.97, sebagaimana dikutip dalam Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2003), edisi kedua, cet. 1, hal. 110.

6 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2003), hlm. 81.

7 Janna B. Weinstein, "Obligations to Recognize Governments in International Law: U.S. non-recognition of Hamas", http://works.bepress.com/janna_weinstein/1/, diunduh 17 Oktober 2012

(4)

Universitas Indonesia

memenangkan pemilu legislatif dan menguasai kursi terbanyak di parlemen.8 Pada 9 Januari 2006, pemilu demokratis berlangsung dalam wilayah Palestina di Tepi Barat dan Gaza, dengan kemenangan mayoritas untuk Hamas dalam Dewan Legislatif Palestina (PLC). Sejak saat itu, Hamas telah mengkonsolidasikan kontrol mandiri atas Jalur Gaza. Selanjutnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mengatakan kesatuan pemerintah nasional baru, termasuk Hamas, harus berada di tempat dan diakui secara internasional untuk mengelola bantuan kemanusiaan untuk Gaza dan Tepi Barat.9

Kemenangan HAMAS ini tidak terlepas dari ketidakpuasan bangsa Palestina terhadap PLO. PLO dianggap semakin tidak berdaya menghadapi tekanan Israel. PLO yang semula menempuh perjuangan bersenjata telah mengubah metode perjuangannya menjadi melalui meja perundingan. Metode ini menurut bangsa Palestina tidak efektif karena Israel terbukti banyak melanggar kesepakatan yang telah dibuat dan mengakibatkan keadaan bangsa Palestina semakin terpuruk. Para pemimpin PLO pun justru makin sibuk memperebutkan posisi dalam pemerintahan.10

Penelitian ini mencoba membahas pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum internasional khususnya tentang belligerent dan kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum Internasional.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum internasional khususnya tentang belligerent?

2. Bagaimanakah kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum Internasional?

C. Tujuan Penelitian

8 Ricky Maradona, “HAMAS dan Pemilu Legislatif Palestina 2006”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2009), hlm. 3.

9 Janna B. Weinstein, loc. cit.

10 Ricky Maradona, “HAMAS dan Pemilu Legislatif Palestina 2006”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2009), hlm. 11.

(5)

Universitas Indonesia

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menambah khazanah pengetahuan dalam hukum internasional terutama memberikan pembahasan tentang pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum internasional.

Secara rinci sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum internasional khususnya tentang belligerent.

2. Mengetahui kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum Internasional.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan tentang pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum internasional khususnya tentang belligerent dan juga penjelasan mengenai kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum Internasional. Bagi pihak yang berminat mendalami masalah hukum internasional dan perkembangannya semoga hasil penelitian ini merupakan informasi yang berguna.

PEMBAHASAN

STATUS BELLIGERENT SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Subjek hukum internasional pada umumnya merupakan beberapa entitas yang diberikan hak dan kewajiban oleh hukum internasional itu sendiri. Subjek hukum internasional secara singkat dapat dikatakan sebagai pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Hal ini berarti setiap pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional adalah subjek hukum internasional. Konsekuensi dari pengertian ini adalah bahwa subjek hukum internasional tidak sekedar negara. Subjek hukum adalah entitas yang memiliki personalitas hukum. Dengan memiliki personalitas hukum, maka subjek hukum dapat menjalankan fungsinya sebagai subjek hukum.11

Personalitas hukum menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh subjek hukum. Keberagaman subjek hukum internasional akan menjadikan pengertian personalitas hukum menjadi tidak absolut. Hal ini karena personalitas hukum itu sendiri akan mengikuti pengakuan yang diberikan oleh masing-masing instrumen hukum. Selain itu, personalitas hukum memberikan kewenangan untuk mengajukan klaim di Mahkamah Internasional, menikmati hak, menjalankan kewajiban, berpartisipasi dalam pembentukan

11 Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 104.

(6)

Universitas Indonesia

hukum internasional, ikut serta dalam organisasi internasional, dan dapat membentuk traktat.

Pada awal mula terbentuknya hukum internasional, hanya negara sebagai satu-satunya entitas yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namun, setelah adanya Perang Dunia Kedua, pelaku-pelaku dalam pergaulan internasional tidak hanya dimonopoli oleh negara.

Subjek-subjek hukum internasional yang baru seperti organisasi internasional, regional, atau bahkan individu pada akhirnya diakui sebagai subjek hukum internasional selain negara.12

A. Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional

Negara masih merupakan subjek hukum terpenting bila dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya. C. Humprey Wadlock memberikan definisi bahwa negara adalah suatu lembaga atau suatu wadah yang dapat menampung manusia untuk mencapai tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Sementara, Fenwich mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisasikan secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, hidup dalam batas-batas daerah tertentu, hidup dalam batas daerah tersebut, bebas dari negara lain, serta dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di bumi.13

Suatu standar atau patokan tradisional dari suatu entitas yang dinamakan negara tercantum dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) The Convention Rights and Duties of State of 1933 yang isinya menyebutkan bahwa negara sebagai subjek hukum internasional harus memiliki penduduk tetap; wilayah tertentu; pemerintahan; serta kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain.14

Pembentukan suatu negara yang merupakan subjek penuh dalam hukum internasional harus memenuhi unsur-unsur konstitutif berupa penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah, serta kedaulatan.15

B. Subjek Hukum Internasional selain Negara

Tahta Suci Vatikan merupakan salah satu subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu, disamping negara. Hal ini merupakan peninggalan sejarah ketika Paus bukan

12 Ibid., hlm. 103.

13 Ibid., hlm. 105.

14 Ibid.

15 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2003), hlm. 17.

(7)

Universitas Indonesia

hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi. Tahta suci memiliki kedudukan sebagai subjek hukum yang sejajar dengan negara. Contoh lainnya adalah “Order of The Knights of Malta”, namun hanya diakui oleh beberapa negara sebagai subjek hukum internasional.16 Palang Merah Internasional juga diakui sebagai subjek hukum internasional yang lahir karena sejarah dan juga diperkuat dengan perjanjian. Palang Merah Internasional memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional dengan ruang lingkup yang sangat terbatas. Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Buruh Internasional juga merupakan subjek hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban internasional sebagaimana ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional.

