• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP KUALITAS OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA (ODTW) SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP KUALITAS OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA (ODTW) SUMATERA UTARA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP

KUALITAS OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA (ODTW) SUMATERA UTARA

Solahuddin Nasution, M. Arif Nasution, Janianton Damanik

Abstract: This observation purpose is to see the foreign tourist perception to the object quality and tourism attraction power in Sumatera Utara. This instruction hope could enlarge the knowledge about the tourism side and could give the contribution to the object quality development and tourism attraction power in North Sumatera Utara. In generally the result that the quality of tourism attractive power in Sumatera Utara well by almost foreign tourist. The quality of ODTW in this place could be the basic to give the satisfaction of tourism like they want. All the substances of elementary in ODTW, like attractions (natural, culture, and synthetic), accessibility and accommodation percept by respondent as the thing that still have a good quality. It’s founded that the tourism product of elements under the standard as the cleanliness factor that to be the low point of tourism product and the perception by respondent as the low quality product or bad.

Related to the perception that relatively good, the satisfaction of they tourism also fulfilled. The unique, original, beautiful and impression value that gave by attractions, accommodation, and local tourism accessibility will able to give the tourism satisfaction.

There are many different between the perceptions toward the quality of ODTW base on the demography variable, respondent social. This study also prove the hypothesis that the tourism satisfaction different base on the education level and the number of tourism expenses. The other important invention prepared is the negative correlation between the tourism experience variable with the perception about the attraction quality, accommodation and tourism accessibility in Sumatera Utara. The tourism experience that trend influence the respondent to give the perception that negative to the ODTW quality in this area.

Keywords: tourism, foreign tourist, object and tourism attraction power.

PENDAHULUAN

Terlepas dari berbagai perdebatan kritis yang menyoroti efektivitas sumbangan pariwisata bagi pembangunan, para perencana pembangunan di tingkat lokal dan nasional terus semakin meyakini bahwa pariwisata masih merupakan salah satu alternatif untuk mempercepat pembangunan di berbagai daerah dan negara yang tidak mempunyai keunggulan komparatif di sektor industri. Salah satu kontribusi penting yang diharapkan dari pembangunan pariwisata adalah peningkatan devisa dan perluasan kesempatan kerja (Mathieson dan Wall, 1982;

Booth, 1990; Hitchcock, et al., 1993). Atas dasar ini banyak daerah dan negara berkembang berupaya memajukan sektor pariwisatanya dengan cara memperbaiki infrastruktur pariwisata, penyediaan insentif berupa

pembebasan visa kunjungan wisata, promosi dan pemasaran ke luar negeri (de Kadt, 1979).

Kebijakaan ini memperoleh justifikasi setelah melihat sisi positif yang telah dicapai oleh negara-negara tersebut. Sebagai contoh, secara rata-rata kontribusi pariwisata pada pendapatan nasional negara-negara di Kepulauan Karibia mencapai 70 persen (Pearce, 1993). Di Indonesia sendiri pariwisata merupakan sektor penghasil devisa nomor satu di luar nonmigas pada tahun 1999-2000 (BPS, 2001).

Meskipun demikian harus diakui bahwa perubahan-perubahan ekonomi dan politik, terutama instabilitas keamanan di tingkat global, ikut mempengaruhi kinerja pariwisata.

Berbagai peristiwa-peristiwa seperti sosial-politik dan keamanan di berbagai negara mengakibatkan berkurangnya niat penduduk dunia untuk melakukan perjalanan, khususnya ke negara tujuan wisata di negara berkembang.

(2)

Penurunan minat atau penundaan keputusan untuk melakukan perjalanan lintas kontinen semakin menggejala terutama setelah serangan teroris ke WTC di Amerika Serikat. Dilaporkan banyak perusahaan penerbangan yang bangkrut karena jumlah wisatawan merosot drastis dan kemudian menghentikan operasinya. (The Strait Times, 12 Februari 2002).

Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata dunia mengalami dampak negatif dari perubahan-perubahan eksternal tersebut. Harus diakui bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke negeri ini mengalami penurunan yang signifikan sejak tahun 1997.

Meskipun terlihat ada perubahan yang positif pada 2000, namun jumlahnya belum mampu mencapai angka yang dicatat pada tahun 1996. Dilaporkan, pada tahun 2000 sebenarnya situasinya mulai pulih karena stabilitas pemerintahan dan citra keamanan semakin membaik. Namun tragedi September 2001 dan diiringi oleh tragedi Bom Bali pada tahun 2002 dipastikan telah meruntuhkan kinerja pariwisata Indonesia.

Terlepas dari faktor krisis moneter dan komplikasi sosial-politik yang menyertainya, stagnasi perkembangan pariwisata Sumatera Utara ini diduga sangat terkait dengan persoalan- persoalan mikro dalam diri wisatawan disatu sisi dan kondisi objektif produk wisata yang ditawarkan di sisi lain.

Yang dimaksud dengan hal yang pertama adalah perubahan-perubahan persepsi atau pergeseran psikografis wisatawan, yakni perubahan minat dan harapan terhadap produk wisata yang tersedia di suatu daerah destinasi wisata. Tentu saja perubahan tadi bersumber terutama dari kondisi nyata produk wisata yang sudah tidak mampu lagi memberikan kepuasan wisata bagi para wisatawan. Artinya, daya tarik objek wisata semakin menurun seiring dengan kurangnya inovasi, pemeliharaan dan pengembangan objek-objek wisata alternatif.

Untuk melihat secara lebih jelas gambaran tentang kemungkinan merosotnya daya tarik tersebut, Salah satu masalah yang muncul dalam berbagai laporan media massa itu adalah bahwa kualitas infrastruktur pariwisata Sumatera Utara terus menurun. Pihak industri sendiri telah lama melaporkan hal itu kepada presiden, namun tindakan di lapangan belum terlihat secara nyata.

Jalan lintas dari Prapat menuju Berastagi yang sangat vital bagi rute pariwisata terus dibiarkan

dalam kondisi rusak berat, sehingga wisatawan merasa tidak nyaman dan aman menikmati perja- lanan wisatanya.

Di samping itu banyak dilaporkan bahwa sebenarnya atraksi wisata yang disuguhkan kepada wisatawan juga tidak berubah, dalam arti nilai otentisitas, originalitas dan keunikannya tidak begitu menonjol.

Salah satu kelemahan pariwisata Sumatera Utara adalah produk-produk wisata yang relatif homogen dan infrastruktur pendukungnya tidak memadai. Masing-masing daerah menawarkan produk wisata yang relatif sama dan atraksi buatan yang disuguhkan relatif tidak unik (Damanik, 2001).

Padahal, bagi wisatawan ketiga aspek ini merupakan daya tarik yang kuat dan merupakan salah satu komponen variabel penentu dalam memilih destinasi dan kegiatan wisata. Kondisi ini jelas akan mengurangi kepuasan wisatawan dan memberikan kesan (image) buruk terhadap produk wisata (Weiler, et.al, 1992).

Sebagaimana diketahui, wisatawan mancanegara yang paling banyak mengunjungi Sumatera Utara adalah wisatawan Malaysia.

Selama sepuluh tahun (1991-2001) wisatawan dari negara jiran ini mendominasi pangsa pasar wisatawan asing di Sumatera Utara (Dipardasu, 2001).

Mereka merupakan tipe wisatawan massal yang memiliki karakteristik psikografis yang konvensional, yakni antara lain menuntut kesempurnaan pelayanan dan kelengkapan infrastruktur pariwisata (Weiler, et.al, 1992).

Oleh sebab itu, kegagalan menampilkan ODTW yang atraktif, beragam (diversified), unik, menjadi salah satu faktor yang akan mengurangi keinginan mereka untuk mengunjungi daerah tujuan wisata.

Persoalan mendasar yang dihadapi oleh pariwisata Sumatera Utara tentu saja tidak dapat diselesaikan secara optimal, selama penilaian tentang kualitas ODTW dan infrastruktur lainnya hanya didasarkan pada opini masyarakat setempat (host) yang cenderung bias dan subjektif, melebih-lebihkan (over estimated) daya tarik objek wisatanya tanpa melihat bagaimana sesungguhnya penilaian dan persepsi tamu/wisatawan yang menjadi konsumen utamanya (Spillane, 1994).

Akibatnya, pengembangan ODTW didasarkan semata-mata pada ketersediaan sumber daya pariwisata (product driven) dan

(3)

sedikit memperhatikan kebutuhan pasar itu sendiri (market driven).

Kecenderungan pemerintah daerah dan industri pariwisata untuk mengedepankan aspek- aspek product driven tadi, diduga tidak memberikan manfaat optimal bagi perkembangan pariwisata daerah.

Pengembangan objek-objek wisata dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber- daya wisata (alam, sosial-budaya, buatan) barangkali dapat meningkatkan frekuensi atraksi- atraksi wisata di daerah.

Namun demikian sering kali hal itu tidak bertahan lama (unsustainable), karena kurang didasarkan pada permintaan riel pasar wisatawan (lihat Bodlender, et al., 1991).