C. Gerakan Pembebasan Nasional/National Liberation Movements (NLMS)

Gerakan Pembebasan Nasional maupun bangsa, sangat terkait erat kemunculannya dengan kebangkitan rakyat di wilayah jajahan untuk memperjuangkan hak-hak mereka agar dapat mendirikan negara yang merdeka, sejajar, dan sederajat dengan negara-negara yang telah menjajah mereka. Hal ini merupakan pengaruh dari perubahan peta politik Eropa pada abad ke 17, 18, dan 19, terutama terkait revolusi Perancis. Dalam menghadapi pergolakan yang terjadi di wilayah jajahan, negara kolonial atau negara penjajah tentu saja tidak mau mengakui eksistensi mereka dan berupaya untuk menumpasnya. Rakyat di wilayah jajahan mengorganisasikan dirinya untuk dapat membebaskan diri dari negara penjajah dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan yang mereka inginkan.17

Pengertian tentang Organisasi Pembebasan maupun bangsa masih merupakan hal yang kontroversial. Hal ini disebabkan penilaian atau pandangan masyarakat internasional tentang apa yang disebut dengan Organisasi Pembebasan maupun bangsa lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor atau pertimbangan politik. Akibatnya adalah penilaian ini akan menjadi sangat subjektif.18

Cara yang lazim ditempuh oleh suatu organisasi pembebasan adalah dengan berusaha memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara lain dengan cara mendekati dan mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan organisasi lain yang

16 T. May Rudy, Hukum Internasional 1, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 2-3.

17 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 82.

18 Ibid.

(8)

Universitas Indonesia

senasib dan seperjuangan dengannya. Pengakuan dapat diberikan oleh negara ketiga, misalnya melalui Majelis Umum PBB. Majelis Umum PBB melalui Resolusi 3274 (XXIX) telah menerima Organisasi Pembebasan yang diakui oleh OAU dan Liga Arab untuk dapat berpartisipasi dalam acara-acara seperti sidang Majelis Umum, konferensi-konferensi yang diadakan oleh Majelis Umum, pertemuan badan khusus, dan organ-organ Majelis Umum lainnya.19

Dengan mendapatkan pengakuan tersebut, organisasi ini telah memasuki dimensi internasional dan dalam batas tertentu menjadi pelaku hubungan internasional. Organisasi ini telah menunjukkan kemandirian sebagai subjek hukum internasional. Mereka telah mempunyai hak-hak dan memikul kewajiban internasional, seetidaknya dari negara-negara yang telah mengakuinya. Jika cita-cita mereka untuk merdeka telah tercapai, maka eksistensi sebagai Organisasi Pembebasan tidak lagi ada karena telah menjelma menjadi negara baru dan sebagai subjek hukum internasional secara penuh.20

Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organisation/PLO) sejak tahun 1948 memperjuangkan hak-haknya untuk mendirikan Negara Palestina merdeka yang selama ini wilayahnya dikuasai oleh Israel. Pada 15 November 1988, Dewan Nasional Palestina (Palestine National Council/PNC) yang berada di pengasingan, memproklamasikan kemerdekaan Negara Palestina dan memperoleh pengakuan masyarakat internasional walaupun wilayahnya belum jelas. Pada tahun 1966 Palestina menyatakan kemerdekaan secara penuh dengan hadirnya Raja Husain dari Yordania.21

D. Pengakuan kepada Gerakan Pembebasan Nasional

Pengakuan terbatas, yang diberikan kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional, merupakan salah satu perkembangan baru dalam hukum internasional. Dengan pengakuan ini, maka gerakan-gerakan pembebasan nasional dimungkinkan untuk ikut dalam PBB atau organisasi-organisasi internasional tertentu. Namun demikian, pengakuan semacam ini sifatnya belum universal dan masih mendapat penolakan terutama oleh negara-negara barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Mereka beralasan bahwa Piagam PBB tidak berisi

19 Ibid.

20 Ibid., hlm. 125.

21 Ibid.

(9)

Universitas Indonesia

ketentuan mengenai peninjau dan karena gerakan-gerakan pembebasan hanyalah suatu kelompok yang bukan negara.22

Dengan perkembangan hukum internasional yang berhubungan dengan prinsip penentuan nasib sendiri, gerakan pembebasan nasional telah memperoleh status sebagai subjek hukum internasional. Sebagian besar dari masyarakat yang diwakili oleh gerakan pembebasan nasional atau National Liberation Movements (NLMS) kini telah memperoleh kenegaraan untuk wilayah mereka. Proses perolehan kemerdekaan ini pada awalnya dibantu dengan adanya pengakuan status sebagai pengamat tetap (permanent observer) di PBB.23

Sejak tahun 1972, perwakilan dari beberapa gerakan pembebasan telah berpartisipasi sebagai pengamat dalam perdebatan Fourth Committee (the Committee for

‘colonial’questions) dari Majelis Umum PBB. Pada tahun 1974, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) diundang untuk memberikan pidatonya di Majelis Umum PBB. Sejak itu, perwakilan dari gerakan pembebasan nasional telah menjadi kelompok yang diterima sebagai pengamat.24 Majelis Umum PBB pada tanggal 22 November 1974 telah mengeluarkan resolusi No. 3237 yang isinya memberikan status kepada Palestine Liberation Organization (PLO) sebagai peninjau tetap pada PBB.25 PLO kemudian dapat berpartisipasi dalam sesi konferensi internasional yang diselenggarakan di bawah naungan Majelis Umum dalam kapasitas sebagai pengamat.26 Selain kepada PLO, pada tahun 1973 Majelis Umum PBB juga telah memberikan status yang sama kepada South West Africa People’s Organization (SWAPO) melalui resolusi No. 311 dan menyebutnya sebagai the sole and authentic representative of the Namibian People yang artinya merupakan satu-satunya pihak yang secara otentik mewakili rakyat Namibia.27

E. Pengakuan Terhadap Pemberontak (Belligerency)

Jika di dalam suatu negara terjadi pemberontakan yang telah memecah belah kesatuan nasional serta efektifitas pemerintahan, maka negara-negara ketiga akan berada dalam posisi

22 Boer Mauna, Op. Cit., hlm. 81.

23 Anthony Aust, Handbook of International Law, ed. 2, (New York: Cambridge University Press, 2010), hlm. 13.

24 Henry G. Schermers dan Niels M. Blokker, International institutional law: unity within diversity, ed. 5 (Leiden: Koninklijke Brill NV, 2011), hlm. 137.

25 Boer Mauna, Op. Cit.

26 Henry G. Schermers dan Niels M. Blokker, Op. Cit., hlm. 138.

27 Boer Mauna, loc. cit.

(10)

Universitas Indonesia

yang sulit, terutama untuk melindungi berbagai kepentingannya di negara tersebut. Dalam keadaan inilah sistem pengakuan belligerency lahir.28

Kaum belligerency adalah kaum pemberontak yang sudah mencapai tingkatan yang kuat dan mapan, baik secara politik, organisasi, militer, dan telah tampak sebagai suatu kesatuan politik yang mandiri. Kemandirian kelompok semacam ini tidak hanya berlaku ke dalam, tetapi juga keluar, dengan pengertian bahwa dalam batas-batas tertentu dia sudah mampu menampakkan diri pada tingkat internasional atas eksistensinya.29

Kaum belligerency berbeda dengan organisasi pembebasan. Kaum belligerency pada hakekatnya muncul sebagai masalah yang semula adalah masalah dalam negeri suatu negara.