Akibatnya, meskipun stakeholder pariwisata daerah misalnya telah bekerja keras, baik untuk mengembangkan objek-objek wisata alternatif dengan tujuan untuk meningkatkan daya tarik destinasi wisata tersebut, maupun meningkatkan promosi wisata di luar negeri dengan mengikuti pameran pariwisata di event internasional, namun hasilnya sering kali tidak optimal.

Sejauh ini data dan informasi tentang karakteristik sosial, demografi dan ekonomi wisatawan mancanegara di Sumatera Utara belum tersedia secara lengkap. Akibatnya sampai sekarang belum diketahui secara mendalam bagaimana pola-pola perjalanan dan distribusi keruangan wisatawan mancanegara serta objek- objek wisata utama yang mereka kunjungi.

Hal yang lebih penting lagi dari semua itu adalah faktor persepsi atau pandangan wisatawan tersebut terhadap ODTW di Sumatera Utara, yang secara asumtif berhubungan erat dengan promosi ODTW di negara asal wisatawan kelak. Apabila mereka menilai mutu ODTW dan infrastruktur pendukung lainnya rendah, maka besar kemungkinan ketidakpuasan akan muncul dan membuat wisatawan tersebut tidak ingin mengulangi kunjungannya ke daerah ini dan kelak menuturkan ketidakpuasan yang dialaminya sendiri kepada wisatawan potensial di negaranya. Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga karena akan menjadi promosi yang negatif bagi kemajuan pariwisata di Sumatera Utara.

Dalam konteks inilah penurunan jumlah wisatawan mancanegara seharusnya dipandang sebagai salah satu akibat dari merosotnya mutu ODTW di Sumatera Utara (Analisa, 26 Agustus

2000). Diduga wisatawan memberikan respons negatif terhadap image DTW yang tidak mampu memberikan kepuasan optimal dalam kegiatan wisatanya, antara lain dengan cara tidak memilih DTW tersebut sebagai opsi utama di negara asal.

Namun demikian tentu saja diperlukan pembuktian yang lebih akurat tentang sejauh mana gejala perkembangan pariwisata yang stagnan di Sumatera Utara terkait dengan ketidakpuasan wisatawan mancanegara terhadap ODTW yang ditawarkan. Pembuktian tersebut diharapkan akan memberikan kepastian tentang asumsi-asumsi hipotetis yang selama ini banyak mewarnai wacana pembangunan pariwisata daerah. Dengan demikian analisis yang mendalam tentang fenomena pariwisata tadi dapat menghasilkan penjelasan-penjelasan yang lebih logis, akurat dan teruji.

Oleh sebab itu kajian ilmiah tentang beragam faktor penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara perlu dilakukan untuk mengetahui situasi kepariwisataan yang terjadi di daerah ini secara tepat. Terutama dari sisi pandangan wisatawan kajian ilmiah tersebut sangat strategis.

Di samping akan dapat mengungkap secara jelas gambaran kualitas ODTW di lapangan dari perspektif konsumen dan menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan atau peningkatannya secara nyata, kajian ilmiah juga akan dapat mengidentifikasi pandangan, harapan dan kebutuhan-kebutuhan wisatawan terhadap ODTW setempat. Berdasarkan analisis yang cermat atas hal itu kemudian dapat disusun strategi pemasaran yang efektif dimasa depan.

Namun demikian sayang sekali sampai sekarang tampaknya belum banyak informasi yang akurat tentang perspektif wisatawan sebagai konsumen produk-produk wisata daerah ini.

Kelangkaan inilah yang perlu diisi melalui suatu kajian yang mendalam.

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih jauh tentang fenomena tersebut, maka perspektif wisatawan mancanegara tentang kualitas ODTW dan produk-produk wisata di Sumatera Utara sangat penting ditempatkan sebagai fokus kajian.

Jelas bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemasaran yang dalam berbagai literatur dipandang sebagai salah satu pendekatan yang efektif untuk mempelajari sikap dan perilaku wisatawan (Mill dan Morrison, 1985; Burke dan Lindbloom, 1989), sekaligus

(4)

untuk melihat sejauh mana ODTW di suatu daerah mempunyai magnet yang kuat atau diminati oleh wisatawan (McIntosch, et al., 1995).

Karena persepsi dan kesan (impresi) wisatawan tentang ODTW sangat menentukan peluang mereka untuk kembali mengunjungi objek tersebut atau paling tidak untuk menuturkan pengalamannya di negara/daerah asal, perlu diadakan studi tentang persepsi wisatawan terhadap berbagai komponen yang elementer dari setiap produk wisata (atraksi, amenitas dan akomodasi).

Informasi yang didapat dari studi ini akan diperlukan sebagai bahan masukan yang strategis untuk merumuskan program-program pengembangan ODTW daerah ini dan promosi serta pemasarannya di masa depan.

Untuk itu, yang menjadi fokus kajian dalam studi ini adalah

1. Mendeskripsikan dan menganalisis keraga- man serta perbedaan persepsi atau penilaian wisatawan tentang mutu ODTW Sumatera Utara dalam kaitannya dengan pengalaman wisata dan berbagai karakteristik individu wisatawan.

2. Mengkaji latar belakang diferensiasi dan atau kesamaan persepsi wisatawan tentang ODTW Sumatera Utara berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi dan demo- grafinya.

3. Menganalisis perspektif wisatawan tentang kualitas ODTW, produk wisata dan pemenuhan ekspektasi mereka setelah setelah mengunjungi ODTW Sumatera Utara.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan memakai kuesioner penelitian sebagai alat penjaring data. Populasi penelitian adalah seluruh wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumatera Utara pada periode bulan Juli–Agustus 2004.

Penentuan referensi waktu tersebut dipandang tepat karena bulan Juli dan Agustus merupakan masa kunjungan padat wisatawan mancanegara (peak season) di daerah ini.

Pembatasan jangka waktu tersebut sekaligus menerangkan bahwa jumlah populasi tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu tidak dapat dilakukan kerangka sampling (sampling frame).

Hal seperti ini sangat lazim dilakukan dalam

penelitian pasar wisatawan (Gunn, 1994; Jung, 2000).

Sampel pada penelitian ini adalah wisa- tawan mancanegara yang menggunakan jasa biro perjalanan selama wisatanya di daerah ini pada periode yang sama. Jumlah sampel dibatasi sebanyak 250 orang dengan memperhatikan komposisi negara asal wisatawan.

Pembatasan ini semata-mata karena persoalan waktu dan biaya. Jumlah sampel tentu saja tidak merepresentasi semua wisatawan mancanegara di Sumatera Utara pada periode yang sama, sebab metode sampling yang digunakan adalah nonprobabilitas, yang salah satu sifatnya adalah bahwa sampel tidak mewakili karakteristik populasi (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000).

Dalam penelitian ini yang menjadi res- ponden terdiri dari wisatawan yang berasal dari Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, Inggris, Prancis, Taiwan dan Jepang. Untuk memudah- kannya dalam pembahasan berikutnya peneliti membagi menjadi tiga kelompok yaitu wisatawan Eropa, Asean dan Negara Lain.

PEMBAHASAN

Secara umum pariwisata diartikan sebagai keseluruhan aktivitas masyarakat yang muncul akibat terjadinya pergerakan atau perjalanan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain untuk melakukan rekreasi.

Definisi tentang pariwisata telah banyak dibahas para ahli (Mill dan Morrison, 1985;

Gartner, 1996; Pearce, 1995) dan sampai pada suatu kesimpulan bahwa pariwisata terdiri dari:

1. Kegiatan penduduk untuk melakukan perjalanan keluar domisili dengan tujuan utama untuk rekreasi dan berada dalam suatu periode waktu tertentu

2. Kegiatan (ekonomi) masyarakat yang memfasilitasi perjalanan penduduk mulai dari fase persiapan sampai pelaksanaan kegiatan perjalanan itu sendiri.

Sebagai suatu kegiatan waktu luang, pariwisata mengalami perkembangan yang pesat terutama dalam setengah abad. Ratusan juta orang melakukan perjalanan melintasi batas negara dan bahkan miliaran penduduk bumi melakukan perjalanan domestik untuk berbagai tujuan yang bersifat rekreatif.

(5)

Meskipun sebagian besar wisatawan dunia berasal dari negara maju, dan oleh sebab itu menjadikan kegiatan wisata sebagai gaya hidup mereka (Theolbald, 1995), namun masyarakat di negara berkembang juga mulai terlibat aktif dalam kegiatan wisata.

Artinya bahwa dalam jumlah penduduk di negara-negara berkembang yang melakukan kegiatan wisata didalam dan diluar negeri cenderung meningkat.

Masuknya negara-negara ini sebagai destinasi wisata internasional, antara lain diwakili oleh RRC, Meksiko, Turki, Thailand, dan sebagainya juga semakin menandai intensitas mobilitas manusia dimuka bumi untuk kegiatan wisata (Pearce, 1993).

Perubahan-perubahan sosial, ekonomi dan teknologi yang pesat terutama dalam seperempat abad terakhir abad ke-20 yang lalu diduga sebagai salah satu faktor yang menentukan hal itu. Meskipun perubahan- perubahan struktur sosial, ekonomi dan teknologi memberikan dorongan kuat bagi orang untuk melakukan wisata, namun di tingkat individu sebenarnya yang sangat berperan adalah motif- motif pribadi.

Sekalipun perkembangan teknologi trans- portasi yang pesat dan mampu mengakselerasi mobilitas orang, barang dan jasa di tingkat global, namun peran individu sangat berperan untuk terlibat atau tidak di dalam mobilitas tersebut.

Hal inilah yang bisa dipahami apabila kita melihat banyak orang yang memilih untuk tidak berwisata sekalipun mempunyai alokasi sumberdaya yang memadai dan sebaliknya tidak sedikit pula orang yang melakukan kegiatan wisata dengan frekuensi dan intensitas tinggi (Ross, 1998; Mill dan Morrison, 1985).

Motif-motif orang melakukan kegiatan wisata telah banyak dikaji dalam berbagai studi (Ross, 1998; Kurtzman, dan Zauhar, 2003; Meric dan Hunt 1998). Secara umum dapat disimpulkan bahwa motif psikologis dan sosio-antropologis memainkan peran yang kuat.

Motif psikologis terkait dengan apa yang secara fundamental diformulasikan oleh psikolog Abraham Maslow sebagai pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Dua diantara kebutuhan tersebut yang terkait dekat dengan motivasi berwisata adalah kebutuhan aktualisasi diri dan pengakuan sosial.

Lebih jauh Mill dan Morrison (1985) menjelaskan kaitan antara kebutuhan dan motif manusia dalam konteks pariwisata, mulai dari kebutuhan psikologis, rasa aman, rasa memiliki, harga diri, aktualisasi diri, perluasan pengetahuan dan estetika.

Kebutuhan psikologis mendorong orang untuk melakukan relaksasi. Aktualisasi diri diwujudkan dalam bentuk menjadi bagian utuh dari diri pribadi. Selanjutnya kebutuhan akan pengetahuan mendorong seseorang untuk mencari pengetahuan yang lebih luas tentang alam maupun budaya lain. Kebutuhan estetika akhirnya mendorong seseorang untuk menaruh apresiasi pada keindahan alam.

Kebutuhan dan motif-motif tersebut dapat diakomodasi melalui kegiatan wisata.

Demikianlah misalnya, kebutuhan untuk memiliki yang kemudian mendorong orang untuk memperoleh kasih sayang akhirnya memotivasi yang bersangkutan untuk apa yang disebut dalam konsep pariwisata sebagai VFR atau visit friends and relatives. Sama halnya dengan itu, berwisata untuk memulihkan kesehatan dapat diinterpretasikan sebagai salah satu cara untuk memenuhi rasa aman seseorang (Mill dan Morrisan, 1985: 6-7). Tentu saja motif berwisata ini tidak seragam pada semua masyarakat.

Dalam analisis ilmu-ilmu sosial, setiap tindakan dan perilaku sosial –termasuk dalam hal ini melakukan kegiatan wisata– sangat terkait dengan latar belakang atau karakteristik sosial, demografi maupun ekonominya.

Untuk menelusuri fenomena yang mendorong munculnya suatu fakta sosial maka jalan logika yang terandalkan adalah melihat latar belakangnya. Dalam penelitian ini pendekatan demikian juga dilakukan dengan harapan bahwa fenomena dan fakta sosial dalam bentuk persepsi wisatawan tentang mutu ODTW Sumatera Utara dapat dipahami dari perspektif wisatawan itu sendiri.

Sebagian besar wisatawan mancanegara di Sumatera Utara berasal dari Kawasan Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Singapura.

Yang menjadi alasan bagi mereka adalah faktor jarak, letak geografis dan kesamaan budaya yang dimiliki kedua negara.

Dari Negara Eropa, Belanda menjadi sumber wisatawan penting bagi Sumatera Utara.

Wisatawan Belanda tertarik mengunjungi Sumatera Utara karena terkait dengan imej tentang perkebunan-perkebunan besar yang

(6)

pernah menjadi salah satu sumberdaya ekonomi penting negeri itu di masa lampau.

Secara umum dapat dikatakan bahwa berwisata keluar negeri membutuhkan kemata- ngan pribadi yang antara lain ditunjukkan oleh kedewasaan usia, yang akan memudahkan wisatawan untuk memahami perbedaan- perbedaan kultural antara negara asal dan negara tujuan, seperti tata cara berinteraksi dengan masyarakat lokal.

Di samping itu, kedewasaan juga akan menjai salah satu faktor yang ikut menentukan keputusan seseorang untuk memilih destinasi wisata di luar negeri.

Perbedaan umur juga memainkan peran penting terhadap persepsi tentang mutu perjalanan wisata. Berdasarkan studi yang pernah dilakukan para peneliti (Jung, 2000; More et al., 1995) tampaknya sepakat melihat adanya perbedaan sikap dan perilaku wisatawan terhadap aktivitas-aktivitas wisata di suatu daerah tujuan wisata.

Wisatawan berusia muda tidak saja lebih pasif dan kurang sensitif melihat masalah- masalah konservasi alam dan budaya dikawasan wisata, tetapi juga akomodatif dan mudah beradaptasi dengan berbagai kekurangan yang ditemukan di ODTW. Hal ini tidak selamanya menguntungkan karena sikap demikian sangat potensial mendorong tuan rumah untuk mengembangkan produk wisata yang kurang berkualitas dan tidak bertahan lama.

Dalam studi ini terbukti bahwa rerata umur responden berada pada usia produktif.

Bahkan tampak bahwa kelompok lansia semakin banyak terlibat dalam kegiatan wisata. Menurut para ahli (Weiler dan Hall, 1992) dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi pergeseran demografis wisatawan yang ditandai dengan semakin meningkatnya proporsi wisatawan lansia dalam pasar wisata.

Peningkatan ini mempunyai implikasi yang strategis dalam pengembangan produk yang disukai, yaitu bukan lagi produk-produk wisata massal, tetapi lebih yang mampu memberikan prioritas kenyamanan, ketenangan, dan pengalaman (Damanik, 2003).

Untuk wisatawan di Sumatera Utara, hal ini dapat dimaklumi mengingat sebagian besar responden berasal dari Eropa, terutama Belanda, Jerman dan Perancis. Mereka mengunjungi Negara berkembang karena tertarik dengan budaya dan ekologinya yang masih asli (Obua

dan Hardling, 1996). Khusus pasar wisatawan Belanda, kehadiran kelompok lansia ini diduga terkait dengan memori mereka yang masih segar dengan masa-masa kolonialisme atau menjelang kemerdekaan negeri ini.

Faktor lain yang sering dihubungkan dengan sikap dan perilaku wisatawan adalah bentuk wisata. Yang dimaksud dengan bentuk wisata adalah tata cara pengorganisasian kegiatan perjalanan, mulai dari persiapan di daerah asal, menuju ke daerah tujuan wisata, selama di daerah tujuan wisata itu sendiri sampai kembali lagi ke daerah asal. (bdkn Mill dan Morrison, 1985)

Ada dua bentuk wisata yang lazim dikenal, yakni wisata kelompok dan wisata perorangan. Bentuk yang pertama lebih banyak diorganisasi oleh biro perjalanan dan terdiri dari beberapa orang dalam satu kelompok.

Karena berjumlah besar, bentuk wisata seperti ini sering diasosiasikan sebagai ciri wisata massal. Sebaliknya bentuk kedua hampir sepenuhnya diorganisasi sendiri oleh wisatawan dan sifatnya individual, atau kelompok yang biasanya 2-4 orang. Bentuk inilah yang lazim dijumpai pada wisatawan “penenteng ransel”(backpacker tourists).

Apabila dilihat bentuk wisata seperti itu, maka peluang berbeda sikap dan perilaku –dalam banyak kasus, hal ini terkait dengan minat dan ekspektasi– dalam kegiatan wisata menjadi besar.

Para peneliti (Meric dan Hunt, 1998;

Jung, 2000; Obua dan Hardling, 1996) memiliki kesamaan kesimpulan tentang besarnya minat wisatawan individual untuk menjelajahi kawasan-kawasan yang relatif jauh dari pengaruh urbanisasi dan akrab dengan lingkungan alam yang asli.

Meskipun wisatawan kelompok juga memiliki kecenderungan yang sama, namun keinginan mereka pada pengayaan pengalaman pribadi yang unik yang diperoleh dari penjelajahan kawasan-kawasan alam tidaklah sekuat keinginan yang dimiliki oleh wisatawan perorangan (Obua dan Hardling, 1996).