Misalnya, pemberontakan bersenjata yang terjadi yang terjadi di dalam suatu negara yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Pemberontakan bersenjata ini dimaklumi sebagai masalah dalam negeri suatu negara. Oleh sebab itu, maka penyelesaiannya diserahkan sepenuhnya kepada negara yang bersangkutan. Negara lain yang membantu kaum pemberontak akan dipandang sebagai tindakan intervensi yang tidak dibenarkan dalam hukum internasional.30

Pengakuan atau penerimaan atas eksistensi kaum pemberontak dalam suatu negara seringkali didasarkan atas pertimbangan politik subjektif dari negara-negara yang memberikan pengakuan. Misalnya jika kaum pemberontak dalam suatu negara memiliki aspirasi politik yang sesuai dengan negara yang mengakui itu; atau jika negara yang mengakui itu tidak bersahabat dengan pemerintah negara dimana pemberontakan terjadi, maka negara itu memberikan dukungan dan pengakuannya kepada kaum pemberontak. Sama halnya dengan organisasi pembebasan atau bangsa yang sedang berjuang, suatu kelompok dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai kaum belligerency dengan memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria atau ukuran ini muncul karena pemberontakan bersenjata yang terjadi dalam suatu negara memiliki tingkat kekuatan yang berbeda-beda. Hukum internasional tidak memiliki pengaturan dan sudah dapat dipastikan serta tidak dapat diharapkan akan muncul kaedah- kaedah hukum internasional positif dalam bentuk konvensi atau hukum kebiasaan internasional yang secara baku akan menetapkan pengaturan mengenai belligerency.

Penentuan diakui atau tidaknya suatu kaum pemberontak bersenjata sangat bergantung pada

28 Ibid., hlm. 79.

29 Jawahir, Op. Cit, hlm. 125.

30 I Wayan Parthiana, Op. Cit., hlm. 85.

(11)

Universitas Indonesia

pertimbangan politik dari negara-negara yang hendak memberikan pengakuan atau dukungan itu sendiri.31

Namun demikian, para sarjana tetap berusaha untuk merumuskan dan menetapkan kriteria-kriteria objektif yang harus dipenuhi oleh kaum pemberontak agar dapat dikategorikan sebagai kaum belligerency. Walaupun kriteria ini telah cukup jelas, namun penerapannya tidaklah mudah. Hal ini karena faktor politik jauh lebih dominan daripada kriteria objektif yang telah dirumuskan. Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi tersebut adalah:32

1. Kaum pemberontak harus telah terorganisasi secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas;

2. Kaum pemberontak harus menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya;

3. Kaum pemberontak harus sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya;

4. Kaum pemberontak harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut.

Menurut Oppenheim-Lauterpacht, sejumlah persyaratan harus dipenuhi sebelum suatu belligerency mendapatkan pengakuan. Syarat-syarat tersebut adalah:33

1. Perang sipil yang telah terjadi, kemudian berkembang menjadi perang terbuka;

2. Telah ada pendudukan atas wilayah-wilayah tertentu serta penyelenggaraan dan pengaturan atas wilayah tersebut;

3. Pihak pemberontak tersebut berada di bawah pimpinan dan menaati hukum-hukum perang;

4. Terdapat negara ketiga yang telah meyatakan sikapnya terhadap perang sipil tersebut.

HAMAS SEBAGAI ORGANISASI PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA

Hamas merupakan akronim dari Harakat Al-Muqawama fi Islamiyah Filistin, atau Gerakan Perlawanan Islam di Palestina.34 Hamas lahir secara resmi pada tanggal 14 Desember

31 Ibid.

32 Ibid., hlm. 87.

33 Huala Adolf, Asepek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, ed. revisi, cet. 3, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 94.

(12)

Universitas Indonesia

1987, beberapa hari setelah meletusnya intifada pertama yang merupakan pemberontakan Palestina pada tanggal 8 Desember 1987. Keputusan untuk mendirikan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) diambil pada hari setelah terjadinya intifada oleh para pemimpin utama Ikhwanul Muslimin Palestina, yaitu Sheikh Ahmad Yassin, Abdul 'Aziz al-Rantisi, Salah Shehadeh, Muhammad sham'ah, 'Isa al-Nashar,' Abdul Fattah Dukhan dan Ibrahim al-Yazuri.

Oleh sebab itu banyak pendapat yang menyatakan bahwa Hamas dibentuk oleh Ikhwanul Muslimin cabang Palestina.35

Hamas pada mulanya memiliki komitmen untuk menghancurkan negara Israel dan menggantinya dengan sebuah negara Islam di seluruh Palestina. Hamas yang merupakan cabang dari Ikhwanul Muslimin di Palestina ini merupakan sebuah gerakan agama, politik dan sosial yang asalnya didirikan di Mesir dan didedikasikan untuk kemenangan bertahap agama Islam. Sejak pertengahan tahun 1970-an, Ikhwan telah memperluas pengaruhnya di Tepi Barat dan Jalur Gaza melalui gerakan berupa pelayanan sosial.36 Syeikh Ahmad Yasin adalah seorang aktivis Ikhwanul Muslimin dan juga merupakan kepala Islamic Center di Gaza.

Berdirinya Hamas ditandai dengan lahirnya sebuah piagam pada tanggal 18 Agustus 1988.

Piagam tersebut meletakkan prinsip-prinsip ideologis dan tujuan organisasi serta menyebutkan bahwa Hamas merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin di Palestina, sementara Ikhwanul Muslimin sendiri merupakan gerakan yang sifatnya internasional.37

A. Struktur Organisasi HAMAS

Hamas adalah organisasi yang bergerak pada bidang sosial, politik, militer dan agama.

Hamas memiliki sekolah yang menawarkan kelas gratis.38 Militer Hamas dibagi menjadi tiga sayap, yaitu intelijen yang mengumpulkan informasi tentang warga Palestina yang dicurigai bekerja sama dengan Israel; sayap penegakan hukum yang akan memproses mereka yang melanggar hukum Islam; dan Izzudin al-Qassam, regu yang bertanggung jawab untuk

34 “Glossary of Key Terms and Events in Israel's History,”

http://www.adl.org/israel/advocacy/glossary/hamas.asp diunduh 13 November 2012.

35 Khaled Hroub, Op. Cit., hlm. 12-13.

36 “Hamas Fact Sheet,” http://www.adl.org/main_israel/hamas_facts.htm diunduh 13 November 2012.

37 Asep Syamsul Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, (Jakarta: Gema Insasi Press, 2000), hlm. 68.

38 Sara Roy, Hamas and civil society in Gaza: engaging the Islamist social sector, (New Jersey: Princeton University Press, 2011), hlm. 1.

(13)

Universitas Indonesia

perjuangan bersenjata. Al-Qassam terdiri dari regu aktivis yang terorganisir menjadi kelompok-kelompok kecil yang dapat beroperasi secara independen satu sama lain.39

B. Sayap Militer Hamas

Pejuang Al Qassam dipilih dari dalam jajaran gerakan Ikhwanul Muslimin di Gaza dengan menggunakan kriteria pemilihan bahwa mereka harus memiliki komitmen agama yang kuat dan menunjukkan tekad yang berapi-api. Strategi Al Qassam adalah dengan mengandalkan kualitas, bukan kuantitas, karena mereka beroperasi dalam sel kecil.

Kelompok-kelompok ini terkonsentrasi untuk memilih target, mengamati target tersebut, melakukan misi pengintaian, dan melakukan serangan yang sebenarnya.40 Sheikh Ahmed Yassin, sangat dihormati oleh Al Qassam, dan bimbingan agamanya didengar dan diimplementasikan.41

C. Kemampuan Militer Hamas Menandingi Israel

Publik di dunia Arab sangat bangga ketika roket terbaru tipe Fajr 5 milik Hamas mampu menjangkau sasaran di Distrik Rishon Lezion di pinggiran kota Tel Aviv, Israel. Hal ini merupakan suatu prestasi yang tidak pernah dicapai oleh militer arab sejak perang tahun 1948.

Hampir semua media di Arab menurunkan media utama dengan tulisan besar berjudul “Jalur Gaza Gempur Tel Aviv”. Dengan pencapaian ini maka Hamas memperoleh dua kemenangan psikologis terhadap Israel. Pertama, roket milik Hamas yang diberi nama Fajr 5 telah mampu mencapai wilayah sekitar kota Tel Aviv, yaitu di Distrik Kiryat Malakhi dan Rizhon Lezion.

Kedua, Hamas mampu membuat penduduk Tel Aviv panik ketika mendengar bunyi sirene peringatan. Bahkan, Perdana Menteri Israel bergegas meninggalkan kantornya di Tel Aviv menuju tempat perlindungan ketika sirene peringatan berbunyi.42 Iran diduga telah memasok persenjataan yang canggih kepada Hamas. Serangan roket Fajr yang menargetkan Tel Aviv dan Yerusalem merupakan bukti upaya berkelanjutan Iran dalam mendukung Hamas.43

D. Posisi HAMAS di Palestina

39 “Hamas Fact Sheet,”Op. Cit.

40 Ibid., hlm. 64.

41 Ibid., hlm. 53.

42 “Roket Hamas Gempur Tel Aviv”, Kompas, (17 November 2012), hlm. 1.

43 “Antara Israel, Gaza dan Hamas (2),” http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina- israel/12/11/20/mdrude-antara-israel-gaza-dan-hamas-2 diunduh 21 November 2012.

(14)

Universitas Indonesia

Survei yang dilakukan oleh Palestinian Center for Policy and Survey Research yang dirilis pada Juni 2012 menunjukkan bahwa popularitas Kepala Otorita Palestina Mahmud Abbas menurun dibandingkan pemimpin Hamas Ismail Haniyah. Menurut survei tersebut, Abbas telah kehilangan popularitasnya lima persen hanya dalam tiga bulan sementara popularitas Haniyah telah meningkat sebesar 2 persen pada periode yang sama.44 Hamas menjadi pesaing utama PLO dalam kepemimpinan di Palestina.45

Kemenangan Hamas ditopang oleh kharisma Hamas di mata rakyat Palestina dimana Hamas dipandang tidak mau berkompromi dengan Israel, sementara PLO justru melakukan hal ini. Dalam pandangan rakyat Palestina yang telah lama berada dalam penjajahan, konfrontasi dengan Israel adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh karena Israel selalu mengingkari perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pembunuhan tokoh- tokoh Hamas oleh Israel pada masa sebelum pemilu juga membuat rakyat semakin bersimpati kepada Hamas. Hamas juga dekat di hati rakyat Palestina karena tidak hanya bergerak pada dimensi militer dan politik, tetapi juga berjuang pada bidang agama, sosial, pendidikan dan kesehatan.46

Kekuatan Hamas tidak dapat dipandang sebelah mata. Hamas memiliki pengikut yang loyal dan solid. Bahkan, hampir dipastikan Hamas akan memenangkan pemilu dengan kemenangan yang telak jika digelar pada tahun 2012. Hal ini karena ideologi perlawanan Hamas masih menjadi idola di mata rakyat Palestina. Oleh sebab itu, Fatah memilih untuk menunda digelarnya pemilu atau menggelar pemilu tanpa mengikutsertakan Hamas. Skenario politik Fatah ini dianggap sebagai tekanan politik terhadap Hamas dan sejalan dengan kepentingan negara-negara yang selama ini memberikan dukungan penuh terhadap Fatah.47

Hamas tumbuh dan berkembang di wilayah pendudukan. Mereka berada di tengah-tengah publik Palestina dan turut merasakan kesulitan hidup rakyat Palestina yang berada di bawah kekuasaan Israel.48 Hamas menggunakan strategi militer sebagai strategi outbidding meraup simpati dan dukungan publik Palestina. Strategi militer digunakan sebagai bentuk nyata perlindungan kepada rakyat dan membuat Hamas semakin menemukan posisinya pasca

44 “Survei: Popuralitas Mahmud Abbas Menurun Dibandingkan Ismail Haniyah,”

http://www.eramuslim.com/berita/palestina/survei-popuralitas-mahmud-abbas-menurun-dibandingkan-ismail- haniyah.htm#.UJtTVeLFWE4 diunduh 8 November 2012.

45 Saud P. Krisnawan, “Peran Hamas dalam Proses Perdamaian Palestina Israel,” (Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2001), hlm. 84.

46 Alfan Avias, Op. Cit., hlm. 103.

47 Zuhairi Misrawi, Op. Cit.

48 Broto Wardoyo, “Gaza dan Spiral Kekerasan”, Kompas, (21 November 2012), hlm. 7.

(15)

Universitas Indonesia

kegagalan perundingan yang dilakukan oleh PLO. Mengingat kelompok ini tidak terlibat dalam PLO, mereka tidak memiliki akses ke dunia internasional secara resmi. Hal ini membuat mereka tidak termasuk dalam perwakilan resmi Palestina dalam pergaulan internasional. Strategi militer digunakan Hamas sebagai upaya melakukan internasionalisasi kelompok ini untuk menunjukkan bahwa mereka ada dan perlu dipertimbangkan.49 Direktur Studi Palestina, Ibrahim Darawi mengatakan bahwa posisi Hamas dalam perundingan gencatan senjata dengan Israel kini cukup kuat karena didukung oleh Mesir, Turki dan Qatar.50 Pemerintah dan berbagai elemen masyarakat di Mesir menyatakan dukungan penuh terhadap Hamas.51 Hamas juga mendapatkan dukungan penuh dari Iran. Hamas akan terus memberikan perlawanan atas agresi Israel. Hal ini membuat perdamaian makin jauh dari wilayah Palestina. Perdamaian akan sulit dicapai bila Hamas tidak diikutsertakan dalam proses perdamaian. Tanpa Hamas, perdamaian tak akan pernah terwujud.52

ANALISIS POTENSI HAMAS SEBAGAI BELLIGERENT DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Hukum internasional tidak memiliki kriteria yang pasti untuk menentukan kapan suatu kelompok dapat dikategorikan ke dalam belligerent yang memiliki hak dan kewajiban terbatas sebagai subjek hukum internasional. Hal ini karena pertimbangan politis jauh lebih dominan ketimbang pertimbangan hukum dalam pemberian pengakuan terhadap suatu kaum belligerency. Namun demikian, para ahli telah menentukan beberapa kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat mengkategorikan suatu kelompok sebagai belligerent. Pada penjelasan ini terlihat bahwa posisi Hamas dapat memenuhi kriteria maupun peryaratan sebagai belligerent jika ditinjau dalam pandangan hukum internasional, tetapi juga memiliki beberapa hambatan yang menghalanginya untuk dapat masuk dalam kategori belligerent.