Perbedaan keinginan tersebut secara implisit dapat menimbulkan persepsi yang berbeda pula diantara wisatawan. Karena keinginan pada keaslian dan kualitas atraksi wisata tinggi, maka wisatawan cenderung bersikap lebih kritis dan mempersepsi ODTW dengan kriteria-kriteria produk yang terstandar.

Apabila kriteria-kriteria tersebut tidak terpenuhi,

(7)

maka mereka akan memberikan persepsi yang kurang baik atas produk wisata.

Di samping itu sebenarnya faktor besarnya jumlah wisatawan dalam satu kelompok dan cara pengorganisasian perjalanan yang dilakukan oleh biro perjalanan dapat mengurangi peluang bagi wisatawan kelompok ini untuk memberikan penilaian yang optimal terhadap ODTW.

Sebagai contoh, terbatasnya waktu yang dialokasikan pada kunjungan ke suatu atraksi wisata mengakibatkan wisatawan tidak mampu mengenali semua sumber daya pariwisata yang tersedia disana.

Demikian pula kebiasaan tour operator yang –karena alasan-alasan teknis dan finansial–

mengenalkan ODTW secara terbatas kepada wisatawan, dapat menjadi faktor yang mengurangi pengalaman wisata dan akhirnya berdampak pada persepsi wisatawan tersebut.

Gambaran tentang pendidikan wisatawan yang tinggi juga ditemukan dalam studi ini. Hal ini tidak saja disebabkan oleh semakin meningkatnya raihan tingkat pendidikan masyarakat negara maju yang menjadi sumber wisatawan global, tetapi juga oleh perkembangan pariwisata itu sendiri yang menuntut wisatawan untuk mampu memahami perbedaan-perbedaan budaya, ekonomi, geografi dan lingkungan di daerah tujuan wisata. Menurut Weiler dan Hall (1992) perubahan psikografis wisatawan yang sangat menonjol beberapa tahun ini terjadi akibat meningkatnya pendidikan mereka.

Karakteristik ekonomi responden tampak dalam bentuk status pekerjaan. Wisatawan di Sumatera Utara pada umumnya masih bekerja aktif, dan mereka membutuhkan wisata untuk mengembalikan kesegaran fisik dan psikis mereka yang pada akhirnya diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas kerja.

Walupun demikian, besarnya wisatawan yang sudah pensiun dari pekerjaan cukup signifikan.

Hal ini terkait dengan karakteristik umur seperti yang diuraikan di atas, bahwa mereka yang berusia lanjut semakin berpeluang menjadi wisatawan mancanegara di Indonesia dan khususnya Sumatera Utara. Dengan kata lain, segmen pasar wisatawan mancanegara yang berstatus pensiunan tampaknya cukup besar di daerah ini.

Deskripsi karakteristik perjalanan wisata dapat membantu kita untuk memahami persiapan perjalanan wisatawan, pelaksanaan perjalanan itu

sendiri, ekspektasi dari destinasi wisata sampai pada persepsi dan penilian mereka tentang destinasi tersebut. Karakteristik perjalanan wisata ini antara lain meliputi frekuensi berwisata ke luar negeri, bentuk wisata, kunjungan sebelumnya ke Sumatera Utara, sumber informasi destinasi wisata Sumatera Utara, banyaknya informasi yang diperoleh dan lama tinggal (length of stay) di daerah tujuan dan sebagainya.

Menarik untuk diketahui bahwa bagi sebagian besar responden kunjungan ke Sumatera Utara baru pertama kali dilakukan. Secara implisit hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai harapan yang besar terhadap ODTW Sumatera Utara untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan wisata mereka.

Sebagian respoden merupakan repeaters atau wisatawan yang melakukan kunjungan kedua atau lebih. Penting juga untuk mengkaji lebih jauh tentang daya tarik wisata yang mereka kunjungi dan ekspektasi terhadap kualitas ODTW itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang mereka peroleh dan ekspektasi wisata dapat menjadi media yang efektif untuk mempromosikan ODTW Sumatera Utara di negara asal.

Pilihan atas daerah tujuan wisata dipengaruhi antara lain oleh adanya ketersediaan informasi yang lengkap akurat serta akses pada sumber informasi tersebut.

Dalam hal ini jenis media informasi (elektronik dan nonelektronik) wisata memainkan peranan penting dengan keunggulan dan efektivitasnya masing-masing yang ditentukan oleh aksesbilitas calon wisatawan. Studi ini menemukan bahwa brosur atau media cetak merupakan sumber informasi utama bagi responden untuk memilih Sumatera Utara sebagai destinasi wisata. Sebaliknya pemanfaatan media elektronik (TV dan Internet) masih relatif kecil atau terbatas.

Ada juga responden yang mengatakan teman atau kerabat sebagai sumber informasi wisata yang penting, sedangkan persentase yang mengandalkan bori perjalanan relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa peran promosi mouth to mouth yang selama ini sering luput dari perhatian tmpaknya cukup signifikan dan efektif, karena calon wisatawan dapat menggali sebanyak mungkin informasi dan pengalaman wisata rekannya sekaligus melakukan cross check atas

(8)

informasi yang mungkin diperoleh dari sumber lain.

Berikutnya perlu diketahui bentuk wisata yang dilakukan responden. Bentuk wisata menunjuk pada pengorganisasian perjalanan wisata yang biasanya terdiri dari wisata kelompok dan wisata perorangan. Menurut Weiler dan Hall (1992) saat ini terjadi pergeseran preferensi perjalanan wisata dari bentuk

”organized mass tourism” menuju bentuk

”organized individual tourism”. Mereka cenderung meninggalkan produk-produk wisata standar berskala massal dan beralih menuju produk-produk unik yang beragam dan bermutu tinggi (high value production of unique commodities).

Studi ini memperlihatkan bahwa bentuk wisata yang dipilih responden adalah wisata kelompok (group tourism). Kecenderungan untuk memilih bentuk wisata individual tidak berlaku bagi semua segmen wisatawan, tetapi hanya pada segmen tertentu misalnya kalangan usia muda atau peneliti.

Gambaran ini menjelaskan kepada kita bahwa wisatawan mancanegara di Sumatera Utara sangat tergantung pada biro perjalanan di negara asal maupun di daerah ini sendiri. Mereka merupakan kelompok pengguna paket wisata yang ditawarkan oleh penyedia jasa dengan harga yang standar.

Dengan melihat bentuk wisata yang seperti itu, dapat dimaklumi bahwa sebagian besar responden cenderung hanya mengunjungi ODTW yang relatif sudah mapan dan menginap di hotel-hotel berbintang. ODTW ini merupakan pilihan atau referensi biro perjalanan yang mengatur perjalanan mereka selama berkunjung di Sumatera Utara. Oleh sebab itu peluang mereka mengunjungi objek-objek wisata baru sangat kecil, sehingga pada akhirnya perkembangan objek baru itu semakin lambat.

Artinya perkembangan ODTW baru di daerah ini masih membutuhkan waktu lama apabila bersandar pada penetrasi wisatawan mancanegara.

Karakteristik perjalanan wisata responden yang cukup menarik diamati adalah ekspektasi terhadap ODTW. Secara umum dapat diasumsikan bahwa pilihan pada suatu destinasi wisata merupakan parameter untuk mengukur tinggi rendahnya harapan yang diletakkan pada destinasi itu.

Ketika responden menentukan pilihan wisata ke Sumatera Utara maka secara implisit ia menaruh harapan yang tinggi bahwa pilihan tersebut dapat memuaskan kebutuhan wisatanya.

Tampaknya pandangan di atas tidak sepenuhnya terbukti dalam studi ini. Memang sebagian besar responden mengatakan ekspektasinya tinggi terhadap ODTW di Sumatera Utara karena sebagian dari responden baru pertama kali berkunjung dan biasanya mempunyai harapan yang tinggi.

Sedangkan ekspektasi yang rendah dari responden diduga terkait dengan keterbatasan informasi yang mereka peroleh tentang pariwisata Sumatera Utara atau karena sebelumnya sudah pernah ke daerah ini.

Ketika responden melakukan perjalanan wisata di Sumatera Utara umumnya mereka menilai harapan tersebut dapat terpenuhi dengan baik. Artinya ODTW yang mereka kunjungi di sini mampu memenuhi harapan sebagian besar responden. Jika dibandingkan dengan angka responden yang sebelumnya mempunyai ekspektasi rendah, maka setelah melakukan wisata di daerah ini mereka terbukti mampu memenuhi harapan yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Terpenuhinya harapan wisatawan dari penawaran jasa atraksi wisata sangat penting karena hal ini sangat berimplikasi pada pemasaran maupun kemungkinan terciptanya segmen pasar repeater. Mereka akan menjadi

”promotor” baru yang akan menceritakan pengalaman wisatanya kepada orang lain dinegeri asal. Disamping itu dengan harapan yang terpenuhi tadi mendorong mereka untuk datang kembali mengunjungi ODTW di daerah ini.