Berdasarkan kriteria dan persyaratan yang dikemukakan oleh para ahli, terdapat beberapa faktor yang mendukung Hamas untuk dapat diakui sebagai belligerent. Pertama, Hamas telah terorganisasi secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas. Salah satu kriteria yang diberikan oleh para sarjana adalah bahwa suatu kelompok belligerent harus memiliki organisasi yang rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas. Pada kasus

49 Ibid.

50 Kompas, (20 November 2012), hlm. 8.

51 “Konflik Gaza: Pesawat Israel Terbang di Wilayah Mesir”, Kompas, (20 November 2012), hlm. 1.

52 Trias Kuncahyono, “Jalur Gaza Empat Tahun Lalu,” Kompas, (19 November 2012), hlm. 9.

(16)

Universitas Indonesia

Hamas, kriteria ini jelas sudah dapat dipenuhi. Hamas juga memiliki kepemimpinan yang jelas dan teratur. Biro politik Hamas saat ini dipimpin oleh Khaled Meshal, semantara, Perdana Menteri Hamas saat ini adalah Ismail Haniya di Jalur Gaza. Hamas juga mengelola bidang lainnya seperti pendidikan dan kesehatan, serta berbagai bidang layaknya suatu pemerintahan sebuah negara. Bahkan, banyak pihak telah menuding bahwa Hamas menginginkan pemerintahan Gaza sebagai entitas terpisah dari Palestina.

Kedua, Hamas telah menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya. Hamas telah menggunakan lambang dan atribut lainnya yang dapat dengan mudah diidentifikasi oleh masyarakat umum. Kepolisian Hamas juga menggunakan seragam untuk para prajuritnya. Selain itu, lambang Hamas juga terpasang di banyak wilayah di Jalur Gaza. Oleh sebab itu, sangat mudah untuk mengidentifikasi kelompok Hamas. Namun demikian, pada bidang tertentu seperti intelijen yang bertugas dalam kerahasiaan, identitas tentu akan disamarkan mengingat kerap kali pejuang Hamas menjadi incaran pihak lawan.

Hal ini membuat Hamas menyembunyikan identitas-identitas pejabat-pejabat strategis dalam organisasi demi melindungi keamanan mereka.

Ketiga, Hamas sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya. Hamas telah memiliki kontrol penuh atas Jalur Gaza dan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri. Hamas memiliki Perdana Menteri yang secara efektif menyelenggarakan pemerintahan di Jalur Gaza. Perdana Menteri saat ini, Ismail Haniya juga memiliki kabinet yang terdiri dari beberapa Kementerian yang mengurusi berbagai bidang pelayanan masyarakat. Jadi, secara de facto, Hamas memang telah menguasai Jalur Gaza secara efektif. Pada bulan Desember 2005 saja, lebih dari satu juta warga Palestina tinggal di kota yang diatur oleh Hamas, sementara hanya 700.000 orang yang tinggal di kota yang diatur oleh Fatah yang menguasai PLO. Calon-calon yang ditawarkan Hamas lebih menarik bagi pemilih Palestina sebagai alternatif atas kelambanan, korupsi, dan kelemahan Fatah dalam mengemban kepemimpinan Otoritas Palestina.53

Keempat, Hamas harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut. Hamas telah mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat Palestina.

Sejak tahun 2006, HAMAS telah memenangkan pemilu legislatif dan menguasai kursi terbanyak di parlemen.54 Hal ini tidak terlepas dari faktor internal rakyat Palestina yang tidak

53 “Hamas Fact Sheet,” Op. Cit.

54 Ricky Maradona, Op. Cit., hlm. 3.

(17)

Universitas Indonesia

puas atas pemerintahan Fatah yang menguasai PLO karena dianggap terlalu banyak berkompromi dengan Israel yang merugikan rakyat Palestina. Israel dianggap seringkali melanggar perjanjian yang telah dibuatnya sehingga membuat kehidupan rakyat Palestina kian tak pasti. Pemerintahan PLO juga dianggap tidak berdaya menghadapi pelanggaran yang kerap dilakukan Israel. Kesejahteraan yang tak kunjung membaik juga menjadi alasan mengapa dukungan rakyat kepada PLO semakin menurun, sementara, Hamas menawarkan pendidikan gratis, pengobatan, serta janji untuk melawan segala bentuk penajajahan yang dilakukan oleh Israel.

Kelima, Hamas mampu mengadakan hubungan dengan negara lain. Salah satu cara yang lazim ditempuh oleh suatu organisasi pembebasan ataupun kaum belligerency adalah dengan berusaha memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara lain dengan cara mendekati dan mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan organisasi lain yang senasib dan seperjuangan dengannya. Hal ini pula yang dilakukan oleh Hamas, pada bab-bab sebelumnya telah dijelaskan secara rinci mengenai dukungan dari berbagai negara kepada Hamas dalam bentuk berbeda-beda. Suriah misalnya, memberikan perlindungan bagi pemimpin politik Hamas sejak tahun 2001. Iran, hingga saat ini terus memberikan bantuan uang tunai maupun persenjataan kepada Hamas. Dukungan terbaru adalah pemimpin Qatar yang secara langsung datang ke Gaza untuk menemui Perdana Menteri Hamas, dan memberikan bantuan uang tunai, pendidikan, kesehatan, serta bantuan pembangunan infrastruktur. Dengan mendapatkan pengakuan tersebut, Hamas telah memasuki dimensi internasional dan dalam batas tertentu menjadi pelaku hubungan internasional. Hamas telah menunjukkan kemandirian sebagai subjek hukum internasional, serta telah mempunyai hak- hak dan memikul kewajiban internasional, setidaknya dari negara-negara yang telah mengakuinya. Namun demikian, pengakuan semacam ini sifatnya belum universal dan masih mendapat penolakan terutama oleh negara-negara barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Sebagai subjek hukum internasional yang terbatas, Hamas tidak dapat berunding dalam perjanjian internasional, tidak dapat menerima maupun mengirim wakil diplomatik, serta hubungannya dengan negara lain hanyalah bersifat informal. Hamas juga tidak dapat meminta hak-hak dan kekebalan di bidang internasional. Hal ini merupakan konsekuensi Hamas sebagai subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan hanya bersifat sementara.