Untuk mengetahui secara jelas bagaimana karakteristik perjalanan wisata responden maka perlu digambarkan tingkat kepuasan wisata mereka. Gambaran ini diharapkan akan memberikan informasi yang lebih jauh tentang kaitan antara persepsi ODTW dengan tingkat kepuasan. Tingkat kepuasan lebih mengacu pada totalitas pengalaman yang diperoleh selama berwisata dan memberikan kesenangan dan kepuasan psikologis dan fisik.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa lebih dari dua pertiga jumlah responden mengatakan puas dengan kegiatan wisatanya di Sumatera Utara. Meskipun diakui adanya berbagai kekurangan atau kelemahan yang terdapat dalam layanan wisata di daerah ini,

(9)

namun produk-produk wisata yang tersebar di berbagai ODTW terbukti mampu memberikan kepuasan bagi wisatawan. Tentu saja tingkat kepuasan seperti itu mempunyai implikasi lebih lanjut terhadap perspektif wisatawan, yakni diharapkan akan mendorong mereka untuk kembali melakukan kunjungan wisata ke daerah ini di masa yang akan datang. Dalam studi menunjukkan bahwa sebagian besar responden merencanakan untuk berkunjung kembali ke Sumatera Utara dan sebagian besar mengatakan tidak tahu. Pernyataan demikian dapat dijadikan sebagai dasar untuk menegaskan bahwa dari antara responden akan ada potensi wisatawan repeater di masa yang akan datang. Satu hal yang juga perlu dicatat dalam kaitan ini adalah bahwa kepuasan wisata ini menjadi bahan promosi produk wisata yang tidak terprogram namun efektif karena wisatawan diharapkan akan menceritakan pengalamannya kepada rekan (wisatawan potensial) di negara asal.

Sebagai rangkuman singkat dapat dinyatakan bahwa karakteristik sosial demografi responden dan perjalanan wisata mereka mewakili gambaran ciri-ciri yang sama pada wisatawan secara umum. Tingkat pendidikan yang tinggi dan pengalaman wisata yang cukup panjang adalah beberapa karakteristik mereka yang cukup menonjol. Hal ini kemudian mempunyai pengaruh terhadap kepuasan berwisata.

Persepsi terhadap objek dan daya tarik wisata serta harapan atas kepuasan-kepuasan yang akan diperoleh dari objek wisata tersebut berakumulasi menjadi kekuatan yang besar untuk mendorong seseorang untuk menentukan pilihan atas destinasi wisata yang akan dikunjungi.

Oleh karena itu menurut Bodlender dan kawan-kawan (1991), membentuk persepsi positif tentang daerah tujuan dengan berbagai atribut-atribut pariwisatanya pada diri wisatawan menjadi salah satu kunci untuk menjamin perkembangan suatu destinasi wisata.

Bahkan ahli lain (Burke dan Lindbloom, 1989) mengatakan bahwa salah satu langkah strategis untuk memperkuat pemasaran produk wisata adalah dengan menciptakan persepsi dan merealisasikannya dengan pengalaman- pengalaman wisata di daerah tujuan.

Persepsi tentang Mutu Objek Daya Tarik Wisata (ODTW)

Kualitas ODTW merupakan hal yang elementer dalam pariwisata. Mutu ODTW yang baik akan berdampak positif pada besaran jumlah wisatawan dan lama tinggal di suatu destinasi wisata. Di dalam hal ini persepsi wisatawanlah yang menjadi tolak ukur untuk melihat tingkat mutu ODTW tersebut. Disini mutu ODTW mencakup keunikan, keaslian, keramahan, keindahan, keamanan, dan kebersihan.

Terlepas dari kekhawatiran para pengamat yang memandang daerah ini terancam kehilangan daya tarik akibat kurangnya keunikan objek wisata yang ditawarkan (Damanik, 2000), terbukti mutu keunikan tersebut masih cukup tinggi dimata responden.

Keragaman ODTW yang tersebar di sepanjang jalur transportasi wisata tampaknya menjadi salah satu alasan kuat untuk menyebutkan hal itu. Selain itu diduga kehidupan masyarakat pedesaan beserta arsitektur bangunan yang berbeda di setiap daerah dan yang menghiasi sebagian besar rute perjalanan mereka menjadi alasan menyebutkan faktor keunikan tersebut.

Persepsi yang kurang lebih sama diberikan oleh responden ketika kepada mereka diajukan pertanyaan tentang mutu keaslian (orisinalitas) objek wisata. Persepsi seperti ini cukup logis apabila dilihat secara keseluruhan objek wisata utama yang ada di Sumatera Utara.

Hampir di semua daerah objek-objek wisata menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan kultur lokal, paling tidak dalam arti budaya yang bersifat tangible. Bentuk dan arsitektur bangunan masih asli demikian pula arsitektur bangunan. Selanjutnya terlihat pula bahwa responden mempersepsi ODTW yang dikunjunginya mampu memberikan kenangan yang baik.

Unsur kenangan sangat penting karena terkait dengan nilai kepuasan wisata. Objek wisata yang dapat memberikan kenangan optimal dengan sendirinya akan menaikkan nilai kepuasan wisata sekaligus daya tarik objek itu sendiri. Berdasarkan temuan studi ini dapat dikatakan bahwa ODTW Sumatera Utara mempunyai mutu kenangan yang relatif masih baik di mata wisatawan mancanegara.

Keramahan masyarakat setempat sebagai tuan rumah merupakan hal yang penting dalam pariwisata.

(10)

Dalam konteks industri jasa, sikap ramah merupakan elemen penting dari produk meskipun sifatnya tidak kasat-mata (intangible) (Spillane, 1994). Wisatawan yang mengunjungi objek membutuhkan keramah-tamahan dalam bentuk pelayanan.

Hal ini terlihat antara lain dari sikap tanggap terhadap kebutuhan (dan juga keluhan) wisatawan, terbuka menerima orang luar, ketersediaan informasi wisata yang akurat dan terkini, kemampuan berkomunikasi secara efektif, penggunaan waktu secara efisien dan sebagainya.

Dari perspektif wisatawan sendiri tampaknya unsur keramahan ini masih menonjol dalam kepariwisataan Sumatera Utara. Paling tidak hal itu tampak dari persepsi hampir dua pertiga responden yang memandang mutu keramahan yang baik.

Keindahan alam merupakan salah satu atraksi yang banyak menyedot perhatian wisatawan. Pemaparan umum Badan Pusat Statistik beberapa tahun yang lalu (BPS, 1994) memperlihatkan bahwa objek wisata alam menempati posisi atas sebagai alasan wisatawan berkunjung ke Indonesia, meskipun memang tidak dijelaskan kualitas objek tersebut.

Gambaran yang sama tampaknya tidak jauh berbeda dengan hasil studi ini. lebih dari 75 persen responden memberikan persepsi baik atas keindahan alam Sumatera Utara. Hasil ini membuktikan bahwa keindahan alam masih tetap menjadi salah satu daya tarik besar bagi wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara di daerah ini.

Persepsi yang berbeda diberikan pada aspek mutu keamanan. Keamanan berwisata di daerah ini tampaknya tidak sepenuhnya mudah dinikmati wisatawan. Meskipun sebagian besar responden mempersepsi kualitas keamanan baik, namun kelompok responden yang mengatakan mutu keamanan berada di tingkat biasa juga cukup besar.

Hal ini sebenarnya dapat dimaknai dapat dimaknai sebagai keraguan responden mengatakan faktor keamanan cukup baik atau sebaliknya cukup rawan. Oleh sebab itu studi ini setidaknya menemukan bahwa di mata wisatawan mancangeara mutu keamanan berada dalam posisi menuju kritis. Namun demikian karena keterbatasan studi ini tidak diperoleh gambaran yang lebih rinci tentang alasan-alasan responden

yang memandang aspek keamanan tersebut kurang mendukung.

Elemen terakhir yang dipersepsi oleh responden adalah kebersihan. Hasil studi pasar wisatawan yang dilakukan di Eropa (European Commission, 1998) menunjukkan bahwa pencarian ODTW yang menawarkan kebersihan merupakan pilihan bagi sebagian wisatawan Eropa.

Dengan asumsi bahwa wisatawan yang datang ke Sumatera Utara juga memiliki alasan yang sama, maka persoalan kebersihan pun merupakan hal yang sensitif bagi mereka.

Tetapi jika melihat kenyataan tampaknya ODTW belum mampu menawarkan kebersihan seperti yang diharapkan wisatawan. Terbukti dalam kajian ini bahwa hampir 50 persen responden mempersepsi kualitas kebersihan ODTW tergolong buruk dan hanya sekitar 27 persen mengatakan baik.

Di tingkat lokal sendiri juga telah banyak keluhan dari berbagai elemen masyarakat tentang kurangnya kesadaran kolektif masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang bersih. Di samping laporan di sejumlah media massa, delapan tahun yang silam misalnya, asosiasi biro perjalanan setempat secara terbuka menyampaikan keluhan tentang fasilitas wisata yang tidak terawat dan bersih, sehingga menimbulkan citra buruk atas produk wisata Sumatera Utara (lihat Kompas, 28- 2-1997).