(18)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor yang menghalangi Hamas sebagai belligerent

Selain terdapat faktor-faktor yang mendukung Hamas untuk dapat diakui sebagai belligerent dalam Hukum Internasional, terdapat pula beberapa faktor yang menjadi penghalang bagi Hamas untuk dapat diakui sebagai belligerent dalam Hukum Internasional.

Faktor-faktor tersebut antara lain adalah, Hamas belum mendapatkan pengakuan dari Majelis Umum PBB, serta negara-negara barat sebagaimana PLO yang sudah sejak tahun 1974 diakui sebagai entitas yang mewakili kepentingan rakyat Palestina.

A. Penolakan Hamas atas Eksistensi Israel

Pemimpin politik Hamas, Khaled Meshaal, dengan tegas menolak eksistensi Israel.

Khaled menyatakan bahwa Hamas tidak akan menarik klaim atas seluruh wilayah Israel dan juga tidak akan mengakui Israel. Ia juga menyatakan bahwa tidak sejengkal tanahpun milik Palestina yang terbentang dari Laut Tengah sampai sungai Jordan, dari utara sampai selatan akan diserahkan. Pernyataan ini mewakili semangat perjuangan Hamas yang tidak ingin berkompromi dengan Israel dan mengutamakan perjuangan bersenjata dalam membebaskan Palestina dari pendudukan Israel.55 Sikap Hamas semacam ini tentu akan membuat Amerika Serikat dan sekutunya tidak mau mengakui Hamas karena dianggap akan membahayakan keamanan Israel. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang menghalangi Hamas untuk mendapatkan pengakuan. Keberadaan Hamas, membuat negara Palestina dicap oleh PBB sebagai ''bukan negara yang cinta damai''.56 Hal ini menjadi salah satu faktor yang menghalangi Hamas untuk mendapatkan pengakuan oleh komunitas internasional, meskipun mereka mengetahui bahwa Hamas memiliki kontrol penuh atas Jalur Gaza dan memiliki pemerintahan yang mandiri. Oleh sebab itu, Hamas harus mampu memberikan citra positif di mata internasional, seperti yang baru saja dilakukannya, yaitu melakukan perundingan gencatan senjata dengan Israel, meskipun dengan mediasi yang dipelopori oleh Mesir.

B. PLO sudah terlebih dahulu mendapatkan pengakuan sebagai wakil sah rakyat Palestina

55 “Hamas Tolak Eksistensi Israel”, Kompas, (10 Desember 2012), hlm. 6.

56 “PBB: Status Palestina Adalah Negara Peninjau,”

http://www.tempo.co/read/news/2012/11/30/115444995/PBB-Status-Palestina-Adalah-Negara-Peninjau diunduh 2 Desember 2012.

(19)

Universitas Indonesia

Selain faktor internal dari dalam tubuh organisasi Hamas yang dengan tegas menolak eksistensi Israel, terdapat pula faktor eksternal yang menghalangi Hamas untuk dapat diakui sebagai belligerent dalam hukum internasional. Faktor tersebut adalah sudah adanya organisasi yang terlebih dahulu diakui oleh Israel, Amerika Serikat dan sekutunya, serta PBB untuk mewakili kepentingan rakyat Palestina, yaitu PLO (Palestine Liberation Organization).

PLO sejak tahun 1974, melalui resolusi Majelis Umum PBB No. 3237 telah diberikan status sebagai entitas peninjau tetap pada PBB.57

C. Status Palestina sebagai negara peninjau bukan anggota di PBB

Palestina tidak lagi sekadar entitas peninjau yang diwakili oleh PLO, tetapi menjadi negara peninjau pada 29 November 2012, sekalipun belum menjadi anggota resmi PBB.

Dukungan dunia terhadap status negara peninjau dapat dikatakan sebagai pengakuan de facto atas kedaulatan Palestina sebagai negara meski belum merdeka secara de jure karena wilayahnya masih diduduki Israel sejak tahun 1967. Majelis Umum PBB memperlihatkan betapa masyarakat dunia mendukung pembentukan negara Palestina merdeka di wilayahnya sendiri. Kenaikan status ini diharapkan akan menciptakan momentum baru bagi percepatan pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka di wilayahnya sendiri di tanah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967.58

Menanggapi keputusan Majelis Umum PBB tersebut, Hamas secara terang-terangan mendukung upaya Abbas dan menyatakan kegembiraannya.59 Sikap Hamas yang mendukung upaya Abbas ini dapat dipandang sebagai awal yang baik guna rekonsiliasi faksi-faksi internal di Palestina. Persatuan faksi-faksi di Palestina akan membuat dunia internasional lebih dapat mendukung upaya-upaya Palestina dalam memperoleh hak-haknya. Hal ini tentu lebih baik ketimbang masing-masing faksi secara mandiri mencari dukungan kepada komunitas internasional.60 Pihak Hamas menyatakan bahwa kepentingan Palestina secara nasional kini lebih penting dibanding kepentingan kelompok. Persatuan kini sangat diperlukan oleh bangsa Palestina untuk dapat memperoleh kemerdekaan. Sesuatu yang diperlukan saat ini adalah persatuan dan pemulihan hak bangsa Palestina yang selama ini diabaikan. Moshir juga

57 Boer Mauna, Op. Cit., hlm. 81.

58 “Kenaikan Status Palestina,” Kompas, (1 Desember 2012), hlm. 6.

59 “Tonggak Sejarah Baru Palestina,” Op. Cit.

60 “Hamas: Israel Akan Dibawa ke Pengadilan Internasional,”

http://news.detik.com/read/2012/12/01/235016/2107005/10/hamas-israel-akan-dibawa-ke-pengadilan- internasional diunduh 13 Desember 2012.

(20)

Universitas Indonesia

mengatakan bahwa Palestina akan kembali memanfaatkan bantuan Mesir dalam proses rekonsiliasi tersebut. Langkah awal dalam tahap rekonsiliasi itu memang sudah diambil alih oleh Mesir. Mesir sudah mengundang tokoh-tokoh Hamas dan Fatah untuk membahas persatuan.61

PENUTUP

Sesuai dengan pembahasan tersebut, maka terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. Beberapa kesimpulan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama, Hukum internasional memiliki kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang tidak hanya mengatur hubungan antara negara dengan negara, tetapi juga mengatur hubungan antara negara dengan subjek hukum lain bukan negara dan juga hubungan antara subjek hukum bukan negara satu sama lain.

Subjek hukum internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Negara bukan hanya merupakan subjek utama dalam hukum internasional, tetapi juga aktor hukum internasional yang paling berperan dalam pembuatan hukum internasional melalui partisipasi dalam berbagai hubungan internasional, seperti pembuatan perjanjian-perjanjian internasional dan keterikatannya terhadap keputusan serta resolusi organisasi-organisasi internasional. Pembentukan suatu negara yang merupakan subjek penuh dalam hukum internasional harus memenuhi unsur-unsur konstitutif berupa penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah, serta kedaulatan.