Kesimpulan yang dapat ditarik secara umum adalah bahwa bagi responden mutu ODTW tersebut tergolong rata-rata masih baik, dengan catatan bahwa unsur kebersihan dipersepsi sebagai unsur yang kualitasnya tidak begitu baik.

Selanjutnya akan diuraikan persepsi responden tentang kualitas elemen-elemen ODTW di atas. Sebagaimana dijelaskan sebelum- nya, dari sisi produk terdapat beberapa komponen yang pokok atau elementer pariwisata, yakni atraksi, akomodasi dan aksesibilitas.

Persepsi Tentang Mutu Atraksi Wisata

Atraksi wisata yang dianalisis terdiri dari unsur-unsur yang didasarkan pada kelengkapan (completeness) suatu atraksi wisata yang terdiri dari Alam yang dipresentasikan oleh Taman Nasional, pemandangan alam dan pantai serta danau. Budaya yang dipresentasikan oleh museum dan arsitektur bangunan. Buatan yang di

(11)

presentasikan oleh layanan serta souvenir (Spillane, 1994).

Komponen atraksi yang dipersepsi disini terbatas pada sifatnya yang tangible saja, sedangkan yang intangible sengaja dike- sampingkan karena keterbatasan metodologis pengumpulan data. Persepsi responden tentang atraksi wisata Alam yang tersedia di ODTW Sumatera Utara cukup baik dan mendapat penilaian yang positif dari responden. Namun demikian perlu diberikan interpretasi secara hati- hati, bahwa hal ini tidak otomatis merepresentasi kualitas kegiatan-kegiatan wisata danau atau pantai yang dilakukan oleh responden. Karena berdasarkan pengamatan yang cukup lama terhadap aktivitas wisatawan mancanegara di Danau Toba, tampaknya aktivitas yang terkait de- ngan pemanfaatan danau sebagai arena rekreasi air tergolong terbatas. Daripada berenang di danau wisatawan umumnya lebih menyukai untuk menghabiskan waktu di Hotel atau mengunjungi desa-desa tradisional di kawasan danau tersebut. Keterbatasan ini diakibatkan oleh semakin merosotnya mutu kebersihan danau dan konflik pemanfaatan danau.

Terhadap semua atraksi yang dimiliki daerah ini ternyata persentase responden yang memberikan penilaian buruk terbesar adalah terhadap atraksi budaya (museum dan arsitektur bangunan). Persepsi demikian barangkali merupakan konsekuensi dari pengalaman mereka setelah melihat sendiri kondisi faktual permuseuman di daerah ini. Berdasarkan kajian RIPPDA Sumatera Utara (1990) teridentifikasi sebanyak 2 museum penting, yakni di Jalan H.M.

Joni Medan dan Museum Simalungun di Pemetangsiantar. Dalam wawancara dengan pengelola museum tersebut diperoleh gambaran bahwa pengelolaan museum terpaksa dilakukan seadanya akibat keterbatasan dana dan jumlah pengunjungnya terus menurun, bahkan dari dalam negeri sendiri hampir tidak ada lagi.

Persepsi responden tentang mutu layanan wisata dan keramah-tamahan masyarakat sebagai tuan rumah secara umum masih baik. Persepsi ini ditunjukan berdasarkan pengalaman memperoleh layanan di Hotel atau akomodasi serta transportasi. Persepsi yang berbeda akan muncul apabila wisatawan memberikan penilaian atas layanan tuan rumah di luar hotel dan transportasi, misalnya layanan souvenir dan guiding lokal/menurut beberapa responden mutu layanan di subsektor ini tergolong buruk karena, misalnya tidak ada standar yang jelas atas kualitas dan harga produk yang ditawarkan.

Mutu jasa souvenir di Sumatera Utara secara umum termasuk dalam kategori baik, namun perlu juga melihat persentasi yang mengatakan buruk dan menghubungkannya dengan kondisi objektif produk-produk souvenir yang dijual di objek-objek wisata. Pengamatan menunjukkan bahwa banyak cendera mata yang dijual sebagian besar tidak menunjukkan keunikan dan kekhasan lokal seperti kerajinan ukiran dan kain tenun lokal, tetapi banyak yang merupakan produk luar dan lebih banyak berbentuk pakaian, tas, dompet dan sejenisnya.

Diduga faktor kepraktisan dan kelangkaan produk asli daerah setempat ikut mempengaruhi hal ini.

Persepsi Terhadap Mutu Akomodasi Wisata Dari sisi produk wisata, akomodasi merupakan salah satu elemen yang menentukan mutu ODTW secara keseluruhan, karena merupakan basis utama layanan dan ‘tangga’

pertama bagi wisatawan untuk menilai kualitas produk wisata. Dalam studi ini, aspek akomodasi yang dibahas dari perspektif wisatawan yakni hotel itu sendiri, makanan yang disajikan, hiburan dan fasilitas olahraga yang disediakan serta kebersihan.

Dalam persepsi responden, mutu akomodasi yang dimiliki oleh Sumatera Utara tergolong biasa-biasa, dalam arti tidak terlalu istimewa atau menonjol. Bagi para stakeholder hal ini perlu dilihat sebagai sinyal terhadap ancaman melemahnya daya tarik wisata daerah

bagi wisatawan mancanegara di masa yang akan datang. Menurunnya daya tarik akomodasi sengan sendirinya akan mempengaruhi kekuatan daya tarik ODTW secara keseluruhan. Oleh sebab itu dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi peningkatan mutu layanan akomodasi.

Persepsi terhadap Mutu Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan salah satu komponen penting produk wisata. Aksesibilitas memampukan wisatawan menjangkau atraksi dan akomodasi yang ditawarkan di pasar wisata, juga memungkinkan wisatawan mengunjungi beragam ODTW dengan mudah dan nyaman.

Faktor kemudahan dalam arti efisien dan kenyamanan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari unsur aksesbilitas ini. Oleh

(12)

sebab itu kualitas aksesibilitas akan menentukan daya tarik objek wisata. Untuk melihat mutu aksesibilitas wisata digunakan empat indikator utama, yakni mutu bus wisata, jalan raya, dan layanan Bandara.

Bagi sebagian besar responden mengata- kan mutu bus wisata masih dipandang baik.

Namun, yang mengatakan kualitas alat transportasi ini masih buruk juga cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa mutu produk wisata yang ditawarkan kepada wisatawan mancanegara masih perlu ditingkatkan.

Bus wisata adalah alat angkutan khusus yang tidak saja ditujukan kepada wisatawan, tetapi juga mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan bus umum, seperti interior yang luks, kenyamanan tempat duduk, kelengkapan pengatur suhu udara, kebebasan memasuki jalur-jalur angkutan non bus, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, persepsi yang buruk terhadap bus wisata akan berdampak kurang menguntungkan bagi pemasaran produk-produk wisata Sumatera Utara di luar negeri.

Jalan raya merupakan urat nadi perhubungan dan inti aksesibilitas wisata.

Terutama di destinasi wisata yang produk-produk wisatanya berbasis topografi lahan maka peran jalan raya tidak dapat diabaikan sama sekali.

Propinsi Sumatera Utara termasuk salah satu destinasi wisata yang memiliki sebagian besar sebaran ODTW di kawasan pegunungan, sehingga jalan raya memainkan peran yang vital dalam memberikan akses kepada para wisatawan.

Sebagian besar pandangan responden mengatakan kualitas jalan raya termasuk buruk.

Pandangan ini sebenarnya tidak keliru karena dua alasan, yaitu pertama, mereka berasal dari negara-negara maju di mana kualitas infrastruktur ekonomi dan transportasi jauh lebih baik serta mutu jalan raya sangat terandalkan.

Kedua, kenyataan dilapangan menunjuk- kan bahwa rute-rute wisata utama di daerah ini ditandai oleh kerusakan yang serius, seperti jalan raya dari Parapat menuju Berastagi sepanjang kurang lebih 100 kilometer.

Hal yang kurang lebih sama terjadi juga dari Binjai menuju Bukit Lawang. Mutu jalan raya yang relatif baik hanya ditemukan sepanjang kurang lebih 70 kilometer dari Medan menuju Berastagi.

Buruknya kualitas jalan raya di daerah ini juga menjadi persoalan yang sering diungkapkan berbagai kalangan di sektor pariwisata maupun sektor lainnya, dan menjadi salah satu penyebab jumlah wisatawan manca- negara yang mengunjungi daerah ini semakin merosot.

Implikasinya bagi pemasaran adalah sulitnya menawarkan produk wisata daerah sebagai produk yang menarik sekalipun mungkin dengan harga yang lebih murah, kurangnya kegairahan calon wisatawan baru dan repeater untuk berkunjung.

Selanjutnnya studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar atau hampir 45 persen responden mengatakan mutu Bandara (Polonia) masih baik. Yang dimaksud disini adalah layanan yang diberikan bandara tersebut kepada wisatawan, mulai dari check-in, ruang tunggu, pemeriksaan visa, transit ke dan dari pesawat, dan sebagainya.