Penentuan mengenai apa yang menjadi subjek hukum internasional sangat berkaitan dengan hakekat hukum internasional yang mendasarkan pada kehendak negara-negara secara sukarela. Hukum internasional menghendaki suatu pemerintahan yang stabil dan efektif agar dapat mempermudah hubungannya dengan negara yang bersangkutan. Hukum internasional akan mengalami kesulitan jika di dalam suatu negara terjadi perang saudara atau bahkan muncul pemerintah tandingan yang dapat menimbulkan masalah, seperti mengenai masalah pengakuan.

Pengakuan terbatas, yang diberikan kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional, merupakan salah satu perkembangan yang relatif baru dalam hukum internasional. Dengan

61 “Palestina Diterima PBB, Hamas Siap Jajaki Rekonsiliasi dengan Fatah,”

http://news.detik.com/read/2012/12/01/211039/2106941/10/palestina-diterima-pbb-hamas-siap-jajaki- rekonsiliasi-dengan-fatah diunduh 13 Desember 2012.

(21)

Universitas Indonesia

pengakuan ini, maka gerakan-gerakan pembebasan nasional dimungkinkan untuk ikut dalam PBB atau organisasi-organisasi internasional tertentu. Namun demikian, pengakuan semacam ini sifatnya belum universal dan masih mendapat penolakan terutama oleh negara-negara barat.

Organiasi pembebasan maupun bangsa, sangat terkait erat kemunculannya dengan kebangkitan rakyat di wilayah jajahan untuk memperjuangkan hak-hak mereka agar dapat mendirikan negara yang merdeka, sejajar, dan sederajat dengan negara-negara yang telah menjajah mereka. Dalam menghadapi pergolakan yang terjadi di wilayah jajahan, negara penjajah tentu saja tidak mau mengakui eksistensi organisasi tersebut. Rakyat di wilayah jajahan mengorganisasikan dirinya untuk dapat membebaskan diri dari negara penjajah dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan yang mereka inginkan.

Penilaian atau pandangan masyarakat internasional tentang apa yang disebut dengan organisasi pembebasan maupun bangsa lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor atau pertimbangan politik. Akibatnya adalah penilaian ini akan menjadi sangat subjektif. Kriteria objektif tentang apa yang dimaksud dengan organisasi pembebasan ataupun bangsa, dengan tolak ukur politik, jelas tidak dapat ditentukan dengan pasti. Oleh sebab itu, dapat saja sekelompok negara mengakui suatu kelompok menjadi organisasi pembebasan atau suatu bangsa, namun negara lain tidak mau mengakuinya atau bahkan memberikan penolakan.

Hukum internasional tidak memiliki kriteria objektif dan aturan yang baku untuk menentukan kapan suatu kelompok dapat dikategorikan sebagai organisasi pembebasan maupun belligerency. Cara yang lazim ditempuh oleh suatu organisasi pembebasan ataupun belligerency adalah dengan berusaha memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara lain dengan cara mendekati dan mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan organisasi lain yang senasib dengannya. Pengakuan juga dapat diberikan oleh negara ketiga, misalnya melalui Majelis Umum PBB. Dengan mendapatkan pengakuan tersebut, organisasi ini telah memasuki dimensi internasional dan dalam batas tertentu menjadi pelaku hubungan internasional. Organisasi ini telah menunjukkan kemandirian sebagai subjek hukum internasional. Mereka telah mempunyai hak-hak dan memikul kewajiban internasional, setidaknya dari negara-negara yang telah mengakuinya.

Jika cita-cita mereka untuk merdeka telah tercapai, maka eksistensi sebagai Organisasi Pembebasan tidak lagi ada karena telah menjelma menjadi negara baru dan mendapatkan pengakuan sebagai subjek hukum internasional secara penuh.

(22)

Universitas Indonesia

Hukum internasional tidak memiliki pengaturan dan sudah dapat dipastikan serta tidak dapat diharapkan akan muncul kaedah-kaedah hukum internasional positif dalam bentuk konvensi atau hukum kebiasaan internasional yang secara baku akan menetapkan pengaturan mengenai belligerency. Penentuan diakui atau tidaknya suatu kaum pemberontak bersenjata sangat bergantung pada pertimbangan politik dari negara-negara yang hendak memberikan pengakuan atau dukungan itu sendiri. Namun demikian, para sarjana tetap berusaha untuk merumuskan dan menetapkan kriteria-kriteria objektif yang harus dipenuhi oleh kaum pemberontak agar dapat dikategorikan sebagai kaum belligerency. Walaupun kriteria ini telah cukup jelas, namun penerapannya tidaklah mudah. Hal ini karena faktor politik jauh lebih dominan daripada kriteria objektif yang telah dirumuskan. Kriteria tersebut, antara lain adalah, pertama, kaum pemberontak harus telah terorganisasi secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas. Kemudian, kaum pemberontak harus menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya. Kaum pemberontak juga harus sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya dan yang terpenting adalah kaum pemberontak harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut. Apabila kriteria tersebut di atas belum dapat dipenuhi, maka kaum pemberontak itu barulah dapat disebut sebagai kaum insurgensi (insurgency). Sebagai kaum insurgensi, maka akan terlalu prematur jika negara lain sudah mendukung dan mengakuinya.

Pemerintah yang memberontak tersebut tidak dapat berunding dalam perjanjian internasional, tidak dapat menerima maupun mengirim wakil diplomatik, serta hubungannya dengan negara lain hanyalah bersifat informal. Pemberontak tersebut juga tidak dapat meminta hak-hak dan kekebalan di bidang internasional. Hal ini karena pemberontak tersebut hanya merupakan subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan hanya bersifat sementara.

Kesimpulan kedua, sesuai dengan penjabaran pada kesimpulan pertama, maka dapat dilihat bahwa Hamas telah memenuhi segala kriteria yang telah dijabarkan oleh para ahli hukum internasional untuk dapat dikategorikan sebagai belligerent. Kriteria yang telah dipenuhi antara lain adalah Hamas sudah memiliki struktur organisasi yang rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas, Hamas telah menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya. Hamas sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya. Hamas juga telah

(23)

Universitas Indonesia

mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut. Serta, Hamas mampu mengadakan hubungan dengan negara lain. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan bagi Hamas untuk dapat dikategorikan sebagai belligerent.

Terlebih, baru-baru ini Majelis Umum PBB telah mengakui Palestina sebagai negara peninjau non anggota. Dengan demikian, sesuai dengan teori hukum internasional yang telah dibahas sebelumnya, maka eksistensi kaum belligerency akan hilang dan berganti menjadi negara.