Meskipun begitu, hal ini belum memberikan kebanggan pada mutu bandara internasional ini. Sebagai satu-satunya bandara internasional di daerah ini, apalagi mengingat bahwa melalui Polonia Sumatera Utara merupakan salah satu gerbang masuk utama wisatawan mancanegara, seharusnya mutu layanan kepada wisatawan menjadi mutlak.

Bandara merupakan wajah pertama yang dikenali wisatawan untuk melihat bagaimana kualitas produk-produk wisata lainnya.

Oleh sebab itu hasil studi ini semakin menguatkan perlunya pembenahan layanan bandara kepada wisatawan agat semakin meningkat dan sesuai dengan standar layanan bandara internasional, sekaligus akan menjadi salah satu langkah strategis untuk meningkatkan mutu produk wisata daerah.

Meskipun paparan ini secara keseluruhan persentase responden yang mempersepsi baik kualitas aksesibilitas cukup signifikan, namun besarannya tidak mutlak menonjol. Dibandingkan dengan mutu komponen ODTW lainnya, secara umum responden menilai mutu aksesibilitas wisata masih lebih rendah. Pandangan seperti ini perlu dikaji lebih jauh dengan melihat berbagai variabel yang mungkin mempengaruhinya.

Perbedaan Persepsi terhadap Mutu ODTW dan Perbedaan Tingkat Kepuasan Wisata

Salah satu karakteristik demografi responden yang dipandang terkait dengan

(13)

persepsi terhadap mutu ODTW adalah jenis kelamin. Pandangan yang terbatas itu didasarkan pada asumsi bahwa kelompok perempuan lebih sensitif terhadap persoalan-persoalan hospitalitas, comfortability dan kenyamanan berwisata.

Pada studi ini, asumsi tersebut tampaknya terbukti karena responden perempuan lebih memilih untuk mengatakan bahwa mutu ODTW termasuk sedang saja. Sementara responden laki-laki cenderung mengatakan mutunya baik. Dalam tingkat kepuasan, distribusi responden laki-laki dan perempuan yang mengaku puas tersebut juga berbeda.

Dikarenakan oleh sebab yang sama, persentase perempuan yang mengatakan puas atas kegiatan wisatanya lebih kecil dibandingkan dengan persentase laki-laki.

Perbedaan tingkat pendidikan responden tampak mempengaruhi persepsi terhadap mutu ODTW dan tingkat kepuasan wisata. Sebagian responden yang berpendidikan di bawah sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi, mempersepsikan mutu ODTW dengan mutu sedang dan puas terhadap perjalanan dan produk wisata, bahkan tidak ada seorangpun yang memberikan persepsi buruk. Ini merupakan suatu hal yang tidak terjadi di kalangan responden yang berpendidikan menengah keatas. Begitu juga responden yang mengatakan tidak puas dengan perjalanan wisata dan produk wisata yang ditawarkan adalah responden yang berpendidikan SMU dan perguruan tinggi.

Indikator pengeluaran atau jumlah belanja selama berwisata dapat digunakan untuk melihat persepsi wisatawan terhadap mutu ODTW. Perbedaan besaran belanja wisata ini sangat ditentukan antara lain oleh perbedaan persepsi responden atas mutu ODTW. Yang memberikan persepsi mutu yang tinggi adalah mereka yang melakukan belanja yang besar,begitu juga sebaliknya. Begitu juga dalam tingkat kepuasan, semakin tinggi jumlah pengeluaran wisata, semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang mereka rasakan.

Karakteristik umum persepsi responden berdasarkan Negara asal, sekilas terlihat perbedaan distribusi responden berdasarkan Negara asal dan persepsi terhadap ODTW namun polanya tidak jelas. Responden yang berasal dari Negara di luar kawasan Asean dan Eropa (Barat) cenderung mempersepsi mutu ODTW ini baik.

Sebagian besar responden dari Asean dan Eropa

mempersepsi mutu ODTW sangat netral atau sedang.

Sebaliknya justru persentase wisatawan Asean yang mempersepsi hal yang sama jauh lebih kecil. Perbedaan latar belakang geografis Negara asal diduga dapat mengakibatkan tuntutan pada mutu ODTW juga berbeda. Bagi wisatawan yang berasal dari Negara yang secara geografis sama dengan Indonesia atau khususnya Sumatera Utara, tuntutan kepuasan wisata mungkin lebih tinggi karena mereka ingin memperoleh nilai wisata yang lebih lengkap daripada hanya sekedar menikmati kesamaan yang disediakan di daerah ini. Sebagian besar persentase responden yang mengaku tidak puas dan mengatakan ragu- ragu, berasal dari wisatawan Eropa. Dengan demikian secara statistic tidak ada perbedaan tingkat kepuasan wisata pada responden berdasarkan Negara asalnya.

Persepsi dapat menjadi salah satu unsur kognisi yang akan menentukan kepuasan berwisata. Kepuasan wisatawan atas ODTW sangat dipengaruhi oleh kualitas layanan yang mereka peroleh di daerah tujuan wisata.

Layanan tersebut termasuk pemberian informasi, akurasi informasi, performa guide, tindakan pemerintah untuk melakukan konservasi dan pemeliharaan objek wisata, manajemen dan ketepatan waktu, dan sebagainya (Lee, et al., 2000).

Disebutkan bahwa lingkungan disekitar ODTW yang nyaman dan aman, kesiapan pengelola memberikan informasi dan bantuan bagi wisatawan, ketepatan informasi tentang lokasi, pengelolaan atraksi dan manajemen waktu merupakan komponen penting yang terkait dengan kualitas layanan wisata.

Studi ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepuasan wisata diantara responden yang memilih bentuk wisata perorangan (individual tourism) lebih baik dibandingkan dengan wisatawan kelompok (group tourism). Sebagian besar wisatawan perorangan dan kelompok memang mengaku puas atas kegiatan wisata mereka. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang cukup menonjol dalam hal kepuasan wisata antara wisatawan perorangan dengan kelompok.

Hubungan antara pengalaman wisata dengan persepsi mereka terhadap mutu ODTW berdasarkan hasil uji statistik adalah bersifat negatif. Semakin banyak pengalaman wisata yang ditunjukkan oleh tingginya frekuensi

(14)

berwisata keluar negeri, maka persepsi wisatawan terhadap mutu ODTW cenderung semakin buruk.

Wisatawan yang sering melakukan perjalanan wisata ke luar negeri mempunyai referensi yang lebih banyak tentang kualitas ODTW maupun mutu komponen-komponen ODTW tersebut, sehingga mereka mampu membandingkan daya tarik destinasi wisata yang satu dengan yang lain.

Selanjutnya, berdasarkan hasil studi ini maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak informasi tentang ODTW semakin tinggi pula ekspektasinya terhadap mutu ODTW semakin tinggi pula ekspektasinya terhadap mutu ODTW di Negara tujuan.

Interpretasi logis yang dapat diberikan atas kesimpulan ini adalah bahwa informasi tentang ODTW Sumatera Utara di luar negeri secara umum telah memberikan gambaran kualitas pariwisata yang memadai bagi wisatawan maupun calon wisatawan. Parallel dengan hal itu, harapan wisatawan terhadap produk-produk wisata yang bermutu juga semakin meningkat. Sebenarnya ekspektasi tersebut dapat menjadi acuan bagi pelaku wisata untuk terus meningkatkan kinerja di bidang manajemen dan pengembangan produk-produk wisata.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dipaparkan sebelumnya, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik seperti berikut:

Dilihat dari karakteristik demografi, sosial dan ekonomi responden menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara di Sumatera Utara tergolong ke dalam kategori wisatawan yang berlatar belakang mapan. Usia produktif, pendidikan menengah keatas, masih bekerja aktif, pengalaman wisata yang cukup, dan memilih bentuk wisata kelompok. Informasi yang dimiliki wisatawan tentang sumber daya pariwisata Sumatera Utara tergolong lengkap sehingga mereka telah memiliki harapan-harapan yang tinggi dari kegiatan wisatanya sebelum melakukan perjalanan ke daerah ini. Informasi tersebut sebagian besar diperoleh dari kerabat atau teman yang mungkin pernah mengalami perjalanan wisata ke Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara di daerah ini adalah kelompok wisatawan yang

mempunyai kesadaran wisata yang tinggi, kritis dan selektif atas produk wisata yang ditawarkan.

Gambaran tersebut mempunyai konsekuensi- konsekuensi logis di dalam mempersepsi mutu objek daya tarik wisata di daerah ini, seperti sikap kritis namun juga cenderung adaptif.

Secara umum mutu objek daya tarik wisata di Sumatera Utara dipersepsi dengan baik.

Artinya dengan menggunakan parameter yang standar, ternyata bagi sebagian besar wisatawan mancanegara, kualitas semua unsur yang elementer dalam ODTW dipersepsi sebagai hal yang masih memiliki mutu baik dan masih dapat diandalkan untuk memberikan kepuasan wisata seperti yang mereka harapkan. Meskipun demikian, ada beberapa elemen-elemen produk wisata yang mutunya di bawah standar keinginan mereka. Misalnya, factor kebersihan yang masih buruk.