Oleh sebab itu, maka rekonsiliasi antara berbagai organisasi perjuangan di internal Palestina harus terus didorong demi terciptanya Palestina yang merdeka. Hal ini juga senada dengan pernyataan terbaru dari juru bicara Hamas, yang mengatakan bahwa yang terpenting saat ini adalah pemenuhan hak-hak bangsa Palestina yang selama ini tertindas, bukan mengatasnamakan kepentingan kelompok, tetapi berjuang demi kepentingan nasional Palestina.

Daftar Pustaka Buku

Adolf, Huala. Asepek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. ed. Revisi, cet. 3. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2002.

Aust, Anthony. Handbook of International Law, ed. 2. New York: Cambridge University Press, 2010.

Avias, Alfan. “HAMAS dan Proses Perdamaian Israel-Palestina Pasca Pemilu Legislatif Palestina Tahun 2006.” Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006.Afadlal, et.al. Minoritas Muslim di Israel. Jakarta: ISMES dan P2P LIPI, 2004.Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Goes. Pengantar Hukum Internasional. ed.2, cet.1. Bandung:

Alumni, 2003.

Chehab, Zaki. INSIDE HAMAS The Untold Story of Militans, Martyrs and Spies. New York:

I.B.Tauris & Co Ltd, 2007.

Hroub, Khaled. Hamas A Beginner’s Guide. London: Pluto Press, 2006.

Kobarsyih, Bagus Hendraning. “Ideologi Nasionalisme Religius dalam Proses Perjanjian Perdamaian antara PLO, Israel dan Amerika Serikat. Studi Gerakan Hamas dan Wye Rivers Plantation.” Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.

Krisnawan, Saud P. “Peran Hamas dalam Proses Perdamaian Palestina Israel.” Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.

(24)

Universitas Indonesia

Maradona, Ricky. “HAMAS dan Pemilu Legislatif Palestina 2006.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2009.

Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni, 2003.

Mishal, Shaul dan Avraham Sela. The Palestinian Hamas : vision, violence, and coexistence.

New York: Columbia University Press, 2000.

Weinstein, Janna B. "Obligations to Recognize Governments in International Law: U.S. non- recognition of Hamas", http://works.bepress.com/janna_weinstein/1/. Diunduh 17 Oktober 2012.

Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju, 1990.

Rudy, T. May. Hukum Internasional 1. Bandung: Refika Aditama, 2006.

Roy, Sara. Hamas and civil society in Gaza: engaging the Islamist social sector. New Jersey:

Princeton University Press, 2011.

Schermers, Henry G. dan Niels M. Blokker. International institutional law: unity within diversity, ed. 5. Leiden: Koninklijke Brill NV, 2011.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed. 1, cet. 10. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung:

Refika Aditama, 2006.

Harian :

“Abbas Disambut bagai Pahlawan.” Kompas. (3 Desember 2012). Hlm. 9.

Broto Wardoyo. “Gaza dan Spiral Kekerasan.” Kompas, (21 November 2012). Hlm. 7.

“DK PBB Diminta Tekan Israel.” Kompas, (6 Desember 2012). Hlm. 8.

“Hamas Tolak Eksistensi Israel.” Kompas. (10 Desember 2012). hlm. 6.

“Israel dan Hamas agar Hentikan Konfrontasi.” Kompas. (17 November 2012). Hlm. 8.

“Israel Perlihatkan Sikap Menantang.” Kompas. (5 Desember 2012). Hlm. 6.

“Kenaikan Status Palestina.” Kompas. (1 Desember 2012). Hlm. 6.

Kompas. (17 November 2012). Hlm. 15.

Kompas. (20 November 2012). Hlm. 8.

“Langkah Israel Dikritik.” Kompas. (2 Desember 2012). Hlm. 11.

“Mesir Optimistis Konflik Berakhir.” Kompas. (21 November 2012). Hlm. 15.

(25)

Universitas Indonesia

“Roket Hamas Gempur Tel Aviv.” Kompas. (17 November 2012). Hlm. 1.

“Serangan Udara Israel Berlanjut.” Kompas. (18 November 2012). Hlm. 1.

Trias Kuncahyono. “Jalur Gaza Empat Tahun Lalu.” Kompas. (19 November 2012). Hlm. 9.

Trias Kuncahyono. “Tinggal Selangkah Lagi.” Kompas. (1 Desember 2012). Hlm. 9.

Zuhairi Misrawi. “Dua Wajah Palestina”. Kompas. (12 November 2012). Hlm. 7.

Internet :

“Antara Israel, Gaza dan Hamas (1).”

http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/11/20/mdru5t-antara- israel-gaza-dan-hamas-1 diunduh 21 November 2012.

“Glossary of Key Terms and Events in Israel's History.”

http://www.adl.org/israel/advocacy/glossary/hamas.asp diunduh 13 November 2012.

“Hamas Bantah Akan Jadikan Gaza Wilayah Terpisah dari Palestina.”

http://www.eramuslim.com/berita/palestina/hamas-bantah-akan-jadikan-gaza-wilayah- terpisah-dari-palestina.htm#.UJtQEOLFWE4 diunduh 8 November 2012.

“Hamas Fact Sheet.” http://www.adl.org/main_israel/hamas_facts.htm diunduh 13 November 2012

Inggris, Prancis dan AS kecam Israel,”

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/12/121201_inggris_as_israel.shtml diunduh 10 Desember 2012.

“Survei: Popuralitas Mahmud Abbas Menurun Dibandingkan Ismail Haniyah.”

http://www.eramuslim.com/berita/palestina/survei-popuralitas-mahmud-abbas-

menurun-dibandingkan-ismail-haniyah.htm#.UJtTVeLFWE4 diunduh 8 November 2012.

“Palestina Diterima PBB, Hamas Siap Jajaki Rekonsiliasi dengan Fatah,”

http://news.detik.com/read/2012/12/01/211039/2106941/10/palestina-diterima-pbb- hamas-siap-jajaki-rekonsiliasi-dengan-fatah diunduh 13 Desember 2012.

“PBB Akui Palestina Sebagai Negara Berdaulat,” http://www.voaindonesia.com/content/pbb- akui-palestina-sebagai-negara-berdaulat/1555724.html diunduh 10 Desember 2012.

“PBB mengakui status Palestina,”

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/11/121130_palestina_pbb.shtml diunduh 10 Desember 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Signifi - cant difference was not emerged when testing whether there is any difference in terms of level of using travel guidebook by tourists with dif- ferent length of stay in

Munir sebenarnya akan melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang memasuki pintu

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Materi Lingkungan Alam dan Buatan Melalui Penggunaan Media Miniatur Lingkungan Alam dan Buatan Pada Siswa Kelas III Semester I SD Negeri

Dengan menggunakan metode six sigma melalui pendekatan DMAIC akan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas yang menjadi akar penyebab masalah dari proses

Mereka mampu melihat ketergantungan dan kebudayaan mereka dan dengan bebas menghubungkannya keanekaragaman budaya daripada satu takdir atau satu halangan.Karena

Maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan ( Knowledge ) atau sesuatu yang diketahui agar pencapaian pengetahuan baru lainnya dapat berproses dengan benar, sekarang apa