Setelah dikaji lebih jauh tampak bahwa ada perbedaan-perbedaan yang berarti antara persepsi terhadap kualitas ODTW dan kepuasan wisata berdasarkan beberapa variabel demografi dan sosial responden yang antara lain jenis kelamin, tingkat pendidikan dan besaran pengeluaran belanja wisata. Sebaliknya, tidak terbukti ada perbedaan persepsi berdasarkan bentuk wisata, pengalaman wisata dan Negara asal responden.

Temuan penting lainnya yang disajikan dalam studi adalah korelasi negatif antara variabel pengalaman wisata dengan persepsi tentang mutu atraksi , akomodasi dan aksesibilitas wisata di Sumatera Utara.

Pengalaman wisata yang banyak cenderung mempengaruhi responden untuk memberikanpersepsi yang negatif terhadap mutu

ODTW daerah ini. Artinya, banyaknya pengalaman wisata menjadikan responden mempunyai rujukan yang baik untuk membandingkan mutu ODTW di Negara lain dengan di daerah ini. Hasilnya adalah bahwa mutu ODTW Sumatera Utara dipersepsi kurang baik.

Harapan-harapan yang diberikan oleh wisatawan mancanegara pada ODTW di Sumatera Utara cukup tinggi. Artinya mereka yakin bahwa atraksi wisata disini akan memberikan kepuasan wisata yang optimal. Jika dilihat persepsi mereka yang secara umum baik terhadap ODTW, maka tampaknya harapan tersebut terpenuhi. Representasi dari keterpenuhan harapan tadi tampak dari tingkat

(15)

kepuasan yang dialami oleh sebagian besar wisatawan tersebut. Terkait dengan hal itu maka tampak jelas keterkaitan dan kesejajaran yang fungsional antara harapan yang tinggi dengan persepsi yang baik dan dengan kepuasan wisata yang optimal. Temuan-temuan dalam studi ini dapat memberikan bukti empiris bahwa dari perspektif wisatawan sebenarnya mutu ODTW di Sumatera Utara masih tergolong baik.

SARAN

Memperhatikan beberapa kesimpulan di atas maka saran secara substansial di sini dapat dibagi menjadi dua, yakni saran yang bersifat praksis dan saran yang bersifat metodologis.

Meskipun demikian keduanya saling melengkapi.

Semua Stakeholder pariwisata di Sumatera Utara diharapkan dapat melakukan antisipasi dan respons yang lebih dini terhadap kecenderungan perubahan-perubahan demografis dan psikografis wisatawan mancanegara yang dinamis. Sebagai salah satu contoh, persepsi mereka yang relative baik terhadap ODTW tidak hanya perlu terus dipelihara tetapi juga ditingkatkan dengan cara menyusun standar mutu produk wisata (atraksi, aksesibilitas dan akomodasi) yang didasarkan pada kriteria-kriteria keunikan, keaslian, keindahan, keamanan, kenyamanan, kenangan, keramahtamahan dan kebersihan.

Temuan studi ini merupakan tantangan baru bagi stakeholder pariwisata untuk meningkatkan kinerja, menciptakan modus- modus baru dalam pengembangan produk-produk wisata dimasa depan, guna memenuhi tuntutan- tuntutan baru atas kualitas layanan wisata yang semakin meningkat.

Karena wisatawan pada umumnya mempunyai latar belakang sosial, demografi dan ekonomi yang mapan, maka mereka sangat kritis terhadap mutu layanan wisata. Untuk itu, industri pariwisata daerah dan pihak terkait perlu memiliki public relation pariwisata yang kompeten dan sensitive terhadap isu-isu mutu

ODTW.entitas hubungan masyarakat ini dituntut untuk mampu menjelaskan keterbatasan maupun kelebihan produk pariwisata yang ditawarkan, ketika – misalnya – berhadapan dengan komunitas wisatawan mancanegara di bandara, maupun ketika wisatawan sudah kembali ke negerinya. Cara demikian akan membelajarkan wisatawan untuk lebih adaptif dengan situasi lokal dan sekaligus menciptakan kesan atau kenangan baik bagi mereka. Hal ini sangat penting terutama mengingat bahwa sumber informasi wisata mereka adalah kerabat dan teman. Kenangan yang baik, termasuk dalam hal kehumasan tadi akan mendorong mereka untuk meneruskan informasi tersebut kepada calon wisatawan baru di Negara asalnya.

Mengingat persaingan antar daerah atau negara tujuan wisata untuk meraih pasar wisatawan global semakin ketatnya dan perubahan-perubahan demografis dan psikografis wisatawan mancanegara yang sangat dinamis, maka evaluasi pengembangan produk yang berbasis pada tuntutan pasar wisatawan (market based product development) sangat dibutuhkan.

Oleh sebab itu untuk memperoleh gambaran pasar wisatawan mancanegara di Sumatera Utara secara komprehensif dan berkelanjutan maka pihak-pihak terkait perlu melakukan survei pasar secara berkelanjutan. Survei inilah yang kelak akan merekam perubahan-perubahan psikografis wisatawan tadi dan berdasarkan hal itu strategi dan program-program pengembangan produk wisata dapat disusun secara tepat dan terukur.

Akhirnya, pengembangan metodologi survai juga perlu dilakukan, misalnya dengan menggabungkan metode survai dengan studi kasus yang menggunakan instrumen pengumpulan data lain (indepth interview atau FGD – Focused Group Discussion), sehingga tingkat validitas dan akurasi data dapat lebih terjamin. Studi kasus yang melibatkan sejumlah kecil informan tetapi memiliki kemampuan untuk memberikan persepsi dan interprestasi atas mutu produk wisata secara lebih terukur, diharapkan akan dapat melengkapi hasil-hasil studi ini.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

BPS (Badan Pusat Statistik), 2001. Analisis Pasar Wisatawan Mancanegara. Jakarta.

Bodlender, J, et. al, (ed), 1991. Developing Tourism Destination: Policies and Perspectives.

Harlow, Longman.

Damanik, J., 2000. ”Reorientasi Kebijakan Pariwisata Sumatera Utara”, Harian Analisa (Medan) 26 Agustus.

Damanik, J., 2003. “Wisata Sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia:

Suatu Gagasan Awal”, Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, 27 (137),

Januari-Maret.

Dinas Pariwisata Sumatera Utara, 1990. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (Final Report), Medan.

European Commission, Directorate General XXIII, 1998. Facts and Figures on The

Europeans on Holidays 1997-1998. (Executive Summary), March.

McIntosch, R.W., et al., 1995. Tourism: Principles, Practices, Philosophies. New York, John Wiley & Sons.

Mill, R.C dan Morrison, A.M., 1985. The Tourism System: An Introductory Text. Englewood

Cliffs, Prentice-Hall, Inc.

Obua, J dan Hardling, D.M., 1996. “Visitor Characteristics and Attitudes towards Kibale

National Park, Uganda”, Tourism Management , 17 (7): 495-505.

Pearce, D., 1995. Tourism Today: A Geographical Analysis. Harlow, Longman.

Spillane, J.J., 1994. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan.

Yogyakarta, Kanisius.

Weiler, B dan Hall, C. M., (eds), 1992. Special Interest Tourism. London, Bellhaven.

Referensi

Dokumen terkait

J : Inovasi ya, sebenarnya dari SOPnya seharusnya ada minimal 1 produk baru setiap bulannya, hal ini untuk mengatasi kejenuhan pasar, tetapi terkadang hal ini

MEDAN 2018.. Skripsi berjudul, Analisis Penerapan Sistem Bagi Hasil Belah Sapi dalam Peternakan Sapi di Desa Lobu Rampah Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu

fisik dimana seorang balita yang seharusnya dirawat dengan segenap kasih sayang dari kedua orang tuanya, mendapatkan hak- hak nya untuk dilindungi oleh orang dewasa,

Dari gambar 7 menunjukan hasil akurasi kinerja sistem bahwa nilai thershold level sebesar 0,1 untuk posisi horisontal menghasilkan tingkat akurasi yang baik dibandingkan dengan nilai

perbaikan lebih lanjut untuk memperbaiki keterampilan siswa menulis cerpen. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti didapatkan kesimpulan bahwa dalam siklus I

Kesimpulan dari penelitian ini pengetahuan dan sikap remaja tentang seksual pranikah mayoritas berpengetahuan baik dengan sikap negatif sedangkan dari tabulasi silang

Peran merupakan kemampuan yang dilakukan orang tua untuk menunaikan amanah, karakter adalah tabiat atau sifat yang mengarahkan pada perilaku amanah orang tua, sedangkan

Hasil penelitian manunjukkan bahwa : (1) gambaran identitas vokasi terkait K3 mahasiswa tergolong rendah (33,08%), kreativitas tergolong sedang (36%), dan